bab ii

9
VEGETASI UNTUK PENCEGAHAN BAHAYA LONGSOR LAHAN Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang selalu bergerak dan saling menumbuk. Konsekuensi dari tubrukan tersebut adalah terbentuknya jalur gunung api dan vulkanik di Indonesia. Keberadaan jalur gunung api di wilayah Indonesia menyebabkan beberapa wilayah Indonesia memiliki bentuk lahan pegunungan dan perbukitan yang memiliki lereng yang landai hingga terjal. Kondisi tersebut menyebabkan Indonesia memiliki berbagai potensi bencana seperti letusan gunung api, tsunami, gempa bumi, banjir, dan longsor. Bencana tanah longsor merupakan bencana yang setiap tahun terjadi di Indonesia. Intensitas kejadian longsor semakin meningkat memasuki musim penghujan. Selain disebabkan faktor geologis dan geomorfologis Indonesia, perubahan fungsi dan tata guna lahan yang dilakukan manusia membawa pengaruh yang besar sebagai penyebab longsor. Perubahan fungsi lahan tersebut menimbulkan kerusakan lahan, hutan dan air, baik langsung maupun tidak langsung yang mempengaruhi ketidakmampuan lahan mendukung kehidupan. Pemanasan global akibat terus

Upload: judefrian

Post on 01-Oct-2015

215 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

x x

TRANSCRIPT

VEGETASI UNTUK PENCEGAHAN BAHAYA LONGSOR LAHAN

Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang selalu bergerak dan saling menumbuk. Konsekuensi dari tubrukan tersebut adalah terbentuknya jalur gunung api dan vulkanik di Indonesia. Keberadaan jalur gunung api di wilayah Indonesia menyebabkan beberapa wilayah Indonesia memiliki bentuk lahan pegunungan dan perbukitan yang memiliki lereng yang landai hingga terjal. Kondisi tersebut menyebabkan Indonesia memiliki berbagai potensi bencana seperti letusan gunung api, tsunami, gempa bumi, banjir, dan longsor. Bencana tanah longsor merupakan bencana yang setiap tahun terjadi di Indonesia. Intensitas kejadian longsor semakin meningkat memasuki musim penghujan. Selain disebabkan faktor geologis dan geomorfologis Indonesia, perubahan fungsi dan tata guna lahan yang dilakukan manusia membawa pengaruh yang besar sebagai penyebab longsor. Perubahan fungsi lahan tersebut menimbulkan kerusakan lahan, hutan dan air, baik langsung maupun tidak langsung yang mempengaruhi ketidakmampuan lahan mendukung kehidupan. Pemanasan global akibat terus meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer mempengaruhi intensitas bencana longsor yang terjadi. Kondisi tersebut sebagai akibat penggunaan bahan bakar yang berlebihan dan pengurangan luas ruang terbuka hijau yang ada, sehingga menyebabkan terjadinya perubahan pola iklim dan cuaca yang ada. Perubahan pola iklim dan curah hujan meningkatkan intensitas curah hujan yang tinggi dalam waktu yang relatif singkat. Intensitas curah hujan yang tinggi di beberapa wilayah dengan kondisi lahan yang kritis menyebabkan terjadinya longsor di beberapa wilayah di Indonesia. Data dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologis menyebutkan setidaknya terdapat 918 lokasi rawan tanah longsor tersebar di berbagai daerah antara lain, Jawa Tengah 327 lokasi, Jawa Barat 276 lokasi, Sumatera Barat 100 lokasi, Sumatera Utara 53 lokasi, Yogyakarta 30 lokasi, Kalimantan Barat 23 lokasi, dan sisanya tersebar di NTT, Riau, Kalimantan Timur, dan Jawa Timur. Setiap tahunnya kerugian yang ditanggung akibat bencana tanah longsor sekitar Rp 800 miliar, sedangkan jiwa yang terancam sekitar 1 juta. Tekanan yang luar biasa terhadap lahan menyebabkan penggunaan lahan merambah kawasan perbukitan dan pegunungan dengan kemiringan lebih dari 40% yang seharusnya berfungsi sebagai kawasan lindung. Penggunaan kawasan perbukitan dan pegunungan sebagai perumahan, pertanian, maupun perikanan telah menimbulkan gangguan keseimbangan ekosistem sehingga terjadilah berbagai bencana yang diantaranya adalah longsor lahan. Ir. Suharyadi, M.S (2009: 91) menyatakan longsor merupakan gerakan massa tanah kearah bawah karena gaya gravitasi bumi yang dipicu oleh ketidaksetimbangan. Secara umum peristiwa bencana longsor merupakan peristiwa yang terjadi berulang setiap tahun. Bahkan sekarang ini peristiwa bencana tersebut menjadi lebih sering terjadi. Akibatnya, bencana tersebut sering dianggap sebagai sebuah sesuatu hal yang memang harus terjadi. Padahal semua itu merupakan fenomena alamiah yang melekat pada bumi kita. Dalam upaya pengendalian longor lahan saat ini dikelompokkan dalam 2 bentuk, yaitu metode sipil teknis dan metode vegetatif. Pengendalian longsor lahan dengan metode sipil teknis biasanya dilakukan dengan membuat bangunan-bangunan sipil berupa DAM pengendali, DAM penahan, saluran pembuangan air, penguat tebing dan terasering. Sementara itu metode vegetatif biasanya dilakukan dengan pemanfaatan berbagai jenis tanaman mulai dari rumput, semak/perdu hingga tanaman keras yang memiliki fungsi menguatkan agregat tanah sehingga tidak mudah tererosi dan longsor.(tabel)Vegetasi dengan penyebarannya yang luas, dengan struktur dan komposisinya yang beragam diharapkan mampu menyediakan manfaat yang besar bagi kehidupan manusia antara lain sebagai pengendali longsor lahan. Peran tersebut antara lain terhadap intersepsi, evapotranspirasi, infiltrasi, lengas tanah, air di bawah dan di atas permukaan dan biomas bawah hutan. Peran hutan terhadap pengendalian longsor lahan dimulai dari peran tajuk menyimpan air intersepsi. Dari hasil penelitian Fakultas Kehutanan UGM 1994-1997 dapat diketahui bahwa besarnya intersepsi di hutan Pinus berkisar antara 16 - 20% dari hujan tahunan yang jatuh. Asdak (1995: 56) mengemukakan bahwa pada umumnya besarnya intersepsi antara 10-20% dari hujan yang jatuh dan pada vegetasi yang rapat intersepsi dapat mencapai 25 - 35 %. Peran hutan dalam intersepsi sangat membantu mengurangi jumlah air hujan yang sampai ke permukaan tanah, hal ini akan mengurangi jumlah air yang terinfiltrasi dan penjenuhan lengas tanah secara cepat. Peran kedua adalah evapotranspirasi. Pada kawasan yang memiliki intensitas hujan yang tinggi, proses evapotranspirasi justru berperan mengurangi kejenuhan tanah agar tidak terjadi akumulasi air di lapisan impermeabel yang justru akan menjadi bahan gelincir dalam kejadian longsor lahan. Peran ketiga adalah sistem perakaran. Berbagai jenis vegetasi memiliki ciri khas sistem perakaran yang beragam. Pada lahan-lahan yang miring sangat diperlukan vegetasi dengan jenis perakaran yang dalam dan akar serabut yang banyak. Hal ini akan meningkatkan daya cengkram tanah oleh akar dan akan mampu mengurangi kemungkinan terjadinya pergerakan tanah. Banyak kejadian longsor lahan akhir-akhir ini menunjukkan kenyataan bahwa longsor lahan tidak hanya terjadi pada kawasan yang gundul akan tetapi juga melanda pada kawasan-kawasan yang justru tertutup oleh vegetasi dengan sangat baik. Kenyataan ini menyadarkan kita semua bahwa kita perlu mengenali faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya longsor lahan yang sangat erat kaitannya dengan masalah hujan dan aliran air. Sering kita lupa bahwa dalam melakukan usaha reboisasi atau penghijauan perlu memperhatikan watak iklim, juga faktor watak mekanik tanah, geologi dan geomorfologi untuk mengenali watak runoff potensial stabilitas lahan dan tidak kalah pentingnya adalah pengenalan atas watak tanaman diantaranya yang berupa pertumbuhan dan beban mekanik tanaman. Kemampuan kawasan yang miring untuk menyangga beban mekanik tanaman seringkali hal ini menjadi penyebab terjadinya longsor lahan.Dengan informasi tersebut dapat dilakukan usaha pencegahan atau mengurangi longsor lahan dengan usaha-usaha antara lain : a. Menghindari atau mengurangi penebangan pohon yang tidak terkendali dan tidak terencana (over cutting, penebangan cuci mangkuk, dan penjarahan). b. Penanaman vegetasi tanaman keras yang ringan dengan perakaran intensif dan dalam bagi kawasan yang curam dan menumpang di atas lapisan impermeabel. c. Mengembangkan usaha tani ramah longsor lahan seperti penanaman hijauan makanan ternak (HMT) melalui sistem panen pangkas. d. Mengurangi beban mekanik pohon-pohon yang besar-besar yang berakar dangkal dari kawasan yang curam dan menumpang di atas lapisan impermeabel. e. Membuat Saluran Pembuangan Air (SPA) pada daerah yang berhujan tinggi dan merubahnya menjadi Saluran Penampungan Air dan Tanah (SPAT) pada hujan yang rendah. f. Mengurangi atau menghindari pembangunan teras bangku di kawasan yang rawan longsor lahan yang tanpa dilengkapi dengan SPA dan saluran drainase di bawah permukaan tanah untuk mengurangi kandungan air dalam tanah. g. Mengurangi intensifikasi pengolahan tanah daerah yang rawan longsor. h. Membuat saluran drainase di bawah permukaan (mengurangi kandungan air dalam tanah). i. Bila perlu, di tempat-tempat tertentu bisa dilengkapi bangunan teknik sipil/bangunan mekanik. Pada prinsipnya, pemilihan jenis tanaman untuk pencegahan longsor menjadi kunci penting dalam keberhasilan pencegahan longsor lahan menggunakan teknik vegetatif. Longsor lahan yang salah satu unsur utamanya disebabkan oleh labilnya lapisan tanah harus dapat diantisipasi dengan pemilihan jenis tanaman yang memiliki perakaran yang mampu menahan kestabilan lapisan tanah yaitu jenis yang memiliki perakaran dalam dan akar serabut yang banyak. Kondisi perakaran memiliki peran dalam menahan lapisan tanah, oleh karena itu semakin banyak akar cabangnya, maka semakin kuat tanaman tersebut menahan (mencengkeram) tanah sehingga kestabilan tanah akan meningkat. Komponen lain pada tanaman yang juga memiliki peran dalam pencegahan longsor adalah kerapatan tajuk pohon. Kerapatan tajuk pohon dikelompokkan berdasarkan prosentase cahaya matahari yang tertahan oleh tajuk dengan pembagian sebagai berkut : Kerapatan tajuk < 25% = Tajuk ringan Kerapatan tajuk 25 - 75% = Tajuk sedang Kerapatan tajuk > 75% = Tajuk berat. Semakin tinggi / berat kerapatan tajuk, hal ini berarti kemampuan tajuk untuk menangkap air hujan dalam bentuk air intersepsi juga semakin besar. Dalam pencegahan longsor, intersepsi yang besar akan mampu mengurangi besarnya hujan yang sampai pada permukaan tanah dan mampu menunda waktu yang dibutuhkan hujan untuk sampai ke permukaan tanah (time lag). Akan tetapi disisi yang lain, semakin rapat tajuk hutan, makin besar intersepsi, akan makin menambah beban mekanik tanah oleh berat air yang tertangkap di tajuk. Beban mekanik tanah yang tinggi juga berpotensi menyebabkan longsor karena kemampuan tanah untuk menerima beban berat dari adanya vegetasi juga terbatas. Beban mekanik yang melebihi batas kemampuan tanah mempertahankan posisinya akan mempercepat terjadinya longsor lahan terutama jika dipicu oleh kelerengan yang tinggi dan intensitas hujan yang tinggi dan dalam waktu yang lama. Dengan kelebihan dan kekurangan peran vegetasi dalam pengendalian longsor lahan, maka pemilihan jenis vegetasi menjadi kunci penting keberhasilan pengurangan resiko longsor lahan menggunakan metode vegetatif.Beberapa jenis tanaman produktif yang memiliki akar tunggang dalam dan dapat dipergunakan untuk kegiatan rehabilitasi lahan rawan longsor diantaranya adalah : 1. Alpukat (Persea americana), 2. Aren (Arenga pinnata), 3. Bambu (Bambusa spp.), 4. Cempedak (Artocarpus champeden), 5. Cengkeh (Syzygium aromaticum), 6. Jambu Mete (Anacardium occidentale), Jadi, dalam penanggulangan longsor lahan, kita dapat memanfaatkan vegetasi yang jelas akan memakan biaya yang lebih murah dibandingkan dengan cara mekanik, serta kita dapat juga mendapatkan manfaat dari tanaman- tanaman yang produktif. Kita juga harus mulai menjaga hutan dan vegetasi yang ada didalamnya. Manfaat hutan yang besar bagi manusia tentu tidak akan bisa kita kembalikan dalam waktu singkat jika rusak.