bab ii

32
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Lansia 1. Defenisi Lansia Lansia (lanjut usia) didefinisikan sebagai karakteristik awal masyarakat yang telah menunjukkan ciri fisik seperti rambut beruban, kerutan kulit, dan hilangnya gigi (Stanley, 2007). Lansiaadalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang. Masa ini dimulai dari umur enam puluh tahun sampai meninggal, yang ditandai dengan adanya perubahan yang bersifat fisik dan psikologis yang semakin menurun (Darmojo, 2006). Organisasi kesehatan dunia atau WHO (2004) menetapkan usia 60 tahun sebagai usia yang menunjukkan proses penuaan yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lansia. Undang- undang No. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia menjelaskan bahwa lanjutusia (lansia) 9

Upload: wenni-esye

Post on 10-Sep-2015

226 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

hubungan harga diri dan kualitas hidup

TRANSCRIPT

20

BAB IITINJAUAN PUSTAKAA. Konsep Lansia1. Defenisi LansiaLansia (lanjut usia) didefinisikan sebagai karakteristik awal masyarakat yang telah menunjukkan ciri fisik seperti rambut beruban, kerutan kulit, dan hilangnya gigi (Stanley, 2007). Lansiaadalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang. Masa ini dimulai dari umur enam puluh tahun sampai meninggal, yang ditandai dengan adanya perubahan yang bersifat fisik dan psikologis yang semakin menurun (Darmojo, 2006). Organisasi kesehatan dunia atau WHO (2004) menetapkan usia 60 tahun sebagai usia yang menunjukkan proses penuaan yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lansia. Undang-undang No. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia menjelaskan bahwa lanjutusia (lansia) adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (Kemenkes, 2013).

2. Batasan LansiaUsia yang dijadikan patokan untuk lanjut usia berbeda-beda, umumnya dimulai dengan berkisar antara 60-65 tahun. Beberapa pendapat para ahli tentang batasan usia adalah sebagai berikut (Padila, 2013) :

a. Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) , ada empat tahapan lansia, yaitu:1) Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun2) Lanjut Usia (elderly) usia 60-74 tahun3) Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun4) Usia sangat tua (very old) usia > 90 tahunb. Menurut Hurlock (1979)1) Early old age ( usia 60-70 tahun)2) Advanced old age ( usia > 70 tahun)c. Menurut Bee (1996)1) Masa dewasa muda ( usia 18-25 tahun)2) Masa dewasa awal (usia 25-40 tahun)3) Masa dewasa tengah (usia 40-65 tahun)4) Masa dewasa lanjut (usia 65-75 tahun)5) Masa dewasa sangat lanjut usia (usia > 75 tahun)Di Indonesia batasan usia lanjut adalah 60 tahun keatas , terdapat dalam UU no 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia. Menurut UU tersebut lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas, baik pria maupun wanita (Padila, 2013).

3. Tugas perkembangan lansia Tugas perkembangan pada lansia menurut Potter and Perry (2010) adalah:a. Beradaptasi terhadap penurunan kesehatan dan kekuatan fisikLansia harus menyesuaikan diri terhadap perubahan fisik yang terjadi seiring penuaan. Waktu dan durasi perubahan ini bervariasi pada tiap individu, namun seiring penuaan sistem tubuh, perubahan penampilan dan fungsi tubuh akan terjadi. Perubahan ini tidak dihubungkan dengan penyakit dan merupakan perubahan normal. Adanya penyakit terkadang mengubah waktu timbulnya perubahan atau dampaknya terhadap kehidupan sehari-hari.b. Beradaptasi terhadp masa pensiun dan penurunan pendapatanLansia yang telah pensiun harus berhadapan dengan masalah kehilangan peran kerja. Lansia yang bekerja di rumah dan pasangan yang bekerja di luar rumah juga menghadapi perubahan peran seiring penuaan. Karena telah mengantisipasi masa pensiun, lansia biasanya memiliki rencana finansial dan mempertimbangkan aktivitas pengganti. Banyak lansia menyambut masa pensiun sebagai waktu untuk melakukan minat dan hobi, berpartisipasi dalam kegiatan relawan, meneruskan pendidikan, atau memulai karier bisnis yang baru.

c. Beradaptasi terhadap kematian pasanganSebagian besar lansia berhadapan dengan kematian pasangan. Pada tahun 2010 sekitar 43% wanita lansia merupakan janda, dan 14% pria lansia merupakan duda (AOA,2011). Beberapa lansia harus berhadapan dengan kematian anak atau cucu yang telah dewasa. Semua lansia menghadapi kematian teman. Kematian ini merupakan suatu kehilangan sekaligus pengingat akan ajal mereka sendiri. d. Menerima diri sebagai individu yang menua Beberapa lansia merasa sulit menerima kenyataan bahwa dirinya telah menua. Ini terlihat dari sikap lansia yang menyatakan umurnya lebih muda dari umur sebenarnya saat ditanya, mengadopsi gaya berpakaian yang lebih muda, atau berusaha menyembunyikan bukti fisik penuaan dengan kosmetik. Lansia lainnya melakukan hal ini dengan cara yang lebih bermasalah. Sebagai contoh, beberapa lansia menyangkal penurunan fungsi tubuh dan menolak bantuan untuk tugas yang membahayakan keselamatan mereka. Lansia lainnya menghindari aktivitas yang dirancang untuk membantunya, seperti pusat warga lansia dan aktivitas promosi kesehatan lansia, sehingga mereka tidak menerima manfaatnya.e. Mempertahankan kehidupan hidup yang memuaskanPerubahan kehidupan bagi lansia umumnya membutuhkan masa penyesuaian yang panjang dan membutuhkan bantuan profesional dari pelayanan kesehatan, teman, dan anggota keluarga agar lansa dapat mempertahankan kehidupannya yang memuaskan.f. Menetapkan kembali hubungan dengan anak yang telah dewasaPenentuan ulang hubungan dengan anak seiring pertumbuhan dan perpindahan mereka dari rumah terus berlangsung saat lansia mengalami penuaan. Berbagai hal dapat terjadi, seperti pergantian peran, kontrol atas pengambilan keputusan, ketergantugan, konflik, rasa bersalah, dan kehilangan. Cara munculnya masalah dan penyelesaiannya tergantung pada hubungan antara lansia dan anak sebelumnya. Semua pihak yang terlibat memiliki pengalaman masa lalu dan emosi yang kuat. Saat anak yang telah dewasa membantu lansia di keluarganya, mereka juga harus mencari cara untuk menyeimbangkan antar tuntutan karier dengan tuntutan anak. Anak yangtelah dewasa juga berdebat tentang sejauh mana bantuan dapat disediakan dan seberapa besar kewenangan yang harus diemban. g. Menemukan cara mempertahankan kualitas hidupSeiring perubahan yang terjadi pada penuaan lansia harus mencari cara untuk mempertahankan kualitas hidup. Definisi kualitas hidup berbeda pada tiap orang, Dukungan dari pelayanan kesehatan, teman dan anggota keluarga dianggap perlu untuk membantu lansia dalam pemeliharaan hubungan sosial dan melanjutkan kehidupan yang mandiri agar dapat mempertahankan dan meningkatkan kualitas hidupnya.

4. Perubahan yang terjadi pada lansiaPerubahan pada lanjut usia dapat dilihat dari segi fisik, psikologis, sosial dan spritual. Penuaan akan terjadi hampir pada semua sistem tubuh, namun tidak semua sistem tubuh mengalami kemunduran fungsi pada waktu yang sama (Nugroho, 2010). Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia menurut Nugroho (2010) tersebut adalah sebagai berikut: a. Perubahan fisik antara lain ketidaknyamanan seperti rasa kaku dan linu yang dapat terjadi secara tiba-tiba di sekujur tubuh, misalnya pada kepala, leher dan dada bagian atas. Kadang-kadang rasa kaku ini dapat diikuti dengan rasa panas atau dingin, pening, kelelahan dan berdebar-debar. Selain itu terdapat perubahan yang umum dialami lansia, misalnya perubahan sistem imun yang cenderung menurun, perubahan sistem integumen yang menyebabkan kulit mudah rusak, perubahan elastisitas arteri pada sistem kardiovaskular yang dapat memperberat kerja jantung, penurunan kemampuan metabolisme oleh hati dan ginjal serta penurunan kemampuan penglihatan dan pendengaran. Penurunan fungsi fisik tersebut yang ditandai dengan ketidakmampuan lansia untuk beraktivitas atau melakukan kegiatan yang tergolong berat. b. Perubahan psikologis, dalam bidang mental atau psikis pada lanjut usia, dapat berupa sikap yang semakin egosentrik, mudah curiga, bertambah pelit atau tamak jika memiliki sesuatu, short term memory, frustasi, kesepian,depresi, kecemasan, takut menghadapi kehilangan, takut menghadapi kematian, dan perubahan harga diri. Yang perlu dimengerti adalah sikap umum yang ditemukan pada hampir setiap lanjut usia, yaitu keinginan berumur panjang dengan sedapat mungkin tenaganya dihemat, ingin tetap berwibawa dengan mempertahankan hak dan hartanya, ingin meninggal secara terhormat.c. Perubahan psikososial yaitu nilai seseorang sering diukur melalui produktivitasnya dan identitasnya dengan peranan dalam pekerjaan. Ketika seseorang mengalami pensiun (purnatugas), maka yang dirasakan adalah pendapatan berkurang (kehilangan finansial); kehilangan status (dulu mempuyai jabatan/ posisi yang cukup tinggi, lengkap dengan semua fasilitas); kehilangan relasi; kehilangan kegiatan, serta perubahan cara hidup.d. Perubahan spiritual pada lansia ditandai dengan semakin matangnya lansia dalam kehidupan keagamaan. Agama dan kepercayaan terintegrasi dalam kehidupan dan terlihat dalam pola berfikir dan bertindak sehari-hari. Perkembangan spiritual yang matang akan membantu lansia untuk menghadapi kenyataan, berperan aktif dalam kehidupan, maupun merumuskan arti dan tujuan keberadaannya dalam kehidupan.

B. Kualitas Hidup1. Defenisi Kualitas HidupWorld Health Organization (WHO) (2004) mendefenisikan kualitas hidup sebagai persepsi individu mengenai posisi mereka dalam kehidupan dilihat dari konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka tinggal serta hubungannya dengan tujuan, harapan, standar, dan hal-hal lain yang menjadi perhatian individu tersebut. WHO mengimplikasikan bahwa kualitas hidup ditentukan oleh persepsi individual mengenai kondisi kehidupannya saat ini. Kualitas hidup lansia adalah persepsi lansia terhadap posisi mereka dalam kehidupan pada konteks budaya dan nilai dimana mereka tinggal, dan berhubungan dengan tujuan hidup, harapan, standar, dan fokus hidup (Vergi, 2012). Kualitas hidup lansia diartikan sebagai kondisi fungsional lansia berada pada kondisi maksimum atau optimal, sehingga memungkinkan mereka untuk menikmati masa tuanya dengan penuh makna, membahagiakan, berguna dan berkualitas (Ekawati, 2011).

2. Komponen Kualitas HidupMenurut World Health Organization Quality Of Life (WHOQOL) (2004) kualitas hidup memiliki empat aspek yaitu kesehatan fisik, kesejahteraan psikologis, hubungan sosial dan hubungan dengan lingkungan.

a. Aspek Kesehatan fisikKesehatan fisik dapat mempengaruhi kemampuan individu untuk melakukan aktivitas. Aktivitas yang dilakukan individu akan memberikan pengalaman-pengalaman baru yang merupakan modal perkembangan ketahap selanjutnya. Kesehatan fisik mencakup aktivitas sehari-hari, ketergantungan pada obat-obatan dan bantuan medis, energi dan kelelahan, mobilitas (keadaan mudah bergerak), sakit dan ketidaknyamanan, tidur dan istirahat, kapasitas kerja.b. Aspek psikologisAspek psikologis yaitu terkait dengan keadaan mental individu. Keadaan mental mengarah pada mampu atau tidaknya individu menyesuaikan diri terhadap berbagai tuntutan perkembangan sesuai dengan kemampuannya, baik tuntutan dari dalam diri maupun dari luar dirinya. Aspek psikologis juga terkait dengan aspek fisik, dimana individu dapat melakukan suatu aktivitas dengan baik bila individu tersebut sehat secara mental. Kesejahteraan psikologis mencakup body image dan appearance, perasaan positif, perasaan negatif, self esteem, spiritual/agama/keyakinan pribadi, berpikir, belajar, memori dan konsentrasi.

c. Aspek hubungan sosialAspek hubungan sosial yaitu hubungan antara dua individu atau lebih dimana tingkah laku individu tersebut akan saling mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki tingkah laku individu lainnya. Mengingat manusia adalah mahluk sosial maka dalam hubungan sosial ini, manusia dapat merealisasikan kehidupan serta dapat berkembang menjadi manusia seutuhnya. Hubungan sosial mencakup hubungan pribadi, dukungan sosial, dan aktivitas seksual.d. Aspek lingkunganAspek lingkungan yaitu tempat tinggal individu, termasuk di dalamnya keadaan, ketersediaan tempat tinggal untuk melakukan segala aktivitas kehidupan, termasuk di dalamnya adalah saran dan prasarana yang dapat menunjang kehidupan. Hubungan dengan lingkungan mencakup sumber finansial, kebebasan, keamanan dan keselamatan fisik, perawatan kesehatan dan social care termasuk aksesbilitas dan kualitas; lingkungan rumah, kesempatan untuk mendapatkan berbagai informasi baru maupun keterampilan (skill), partisipasi dan mendapat kesempatan untuk melakukan rekreasi dan kegiatan yang menyenangkan di waktu luang, lingkungan fisik termasuk polusi/kebisingan/keadaan air/iklim, serta transportasi.

3. Faktor- faktor yang mempengaruhi kualitas hidupBerbagai penelitian mengenai kualitas hidup menemukan beberapa faktor-faktor lain yang mempengaruhi kualitas hidup. Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas hidup yaitu :a. Gender atau Jenis KelaminMoons, dkk mengatakan bahwa gender adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup, dimana kualitas hidup laki-laki cenderung lebih baik daripada kualitas hidup perempuan. Lansia laki-laki memiliki kepuasan yang lebih tinggi dalam beberapa aspek yaitu hubungan personal, dukungan keluarga, keadaan ekonomi,pelayanan sosial, kondisi kehidupan dan kesehatan daripada lansia perempuan (Sianturi, 2013).b. Usia Lansia yang berumur 60-70 tahun memiliki kualitas hidup lebih baik dari pada lansia berumur diatas 70 tahun. Menurut Nugroho (2008), semakin tua umur maka kualitas hidup lansia akan semakin menurun. Hal ini disebabkan karena dengan bertambahnya umur terdapat penurunan fisik , perubahan mental, penampilan, psikomotor yang berkurang, perubahan dalam hidup seperti kesepian, perubahan ekonomi, penyakit kronis hingga hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik.

c. PendidikanTingkat pendidikan adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas hidup subjektif. Kualitas hidup akan meningkat seiring dengan lebih tingginya tingkat pendidikan yang didapatkan oleh individu (Sianturi, 2013).d. PekerjaanTerdapat perbedaan kualitas hidup antara penduduk yang berstatus sebagai pelajar, penduduk yang bekerja, penduduk yang tidak bekerja (atau sedang mencari pekerjaan), dan penduduk yang tidak mampu bekerja (atau memiliki disablity tertentu) (Sianturi, 2013).e. Status pernikahan Penelitian empiris di Amerika secara umum menunjukkan bahwa individu yang menikah memiliki kualitas hidup yang lebih tinggi daripada individu yang tidak menikah, bercerai, ataupun janda/duda akibat pasangan meninggal (Sianturi, 2013).f. Hubungan dengan orang lainFaktor hubungan dengan orang lain memiliki kontribusi yang cukup besar dalam menjelaskan kualitas hidup subjektif. Pada saat kebutuhan akan hubungan dekat dengan orang lain terpenuhi, baik melalui hubungan pertemanan yang saling mendukung maupun melalui pernikahan, manusia akan memiliki kualitas hidup yang lebih baik baik secara fisik maupun emosional (Sianturi, 2013).

g. Standard referensiKualitas hidup dapat dipengaruhi oleh standard referensi yang digunakan seseorang seperti harapan, aspirasi, perasaan mengenai persamaan antara diri individu dengan orang lain. Hal ini sesuai dengan definisi kualitas hidup yang dikemukakan oleh WHOQoL bahwa kualitas hidup akan dipengaruhi oleh harapan, tujuan, dan standard dari masing-masing individu (WHO, 2004)h. Harga diriHarga diri berhubungan dengan kesejahteraan psikologis dan kesehatan fisik (Liu, 2012). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Myo (2010) di Myanmar , harga diri mempunyai pengaruh yang besar terhadap kualitas hidup lansia.

C. Harga Diri1. Definisi Harga DiriRosenberg mendefinisikan harga diri sebagai penerimaan diri atau suatu perasaan dasar akan diri berharga. Rosenberg menyatakan harga diri sebagai suatu sikap positif atau negatif seseorang terhadap suatu objek khusus, yaitu diri(Mass, 2008).Rosenberg mengatakan harga diri berhubungan dengan keseluruhan kesejahteraan psikologis individu. Harga diri sebenarnya dapat menjadi motif utama dalam hubungan personal dan interpersonal seseorang. Harga diri memiliki kemampuan yang unik untuk merefleksikan persepsi dan perasaan dan bertindak dalam menanggapi perasaan itu. Seseorang dapat merasakan keadaan baik buruknya diri mereka sendiri dan termotivasi untuk meningkatkan harga diri mereka jika merasa harga diri mereka rendah, dan menjaga apabila harga diri mereka tersebut tinggi (Owens, 2006). Nathanel (2005) mengemukakan bahwa harga diri adalah penilaian dari individu yang memiliki pengaruh yang amat sangat terhadap proses pemikiran, emosi, keinginan, nilai dan tujuan individu. Harga diri merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia karena bisa berfungsi sebagai kontributor utama dalam proses kehidupan seseorang. Harga diri sangat diperlukan bagi tercapainya pengembangan hidup yang sehat dan normal serta mengandung nilai-nilai kelangsungan hidup.Menurut Maslow, self esteem merupakan salah satu kebutuhan dari setiap individu yang harus dipenuhi untuk mencapai aktualisasi diri sebagai puncak kebutuhan individu. Tetapi kebutuhan itu baru akan dicapai apabila kebutuhan yang lebih dasar sudah terpenuhi, seperti kebutuhan biologis, kebutuhan sandang, pangan dan papan, kebutuhan rasa aman dan nyaman, serta kebutuhan kasih sayang (Nurdin, 2011).

2. Aspek-aspek harga diri (ini hapus?)Harga diri bukanlah sifat atau aspek tunggal saja, melainkan sebuah kombinasi dari beragam sikap dan perilaku. Michinton menjabarkan 3 aspek harga diri yaitu perasaan mengenai diri sendiri, perasaan terhadap hidup serta dengan kaitannya dengan orang lain (Okhtavia, 2014).a. Perasaan mengenai diri sendiri1) Menerima diri sendiri, maksudnya individu menerima dirinya secara nyata dan penuh, nyaman dengan dirinya sendiri, dan memiliki perasaan yang baik tentang diri sendiri, apapun kondisi yang dihadapi saat ini. Individu memanang bahwa dirinya memiliki keunikan tersendiri, menghargai potensi yang dimiliki tanpa mengeluh2) Menghormati diri sendiri. Individu memiliki self respect dan keyakinan yang dalam bahwa dirinya penting. Kalaupun bukan bagi orang lain, setidaknya bagi dirinya sendiri. Individu dengan harga diri yang akan merasa kasihan dan memaafkan dirinya sendiri, menyukai dirinya sendiri dengan ketidaksempurnaan yang dimiliki3) Menghargai keberhargaan dirinya. Individu tidak terpengaruh dengan pendapat orang lain mengenai dirinya. Individu tidak merasa lebih baik bila dipuji dan tidak merasa lebih buruk jika dirinya dihina oleh orang lain. Perasaan baik pada dirinya tidak bergantung pada keadaan kondisi luar atau sesuatu yang akan atau telah dilakukan4) Memegang kendali atas emosi diri sendiri. Individu merasa terbebas dari perasaanyang tidak menyenangkan atas rasa bersalah, rasa marah, rasa takut, dan kesedihan. Emosi yang umum yang paling kuat terjadi adalah rasa bahagia karena individu merasa senang dengan dirinya dan kehidupannya.b. Perasaan atas hidup1) Menerima kenyataan. Perasaan terhadap hidup berarti menerima tanggung jawab atas bagian hidup yang dijalani. Individu dengan harga diri yang tinggi akan dengan lapang dada dan tidak menyalahkan keadaan hidup ini (orang lain) atas segala masalah yang dihadapinya. Ia sadar bahwa semua itu terjadi berkaitan dengan pilihan dan keputusannya sendiri, bukan karena faktor eksternal. Individu menyadari bahwa ia memiliki kekuatan untukmengubh kehidupannya seperti yang mereka pilih. Individu mengetahui apa yang benar dan terbaik untuk dirinya.2) Memegang kendali atas diri sendiri. Individu yang meiliki harga diri yang tinggi tidak berusaha untuk mengendalikan orang lainatau situasi yang ada. Sebaliknya, ia akan dengan mudah menyesuaikan dengan keadaanc. Perasaan dalam kaitannya dengan orang lain1) Menghormati orang lain. Individu menghargai hak-hak orang lain sebagaimana mereka berada, melakukan seperti yang mereka pilih, dan hidup seperti mereka selama mereka juga menunjukkan rasa hormatatau kesopanan yang sama pada dirinya dan orang lain. Individu dengan harga diri yang tinggi tidak memaksakan nilai-nilai atau keyakinannya pada orang lain.2) Memiliki toleransi terhadap orang lain. Individu dengan harga diri tinggi akan menerima kekurangan orang lain, fleksibel dan bertanggung jawab dalam hubungannya dengan orang lain. Individu memanadang semua orang memliki kebehargaan yang sama dan layyak untuk dihormati. Ia menghormati kebutuhan dirinya serta mengakui kebutuhan orang lain

3. Tingkatan dan Karakteristik Harga DiriRosenberg membagi harga diri menjadi 2 tingkatan, yakni harga diri rendah dan harga diri tinggi. Rosenberg menyatakan bahwa orang dengan harga diri tinggi lebih mungkin untuk mencapai pertumbuhan, pengembangan pribadi, dan melakukan perbaikan diri mereka ke arah yang lebih baik daripada orang dengan harga diri yang rendah (Owens, 2006).Orang dengan harga diri yang tinggi tidak memiliki perasaan superioritas, arogan, kesombongan, penghinaan bagi orang lain, dan kebanggaan yang luar biasa terhadap dirinya. Orang yang memiliki harga diri tinggi menghargai apa yang sudah mereka lakukan dan dapat menerima kesalahan-keselahan yang mereka alami dengan baik. Orang dengan harga diri yang tinggi tidak menganggap dirinya lebih baik dari orang lain, tapi ia juga tidak menganggap dirinya lebih rendah daripada orang lain (Owens, 2006). Orang dengan harga diri rendah lebih cenderung merasa canggung, malu, dan tidak mampu mengekspresikan diri mereka dengan baik. Rendahnya harga diri membuat seseorang selalu khawatir akan membuat kesalahan, membuat malu atau menjadi bahan ejekan orang lain dan menghindar dari orang lain. Mereka juga lebih banyak tertekan dan tidak bahagia, memiliki tingkat kecemasan yang tinggi, menunjukkan dorongan yang lebih besar untuk agresi dan kebencian, serta merasa tidak puas terhadap kehidupannya. Mereka memiliki kerentanan yang lebih besar terhadap kritik dan kurangnya stabilitas konsep diri. Hampir setiap kepribadian dengan harga diri yang rendah memotong spontanitas dan kreativitas dirinya. Akibatnya, mereka tidak pernah bisa menemukan apa yang dapat mereka lakukan sehingga mereka kehilangan potensi yang mereka miliki (Owens, 2006).

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Harga DiriHawari (2007) mengemukakan bahwa untuk tetap memelihara harga diri lansia maka beberapa faktor dibawah ini perlu diperhatikan, yaitu:a. Adanya jaminan sosial ekonomi yang cukup memadai untuk hidup di lansia. Seseorang yang berasal dari tingkat ekonomi rendah memiliki harga diri yang lebih rendah daripada yang berasal dari keluarga dengan tingkat sosial ekonomi tinggi b. Adanya dukungan dari orang-orang yang melindungi dirinya dari isolasi sosial dan memperoleh kepuasan dari kebutuhan serta ketergantungannya pada pihak lain. Terbentuknya harga diri diperoleh dari interaksi individu dengan lingkungannya, penerimaan, penghargaan serta perlakuan orang lain terhadap individu yang bersangkutan.c. Kesehatan jiwa agar mampu beradaptasi dengan perubahan perkembangan pada tahapan lanisa (bebas dari stress, cemas, dan depresi)d. Kesehatan fisik agar mampu menjalankan berbagai kegiatan secara produktif dan menyenangkan. Indvidu yang memiliki ukuran, bentuk dan kekuatan tubuh yang kurang dibandingkan dengan orang lan cenderung mempunyai harga diri yang rendah.e. Kebutuhan keagamaan, agar terpenuhi ketenangan batiniah.

D. Hubungan Harga Diri dengan Kualitas Hidup LansiaMenurut World Health Organization Quality of Life (WHOQoL), kualitas hidup merupakan persepsi individuterhadap posisinya dalam kehidupan, dalam konteks budaya dan sistem nilai dimanaindividu tersebut hidup, dan hubungan terhadap tujuan, harapan, standar dan keinginan (WHO, 2004). Kualitas hidup lansia sendiri dapat dipengaruhi oleh keadaan fisik dan psikososial karena aspek-aspek tersebut mengalami perubahan dan cenderung mengalami kemunduran (Syamani, 2011).Pada umumnya perubahan pada masa lanjut usia meliputi perubahan dari tingkat sel sampai kesemua sistem organ tubuh, diantaranya sistem pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, sistem pengaturan tubuh, muskuloskeletal, gastrointestinal, genito urinaria, endokrin dan integument. Perubahan psikologis pada lansia meliputi short term memory, frustasi, kesepian, takut kehilangan kebebasan, takut menghadapi kematian, perubahan keinginan, depresi,kecemasan dan merasa tidak berguna (Nugroho, 2010). Perasaan tidak berguna dan tidak diinginkan membuat banyak orang berusia lanjut mengalami perubahan harga diri (Hurlock, 2004).Rosenberg mendefinisikan harga diri sebagai penerimaan diri atau suatu perasaan dasar akan diri berharga. Rosenberg menyatakan harga diri sebagai suatu sikap positif atau negatif seseorang terhadap suatu objek khusus, yaitu diri (Mass, 2008).Harga diri berpengaruh besar terhadap kualitas hidup lansia. Sebuah studi baru yang diterbitkan dalam jurnal Psychoneuroendocrinology, yang dilakukan oleh Liu (2012) dari Concordia University menemukan bahwa mempertahankan atau bahkan meningkatkan harga diri dapat membantu mencegah masalah kesehatan pada lansia, karena harga diri berhubungan dengan kesejahteraan psikologis dan kesehatan fisik. Menurut penelitian yang dilakukan olehNaing (2010) di Myanmar , harga diri mempunyai pengaruh yang besar terhadap kualitas hidup lansia. Hasil serupa juga ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan Kermode (2001) di Australia, yang mengatakan bahwa lansia dengan harga diri yang tinggi mempunyai kualitas hidup yang lebih baik daripada lansia dengan harga diri rendah.

9