bab-ii

Upload: andre-d-ace

Post on 07-Oct-2015

228 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

adda

TRANSCRIPT

BAB IIKAJIAN TEORITIS

A. Arti Sekolah Kejuruan dalam Mempersiapkan Calon-Calon Wirausaha

Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya dan dengan demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkan untuk berfungsi dalam kehidupan masyarakat. (Hamalik, 2004:79). Sedangkan menurut pasal 1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Selain itu Dewey (2002:1) mengatakan bahwa pendidikan merupakan pengembangan diri dalam kodrat manusia. Sementara Soedijarto (1998:91) mengatakan pendidikan adalah suatu usaha manusia yang penting untuk memelihara, mempertahankan, dan mengembangkan masyarakat. Samani berpendapat :Ditinjau secara sistemik, pendidikan kejuruan pada dasarnya merupakan subsistem dari sistem pendidikan. Terdapat banyak definisi yang diajukan oleh para ahli tentang pendidikan kejuruan dan definisi-definisi tersebut berkembang seirama dengan persepsi dan harapan masyarakat tentang peran yang harus dimainkannya (Samani, 1992:14).

Haris seperti yang dikutip oleh Slamet (1990:2), menyatakan pendidikan kejuruan adalah pendidikan untuk suatu pekerjaan atau beberapa jenis pekerjaan yang disukai individu untuk kebutuhan sosialnya. Menurut House Committee on Education and Labour (HCEL) pendidikan kejuruan adalah suatu bentuk pengembangan bakat, pendidikan dasar keterampilan, dan kebiasaan-kebiasaan yang mengarah pada dunia kerja yang dipandang sebagai latihan keterampilan (Malik, 1990:94). Dapat disimpulkan bahwa salah satu ciri pendidikan kejuruan dan yang sekaligus membedakan dengan jenis pendidikan lain adalah orientasinya pada penyiapan peserta didik untuk memasuki lapangan kerja. Pada pola latihan dalam pekerjaan peserta didik belajar sambil langsung bekerja sebagai karyawan baru tanpa ada orang yang secara khusus ditunjuk sebagai instruktur, sehingga tidak ada jaminan bahwa peserta didik akan mendapatkan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan. Walaupun demikian pola latihan dalam pekerjaan memiliki keunggulan karena peserta didik dapat langsung belajar pada keadaan yang sebenarnya sehingga mendorong dia belajar secara inkuiri Pada pola magang terdapat seorang karyawan senior yang secara khusus ditugasi sebagai instruktur bagi karyawan baru (peserta didik) yang sedang belajar. Instruktur tersebut bertanggungjawab untuk membimbing dan mengajarkan pengetahuan serta keterampilan yang sesuai dengan tugas karyawan baru yang menjadi asuhannya. Dengan demikian pola magang relatif lebih terprogram dan jaminan bahwa karyawan baru akan dapat memperoleh pengetahuan dan keterampilan tertentu lebih besar dibanding pola latihan dalam pekerjaan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang makin canggih membawa pengaruh terhadap pola kerja manusia. Pekerjaan menjadi kompleks dan memerlukan bekal pengetahuan dan keterampilan yang makin tinggi, sehingga pola magang dan latihan dalam pekerjaan kurang memadai karena tidak memberikan dasar teori dan keterampilan sebelum peserta didik memasuki lapangan kerja sebagai karyawan baru. Oleh karena itu kemudian berkembang bentuk sekolah dan latihan yang diselenggarakan oleh sekolah kejuruan bekerja sama dengan kalangan dunia usaha dengan tujuan memberikan bekal teori dan praktek. Bagi masyarakat Indonesia misi pendidikan kejuruan sangat penting karena pada umumnya siswa sekolah kejuruan berasal dari masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi rendah (Brotosiswoyo, 1991:8), sehingga apabila sekolah kejuruan berhasil mewujudkan misinya berarti akan membantu menaikkan status sosial ekonomi masyarakat tingkat bawah. Untuk program persiapan bidang pekerjaan secara umum, sekolah memberikan bekal guna meningkatkan kemampuan bekerja untuk bidang pekerjaan yang memerlukan pengetahuan, peralatan yang sejenis. Dengan program ini diharapkan peserta didik mempunyai pilihan lapangan pekerjaan yang lebih jelas dan lebih cepat mengikuti latihan di dalam pekerjaan. Program persiapan kerja yang spesifik memberikan bekal yang sudah mengarah kepada jenis pekerjaan tertentu, meskipun belum pada suatu perusahaan tertentu. Lebih khusus lagi adalah program pendidikan kejuruan khusus yang sudah terarah pada pekerjaan khusus, yaitu mendidik siswa untuk memenuhi persyaratan yang diminta oleh suatu perusahaan tertentu. Makin khusus jenis pendidikan kejuruan akan makin siap lulusannya memasuki lapanan kerja, tetapi juga makin sempit bidang pekerjaan yang dapat dimasuki. Walaupun demikian, kecuali untuk keperluan tertentu pendidikan kejuruan yang khusus (job specific education) sangat sulit diterapkan di Indonesia, mengingat jenis industri di Indonesia sangat bervariasi. Di sini mulai timbulnya dilema antara siap pakai atau siap latih dalam pendidikan kejuruan. Dalam kaitan dengan hal tersebut, menurut Semiawan (1991:6), yang penting adalah kesiapan mental untuk mengembangkan dirinya serta keterampilan dasar untuk setiap kali dapat menyesuaikan diri kembali pada perubahan tertentu (retrainability). Dengan bekal tersebut diharapkan lulusan sekolah kejuruan tidak hanya terpancang pada jenis pekerjaan yang ada, tetapi juga terdorong untuk mewujudkan lapangan kerja baru dengan mengembangkan prakarsa dan kreativitasnya secara optimal (wirausaha). Sejalan dengan itu Tilaar (1991:12) menegaskan bahwa pendidikan formal (sekolah kejuruan) seharusnya menghasilkan lulusan yang memiliki kualifikasi siap latih yang kemudian diteruskan dengan program pelatihan, baik di dalam industri atau lembaga pelatihan tertentu.

B. Pendidikan Kewirausahaan Di Persekolahan.Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, baik pengetahuan alam maupun pengetahuan sosial pada dasarnya mengalami perkembangan sesuai dengan kebutuhan yang ada di masyarakat. Begitupun dengan ilmu pengetahuan keiwrausahaan ini memberikan secercah harapan, bahwa setelah mempelajarinya diharapkan tergugah motivasinya untuk berbuat, bertindak demi dirinya sendiri dan untuk orang lain. Dewasa ini sudah menjadi rahasia umum bahwa tingkat pengangguran di Indonesia sudah cukup memprihatinkan, hal ini perlu disikapi dengan serius dengan menciptakan berbagai pola pembelajaran dan pelatihan serta mensinergiskan kurikulum yang ada dengan kebutuhan keahlian yang diterima siswa supaya siswa mempunyai motivasi untuk berwirausaha adalah dengan diberikannya Ilmu kewirausahaan. Suryana menyebutkan bahwa, Ilmu kewirausahaan adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari tentang nilai, kemampuan (ability) dan perilaku seseorang dalam menghadapi tantangan hidup untuk memperoleh peluang dengan berbagai risiko yang mungkin dihadapinya. (Suryana, 2003:7).

Pada zaman dahulu, ilmu kewirausahaan hanya dapat diperoleh dengan pengalaman di lapangan (langsung praktik) berdagang, berbisnis seperti halnya yang dilakukan oleh para pengusaha terdahulu yang sudah menyandang gelar sukses untuk sekarang, dari pengalaman yang mereka kemukakan dalam setiap pertemuan kegiatan atau seminar, ternyata pengalaman tersebut bisa dijadikan suatu teori yang dapat dipelajari dan dipraktikkan oleh semua orang. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Suryana yang menyebutkan, bahwa:Kewirausahaan dianggap hanya dapat dilakukan melalui pengalaman langsung di lapangan dan merupakan bakat yang dibawa sejak lahir (enterpreneurship are born not made) sehingga kewirausahaan tidak dapat dipelajari dan diajarkan. Sekarang kewirausahaan bukan hanya urusan lapangan, tetapi merupakan disiplin ilmu yang dapat dipelajari dan diajarkan. Entrepreneurshipare not only born but also made, artinya kewirausahaan tidak hanya merupakan bakat bawaan sejak lahir atau urusan pengalaman lapangan tapi dapat dipelajari dan diajarkan. Seseorang yang memiliki bakat kewirausahaan dapat mengembangkan bakatnya melalui pendidikan. Mereka yang menjadi enterpreneur adalah orang yang mengenal potensi dan belajar mengembangkan potensi untuk menangkap peluang serta mengorganisir usaha dalam mewujudkan cita-citanya. Oleh karena itu, untuk menjadi wirausaha yang sukses, memiliki bakat saja tidak cukup tetapi juga harsu memiliki pengetahuan mengenai segala aspek usaha yang akan ditekuninya. (Suryana, 2003:7)

Berdasarkan hal tersebut di atas, sudah waktunya untuk memberikan yang terbaik untuk siswa yang sedang menuntut ilmu untuk sama-sama diberikan suatu ilmu yang bisa dijadikan bekal untuk mengaktualisasikan dirinya di masyarakat, dan kelak tidak menjadi beban masyarakat (menganggur).Melihat dari perkembangannya, ilmu kewirausahaan sudah banyak diberikan dan dipelajari terutama di negara-negara yang notabene sudah berkembang dan maju, baik teknologi maupun tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Suryana, bahwa:............, sejak awal abad ke-20 kewirausahaan sudah diperkenalkan di beberapa negara. Misalnya di Belanda dikenal dengan ondermemer di Jerman dikenal dengan unternehmer. Dibeberapa negara kewirausahaan memiliki banyak tanggung jawab dalam mengambil keputusan yang menyangkut kepemimpinan teknis, kepemimpinan organisasi dan komersial, penyedia modal, penerimaan dan penanganan tenaga kerja, pembelian, penjualan pemasaran dan lain-lain, kemudian pada tahun 1950-an pendidikan kewirausahaan mulai dirintis dibeberapa negara seperti Eropa, Amerika dan Canada. Bahkan sejak tahun 1970-an banyak universitas yang mengajarkan Enterpreneurship. Di Indonesia, pendidikan kewirausahaan masih tebatas pada beberapa sekolah atau perguruan tinggi tertentu saja. (Suryana, 2003:8),

Sejalan dengan tuntutan perubahan yang cepat pada paradigma pertumbuhan yang wajar dan perubahan ke arah globalisasi yang menuntut adanya keunggulan, pemerataan, dan persaingan, dewasa ini sedang terjadi perubahan paradigma pendidikan. Menurut Soeharto Prawirakusumo disebutkan bahwa: Pendidikan kewirausahaan telah diajarkan sebagai suatu disiplin ilmu tersendiri yang independen karena :1). kewirausahaan berisi body of knowledge yang utuh dan nyata, yaitu ada teori, konsep dan metode ilmiah yang lengkap. 2). kewirausahaan memiliki dua konsep, yaitu venture star-up dan venture-growth, ini jelas tidak termasuk dalam kerangka manajemen umum (frame work general managemen courses) yang memisahkan manajemen dan kepemilikan usaha (business ownership). 3). kewirausahaan merupakan disiplin ilmu yang memiliki objek tersendiri yaitu kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (ability to new different things). 4). kewirausahaan merupakan alat untuk menciptakan pemerataan berusaha dan pemerataan pendapatan, atau pemerataan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur. (Soeharto Prawirakusumo dalam Suryana, 2003:8)

Seperti halnya dengan disiplin ilmu yang lain, ilmu kewirausahaan dalam perkembangannya mengalami evolusi yang pesat. Pada mulanya kewirausahaan berkembang dalam bidang perdagangan, kemudian diterapkan dalam berbagai bidang lain, seperti industri, pendidikan, kesehatan, dan institusi seperti pemerintah, perguruan tinggi dan lembaga swadaya lainnya. Dalam bidang tertentu kewirausahaan telah dijadikan sebagai kompetensi inti (core competency) dalam menciptakan perubahan, pembaharuan dan kemajuan. Kewirusahaan tidak hanya dapat digunakan sebagai kiat-kiat bisnis jangka pendek tetapi sudah dipakai sebagai kiat-kiat jangka panjang untuk menciptakan peluang. Dengan memiliki sikap kewirausahaan, birokrasi dan institusi akan memiliki motivasi, optimisme dan berlomba untuk menciptakan cara-cara baru yang lebih efesien, inovatif, fleksibel, dan adaptif.

C. Pembelajaran Kewirausahaan Di SMK.

Dahulu ada pendapat yang menyatakan bahwa kewirausahaan merupakan bakat bawaan sejak lahir, bahwa entrepreneurships are born not made, sehingga kewirausahaan dipandang bukan hal yang penting untuk dipelajari dan diajarkan. Namun dalam perkembangannya, nyata bahwa kewirausahaan ternyata bukan hanya bakat bawaan sejak lahir, atau bersifat praktik lapangan saja. Kewirausahaan merupakan suatu disiplin ilmu yang perlu dipelajari. Kemampuan seseorang dalam berwirausaha, dapat dimatangkan melalui proses pendidikan. Seseorang yang menjadi wirausahawan adalah mereka yang mengenal potensi dirinya dan belajar mengembangkan potensinya untuk menangkap peluang serta mengorganisir usahanya dalam mewujudkan cita-citanya.Dalam perkembangannya, sejak awal abad 20, kewirausahaan sudah diperkenalkan di beberapa negara, seperti Belanda dengan istilah ondenemer, dan Jerman dengan istilah unternehmer. Di negara-negara tersebut, kewirausahaan memiliki tugas yang sangat banyak antara lain adalah tugas dalam mengambil keputusan yang menyangkut kepemimpinan teknis, kepemimpinan organisatoris dan komersial, penyediaan modal, penerimaan dan penanganan tenaga kerja, pembelian, penjualan, pemasangan iklan dan sebagainya. Pada tahun 1950-an, pendidikan kewirausahaan mulai dirintis di beberapa negara seperti di Eropa, Amerika dan Canada. Sejak tahun 1970-an banyak universitas /perguruan tinggi yang mengajarkan entrepeneurship atau small business management atau new venture management. Tahun 1980-an, hampir 500 sekolah di Amerika Serikat memberikan pendidikan kewirausahaan, yang saat itu di Indonesia, kewirausahaan dipelajari baru terbatas pada beberapa sekolah atau perguruan tinggi tertentu saja.Menurut Suryana, sejalan dengan tuntutan perubahan yang cepat pada paradigma pertumbuhan yang wajar dan perubahan ke arah globalisasi yang menuntut adanya keunggulan, pemerataan, dan persaingan, maka dewasa ini terjadi perubahan paradigma pendidikan. Pendidikan kewirausahaan telah diajarkan sebagai suatu disiplin ilmu tersendiri yang independen, yang menurut Soeharto Prawirokusumo adalah dikarenakan oleh: Kewirausahaan berisi body of knowledge yang utuh dan nyata (distinctive), yaitu ada teori, konsep, dan metode ilmiah yang lengkap. Kewirausahaan memiliki dua konsep, yaitu posisi venture start up dan venture growth. Hal ini jelas tidak masuk dalam frame work general management courses yang memisahkan antara management dengan business ownership. Kewirausahaan merupakan disiplin ilmu yang memiliki objek tersendiri, yaitu kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda. Kewirausahaan merupakan alat untuk menciptakan pemerataan berusaha dan pemerataan pendapatan atau kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur.Seperti halnya ilmu manajemen yang pada awalnya berkembang pada lapangan industri, kemudian berkembang dan diterapkan di berbagai lapangan lainnya, maka disiplin ilmu kewirausahaan dalam perkembangannya mengalami evolusi yang pesat, yaitu berkembang bukan pada dunia usaha semata, tetapi juga pada berbagai bidang, seperti bidang industri, perdagangan, pendidikan, kesehatan dan institusi-institusi lainnya.Dengan memiliki jiwa/corak kewirausahaan, maka birokrasi dan institusi akan memiliki motivasi, optimisme dan berlomba untuk menciptakan cara-cara baru yang lebih efisien, efektif, inovatif, fleksibel, dan adaptif.Siswa SMK sebagai sumber daya muda yang sangat potensial dikembangkan dalam bisnis. Siswa SMK adalah sumber daya wirausaha yang sangat melekat dengan dunia usaha dan industri. Bisnis di tingkat persekolahan telah diperkenalkan dalam KOPSIS (Koperasi Siswa), tapi belum mengembangkan perilaku-perilaku ke-wirausahaan dengan baik.Meskipun demikian, siswa-siswa SMK telah dikembangkan cikal-cikal perilaku jujur dan disiplin dalam memenuhi kebutuhan persekolahan. Kejujuran di dalam Wirausaha akan menentukan keberhasilan seseorang untuk maju. Marilah kita tanyakan pada diri sendiri, apakah kita pernah berlaku tidak jujur terhadap orang lain? Bagaimana kita harus berbuat jujur? Sikap dan sifat mental yang jujur akan menghilangkan prasangka dan keresahan hidup. Kejujuran terhadap diri sendiri akan mengubah pandangan dan sikap mental kita.Pembinaan sikap dalam wirausaha dapat dilaksanakan melalui berbagai jalan: 1. Mengutamakan pembicaraan cara bergaul dengan akal pikir yang positif. 2. Pembinaan dengan cara menentukan dan menganalisis kedudukan diri kita sendiri sebagai calon wirausaha. 3. Pembinaan dengan jalan mengikuti dan menyesuaikan diri dengan perkembangan dan keadaan yang sedang dihadapi. 4. Pembinaan dengan membiasakan berbuat berencana dan mewujudkannya pada suatu kenyataan yang harus diikuti keyakinan dan kesadaran.Hakikat penerapan sikap positif dalam pola asuh wirausaha di lingkungan sekolah adalah dalam segi penempaan sikap mental para siswa sebagai calon Wirausaha. Pada dasarnya, kekuatan pribadi siswa sudah terlatih, bahkan terbentuk oleh lingkungan keluarga. Kekuatan pribadi siswa tersebut sangat berperan dalam perkembangan kepribadiannya.Peranan sekolah dalam mempersiapkan calon-calon Wirausaha sangat terbatas kemampuannya dalam usaha menerapkan sikap positif dalam Wirausaha. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal: a. Antara sekolah dan keluarga atau masyarakat sering terjadi perbedaan pendapat dan keinginan mengenai masa depan siswa. b. Dasar perkembangan pribadi siswa telah terbentuk dari lingkungan keluarga. c. Sekolah sendiri mengemban visi dan misi secara umumnya cukup berat.Sejauh mana sebetulnya peranan yang perlu dilaksanakan oleh sekolah dalam rangka mempersiapkan sikap positif calon-calon Wirausaha? Di dalam praktik, sekolah telah memainkan semua peranan yang diharapkan oleh keluarga, masyarakat atau pemerintah. Sekolah telah mencoba untuk melaksanakan pendidikan dan pengajaran yang mencakup pengembangan berbagai aspek kepribadian siswa yang mengarah pada kewirausahaan.Sekarang sekolah-sekolah dihadapkan pada suatu tantangan dan tuntutan zaman, dimana sekolah-sekolah harus mulai menerapkan pola asuh untuk melaksanakan pembinaan calon-calon Wirausaha muda. Di dalam perkembangan dunia pendidikan formal di Indonesia terdapat langkah-langkah yang cukup memberikan harapan tentang pola asuh Wirausaha di lingkungan sekolah, antara lain: a. Adanya perbaikan kurikulum. Kurikulum SMK sekarang adalah kurikulum berdasarkan kompetensi (Competency Based Curriculum). CBC yaitu kurikulum yang menitikberatkan pada penguasaan suatu pengetahuan, sikap keterampilan tertentu serta penerapannya di lapangan kerja atau dunia usaha. b. Adanya program-program pendidikan yang berorientasi kepada kompetensi dan kebutuhan lapangan. Agar mampu mengakomodasikan sejumlah tuntutan maka kurikulum SMK diformulasikan menjadi Broad Based Curriculum (BBC) yang struktur hirarkinya dibagi menjadi beberapa komponen atau program yang pada dasarnya dibagi menjadi tiga tahap: a. Tingkat I berisi kompetensi dan bahan kajian dasar-dasar kejuruan (broad) untuk beberapa keahlian serumpun, sesuai luasan bidang keahlian yang disepakati. b. Tingkat II berisi kompetensi dan bahan kegiatan yang lebih fungsional untuk menguasai keahlian tertentu c. Tingkat III berisi paket-paket keahlian (spesialisasi) untuk menguasai kompetensi yang benar-benar fungsional (advance training) untuk melaksanakan pekerjaan tertentu sesuai dengan tuntutan lapangan kerja.Begitu pula kurikulum SMK sekarang memasukkan pendidikan perilaku kewirausahaan. Pelajaran kewirausahaan perlu ditanamkan kepada para siswa di sekolah-sekolah, baik diajarkan secara sendirian, disubstitusikan pada sejumlah mata pelajaran yang relevan atau melalui kegiatan bisnis di sekolah melalui Unit Produksi. Unit ini dikembangkan optimal, sehingga: 1. Mampu menghasilkan tambahan pendapatan bagi guru 2. Meningkatkan kemampuan praktik bagi siswa dan guru 3. Penciptaan peluang bisnis bagi sekolahSetelah mengenali kepribadian dan kompetensi sendiri, para siswa di sekolah akan mulai Wirausaha dari mana? Akan menunggu petunjuk dari Depnaker? Menunggu izin dari orang tua? Menunggu adanya modal? Menunggu ajakan dari teman-teman sekolah? Menunggu diberi kesempatan? Menunggu datangnya inspirasi dan peluang? Menurut pengalaman Wirausaha, sikap menunggu semacam itu tak ada habis-habisnya. Untuk itu, peranan sekolah dalam rangka menyiapkan calon-calon para Wirausaha di lingkungan sekolah adalah melaksanakan hal-hal berikut: a. Program pengembangan Broad Based Curriculum. b. Pengamatan lingkungan persekolahan. c. Latihan-latihan keWirausahaan di Unit Produksi sekolah. d. Keterampilan-keterampilan yang ada hubungannya dengan wirausahawan. e. Studi banding ke perusahaan-perusahaan atau dunia industri. f. Di mulai dari pelaku sendiri atau dari keyakinan dan kemauan sendiri. g. Program pelatihan keWirausahaan. h. Belajar sendiri dengan buku panduan Wirausaha i. Diskusikan dan melatih wawancara.Sekolah mampu menjadi penghubung mengembangkan kemandirian wirausaha yang efisien. Wirausaha yang baik tidak membiarkan dirinya direncanakan oleh pihak lain, melainkan merencanakan pengembangan dirinya. Seorang wirausaha yang memiliki keuletan berjuang adalah orang yang tidak mengenal lelah dan pantang menyerah. Agar lebih jelas coba pelajari skema orientasi calon wirausaha di lingkungan persekolahan di bawah ini.Bagan 2.1Skema Orientasi Calon Wirausaha Di Lingkungan Persekolahan

Sumber : Depdiknas, Pokok-Pokok Pikiran Pengembangan Pendidikan Kejuruan Menjelang 2020.Seorang calon wirausaha perlu memiliki pengetahuan untuk dapat mengarahkan dirinya guna memperoleh peluang bisnis, menyusun konsep usaha, merencanakan usaha, pemasaran, beroperasi, dan menambah nilai tambah, serta mengembangkan diri di lingkungan persekolahan.Pengetahuan apa yang perlu dimiliki oleh seorang Wirausaha? Seorang Wirausaha perlu mengenali perilakunya, sikap, dan sistem nilai yang membentuk kepribadiannya. Pengetahuan mengenai kepribadian dan kemampuan sendiri perlu dikaitkan dengan pengetahuan mengenai lingkungan, karena calon Wirausaha nantinya berada dalam lingkungan usaha, maupun lingkungan luar usaha, keterkaitan antara calon Wirausaha dan lingkungan yang mendapat sentuhan kreativitas dan inovasi akan menghasilkan nilai tambah dalam bidang usaha.Akhirnya, seorang Wirausaha harus memiliki dan menguasai pengetahuan ilmu manajemen dan organisasi bisnis. Setelah mengenali perilaku, sikap, sistem nilai, kepribadian, dan kompetensinya, serta bisnisnya barulah calon Wirausaha memulai usahanya. Kondisi ini ditanamkan sejak dini kepada siswa di lingkungan persekolahan mampu menumbuhkan sikap mandiri dan bertanggung jawab dalam mengembangkan diri dan perubahan.

1. Azas dalam Pengajaran KewirausahaanBeberapa azas dan prinsip yang seyogyanya kita pegang teguh dalam mengelola pengajaran kewirausahaan ini di antaranya adalah:a. Pengakuan dan pelaksanaan azas Humanistik, yang mana kita harus mengakui dan melaksanakan prinsip bahwa: Setiap siswa merupakan manusia utuh dan memiliki potensi yang bersifat menyeluruh, baik jasmani maupun rohani. Setiap siswa memiliki kebutuhan seperti menurut pendapat Rouche, yaitu kebutuhan fisik (lelah), mengemukakan pendapat, dihargai, mendapatkan kejelasan, berbicara dan sebagainya. Suasana belajar yang manusiawi akan mampu melibatkan semua aspek taksonomi, baik kognitif, afektif maupun psikomotorik siswa. Suasana manusiawi yang dimaksud adalah suasana kekeluargaan, hangat, terbuka, objektif, jujur dan bebas dari segala bentuk paksaan apapun juga.b. Metode pembelajaran yang bersifat siswa centris haruslah berdasarkan atas ketuntasan belajar dari setiap siswa. Guru/dosen wajib bersikap value based (memiliki pegangan/aturan) dan wajib memiliki target dari setiap materi yang diajarkan. Tanpa acuan ini, maka proses pembelajaran akan menjadi tidak terarah, dan tujuan pembelajaran tidak akan tercapai.c. Dalam pengajaran kewirausahaan dibutuhkan kemampuan guru dalam membangkitkan daya kreativitas dan inovasi yang dimiliki siswa. Penampilan, sikap, kepribadian dan penguasaan guru akan proses pembelajaran akan sangat menentukan keterlibatan dan keterikatan siswa dalam kegiatan belajar mengajar, sebagai tahap dari penggalian nilai-nilai kreativitas dari dalam diri siswa.d. Metoda pembelajaran hendaknya disajikan dalam bentuk yang dapat dipahami, diresapi dan dihayati siswa. Guru hendaknya mampu mengubah konsep materi ke dalam bahasa siswa, atau dalam bentuk penerapan pada gejala kehidupan riilnya. Sehingga diharapkan materi sajian teoritik keilmuan dapat diubah menjadi stimulus yang merangsang aspek kognitif, afektif dan psikomotorik siswa. Selain hal-hal tersebut dosen/guru harus memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan: Penanaman Sikap, Penanaman sikap dilakukan melalui pembiasaan dan pemberanian melakukan sesuatu. Kadang-kadang harus melalui tekanan, keterpaksaan dalam arti positif antara lain dengan cara pemberian batas waktu (deadline) Pembukaan wawasan, dilakukan melalui kegiatan seperti: ceramah, diskusi, mengundang entrepreneurs yang berhasil, mengundang wirausahawan yang berada di sekitar sekolah agar menceritakan keberhasilan dan kegagalan yang pernah mereka alami atau mengunjungi perusahaan; pengamatan langsung melalui pemagangan atau studi banding. Pembekalan Teknis, Bertujuan memberi bekal teknis dan bermanfaat bagi perjalanan hidup siswa, bukan ilmu yang muluk-muluk Pembekalan pengalaman awal, Bertujuan mendorong mahasiswa berani melangkah, merasakan kenikmatan keberhasilan dan belajar dari pahitnya kegagalan. Para siswa hendaknya menyadari bahwa, tujuan pemberian mata pelajaran kewirausahaan adalah untuk:(a) Membuka wawasan kewirausahaan(b) Menanamkan sikap kewirausahaan(c) Memberikan bekal pengetahuan praktis(d) Memberikan pengalaman awal berusaha(e) Memberikan bekal kemampuan kecerdasan dasar emosional yang merupakan keterpaduan sinergistik antara kemampuan intelektual, teknikal dan kualitas pribadi (kemampuan personal dan sosial)(f) Mempersiapkan para alumnus yang memiliki jiwa dan semangat wirausaha dan mampu tampil berprestasi dimanapun bekerja dan mampu beradaptasi menghadapi perubahan di masyarakat(g) Mempersiapkan alumnus untuk mampu menciptakan lapangan kerja bagi diri sendiri/masyarakat sekitarnya.Metode/Cara yang dapat dilakukan adalah Pengintegrasian Nilai-nilai Entrepreneurship Integrasi atau pengintegrasian adalah usaha sadar dan terencana (terprogram) guru, dengan tujuan memadukan (tujuan antara) nilai-nilai kewirausahaan ke dalam semua mata diklat (lintas rumpun), dalam proses pembelajaran sehingga terjadi internalisasi dan personalisasi (mempribadi) nilai-nilai kewirausahaan untuk diketahui, dipahami, dihayati dan dilaksanakan (in action) secara tetap (konsisten).Pengintegrasian nilai-nilai kewirausahaan sejalan dengan konsep Kurikulum 2004 yang menekankan pada kemampuan melakukan (kompetensi) berbagai tugas dengan standar performasi tertentu, sehingga hasilnya berupa penguasaan seperangkat kompetensi tertentu, sebagai gabungan pengetahuan, keterampilan, nilai sikap dan minat sebagai hasil belajar yang refleksinya adalah berupa kebiasaan berpikir dan bertindak ekonomis ketika menghadapi masalah.Pengintegrasian nilai-nilai kewirausahaan hendaknya memperhatikan potensi lokal daerah masing-masing, sesuai dengan lokasi/tempat siswa tinggal. Pertimbangan lain adalah heterogenitas latar belakang siswa, seperti kehidupan keluarga, sekolah, masyarakat, dan usia tingkat perkembangan siswa, yang pada gilirannya siswa akan memiliki jiwa berwirausaha dan memiliki kesadaran tinggi untuk mengaktualisasikan potensinya secara cerdas dalam kehidupan bermasayarakat.Pengintegrasian mata diklat kewirausahaan hendaknya menekankan pembentukan jiwa wirausaha yang terkandung dalam materi ajar yang sedang dibahas, sehingga guru tidak perlu mencari bahan khusus guna pembentukan jiwa wirausaha dalam mata diklat yang diajarkan. Dalam pembelajaran kewirausahaan, peranan guru/dosen sangat penting dan menentukan. Secara metodologis sulit untuk dijelaskan, namun kreatifitas guru merupakan model terbaik bagi siswa. Mengajak siswa mempraktikkan nilai-nilai kewirausahaan, merupakan contoh konkrit bagi guru dalam mengimplementasikan nilai-nilai kewirausahaan dalam kehidupannya sehari-hari.a. Model Pembelajaran TerintregrasiPembelajaran merupakan serangkaian pengalaman belajar yang berwujud aktivitas-aktivitas belajar dalam upaya mengejar penguasaan kompetensi dasar dan indikator pembelajaran. Pengalaman belajar dapat dilakukan di dalam maupun di luar kelas, bahkan di luar sekolah sesuai dengan kompetensi dasar dan materi pembelajaran serta kemampuan siswa yang melakukan kegiatan. Selain itu, pengalaman belajar harus mempertimbangkan efektivitas dan efisiensi dalam pelaksanaan. Bentuk pengalaman belajar dapat berupa pengetahuan, sikap dan keterampilan dan keahlian. Alokasi waktu mata pelajaran yang diintegrasikan dengan nilai-nilai kewirausahaan seyogyanya memperhatikan kriteria dalam penentuan alokasi waktu, antara lain: Banyaknya materi, Cakupan materi (kedalaman, keluasan), Kompleksitas materi, Frekuensi penggunaan materi, Urgensi materiPembelajaran nilai-nilai kewirausahaan yang diintegrasikan ke dalam mata kuliah tertentu menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi. Sumber belajar adalah materi ajar yang berasal dari berbagai sumber dalam mata diklat tertentu tersebut yang memenuhi kriteria edukatif, dan tetap menekankan pada kompetensi siswa, baik secara individual maupun klasikal serta tetap mengacu pada ketuntasan belajar siswa.Kegiatan inti untuk menarik perhatian siswa sehingga termotivasi aktif dan kreatif, maka perlu memperhatikan hal-hal berikut: Nilai-nilai kewirausahaan yang diintegrasikan pada mata pelajaran tertentu dikaitkan dengan apa yang sudah dipahami dan dialami siswa dalam kehidupan sehari-hari, baik secara langsung maupun tidak langsung (pembelajaran konstektual). Memberikan kebebasan dan bimbingan kepada siswa dalam memahami (konseptualisasi) materi nilai-nilai kewirausahaan yang sedang dibahas (pembelajaran pencapaian konsep dan konstruktivime) Mengupayakan penciptaan kegiatan yang memungkinkan siswa bekerjasama, kolaborasi dalam memahami nilai-nilai moralitas yang sedang dibahas (pembelajaran kooperatif) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencobakan atau menerapkan materi yang telah dipelajari. Menggunakan berbagai media pembelajaran guna memfasilitasi siswa dalam mempertajam dan memahami nilai-nilai kewirausahaan yang sedang dipelajari. Memelihara kedisiplinan dan tanggungjawab siswa selama proses pembelajaran, sekaligus menghindari kegiatan yang berdampak membosankan, mengendurkan semangat belajar dan berakhir dengan gangguan aktivitas dan kreativitas belajar siswa. Pembelajaran diarahkan untuk membiasakan siswa melakukan observasi cermat terhadap realitas kehidupan sekitar (lokal, regional, nasional dan global) Guru/dosen selalu menajdi teladan dalam berpikir, bersikap dan bertindak dalam mengimplementasikan nilai-nilai kewirausahaan yang seharusnya dilakukan.Dalam membekali siswa agar mampu beradaptasi di masyarakat menghadapi berbagai perubahan, seperti tersirat pada penjelasan di atas, diperlukan strategi pembelajaran yang menunjang, antara lain adalah sebagai berikut: Penanaman sikap dan perilaku wirausahawan, dilakukan melalui pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari baik di sekolah, di keluarga, maupun di masyarakat. Kegiatan tatap muka dimanfaatkan untuk menyampaikan informasi awal, diskusi, penugasan, dan pendampingan. Pelaksanaan matakuliah kewirausahaan adalah pada Mengelola Usaha Kecil, diupayakan terkait dengan kegiatan kemahasiswaan Guru/pembimbing harus menggunakan berbagai metode pembelajaran yang variatif (tutorial, penugasan, dan pengalaman langsung)b. Metode Pembelajaran Seperti telah dijelaskan di atas bahwa hakekat matakuliah Kewirausahaan adalah menanamkan sikap, pembukaan wawasan dan pembekalan pengalaman awal yang dalam proses pembelajarannya bukan sekedar hafalan atau target kognitif, tetapi dipelajari melalui penanaman kebiasaan yang harus dikerjakan atau dilakukan sendiri secara berulang-ulang dan tidak sekedar hanya mengerti dan mengalami. Untuk itu maka metode yang digunakan antara lain: Ceramah. Digunakan dalam menyampaikan materi, konsep, pengalaman atau informasi lain yang berkaitan dengan penanaman sikap, wawasan dan pemberian bekal pengetahuan. Bermain peran/simulasi. Digunakan dalam memberikan pengalaman untuk menerapkan konsep kewirausahaan, termasuk memberikan masukan mengenai pengamatan sikap dan perilaku kinerja siswa dalam kondisi dan situasi seperti sesungguhnya. Diskusi. Digunakan dalam upaya secara bersama-sama memahami suatu konsep belajar menggalang kerjasama dan saling menghargai serta bertukar gagasan atau pengalaman. Penugasan/Projeck work. Digunakan dalam upaya memberikan pengalaman awal, memupuk rasa percaya diri (Belajar berani melakukan sesuatu dalam situasi sesungguhnya) menggali alternatif pemecahan masalah. Pemecahan Masalah/Studi Kasus. Digunakan untuk menghadapi kasus yang sifatnya lebih spesifik dengan cara membandingkan masalah yang dihadapi dengan karakteristik wirausaha yang harus dimiliki sebagai solusi. Observasi/Pengamatan. Digunakan untuk mengamati secara langsung kepada objek guna mendapatkan kebenaran informasi teoritis praktis. Presentasi. Digunakan dalam melatih kemampuan mengungkap ide, gagasan dan mengekspresikan diri melalui wacana, wicara sketsa, bagan dan lain-lain.c. Pengorganisasian Kelompok BelajarPengorganisasian kelompok belajar disesuaikan dengan tujuan dan metode yang akan dilakukan pada setiap tatap muka, sehingga tidak terpaku pada kelompok belajar teori atau praktik. Pada saat mendengarkan paparan/ceramah guru tamu/nara sumber, kelompok belajar dapat dibentuk menjadi kelompok besar, yaitu gabungan dari beberapa kelas atau siswa pada semua tingkatan.Sedangkan untuk menggalang kerjasama atau tugas penulisan laporan, siswa dikelompokkan dalam jumlah yang lebih kecil. Keanggotaan kelompok kecil sebaiknya ditukar secara berkala agar siswa memiliki kesempatan untuk beradaptasi dan saling mengenal secara lebih dalam mengenai potensi sesama rekannya. Demikian pula ketua kelompok diatur secara bergantian agar setiap siswa memperoleh kesempatan untuk memimpin dan dipimpin.d. Tempat Pelaksanaan PembelajaranPenyelenggaraan pembelajaran Kewirausahaan dapat dilakukan di ruang kelas, aula, ruang terbuka, seperti sambil berkemah dan sebagainya, karena tidak ada batasan baku dalam menentukan tempat proses pembelajaran.

e. Evaluasi Evaluasi Kompetensi yang diharapkan adalah mengaktualisasikan sikap dan perilaku wirausahawan yang dilakukan melalui kegiatan bersama yang terencana, misalnya: berkemah. Dalam proses evaluasi tidak dikenal salah dan benar, yang ada adalah baik dan lebih baik. Evaluasi pengelolaan usaha kecil, dilaksanakan melalui pengukuran penguasaan bahan ajar yang dikemas dan disampaikan dalam bentuk self-faced learning. Para siswa diberi kebebasan mempelajari materi sesuai dengan kecepatan pemahaman masing-masing. Siswa dapat mengajukan diri untuk dievaluasi, jadwal penyelenggaraan ditentukan oleh guru/sekolah. Jika peserta evaluasi telah mencapai minimal (misalnya 12 orang peserta diklat), Karena yang sifatnya yang implementatif, evaluasi juga diarahkan pada pengamatan kebenaran proses dan hasil yang dibuktikan dalam bentuk pencapaian target keuntungan. Namun guru/pembimbing harus mempertimbangkan kondisi force mayore yang dapat mempengaruhi kegagalan usaha di luar risiko yang telah diperhitungkan dalam perencanaan.2. Peran GuruDalam program pembelajaran mata diklat kewirausahaan, guru/pembimbing perlu mempersiapkan beberapa hal sebagai berikut:1. Mempelajari deskripsi program mata diklat, pedoman umum dan khusus dari mata diklat kewirausahaan.2. Mempelajari dan mencermati arah, fungsi, pola dan strategi pembelajaran mata diklat kewirausahaan.3. Menyusun rancangan pembelajaran per-kompetensi atau Satuan Acara Pembelajaran (SAP) berdasarkan deskripsi program diklat kewirausahaan.4. Menyusun bahan ajar atau modul dan instrumen pembelajaran lainnya.5. Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan rancangan program pembelajaran.

3. Sikap Positif dan Disiplin Wirausaha di Lingkungan SekolahMenerapkan sikap positif dan disiplin dalam pola asuh calon wirausaha di lingkungan sekolah dituntut untuk berlaku jujur, bertingkah laku yang terpuji berdasarkan hal-hal berikut: a. Etika keagamaan, b. Peraturan persekolahan yang berlaku, c. Etika pergaulan dengan teman-teman di sekolah dan luar sekolah, d. Etika hukum yang berlaku di masyarakat.Seorang calon Wirausaha yang mempunyai tingkah laku atau watak yang baik, jujur, terpuji, ideal dan positif, ia dikatakan mempunyai kepribadian yang tinggi. Berikut ini adalah beberapa usaha yang dapat ditempuh untuk menerapkan sikap jujur seorang calon Wirausaha di lingkungan sekolah, yaitu sebagai berikut: a. Sarana dan prasarana praktik, b. Kurikulum pendidikan formal, c. Proses belajar mengajar, d. Sikap pribadi guru-guru, e. Metode mengajar, f. Pembelajaran siswa aktif, g. Sistem bimbingan belajar, h. Pengorganisasian pengalaman belajar, i. Menghadirkan pribadi-pribadi Wirausaha berhasil (Success Story).Untuk mewujudkan sikap jujur orang-orang Wirausaha di lingkungan sekolah adalah mencari upaya pengembangan mata pelajaran kewirausahaan. Mata pelajaran kewirausahaan bermaksud untuk memberi bekal minimal bagi para lulusan sekolah menengah kejuruan untuk menjadi orang-orang Wirausaha yang jujur, disiplin dan bertanggung jawab. Hal lain dapat dilakukan pada saat siswa melakukan kerja praktik lapangan, yang diharapkan mampu mengembangkan sikap jujur dan disiplin pada diri siswa tumbuh dan berkembang selama di lapangan. Keikutsertaan siswa dalam magang dengan guru ketika guru memiliki pekerjaan tambahan di luar mengajar perlu diperhatikan.Menerapkan sikap jujur Wirausaha dalam pola asuh di lingkungan sekolah, diantaranya sebagai berikut:a. Meningkatkan keimanan jiwa dan tanggung jawab pribadi1) Menanamkan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa,2) Menanamkan sikap iklas,3) Menanamkan berbuat kejujuran,4) Menanamkan rasa syukur, berdoa dan bekerja,5) Menanamkan rasa percaya kepada diri sendiri,6) Memelihara rasa kepercayaan orang lain,7) Menanamkan inisiatif, kreatif, dan disiplin diri,8) Meningkatkan rasa tanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari.b. Meningkatkan sikap mental dan kepribadian:1) Menanamkan sikap mau bekerja keras,2) Menanamkan sikap mental untuk maju berusaha,3) Menanamkan keuletan dan ketekunan untuk maju berusaha,4) Pandai bergaul dengan semua pihak,5) Berani menolak benih-benih kotor atau pikiran negatif,6) Menanamkan keyakinan untuk maju bersama.Dari pihak sekolah sendiri hendaknya berusaha untuk menjalin kerjasama dan konstruktif dengan lembaga-lembaga pendidikan lainnya, seperti keluarga, masyarakat, dunia usaha, dan pemerintah. Hidup dalam keraguan, kekhawatiran, rasa takut yang terjadi dari cara berpikir yang negatif perlu dihilangkan oleh para siswa.Pembinaan sikap jujur positif yang dihasilkan dapat diperoleh melalui jalan, yaitu:a. Menyayangi hubungan antara manusia dengan Tuhan-Nya.b. Berbuat jujur terhadap diri sendiri dan orang lainc. Mengenal pribadi diri sendirid. Saling percaya mempercayaie. Menyayangi dan mengenal lingkungannyaf. Mengembangkan keinginan luhur pada diri kita masing-masingg. Bergaul dengan luwes dengan siapapun jugah. Menyayangi kepada setiap orangi. Bersedia bekerja sama dengan orang lain.Berbagai faktor yang memungkinkan terjadinya kegagalan dalam Wirausaha, antara lain disebabkan oleh hal-hal berikut:a. Kurang memahami arti pergaulan dan mengabaikan arti kehidupan. Dalam hal ini akan tampak dari setiap orang Wirausaha bila:1) Tertinggal informasi2) kaku dalam pergaulan3) mementingkan diri sendiri4) tidak mengambil manfaat dari arti pergaulan dan makna hidup5) tidak menghargai pendapat orang lain6) tidak dapat bekerja sama dengan orang lainb. Kurang memperhatikan peranan dan arti kepribadian. Mereka tidak mengartikan hakekat peran dan arti kepribadian yang akan menemukan:1) Lapangan pekerjaan dan hasil pekerjaan sendiri2) Penemuan tujuan dan pencapaian cita-cita hidup3) Pergaulan hidup dan manfaatnyac. Ketidakjujuran. Sikap kurang jujur seorang Wirausaha dapat terjadi, antara lain:1) Diri sendiri2) Bisnis yang dilakukan3) Tidak menghayati makna hidup4) Kurang bergaul sesama Wirausaha5) Tertinggal informasi6) Persaingand. Kurang keseimbangan daya piker. Cara berpikir yang tidak seimbang antara pikiran positif dan negatif. Cara berpikir negatif akan menimbulkan:1) gelisah dan resah2) prasangka buruk3) keragu-raguan4) rasa iri, sirik, dan dengki5) rasa khawatir dan perasaan takute. Kurang dapat menentukan dan percaya diri. Seorang Wirausaha di sini tidak dapat menentukan atau mengusahakan tentang bagaimana meningkatkan kegairahan dalam Wirausaha. Untuk menghilangkan sikap di atas, harus mempunyai sikap jujur dan melatih diri untuk:1) Menggunakan pola pikir dan berbuat kreatif, inovatif, dan konstruktif dengan menggunakan daya pikir positif2) Membiasakan diri untuk berbuat dan berkata jujur sesuai dengan kenyataan 3) Menjauhi dan membuang sifat-sifat negatifAda baiknya kita bertanya dan menanyakan kepada diri sendiri. Beberapa pertanyaan yang perlu kita jawab, sebagai berikut:1) Bagaimana caranya supaya kita berhasil di dalam Wirausaha?2) Keistimewaan apakah yang dimiliki para Wirausaha yang berhasil itu?3) Untuk siapakah keberhasilan yang diperoleh seorang Wirausaha?4) Apa sebabnya para Wirausaha yang berhasil itu jumlahnya sedikit sekali?5) Apakah kegagalan dalam mencapai cita-cita harus kita pandang sebagai sinar terang untuk mendapat kemajuan?6) Apakah keberhasilan orang dalam berusaha adalah adanya kepercayaan dan kejujuran?

4. Menerapkan pola positifMenerapkan sikap positif, Wirausaha dalam pola asuh di lingkungan sekolah dapat dilaksanakan dengan aktivitas-aktivitas dan proses kelompok belajar di dalam kelas, diskusi maupun ikut seminar tertentu dunia usaha dan masa depan. Pola positif dan disiplin dapat dilaksanakan, sebagai berikut: a. Sekolah mendatangkan para ahli keagamaan dan kepribadian b. Menghadirkan dan mengundang Wirausaha yang sukses untuk memberikan ceramah. c. Para siswa dibawa untuk melaksanakan kunjungan industri d. Para siswa diberi tugas untuk mempelajari tentang keberhasilan para Wirausaha melalui : Majalah, Siaran-siaran radio niaga, Buku, Hasil-hasil penelitian, Siaran-siaran televisi, Film success story, Film dokumenter mengenai peristiwa-peristiwa dunia usaha. e. Para siswa tugas melaksanakan PKL atau PSG di unit produksi atau di perusahaan-perusahaan tertentu f. Mengembangkan kerjasama dengan instansi dan lembaga terkait yang mampu mengembangkan siswa. g. Mengatur dan melengkapi ruang belajar dengan alat-alat peraga mengenai kewirausahaan. h. Para siswa diberi beberapa bahan bacaan yang berhubungan dengan kesuksesan para Wirausaha. Misalnya diberi artikel, majalah, surat kabar, dan lain sebagainya.Kesukaran belajar mempraktikkan mengenai kewirausahaan di sekolah tidak mungkin teratasi dengan duduk termenung saja. Kesukaran belajar mempraktikkan kewirausahaan dapat teratasi dengan meningkatkan: a. Kemauan dan kesediaan untuk sukses b. Semangat belajar yang tinggi c. Kepribadian siswa yang menyenangkan d. Rasa mensyukuri kepada Tuhan e. Disiplin yang kuat atas diri sendiri f. Keyakinan dan kemauan g. Kejujuran dan tanggung jawab h. Mau bekerja kerasSadarilah bahwa kegagalan, kesukaran, dan penderitaan itu sebagai suatu ujian dan merupakan guru untuk mendapatkan kemajuan di dalam Wirausaha. Kesediaan untuk percaya, beriman, dan tawakal adalah suatu senjata yang paling ampuh untuk menghadapi keadaan yang bagaimanapun parahnya. Proses belajar mengajar mengenai kewirausahaan di dalam kelas barangkali akan lebih dinamis apabila guru kewirausahaan dapat memberikan dengan menggunakan metode pembelajaran Problem Based Learning.Dengan pendekatan metode ini guru kewirausahaan dapat memberikan suatu permasalahan kepada para siswa sebagai pemicu untuk memancing keterlibatan dan pro aktif para siswa berlaku jujur. Di dalam pola asuh menerapkan sikap jujur di lingkungan sekolah, segala permasalahan tersebut dibawa ke dalam kerja kelompok serta mendiskusikannya. Hasil kerja kelompok itu diminta untuk dipresentasikan di dalam diskusi kelas atau pleno. Pengenalan dini sebagai proses berpikir reflektif yang diperkenalkan secara dini di lingkungan SMK. Dengan mengembangkan diri akan lebih efektif bila dipusatkan pada upaya-upaya memperkuat kebiasaan-kebiasaan positif yang telah ada, dan mengembangkan kebiasaan positif baru, guna menunjung kegiatan wirausaha.Hakikat Sikap Siswa Terhadap Kewirausahaan. Sikap merupakan tanggapan psikologis seseorang terhadap objek tertentu, baik berupa benda maupun kegiatan, yang datang dari luar dirinya. Seseorang yang bersikap terhadap objek tertentu secara psikologis orang tersebut telah aktif, akan tetapi dari segi perilaku fisik masih bersifat pasif. Siswa mengamati objek psikologi -berupa peristiwa, konsep, ide, nilai, norma, lembaga, pekerjaan, agama dan status sosial- dengan versinya masing-masing diwarnai oleh nilai dan norma kepribadiannya.Pembentukan sikap siswa terhadap kewirausahaan dipengaruhi oleh pengalaman pribadi siswa. Pengalaman pribadi adalah pengalaman belajar kewirausahaan. Pengalaman belajar yang mendalam bukan ditunjukkan oleh lamanya belajar, melainkan intensitas interaksi dalam belajar, dan terjadi transfer belajar dalam diri siswa. Interaksi belajar kewirausahaan di sekolah, bukan hanya hubungan antara guru dan siswa, tetapi terjadinya interaksi antara siswa dengan materi pelajaran kewirausahaan dan pelajaran itu bermakna bagi siswa. Suatu pelajaran akan bermakna jika dalam proses belajarnya dapat melibatkan emosi siswa. Adanya interaksi mendalam antara siswa dengan pelajaran kewirausahaan diharapkan akan membentuk sikap positif siswa terhadap kewirausahaan. Faktor lain yang berperan dalam pembentukan sikap kewirausahaan ialah guru, karena guru merupakan salah satu sumber pengaruh perubahan sikap ke arah positif. Merger mengidentifikasi tiga peristiwa yang mempengaruhi sikap terhadap kewirausahaan, yaitu: (1) kondisi, (2) konsekuensi, dan (3) peniruan (modeling). Guru harus mampu menciptakan kondisi belajar yang menyenangkan bagi siswa. Guru harus menciptakan pengalaman belajar yang menyebabkan konsekuensi menyenangkan bagi siswa, dan guru merupakan model bagi siswa.Pentingnya aspek sikap, karena sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek yang menghendaki adanya suatu respons. Kesiapan bereaksi atau kecenderungan potensial untuk bereaksi terhadap kewirausahaan tidak timbul dengan sendirinya, tetapi hasil bentukan melalui pengalaman belajar yang melibatkan faktor emosi.Keberhasilan pengajaran kewirausahaan di sekolah menengah kejuruan, ditandai oleh adanya perubahan pada komponen pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotor). Ini berarti bahwa selain ranah kognitif, komponen sikap merupakan indikator untuk mengukur keberhasilan siswa setelah menyelesaikan program pembelajaran. Dengan demikian keberhasilan pengajaran kewirausahaan di sekolah menengah kejuruan dapat diukur melalui indikator yaitu bagaimana sikap siswa terhadap kewirausahaan. Mengacu pada pengertian sikap sebagai suatu kecenderungan untuk memberikan reaksi terhadap objek tertentu, yang terdiri dari komponen: kognitif, afektif, dan konatif, serta pengertian kewirausahaan sebagai pekerjaan yang sifatnya mandiri yang merupakan objek sikap, maka hakikat sikap siswa terhadap kewirausahaan adalah ekspresi opini siswa terhadap pekerjaan yang sifatnya mandiri. Sikap siswa SMK terhadap kewirausahaan dapat diukur dan diamati melalui tanggapannya (positif atau negatif) terhadap aspek kewirausahaan, yaitu: (a) sifat, persyaratan, dan suasana kerja wiraswasta, terdiri dari: bekerja mandiri, bertanggung jawab, berorientasi tujuan dan prestasi, percaya pada kemampuan diri, berani mengambil risiko, kemauan bekerja keras dan tekun, jujur dan dapat dipercaya, serta disiplin; (b) manfaat atau kegunaan wiraswasta, yang berhubungan dengan penghasilan dan kehormatan atau harga diri.

D. Pendidikan Sistem Ganda (PSG) di Sekolah Menengah Kejuruan

a. Peserta DidikPeserta didik sebagai individu yang belum dewasa, bukan berarti peserta didik sebagai makhluk yang lemah, tanpa memiliki potensi dan kemampuan. Peserta didik secara kodrati telah memiliki potensi dan kemampuan-kemampuan atau talenta tertentu hanya peserta didik itu belum mencapai tingkat optimal dalam pengembangan talenta atau potensi kemampuan. Peserta didik merupakan sasaran (objek) dan sekaligus sebagai subjek pendidikan. Oleh karena itu pendidik dalam memahami hakekat peserta didik perlu dilengkapi dengan pemahaman tentang ciri-ciri yang dimiliki peserta didik yaitu: (1) kelemahan dan ketidak berdayaannya; (2) berkemauan keras untuk berkembang; dan (3) ingin menjadi diri sendiri (memperoleh kekuatan), (Ahmadi & Uhbiyati, 2001:251).Sekolah Menengah Kejuruan adalah suatu lembaga pendidikan yang berfungsi memenuhi atau memuaskan kebutuhan-kebutuhan peserta didik dalam hal pendidikan. Pemenuhan kebutuhan peserta didik sangat penting dalam rangka pertumbuhan dan perkembangannya. Perkembangan peserta didik SMK harus mengacu kepada kerangka kebutuhan pendidikan nasional termasuk kebutuhan meningkatkan keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan di dunia kerja.

b. KurikulumPengembangan kurikulum PSG bertujuan untuk meningkatkan Evaluasi Program Pendidikan Sistem Ganda kebermaknaan substansi kurikulum yang akan dipelajari di sekolah dan di Institusi Pasangan sebagai satu kesatuan utuh dan saling melengkapi, serta pengaturan kegiatan belajar-mengajar yang dapat dijadikan acuan bagi para pengelola dan pelaku pendidikan di lapangan, sehingga pada gilirannya siswa dapat menguasai kompetensi yang relevan dan sesuai dengan yang dipersyaratkan. Kurikulum berbasis kompetensi adalah pengembangan kurikulum yang bertitik tolak dari kompetensi yang seharusnya dimiliki siswa setelah menyelesaikan pendidikan, yang meliputi pengetahuan, keterampilan, nilai dan pola berpikir serta bertindak sebagai refleksi dari pemahaman dan penghayatan dari apa yang telah dipelajari siswa (Siskandar, 2003:5).Ada beberapa prinsip dalam pengembangan kurikulum PSG, yaitu selain berbasis kompetensi, berbasis produksi (production based), belajar tuntas (Mastery Learning), belajar melalui pengalaman langsung (learning by experience-doing), dan belajar perseorangan (Individualized Learning) yakni setiap siswa harus diberi kesempatan untuk maju dan berkembang sesuai dengan kemampuan dan irama perkembangannya masing-masing.Pendidikan sistem ganda materinya harus menyesuaikan sistem nilai dan perilaku kerja di industri, meliputi keseluruhan program sekolah yang dimulai dari kelas satu sampai kelas tiga pada program studi akuntansi. Dalam kurikulum SMK (2004:11) disebutkan bahwa pelaksanaan PSG dibagi tiga kelompok yaitu: a. Kelompok mata diklat normatif, untuk membekali dan membentuk siswa menjadi warga negara yang baik, memiliki watak dan kepribadian sebagai warga negara dan bangsa Indonesia. Isi program ini sama seperti kurikulum pendidikan menengah pada umumnya yaitu: Pendidikan Agama, PPKn dan Sejarah, Bahasa Indonesia, Pendidikan Jasmani. b. Kelompok mata diklat adaptif, adalah segala mata diklat yang dimaksudkan untuk memberi bekal penunjang bagi penguasaan keahlian profesi dan bekal kemampuan untuk mengikuti perkembangan IPTEK, meliputi Matematika, Bahasa Inggris, Kewirausahaan, Ekonomi, Komputer yang merupakan rangkaian pembekalan kemampuan mengembangkan diri. c. Kelompok mata diklat produktif (program keahlian kejuruan), segala mata diklat yang dapat membekali pengetahuan teknik dasar keahlian kejuruan atau materi yang berkaitan dengan kemampuan keahlian tertentu sesuai program keahlian masing-masing, dalam hal ini untuk jurusan akuntansi yang meliputi teori kejuruan, praktik dasar kejuruan dan praktik keahlian produktif.

c. Tenaga Kependidikan1). Kepala SekolahKepala Sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Seperti yang diungkapkan Supriadi yang dikutip oleh E. Mulyasa mengatakan bahwa erat hubungannya antara mutu kepala sekolah dengan berbagai aspek kehidupan sekolah seperti: disiplin sekolah, iklim budaya sekolah, dan menurunnya perilaku nakal peserta didik (Mulyasa, 2004:24). Dalam pada itu, kepala sekolah bertanggung jawab atas manajemen pendidikan secara mikro, yang secara langsung berkaitan dengan proses pembelajaran di sekolah.Sebagaimana dikemukakan dalam pasal 12 ayat 1 PP nomor 28 tahun 1990, bahwa kepala sekolah bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan administrasi sekolah, pembinaan tenaga kependidikan lainnya, dan pendayagunaan serta pemeliharaan sarana dan prasarana.Menyadari hal tersebut, setiap kepala sekolah dihadapkan pada tantangan untuk melaksanakan pengembangan pendidikan secara terarah, berencana, dan berkesinambungan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Dalam kapasitas tersebut, maka kepala sekolah harus memiliki visi dan misi, serta strategi manajemen pendidikan secara utuh dan berorientasi kepada mutu.2). GuruGuru mempunyai tanggung jawab melihat segala sesuatu yang terjadi dalam kelas untuk membantu proses pengembangan siswa. Secara rinci peran guru dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan adalah: (1) mendidik siswa (memberikan pembimbingan dan pendorongan); (2) membantu perkembangan aspek-aspek pribadi seperti sikap, nilai-nilai dan prilaku; (3) meningkatkan motivasi belajar siswa; (4) membantu setiap siswa agar dapat mempergunakan berbagai kesempatan belajar dan berbagai sumber serta media belajar secara efektif; (5) memberikan bantuan bagi siswa yang sulit belajar; (6) membantu siswa menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan pendidikan; dan (7) memberikan fasilitas yang memadai sehingga siswa dapat belajar secara efektif (Sutikno, 2004:22).

Tugas instruktur industri hampir sama dengan tugas guru di sekolah. Dengan demikian, keberhasilan praktik peserta didik di industri sangat tergantung kemampuan instruktur dalam melaksanakan tugasnya (Made Wena, 1997:39). Untuk itu instruktur diharapkan dapat membuat perencanaan segala aspek yang dibutuhkan untuk keperluan belajar peserta didik, mengevaluasi kemajuan belajar, dan memberikan bantuan pada siswa yang membutuhkan baik yang bersifat teknis maupun nonteknis.

d. Proses Pembelajaran dan PelatihanPembelajaran dan pelatihan senantiasa berpedoman pada kurikulum tertentu sesuai dengan tuntutan lembanga pendidikan/sekolah dari kebutuhan masyarakat serta faktor-faktor lainnya. Kegiatan Pendidikan Sistem Ganda (PSG) dilakukan pembelajaran di sekolah dan pelatihan di industri (institusi pasangan). Dalam hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:1). Proses pembelajaran di SekolahStrategi Pembelajaran di sekolah menggunakan pembelajaran berbasis kompetensi (competency based training). Konsep pembelajaran berbasis kompetensi (competency based training) bukanlah konsep baru. sejak akhir tahun 1960 telah dikenal di Amerika Serikat yang dimulai dengan pendidikan guru.Pembelajaran berbasis kompetensi (competency based training) berkembang di Indonesia sejak dimulainya kebijakan keterkaitan dan kesepadanan (link and match) yang dimanifestasikan dalam program Pendidikan Sistem Ganda (PSG) di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) pada tahun 1993/1994. Dalam rangka inilah dibutuhkan implementasi pelatihan berbasis kompetensi (competency based training). Konsep pelatihan berbasis kompetensi pada hakekatnya berfokus pada apa yang dapat dilakukan oleh seseorang (kompeten) sebagai hasil atau output dari pembelajaran. Pembelajaran berbasis kompetensi memiliki perhatian yang lebih besar keterkaitan dengan dunia kerja daripada program pendidikan formal, (Wibowo & Tjiptono, 2002:101).Selain itu, pelatihan berbasis kompetensi adalah pelatihan yang disesuaikan dengan capaian dan untuk mempraktikkan keterampilan guna memenuhi Standar Spesifikasi Industri, tidak sekedar menunjukkan kemampuan yang relatif sama dari seseorang dalam suatu kelompok. Pelatihan berbasis kompetensi yang sangat menekankan kepada keluaran yang kasat mata dapat diobservasi dan relevan dengan dunia kerja dan merupakan salah satu upaya untuk menjembatani dunia pendidikan dan dunia kerja.2). Proses Pelatihan kerja di Industri (Institusi Pasangan)Pelaksanaan proses pelatihan kerja di industri (institusi pasangan) harus memperhatikan dua hal yaitu; (a). Metode; pemilihan metode KBM praktik diarahkan ke kondisi kerja atau produksi di industri, dengan prinsip efektivitas dan efisiensi secara ketat; yang mana hanya dua kondisi hasil kerja, yaitu diterima atau ditolak. Beberapa metode yang cocok untuk itu, antara lain, demonstrasi, observasi dan latihan terbimbing; (b) Proses pelatihan; pemanfaatan waktu dalam pelatihan (time on task) harus seefektif dan seefisien mungkin. Untuk itu perlu rencana yang matang tentang kegiatan guru/instruktur dan siswa dalam kegiatan pelatihan. Pembelajaran di Institusi Pasangan dilaksanakan sesuai kurikulum PSG di lini produksi. Unsur yang terlibat dalam praktik industri adalah siswa, guru, instruktur dan guru pembimbing praktik industri dilaksanakan sesuai dengan program (materi, jangka waktu, jadwal, penilaian, pelaporan dan sertifikasi).Dalam pelaksanaan praktik kerja siswa menurut (Djauharis, 1997:20) mengatakan bahwa memberikan kepercayaan pada industri untuk berperan secara penuh dalam melaksanakan pelatihan dan sertifikasi pelatihan. Untuk mengetahui kegiatan-kegiatan apa saja yang dilakukan oleh siswa yang sedang melaksanakan praktik kerja di Institusi Pasangan (IP), maka diberikan Jurnal Kegiatan Siswa (student diary). Jurnal tersebut dapat diisi setiap hari, setiap akhir tahap pekerjaan, atau setiap akhir pekerjaan.

e. Fasilitas/Sarana dan Prasarana PendidikanDalam rangka peningkatan mutu pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja maka diperlukan fasilitas pendidikan yang memadai. Fasilitas dimaksud adalah sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah yang digunakan dalam proses belajar mengajar. Prasarana berarti alat tidak langsung untuk mencapai tujuan pendidikan. Sarana pendidikan terdiri dari tiga kelompok yaitu; (1) bangunan dan perabot sekolah; (2) alat pelajaran yang terdiri dari buku dan alat-alat peraga dan laboratorium; dan (3) media pendidikan yang dapat dikelompokkan menjadi audiovisual yang menggunakan alat terampil (Kasan, 2003:91).

Dalam rangka mendukung pelaksanaan PSG, maka setiap SMK minimal memiliki beberapa jenis peralatan, bahan praktik, perabot, dan peralatan penunjang praktik baik untuk praktik dasar maupun praktik keahlian.

f. Penilaian Hasil BelajarPenilaian diartikan sebagai proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu (Sudjana, 2001;3). Dari pengertian tersebut mengisyaratkan bahwa objek yang dinilai adalah hasil belajar siswa yang pada hakekatnya adalah adanya perubahan tingkah laku menyangkut; bidang kognitif, efektif dan psikomotor.Dalam evaluasi hasil belajar PSG dilakukan penilaian dan sertifikasi. Penilaian adalah upaya untuk menafsirkan hasil pengukuran dengan cara membandingkannya terhadap patokan tertentu yang telah disepakati. Sedangkan yang dimaksud dengan sertifikasi adalah suatu proses pengakuan keahlian dan kewenangan seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas pekerjaan tertentu, melalui suatu proses sistem pengujian keahlian yang mengacu kepada standar keahlian yang berlaku dan diakui oleh lapangan kerja (Depdikbud: 1997).

Penilaian dapat dikelompokkan menjadi dua hal: (1) Penilaian hasil belajar di sekolah mencakup komponen kemampuan normatif, adaptif dan teori kejuruan; (2) Penilaian Penguasaan Keahlian, adalah penilaian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat penguasaaan seseorang terhadap kemampuan-kemampuan yang dipersyaratkan untuk dinyatakan ahli dan berwenang melaksanakan tugas/pekerjaan tertentu.Penilaian keahlian terdiri dari: (a) Penilaian ujian kompetensi; dan (b) Penilaian Ujian Profesi; dan 3) Sertifikat. Sesuai dengan pengelompokan jenis penilaian di atas, maka sertifikat dibagi beberapa jenis dalam pelaksanaan PSG pada SMK yaitu: (a) Ijazah atau Surat Tanda Tamat Belajar (STTB); (b) Sertifikat kompetensi; dan (c) Sertifikat Profesi.g. Pembiayaan Pendidikan Sitem GandaKeberhasilan pelaksanaan PSG tergantung sepenuhnya pada komitmen para pelaku pendidikan, yaitu: pemerintah, masyarakat, sekolah dan dunia usaha/industri, termasuk di dalamnya pengguna lulusan. Pembiayaan pendidikan kejuruan dibagi menjadi dua yaitu: (1) segala bentuk pembiayaan yang diakibatkan oleh pelatihan yang diselenggarakan di perusahaan ditanggung oleh perusahaan; dan (2) segala bentuk pembiayaan yang dibutuhkan untuk pendidikan di sekolah kejuruan ditanggung oleh pemerintah. (Djauhari, 1997:19)

Sebagai implikasinya, semua unsur tersebut turut serta bertanggung jawab menggali dan memberikan kontribusi nyata dalam hal pembiayaan PSG. Disisi lain sekolah sebagai pelaku utama PSG, hendaknya secara terus menerus menggali dan mengembangkan sumber-sumber dana dengan mengacu pada peraturan yang berlaku. Untuk pembiayaan pelaksanaan PSG, sumber pendanaan dapat dari: dana rutin, dana bantuan orang tua, dana penunjang pendidikan, unit produksi, sharing institusi pasangan, kegiatan promosi dan sponsorship dan bantuan lain.

h. Hubungan Kerjasama dengan Institusi PasanganUntuk mewujudkan visi dan misi sekolah sesuai dengan paradigma pendidikan kejuruan, perlu pemberdayaan masyarakat dan lingkungan sekolah secara optimal. Hal ini penting karena sekolah memerlukan masukan dari masyarakat dalam menyusun program yang relevan, sekaligus memerlukan dukungan masyarakat dalam melaksanakan kegiatan tersebut. Tercapainya tujuan SMK antara lain ditentukan oleh sejauhmana terjadinya keterkaitan dan kecocokan (link and match) antara apa yang ada dan yang terjadi di sekolah dengan apa yang terjadi di dunia usaha/dunia kerja. (Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 1990 pasal 3 ayat (2)). Berfungsinya lembaga pendidikan formal memberikan bekal-bekal pengetahuan, keterampilan dan sikap yang relevan bagi dunia kerja secara langsung membawa pengaruh terhadap lapangan kerja di masyarakat, sedikit banyak dipengaruhi oleh produk-produk atau luaran (output) sistem pendidikan persekolahan itu sendiri. (Salam, 1997:1400).

Fungsi institusi pasangan sebagai mitra penyelenggaraan pendidikan dengan pihak sekolah adalah melaksanakan kegiatan; (1) perumusan bersama tentang pola/sistem penerimaan siswa baru; (2) penyusunan kurikulum; (3) pengaturan bersama keterlaksanaan pembelajaran baik di sekolah maupun di dunia usaha/industri; (4) melaksanakan uji kompetensi dan sertifikasi; dan (5) melakukan evaluasi pelaksanaan (Depdikbud: 1997).

Hal senada dikatakan oleh (Slamet, 1998:40) bahwa dalam pelaksanaan PSG perlu menyusun program bersama, dan mengadakan penilaian bersama antara sekolah dan industri. Pendapat lain mengatakan bahwa hubungan pendidikan ditandai dengan adanya kontrak diikuti dengan kewajiban yang harus dijalankan oleh perusahaan dan peserta didik (Hadi 1998:50). Sejalan dengan uraian di atas, maka diperlukan industri/Institusi Pasangan (IP) sebagai mitra penyelenggaraan pendidikan dengan pihak sekolah dalam upaya peningkatan mutu tamatan yang berwawasan mutu, sesuai dengan tuntutan kerja.

E. Praktik Kerja Industri (Prakerin)

Dari uraian di atas mengenai PSG dimana disebutkan pada SMK yang dilaksanakan di dua tempat (lembaga) di sekolah dan dunia industri, maka perlu diadakan program dimana siswa melaksanakan pelatihan di industri. Praktik atau melakukan pelatihan di lapangan merupakan kegiatan yang harus ditempuh oleh siswa dalam bentuk praktik industri pada awal pelaksanaan PSG. Praktik kerja industri atau sering disebut prakerin atau magang menurut Anwar yaitu:Bentuk penyelenggaraan pendidikan keahlian profesional yang memadukan secara sitematik dan sinkron program pendidikan di sekolah dan program penguasaan keahlian yang diperoleh melalui kegiatan bekerja langsung di dunia kerja, terarah untuk mencapai suatu tingkat keahlian profesional tertentu. (Anwar, 2004:50)

Program prakerin dapat dikatakan sukses jika hasilnya dapat mencapai tujuan diadakannya program itu. Untuk dapat menentukan pengalaman seseorang/siswa yang telah melaksanakan praktik industri dapat diukur dengan : (1) lama waktu atau masa kerja dari siswa yang bersangkutan di industri, (2) tingkat pengetahuan dan keterampilan, (3) mempunyai gerakan yang cepat menanggapi tanda-tanda, (4) dapat menduga kemungkinan timbulnya kesulitan dan lebih siap untuk mengatasinya dan (5) melakukan tugasnya tanpa terlalu memusatkan perhatian dan karenanya telah lebih kelihatan tenang.Jadi praktik kerja industri adalah suatu bentuk pendidikan dan pelatihan yang dilaksanakan di industri atau dunia kerja secara terarah dengan tujuan untuk membekali peserta didik dengan sikap dan keterampilan sesuai dengan cara belajar langsung di industri.Pada dasarnya praktik kerja industri merupakan bagian dari PSG, jadi tujuan dari praktik kerja industri sama dengan tujuan dari PSG yaitu (1) menghasilkan tenaga kerja yang memiliki keahlian profesional, (2) memperkokoh link and match antara sekolah dengan dunia kerja, (3) meningkatkan efisiensi proses pendidikan dan pelatihan tenaga kerja yang berkualitas profesional dan (4) memberi pengakuan dan penghargaan terhadap pengalaman kerja yang berkualitas profesional.Manfaat yang dapat diperoleh dari praktik kerja industri menurut Anwar (2004:50-51) antara lain :a. Bagi Siswa- Hasil belajar akan lebih bermakna, karena setelah tamat akan memiliki keahlian profesional sebagai bekal mencari kerja dan mengembangkan diri secara berkelanjutan- Waktu yang diperlukan untuk mencapai keahlian profesional lebih singkat karena telah dilatih pada saat sekolah- Keahlian profesional yang diperoleh dapat mengangkat harga diri dan kepercayaan diri peserta didik yang selanjutnya dapat mendorong mereka untuk meningkatkan keahlian profesionalnya pada tingkat yang lebih tinggi.b. Bagi Sekolah- Terjaminnya pencapaian tujuan pendidikan untuk memberi keahlian profesional bagi peserta didik- Tanggungan biaya pendidikan menjadi ringan- Terdapat kesesuaian antara program pendidikan dengan kebutuhan lapangan kerja- Memberi keputusan bagi penyelenggara pendidikanc. Bagi dunia usaha/dunia industri- Dapat mengetahui secara tepat kualitas peserta didik yang belajar dan bekerja di perusahaan- Pada batas-batas tertentu selama masa pendidikan peserta didik tenaga kerja yang dapat memberi keuntungan- Dapat memberi tugas kepada peserta didik untuk mencari ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang relevan- Memberi kepuasan bagi dunia usaha/dunia industri (DU/DI) karena ikut serta menentukan hari depan bangsaPelaksanaan praktik kerja industri diprogramkan secara matang baik mengenai materi pekerjaan (sesuai dengan pekerjaan yang ada di industri/kompetensi maupun alokasi waktu dan kapan pelaksanaannya). Karena praktik kerja industri mengharuskan bekerja di lini produksi (bekerja yang sesungguhnya), maka harus dibekali secara penuh keterampilan dasar. Waktu yang ditempah untuk pelaksanaan praktik kerja industri minimal tiga bulan kerja.Dengan mengikuti minggu dan jam kerja industri kegiatan praktik kerja industri dapat melalui tiga bulan jika dapat memberi nilai tambah bagi industri maupun bagi siswa yang bersangkutan.Penilaian praktik kerja industri dilakukan pada akhir praktik kerja, siswa memperoleh hasil yang berbentuk nilai prestasi. Prestasi tersebut untuk mengakui kemampuan yang dimiliki oleh siswa dari hasil pengembangan di lapangan. Nilai yang diperoleh siswa harus melalui sistem pengujian yang mengacu pada penguasaan berdasarkan standar tertentu.Dalam praktik kerja industri, siswa mendapatkan nilai dengan kriteria seperti pada tabel berikut:

Tabel 2.2Kriteria nilai praktik kerja industriInterval Nilai Kriteria

NILAIKRITERIA

91 100Sangat baik

76 90Baik

60 75Cukup

40 59Kurang

sumber : sertifikat praktik kerja industriHasil yang diperoleh siswa akan ditunjukkan dalam bentuk sertifikat. Dalam KBBI sertifikat adalah tanda/surat keterangan (pernyataan tertulis) atau tercetak dari orang yang berwenang (DU/DI) yang dapat digunakan sebagai bukti suatu kejadian (prestasi yang diperoleh siswa dalam praktik kerja industri). Angka yang tertera pada sertifikat yang diperoleh siswa merupakan hasil penilaian yang dilakukan dunia industri (Instruktur di dunia usaha/dunia industri), dengan aspek yang dinilai adalah sebagai berikut:a. Aspek teknis adalah tingkat penguasaan keterampilan siswa dalam menyelesaikan pekerjaannya (kemampuan produktif)b. Aspek non teknis adalah sikap dan perilaku siswa selama di dunia usaha dan dunia industri yang menyangkut antara lain: disiplin, tanggung jawab, kreativitas, kemandirian, kerjasama, ketaatan dan sebagainya.Secara teoritis PSG merupakan suatu proses pendidikan keahlian profesional yang memadukan secara sistematik antara program pendidikan pada sekolah dengan penguasaan keahlian yang diperoleh melalui bekerja langsung pada dunia kerja terarah untuk mencapai suatu tingkat keahlian profesional tertentu. Secara teknis siswa SMK dalam jangka waktu tertentu dikirim ke dunia kerja (DU/DI) untuk bekerja pada jenis profesi tertentu yang sesuai dengan bidang studinya. Dengan modal ini maka siswa akan lebih familiar terhadap dunia kerja, sehingga setelah lulus akan lebih mudah beradaptasi karena berbekal keahlian profesi yang pernah didapatkan dari dunia kerja. Selain itu lulusan SMK kelak lebih profesional menekuni profesinya di DU/DI.Praktik kerja industri yang dilakukan oleh siswa merupakan realisasi pelaksanaan PSG. PSG dengan berbagai komponennya merupakan konsep yang masih memerlukan tindak lanjut berupa pelaksanaan kerja di lapangan. PSG tanpa dunia usaha tidak akan berjalan. Di samping itu dengan PSG dunia usaha/dunia industri akan lebih diuntungkan baik dari segi penyiapan sumber daya manusia yang akan terjun di perusahaannya maupun dari segi efektivitas produk.Kemampuan dunia usaha/industri akan memberi andil besar bagi siswa, lembaga, masyarakat, maupun perusahaan yang bersangkutan. Keikutsertaan industri dalam pelaksanaan PSG memiliki arti bahwa industri telah menjadi bagian dari sistem pendidikan kejuruan yang berarti bahwa kemitraan antara SMK dengan dunia industri merupakan prasyarat bagi pelaksanaan PSG.Pendidikan sistem ganda secara teoritis merupakan suatu proses pendidikan keahlian profesional yang memadukan secara sistematik antara program pendidikan pada sekolah dengan program penguasaan keahlian yang diperoleh melalui kegiatan bekerja langsung pada dunia kerja secara terarah untuk mencapai suatu teknis keahlian profesional tertentu. Secara teknis siswa SMK dalam jangka waktu tertentu dikirim ke dunia kerja (DU/DI) untuk bekerja pada profesi kerja tertentu yang sesuai dengan bidang studinya.Dalam praktik kerja industri di dunia kerja pelaksanaan kerja langsung dilaksanakan oleh siswa sesuai dengan arahan/petunjuk dari pembimbing (instruktur) dunia kerja. Tujuan diadakannya praktik kerja industri ini adalah agar siswa memperoleh gambaran yang nyata dan jelas mengenai situasi dan kondisi pekerjaan di dunia kerja yang sesungguhnya, sehingga setelah lulus akan lebih mudah beradaptasi dan tidak terlalu canggung dalam memasuki pasaran kerja karena sudah berbekal keahlian profesi yang pernah didapatkan dari dunia kerja semasa sekolah.Kegiatan belajar mengajar yang diikuti oleh siswa mencakup tiga aspek yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Dalam kerja siswa dianggap berhasil atau berprestasi apabila memperoleh standar nilai yang merupakan akumulasi dari tiga aspek tersebut, siswa memperolehnya melalui pengetahuan yang diterima di sekolah. Hasil yang diperoleh di sekolah biasanya menjadi nilai pada rapor. Nilai rapor idealnya harus mampu membekali siswa secara teori, sehingga dalam praktik kerja industri benar-benar bekerja secara sesungguhnya. Selesai praktik kerja industri siswa akan memperoleh nilai sebagai tanda prestasinya di DU/DI yang berbentuk sertifikat. SMK yang dapat menghasilkan lulusan yang diharapkan adalah SMK yang membekali para siswanya dengan materi pendukung antara lain pemberian program diklat yang berbasis kompetensi (mata diklat produktif) yang hasilnya berupa nilai rapor, dimana diharapkan setiap siswa mampu secara maksimal menguasainya. Tingginya nilai pada materi program diklat berbasis kompetensi (mata diklat produktif) mampu membekali siswa saat praktik kerja industri di dunia usaha/industri.Dengan demikian perpaduan antara aspek kognitif (penguasaan siswa terhadap mata diklat produktif yang diwujudkan dalam perolehan nilai rapor) dan aspek psikomotorik (dalam hal ini keberhasilan praktik kerja industri) sudah terlihat selaras yang tertuang dalam rapor dan sertifikat yang diperolehnya dalam praktik kerja industri.Selain itu aspek afektif yang diwujudkan dalam setiap waktu pelaksanaan praktik kerja industri sangat mempengaruhi kemampuan siswa untuk menyelesaikan setiap tugas yang diberikan saat praktik. Kemampuan ini sedikit banyak didorong oleh minat siswa atau kemauan siswa pada saat praktik kerja industri didalam menyelesaikan setiap tugas sesuai dengan yang diperintahkan kepadanya dengan didukung oleh pengetahuan yang dimilikinya.

F. Pelatihan Kerja Di Dunia Industri Pada Siswa Sekolah Menengah Kejuruan

Pedoman pelaksanaan suplemen kurikulum edisi 1999 meyebutkan bahwa pelatihan kerja di dunia industri pada Sekolah Menengah Kejuruan adalah bertujuan untuk memberikan pengalaman kerja yang sesungguhnya agar peserta menguasai kompetensi keahlian produktif terstandar, menginternalisasikan nilai-nilai ekonomi, dan jiwa kewirausahaan, serta membantu etos kerja yang kritis dan produktif. Sedangkan pelaksanaan pelatihan merupakan suatu proses pembelajaran yang dilakukan di institusi pasangan atau industri yang dalam suplemen kurikulum eisi 1999 disebut pembelajaran di dunia industri. Pemahaman ini sejalan dengan apa yang diungkap oleh Suherman (1998:32) bahwa `pelatihan adalah suatu proses pembelajaran seseorang atau kelompok untuk meningkatkan kemampuan atau perilaku (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) untuk mencapai suatu tujuan.Menurut Smith R.M (1982:34) dalam Mapa (1994:11) pembelajaran merupakan suatu konsep yang memiliki cakupan yang sangat luas dan banyak digunakan dalam banyak hal, `pembelajaran dapat digunakan untuk menunjukkan: (1) perolehan dan penguasaan tentang apa yang telah diketahui mengenai sesuatu, (2) penyuluhan dan penjelasan mengenai pengalaman seseorang, (3) suatu proses pengujian gagasan yang terorganisasi yang relevan dengan masalah`. Dengan kata lain pembelajaran digunakan untuk menjelaskan suatu hasil, proses atau fungsi. Bila digunakan untuk menyatakan sebagai suatu proses, maka suatu percobaan dilakukan untuk menerangkan apa yang terjadi bila suatu pengalaman pembelajaran berlangsung. Sejalan pernyataan di atas, Komaruddin (2000:179) bahwa `dalam bahasa Inggris pembelajaran disebut learning. Yaitu suatu kegiatan untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman atau keterampilan (termasuk penguasaan kognitif, afektif, dan psikomotor) melalui studi, pengajaran atau pengalaman.Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran maupun belajar yang diungkapkan di atas memiliki kunci pemahaman yang sama yaitu perubahan perilaku, pengalaman dan interaksi dengan lingkungan. Berdasarkan kata kunci ini, dapat dirumuskan definisi pembelajaran adalah proses perubahan tingkah laku yang dialami oleh individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya.Dari pemahaman di atas, pelatihan kerja di dunia industri, tidak terlepas dari (1) proses pembelajaran (2) lingkungan seperti yang dikemukakan dalam kurikulum edisi 1999 bahwa pelaksanaan pelatihan kerja adalah merupakan proses pembelajaran yang dilakukan di lingkungna industri, dan (3) instruktur seperti yang diungkapkan Bhattacharya dan Mandke (1992) dalam Wena (1996:70) bahwa `pelaksanaan pembelajaran diindustri instrukturlah yang paling bertanggung jawab terhadap keberhasilan belajar.1. Proses Pembelajarana. Tujuan PembelajaranTujuan pembelajaran biasa disebut dengan `performance objective` Menurut Dick dan Carey (1985) dalam Wena (1996:167) adalah `tujuan performance (unjuk kerja, unjuk perbuatan) adalah uraian rinci tentang apa yang akan mampu dilakukan siswa selesai mengikuti suatu pembelajaran`. Jadi berdasarkan atas konsepsi tujuan pembelajaran seperti di atas dapat disimpulkan bahwa, tujuan pembelajaran adalah penguasaan kompetensi perilaku yang utuh (unjuk kerja) yang diharapkan siswa, setelah selesai mengikuti suatu program pemebelajaran. Kompetensi perilaku pada pelatihan kerja di dunia industri yang dilakukan oleh siswa Sekolah Menengah Kejuruan, yaitu kompetensi spesialisasi dan kompetensi penunjang, kommpetensi kejujuran spesialisasi terdiri dari : (a) kompetensi profesi yaitu kemampuan melaksanakan dan mengontrol pekerjaan secara profesional dan ekonomis; (b) kompetensi metoda yaitu kemampuan untuk menentukan langkah-langkah kerja dalam menyelesaikan pekerjaan tertentu secara mandiri; (c) kompetensi sosial yaitu kemampuan untuk mengerjakan tugas dengan memperhatikan aspek sosial; (d) kompetensi belajar yaitu kesanggupan mengembangkan diri sendiri melalui belajar, mengumpulkan informasi, mencoba dan berlatih. Sedangkan kompetensi penunjang terdiri dari atas : (a) interdisiplin adalah segala kemampuan untuk memahami dan memperhatikan organisasi, teknologi, serta aspek ekonomi dan ekologi; (b) teknik operasional yaitu segenap kemampuan untuk menganalisis tugas dan menyusun rencana kerja, mengindahkan peraturan, memecahkan masalah, serta mampu menggunakan peralatan dengan baik; (c) kepribadian dan kemasyarakatan yaitu sifat-sifat yang harus memiliki seperti mandiri, kreatif, jujur, komunikatif, kooperatif dan kompromis.b. Fasilitas dan SaranaFasilitas dan peralatan yang mendukung, merupakan prasyarat lain yang harus dipenuhi guna mencapai tujuan pelatihan kerja, sebab tanpa fasilitas dan peralatan yang memadai mustahil tujuan pelatihan dapat tercapai, tiga cakupan yang dijadikan acuan yaitu:1) Jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan siswa2) Kelengkapan macam fasilitas dan sarana untuk memenuhi kebutuhan, dan3) Kesesuaiannya dengan perkembangan teknologi yang ada sehingga tidak hanya mengajarkan teknologi yang sudah ketinggalan tetapi harus perpandangan ke depan.c. Materi PembelajaranMateri pembelajaran pelatihan kerja di dunia industri adalah instrument pendukung kegiatan siswa berupa handout, lembar pengajaran, serta modul atau jurnal kegiatan. Materi pembelajaran yang diberikan kepada siswa adalah menekankan pada praktik kerja (Wena, 1996:18), yang dijabarkan dalam jurnal kegiatan siswa. Materi pada pelatihan kerja pada dunia industri adalah merupakan pengembangan materi keahlian dan keterampilan tata kerja yang benar secara teoritis di sekolah yang diterapkan pada realita yang ada pada dunia industri.Jurnal kegiatan siswa tersebut, pada dasarnya merupakan jembatan penghubung antara apa yang sudah didapat siswa dari sekolah dengan apa yang akan dihadapi oleh siswa di dunia industri. Dengan demikian sekolah harus mampu menggunakan dunia indusri sebagai pijakan dalam perencanaan materi pembelajaran, sehingga ada kaitan dengan apa yang diajarkan di sekolah dengan apa yang dipelajari di industri. Rincian materi pembelajaran pelatihan kerja yang dijabarkan dalam jurnal kegiatan siswa berupa paket keahlian, dengan alokasi waktu yaitu selama 1.000 jam dan minimal 50 jam per minggu atau masa efektif 6 bulan.d. Metode Pembelajaran PelatihanMetode yang digunakan adalah metode pelatihan dalam industri (Wena, 1996). Lebih lanjut Hamali (2000:65) mengungkapkan metode ini mengembangkan pendekatan standar pengajaran dan latihan dalam pekerjaan. Sedangkan untuk mendukung metode yang digunakan tidak terlepas dari media pelatihannya. Media pelatihan adalah berbagai alat dan teknik komunikasi sebagai alat dalam pelaksanaan proses pembelajaran, baik oleh instruktur ataupun siswa. Media yang digunakan dalam pelatihan kerja di dunia industri adalah media benda atau alat yang sebenarnya. Hal ini sesuai dengan tujuan pelatihan kerja di dunia industri yang ditujukan untuk memberikan pengalaman kerja yang sesungguhnya (GBPP edisi 1999).e. EvaluasiEvaluasi meliputi proses dalam mencari dan mengumpulkan keterangan-keterangan atau informasi yang akan dijadikan dasar penilaian suatu program hasil, prosedur, tujuan aau manfaat berbagai pendekatan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Wena (1996:202) mengungkapkan bahwa `evaluasi adalah serangkaian tahapan atau kegiatan yang terencana, untuk menentukan pertimbangan-pertimbangan guna menilai efektivitas suatu tindakan atau kegiatan`. Sedangkan Pidarta (1988:56) `evaluasi adalah suatu kegiatan yang dimaksudkan untuk mengetahui tujuan yang sudah dirumuskan tercapai atau belum, apakah materi yang disajikan sudah dikuasai siswa, apakah metode yang digunakan cukup tepat`. Dari berbagai pengertian evaluasi di atas penulis memaknai evaluasi sebagai suatu proses kegiatan dalam menilai suatu tujuan yang dirumuskan dalam pembelajaran, maka evaluasi tersebut harus dilakukan berdasarkan tahapan-tahapan yang logis.Secara umum tahap-tahap evaluasi dalam kegiatan pembelajaran pelatihan kerja, tersebut adalah: (1) merumuskan tujuan evaluasi, tujuan evaluasi pelatihan kerja pada hakekatnya didasari atas tujuan pembelajaran pelatihan kerja di dunia industri; (2) merumuskan aspek-aspek yang akan dievaluasi, berdasarkan atas tujuan evaluasi yang telah dirumuskan, maka langkah selanjutnya adalah merumuskan aspek-aspek yang akan dievaluasi. Dalam kegiatan pembelajaran pelatihan kerja, yang berorientasi pada suatu kerja yang sesungguhnya, maka aspek-aspek yang harus dievaluasi adalah meliputi langkah kerja, hasil kerja atau benda yang dihasilkan; (3) menetapkan metode yang digunakan, yang dimaksud dengan metode dalam hal ini, cara yang digunakan untuk mengetahui kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh siswa dalam proses pembelajaran. Menurut Nurkencana dan Sumartana (1986:24) ada dua metode untuk mengetahui kemajuan belajar siswa yaitu metode tes dan metode observasi. Dalam pembelajaran pelatihan kerja di dunia industri, untuk mengetahui kemajuan belajar siswa menggunakan ujian tindakan atau perbuatan (practical test), maka metode yang tepat digunakan adalah metode obsevasi, dan untuk memberi skor pada masing-masing aspek yang dievaluasi dilakukan dengan mengobsevasi setiap aspek langkah kerja; (4) menyusun alat evaluasi, karena dalam pembelajaran pelatihan kerja menggunakan ujian tindakan, maka untuk mengetahui kualitas unjuk kerja siswa harus dilakukan obsevasi. Dengan demikian alat yang digunakan adalah lembar penilaian yang berupa lembar pengamatan observasi. Secara garis besar lembar evaluasi ini berisi tentang aspek-aspek yang akan dievaluasi dan nilai yang diperoleh siswa; (5) cara menetapkan kriteria atau skor yang digunakan, dalam pembelajaran pelatihan kerja untuk mengevaluasi pelatihan kerja siswa, maka aspek yang dinilai telah dirumuskan dalam lembar obsevasi, dengan pendekatan penilaian acuan patokan (PAAP)2. Instruktur Pelatihan Kerja Pelatihan kerja di dunia industri yang dilakukan oleh siswa Sekolah Menengah Kejuruan adalah merupakan proses pembelajaran, maka siswa harus mendapat bimbingan secara maksimal. Dan pihak yang bertanggung jawab dalam pembimbingan adalah instruktur dari pihak industri. Instruktur dipilih dari pihak industri yang memang ahli dalam bidang pekerjaannya. Pembelajaran di industri instrukturlah (pihak industri) yang akan paling bertangung jawab terhadap keberhasilan pelatihan`. Dalam kapasitasnya sebagai pembimbing siswa dalam pelatihan kerja, maka instruktur harus memahami mengenai berbagai aspek pembelajaran pelatihan`. Dalam kapasitasnya sebagai pembimbing siswa dalam pelatihan kerja, maka instruktur harus memahami mengenai berbagai aspek pembelajaran pelatihan kerja. Dengan demikian instruktur harus memahami metodologi pembelajaran. Seperti yang diungkapkan Wena (1996:83) bahwa `instruktur harus betul-betul ahli dalam bidangnya dan juga harus pernah mendapat latihan pembelajaran`. Pemahaman instruktur terhadap metodologi pembelajaran pelatihan akan mempengaruhi kemampuannya dalam memberikan bimbingan kepada pelatihan kerja siswa.Untuk mencapai keberhasilan dalam pelatihan kerja, diperlukan instruktur yang memiliki kemampuan yang baik seperti yang diungkapkan oleh Wena (1997:83) yaitu: (10 betul-betul terampil dan memahami segala aspek dibidang kerjanya; (2) memahami metodologi pembelajaran pelatihan; (3) memiliki sifat yang telaten dan tekun dalam membimbing siswa, (4) memahami psikilogi pembelajaran`. Sedangkan Zaenuddin (1996:52) menyatakan untuk menjadi instruktur diperlukan beberapa syarat antara lain: (1) instruktur harus memahami teknologi, memiliki kemampuan berikir logis kreatif dan ilmiah; (2) instruktur harus jujur, tekun dan objektif; (3) instruktur harus memiliki pengalaman di lapangan kerja dan industri`. Selanjutnya Wena (1997) mengungkapkan tugas dari seorang instruktur adalah: `merancang program pembelajaran pelatihan, membimbing siswa, serta mengevaluasi kemajuan belajar siswa`.Rancangan program pembelajaran pada pelatihan kerja ini tidak terlepas dari garis-garis besar program pembelajaran. Dengan garis-garis besar pembelajaran pelatihan, kegiatan pembelajaran pelatihan kerja siswa akan menjadi terarah dan jelas. Dengan demikian insruktur harus memahami dan menguasai garis-garis besar pembelajaran pelatihan kerja yang memuat hal-hal yang akan dipelajari oleh siswa pelatihan kerja. garis-garis besar pembelajaran yang harus dikuasai oleh instruktur seperti halnya program pembelajaran di atas yaitu; (1) alokasi waktu : berisi rincian waktu pelaksanaan kegiatan pelatihan; (2) tujuan pembelajaran pelatihan: berisi uraian tentang apa-apa yang harus dikuasai siswa setelah selesai mengikuti pelatihan; (3) materi: berisi semua materi yang akan diajarkan pada siswa; (4) kegiatan: berisi uraian umum tentang metode yang digunakan untuk mengajarkan materi pembelajaran; (5) evaluasi: berisi strategi yang digunakan untuk menilai kemampuan belajar.

3. Lingkungan Industri

Lingkungan industri merupakan dunia orang dewasa, sedangkan dunia sekolah merupakan dunia remaja (Wena, 1997). Adanya lingkungan yang berbeda ini tentu akan mempengaruhi interaksi siswa dalam proses belajar. Proses pembelajaran Sekolah Menengah Kejuruan tidak bisa hanya bertumpu pada lingkungan sekolah saja tetapi harus bermutu juga pada lingkungan industri dimana siswa melakukan pelatihan kerja. seperti yang diungkapkan Bonsch (1978) dalam Wena (1997:65) bahwa pendidikan kejuruan harus memberi kesempatan pada peserta didiknya untuk belajar dalam realita yang sebenarnya; hanya melalui pelatihan kerja yang berkesinambungan peserta didik akan memahami kaitan antara teori yang dipelajari di sekolah dengan lingkungan kerja atau industri. Jika dianalisa lebih dalam, pada hakekatnya lingkungan belajar tersebut dapat dipilah menjadi dua jenis, yaitu lingkungan belajar di sekolah dan lingkungan belajar di luar sekolah atau lingkungan industri. Secara garis besar lingkungan industri sebagai tempat pembelajaran harus dapat mewujudkan (a) lingkungan dunia kerja sebagai lingkungan belajar bagi siswa yang melakukan pelatihan; (b) adanya keterhubungan pengajran akademik dengan pelatihan kerja yang dilaksanakan; (c) memberi peran siswa secara konstuktif sebagai pekerja disertai tanggung jawab riilnya, dan sebagai peserta didik dalam waktu yang bersamaan, serta; (d) menanamkan hubungan yang erat antara siswa dan pekrja baik sebagai parner ataupun sebagai instrukur. (Wena, 1997:98).Jiwono (1980:18) lingkungan tempat diselenggarakannya program pelatihan harus lingkungan yang mudah dikontrol sehingga keberhasilan pelatihan dapat tercapai. Dalam kaitan ini, Karim dan Soegiyanto (1979:73) mengungkapkan beberapa kondisi lingkungan industri yang mempengaruhi keberhasilan pelatihan kerja, yaitu: a. Keteraturan Program PelatihanPelaksanaan pelatihan yang dilakukan oleh siswa pada lingkungan industsri ini diprogramkan selama enam bulan, dari bulan Juli sampai Bulan Desember. Dan waktu belajar setiap harinya adalah selama tujuh jam atau selama lima puluh jam per minggu. Dengan demikian ketersediaan industri dalam melaksanakan pelatihan kerja memegang peran yang sangat penting dalam mencapai tujuan pelatihan kerja industri. Seperti yang diiungkapkan oleh Wena (1997:23) bahwa pelaksanaan program pelatihan diprogramkan sesuai dengan program rencana kurikulum. Dengan kata lain, pihak industri harus dilibatkan dalam penyusunan program pelatihan sehingga terciptanya keterpaduan pelatihan kerja yang dilakukan siswa dengan pelaksanaan proses produksi oleh industri. Dalam penyusunan program pelatihan ini setidaknya memuat hal-hal sebagai berikut: (1) tujuan, materi pelatihan: (2) lamanya pendidikan pelatihan,; (3) jadwal harian; (4) sistem pengupahan. Dan hal yang terpenting lagi adalah bagaimana kerjasama ini bermanfaat bagi kedua belah pihak. Sebab tanpa adanya kemanfaatan kedua belah pihak jelas pelatihan kerja di dunia industri tidak akan terlaksana dengan baik.b. Perlengkapan Belajar yang TersediaSalah satu kewajiban pihak industri adalah merencanakan segala kebutuhan yang diperlukan oleh siswa selama mengadakan pelatihan kerja di lingkungan industri (Wena, 1997:24). Ketersediaan perlengkapan belajar ini sangatlah penting mengingat pada pelatihan sebagai proses pembelajaran yang menenkankan pada kemampuan kompetensi dan keterampilan. Dan pelatihan adalah bersifat belajar dalam situasi nyata (Wena, 1997) sehingga peralatan pembelajaran mutlak diperlukan, baik dalam jumlah, kualitas maupun dalam kesesuaian dengan perkembangan teknologi.c. Keterampilan yang DiperlukanKegiatan siswa pada pelatihan kerja di lingkungan industri merupakan kegiatan bekerja langsung pada pekerjaan yang sesungguhnya. Untuk menguas