bab ii

35
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aliran Darah Otak [ 1, 2, 3 ] Dalam kondisi normal, otak memiliki batas kritis terhadap aliran darahnya, demikian pula dengan tekanan O 2 . Jika aliran darah otak (CBF) dikurangi, maka akan terjadi stres neuronal. CBF normal adalah ~50 ml/100 g jaringan otak/menit. Kondisi CBF yang berkurang menjadi ~25 ml/100 g/menit, maka akan tampak perlambatan dari elekto- ensefalograf. Penururunan CBF ~20 ml/100 g/menit akan menyebabkan hilangnya kesadaran, namun masih dapat ditoleransi tanpa adanya gangguan fungsi otak berkelanjutan. Kondisi CBF dibawah 18 ml/100 g/ menit menyebabkan gangguan homeostasis ion dan metabolisme neuron menjadi anaerob. Keadaan CBF ~10 ml/100 g/ menit menyebabkan hilangnya integritas membran dan kerusakan jaringan otak yang permanen. Infark jaringan tergantung pada CBF dan durasi iskemia. 3

Upload: maulidinaf

Post on 26-Jun-2015

234 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aliran Darah Otak [1, 2, 3]

Dalam kondisi normal, otak memiliki batas kritis terhadap aliran darahnya,

demikian pula dengan tekanan O2. Jika aliran darah otak (CBF) dikurangi, maka akan

terjadi stres neuronal. CBF normal adalah ~50 ml/100 g jaringan otak/menit.

Kondisi CBF yang berkurang menjadi ~25 ml/100 g/menit, maka akan tampak

perlambatan dari elekto-ensefalograf. Penururunan CBF ~20 ml/100 g/menit akan

menyebabkan hilangnya kesadaran, namun masih dapat ditoleransi tanpa adanya

gangguan fungsi otak berkelanjutan. Kondisi CBF dibawah 18 ml/100 g/ menit

menyebabkan gangguan homeostasis ion dan metabolisme neuron menjadi anaerob.

Keadaan CBF ~10 ml/100 g/ menit menyebabkan hilangnya integritas membran dan

kerusakan jaringan otak yang permanen. Infark jaringan tergantung pada CBF dan

durasi iskemia.

Gambar 2.1 Hubungan Aliran Darah Otak dengan Potensi Gangguan

Fungsi dan Anatomi

3

Page 2: BAB II

4

Darah arteri carotis mengandung 13 vol% dari O2, sedangkan vena jugularis

mengandung 6,7 vol%. Perbedaan oksigen arteri dan vena (AVDO2) menunjukkan

volume oksigen yang diserap jaringan otak mencapai 6,3 vol%. Metabolisme oksigen

otak (CMRO2) dapat diketahu melalui persamaan berikut:

CMRO2 = CBF x AVDO2

Hasil yang diperoleh adalah ~3,2 ml O2/100 g jaringan otak/ menit.

Dalam keadaan fisiologis, terdapat hubungan linier antara tekanan oksigen

(PO2) arteri dan PO2 jaringan otak. PO2 arteri ~90 mmHg dan PO2 cerebrovenous ~35

mmHg. Walaupun dengan CBF yang normal, penurunan tekanan parsial oksigen

arteri (PaO2) juga dapat mengakibatkan gangguan fungsi otak. Penurunan PaO2 ke 65

mmHg menyebabkan penurunan kemampuan dalam melaksanan pekerjaan rumit

yang membutuhkan konsentrasi. Ingatan jangka pendek akan terganggu pada PaO2 55

mmHg. Seseorang dapat pingsan jika PaO2 turun hingga 30 mmHg. Jaringan otak

manusia memiliki titik kritis PO2 antara 15-20 mmHg, jika PO2 lebih rendah dari nilai

tersebut, maka infark dapat terjadi.

Pasokan oksigen dari alveoli ke mitokondria otak tergantung oleh hemoglobin

dan PO2. Mitokondria neuron setidaknya memerlukan PO2 1.5 mmHg agar dapat

mempertahankan metabolisme dalam kondisi aerob. Nilai PO2 minimum jaringan

yang dibutuhkan agar suplai oksigen ke dalam sel masih belum diketahui.

Selain membawa O2, aliran darah otak juga membawa glukosa sebagai bahan

utama pembentuk energi untuk memenuhi kebutuhan metabolisme dan fungsi otak.

2.2 Metabolisme Neuron [3, 4, 5]

Dalam kondisi normal, otak memerlukan energi yang sangat besar. Walaupun

otak hanya 2-3 % dari total berat badan, namun energi yang dipakainya mencapai

20% dari total energi yang diproduksi. Fungsi sinap memerlukan 15% energi, 25%

digunakan untuk mengembalikan gradien konsentrasi ion di membran sel dalam

Page 3: BAB II

5

keaadaan fisiologis. Energi yang tersisa digunakan untuk aktifitas biosintesis. Jika

sintesis ATP tidak mencukupi kebutuhan, maka mekanisme homeostasis akan

terganggu. Sebagian besar energi digunakan oleh neuron, sel-sel glia menkonsumsi <

10% energi walaupun hampir dari setengah volume otak terdiri dari sel-sel glia.

Organel yang berfungsi sebagai biomechanical powerhouse (pembangkit energi

biomekanik) untuk memproduksi energi (ATP) melalui fosforilasi oksidatif adalah

mitokondria.

Gambar 2.2 Mitokondria sebagai pembangkit energi biomekanik

Dalam kondisi normal, hampir semua energi dihasilkan dalam kondisi aerob

oleh metabolisme aerob. Krebs mendeskripsikan 3 langkah pembentukan energi:

1. Makanan yang molekulnya lebih besar dipecah menjadi unit yang lebih kecil.

Protein dihidrolisis menjadi asam amino, polisakarida dihiddrolisis menjadi

menjadi monosakarida, dan lemak dihidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak.

2. Molekul-molekul kecil kemudian didegradasi menjadi menjadi unit yang lebih

kecil yaitu pirufat. Pirufat memiliki fungsi sentral dalam metabolisme, kemudian

dikonversi menjadi unit asetil oleh asetyl CoA.

Page 4: BAB II

6

3. Acetyl CoA membawa unit asetil tersebut ke siklus asam sitrat dan dioksidasi

sempurna menjadi CO2. Kemudian proses ini berlanjut ke rantai respirasi dan

sebagian besar energi dihasilkan di tahap ini.

Selama proses oksidasi asetil-KoA di dalam siklus asam sitrat, akan terbentuk

ekuivalen pereduksi dalam bentuk hidrogen atau elektron sebagai hasil kegiatan

enzim dehidrogenase spesifik. Unsur ekuivalen pereduksi ini kemudian memasuki

rantai respirasi tempat sejumlah besar ATP dihasilkan dalam proses fosforilasi

oksidatif. Proses ini bersifat aerobik, yaitu memerlukan oksigen sebagai pengoksidasi

akhir unsur ekuivalen pereduksi. Oleh karena itu, keadaan O2 (anoksia) atau defisiensi

parsial O2 (hipoksia) mengakibatkan hambatan total atau parsial pada siklus tersebut.

Pada keadaan normal, pengadaan ATP berlangsung dalam keadaan aerobik. Pada

keadaan ini, ATP didapat dari reoksidasi flavin nukleotida tereduksi (FH2) atau dari

niasin adenin dinukleotida tereduksi (NADH) melalui reaksi :

FH2 + ½ O2 F + H2O

NADH + H+ + ½ O2 NAD+ + H2O

Proses ini terjadi di mitokondria. Energi yang diperlukan untuk sintesis ATP

didapat dari pengalihan elektron dari NADH / FH2 ke O2 , yang dilaksanakan oleh

sejumlah protein yang membentuk sistem transport elektron (electron transport

system, ETS) atau disebut juga sebagai rantai respirasi (respiratory chain). Protein

penyusun ETS terdapat pada membran dalam (inner membrane) mitokondria.

Page 5: BAB II

7

Gambar 2.3 Rantai Respirasi dengan Tranport Elekton dan Aktifitas ATP

Syntetase

Pengalihan elektron dari setiap molekul FH2 menghasilkan cukup energi untuk

sintesis 2 molekul ATP, sedangkan untuk setiap molekul NADH dapat dihasilkan 3

molekul ATP. FH2 dan NADH terbentuk melalui berbagai proses metabolisme, yang

terpenting diantaranya adalah :

1. proses glikolisis (NADH)

2. proses oksidasi asam lemak (NADH dan FH2)

3. pembentukan asetil- KoA dari asam piruvat (NADH)

4. siklus Krebs (NADH dan FH2)

Dari reaksi yang diuraikan di atas dapat difahami bahwa keadaan hipoksia

akan berakibat terganggunya reaksidari NADH dan FH2 , sehingga mengurangi

ketersediaan niasin adenin dinukleotida dan flavin nukleotida di dalam sel.

Page 6: BAB II

8

Gambar 2.4 Respirasi Aerobik

Model metabolisme otak berbeda dengan organ lain dalam hal konsumsi

bahan bakar untuk memenuhi kebutuhan energinya. Secara kontinu, otak hanya

menggunakan glukosa sebagai sumber bahan bakar, kecuali dalam keadaan puasa

atau kelaparan. Dalam keaadaan puasa atau kelaparan, badan keton (asetoasetat dan

3-hidroksi butirat) secara parsial menggatikan glukosa sebagai bahan bakar

metabolisme otak. Asam lemak tidak digunkan sebagai bahan bakar otak karena

terikat oleh albumin dan tidak dapat melalui sawar darah otak.

Page 7: BAB II

9

Peran mitokondria terkait dengan stres oksidatif, yaitu: sebagai tempat

menampung Ca2+ intrasel melalui pompa Ca2+ yang membutuhkan ATP, salah satu

jalur aktivasi apoptosis melaui jalur instrinsik dan ekstrinsik, dan sebagai penghasil

radikal bebas yang merupakan konsekuensi fungsi metabolisme oksidatif yang tidak

dapat dihindari.

Gambar 2.5 Kerusakan membran akibat influks Ca2+ kedalam

sitoplasma sel

2.3 Etiologi dan Patofisiologi Iskemia [3,5.6.7]

Sumbatan pada pembuluh darah, utamanya pada pembuluh darah intra kranial

menyebabkan pasokan darah ke jaringan otak menjadi berkurang atau terhenti sama

sekali. Sebab-sebab sumbatan pembuluh darah sangat beragam.

Secara garis besar, penyebab iskemi pada otak adalah melalui trauma otak dan

cerebro vascula accident. Kondisi iskemia otak atau sumbatan pembuluh darah otak

yang paling umum dikenal adalah stroke. Penurunan aliran darah otak hingga nol

akan menyebabkan kematian jaringan otak dalam 4-10 menit. Kisaran nilai < 16 – 18

Page 8: BAB II

10

mL/100 g jaringan otak/menit, dapat menyebabkan infark dalam 1 jam. Iskemia

terjadi jika aliran darah < 20 mL/100 g jaringan otak/menit, jika keadaan ini

berlangsung selama beberapa jam hingga hari, maka dapat menyebabkan infark. Jika

aliran darah yang terganggu ini segera diatasi, maka pasien hanya akan mengalami

gejala yang sementara.

Gambar 2.6 Sumber-Sumber Emboli dan Trombus

Dampak dari iskemi akibat penyumbatan aliran darah otak dapat sangat

beragam, tergantung dari bagian (area) fungsional otak yang mana yang terganggu

pasokan darahnya.

Page 9: BAB II

11

Gambar 2.7 Aliran Darah yang Berhubungan Erat dengan Daerah Fungsional

Otak

Gambar 2.8 Infark Cerebri

2.4 Patogenesis Kerusakan Otak pada Iskemia [8,9]

Iskemia menimbulkan kerusakan atau kematian sel otak melalui serangkaian

peristiwa. Penurunan aliran darah akan menyebabkan penurunan produksi energi.

Kegagalan produksi energi ini akan meyebabkan depolarisasi membrane dan

pelepasan asam amino eksitator yang tidak terkontrol seperti glutamat di ruang

ekstraselluler dan menimbulkan kondisi yang disebut excitotoxicity. Glutamat bekerja

pada berbagai reseptor seperti NMDA dan AMPA, yang menyebabkan calcium

overload pada sel-sel syaraf. Kalsium akan mengaktifkan enzim proteolitik yang akan

Page 10: BAB II

12

mendegradasi struktur intra dan ekstra seluler, juga enzim lain seperti phospholipase

A2 dan cyclooxygenase yang menghasilkan radikal bebas. Neuronal nitric oxide

synthase juga dipengaruhi kalsium dan menghasilkan nitric oxide yang mampu

bereaksi dengan superoksida membentuk radikal yang lebih reaktif yakni

peroksinitrit. Sekunder selama iskemi, gen proinflamasi diaktifkan dan menyebabkan

pelepasan mediator inflamasi seperti tumor necrosis factor, interleukin 1β. Adesi dari

mediator ini akan mengaktifkan sel-sel inflamasi yang juga akan menghasilkan

radikal bebas sebagai suatu system pertahanan.

Page 11: BAB II

13

Gambar 2.9 Patogenesis Kerusakan Otak pada Iskemia (Fisher M., Schaebitz

W., 2000)

Page 12: BAB II

14

2.5 Etiologi dan Patofisiologi Stres Oksidatif

2.5.1 Radikal Bebas dan Oksidan [10,11]

Pengertian oksidan dan radikal bebas di bidang kedokteran sering dibaurkan

karena keduanya memiliki sifat yang mirip. Aktifitas kedua senyawa ini sering

menghasilkan akibat yang sama walaupun prosesnya berbeda.

Di bidang ilmu kimia pengertian oksidan dan radikal bebas dibedakan.

Oksidan adalah senyawa penerima elektron yaitu senyawa-senyawa yang dapat

menarik elektron, misalnya Fe3+ . Radikal bebas adalah atom/molekul (kumpulan

atom) yang mempunyai elektron bebas yang tidak berpasangan (unpaired electron)

pada orbit/lintasan luarnya, misalnya OH dan OOH. Elektron yang tidak

berpasangan ini cenderung menarik elektron dari senyawa lain. Akibatnya terbentuk

radikal bebas yang baru dari senyawa lain tersebut. Bila molekul yang mendapat

serangan radikal bebas merupakan molekul biologis fungsional maka fungsi biologis

dari molekul tersebut dapat. Pada organism aerobic, radikal bebas yang terbentuk dari

oksigen dan atau nitrogen terus dibentuk.

Kemiripan sifat antara radikal bebas dan oksidan terletak pada agresivitas

untuk menarik elektron di sekelilingnya. Berdasarkan sifat ini, radikal bebas dianggap

sama dengan oksidan. Pemahaman radikal bebas sebagai oksidan memang tidak

salah, tetapi perlu diketahui bahwa tidak setiap oksidan merupakan radikal bebas.

Radikal bebas lebih berbahaya dibandingkan dengan senyawa oksidan non-radikal.

Hal ini berkaitan dengan tingginya reaktivitas senyawa radikal bebas tersebut, yang

mengakibatkan terbentuknya senyawa radikal baru. Bila senyawa radikal baru

tersebut bertemu dengan molekul lain, akan terbentuk radikal baru lagi, dan

seterusnya sehingga akan terjadi reaksi berantai (chain reactions). Reaksi seperti ini

akan berlanjut terus dan baru akan berhenti apabila reaktivitasnya diredam

(quenched) oleh senyawa yang bersifat antioksidan, seperti glutation.

Jadi oksidan dan radikal bebas keduanya dapat menarik elektron. Pada

umumnya radikal bebas adalah oksidan karena dapat menarik elektron, dan tidak

Page 13: BAB II

15

setiap oksidan merupakan radikal bebas (ada oksidan yang tidak memiliki elektron

tidak berpasangan).

Radikal bebas dapat bereaksi dengan berbagai molekul biologis seperti lipid,

protein dan DNA, merubah struktur dan juga fungsinya. Karena itu setiap organisme

dilengkapi dengan sistem antioksidan yang fungsi utamanya adalah untuk mencegah

radikal bebas merusak molekul lain.

2.5.2 Antioksidan [10,11]

Antioksidan adalah substansi yang dapat mencegah atau menghambat

terjadinya stres oksidatif (serangan radikal bebas) dengan memberikan elektron pada

molekul yang telah diambil elektronnya oleh molekul radikal bebas.

Antioksidan adalah suatu molekul yang mampu untuk memperlambat dan

mencegah oksidasi pada suatu molekul. Oksidasi adalah suatu reaksi kimia yang

memindahkan elektron dari satu substansi kepada agen pengoksidasi. Reaksi oksidasi

dapat menghasilkan radikal bebas, yang memicu terjadinya reaksi berantai yang dapat

merusak sel. Antioksidan menghentikan proses ini dengan menghilangkan tahapan

lanjut dari radikal bebas, dan menghambat reaksi oksidasi lain dengan mengoksidasi

dirinya sendiri. Kadar antioksidan yang rendah, atau hambatan pada enzim-enzim

antioksidan akan menyebabkan stres oksidatif dan akan menimbulkan kerusakan pada

sel. Stres oksidatif memegang peranan penting pada berbagai macam penyakit.

Antioksidan dapat berupa enzim (misalnya superoksida dismutase atau SOD,

katalase, dan glutation peroksidase), vitamin (misalnya vitamin E, C, A, dan -

karoten), dan senyawa lain (misalnya flavonoid, albumin, bilirubin, seruloplasmin,

dan lain-lain). Antioksidan enzimatis disebut juga antioksidan primer atau

antioksidan endogen, merupakan sistem pertahanan utama (primer) terhadap kondisi

stres oksidatif. Enzim-enzim tersebut merupakan metaloenzim yang aktivitasnya

sangat tergantung pada adanya ion logam. Aktivitas SOD bergantung pada logam Fe,

Cu, Zn, dan Mn, enzim katalase bergantung pada Se (Selenium). Antioksidan

enzimatis bekerja dengan cara mencegah terbentuknya senyawa radikal bebas baru

Page 14: BAB II

16

atau mengubah radikal bebas yang baru terbentuk menjadi molekul yang kurang

reaktif.

Di samping antioksidan yang bersifat enzimatis, ada juga antioksidan non-

enzimatis yang dapat berupa senyawa nutrisi maupun non-nutrisi. Kedua kelompok

antioksidan non-enzimatis ini disebut juga antioksidan sekunder atau antioksidan

eksogen seperti vitamin A, C, E, dan -karoten. Glutation, asam urat, bilirubin,

albumin, dan flavonoids juga termasuk kelompok ini. Kerja sistem antioksidan non

enzimatik yaitu dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai dari radikal bebas

atau dengan cara menangkapnya (free radical scavenger). Akibatnya, radikal bebas

tidak akan bereaksi dengan komponen seluler.

Halliwell dan Gutteridge (1999) menjelaskan mekanisme kerja antioksidan

yakni sebagai antioksidan pencegah dan antioksidan pemutus rantai. Antioksidan

pencegah bertujuan mencegah terbentuknya radikal bebas. Pencegahan ini melalui

aktivitas dua enzim yakni katalase dan peroksidase. Antioksidan pemutus rantai

bekerja dengan cara mencegah reaksi rantai berlanjut, atau menghentikan reaksi

rantai berlanjut. Termasuk dalam kelompok ini diantaranya vitamin E, vitamin C,

GSH dan sistein.

2.5.3 Pembentukan Radikal Bebas pada Iskemi Otak [10,11,12,13]

Radikal bebas yang terbentuk pada iskemi otak digolongkan menjadi dua

yakni ROS dan NO.

ROS atau reactive oxygen spesies meliputi hidrogen peroksida (H2O2), ion

superoksida (●O2-), radikal peroksil (●OOH), radikal hidroksil (●OH), dan singlet

oksigen (1O2).

Ion superoksida (●O2-) dibentuk dengan menambahkan satu elektron terhadap

oksigen. Senyawa ini diproduksi di beberapa tempat yang memiliki rantai transpor

elektron seperti mitokondria. Pembentukan radikal ion superoksida ini melalui

beberapa mekanisme sebagai berikut :

Page 15: BAB II

17

- reaksi samping dalam reaksi yang melibatkan Fe++ misalnya dalam proses

fosforilasi oksidatif, oksigenasi hemoglobin, hidroksilasi oleh enzim

monooksigenase (dalam sitokrom P450 dan sitokrom b4).

- reaksi dalam mitokondria dan granulosit yang dikatalisis oleh NADH /

NADPH oksidase.

- reaksi yang dikatalisis oleh xantin oksidase (XO). Dalam keadaan normal di

dalam sel tidak terdapat enzim xantin oksidase. Enzim ini berasal dari enzim

xantin dehidrogenase. Ketika terjadi iskemi atau hipoksia, xantin

dehidrogenase akan mengalami perubahan proteolisi menjadi xantin oksidase.

Perubahan ini bersifat ireversibel. Artinya bila suplai oksigen kembali normal

akan terbentuk senyawa superoksida yang dapat mengakibatkan kerusakan

jaringan.

Ion superoksida tidak terlalu reaktif tetapi dapat membentuk radikal peroksil

(●OOH). Radikal peroksil ini sangat reaktif karena dapat membentuk radikal baru

dan H2O2 melalui reaksi

●OOH + XH ●X + H2O2

Hidrogen peroksida (H2O2) terbentuk karena aktivitas enzim-enzim oksidase

yang mengkatalisis reaksi dalam retikuloendoplasmik dan peroksisom. Hidrogen

peroksida merupakan senyawa oksidan yang sangat kuat dan dapat mengoksidasi

berbagai senyawa dalam sel. Hidrogen peroksida tidak hanya bersifat sebagai

oksidator, melainkan juga dapat membentuk radikal bebas bila bereaksi dengan

logam transisi seperti Fe++ dan Cu+ dalam reaksi Fenton. Efek negatif lain dari

oksidator hidrogen peroksida adalah kemampuannya untuk membentuk ion hipoklorit

(CLO-) melalui reaksi yang dikatalisis oleh ezim mieloperoksidase dalam sel

inflamasi seperti granulosit, monosit, dan makrofag.

Keberadaan senyawa hidrogen peroksida dapat berbahaya bila bersama-sama

dengan ion superoksida karena akan membentuk radikal hidroksil (●OH) melalui

reaksi Haber Weiss yang memerlukan Fe+++ dan Cu++. Dari berbagi bentuk ROS,

radikal hidroksil merupakan senyawa yang paling reaktif dan berbahaya.

Page 16: BAB II

18

Baik parenkim serebral maupun endotel vaskuler berpotensi untuk

menghasilkan radikal bebas. Terdapat suatu korelasi positif antara konsentrasi

oksigen dan pembentukan radikal bebas. Pada kondisi dimana tidak terdapat oksigen

sama sekali maka ROS tidak dapat terbentuk. Pada ischemic core, dimana terdapat

iskemi yang permanen, penghentian aliran darah tidak tercapai secara instan, tetapi

masih terdapat sisa oksigen untuk beberapa waktu. Pada daerah sekitar ischemic

core, yakni penumbra aliran darah juga menurun tetapi oksigen masih tersedia.

Selama iskemi, aliran darah akan mengalami perubahan, menyebabkan reperfusi atau

malah iskemi yang lebih parah. Jika yang terjadi adalah reperfusi maka akan diikuti

dengan peningkatan pembentukan radikal bebas yang dramatis.

Selain ROS, juga dikenal Nitric oxide (NO) yang merupakan radikal bebas

yang larut dalam lemak dan juga larut air, dihasilkan melalui aksi NO Synthase

(NOS). NOS menggunakan arginin dan O2 sebagai substrat untuk menghasilkan NO .

NO dan ●O2- secara individual sudah cukup reaktif, namun dapat juga bergabung

menjadi anion yang lebih toksik, yaitu peroxynitric (ONOO-). Toksisitas radikal

bebas dan ONOO- diperoleh dari kemampuan mereka dalam memodifikasi

makromolekul, terutama DNA, dan kemampuan menginduksi jalur apoptosis dan

nekrosis.

2.5.4 Enzim Prooksidan dan Antioksidan [14,15,16]

Enzim Prooksidan

Berdasarkan oksidan yang dihasilkan, ada tiga kelompok besar dari enzim

prooksidan yakni (1) nitric oxide synthases; (2) cyclooxygenases, xanthine

dehydrogenase, xanthine oxidase dan NADPH oxidase; and (3) myeloperoxidase dan

monoamine oxidase.

NOS menggunakan arginin dan O2 sebagai substrat untuk menghasilkan NO .

Tiga isoform NOS terdapat pada parenkim SSP yakni (1) : neuronal NOS (nNOS,

NOS1), suatu constitutive isoform yang terdapat pada neuron, (2) inducible isoform

(iNOS, NOS2) yang diinduksi microglia/macrophages, astrocytes dan sel endotel, (3)

Page 17: BAB II

19

constitutive form (eNOS, NOS3) yang terletak di endotel. nNOS dan eNOS adalah

Ca2+-dependent, sedangkan iNOS merupakan Ca2+-independent.

Produksi NO oleh nNOS dan iNOS terjadi selama iskemik otak. NO yang

diproduksi oleh eNOS diketahui memiliki efek neuroprotektif karena menyebabkan

vasodilatasi. Neuron yang mengandung nNOS sangat resisten terhadap kerusakan

akibat hipoksia maupun iskemi karena NO yang dihasilkan oleh nNOS neuron akan

membunuh neuron sekitarnya yang tidak memiliki nNOS.

Peningkatan eNOS akan memproteksi neuron karena menyebabkan

peningkatan CBF pada area penumbra.

Produksi iNOS pada sel-sel non neuron juga terbukti menyebabkan kerusakan

pada iskemi serebral. produksi Inducible nitric oxide meningkat 24 hingga 48 jam

setelah iskemi dan terjadi pada neutrofil dan sel-sel vascular serebral.

Cyclooxygenase-1, cyclooxygenase-2 (COX-2), xanthine dehydrogenase,

xanthine oxidase, dan NADPH oxidase menggunakan O2 untuk membentuk oksidan

dan terdapat pada berbagai jenis sel dalam parenkim otak. Semuanya merupakan

constitutively expressed enzymes kecuali COX-2 yang merupakan inducible enzim.

NO yang diproduksi oleh iNOS akan meningkatkan aktifitas COX-222.

Kelompok enzim prooksidan yang ketiga yakni myeloperoxidase dan

monoamine oxidase, membentuk asam hipoklorat dan H2O2 sebagai produk

utamanya dalam leukosit dan sel parenkim. Satu hal yang menarik yakni ekspresi dari

enzim prooksidan ini bersifat cell specific berbeda dengan ekspresi antioksidan yang

bersifat subcellular site specificity.

Enzim Antioksidan

Superoxide Dismutase adalah antioksidan enzimatis yang spesifik

menghilangkan radikal bebas superoksida dengan cara merubah superoksida menjadi

H2O2. Ada tiga jenis SOD yakni copper/ zinc SOD (CuZnSOD, SOD1), manganese

SOD (Mn- SOD, SOD2), and extracellular SOD (ECSOD, SOD3), merupakan

antioksidan enzimatis berdasarkan lokasi dan distribusi seluler. CuZnSOD adalah

enzim sitosol yang utama dengan kadar 0.1 % dari keseluruhan protein pada sel

Page 18: BAB II

20

mamalia. MnSOd adalah enzim mitokondria, sedangkan ECSOD adalah isoform yang

terdapat pada ekstraseluler space, CSF dan pembuluh darah serebral.

Semua jenis SOD mengdismutasi O2 membentuk H2O2, yang kemudian akan

dihilangkan oleh peroxisomal catalase atau GSHPx. Glutation diregenerasi dari

oksidasi GSH oleh GSH reductase. Lipid peroxides lain juga dihilangkan oleh

GSHPx.

SOD akan mencegah apoptosis neuron dan mengurangi kerusakan pada

iskemi otak dengan cara menekan produksi peroksinitrit, peroksidasi lipid, dan

disfungsi mitokondria. SOD juga melindungi otak dari toksisitas NMDA dan NO.

2.5.5 Stres Oksidatif [17,18]

Radikal bebas yang terbentuk melebihi kapasitas pertahanan antioksidan akan

menimbulkan suatu kondisi stres oksidatif yang berpotensial menimbulkan kerusakan

pada molekul sel. Stres oksidatif merupakan keadaan tidak seimbangnya antara

senyawa oksigen dan nitrogen reaktif (RONS) dengan anti oksidan. Ketidak

seimbangan ini cenderung karena produksi RONS yang berlebihan sehingga jumlah

normal anti oksidan tidak dapat menetralkannya

Stres oksidatif berperan pada pathogenesis sejumlah kelainan neurologis

termasuk stroke. Otak cenderung mengalami kerusakan karena stres oksidatif

dikarenakan beberapa hal yaitu (1) otak kaya akan polyunsaturated fatty acid, yang

mudah diserang radikal bebas menyebabkan peroksidasi lipid, (2) otak memiliki

kapasitas antioksidan seperti catalase dan glutathione peroksidase yang lebih rendah,

(3) otak memiliki kandungan besi yang tinggi.

2.5.6 Mekanisme Kerusakan Sel pada Stres Oksidatif [17,19,20,21,22,23,24]

Page 19: BAB II

21

Ketika radikal bebas terbentuk maka akan bereaksi dengan makromolekul sel

yang penting dalam mempertahankan integritas sel yaitu asam lemak, DNA, dan

protein, menyebabkan peroksidasi lipid, oksidasi protein dan DNA.

Dampak terhadap Asam Lemak

Fosfolipid dan glukolipid merupakan komponen terpenting dari membrane sel

yang mengandung asam lemak tak jenuh. Asam lemak tak jenuh ini sangat rentan

terhadap serangan senyawa radikal menimbulkan reaksi rantai yang dikenal dengan

peroksidasi lipid. Akibat akhir dari reaksi rantai ini adalah terputusnya rantai asam

lemak menjadi berbgai senyawa yang bersifat toksik terhadap sel, antara lain berbagai

macam senyawa aldehid seperti MDA, 9-hidroksinonenal yang bersifat toksik pada

neuron dan white matter termasuk axon dan oligodendrocytes, menyebabkan

apoptosis Selain itu dapat pula terjadi ikatan silang antara 2 rantai asam lemak atau

antara asam lemak dan peptide yang timbul karena reaksi dua radikal. Hal tersebut di

atas menyebabkan kerusakan parah membrane sel sehingga membahayakan

kehidupan sel.

Dampak terhadap DNA

Radikal bebas dapat menimbulkan beberapa perubahan pada DNA seperti

hidroksilasi timin dan sitosin, pembukaan inti purin dan pirimidin serta terputusnya

rantai fosfodiester DNA. Kerusakan ini akan diperbaiki oleh DNA repair system.

Tetapi jika kerusakan tersebut parah, tidak akan dapat diperbaiki dan replikasi sel

terganggu. Masalahnya, perbaikan DNA ini justru sering menimbulkan mutasi,

karena kesalahan system perbaikan (error prone).

Kerusakan DNA dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Reaksi

secara langsung dapat terjadi pada molekul gula, basa, maupun nucleoprotein.

Kerusakan tidak langsung dapat terjadi antara lain sebagai akibat kenaikan kalsium

sitosol, yang dapat mengaktivasi enzim endonuklease sehingga pemecahan DNA

meningkat.

Dampak terhadap Protein

Page 20: BAB II

22

Radikal bebas dapat bereaksi dengan asam-asam amino penyusun protein

terutama sistein. Sistein mengandung gugus sulfihidril (SH) yang sangat peka

terhadap serangan radikal bebas.

Pembentukan ikatan disulfide menimbulkan ikatan intra atau antar molekul

sehingga protein kehilangan fungsi biologisnya seperti enzim, reseptor, dan pompa

ion. Malfungsi pompa ion dapat meningkatkan produksi oksidan. Sebagai contoh

adalah pompa kalsium. Malfungsi pompa kalsium menyebabkan kenaikan konsentrasi

kalsium sitoplasma sehingga merangsang aktivitas beberapa enzim seperi kalpain dan

NOS. Rangsangan terhadap kalpain menyebabkan perubahan XD menjadi XO yang

dapat meningkatkan produksi oksidan. Rangasangan aktivitas NOS menyebabkan

peningkatan produksi NO yang jika bereaksi dengan O2- menghasilakn peroksinitrit

yang sangat reaktif.

Page 21: BAB II

23

Gambar 2.10. Mekanisme kerusakan sel pada stres oksidatif (Halliwell,.1992)

Selain melalui reaksi langsung dengan makromolekul sel seperti disebutkan di

atas, kerusakan sel pada stress oksidatif juga melibatkan mitokondria, DNA repair

enzyme seperti apurinic/apyrimidinic endonuclease/redox factor-1 (APE/Ref-1), dan

faktor transkripsi seperti NF-kB .

Mitokondria sebagai Target Kerusakan Stres Oksidatif pada Iskemi

Otak[25,26,27,28,29,30,31]

Page 22: BAB II

24

Gambar 2.11. Mitokondria sebagai Target Radikal Bebas (Chan.,2001)

Pengaruh ROS pada mitokondria pada iskemi otak ditunjukkan dengan

dilepaskannya sitokrom c, suatu protein pada membrane mitokondria yang

memegang peranan penting pada mitochondrial respiratory chain. Sitokrom c yang

dilepaskan dari mitokondria menuju sitosol akan berikatan dengan Apaf-1 kemudian

caspase 9 untuk membentuk suatu komplek yang akan mengaktifkan caspase 3 dan

caspase lain seperti caspase 2,6,8,10. Caspase 3 yang aktif ini akan memecah enzim

nuclear DNA repair yang memicu kerusakan DNA inti dan kematian sel. Caspase

3 juga dapat memecah protein termasuk poly(ADP-ribose) polymerase. Selain itu,

aktifasi reseptor NMDA (N-methyl D aspartate) dan pembentukan superoksida dan

NO oleh nNOS juga akan menginduksi mitokondria untuk melepas sitokrom c.

Pembengkakan dan kerusakan mitokondria pada iskemi otak juga dapat memicu

pelepasan sitokrom c.

Page 23: BAB II

25

SOD akan mencegah apoptosis neuron dan mengurangi kerusakan pada

iskemi otak dengan cara menekan produksi peroksinitrit, peroksidasi lipid, dan

disfungsi mitokondria. SOD juga melindungi otak dari toksisitas NMDA dan NO.

DNA Repair Enzyme dan Faktor Transkripsi sebagai Target Kerusakan Stres

Oksidatif pada Iskemi Otak [21]

Radikal bebas yang terbentuk baik selama iskemi maupun reperfusi akan

mengubah redox state dari sel baik pada komponen sitosol maupun mitokondria.

Perubahan ini akan mengakibatkan pengurangan cepat kadar DNA repair enzyme

(APE/Ref-1) sehingga menyebabkan apoptosis. Selain itu radikal bebas juga

melibatkan faktor transkripsi terutama NF-kB. Aktivasi dari NF-kB diikuti dengan

translokasi dari NF-kB ini ke dalam nucleus dan berikatan dengan reseptor NF-B

pada beberapa gene termasuk COX-2, iNOS, metalloproteinase (MMPs), intraseluler

adhesion molecules (ICAM-1) dan sitokin. Ekpresi gene ini akan memicu

pembentukan radikal bebas yang menyebabkan nekrosis maupun apoptosis.

Page 24: BAB II

26

Gambar 2.12 Keterlibatan DNA Repair Enzym dan Faktor Transkripsi (Chan.,2001)