bab i pendahuluan - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/c0511012_bab1.pdf ·...

15
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Artillerie Constructie Winkel (ACW) yang dibangun oleh pemerintah Hindia Belanda, berfungsi sebagai tempat persediaan dan peralatan militer yang rusak. Herman Willem Deandels, Gubernur Jenderal Belanda mendirikan fasilitas ini juga untuk perbaikan dan pemeliharaan perkakas senjata bagi serdadu Belanda pada tahun 1808. Selain berfungsi sebagai bengkel senjata dan melengkapi kebutuhan serdadu Belanda dengan sebuah pabrik amunisi berkaliber besar yang lengkap dengan laboratorium kimia. Saat itu dibangun sebuah pabrik yang ia namai Proyektiel Fabriek (PF) di Semarang. Inisiatif Deandels dilanjutkan oleh penerusnya 42 tahun kemudian. Pemerintah Hindia Belanda, tepatnya pada tahun 1850 mendirikan sebuah bengkel pembuatan dan perbaikan amunisi serta bahan peledak khusus untuk armada angkatan lautnya, industri ini dibangun di Surabaya, bernama Pyrotechnische Werkplaats (PW). 1 Bengkel ini terus berkembang dan dibuat juga beberapa lokasi baru seperti, Semarang dan Jakarta. Kegiatan utamanya adalah memproduksi berbagai jenis senjata, amunisi, dan bahan peledak. Dengan alasan keamanan, seluruh pabrik dan persenjataan dan amunisi yang berat di seluruh Pulau Jawa dipindahkan ke Bandung. Sejarah perkembangan pabrik ini sangat panjang, mulai didirikan oleh Belanda yang digunakan untuk membantu dalam krisis perang di Eropa hingga kebutuhan untuk militer yang dapat dipenuhi. Jauh sebelum berdirinya pabrik ini 1 Silmy Karim., Membangun Kemandirian Industri Pertahanan Indonesia , (Jakarta : PT. Gramedia, 2014), hlm. 100.

Upload: phamnhu

Post on 06-Feb-2018

250 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0511012_bab1.pdf · menempatkan Pabal AD sebagai badan pelaksana utama dalam organisasi TNI AD, dalam bentuk

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Artillerie Constructie Winkel (ACW) yang dibangun oleh pemerintah

Hindia Belanda, berfungsi sebagai tempat persediaan dan peralatan militer

yang rusak. Herman Willem Deandels, Gubernur Jenderal Belanda mendirikan

fasilitas ini juga untuk perbaikan dan pemeliharaan perkakas senjata bagi serdadu

Belanda pada tahun 1808. Selain berfungsi sebagai bengkel senjata dan

melengkapi kebutuhan serdadu Belanda dengan sebuah pabrik amunisi berkaliber

besar yang lengkap dengan laboratorium kimia. Saat itu dibangun sebuah pabrik

yang ia namai Proyektiel Fabriek (PF) di Semarang. Inisiatif Deandels dilanjutkan

oleh penerusnya 42 tahun kemudian.

Pemerintah Hindia Belanda, tepatnya pada tahun 1850 mendirikan sebuah

bengkel pembuatan dan perbaikan amunisi serta bahan peledak khusus untuk

armada angkatan lautnya, industri ini dibangun di Surabaya, bernama

Pyrotechnische Werkplaats (PW).1 Bengkel ini terus berkembang dan dibuat juga

beberapa lokasi baru seperti, Semarang dan Jakarta. Kegiatan utamanya

adalah memproduksi berbagai jenis senjata, amunisi, dan bahan peledak.

Dengan alasan keamanan, seluruh pabrik dan persenjataan dan amunisi yang

berat di seluruh Pulau Jawa dipindahkan ke Bandung.

Sejarah perkembangan pabrik ini sangat panjang, mulai didirikan oleh

Belanda yang digunakan untuk membantu dalam krisis perang di Eropa hingga

kebutuhan untuk militer yang dapat dipenuhi. Jauh sebelum berdirinya pabrik ini

1 Silmy Karim., Membangun Kemandirian Industri Pertahanan Indonesia , (Jakarta : PT. Gramedia, 2014), hlm. 100.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0511012_bab1.pdf · menempatkan Pabal AD sebagai badan pelaksana utama dalam organisasi TNI AD, dalam bentuk

2

kebutuhan militer yaitu persenjataan maupun berbagai alat perang didatangkan

dari Belanda, tetapi karena mahalnya biaya transportasi serta jaminan alat bantu

yang dikirim dalam kondisi yang baik tidak bisa dipastikan karena perjalanan

yang bisa dianggap panjang dari Eropa hingga Asia.

Relokasi terbagi menjadi dua tahap, tahap pertama dilakukan dalam dua

tahun, yakni tepatnya pada rentan waktu 1918-1920. Kala itu, ACW adalah pabrik

pertama yang dipindahkan dari tempat asalnya. Setelah itu, pada 1932, PW

(Pyrotechnische Werkplaats) juga pindah dan kemudian bergabung besama PF

(Proyektiel Fabriek) dan laboratorium kimia dari Semarang.2 Menyusul ketiga

pabrik tersebut, pemerintah Belanda juga merelokasi Institut Pendidikan

Pemeliharaan dan Perbaikan Senjata dari Jatinegara, yang kemudian berubah

nama menjadi Geweemarkerschool. Meleburlah empat instansi di Bandung dan

dibalut dengan nama bendera Artillerie Inrichtingen (AI), yang dalam bahasa

Indonesia memiliki arti Perangkat Persenjataan.3

Pada periode tahun 1923-1932, bengkel-bengkel yang ada di

Surabaya, dan lain-lain dipindahkan ke Bandung dan digabung menjadi satu

dengan nama Artilerie Inrichtingen (AI).4 Masa ini produksi diutamakan untuk

kebutuhan pasukan Belanda yang tergabung dalam Sekutu akibat penyerangan

Jerman terhadap Belanda masa Perang Dunia Pertama (1914-1918). Kebutuhan

akan produksi juga bertambah, bahkan setelah Perang Dunia I selesai dan

kemudian terjadi krisis yang melanda di Eropa akibat kekalahan kubu Axis

(Jerman dan sekutunya, Austria dan Italia).

2 Ibid., hlm. 101.

3 Ibid. 4 Fikiran Rakyat , 29 April 1983, Koleksi Monumen Pers, hlm. 6.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0511012_bab1.pdf · menempatkan Pabal AD sebagai badan pelaksana utama dalam organisasi TNI AD, dalam bentuk

3

Perang Dunia I yang berkecamuk pada pertengahan 1914, melibatkan

banyak negara Eropa, Belanda salah satunya. Tak sedikit kebutuhan senjata dan

bahan peledaknya didatangkan dari ACW. Sedikitnya ada tiga alasan mengapa

kota Bandung menarik untuk dijadikan tempat relokasi industri strategis milik

kolonial tersebut. Pertama, kontur daerahnya, yang berupa perbukitan dan

pegunungan, bisa menjadi pertahanan alami terhadap serangan musuh. Kedua,

Bandung dianggap siap karena memiliki sarana transportasi darat yang memadai

dilalui oleh Jalan Raya Pos (De Grote Postweg) dan memiliki jalur kereta api

(Staatsspoorwegen). Dan terakhir, Bandung juga dipilih karena tak terpisah jauh

dari Batavia, pusat pemerintahan Hindia Belanda.5

Pada masa pendudukan Jepang, AI sama sekali tak disentuh. Artinya

selama tiga setengah tahun Jepang berkuasa di Indonesia, tak ada satu pun yang

diubah, dari instalasi hingga proses produksinya. Perubahan hanya terjadi pada

nama, sisi administrasi, dan organisasi, yang disesuaikan dengan sistem

kekuasaan militer Jepang. Jepang kemudian mengganti ACW dengan nama Dai

Ichi Kozo. Lalu Dai Ni Kozo untuk Geweemarkerschool, Dai San Kozo untuk PF,

Dai Shi Kozo untuk PW, serta Dai Go Kozo untuk Montage Artillerie, instalasi

pecahan ACW. 6

Pada saat Jepang menyerah kepada Sekutu, terjadi kekosongan kekuasaan

di Indonesia (Vacuum of Power). Dwitunggal Soekarno-Hatta memproklamasikan

kemerdekaan Republik Indonesia, beragam upaya dilakukan Republik guna

merebut instalasi-instalasi pertahanan di Kota Bandung. Pada akhirnya, tanggal 9

5 Silmy Karim., Op Cit, hlm. 102. 6 Ibid., hlm 102.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0511012_bab1.pdf · menempatkan Pabal AD sebagai badan pelaksana utama dalam organisasi TNI AD, dalam bentuk

4

Oktober 1945, Laskar Pemuda Pejuang berhasil merebut ACW dari tangan Jepang

dan menamainya Pabrik Senjata Kiaracondong.

Pendudukan para pemuda tidak berlangsung lama karena Sekutu kembali

ke Indonesia dan mengambil alih kekuasaan. Pabrik Senjata Kiaracondong

kemudian dibagi menjadi dua pabrik. Pabrik pertama, yang terdiri atas ACW, PF,

dan PW, digabungkan menjadi Leger Produktie Bedrejven (LPB), sementara

pabrik lainnya bernama Central Reparatie Werkplaats, yang sebelumnya bernama

Geweemarkerschool. 7

Berdasarkan hasil Konferensi Meja Bundar di Den Haag pada 27

Desember 1949, Belanda menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia

Serikat. Seiring dengan itu, Belanda harus menyerahkan aset-asetnya secara

bertahap kepada pemerintahan Indonesia di bawah pimpinan Presiden Soekarno,

termasuk LPB. Selama era Presiden Soekarno, hubungan RI-Soviet mengalami

masa baik. Pada 1956-1960, Indonesia memperoleh banyak dukungan dalam

bidang militer dan ekonomi dari negara komunis tersebut. Termasuk dukungan

alutsista senilai USD 2,5 miliar berupa Kapal Perang tipe Sverdlov, 12 kapal

selam kelas Whiskey, 20 pesawat pemburu supersonic MiG-21 Fishbed, maupun

30 unit pesawat MiG-15. Semuanya digunakan Indonesia saat menggelar operasi

Trikora merebut Papua dari pendudukan Belanda.8

Karena pada masa Orde Lama ketergantungan pemerintah terhadap

kebutuhan import berpengaruh terhadap perkembangan ekonomi Indonesia.

Seperti saat Indonesia melakukan berbagai macam operasi militer seperti Dwikora

7 Ibid. 8 Irfan Khosirun dan Endan Suhendra., Pijakan untuk Kemandirian

Alutsista, 30 Tahun PT Pindad (Persero), (Jakarta: PT. Gramedia, 2013), hlm. 13.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0511012_bab1.pdf · menempatkan Pabal AD sebagai badan pelaksana utama dalam organisasi TNI AD, dalam bentuk

5

dan Trikora yang memakan banyak biaya untuk keberhasilan operasi tersebut

pemerintah banyak melakukan pinjaman uang kepada negara asing kemudian

membeli peralatan militer maupun alutsita ke luar negeri seperti Uni Soviet.

Pemerintah tidak fokus dalam produksi alutista dalam negeri melainkan

bergantung pada impor luar negeri. Maka anggaran belanja melambung tinggi.

Untuk efisiensi anggaran belanja alutista maupun peralatan militer, pemerintah

kemudian mulai memperhatikan industri strategis dalam negeri. Pada tanggal 29

April 1950 Pemerintah Belanda menyerahkan LPB kepada Pemerintah RIS.

Nama LPB kemudian diganti menjadi Pabrik Senjata dan Mesiu (PSM), yang

pengelolaannya diserahkan kepada Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat

(TNI-AD).9

Pemerintah pada tahun 1958 mengganti nama PSM menjadi Pabrik

Alat Peralatan Angkatan Darat (Pabal AD). Pada masa itu, Pabal AD tak sekadar

memproduksi senjata dan amunisi, tapi juga peralatan militer yang lain.

Tujuannya untuk mengurangi ketergantungan peralatan militer Indonesia pada

negara lain. Saat bernama Pabal AD, terjadi beberapa perkembangan dalam

bidang teknologi persenjataan. Keberhasilan dalam peningkatan kemampuannya

menempatkan Pabal AD sebagai badan pelaksana utama dalam organisasi TNI

AD, dalam bentuk instalasi industri. Tanggal 31 Januari 1972, Pabal AD berubah

nama menjadi Komando Perindustrian TNI AD (Kopindad). Keterlibatan

Kopindad pada program-program pemerintah meliputi berbagai bidang yakni

pertanian, perkebunan, pertambangan, industri dan transportasi. Kopindad

berhasil menempatkan produk komersial sebagai produk yang dibutuhkan, baik

9 Silmy Karim., Op Cit, hlm. 103.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0511012_bab1.pdf · menempatkan Pabal AD sebagai badan pelaksana utama dalam organisasi TNI AD, dalam bentuk

6

oleh instalasi-instalasi pemerintahan, perusahaan swasta maupun pada masyarakat

umumnya.10

Kopindad berubah nama menjadi Perindustrian TNI Angkatan Darat

(PINDAD) oleh Penataan Departemen Pertahanan dan Keamanan, sejak tanggal

17 Oktober 1979. Di tahap ini PINDAD berfokus pada tujuan pembinaan yang

disesuaikan dengan prinsip pengelolaan terpadu dan kemajuan teknologi

mutakhir. Proses produksi PINDAD pun dilakukan untuk mendukung kebutuhan

TNI AD. Pada tahun 1979, terjadi perubahan kepemimpinan dari Mayjen TNI

A.H. Pane kepada Kolonel TNI TB. Ing. Zoehri. Untuk lebih meningkatkan

kemampuan produksi PINDAD, maka diadakan kerja sama antara industri-

industri lainnya dibawah kendali B.J. Habibie, sehingga pada tahun 1979-1980

PINDAD sudah mampu membuat peluncur roket. Pada saat itu, PINDAD terus

melakukan penyempurnaan baik struktur organisasi maupun sumber daya

manusianya.11

Pada masa Orde Baru dominasi kalangan militer semakin meluas dan

cenderung menguasai segala sektor dan bidang kehidupan masyarakat dan negara.

Saat Orde Baru ini banyak industri militer yang mengalami kemajuan baik dalam

perkembangan struktur organisasi maupun teknologi.12

Karena Presiden Soeharto

memperhatikan pertahanan dan keamanan negara maka berpengaruh pada

anggaran belanja negara yang digunakan untuk keperluan militer. Apalagi dengan

adanya operasi-operasi militer untuk menjaga keutuhan dan keamanan Negara

10 Departemen Pertahanan Nasional., Perindustrian Tentara Nasional

Indonesia Angkatan Darat, (Bandung : PT Pindad, 1983), hlm. 81. 11 Ibid., hlm. 104. 12 Lembaga Ketahanan Nasional Departemen Pertahanan Keamanan RI.,

Hubungan Sipil-Militer, (Jakarta : PT Gramedia, 1999), hlm. 16.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0511012_bab1.pdf · menempatkan Pabal AD sebagai badan pelaksana utama dalam organisasi TNI AD, dalam bentuk

7

Kesatuan Republik Indonesia. Pada saat Operasi Seroja pembebasan Timor Timur

dari penjajahan Portugal, PINDAD memiliki peran dalam peralatan militer TNI

khususnya Angkatan Darat.

Saat itu PINDAD sebuah industri alat peralatan militer yang dikelola oleh

Angkatan Darat. PINDAD berubah status menjadi Badan Usaha Milik Negara

(BUMN) dengan nama PT. PINDAD (Persero) pada tanggal 29 April 1983.

Indonesia sudah punya pabrik pembuatan senjata dan amunisi sejak zaman

kolonial Belanda. Namun sedikit pengetahuan masyarakat terhadap

perkembangan industri ini. Pada tahun 1983, dibawah pengelolaan dan penugasan

B.J Habibie kala itu, PT PINDAD menjadi Badan Usaha Milik Negara

(BUMN).13

Dalam menjalankan pengelolaan produksi persenjataan yang sebelumnya

dikelola oleh TNI ini juga mencegah akan timbul adanya monopoli bisnis,

sehingga pemerintah mengambil kebijakan untuk memasukan industri

persenjataan ke dalam BUMN.

Pada masa Orde Lama industri-industri strategis belum mendapat

perhatian khusus, pemerintah lebih banyak melaksanakan kebijakan impor senjata

dari Amerika maupun Russia. Setelah masa Orde Baru kemudian pemerintah

mulai melakukan produksi alat peralatan militer. Karena Indonesia pada awal

masa pemerintahan diperintah oleh sipil-militer, maka keperluan dalam negara

yang bersifat militer dianggap penting. Contoh dari bidang keamanan, maka pada

masa Orde Baru pun dibutuhkan beberapa kebijakan yang menguntungkan pihak

13 Irfan Khosirun dan Endan Suhendra., Op Cit, hlm. 29.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0511012_bab1.pdf · menempatkan Pabal AD sebagai badan pelaksana utama dalam organisasi TNI AD, dalam bentuk

8

militer dalam pemerintahan dimana anggaran diperbesar untuk keperluan

militer.14

Produksi jatuh ke dalam peran pabrik TNI-AD dalam persenjataan untuk

keamanan dan keselamatan negara sebagaimana mestinya, namun tidak

sepenuhnya dibawah kendali pihak militer. Untuk itu diperlukan campur tangan

pemerintah dalam pengawasan maupun manajemen industri alutista negara.

Masih terbatasnya alat utama sistem senjata (alutsista) TNI menjadikan

kemampuan pertahanan negara belum mampu secara optimal menghadapi

ancaman pertahanan dan keamanan yang dapat mengganggu kedaulatan Negara

Kesatuan Republik Indonesia. Kurang memadainya kondisi dan jumlah alutsista,

sarana dan prasarana, serta masih rendahnya tingkat kesejahteraan anggota TNI

merupakan permasalahan yang selalu dihadapi dalam upaya meningkatkan

profesionalisme TNI. Kebijakan pemerintah untuk meningkatkan pemberdayaan

industri strategis untuk industri pertahanan dalam mendukung kemandirian

produksi alutsista merupakan langkah yang tepat. Adanya BUMN yang mengelola

industri strategis dan dapat mendukung kemandirian pembinaan alutsista TNI

yang didukung dengan kebijaksanaan bagi industri strategis untuk dapat bekerja

sama dalam rangka pertahanan negara.

14 Talukder Maniruzzaman., Militer Kembali ke Barak, Sebuah Studi

Komparatif , (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1998), hlm. 7.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0511012_bab1.pdf · menempatkan Pabal AD sebagai badan pelaksana utama dalam organisasi TNI AD, dalam bentuk

9

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimana latar belakang industri senjata Pindad?

2. Bagaimana perkembangan Pindad selama era Orde Baru 1976-1983?

3. Bagaimana dampak Pindad setelah menjadi Perseroan Terbatas hingga

masuk ke dalam BUMNIS 1983-1986?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui bagaimanana latar belakang industri senjata Pindad.

2. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan Pindad selama era Orde

Baru 1976-1983.

3. Untuk mengetahui dampak Pindad setelah menjadi Perseroan Terbatas

hingga masuk ke dalam BUMNIS 1983-1986.

D. Manfaat Penelitian

Penulisan mempunyai dua manfaat yang ingin dicapai, antara lain:

1. Manfaat Teoritis

Studi ini dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan dan wawasan yang

luas tentang sejarah PINDAD di Indonesia. Penelitian ini diharapkan dapat

memberikan manfaat bagi kepentingan pendidikan dan penelitian

selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah atau melengkapi kajian sejarah

tentang perindustrian yang bergerak khususnya di bidang Alutista yaitu

pabrik PINDAD Indonesia yang sekarang berada di Bandung. Selain itu

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0511012_bab1.pdf · menempatkan Pabal AD sebagai badan pelaksana utama dalam organisasi TNI AD, dalam bentuk

10

hasil penelitian diharapkan dapat menumbuhkan sikap nasionalisme dan

kecintaan terhadap produksi dalam negeri hingga tidak terus bergantung

terhadap import dari negara luar yang secara ekonomi merugikan

Anggaran Belanja Negara Pemerintah Republik Indonesia.

E. Tinjauan Pustaka

Sebagai bahan acuan dan pertimbangan dalam membahas permasalahan

dalam penelitian ini, maka digunakan beberapa sumber buku yang dapat

membantu dalam pembahasan.

Dalam buku pertama mengenai bagaimana perkembangan senjata negara

buku yang berjudul Perindustrian Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat.

Buku ini menjelaskan sejarah cikal bakal berupa sebuah bengkel senjata yang

mulanya didirikan di Surabaya kemudian direlokasi ke Bandung. Buku ini

diterbitkan oleh Pindad dan ditulis oleh Tim dari Departemen Pertahanan dan

Keamanan, April, 1983. Kelengkapan sejarah mengenai pabrik ini sangat

membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian dalam mengetahui bagaimana

sejarah perkembangan pabrik ini.

Buku kedua berjudul Prabu Kresna di PINDAD. Buku ini membantu

dalam memahami tentang pengelolaan Pindad yang diambil alih oleh

pemerintahan Indonesia. Buku ini diterbitkan oleh PT Pindad Maret, 2006 karya

Kolonel Cpl. Sutarto membahas tentang reformasi struktur PT Pindad, arah

kebijakan Perusahaan, dan Hasil Produksi PT Pindad.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0511012_bab1.pdf · menempatkan Pabal AD sebagai badan pelaksana utama dalam organisasi TNI AD, dalam bentuk

11

Buku ketiga yang menjelaskan tentang bagaimana sesungguhnya

perkembangan industri pertahanan Indonesia yang berjudul Membangun

Kemandirian Industri Pertahanan Indonesia karya Silmy Karim. Buku ini

diterbitkan oleh PT. Gramedia, April 2014, menggambarkan sejarah hingga

dengan kondisi industri militer Indonesia terkini.

F. Metode Penelitian

Suatu penelitian ilmiah perlu didukung dengan metode agar apa yang

dibuat dan dikerjakan masuk dalam suatu sistem yang terencana dan teratur.

Metode sejarah memerlukan beberapa tahapan yang harus dilakukan agar hasil

dari penelitian dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Metode juga erat

kaitannya dengan prosedur, proses atau teknik yang sistematis untuk melakukan

penelitian disiplin tertentu.

Metode sejarah memiliki empat tahapan, yaitu : heuristik, kritik sumber,

interpretasi, dan historiografi.

1. Heuristik

Tahapan heuristik adalah tahapan pencarian, penemuan, pengumpulan

sumber atau data-data yang diperlukan. Penelitian dan penulisan skripsi ini

menggunakan metode pengumpulan sumber melalui studi dokumen (arsip) dan

studi pustaka. Sumber tersebut tentunya yang berkaitan dengan Perkembangan

Industri Persenjataan Di Indonesia masa Orde Baru khususnya PT. PINDAD

Bandung 1976-1986.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0511012_bab1.pdf · menempatkan Pabal AD sebagai badan pelaksana utama dalam organisasi TNI AD, dalam bentuk

12

a. Studi Arsip

Fokus penelitian dan penulisan skripsi ini adalah peristiwa yang sudah lampau,

maka salah satu sumber yang digunakan adalah sumber arsip. Studi ini

menggunakan arsip karena dalam disiplin sejarah, posisi arsip sebagai sumber

sejarah menempati kedudukan yang tertinggi dibanding sumber lainnya, dan bisa

dikatakan sebagai sumber primer (Primary sources). Hal itu didasarkan karena

arsip diciptakan pada masa yang sezaman, juga sebagai first-hand knowledge

yang kredibilitasnya dapat diandalkan.15

Dalam tahap ini, arsip-arsip yang

diperoleh antara lain Fikiran Rakyat , 29 April 1983 “PINDAD Mengejar

Ketinggalan Teknologi”, hlmn 6. Fikiran Rakyat, 30 April 1983 “Sasaran Utama

PT Pindad untuk kebutuhan Hankam” , hlm 1, serta beberapa surat keputusan

presiden yang berkait dengan kebijakan pemerintah dalam pengelolaan beberapa

pabrik untuk kepentingan negara seperti, Surat Lampiran I Keputusan Presiden

Republik Indonesia No 59 Tahun 1983. Surat Lampiran II Keputusan Presiden

Republik Indonesia No 60 Tahun 1984.

Selain itu, juga terdapat arsip dokumen Lembaran Negara Republik

Indonesia yang berkaitannya mengenai PT. PINDAD, arsip tersebut antara lain:

Lembaran Serah Terima PT Pindad Tahun 1983. Undang-undang No.50 Tahun

1982 Tentang Pertahanan dan Keamanan Indonesia, dan juga foto-foto beberapa

produksi persenjataan maupun Alutsista hasil PT PINDAD. Sumber-sumber

tersebut diperoleh dari Museum Satria Mandala di Jakarta, Arsip Nasional

15 Mona Lohanda., Membaca Sumber Menulis Sejarah, (Yogyakarta :

Ombak, 2011), hlm. 15.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0511012_bab1.pdf · menempatkan Pabal AD sebagai badan pelaksana utama dalam organisasi TNI AD, dalam bentuk

13

Republik Indonesia, Arsip Daerah di Surabaya dan koleksi arsip dari PT.

PINDAD di Bandung.

b. Studi Pustaka

Studi pustaka ialah teknik pengumpulan data dengan menggunakan literatur dan

referensi sebagai bahan informasi untuk mendapatkan teori dan data sekunder

yang baru sebagai pelengkap data yang tidak dapat diperoleh melalui studi

dokumen pada sumber data penelitian. Sumber studi pustaka berupa buku,

majalah dan situs yang berkaitan dengan masalah penelitian, kemudian membaca,

menyeleksi, menelaah dan mengolahnya untuk ditulisakan ke dalam bentuk

penulisan skripsi. Studi pustaka dilakukan di Perpustakaan Program Studi Ilmu

Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret, Perpustakaan Pusat

Universitas Sebelas Maret, Perpustakaan Universitas Gadjah Mada, dan

Perpustakaan Universitas Indonesia.

2. Kritik Sumber

Tahapan kritik sumber yaitu usaha mencari keotentikan data yang diperoleh

melalui kritik intern maupun ekstern. Hal itu dilakukan dengan tujuan mencari

kebenaran dari sumber-sumber sejarah yang terkumpul setelah sebelumya

diklasifikasi sesuai dengan tujuan penelitian dan penulisan skripsi.

a. Kritik Intern

Kritik intern dilakukan untuk mencari kevalidan dari isi sumber. Sehingga

nantinya dapat ditentukan layak tidaknya isi sumber tersebut untuk dijadikan

sebagai bahan penelitian. Pengujian terhadap aspek isi dari sumber sangat

menentukan agar nantinya diperoleh data-data yang terpercaya.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0511012_bab1.pdf · menempatkan Pabal AD sebagai badan pelaksana utama dalam organisasi TNI AD, dalam bentuk

14

b. Kritik Ekstern

Kritik Ekstern digunakan untuk mencari keabsahan sumber atau otentitas. Kritik

eksternal ini dimaksudkan sebagai kritik atas asal-usul dari sumber dan suatu

pemeriksaan keaslian atas sumber sejarah apakah sumber itu telah diubah atau

tidak.

3. Interpretasi

Tahapan interpretasi yaitu penafsiran terhadap data-data yang

dimunculkan dari sumber terseleksi melalui kritik sumber. Tujuan interpretasi

ialah menyatukan fakta-fakta yang diperoleh melalui data dan sumber sejarah,

kemudian fakta tersebut disusun bersama teori ke dalam interpretasi yang integral

atau menyeluruh. Dalam tahap ini, digunakan pendekatan interdisipliner, yaitu

bentuk pendekatan dalam penelitian sejarah yang menggunakan bantuan disiplin

ilmu lain dengan tujuan mempertajam analisis. Beberapa ilmu yang digunakan

sebagai ilmu bantu dalam pembahasan tersebut yaitu di antaranya: politik dan

ekonomi. Bersama kedua ilmu bantu tersebut digunakan juga beberapa konsep

dan teori, yaitu konsep perkembangan industri, konsep perkembangan teknologi

alutista. Penggunaan konsep dan teori tersebut membantu dalam menjelaskan

tentang Industri Persenjataan Di Indonesia masa Orde Baru (Studi Kasus PT

PINDAD Bandung 1976-1986), sehingga dapat diperoleh kronologi dan

gambaran rekonstruksi sejarah yang jelas kaitannya dengan perkembangan

persenjataan di Indonesia.

4. Historiografi

Tahapan historiografi yaitu tahapan terakhir dari serangkaian tahapan,

mulai dari tahap heuristik, kritik sumber, intepretasi sampai pada tahap penulisan

Page 15: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0511012_bab1.pdf · menempatkan Pabal AD sebagai badan pelaksana utama dalam organisasi TNI AD, dalam bentuk

15

sejarah. Penulisan sejarah dihasilkan melalui pemikiran kritis dan analisis dari

fakta-fakta yang telah disusun melalui proses pengujian dan penelitian terhadap

sumber-sumber sejarah, yang kemudian disajikan menjadi sebuah tulisan sejarah

berupa skripsi.

G. Sistematika Penulisan

Agar memudahkan dalam penulisan dan lebih sistematis maka dibagi

dalam beberapa bab, yaitu :

Pada Bab I di bagian Pendahuluan berisi mengenai latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan

sistematika penulisan.

Pada Bab II tersebut menjelaskan tentang bagaimana latar belakang

Pindad setelah diterima oleh Pemerintah Indonesia dari Pemerintah Belanda, serta

beberapa perubahan struktur organisasi dalam Pindad yang berpengaruh pada

perubahan nama dalam setiap reorganisasi

Pada Bab III tersebut menjelaskan perkembangan Pindad selama era Orde

Baru 1976-1983. Pindad setelah menjadi badan utama pelaksana kegiatan industri

untuk Angkatan Darat 1976, hingga masuk kedalam BUMN tahun 1983.

Pada Bab IV tersebut dijelaskan mengenai Dampak Pindad setelah

menjadi Perseroan terbatas sampai masuk kedalam BUMNIS 1983-1986.

Menjelaskan bagaimana sebagai Perseroan namun berperan serta sebagai industri

strategis.

Pada Bab V tersebut berisi kesimpulan. Bab tersebut merupakan

rangkuman jawaban atas pertanyaan yang diajukan dalam penelitian.