bab i pendahuluan latar belakang pulau sulawesi, kedua...

70
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Tana Toraja dan Kabupaten Toraja Utara adalah dua dari dua puluh empat Kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan yang identik dengan wilayah yang didiami oleh etnis Toraja. Terletak di bagian Selatan pulau Sulawesi, kedua kabupaten yaitu Kabupaten Tana Toraja dan Kabupaten Toraja Utara merupakan hasil pemekaran Kabupaten Tana Toraja lama. Pemekaran ini ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Toraja Utara di Provinsi Sulawesi Selatan. Kabupaten Tana Toraja berpenduduk 221.081 jiwa dengan luas wilayah 2.054,30 km 2 sedangkan Kabupaten Toraja Utara berpenduduk 216.762 jiwa dengan luas wilayah 1.151,47 km 2 . Wilayah Kabupaten Tana Toraja tetap masih lebih luas dibandingkan Kabupaten Toraja Utara. Kabupaten Toraja Utara terdiri dari 21 kecamatan. Sementara itu, jumlah kecamatan yang tersisa dan tetap menjadi Kabupaten Tana Toraja adalah 19 kecamatan. Sebelum pemekaran kepadatan penduduk Kabupaten Tana Toraja adalah 108 jiwa/km 2 , sedangkan Kabupaten Toraja Utara 189 jiwa/km 2 (BPS, 2010). Komunitas etnis Toraja dikenal luas di dalam negeri maupun di manca negara karena keterikatan komunitas Toraja yang relatif kuat

Upload: truongkien

Post on 07-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kabupaten Tana Toraja dan Kabupaten Toraja Utara adalah dua

dari dua puluh empat Kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan yang identik

dengan wilayah yang didiami oleh etnis Toraja. Terletak di bagian Selatan

pulau Sulawesi, kedua kabupaten yaitu Kabupaten Tana Toraja dan

Kabupaten Toraja Utara merupakan hasil pemekaran Kabupaten Tana

Toraja lama. Pemekaran ini ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 28

Tahun 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Toraja Utara di Provinsi

Sulawesi Selatan.

Kabupaten Tana Toraja berpenduduk 221.081 jiwa dengan luas

wilayah 2.054,30 km2 sedangkan Kabupaten Toraja Utara berpenduduk

216.762 jiwa dengan luas wilayah 1.151,47 km2. Wilayah Kabupaten Tana

Toraja tetap masih lebih luas dibandingkan Kabupaten Toraja Utara.

Kabupaten Toraja Utara terdiri dari 21 kecamatan. Sementara itu, jumlah

kecamatan yang tersisa dan tetap menjadi Kabupaten Tana Toraja adalah

19 kecamatan. Sebelum pemekaran kepadatan penduduk Kabupaten Tana

Toraja adalah 108 jiwa/km2, sedangkan Kabupaten Toraja Utara 189

jiwa/km2 (BPS, 2010).

Komunitas etnis Toraja dikenal luas di dalam negeri maupun di

manca negara karena keterikatan komunitas Toraja yang relatif kuat

Page 2: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

2

terhadap nilai-nilai budayanya. Hal ini ditandai dengan praktik budaya

Toraja yang khas dan fenomenal yaitu upacara adat dalam rangka

pemakaman sesepuh keluarga serta situs-situs makam para sesepuh

keluarga Toraja. Praktik budaya Toraja ini memang unik dan hanya terjadi

di Toraja yang menjadi tujuan wisata mancanegara. Lebih-lebih karen

asetiap upacara adat selalu dilaksanakan berhari-hari dan mengorbankan

puluhan hingga ratusan ekor kerbau dan babi. Maka tidak heran jika Tana

Toraja telah sejak lama menjadi salah satu ikon wisata yang diminati oleh

wisatawan internasional.

Masyarakat Toraja mempunyai ikatan yang kuat dengan perangkat

kebudayaan lama yang disebut aluk to dolo (kepercayaan lama). Aluk to

dolo inilah yang merupakan rujukan penyelenggaraan praktik-praktik

budaya pesta rambu tuka’ (upacara adat untuk pesta adat) dan upacara

rambu solo’ (untuk upacara pemakaman sesepuh keluarga). Aluk to dolo

menentukan bahwa jenazah sesepuh keluarga hendaknya dimakamkan

dengan rangkaian upacara yang berintikan penghormatan kepada sesepuh

keluarga. Pemakaman jenazah dilaksanakan dalam suatu prosesi upacara

adat yang dilangsungkan berhari-hari, melibatkan seluruh unsur keluarga

besar baik keturunan seorang sesepuh lelaki atau perempuan yang

meninggal. Sebelum pemakaman maka jenazah itu disemayamkan terlebih

dahulu di rumah yang dibangun secara khusus. Rumah itu disebut

tongkonan (rumah adat). Selama disemayamkan di tongkonan menanti saat

yang tepat untuk dimakamkan maka jenazah itu dijaga dan diperlakukan

Page 3: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

3

secara simbolik ibarat seseorang yang tengah sakit (to makula’).

Tongkonan berperan sebagai tempat untuk melakukan berbagai aktivitas

persiapan penyelenggaraan upacara pemakaman jenazah. Pertemuan-

pertemuan di tongkonan melibatkan semua unsur keluarga. Rapat-rapat

keluarga terutama membahas dan memutuskan segala sesuatu yang terkait

dengan proses dan pelaksanaan pemakaman jenazah yang saat itu masih

disemayamkan di tongkonan.

Penyelenggaraan upacara adat dalam prosesi pemakaman atau

rambu solo’ dilaksanakan antara 1 sampai dengan 12 hari. Rangkaian

penyiapan serta segala hal menyangkut upacara ini merujuk pada prinsip-

prinsip aluk to dolo1. Aluk to dolo dapat disebut sebagai suatu sistem tata

nilai, dalam manifestasinya menurut Palebangan (2007) merupakan bagian

yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Toraja hingga saat ini.

Bahkan Kalua et al, (1992) mengatakan bahwa ke depan praktik-praktik

budaya khususnya penyelenggaraan pesta adat rambu tuka’ dan rambu

solo’ tidak akan pernah hilang.

Besarnya pengaruh adat dan besarnya peran para pemangku adat,

khususnya pengaruh kalangan puang (bangsawan) di dalam masyarakat

Toraja diungkap oleh Kobong (2008). Penyelenggaraan upacara adat

rambu tuka’ dan rambu solo’ selalu menjadi fenomenal karena dihadiri

1Kobong, et al, (1992: 5) mengatakan bahwa aluk to dolo mencakup kepercayaan-kepercayaan,

upacara-upacara peribadatan menurut cara-cara yang telah ditetapkan berdasarkan ajaran agama yang bersangkutan, adat-istiadat, dan tingkah laku sebagai ungkapan kepercayaan dalam kehidupan sehari-hari. Opini masyarakat Toraja mengenai aluk to dolo.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

4

oleh ribuan orang dan berlangsung berhari-hari. Ajaran aluk to dolo

mewajibkan setiap orang Toraja berpartisipasi dalam suatu upacara rambu

tuka’ dan upacara rambu solo’. Adanya ritual yang diikuti oleh ribuan

orang itu, dikombinasikan dengan pemandangan alam Tana Toraja yang

relatif indah, dan membutuhkan persiapan dalam waktu yang lama telah

merupakan daya tarik bagi kunjungan wisatawan mancanegara.

Sepanjang upacara adat rambu solo’ yang berlangsung berhari-hari,

prosesi upacara ini memerlukan beberapa hewan kerbau sebagai kurban

atau persembahan. Dagingnya menjadi santapan mewah untuk partisipan

upacara. Jumlah hewan kerbau yang wajib dijadikan kurban sesuai ajaran

lama (aluk to dolo) sedikitnya1 hingga 24 ekor dan jumlah hewan babi tiga

atau empat kali lebih banyak. Namun demikian perkembangan dalam dua

dekade terakhir ini jumlah hewan yang dikorbankan dapat mencapai

puluhan hingga ratusan ekor kerbau dan babi. Sementara itu, populasi

hewan kerbau di Kabupaten Tana Toraja menurut angka statistik 2010

berjumlah 22.927 ekor, sedangkan hewan babi sebanyak 239.443 ekor.

Diperkirakan sekitar 8.000 ekor kerbau disembelih setiap tahunnya untuk

memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pesta adat. Jumlah ini merupakan

atau sekitar sepertiga dari populasi ternak kerbau dan babi di kedua

kabupaten.

Bagi masyarakat Toraja, upacara pemakaman sesepuh merupakan

acara yang penting dan harus dilaksanakan. Terlepas dari sorotan

masyarakat yang bukan Toraja bahwa ritual seperti itu hanyalah

Page 5: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

5

pemborosan. Sejalan dengan itu, bagi masyarakat lain yang bukan orang

Toraja mungkin menimbulkan banyak pertanyaan dibalik acara yang

mewah ini, karena ekonomi masyarakat Toraja secara umum tidak jauh

berbeda dengan masyarakat lain di Kabupaten sekitarnya seperti

Kabupaten Enrekang, Kabupaten Luwu, dan Kabupaten Mamasa. Hal itu

menarik untuk diteliti karena pada satu sisi, dibalik budaya/ritual adat yang

mewah tersebut diindikasi sudah tidak lagi memiliki makna yang murni

sebagaimana masa lalu, bahkan tampak adanya kecenderungan pergeseran

dalam maknanya. Pada sisi lain, juga tampak adanya pergeseran makna

budaya yang mana berbagai elemen masyarakat memanfaatkan hal

tersebut untuk mewujudkan keinginan politiknya.

Palebangan (2007), mengatakan bahwa peran pemangku adat

dipandang penting oleh masyarakat Toraja. Para pemangku adat selalu

berusaha mensosialisasikan dan mewariskan nilai-nilai dalam adat yang

merupakan bagian dari budaya. Budaya Toraja yang dilandaskan pada pola

kepercayaan lama (aluk to dolo) dimana norma-norma dan seluruh aturan

beserta sanksinya, diyakini oleh masyarakat Toraja berasal dari langit yang

diturunkan ke bumi melalui tangga (eran dilangi’). Karena diturunkan

langit maka manusia harus mematuhinya (Palebangan, 2007: 66).

Ikatan yang kuat pada masyarakat Toraja terhadap nilai-nilai

budaya memang fenomenal. Istilah Toraja di dalam bahasa Toraja

memang mempunyai beberapa arti atau makna. Toraja dalam kamus

bahasa Toraja disebut Toraa atau Toraya. Toraa terdiri atas dua kata yaitu

Page 6: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

6

to berarti orang dan raa berarti murah. Jadi Toraa berarti orang pemurah

hati. Arti lainnya dapat dilihat jika menggunakan susunan lain, yakni

berasal dari kata toraya yang terdiri atas to berarti orang dan raya berarti

raja atau terhormat, sehingga Toraya berarti ”orang terhormat” atau ”raja”.

Itulah sebabnya menurut Kalua et al (2010: 5) orang Toraja berpendapat

bahwa mereka harus menjadi ”manusia yang rendah hati, sederhana,

penyayang, murah hati, demokratis, dan orang besar atau tempat asal raja-

raja”. Berbeda dengan ungkapan di atas, komunitas luar Toraja yaitu suku

Bugis Sidenreng menyebut masyarakat Toraja sebagai Toriaja artinya

masyarakat yang mendiami negeri atas atau pegunungan. Sedangkan

dalam dialek Luwu, Toraja berarti To Riajang yang artinya orang-orang

yang berdiam di sebelah Barat.

Koentjaraningrat (1974) mengatakan bahwa kebudayaan itu dapat

diartikan sebagai hal-hal yang berhubungan dengan budi dan akal. Culture

istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere yang berarti

mengelola tanah atau bertani. Dari arti ini berkembang arti culture yaitu

segala daya dan usaha manusia mengubah alam. Lebih jauh

Koentjaraningrat (1974) mengemukakan bahwa ada pendirian lain

mengenai asal kata kebudayaan. Ia mengatakan bahwa, kata ‘kebudayaan’

adalah perkembangan majemuk budi daya, artinya daya dari budi,

kekuatan dari akal. Dapat diartikan bahwa suatu budaya atau suatu praktik

budaya bersumber dari akal manusia.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

Merujuk pada Koentjaraningrat (1974), kebudayaan dapat

mengalami perubahan

kepercayaan lama

menjelaskan perkembangan di Toraja, di

upacara ini hanya boleh diselenggarakan oleh kalangan

(bangsawan), maka dewasa ini kalangan

ikut menyelenggarakan upacara adat

(Palebangan, 2007).

diperhamba. Di antara

parenge (pemimpin masyarakat).

warga yang harus mengabdikan diri sepenuhnya kepada seluruh aggota

masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari struktur peran masyarakat Toraja.

7

Merujuk pada Koentjaraningrat (1974), kebudayaan dapat

perubahan-perubahan, termasuk dalam hal ini budaya atau

kepercayaan lama komunitas etnis Toraja yaitu aluk to dolo. Hal ini dapat

menjelaskan perkembangan di Toraja, dimana jika di masa lalu kedua

upacara ini hanya boleh diselenggarakan oleh kalangan

(bangsawan), maka dewasa ini kalangan kaunan (yang diperhamba) sudah

ikut menyelenggarakan upacara adat rambu tuka’ dan rambu solo

(Palebangan, 2007). Kaunan di dalam bahasa Toraja berarti kalangan yang

diperhamba. Di antara puang dan kaunan ada strata menengah yakni

(pemimpin masyarakat). Kaunan dianggap sebagai kalangan

warga yang harus mengabdikan diri sepenuhnya kepada seluruh aggota

Hal ini dapat dilihat dari struktur peran masyarakat Toraja.

Gambar 1

Struktur Sosial Masyarakat

Bangsawan tertinggi

Bangsawan menengah

Masyarakat umum

Yang

Merujuk pada Koentjaraningrat (1974), kebudayaan dapat

perubahan, termasuk dalam hal ini budaya atau

Hal ini dapat

mana jika di masa lalu kedua

upacara ini hanya boleh diselenggarakan oleh kalangan puang

(yang diperhamba) sudah

rambu solo’

di dalam bahasa Toraja berarti kalangan yang

menengah yakni

dianggap sebagai kalangan

warga yang harus mengabdikan diri sepenuhnya kepada seluruh aggota

Hal ini dapat dilihat dari struktur peran masyarakat Toraja.

Bangsawan menengah

Masyarakat umum

Yang diperhamba

Page 8: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

8

Setelah Indonesia merdeka, khususnya sepanjang tahun 1960an

sejumlah besar generasi muda Toraja melakukan migrasi ke luar Toraja.

Diduga dorongan untuk pergi ke luar Toraja adalah dampak dari pekerjaan

zending, yakni penyebaran agama Kristen yang dilakukan oleh para

misionaris asal Belanda sejak tahun-tahun terakhir abad ke delapan belas

sampai dengan masa kemerdekaan Indonesia. Di tahun 1980-an, suatu

lapisan baru komunitas Toraja mulai terbentuk, yakni kalangan yang tidak

berdiam di Toraja tetapi bekerja di birokasi pemerintahan di luar Toraja.

Mereka ini menjadi kelas sendiri yang secara finansial lebih mampu

dibandingkan dengan orang Toraja yang berdiam di Toraja. Kalangan ini,

yang tidak terbatas sebagai kalangan puang, mulai mengubah kebiasaan

lama dalam hal membangun rumah adat. Jika tadinya rumah adat hanya

boleh dibangun oleh kalangan puang, maka rumah adat yang memerlukan

simbol-simbol spesifik berupa kepala kerbau itu telah dibangun pula oleh

kalangan kaunan. Sebenarnya menurut aluk to dolo kalangan kaunan tidak

boleh mendirikan tongkonan. Hal ini tentu menandai bahwa berikutnya

sebuah keluarga kaunan akan menyemayamkan sesepuh mereka di

tongkonan tersebut.

Perkembangan saat ini para tokoh yang berniat memperoleh

kedudukan politik memanfaatkan peluang penyelenggaraan praktik-praktik

budaya sebagai sarana memenangkan kompetisi pemilihan pimpinan

daerah atau masyarakat. Sehingga tidak jarang mereka menghibahkan

uang dalam jumlah besar atau hewan kurban dalam rangka pencitraan.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

9

Bantuan atau hibah ini secara eksplisit merupakan ikatan moral bagi

penerima bantuan dan secara politis harus mendukung pemberi bantuan

untuk memenangkan kompetisi pemilihan kepemimpinan di daerah.

Dalam Ensiklopedia Nasional Indonesia (2004) disebutkan bahwa

manipulasi merupakan suatu bentuk kecurangan atau penyelewengan

dengan mempengaruhi orang lain tanpa orang yang dipengaruhi menyadari

hal tersebut. Suatu manipulasi dilakukan biasanya untuk memperoleh

keuntungan secara tidak wajar. Manipulasi budaya yang dimaksud dalam

disertasi ini adalah upaya-upaya yang dilakukan oleh individu atau

kelompok yang mempunyai tujuan politik atau kekuatan ekonomi untuk

menghilangkan sebagian atau menambahkan sebagian nilai-nilai budaya

melalui ritus-ritus (pesta adat, upacara penguburan) sehingga berbeda dari

yang aslinya tanpa masyarakat menyadari bahwa telah terjadi

penyimpangan budaya.

Reformasi politik yang terjadi di Indonesia sejak tahun 1998 telah

mengubah sistem perpolitikan khususnya penyelenggaraan pemerintahan

di daerah. Salah satu perubahan mendasar ialah mengenai otonomi daerah

yang pertama sekali dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun

1999 sampai dengan berbagai perubahan hingga pada Undang Undang

nomor 32 tahun 2004. Secara luas dan fleksibel, rangkaian undang-undang

itu memberi peluang untuk pemekaran daerah.

Kebijakan otonomi daerah memberi ruang bagi aktor-aktor politik

lokal daerah tampil menyuarakan langsung aspirasi politiknya. Sehingga

Page 10: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

10

dalam konteks pemekaran daerah di Indonesia telah banyak daerah yang

melakukan pemekaran atau pembentukan daerah baru terpisah dari

kabupaten induknya. Menurut Huntington (2004: 11), bahwa tingkat

kesatuan politik yang dicapai oleh suatu masyarakat pada hakekatnya

mencerminkan lembaga politik dan kekuatan-kekuatan sosial yang

membentuknya. Kekuatan sosial yang dimaksudkan adalah keragaman

dalam masyarakat yaitu kelompok etnis, keagamaan, teritorial, ekonomi,

dan status.

Para aktor politik yang dimaksudkan di dalam tulisan ini ialah

warga Toraja, baik yang berdiam di Tana Toraja maupun mereka yang

berkarir di luar Tana Toraja tetapi berniat menjadi kepala daerah ataupun

anggota legislatif di Tana Toraja. Para aktor politik ini dapat dikategorikan

sebagai putra daerah. Menurut pengertian umum, terdapat dikotomi antara

putra asli daerah dan pendatang atau non putra asli daerah (putra daerah)2.

Putra daerah genealogis ini terbelah dalam dua kategori yaitu mereka yang

kebetulan di daerah yang bersangkutan dari (salah satu atau ke dua) orang

tua yang juga berasal dari daerah tersebut, dan mereka yang berasal dari

daerah yang bersangkutan. Kedua, putra daerah politik, yakni putra daerah

genealogis yang memiliki kaitan politik dengan daerah itu, misalnya

anggota DPD dari daerah tertentu atau anggota DPR Pusat yang oleh

partainya ditempatkan sebagai kandidat dari daerah yang memiliki kaitan

2Fatah (2005) mengklasifikasikan putra daerah dalam 3 (tiga) kategori yaitu Pertama, putra daerah

secara genelogis yaitu mereka yang sekadar memiliki kaitan darah dengan daerah itu tetapi tidak menetap dan berkiprah (secara politik dan/atau ekonomi) di situ.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

11

genealogis dengannya. Ketiga, putra daerah ekonomi yaitu putra daerah

genealogis yang karena kapasitas ekonominya kemudian memiliki kaitan

dengan daerah asalnya melalui kegiatan investasi atau jaringan bisnis di

daerah asalnya (Fatah dalam Tempo interaktif, 18 April 2005).

Putra asli daerah yang dimaksud dalam penulisan ini adalah:

Pertama, orang yang lahir dan besar serta menetap di Toraja. Kedua, orang

yang lahir di Toraja, namun menetap di luar Toraja yang terikat dalam

suatu ikatan keluarga (nenek moyang) Toraja. Ketiga, orang yang lahir di

luar Toraja walaupun tidak memiliki ikatan keluarga (nenek moyang),

namun menetap dan mempunyai Kartu Tanda Penduduk (KTP) di Toraja.

Dinamika politik yang sedang tumbuh di berbagai daerah di

Indonesia, termasuk di Kabupaten Tana Toraja, tergambar oleh adanya

persaingan politik di antara para elit politik baik yang bermukim di Toraja

maupun elit-elit politik daerah yang bermukim di luar Toraja. Seperti yang

dikatakan Abdullah (2007: 77) bahwa kelompok yang hidup di luar

wilayah kebudayaan masing-masing merupakan orang-orang yang

kemudian mengembangkan suatu sistem nilai yang berbeda dengan sistem

nilai lama yang tampak dari orientasi nilai yang lebih terbuka (open

minded), mudah beradaptasi dan mengadopsi sistem nilai baru dan

kemudian memiliki gaya hidup yang berbeda dengan sebelumnya.

Kelompok elit politik yang tinggal dalam wilayah kebudayaannya

berusaha untuk mempertahankan nilai-nilai budaya yang selama ini

dijadikan pijakan dalam bertindak, bersikap, dan berperilaku. Sementara

Page 12: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

12

itu, para elit atau aktor politik di Kabupaten Tana Toraja, yang kebanyakan

adalah kalangan putra daerah, selalu berusaha meraih tujuan politik dengan

memanfaatkan situasi dan kondisi budaya masyarakat.

Pemekaran Kabupaten Toraja Utara terpisah dari Kabupaten Tana

Toraja pada tahun 2008 adalah hasil perjuangan elit-elit politik lokal

bersama dengan elit-elit politik Toraja di perantauan. Baik Kabupaten

Tana Toraja maupun Kabupaten Toraja Utara mempunyai komunitas yang

masih berpegang pada nilai-nilai budaya lokal. Sehingga menjadi menarik

untuk melihat bagaimana praktik aktor-aktor politik yang sengaja

melibatkan diri dalam praktik-praktik budaya. Para aktor politik tidak akan

terlibat dalam berbagai persiapan dan penyelenggaraan upacara-upacara

jika tidak bermanfaat untuk meraih tujuan politik yakni para aktor politik

tidak akan menggalang dukungan melalui partisipasi mereka pada upacara

rambu tuka’ dan rambu solo’.

Wacana pemekaran atau pemberian otonomi daerah menurut

berbagai pendapat telah mengerucut pada pro dan kontra. Pendapat yang

mendukung pemekaran daerah memberi argumentasi bahwa dampak dari

pemekaran daerah bersifat positif karena adanya pemberdayaan dan

penguatan terhadap Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). DPRD

akan lebih efektif dalam menangkap aspirasi yang berkembang dalam

masyarakat, kemudian mengadopsinya dalam berbagai bentuk kebijakan

publik di daerah bersama-sama dengan Kepala Daerah. Pendapat yang

bersifat negatif adalah kemungkinan terjadinya konflik yang

Page 13: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

13

berkepanjangan antara Kepala Daerah dengan DPRD. Hal ini dapat terjadi

apabila gaya kepemimpinan Kepala Daerah sangat berbeda dengan

Pimpinan DPRD, latar belakang kepentingan yang secara diametris antara

pimpinan DPRD dengan Kepala Daerah, dan latar belakang pengalaman

dalam berpolitik dan penyelenggaraan pemerintahan yang sangat berbeda

antara Kepala Daerah dengan DPRD (Syaukani et al, 2009: 198-201).

Dewasa ini telah semakin disadari bahwa dalam rangka pemekaran

daerah, situasi pasca pemekaran daerah sangat memerlukan kesiapan

sumber daya manusia dan kemampuan kelembagaan memadai. Hal-hal di

atas merupakan aspek-aspek substansial yang semakin menarik untuk

ditelusuri lebih mendalam, terutama bagaimana para aktor-aktor politik

terlibat dalam praktik-praktik budaya. Di sisi lain jika mayoritas warga

masih belum memiliki tingkat pendidikan dan pengalaman berpolitik yang

memadai maka penting dipertanyakan apakah mengampanyekan issu

kebijakan publik khususnya mengenai pemekaran daerah masih akan

memberi manfaat kepada masyarakat luas.

1.2. Rumusan Masalah

Praktik-praktik budaya masyarakat Toraja tergolong unik dan

fenomenal. Upacara adat dalam rangka pemakaman jenazah sesepuh

keluarga yaitu rambu solo’ merupakan praktik budaya yang fenomenal dan

karenanya menjadi tujuan wisata. Namun dewasa ini praktik

penyelenggaraan rambu solo’ tidak sama lagi dengan di masa lalu. Di

Page 14: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

14

masa lalu kaum kaunan, atau strata terendah menurut aluk to dolo tidak

boleh menyelenggarakan upacara pemakaman jenazah sesepuh dengan

upacara yang meriah.

Penyelenggaraan upacara rambu tuka’ dan rambu solo’ di masa

kini semakin semarak dan semakin besar biayanya, seiring dengan

semakin banyaknya warga masyarakat yang terlibat. Adapun bukti dari

besarnya biaya ialah persentase hewan kerbau di Kabupaten Tana Toraja

yang dikorbankan hampir 1/3 dari populasi. Namun demikian, menurut

para tokoh adat, penyelenggaraan upacara rambu tuka’ dan rambu solo’

akan tetap berlangsung dan akan semakin semarak.

Merujuk pada berbagai fakta, kondisi, dan beberapa hasil penelitian

sebagaimana telah diuraikan di atas, dapat dikemukakan pertanyaan utama

bagaimana cara para aktor politik memanfaatkan budaya lokal (rambu

tuka’ dan rambu solo’) untuk mewujudkan tujuan politiknya? Sehubungan

dengan itu, untuk menjawab hal tersebut tersebut ditetapkan rumusan

masalah sebagai berikut:

a. Bagaimana rambu tuka’ dan rambu solo’ yang semula memiliki

makna teologis baik dalam bentuk adat maupun dalam bentuk

struktur dan simbol masyarakat, kemudian bergeser menjadi makna

politis?

b. Bagaimana pemekaran wilayah dilakukan oleh elit politik lokal

dengan menggalang massa politik melalui media budaya lokal?

Page 15: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

15

c. Bagaimana cara para elit politik lokal memanipulasi budaya lokal

dengan memanfaatkan instrumen budaya untuk meraih berbagai

posisi dalam masyarakat?

1.3. Tujuan

Untuk menjelaskan perubahan-perubahan yang terjadi dalam

budaya lokal khususnya pesta adat dan upacara penguburan serta

bagaimana praktik budaya itu digunakan oleh elit politik lokal untuk

mencapai tujuan politiknya.

1.4. Ruang Lingkup

Mengingat pemahaman budaya dan politik begitu luas serta

meliputi berbagai aspek sosial dalam masyarakat, maka dalam penelitian

ini hanya dibatasi pada lingkup yang spesifik yaitu pesta adat (rambu

tuka’), upacara penguburan (rambu solo’) serta pemanfaatan simbol

budaya (rumah adat) yang sangat potensial dimanfaatkan oleh elit-elit

politik lokal untuk memobilisasi masyarakat dalam rangka mewujudkan

tujuan politiknya, perekonomian masyarakat, serta politik lokal

(pemekaran daerah dan pemilukada). Tongkonan dalam masyarakat Toraja

adalah rumah adat atau tempat bertemunya keluarga besar untuk

melaksanakan ritus-ritus adat secara bersama-sama baik ritus rambu tuka’

(pesta adat) maupun ritus rambu solo’ (upacara penguburan). Tongkonan

pada awalnya adalah rumah yang didirikan oleh sepasang suami istri untuk

ditempati, walaupun tidak dengan sendirinya setiap rumah yang dibangun

Page 16: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

16

harus menjadi tongkonan (Kobong, 2008: 88). Adapun fokus pembahasan

dalam tulisan ini adalah budaya lokal, ekonomi, dan politik.

1.5. Tinjauan Pustaka

Banyak tulisan yang mengupas tentang budaya Toraja dan juga

pergeseran budaya yang terjadi di dalamnya. Berbagai tulisan tersebut

memiliki cara pandang dan pendapat yang berbeda, namun secara prinsip

memiliki kandungan budaya Toraja yang selaras dengan fakta yang ada

dilapangan. Dalam tulisan ini, penulis mengupas pada aspek pergeseran

makna tradisional pesta adat dan upacara penguburan yang semula

bermakna telogis telah bergeser menjadi makna politis oleh elit-elit yang

ingin mendapatkan kedudukan dalam masyarakat. Beberapa tulisan yang

mengupas tentang budaya Toraja dan pergeseran politik yang ada di

dalamnya antara lain adalah Theodorus Kobong (2009), Tino Saroengallo

(2008), Edwin De Jong (2013), dan L.T. Tangdilintin (1985).

Theodorus Kobong (2009), dalam disertasinya yang berjudul Injil

dan Tongkonan, Inkarnasi, Kontekstualisasi, Transformasi. Tulisan ini

menyoroti tentang asal muasal nenek moyang masyarakat Toraja beserta

kepercayaannya dan perubahan budaya dari kepercayaan lama (aluk to

dolo) menjadi Kristen oleh para Zending. Dalam arti bahwa bagaimana

iman Kristen dalam perjumpaannya dengan kebudayaan Toraja

Tradisional. Dalam tulisan Kobong lebih difokuskan pada aspek

Page 17: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

17

teologisnya yaitu perubahan dari keyakinan lama (aluk to dolo) menjadi

Kristen beserta tantangan yang dihadapi oleh para zending.

Perbedaan dari tulisan ini terletak pada pemanfaatan tradisi pesta

adat dan upacara penguburan oleh elit-elit lokal atau orang kaya baru

untuk tujuan politiknya. Demikian halnya dalam tulisan Kobong belum

terungkap unsur politis dari makna tradisi pesta adat dan upacara

penguburan yang dilakukan oleh elit-elit atau oknum masyarakat secara

besar-besaran.

Pada sisi lain, tulisan yang menyoroti tentang pergeseran budaya

terkait dengan unsur politik dan ekonomi antara lain dikemukakan oleh

Edwin De Jong (2013) dengan judul tulisannya “Making a living between

crises and ceremonies in Toraja” menyoroti bahwa masyarakat Toraja

secara harfiah hidup dengan orang mati. Kehidupan masyarakat Toraja

telah terstruktur dengan rangkaian acara ritual terutama upacara

pemakaman menjadi hal yang penting. Saat Indonesia mengalami krisis

pada akhir tahun 1990-an, upacara pemakaman mewah dengan biaya yang

tinggi tetap berlangsung di Toraja pada setiap tahunnya. Tulisan ini

difokuskan pada tiga hal pokok yaitu budaya, ekonomi, dan juga politik.

Perbedaan dengan tulisan ini, Edwin De Jong tidak

mengungkapkan peran elit-elit masyarakat dari struktur sosial rendah

(yang diperhamba) yang menuntut hak untuk menjadi pemimpin

masyarakat (Parenge’) melalui pelaksanaan tradisi pesta adat dan upacara

penguburan. Dalam tulisan ini juga diuangkapkan politik yang

Page 18: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

18

menyangkut pemekaran daerah dan pemilihan pemimpin masyarakat

termasuk pemilihan Kepala Daerah dan anggota Legislatif yang juga

memnafaatkan tradisi pesta adat dan upacara penguburan sebagai

instrumen politik.

Perdebatan teorisasi yang mendalam terjadi antara apa yang

ditemukan dalam penelitian Kobong dengan Edwin De Jong. Kobong pada

prinsipnya tetap teguh mengemukakan bahwa perubahahan kepercayaan

lama (aluk to dolo) menjadi kristen dikarenakan adanya

keyakinan/kepercayaan baru yang berdampak pada adanya larangan

terhadap adat-adat yang tidak sesuai dengan iman kristen. Kedatangan para

Zending memperkenalkan agama Kristen ke masyarakat Toraja menurut

Kobong menyebabkan adat dan budaya dalam kepercayaan lama menjadi

berubah. Artinya kepercayaan lama berubah menjadi adat yang dijalankan

hingga saat ini. Sedangkan Edwin De Jong beranggapan bahwa perubahan

kepercayaan atau adat yang terjadi itu banyak dipengaruhi oleh

kepentingan ekonomi dan politik. Sehingga ada dua hal yang berbeda

dalam pengaruh terhadap perubahan budaya tersebut. Apa yang

dikemukakan oleh Edwin De Jong tersebut sesungguhnya ada keselarasan

dengan temuan dari Tino Saroengallo (2008), yang secara prinsip

mengemukakan bahwa faktor politik dalam hal ini kekuasaan ternyata

berpengaruh terhadap perubahan budaya Toraja. Ketidak-berdayaan

masyarakat terutama masyarakat yang sadar akan dampak ekonomi yang

ditimbulkan oleh ritual pemakaman, lebih disebabkan oleh tekanan politik

Page 19: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

19

lokal yang lebih dominan dilandasi oleh rasa gengsi atau kekhawatiran

kaum bangsawan akan kehilangan muka dari masyarakat umum.

Pada studinya yang berjudul Ayah dan anak beda warna “Anak

Toraja Kota menggugat, Tino Saroengallo (2008) mengemukakan bahwa

upacara pemakaman seorang bangsawan (Mr. Renda Saroengallo) yang

dianggapnya sebagai suatu pemborosan, hanya untuk mempertahankan

kelanggengan kekuasan dan martabat keluarga sebagai keluarga

bangsawan (tana’ bulaan). Artinya bahwa ada kepentingan politik dalam

pelaksanaan pemakaman. Oleh sebab itu, Tino Saroengallo menghimbau

kepada pemerintah dan tokoh adat untuk mengkaji kembali tradisi yang

sudah berlangsung secara turun temurun, tetapi sudah tidak sesuai lagi

dengan perkembangan zaman.

Perbedaan dengan tulisan ini terletak pada motif dari makna

pelaksanaan tradisi pesta adat dan upacara penguburan. Tino Saroengallo

hanya menyoroti pada aspek penguburan yang dianggapnya sebagai suatu

pemborosan hanya untuk mempertahankan kekuasaan bangsawan.

Sementara dalam tulisan ini peran aktor yang dilakukan oleh orang kaya

baru terutama oknum dari struktur sosial rendah pada dua acara penting

yaitu pesta adat dan upacara penguburan adalah untuk menaikkan status

sosialnya dan mewujudkan tujuan politiknya.

Jika Tino Saroengallo mengeluhkan kondisi upacara pemakaman

sebagi suatu pemborosan yang tidak bermakna dan sarat dengan

kepentingan kekuasaan, maka Bert Tallulembang melihatnya dari sisi

Page 20: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

20

gengsi masyarakat. Bert Tallulembang mengatakan bahwa faktor

pendorong dalam menggerakkan orang untuk mengorbankan hewan dalam

jumlah besar dengan biaya tidak sedikit lebih kepada harga diri semu atau

gengsi. Bert Tallulembang dalam studinya dengan judul Reinterpretasi dan

Reaktualisasi Budaya Toraja dalam refleksi seabad Kekristenan masuk

Toraja menyoroti tentang masyarakat Toraja perantau yang hidup di

daerah lain merasa perlu membuktikan keberhasilan mereka di rantau. Bert

Tallulembang mengatakan bahwa orang Kristen yang seharusnya

memahami konsep keimanan tidak boleh melakukan upacara-upacara adat

yang tidak sejalan dengan iman Kristen. Kenyataannya upacara

pemakaman yang menganut ajaran kepercayaan lama (aluk to dolo) yang

bertentangan dengan iman Kristen justru orang Kristen yang banyak

melakukan hal tersebut.

Perbedaan dengan tulisan ini terletak pada peran elit yang

memanfaatkan tradisi pesta adat dan upacara penguburan, bukan hanya

dilakukan oleh orang Kristen tetapi orang non Kristen juga telah

melakukan dengan tujuan mewujudkan keinginannya. Dalam tulisan ini

juga diungkap bahwa tujuan yang lebih luas dari elit-elit lokal dalam

memanfaatkan tradisi pesta adat dan upacara penguburan adalah untuk

mensosialisasikan pemekaran daerah.

Pelaksanaan upacara penguburan yang dilaksanakan di rumah adat

(tongkonan) dengan berbagai ornamen asesorisnya menurut Tino

Saroengallo hanyalah cara bangsawan dalam memamerkan kebesarannya

Page 21: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

21

dalam rangka melanggengkan kekuasaannya. Pendapat ini sejalan studi

dari Tangdilintin (1995) dalam tulisannya berjudul Tongkonan (Rumah

Adat) Arsitektur & Ragam Hias Toraja (1995) yang menyoroti tentang

fungsi rumah adat sebagai tempat pelaksanaan adat istiadat (pesta adat dan

upacara penguburan). Rumah adat tersebut selain berfungsi sebagai rumah

tinggal dan tempat pelaksanaan ritual kemasyarakatan, juga dijadikan

sebagai tempat untuk memberikan perintah dari penguasa kepada

masyarakat.

Perbedaan dengan tulisan ini terletak pada fungsi dari rumah adat

(tongkonan). Jika Tangdilintin menyoroti dari fungsi rumah adat sebagai

tempat menjalankan perintah selain sebagai tempat tinggal, maka dalam

tulisan ini fungsi dari rumah adat tidak hanya sebagai tempat menjalankan

perintah dan tempat tinggal tetapi telah dijadikan sebagai arena kampanye

politik terutama untuk mensosilaisikan diri untuk menjadi pemimpin dan

pemekaran daerah. Dalam tulisan ini juga mengurai tentang bagaimana

rumah adat yang telah dimanfaatkan sebagai tempat mengekspresikan

tujuan politik oleh elit-elit politik lokal baik dari masyarakat dengan status

sosialnya rendah maupun orang kaya baru.

Adapun dalam lingkup pemekaran daerah, juga terdapat beberapa

penulis yang telah melakukan penelitian, diantaranya adalah Mohamad

Hatta (2007), Syaukani, et al, (2009: 27), Zuhro, (2009: 163), dan lain-lain.

Meskipun kesukuan merupakan topik diskusi para pengamat pada

tahun 1950-an, namun menurut Nordholt dan Klinken (2009: 30)

Page 22: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

22

wacananya yang paling dominan adalah difokuskan pada nation building.

Peran partai-partai politik dan pilar-pilar politik dalam masyarakat Jawa

yang disebut aliran. Menganalisis kecenderungan tersebut, Ichlasul Amal

(1992) menurut kedua penulis di atas mengingatkan bahwa pendekatan

tersebut justru mengaburkan pentingnya faktor-faktor etnik yang justru

membentuk kancah perpolitikan Indonesia.

Provinsi Sulawesi Selatan mempunyai empat etnis besar dengan

karakteristik masyarakat yang berbeda yaitu etnis Makassar, etnis Bugis,

etnis Mandar, dan etnis Toraja. Secara umum karakteristik masyarakat

keempat etnis tersebut lebih banyak dipengaruhi oleh agama dan strata

sosialnya. (Nordholt dan Klinken, 2009)

Elit politik lokal baik pemerintah, intelektual, maupun ulama,

masih memiliki pengaruh penting dalam membangun budaya politik

masyarakat di Sulawesi Selatan. Hal ini menggambarkan bahwa hubungan

patron-klien masih sangat kuat dalam masyarakat terutama dalam

hubungan kekerabatan dan kedaerahan dan masih mendominasi proses

pemilihan pimpinan daerah dan pimpinan dalam masyarakat (Zuhro, 2009:

163).

Dari penelusuran kepustakaan yang dilakukan, telah didapatkan

berbagai tulisan mengenai kebudayaan Toraja yang ditulis oleh para ahli

dengan memberikan argumen yang saling melengkapi. Berikut beberapa

tulisan para ahli yang ditelusuri antara lain:

Page 23: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

23

Aspek pemekaran daerah di Indonesia telah ditulis oleh berbagai

pakar dari berbagai sudut pandang yang berbeda. Pemekaran daerah atau

pemberian otonomi kepada daerah tidak lepas dari sistem politik dan

karakteristik masyarakat di daerah yang bersangkutan. Menurut para pakar

pilihan pemekaran atau otonomi luas merupakan pilihan yang strategis

dalam rangka memelihara nation state (negara bangsa) yang sudah lama

kita bangun, dan kita pelihara (Syaukani, et al, 2009: 27).

Makna dari nation state (negara bangsa) tersebut adalah

memberikan keleluasan kepada Pemerintah Daerah dalam mengelola

sendiri rumah tangganya dengan mengoptimalkan segala sumber daya

yang dimiliki untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam

pelaksanaan otonomi tersebut tetap dalam bingkai Negara Kesatuan

Republik Indonesia (NKRI). Pendapat yang sama dikemukakan beberapa

pakar lainnya seperti Mohamad Hatta (2007) yang menyoroti tentang

hubungan hukum antara sistem otonomi daerah dengan hukum pertahanan

Indonesia.

Euforia pemekaran atau pembentukan daerah baru banyak

dipengaruhi oleh adanya ekspektasi-eskpektasi dan keluhan-keluhan di

tingkat lokal, baik dalam masyarakat maupun pemerintah daerahnya

(Makagansa, 2008: 161). Ekspektasi bagi masyarakat lokal diantaranya

adalah terbukanya lapangan kerja bagi masyarakat setempat dalam rangka

mengatasi masalah pengangguran. Ekspektasi pemekaran daerah lainnya

bagi masyarakat lokal di antaranya adalah dapat mengoptimalkan potensi

Page 24: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

24

daerah yaitu sumber daya alam yang dimiliki untuk mensejahterakan

masyarakat dan menata sistem pemerintahan yang lebih mandiri.

Pemekaran di Sumba Barat ditampilkan secara menarik oleh Vel

(dalam Nordholt dan Klinken, 2009: 116) dengan judul ”Massa bersukaria

menyambut kabupaten baru di Sumba” sebagai berikut:

Ribuan orang berkumpul di dataran Laikaruda di bagian tengah Sumba pada 31 januari 2003 untuk merayakan kabupaten baru Sumba Tengah. Truk-truk dan bus-bus kecil sejak dini hari sudah berangkat ke desa-desa untuk menjemput para penggembira dan menyebarkan berita bahwa sebuah delegasi dari Jakarta akan datang untuk merayakan kabupaten baru itu. Akan ada pesta, dengan musik gong dan hidangan berdaging. Tamu-tamu terhormat dari Jakarta menerima hadiah-hadiah tradisional, misalnya kain Sumba asli. Pertunjukan tari-tarian tradisional menekankan komitmen, kebudayaan, dan tradisi yang kuat dari populasi lokal daerah itu, yang sebentar lagi akan menjadi kabupaten. Spanduk-spanduk di atas jalan memproklamasikan penciptaan Sumba Tengah sebagai tindakan demokrasi murni – Vox Populi Vox Dei: Suara rakyat adalah suara Tuhan – dan slogan itu secara lokal akan diinterpretasikan sebagai pertanda rahmat Tuhan (Kristen) bagi upaya kampanye tersebut.

Sesudah itu barulah massa tahu bahwa itu semua hanyalah satu langkah dalam sebuah proses panjang untuk menciptakan kabupaten baru. Mereka telah dikerahkan untuk meyakinkan DPR Pusat Jakarta, yang tengah berkunjung, bahwa Sumba Tengah terutama didasarkan pada aspirasi murni masyarakat.

Digambarkan bahwa ’pemekaran’ merupakan penciptaan sebuah

kabupaten baru keluar dari kabupaten lama (kadang-kadang disebut

redistricting) di Sumba Barat. Usulan-usulan yang diajukan bertujuan

memecah kabupaten Sumba Barat yang sekarang ini menjadi tiga: Sumba

Barat, Sumba Tengah, dan Sumba Barat Daya.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

25

Vel (dalam Nordholt dan Klinken, 2009: 117) mencatat bahwa di

seluruh Indonesia, retorika kampanye selalu menyebut-nyebut tiga alasan

utama untuk menciptakan kabupaten baru: bahwa hal itu akan

menguntungkan kemakmuran ekonomis, dan bahwa adalah kehendak

rakyat untuk memiliki kabupaten sendiri. Kabupaten baru akan memiliki

birokrasi sendiri, dengan anggaran yang akan dibelanjakan menurut

prioritas-prioritasnya sendiri, yang merupakan satu alasan bagus bagi para

kandidat birokrat baru untuk menciptakan kabupaten mereka sendiri.

Mendirikan birokrasi kabupaten baru menjanjikan sejumlah besar

pekerjaan bagi orang-orang lokal yang berpendidikan baik tetapi sekarang

menganggur. Pemekaran adalah proses yang panjang, yang melibatkan

usaha mengkampanyekan daerah, melobi institusi-institusi dan orang-

orang yang akan mengambil keputusan akhir di tingkat provinsi dan

Jakarta, dan prosedur-prosedur birokratis yang bertele-tele.

Kasus Sumba yang disajikan di sini merupakan satu contoh tentang

bagaimana hukum-hukum dan institusi-institusi baru yang diciptakan di

tingkat nasional dianggap sebagai kesempatan oleh para anggota elit

politik lokal, yang menyesuaikan hukum-hukum serta institusi-institusi

baru tadi dengan kultur politik lokal dan menggunakannya untuk

memperkuat posisi atau kepentingan-kepentingan mereka sendiri

(Nordholt dan Klinken, 2007).

Praktik budaya di Tana Toraja khususnya pesta adat dan upacara

penguburan bagi masyarakat Toraja adalah hal yang sangat mendasar

Page 26: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

26

dalam kehidupan bermasyarakat. Ketentuan adat istiadat telah

dimanipulasi untuk gengsi keluarga atau mencari popularitas dan pada

akhirnya menginginkan posisi atau kedudukan di dalam masyarakat

(Palebangan, 2007). Konflik timbul karena adanya perbedaan kepentingan-

kepentingan (interest). Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan

kepentingan yang memanfaatkan budaya sebagai instrumen politik

(agama, suku, adat, etnik, ras).

Penelitian ini merupakan eksplorasi atas adanya manipulasi dalam

praktik budaya Toraja, yang kemudian berubah menjadi suatu transaksi-

transaksi politik. Rambu tuka’ (pesta adat) dan rambu solo’ (upacara

penguburan) digunakan penulis sebagai kegiatan dari proses-proses yang

dimanipulasi oleh elit sosial baru dengan tujuan yang baru. Pemekaran

daerah merupakan tujuan politik yang menjadi sasaran para elit politik.

Pemekaran daerah menjanjikan kekuasaan, jabatan-jabatan, dan

kesempatan kerja. Namun demikian, untuk mendapatkan persetujuan

pemerintah pusat, diperlukan dukungan politik dari akar rumput (grass

root), disamping kemampuan lobby politik. Masalah lobby politik tidak

dibahas pada penelitian ini.

Manfaat penelitian ini adalah dalam rangka penulisan disertasi

doktoral pada Universitas Gadjah Mada. Disertasi ini diharapkan dapat

menggugah peneliti lain di kemudian hari untuk mengadakan penelitian

lebih lanjut tentang budaya dalam perspektif politik ditinjau dari aspek

budaya lokal dan politik, meskipun berbeda tema dan pendekatannya.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

27

1.6. Kerangka Teori

1.6.1. Teori Budaya

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, budaya (culture) diartikan

sebagai pikiran-pikiran, dan akal budi. Budaya berhubungan dengan cara

manusia hidup. Dalam hal ini manusia dikarunia akal sehat untuk berfikir

yang merupakan sumber gagasan, merasakan, mempercayainya sebagai

sebuah tuntutan hidup. Dalam bahasa latin budaya disebut colere yang

berarti mengerjakan atau mengelola tanah.

Sementara itu, Kroeber dan Kluochohn dalam Sutrisno dan

Putranto (2005: 8-9) lebih merinci definisi budaya dalam 6 pemahaman

pokok yaitu:

a. Defenisi deskriptif yang cenderung melihat budaya sebagai totalitas

komprehensif yang menyusun keseluruhan hidup sosial sekaligus

menunjukkan sejumlah ranah (bidang kajian) yang membentuk

budaya.

b. Definis historis yang cenderung melihat budaya sebagai warisan

yang dialih-turunkan dari generasi satu ke genarasi berikutnya.

c. Definisi normatifnya bisa mengambil 2 bentuk. Pertama, budaya

adalah aturan atau jalan hidup yang membentuk pola-pola perilaku

dan tindakan yang konkrit. Kedua, menekankan peran gugus nilai

tanpa mengacu pada perilaku.

Page 28: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

28

d. Definisi psikologis yang cenderung memberi tekanan pada peran

budaya sebagai piranti pemecah masalah yang membuat orang bisa

berkomunikasi, belajar, atau memenuhi kebutuhan material maupun

emosionalnya.

e. Definisi struktural yang menunjukkan pada hubungan atau

keterkaitan antara aspek-aspek yang terpisah dari budaya sekaligus

menyoroti fakta bahwa budaya adalah abstraksi yang berbeda dari

perilaku konkrit.

f. Definisi genetis, melihat dari asal usul bagaimana budaya itu bisa

eksis atau tetap bertahan.

Sejalan dengan pemahaman tersebut, Koentjaraningrat dalam

Sudarsono dan Ruwiyanto3, (1999: 12) mengatakan bahwa budaya adalah

keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan

belajar. Budaya dapat memberi arah kepada masyarakat untuk berfikir dan

bertindak sesuai dengan norma-norma kehidupan yang terpelihara secara

turun-temurun. Budaya juga dapat menuntun dan memberi ruang untuk

menunjukkan identitas diri manusia sebagai insan yang mempunyai ahlak

dan moral dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dengan

demikian dapat dikatakan bahwa budaya merupakan sesuatu yang

disepakati bersama dan mengandung nilai-nilai luhur sebagai gambaran

3Sudarsono dan Ruwiyanto (1999: 265) juga menyatakan bahwa budaya adalah semua bentuk,

proses, dan produk perilaku manusia yang dapat diterima oleh norma yang berlaku di suatu masyarakat atau bangsa, atau yang sejalan dengan nilai-nilai yang dianut atau sedang berkembang di suatu masyarakat atau bangsa.

Page 29: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

29

hidup bermasyarakat, dan bangsa. Budaya dapat mengalami

perkembangan sesuai dengan perkembangan peradaban manusia yang

mampu menyaring hal-hal yang tidak sesuai kondisi masyarakat. Dapat

juga dikatakan bahwa budaya mencakup seluruh norma-norma yang

mengatur seluruh aspek kehidupan masyarakat dalam suatu komunitas

termasuk aturan-aturan yang tidak tertulis namun merupakan kesepahaman

masyarakat yang dipegang secara terus menerus. Norma-norma tersebut

antara lain keyakinan, aturan-aturan, hukum, kebiasaan-kebiasaan yang

secara turun-temurun dijadikan pijakan dalam bertindak, bersikap, dan

berperilaku.

Setiap kebudayaan berintikan pada nilai-nilai budaya dan nilai-nilai

budaya inilah yang mengintegrasikan berbagai unsur kebudayaan sehingga

operasional sebagai acuan atau pedoman bagi tindakan-tindakan manusia

dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Suparlan melihat

kebudayaan sebagai pedoman bagi kehidupan manusia yang secara

bersama dimiliki oleh para warga sebuah masyarakat atau dengan kata

lain, kebudayaan adalah sebuah pedoman menyeluruh bagi kehidupan

sebuah masyarakat (Suparlan, 2005).

Budaya masyarakat Toraja tidak terlepas dari pemahaman tentang

kepercayaan lama (aluk to dolo) yang dimanifestasikan dalam bentuk aluk

(agama) dan ada’ (adat). Menurut mitologi Toraja, aluk berasal dari alam

atas yaitu dari langit atau alam dewa-dewa yang dibawa turun ke bumi

yang disebut sebagai aluk sanda pitunna (aluk serba tujuh atau 7777777)

Page 30: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

30

dan mencakup semua bidang kehidupan manusia (Kobong, et al, (1992:

19-21).

Aluk adalah tata tertib kebiasaan-kebiasaan, tradisi, dan ketentuan-

ketentuan adat (Kobong, 2008: 48). Selanjutnya Palebangan

mendefinisikan aluk sebagai ajaran, upacara, dan larangan atau pemali

(Palebangan, 2007: 79). Ada berbagai macam aluk yang dikenal dalam

kehidupan masyarakat Toraja di antaranya adalah aluk mellolo tau yaitu

aluk yang menyangkut ketentuan-ketentuan adat dan hubungan antar

manusia yaitu kelahiran manusia sampai dewasa, aluk tedong yaitu aluk

yang meyangkut kerbau, aluk bua’ yaitu aluk yang berhubungan dengan

pesta sukacita, aluk rambu tuka’ yaitu aluk yang berhubungan dengan

pesta adat, dan aluk rambu solo’ yaitu aluk yang berhubungan kematian

atau upacara penguburan. Namun dalam penulisan ini hanya difokuskan

pada aluk rambu tuka’ dan aluk rambu solo’. Aluk4 dan adat adalah

padanan dalam arti bahwa adat adalah bentuk pelaksanaan dari aluk

(Kobong, 2008: 47).

Menurut Frans B. Palebangan (2007: 86), ada’ atau adat dapat

diartikan sebagai norma-norma tradisional yang diakui dan dipatuhi oleh

para anggota masyarakat secara turun-temurun di dalam suatu suku

4Aluk dalam tulisan ini adalah aturan-aturan yang telah disepakati bersama dan dijalankan secara

terus menerus oleh masyarakat Toraja dan menjadi tuntunan masyarakat dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Aturan dalam hal ini adalah berupa ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh nenek moyang orang Toraja dan diwariskan ke generasi berikutnya, sehingga merupakan suatu tata tertib yang mengatur perilaku masyarakat dalam bertindak. Aluk sama dengan agama atau keyakinan yang mengatur segala tingkah laku masyarakat.

Page 31: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

31

bangsa. Selanjutnya menurut Kobong, et al, (1992: 9) adat (ada’) adalah

suatu kebiasaan yang diturun-alihkan sejak dari nenek moyang kepada

anak cucunya turun-temurun, yang sudah berurat akar di kalangan

masyarakat yang bersangkutan.

Dalam tulisan ini adat istiadat dapat diartikan sebagai suatu tata

cara atau tradisi yang lazim dan mengikuti pola hidup suatu kelompok

masyarakat secara turun-temurun. Adat istiadat masyarakat Toraja

khususnya yang menyangkut pesta adat (rambutuka’) dan ritual

penguburan (rambusolo’) adalah tardisi yang diturunkan dari nenek

moyang mereka dan secara turun temurun dilaksanakan sesuai dengan tata

cara yang berlaku dalam adat tersebut. Adat adalah gagasan kebudayaan

yang menyangkut nilai-nilai kebudayaan, norma-norma, kebiasaan, atau

kelembagaan yang berlaku dalam suatu kelompok masyarakat.

Sejumlah pengamat budaya mengatakan bahwa budaya orang

Toraja hampir mirip dengan budaya orang Batak, sebuah etnis di Sumatera

Utara yang sebagian besar di antaranya beragama Kristen. Kemiripan itu

dihubungkan dengan pola arsitektur dan fisik rumah adat Batak dengan

rumah adat orang Toraja memiliki kemiripan di sana sini. Sejumlah

pengamat juga megatakan bahwa antara keduanya ada kemiripan antara

lain menyangkut ikatan nilai-nilai kekerabatan, hubungan kekeluargaan,

keterbukaan, dan lain-lain.

Budaya orang Batak menurut Warneck sebagaimana dikutip oleh

Simanjuntak (2009) bahwa ciri khas orang Batak yaitu selain pengasih,

Page 32: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

32

tulus, murah hati, setia dan jujur; mereka juga sombong, pongah,

pencuriga atau cemburu, malas, acuh tak acuh, dan kikir; bersemangat

pejuang dan perang. Lebih lanjut Warneck mengatakan bahwa kultur

masyarakat Batak memiliki kebiasaan pertengkaran, perkelahian dan

peperangan. Sementara Simanjuntak (2009) mengatakan bahwa penyebab

timbulnya konflik adalah adanya sakit hati di antara sesama penduduk,

perbedaan pandangan dalam proses pelaksanaan adat dan arena perebutan

harta warisan.

1.6.2. Teori Politik

Menurut Harold D. Laswell dan A. Kaplan (1950) bahwa ilmu

politik mempelajari pembentukan dan pembagian kekuasaan. Selanjutnya

dikatakan bahwa politik adalah masalah siapa mendapat apa, kapan, dan di

mana. Semnetara menurut Gabriel A. Almond dalam Budiarjo (1994)

politik adalah kegiatan yang berhubungan dengan kendali pembuatan

keputusan publik dalam masyarakat tertentu, di mana kendali ini disokong

lewat instrumen yang sifatnya otoritatif (berwenang secara sah) dan

koersif (bersifat memaksa). Selanjutnya Upe (2008) mengatakan bahwa

politik adalah seni dan ilmu (science and art) untuk meraih kekuasaan

secara konstitusional maupun non konstitusional.

Pengertian tentang politik lokal tidak berbeda dengan pengertian

politik nasional. Politik lokal dalam hal ini adalah semua kegiatan politik

yang berada dalam tataran lokal. Untuk memahami politik lokal, maka

perlu memahami politik secara umum. Pemahaman tentang politik telah

Page 33: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

33

diperkenalkan oleh Aristoteles yang digunakan dalam penyebutan nation-

city (negara-kota) yaitu polis, yang mengatakan bahwa hakikat kehidupan

sosial sesungguhnya merupakan politik dan interaksi satu sama lain dari

dua atau lebih orang, sudah pasti akan melibatkan hubungan politik. Lebih

lanjut dikatakan bahwa manakala manusia mencoba untuk menentukan

posisinya dalam masyarakat, dan berusaha untuk meraih kesejahteraan

pribadinya melalui sumber yang tersedia, serta berupaya untuk

mempengaruhi orang lain agar menerima pandangannya, maka mereka

akan melihat dirinya sibuk dengan kegiatan politik (Rodee, et al, 2009: 2-

3). Dari pandangan tersebut dapat dipahami bahwa dalam kegiatan yang

bersifat politik selalu melibatkan orang, lembaga, dan status dalam

masyarakat. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa

kegiatan berpolitik adalah cara-cara atau upaya-upaya yang dilakukan oleh

individu atau kelompok untuk mempengaruhi orang lain dalam

mewujudkan tujuannya.

Singgih dalam Abdillah (2002) mengatakan bahwa etnis banyak

memberikan sumbangan terhadap munculnya konsep negara bangsa

(nation-state) yang dalam wacana intereaksi sosial moderen menjadi

sebuah cara atau model pembacaan sosial yang dikotomis dan operasional.

Munculnya ego sukuisme atau etnisitisme memunculkan wacana

pembacaan dikotomis operasional ”aku-kamu”, ”kami-mereka”, akibatnya

timbul berbagai pertikaian dalam masyarakat yang mengatasnamakan isme

kesukuan, etnisitas, kebangsaan, nasionalisme, patriotisme suatu bangsa

Page 34: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

34

dengan menghancurkan nilai-nilai hakiki dan derajat kemanusiaan.

Selanjutnya Abdillah mengemukakan bahwa etnisitas adalah hasil dari

proses hubungan, bukan karena proses isolasi.

Kemudian Barker (2000) mengatakan bahwa etnisitas adalah

konsep kultural yang terpusat pada kesamaan norma, nilai, kepercayaan,

simbol dan praktik kultural. Terbentuknya ’suku bangsa’ bersandar pada

kultural yang dimiliki secara bersama yang telah berkembang dalam

konteks historis, sosial dan politis tertentu yang mendorong rasa memiliki

sekurang-kurangnya didasarkan pada nenek moyang mitologis yang sama.

Vel dalam Nordholt dan Klinken (2009) mengatakan bahwa di

berbagai tempat di Indonesia, politik identitas lokal seringkali dimainkan

dengan menggunakan agama dan etnisitas. Hal senada dikatakan oleh

Purwanto (2011) bahwa etnis telah digunakan sebagai atribut politik yang

penting bagi banyak golongan masyarakat untuk mendesakkan

kepentingan mereka. Hal ini dapat diamati pada pemekaran Provinsi

Gorontalo dari Provinsi Sulawesi Utara, yang dominan disebabkan karena

perbedaan budaya (agama). Begitu juga rencana pembentukan Provinsi

Tapanuli di Sumatera Utara yang disebabkan oleh perbedaan budaya

(agama) antara penduduk yang berdomisili di Sumatera Utara bagian Utara

dan penduduk di Sumatra Utara bagian Selatan. Kondisi ini menyebabkan

munculnya konflik yang memakan korban jiwa yaitu meninggalnya Ketua

DPRD Provinsi Sumatera Utara (Simandjuntak, 2009).

Page 35: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

35

Politik terkait erat dengan kekuasaan. Mengutip Harold Lasswell,

Miriam Budiardjo (1994: 84) merumuskan bahwa kekuasaan adalah:

Kemampuan pelaku untuk mempengaruhi tingkah laku pelaku lain sedemikian rupa, sehingga tingkah laku terakhir menjadi sesuai dengan keinginan dari pelaku yang mempunyai kekuasaan.5

Dalam perumusan ini pelaku kekuasaan bisa berupa seseorang,

sekelompok orang, atau sesuatu kolektivitas. Robbins (2003: 367-368)

mengatakan bahwa kekuasaan merujuk kepada kapasitas yang dimiliki

oleh seseorang atau kelompok untuk mempengaruhi orang lain atau

kelompoknya. Orang dapat berkuasa karena berbagai hal seperti kekuasaan

paksaan (coercive power) yang berbasis pada ketakutan, kemudian

kekuasaan karena adanya imbalan sesuatu (reward power), kekuasaan

legitimasi (legimate power) karena kedudukannya dalam organisasi, dan

kekuasaan kepakaran (expert power) karena keahlian yang dimiliki oleh

seseorang. Lebih jauh Miriam Budiarjo (1994: 89) memaparkan beberapa

pengertian yang erat kaitannya dengan kekuasaan, yaitu authority (otoritas,

wewenang) dan legitimacy (legitimasi, keabsahan). Merujuk Harold D.

Lasswell dan Abraham Kaplan dalam Power and Society Miriam

Budiardjo (1994: 90) mengatakan bahwa wewenang itu adalah kekuasaan

formal (formal power). Meneruskan pembahasan mengenai wewenang,

dengan mengutip Max Weber, Miriam Budiardjo (1994: 90) mengatakan

ada tiga macam wewenang, yaitu tradisional, karismatik, dan rasional

5Miriam Budiardjo, Demokrasi di Indonesia: Demokrasi Parlementer, Demokrasi Pancasila,

Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 1994:84.

Page 36: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

36

legal. Wewenang tradisional berdasarkan kepercayaan di antara anggota

masyarakat bahwa tradisi lama serta kedudukan kekuasaan yang dilandasi

adalah wajar dan patut dihormati.

Konsep legitimasi atau keabsahan menurut Miriam Budiardjo

(1994) penting dalam suatu sistem politik. Keabsahan adalah keyakinan

anggota-anggota masyarakat bahwa wewenang yang ada pada seseorang,

kelompok atau penguasa adalah wajar dan patut dihormati. Kewajaran itu,

lanjut Budiardjo berdasarkan persepsi bahwa pelaksanaan wewenang itu

sesuai dengan asas-asas dan prosedur yang sudah diterima secara luas

dalam masyarakat dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan prosedur

yang sah. Dalam hubungan ini keabsahan menurut David Easton

sebagaimana dirumuskan kembali oleh Budiardjo (1994: 91) adalah:

Keyakinan dari pihak masyarakat bahwa sudah wajar bagi dia untuk menerima baik dan mentaati penguasa dan memenuhi tuntutan-tuntutan dari rezim itu (the conviction on the part of the member that it si right and proper for him to accept and obey the authorities and to abide by the requirements of the regime).6

Sedangkan dari sudut pandang penguasa, menurut Budiadirdjo

(1994: 91) yang merujuk pada A.M. Lipset:

Legitimasi mencakup kemampuan untuk membentuk dan mempertahankan kepercayaan bahwa lembaga-lembaga atau bentuk-bentuk politik yang ada adalah yang paling wajar untuk masyarakat (Legitimacy includes the capacity to produce and maintain a beliefs, that the existing political institutions or forms are the most appropriate for the society).7

6Ibid hal 91. 7Ibid hal 91.

Page 37: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

37

Sistem pemerintahan yang dilaksanakan selama kepemerintahan

Orde Baru, tidak banyak memberi peluang bagi pemerintah daerah untuk

mengelola berbagai potensi wilayah yang dimiliki daerah. Memasuki era

reformasi di bawah kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid,

otonomi daerah dipercepat, sehingga sebagian besar kewenangan pusat

dilimpahkan ke daerah. Oleh sebab itu euforia pelaksanaan otonomi atau

pemekaran daerah baru yang diperjuangkan oleh elit-elit lokal bersama

masyarakat telah semakin kuat, khususnya bagaimana agar segera

memiliki hak-hak otonomi dalam penyelenggaraan pemerintahan di

daerah-daerah. Otonomi atau pemekaran daerah juga dipengaruhi oleh

berbagai faktor di antaranya adalah oleh perbedaan etnis, suku, agama,

serta wilayah yang terlalu luas untuk dikelola oleh satu pemerintah daerah.

Pemekaran Kabupaten Mentawai dari Kabupaten Padang Pariaman

misalnya, adalah hasil dari aktivitas-aktivitas elit lokal yang terlibat dalam

kontes atau persaingan untuk meraih kedudukan-kedudukan politis. Di

dalam prosesnya kontes ini diwarnai dengan gejolak politis yang intens di

dalam hal mana segala macam eksklusionisme didasarkan pada berbagai

sentimen etnis (Eindhoven, 2009). Konflik yang terjadi di berbagai negara

terutama pada pasca perang dingin memunculkan politik yang

dilatarbelakangi oleh sentimen keagamaan seperti yang terjadi di beberapa

negara Timur Tengah. Begitu juga dengan politik etnis seperti yang terjadi

di Yugoslavia, Cekoslowakia, Uni Soviet yang menyebabkan negara-

negara tersebut terpecah-pecah. Konflik antar etnis bukan hanya terjadi

Page 38: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

38

pada negara-negara maju, negara-negara berkembang pun tak luput dari

konflik etnis ini seperti yang terjadi di Irak, India, Myanmar, termasuk

Indonesia. Kekerasan dalam interaksi etnis sangat jelas dalam kancah

konstelasi politik ketika menyangkut aspek-aspek kepemimpinan,

penguasaan wilayah dan teritorial, eksploitasi atas sumber-sumber lahan

produksi, dan egoisme akan kemandirian masing-masing identitas etnis

(Abdillah, 2002).

Konflik horizontal yang terjadi di Indonesia pada umumnya

mengatasnamakan isme kesukuan, keagamaan, kewilayahan, dan etnisitas

yang terbungkus secara politik. Seperti konflik etnis yang terjadi di

Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat melibatkan antara etnis Dayak

dan etnis Madura. Sementara konflik yang didasarkan pada agama terjadi

di Poso dan Ambon melibatkan penganut agama Islam dan penganut

agama Kristen (Simandjuntak, 2009).

Perebutan wilayah kekuasaan terutama pada daerah otonom seperti

yang terjadi di Kabupaten Polewali Mamasa (Sulawesi Barat) yang

dimekarkan menjadi Kabupaten Mamasa dan Kabupaten Polman (Polewali

Mandar). Sebagian besar penduduk desa Aralle, Tabulahan, dan Mambi

(ATM) menolak memasukkan wilayahnya ke Kabupaten Mamasa,

akibatnya terjadi konflik perbatasan dalam masyarakat.

Sistem multi partai dan pelaksanaan pemekaran daerah atau

pemberian otonomi kepada daerah di Indonesia memungkinkan timbulnya

perebutan kekuasaan dan kewilayaan yang memunculkan ego kedaerahan

Page 39: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

39

dan kesukuan. Kondisi ini mempersubur pembedaan dikotomi tentang

”aku-kamu”, ”kami-kamu” yang didasarkan pada kesukuan atau etnisitas.

Dikotomi ”aku-kamu”, ”kami-kamu” juga masih sangat kental di Sulawesi

Selatan, dimana suku Makassar, suku Bugis, suku Mandar, dan suku

Toraja disamping etnis Tionghoa masih sering terjebak dalam konflik

dikotomi tersebut.

Adanya perbedaan pandangan politik yang didasarkan pada

perbedaan budaya dan etnis menyebabkan pengambilan keputusan politik

tidak jarang menimbulkan konflik antar suku atau etnis. Etnis Toraja yang

dominan beragama Kristen terjepit di antara etnis Makasar, etnis Bugis,

dan etnis Mandar yang beragama Islam. Perbedaan etnis dan agama ini

sering memunculkan benturan kepentingan terutama pada pemetaan

personalia di pemerintahan Provinsi. Selama proses rekrutmen

kepemimpinan yang didasarkan pada kepentingan etnis dan agama, maka

sulit bagi orang Toraja yang dominan beragama Kristen untuk menduduki

puncak kepemimpinan di Provinsi (Gubernur).

Salah satu alasan pelaksanaan timbulnya aspirasi pemekaran daerah

adalah adanya konflik yang bernuansa agama. Kondisi ini dapat dilihat

pada beberapa pemekaran di Indonesia yang menggunakan agama dan

etnis sebagai dasar pemekaran daerah di antaranya adalah pemekaran

Kabupaten Poso. Ada juga persoalan baru muncul dalam pemekaran

daerah seperti pada daerah-daerah yang penduduknya mayoritas Muslim,

sangat sulit menerima kepala daerah yang beragama Kristen atau

Page 40: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

40

sebaliknya bagi daerah yang penduduknya mayoritas Kristen sangat sulit

menerima kepala daerah yang beragama Islam (Eindhoven, 2009).

Kondisi di atas berbeda pada pemekaran Kabupaten Toraja Utara

dari Kabupaten Tana Toraja. Kedua wilayah tidak memiliki perbedaan

signifkan dalam hal etnisitas dan agama. Baik para elit politik di Tana

Toraja dan para elit politik di Toraja Utara memiliki latar belakang etnis

dan agama yang sama, sebagaimana mayoritas penduduk di kedua

kabupaten. Oleh sebab itu penelitian ini merupakan upaya untuk

mendeskripsikan keterkaitan antara praktik budaya, pergeseran nilai-nilai

budaya, manipulasi politik dalam hubungannya dengan aspirasi pemekaran

daerah. Terdapat banyak bukti yang memperlihatkan bahwa penduduk di

kedua kabupaten relatif homogen dibandingkan dengan kabupaten-

kabupaten lainnya di Propinsi Selatan

1.6.3. Teori Perubahan Sosial

Apabila merujuk pada perubahan sosial yang terjadi di masyarakat

Toraja, ada beberapa teori yang mendekati sama yaitu teori perubahan

sosial sebagaimana di kemukakan oleh Selo Soemardjan (1974) perubahan

sosial adalah segala perubahan pada berbagai lembaga masyarakat dalam

suatu lingkungan masyarakat yang mempengaruhi sistim sosial, sikap, pola

perilaku antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.. Sedangkan Kings

Davis mendefinisikan perubahan sosial sebagai perubahan yang terjadi

pada struktur dan fungsi masyarakat.

Page 41: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

41

Selanjutnya menurut Palebangan bahwa Perubahan sosial terjadi

karena adanya ide tertentu, lingkungan alam, desakan kependudukan, atau

struktur sosial dan proses budaya (Palebangan, 2007: 135). Lebih lanjut

dikatakan Palebangan bahwa perubahan sosial di Toraja dan sering

dipolitisasi adalah hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan tertentu.

Penggunaan kata aluk yang dulunya adalah merupakan kepercayaan

(agama) telah digeser maknanya secara pelan-pelan menjadi adat.

Perubahan sosial dalam masyarakat terjadi sebagai akibat dari

adanya kepentingan-kepentingan indibvidu atau kelompok dengan

melakukan modifikasi berbagai modifikasi terhadap berbagai pola

kehidupan. Hal ini dilakukan untuk meraih berbagai kepentingan yang

diinginkan dalam kehidupannya. Menurut Susanto (1983) bahwa individu

dapat mengubah masyarakat sekelilingnya melalui hasil pendidikannya

sebagai manusia yang berfikir, dapat mengambil kesimpilan dan pelajaran

dari pengalamanya, mencetuskanya menjadi ide yang baru. Dengan

perubahan inilah, ia akan mengubah masyarakat sedikit demi sedikit dan

akhirnya terjadilah apa yang dikenal sebagai proses sosial yaitu proses

pembentukan masyarakat. Dengan demikian masyarakat selalu dalam

perubahan, penyesuaian dan pembentukan diri (dalam dunia sekitarnya)

sesuai dengan idenya. Hal senada dikemukakan oleh Geertz (1986 : 89)

tentang perubahan kelas pekerja yang terjadi di Mojokuto, bahwa

perubahan yang terjadi pada pekerja tanpa tanah mempunyai 3 segi yaitu

timbulnya steruktur pekerjaan baru yang semi moderen, yang

Page 42: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

42

memungkinkan dan mendorong penduduk pindah dari tanah dan

memasuki pekerjaan di luar pertanian, kemudian pengecilan bentuk

kehidupan sosial desa tradisional dalam kampung-kampung dengan

hilangnya basis pertanian dari integrasi masyarakat, selanjutnya hilangnya

sebagian struktur politik desa dan juga sebagian berorientasi ke arah

kepemimpinan politik urban.

Politik tidak terlepas dari adanya perubahan sosial yang terjadi

dalam masyarakat. Perubahan sosial ini disebabkan adanya kemajuan yang

dialami oleh masyarakat baik dalam berpikir maupun dalam bertindak.

Perubahan itu biasanya menyangkut struktur dan fungsi-fungsi di dalam

masyarakat, pola tingkah laku, norma-norma, nilai-nilai, dan perubahan

unsur kebudayaan. Dengan demikian, nilai-nilai budaya khususnya dalam

pesta adat dan upacara penguburan sudah mulai terkikis oleh kepentingan

politik. Inilah yang disebut oleh Marx dalam Habermas sebagai abstraksi

nyata, sebab dalam kehidupan sehari-hari yang tergantung pada realitas

tuntutan akan pengakuan, maka manipulasi adat maupun manipulasi diri

dapat menghasilkan kekuasaan objektif.

1.6.4. Budaya dan Kebudayaan

Budaya dan kebudayaan merupakan satu kesatuan, walaupun

terdapat perbedaan. Budaya (culture) dalam tulisan ini merupakan cara

hidup atau cara masyarakat berperilaku yang berkembang serta milik

bersama yang diwariskan dari generasi ke generasi oleh sebuah komunitas

Page 43: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

43

masyarakat. Budaya juga dapat berarti nilai-nilai atau norma-norma yang

berlaku dalam suatu komunitas masyarakat.

Kebudayaan dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai

hasil kegiatan atau penciptaan batin (akal budi) manusia (seperti

kepercayaan, kesenian, adat istiadat). Atau keseluruhan pengetahuan

manusia sebagai mahluk sosial yang digunakan untuk memahami

lingkungannya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunya. Bila budaya

berupa norma-norma, kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam suatu

komunitas masyarakat, maka kebudayaan berupa hasil atau produk

kegiatan manusia. Bila disimak dari segi tata bahasa, maka pengertian

kebudayaan merupakan turunan dari pengertian budaya yang merujuk pada

pola pikir manusia berupa gagasan, tindakan, dan karya manusia.

Ihromi (1984: 21-22) merumuskan kebudayaan sebagai

seperangkat kepercayaan, nilai-nilai, dan cara berlaku (kebiasaan) yang

dipelajari dan pada umumnya dimiliki bersama oleh warga dari suatu

masyarakat (sekelompok orang) yang tinggal di suatu wilayah dan

memakai suatu bahasa umum yang biasanya tidak dimengerti oleh

penduduk tetangganya. Huntington (dalam Zuhro, et al, 2009: 32)

mengatakan bahwa kebudayaan berarti nilai-nilai, sikap, kepercayaan,

orientasi dan praduga mendasar yang lazim di antara orang-orang dalam

suatu masyarakat. Selanjutnya Geertz (1995: 3) mengemukakan bahwa

kebudayaan adalah suatu pola makna-makna yang diteruskan secara

historis yang terwujud dalam simbol-simbol, suatu sistem konsep yang

Page 44: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

44

diwariskan yang terungkap dalam bentuk-bentuk simbolis yang dengannya

manusia berkomunikasi, melestarikan, dan memperkembangkan

pengetahuan mereka tentang kehidupan dan sikap-sikap terhadap

kehidupan. Menurut Malinowski (dalam Susanto 1983: 122) kebudayaan

terbentuk karena manusia dihadapkan pada persoalan yang membutuhkan

pemecahan dan penyelesaian terutama yang menyangkut kebutuhan untuk

mempertahankan kehidupannya. Oleh sebab itu, manusia saling

berintereaksi dalam kelompok untuk memenuhi kebutuhan pokoknya dan

mengelola lingkungannya.

Dengan demikian kebudayaan dapat dikatakan bahwa seluruh

aspek kehidupan manusia meliputi aturan dan norma-norma serta simbol

yang menjadi tuntunan bagi masyarakat setempat dalam bertindak dan

berperilaku dalam kehidupannya sehari-hari. Dapat juga dikatakan bahwa

kebudayaan adalah cara pandang masyarakat tentang struktur kehidupan

yang di dalamnya mengandung makna, norma, sikap, dan perilaku

masyarakat dalam suatu wilayah tertentu dan merupakan acuan dari

seluruh aspek kehidupan masyarakat yang diwariskan ke generasi

berikutnya secara turun-temurun.

Kebudayaan merupakan sesuatu yang diyakini sebagai alat perekat

dalam menata kehidupan bersama dengan menjunjung tinggi nilai-nilai

kebersamaan dan sebagai penuntun dalam bertindak, bersikap, serta

berperilaku dalam kesehariannya. Masyarakat Toraja memaknai

kebudayaan sebagai sesuatu yang berkaitan erat dengan aturan-aturan

Page 45: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

45

serba tujuh (aluk sanda pitunna). Kobong (2008: 66) mengatakan bahwa

kebudayaan di satu pihak adalah pencapaian manusia melalui kegiatannya

berdasarkan ketaatannya pada aturan serba tujuh (aluk sanda pintunna), di

pihak lain kebudayaan itu sendiri merupakan refleksi tentang pandangan

hidup (adat), sedangkan adat itu merupakan sisi lain agama (keyakinan).

Adat istiadat ini menjadi budaya yang secara turun-temurun dilaksanakan

masyarakat dari dulu hingga saat ini.

Dari berbagai penjelasan tentang budaya dan kebudayaan ini, maka

dapat dikatakan bahwa gagasan dari akal manusia adalah sumber budaya

dan apapun yang timbul dari pikiran manusia masuk dalam lingkup

kebudayaan. Jadi budaya dan kebudayaan telah terbentuk sejak manusia

hidup dan berkelompok kemudian berfikir, bertindak, berkarya, serta

berintereaksi dengan lingkungannya. Dalam kebudayaan itu sendiri ada

nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat dan itulah yang menjadikan

manusia berperilaku sesuai budayanya.

Kaplan dan Manner terjemahan Landung Simatupang (1999)

menjelaskan budaya dari sudut pandang antopologi yaitu suatu bidang

ilmu yang mempelajari budaya suatu masyarakat pada etnik tertentu

termasuk gejala-gejala yang meliputi kekerabatan dan organisasi sosial,

politik, teknologi, ekonomi, agama, bahasa, kesenian, dan mitologi. Dari

kondisi tersebut oleh antropolog menyebutkan bahwa budaya dapat

dipelajari dari mekanisme, struktur, dan sarana kolektif luar diri manusia.

Dengan demikian, kita dapat memahami alasan perbedaan keyakinan,

Page 46: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

46

nilai, perilaku, dan bentuk sosial antara kelompok satu dengan kelompok

lain.

1.6.5. Dimensi-dimensi Kebudayaan

Kebudayaan tidak bisa dipisahkan dari pola atau tatanan kehidupan

masyarakat yang terbentuk dari nilai-nilai atau kesepahaman yang

memaknai arti kehidupan yang dirasakan bersama oleh masyarakat dalam

suatu wilayah. Kebudayaan ini terbentuk dari suatu pola pikir masing-

masing individu dan kebiasaan-kebiasaan serta norma-norma kesepakatan

sehingga menjadi tradisi umum yang diwariskan secara turun-temurun ke

generasi berikutnya. Koentjaraningrat (1984: 5) menyatakan bahwa wujud

dari kebudayaan terdiri atas (1) ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma,

peraturan-peraturan; (2) suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari

manusia dalam masyarakat; (3) benda-benda hasil karya manusia.

Apabila mencermati dari pendapat Koentjaraningrat tersebut,

tampak bahwa budaya dan perubahan dapat terjadi karena proses adaptasi,

dalam hal ini David Kaplan dan Albert A Manner (1999) mengemukakan

teorinya bahwa adaptasi merupakan suatu proses yang menghubungkan

antara sistem budaya dengan lingkungan yang saling berinteraksi sehingga

budaya dapat beradaptasi dengan lingkungan. Istilah adaptasi yang

dikemukakan oleh Kaplan dan Manner digunakan untuk mendeskripsikan

suatu proses yang terjadi dari waktu ke waktu. Pertanyaan mendasar yang

dikemukakan oleh Kaplan adalah bagaiamana bekerjanya sistim budaya

Page 47: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

47

yang berbeda-beda dan bagaimana sistim budaya yang berbeda-beda itu

menjadi seperti kondisi masa kini. Cara bekerja sistim budaya yang

dikemukakan oleh Kaplan dan Manner itu, oleh Kuntjaraningrat diperjelas

dalam dimensi-dimensi kebudayaan.

1.6.5.1. Kebudayaan Sebagai Suatu Gagasan

Wujud ideal dari dimensi kebudayaan ini yaitu kumpulan dari ide-

ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-norma yang sifatnya abstrak.

Karena masih bersifat abstrak, maka wujud dari dimensi kebudayaan ini

tersimpan dalam pikiran manusia (masih dalam kepala). Bila masyarakat

ingin menyatakan atau mewujudkan gagasan ini, maka mereka

melakukannya dalam bentuk tulisan atau karangan dan buku-buku sebagai

hasil karya masyarakat setempat. Wujud ideal dari kebudayaan inilah yang

oleh Kuntjaraningrat disebut sebagai adat tata kelakuan atau adat dalam

arti khusus atau adat istiadat dalam arti jamak yang berfungsi sebagai tata

kelakuan yang mengatur, mengendalikan dan memberi arah kepada

kelakuan dan perbuatan manusia dalam masyarakat (Kuntjaraningrat,

1984: 5-6).

Kebudayaan Toraja dapat dipahami dari 2 versi cerita yang ditulis

oleh para pakar kebudayaan di Toraja. Versi pertama menjelaskan bahwa

saat perpisahaan antara langit dan bumi lahirlah tiga dewa yaitu dewa

Gaun Tikembong, dewa Pong Banggairante, dan dewa Pong Tulakpadang.

Dewa Gaun Tikembong menempati cakrawala dan dewa Pong

Page 48: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

48

Banggairante menempati bumi serta dewa Pong Tulakpadang menjadi

penyangga dunia yang dihuni oleh manusia yang turun dari langit, yang

disebut Tomanurun. (Kobong 2008: 7). Selanjutnya dikatakan bahwa

Puang Matua (Tuhan) menempati pusat atau puncak langit yang

menciptakan ritus-ritus dan manusia pertama bersama nenek moyangnya

tanaman-tanaman, bintang-bintang, dan benda-benda mati. Manusia yang

turun dari langit itulah diyakini masyarakat Toraja sebagai nenek moyang

mereka.

Versi ke dua adalah yang ditulis oleh H. Van der Veen dalam

Kobong (2008: 8-9) bahwa pada mulanya adalah langit dan bumi. Langit

dan bumi menikah lahirlah 4 orang yaitu Puang di Lalundun, Labiu’-biu’,

Indo’ Ongon-Ongon, dan Simbolong Padang. Pong di Lalundun

menempati cakrawala dan terlahirlah Puang Matua (Tuhan) yang

mengawasi aluk. Sementara Indo’ Ongon-Ongon turun ke dunia dan

menempati dunia sebagai tempat berkembangnya manusia lalu dibuatlah

peraturan-peraturan adat yang disebut 7777777 (tujuh juta, tujuh ratus

tujuh puluh tuju ribu, tujuh ratus tujuh puluh tujuh).

Ke dua versi cerita ini walaupun berbeda nama, namun ke duanya

menyatakan bahwa nenek moyang orang Toraja berasal dari langit yang

turun ke dunia menggunakan tangga (eran dilangi’) dengan membawa

serta aturan-aturan adat yang disebut dengan aluk. Aluk inilah yang

menjadi kebudayaan masyarakat Toraja yang dijalankan dalam bentuk

ritus-ritus hingga saat ini.

Page 49: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

49

1.6.5.2. Kebudayaan Sebagai Suatu Aktivitas

Wujud dari dimensi kebudayaan ini adalah suatu tindakan dari pola

pikir orang dalam suatu rumpun masyarakat. Kuntjaraningrat (1984: 6)

mengatakan bahwa sistim sosial terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia-

manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu dengan yang

lain, yang dari detik ke detik, dari hari ke hari, dan tahun ke tahun, selalu

mengikuti pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata-kelakuan. Dimensi

ini bersifat konkrit yaitu terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dapat

diamati, dan dapat didokumentasikan.

Masyarakat Toraja memaknai adat sebagai padanan dari aluk. Aluk

itu adalah tata tertib kebiasaan-kebiasaan, tradisi, ketentuan-ketentuan adat

berdasarkan ketentuan-ketentuan dari langit atau adat serba tujuh (Kobong

2008: 48). Pelaksanaan ritus adat bagi masyarakat Toraja adalah salah satu

bentuk interaksi sosial, bukan hanya antar keluarga tapi juga masyarakat

luas. Ritus rambu tuka’ (pesta adat) dan ritus rambu solo’ (upacara

penguburan) sebagai produk dari nenek moyang mereka masih sangat

ditaati dan dijalankan dari generasi ke generasi. Hal ini dilandasi dari

pemahaman lama bahwa kematian dikatakan sempurna bila telah

dilaksanakan ritual-ritual terutama untuk upacara penguburan. Masyarakat

Toraja meyakini bahwa seseorang yang telah meninggal harus

diupacarakan dengan memotong sejumlah hewan sebagai bekal ke alam

baka.

Page 50: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

50

Ritus rambu tuka’ (pesta adat) dan ritus rambu solo’ (upacara

penguburan) merupakan sarana untuk berkumpulnya masyarakat secara

klosal, berinteraksi, dan bekerjasama dalam melaksanakan ritus tersebut.

Perbedaannya adalah dalam pesta adat orang lain yang bukan anggota

kerabat keluarga diundang secara lisan (dikamboroi) dan dilakukan secara

berantai. Sementara dalam upacara penguburan masyarakat tidak diudang,

akan tetapi secara naluri, mereka merasa harus datang sebagai wujud dari

ungkapan persekutuan.

1.6.5.3. Kebudayaan Sebagai Suatu Hasil Karya

Wujud dari dimensi kebudayaan ini berupa fisik yaitu hasil dari

kegiatan-kegiatan, pebuatan, dan karya masyarakat berupa benda atau hal-

hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Ketiga dimensi

kebudayaan tersebut saling terkait satu dengan yang lain karena apa yang

dipikirkan kemudian dituangkan dalam bentuk tulisan serta diwujudkan

dalam bentuk kegiatan sebagai sebuah karya masyarakat.

Ada beberapa wujud dimensi kebudayaan Toraja yang dapat dilihat

hingga saat ini seperti pembangunan rumah adat (tongkonan)8. Setiap

selesai pembangunan rumah adat (tongkonan) selalu ada acara pesta adat

(rambu tuka’) berupa pentahbisan rumah adat sebagai wujud dari

ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas selesainya pembangunan rumah

adat. Konstruksi rumah adat tidak bisa dipisahkan dari apa yang orang

8Tongkonan dibuat selalu menghadap ke Utara yang menandai bahwa nenek moyang orang Toraja

berasal dari langit bagian Utara.

Page 51: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

51

Toraja sebut sebagai aluk bangunan banua (adat bangunan rumah). Fungsi

rumah adat ini adalah selain sebagai tempat tinggal keluarga juga dapat

digunakan untuk pertemuan-pertemuan keluarga besar termasuk dalam

membahas pemerintahan setempat, dan sebagai tempat menyimpan mayat

sesepuh yang telah meninggal sebelum dimakamkan.

Ukiran-ukiran didasarkan pada kehidupan praktis dalam

masyarakat dan susunan tanduk kerbau yang tertata rapi di depan tiang

rumah menandakan bahwa rumah adat tersebut adalah milik keturunan

bangsawan. Adat Toraja mensyarakatkan bahwa hanya keturunan

bangsawan yang dapat memiliki rumah adat (tongkonan), sementara

masyarakat yang diperhamba (kaunan) tidak layak untuk memiliki rumah

adat (tongkonan). Ungkapan-ungkapan budaya Toraja juga dapat dilihat

tari-tarian dan pujian-punjian yang dilakukan pada setiap kegiatan upacara

pesta adat dan upacara penguburan.

1.6.6. Konstruksi dan Reproduksi Budaya

Perilaku masyarakat terlihat dari norma-norma yang dianut oleh

masyarakat dan merupakan penjabaran dari nilai-nilai yang diilhami oleh

kepercayaan-kepercayaan yang dianut oleh masyarakat. Sudarsono dan

Ruwiyanto (1999) mengatakan bahwa budaya masyarakat sebagai hierarki

perilaku masyarakat dalam proses deduktif termasuk filosofi hidup,

kepercayaan (beliefs), nilai-nilai, norma-norma, dan perilaku harian

(tindak tanduk).

Page 52: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

52

Perubahan yang terjadi dalam masyarakat lebih banyak dipengaruhi

oleh peradaban kehidupan itu sendiri. Adanya interaksi masyarakat lokal

dengan masyarakat luar, memungkinkan pola pikir juga berkembang

bahkan cenderung berubah. Salah satu hal yang dapat mempengaruhi

budaya lokal adalah adanya perubahan dalam cara berkomunikasi.

Penggunaaan bahasa baru dalam proses komunikasi menyebabkan cara

pengambilan keputusan pun berubah. Perubahan yang terjadi dapat

disebabkan oleh faktor eksternal yaitu masuknya pengaruh budaya dari

luar yang dibawa oleh pendatang yang berinteraksi dengan masyarakat

setempat melalui perdagangan, perkawinan, ataupun melalui cara

bertindak. Kemudian faktor internal yaitu datangnya dari dalam

masyarakat itu sendiri melalui peningkatan pengetahuan, pendidikan, dan

pengalaman sehingga dapat merubah mental, sikap, dan pola pikir

masyarakat.

Perubahan yang datang dari dalam maupun dari luar, menyebabkan

apa yang dikatakan masyarakat dan kebudayaan itu sudah berbeda: orang

Jawa di Mojokuto tidak lagi dengan mudah dapat mengidentifikasi

tetangganya sebagai ”abangan” atau ”santri” maupun ”priayi”, baik karena

dulu disebut santri sekarang telah menjadi priyai (priayinisasi santri) atau

yang dulu disebut priyai sekarang telah menjadi santri (santrinisasi priayi),

maupun karena ciri-ciri yang dulu menjadi monopoli kelompok tertentu

sekarang ini telah menjadi praktik umum (Abdullah, 2007: 15).

Page 53: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

53

Budaya Toraja khususnya untuk pesta adat dan upacara penguburan

telah banyak mengalami perubahan akibat dari pola pikir masyarakat.

Sebagai contoh dalam upacara penguburan, secara adat jumlah hewan

yang dikorbankan untuk kalangan bangsawan (puang) adalah dua puluh

empat ekor atau maksimum tiga puluh ekor kerbau (sapu randanan) dan

sejumlah babi. Dahulu istilah ”sapu randanan” (upacara paling sempurna)

adalah upacara penguburan yang paling tinggi dalam adat istiadat Toraja.

Perubahan-perubahan telah terjadi dari waktu ke waktu. Kondisi

saat ini tidak lagi mengenal istilah maksimum (sapu randanan), juga

dalam pelaksanaan upacara penguburan tidak lagi mengenal kelas atau

strata sosial dalam masyarakat. Upacara penguburan saat ini mengalami

perubahan-perubahan pada praktik-praktiknya. Manfaat-manfaat yang baru

mulai dipertimbangkan oleh partisipan suatu upacara. Pesta pun semakin

mengarah untuk terlihat semarak.

Bagi masyarakat yang mempunyai finansial yang kuat, walaupun

berasal dari struktur masyarakat rendah (kaunan) dapat melaksanakan

upacara penguburan dengan mengorbankan kerbau hingga ratusan ekor.

Jumlah biaya yang dialokasikan pun dapat mencapai milyaran. Sejumlah

warga di antaranya Tino Saroengallo (2008) mengatakan bahwa upacara

penguburan Toraja saat ini lebih tepat disebut sebagai pesta orang mati

(death party).

Komunitas Toraja oleh sementara pakar dalam penyelenggaraan

upacara adat telah mengarah ke pola (hidup) konsumtif atau lebih tepat

Page 54: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

54

disebut telah mengutamakan prestise atau mengutamakan gengsi dari pada

makna nilai budaya itu sendiri. Namun demikian, jika merujuk pada

pendapat Palebangan (2010) dalam hal mana praktik rambu tuka’ dan

rambu solo’ serta adanya kecenderungan keterlibatan masyarakat lokal

dalam sebagaimana ditandai dengan kecenderungan yang justru makin

menguat, maka besar kemungkinan bahwa di dalam praktik kebudayaan

tersebut, menyangkut adanya perubahan dimana penyelenggara tidak lagi

mutlak hanya kaum puang, maka eksplorasi yang lebih mendalam perlu

dilakukan.

Secara umum, bila suatu keluarga bangsawan tertentu

menyelenggarakan upacara penguburan (rambu solo’) maka biasanya

masyarakat mengatakan ada ”pesta” (di nama tempat tinggal keluarga

bangsawan bersangkutan) misalnya di Ke’te’, maka masyarakat umum

mengatakan ada pesta di Ke’te’ (Saroengallo, 2008: 317). Hampir semua

masyarakat di sekitar wilayah tersebut mengetahui akan ada pesta, maka

ratusan bahkan ribuan orang secara berbondong-bondong hadir setiap hari.

Pertemuan warga dalam jumlah besar ini karena upacara untuk kalangan

puang (bangsawan) normalnya berlangsung minimal 7 hari 7 malam.

Penyelenggara pesta umumnya tidak sendiri karena kaidah aluk to dolo

menetapkan bahwa manakala ada keluarga puang yang menyelenggarakan

upacara, maka wajib hukumnya si penyelenggara menerima uluran

partisipasi yang disebut sebagai ma’pandan (bantuan sukarela tetapi

bersifat utang). Ma’pandan itu tidak boleh ditolak, karena menolaknya

Page 55: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

55

dapat menimbulkan perselisihan keluarga atau tindakan memalukan. Perlu

dihubungkan, bahwa arti kata Toraja sendiri adalah orang yang bermurah

hati, sehingga kemurahan itu menjadi wajib hukumnya. Namun yang tidak

dapat dikesampingkan ialah bahwa bagaimana jika sebuah keluarga telah

memberi ma’pandan, apakah bilamana di kemudian hari si pemberi akan

menyelenggarakan upacara rambu tuka’ dan rambu solo’, yang ditandai

misalnya dengan telah dibangunnya tongkonan atau rumah adat keluarga

sementara sesepuh masih hidup? Perlu dicatat dalam setiap upacara adat

orang-orang yang datang tiap hari tersebut dilayani (diberi makan, minum

termasuk snack/makanan ringan) yang disiapkan oleh tuan rumah (orang

sedang menyelenggarakan upacara). Tidak heran bila masyarakat luar

memandang budaya Toraja saat ini sebagai budaya yang mahal (highcost)

atau pemborosan uang (wasting money). Namun menarik untuk menyimak

mengapa para pemuka adat memprediksi bahwa budaya Toraja tidak akan

pernah hilang.

Ada sejumlah pandangan yang mengatakan bahwa budaya Toraja

saat ini tidak lagi mencerminkan budaya unik Toraja. Kata Toraja

sekarang ini menurut kalangan Toraja tidak lagi mengandung makna kata

Toraja, bahkan telah menyimpang dari makna yang sesungguhnya.

Budaya, khususnya dalam upacara pemakaman dan pesta adat, telah

berubah atau telah dikonstruksi sedemikian rupa sehingga terjadi

pergeseran baik pola maupun implementasinya.

Page 56: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

56

1.6.7. Budaya dan Politik

Antara budaya dan politik adalah suatu yang berbeda dari segi

tujuannya, namun memiliki hubungan yang saling terkait. Budaya meliputi

norma-norma, kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam suatu komunitas

masyarakat. Sementara politik merupakan gagasan atau tindakan seseorang

untuk meraih sesuatu baik posisi maupun kekuasan dalam masyarakat.

Budaya melibatkan manusia dalam berinteraksi dengan

lingkungannya baik dalam berfikir, bertindak, dan berkarya. Demikian

halnya dengan politik melibatkan manusia dalam meraih sesuatu melalui

pikiran, tindakan manusia. Jadi antara budaya dan politik lokal di Toraja

saling terikat satu sama lainnya, karena dalam meraih suara atau dukungan

masyarakat, lebih mudah menggunakan pendekatan budaya khususnya

dalam ritus pesta adat dan upacara penguburan. Gagasan dan tindakan

yang dirancang seseorang untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan

adalah bagian dari berpolitik.

Politik lokal dalam tulisan ini lebih difokuskan pada pemekaran

daerah dan pemilihan umum Kepala Daerah. Pemekaran daerah

merupakan fragmentasi pemerintahan yang merupakan hasil dari aktivitas-

aktivitas elit-elit politik lokal yang terlibat dalam kontes untuk meraih

kedudukan politis. Sebuah proses yang diwarnai dengan gejolak politis

yang intens dan sah macam eksklusionisme yang didasarkan pada berbagai

sentimen etnis (Klinken, 2007). Selanjutnya Makaganza (2008: 18)

mengatakan bahwa pemekaran pada hakekatnya merupakan proses

Page 57: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

57

terjadinya daerah baru tidak lain adalah proses pemisahan diri satu bagian

wilayah tertentu dari sebuah daerah otonom yang sudah ada dengan niat

hendak mewujudkan sebuah status adminstrasi baru daerah yang otonom.

Lebih lanjut dikatakan bahwa pemekaran daerah merupakan pembentukan

daerah baru terpisah dari daerah induknya untuk membentuk satu unit

administrasi lokal baru.

Dalam pemekaran daerah dan pemilihan umum kepala daerah tidak

bisa dipisahkan dari budaya khususnya di Toraja. Pemekaran Toraja Utara

membuka peluang bagi elit-elit politik untuk menduduki posisi baik posisi

puncak (Bupati/Wakil Bupati) maupun berbagai posisi baru dalam

pemerintahan daerah. Untuk mendapatkan posisi tersebut membutuhkan

dukungan kuat dari masyarakat. Untuk mendapatkan dukungan kuat atau

suara terbanyak dari masyarakat, maka elit-elit melakukan pendekatan

kepada masyarakat melalui budaya. Jadi budaya dijadikan alat politik

untuk mendapatkan dukungan masyarakat.

1.6.8. Elit Politik

Munculnya istilah elit politik adalah hasil dari diskusi para

ilmuwan seperti Schumpeter, Lasswell, C. Wright Mills yang mengamati

berbagai tulisan yang pernah ditulis oleh para ahli terdahulu dari Eropa

seperti Vilfredo Pareto, Gaetamo, Roberto Michels, Jose Ortega Y. Gasset.

Bahkan Pareto percaya bahwa setiap masyarakat diperintah oleh

sekelompok kecil orang yang mempunyai kualitas-kualitas yang

Page 58: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

58

diperlukan bagi kehadiran mereka pada kekuasaan sosial dan politik penuh

(Varma, 2007: 200). Pemahaman tersebut dapat dikatakan bahwa

masyarakat terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok kecil dan kelompok

besar. Kelompok kecil terdiri dari orang-orang yang berkualitas yang

menduduki berbagai jabatan dalam masyarakat yang disebut Pareto

sebagai elit yang memerintah (governing elite). Sedangkan kelompok

masyarakat besar (umum) ialah masyarakat menengah ke bawah yang

berjumlah besar namun tidak ikut memerintah (non-governing elite).

Dalam perkembangan selanjutnya, kelompok bawah atau umum ini

mengalami perubahan dengan membentuk kelompok elit baru untuk

bersaing dengan kelompok elit lama dalam memperebutkan kekuasaan.

Mosca dalam Varma (2007: 202-203) mengatakan bahwa dalam

semua masyarakat, dari yang paling giat mengembangkan diri serta telah

mencapai fajar peradaban, hingga masyarakat yang paling maju dan kuat,

selalu muncul dua kelas dalam masyarakat yaitu kelas yang memerintah

yang jumlahnya lebih sedikit tetapi memegang semua fungsi politik,

monopoli kekuasaan, dan menikmati keuntungan-keuntungan yang

didapatnya dari kekuasaan, kemudian kelas yang diperintah yang

jumlahnya lebih besar namun selalu dikontrol oleh masyarakat yang

jumlahnya kecil. Dari kondisi ini, dapat dipahami bahwa masyarakat yang

diperintah lebih diarahkan untuk menyediakan kebutuhan yang diperlukan

oleh masyarakat yang memerintah. Ini berarti peran dari masing-masing

kelompok masyarakat sangat ditentukan oleh strukturnya atau institusinya.

Page 59: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

59

Sejak Mei 1998 Indonesia memasuki reformasi politik menyusul

runtuhnya rezim pemerintahan otoritarian Soeharto. Hal ini ditandai salah

satunya oleh adanya pelimpahan kewenangan pusat ke daerah (otonomi)

yang memunculkan situasi baru bagi sistem perpolitikan di Indonesia.

Sistem multi partai yang diberlakukan pemerintah membuka peluang bagi

elit-elit politik baru untuk ikut bersaing dengan elit-elit politik senior yang

ada. Begitu juga dengan partisipasi masyarakat dalam sistem demokrasi

terutama dalam pelaksanaan pemilihan umum kepala daerah (pemilukada)

secara langsung semakin nampak. Hal ini sejalan dengan yang

dikemukakan oleh Zuhroet al (2011: 2) bahwa keterbukaan politik yang

berlangsung sejak tahun 1999 diyakini telah memberikan kontribusi bagi

kesadaran dan melek politik masyarakat. Hal lain menurut Siti R. Zuhro et

al (2011: 117) ”tumbuhnya demokrasi lokal juga dipengaruhi oleh peran

aktor politik, disamping berkembangnya nilai-nilai demokrasi dan

lembaga-lembaga politik.”

Dalam penelitian ini elit yang dimaksud adalah elit-elit yang

berkecimpung dalam dunia politik dan orang-orang yang ditokohkan oleh

masyarakat yang mempunyai kharisma dan kekuatan keuangan untuk

mempengaruhi massa dalam berbagai kegiatan yang bersifat politik. Posisi

elit di Toraja selama ini dipegang oleh kaum bangsawan yang biasa

disebut Puang dan Toparenge’. Puang atau setara dengan Raja di daerah

lain yang dijadikan simbol kepemimpinan karena kekayaannya. Sementara

Toparenge’ lebih berfungsi sebagai pemimpin masyarakat yang dapat

Page 60: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

60

memecahkan berbagai persoalan yang muncul dalam masyarakat. Peranan

kaum bangsawan selama ini selalu dominan dalam segala kegiatan

kemasyarakatan.

Munculnya orang kaya baru baik secara indvidu ataupun kelompok

yang secara ekonomi lebih kuat dan masuk menjadi kelompok elit,

merubah struktur politik yang selama ini didominasi oleh kaum

bangsawan. Hal ini kemudian membawa perubahan bagi masyarakat yang

banyak memunculkan elit-elit politik baru dan berasal dari kelompok

umum (non-governing).

Praktik-praktik budaya khususnya upacara adat yang terkait dengan

rambu tuka’ dan rambu solo’ merupakan ’peristiwa’ penting bagi

masyarakat Toraja. Rukun upacara adat dipatuhi oleh komunitas etnis

Toraja baik di Kabupaten Toraja Utara maupun di Kabupaten Tana Toraja.

Praktik budaya dapat dilihat sebagai dimensi atau bagian dari

kajian etnisitas. Merujuk tanggapan Ichlasul Amal atas perlunya

pendekatan yang berbeda atas telaahan etnisitas, yang dalam hal ini

termasuk praktik budaya, maka penulis berharap dapat menjelaskan

fenomena ”pemekaran” dari hal bagaimana aktor politik memanfaatkan

praktik budaya. Erwan Agus Purwanto (2011: 25) menyatakan bahwa etnis

telah digunakan sebagai atribut politik yang penting bagi banyak golongan

masyarakat untuk mendesakkan kepentingan mereka.

Page 61: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

61

Partisipasi para elit politik pada proses rambu tuka’ dan rambu

solo’, khususnya pada masa proses pemilihan pejabat publik baik bupati

dan anggota legislatif menjadi suatu yang menarik untuk diteliti sebagai

studi perilaku para aktor dalam konteks proses-proses politik sebagai

bagian dari kajian atau studi kebijakan publik.

1.7. Metode Penelitian

1.7.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Tana Toraja dan kabupaten

Toraja Utara. Kabupaten Toraja Utara adalah hasil pemekaran dari

Kabupaten Tana Toraja sesuai dengan Undang-Undang No 8 tahun 2008

tentang Pembentukan Kabupaten Toraja Utara. Kedua Kabupaten di

Toraja ini mempunyai adat istiadat dan bahasa yang sama.

Kabupaten Tana Toraja terletak di bagian Utara Provinsi Sulawesi

Selatan sekitar 360 km dari Kota Makasar, sementara Kabupaten Toraja

Utara berjarak sekitar 370 km dari Kota Makasar. Perjalanan dari Makasar

ke Toraja dapat ditempuh melalui darat menggunakan bus umum dengan

jarak tempuh sekitar 8 jam atau pesawat kecil yang berpenumpang 8 orang

dengan jarak tempuh sekitar 40 menit dari Makassar.

Alasan pemilihan lokasi penelitian ini karena baik di Kabupaten

Tana Toraja maupun di Kabupaten Toraja Utara mempunyai budaya yang

unik terutama untuk pesta adat dan upacara penguburan. Keunikan adat ini

terletak pada bentuk pelaksanaannya yang melibatkan masyarakat secara

Page 62: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

62

klosal. Kumpulan orang-orang dari berbagai tempat ini menjadi potensi

bagi elit-elit lokal untuk memobilisasi masyarakat sesuai dengan

kepentingannya atau orang kaya baru untuk mengangkat status sosialnya.

Menurut Bapak L. Pidipidi salah seorang tokoh adat bahwa pesta adat dan

upacara penguburan ini banyak mengilhami kehidupan masyarakat Toraja

baik yang hidup menetap di Toraja maupun yang hidup di perantauan.

Selanjutnya dikatakan bahwa upacara penguburan adalah suatu kewajiban

bagi masyarakat Toraja sebagai wujud pengabdiannya pada orang tuanya.

Hanya saja dalam perkembangannya, budaya Toraja banyak mengalami

pergeseran makna oleh elit-elit lokal dan orang kaya baru untuk

kepentingan politiknya.

1.7.2. Sumber Informasi

Informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini harus bersumber

dari responden yang benar-benar memahami dan mengusai kondisi

wilayahnya. Sumber informasi dalam penelitian ini adalah tokoh agama,

tokoh adat, tokoh politik, birokrat, akademisi (guru, mahasiswa), pemuda,

dan masyarakat umum.

1.7.3. Teknik Penentuan Informan

Penentuan informan dalam pengumpulan data adalah dengan

menggunakan teknik bola salju (snow ball). Metode ini dilakukan oleh

peneliti guna mengatasi terbatasnya pengetahuan peneliti mengenal orang-

orang yang memahami pokok persoalan yang akan diteliti. Pertama

Page 63: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

63

peneliti menetapkan 2 orang target wawancara sebagai informan kunci

(key informants) yaitu Bapak Deka Paranoan (pelaku politik) dan Bapak

Andreas (tokoh masyarakat). Selanjutnya ke 2 orang informasi kunci

tersebut, diminta arahan atau petunjuk siapa yang akan menjadi informan

berikutnya yang menurut mereka memiliki pengetahuan, pengalaman, dan

informasi yang relevan dengan informasi yang diperlukan dalam penelitian

ini. Kemudian penentuan informan berikutnya dilakukan secara berantai

kepada orang-orang yang telah ditunjuk oleh para responden sampai data

yang dibutuhkan dianggap cukup.

1.7.4. Data yang Dibutuhkan

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data primer dan

data sekunder. Data primer (primary data) merupakan data yang diperoleh

dari tangan pertama (langsung). Data sekunder (secondary data) yaitu

data yang telah dikumpulkan oleh para peneliti, data yang diterbitkan

dalam jurnal statistik atau lainnya, dan informasi yang tersedia dari sumber

publikasi atau non publikasi (Sekaran, 2006). Data primer yang

dimaksudkan dalam tulisan ini yaitu data diperoleh langsung dari

responden berupa wawancara, fokus diskusi terbatas, dan hasil

pengamatan. Data tersebut berupa hasil wawancara langsung dan hasil

fokus diskusi terbatas (focus group discussion). Data sekunder yang

dimaksudkan dalam tulisan ini yaitu data yang dikumpulkan tulisan-

tulisan para pakar tentang budaya Toraja baik dalam bentuk laporan

ataupun jurnal. Melalui studi kepustakaan peneliti mencermati berbagai

Page 64: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

64

tulisan atau buku referensi yang pernah ditulis oleh para pakar untuk

memperoleh pemahaman yang lebih lengkap atas data. Secara garis besar,

pengumpulan data difokuskan pada hal-hal yang berkaitan dengan budaya

dan politik lokal di Toraja terutama pada pesta adat dan upacara

penguburan yang mengalami perubahan sebagai akibat dari manipulasi

dalam politik lokal.

Data-data yang dikumpulkan untuk tradisi pesta adat dan upacara

penguburan adalah bentuk pelaksanaan, motivasi dalam pelaksanaannya,

jumlah hewan yang dikorbankan sesuai aturan kepercayaan lama (aluk to

dolo), jumlah hewan yang dikorbankan, bentuk struktur sosial masyarakat

dan perubahannya, fungsi rumah adat, dan peran elit-elit dalam acara

tradisi masyarakat. Kemudian data tentang kepercayaan yaitu bentuk

keyakinan orang Toraja sebelum zending tiba, cara para zending merubah

keyakinan masyarakat, kondisi kepercayaan lama (aluk to dolo) setelah

zending. Selanjutnya data tentang motivasi pemekaran daerah, cara

mensosialisasikan pemekaran, cara meraih kekuasaan dalam masyarakat

baik untuk Legislatif maupun untuk pemimpin, serta data lain yang

mendukung penulisan ini.

Pengumpulan data primer dan sekunder dilakukan selama dua belas

bulan yaitu dari bulan Agustus tahun 2010 hingga bulan Juli tahun 2011.

Pengumpulan data berupa fokus diskusi terbatas dilakukan pada bulan

Desember 2012 guna melengkapi dan meningkatkan kualitas data.

Pengumpulan data secara intensif untuk kebutuhan data primer dilakukan

Page 65: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

65

selama tiga bulan yaitu sejak bulan Januari sampai dengan bulan Maret

2011 di Toraja (Kabupaten Tana Toraja dan Kabupaten Toraja Utara).

Dalam perkembangannya, pengambilan data lapangan secara insedentil

tetap dilakukan sesuai dengan kebutuhan data hingga selesainya penulisan

disertasi ini.

1.7.5. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian menerapkan beberapa teknik dan prosedur pengumpulan

data, yaitu:

1.7.5.1. Pengamatan (Observation)

Pengamatan dilakukan pada saat pelaksanaan upacara penguburan

di desa Malakiri Kecamatan Sesean. Hal yang diobservasi adalah proses

persiapan, pelaksanaan, dan penguburan. Upacara penguburan

dilaksanakan selama 12 hari yaitu dari tanggal 29 Maret sampai dengan 8

April 2011. Jumlah hewan kerbau yang dikorbankan adalah 100 ekor

terdiri dari kerbau belang (tedong bonga) 4 ekor, kerbau balian (kerbau

jantan yang dikebiri) 3 ekor, sisanya kerbau hitam dan hewan babi

sebanyak 230 ekor serta kuda 1 ekor. Pemotongan hewan kuda di kalangan

masyarakat Toraja, hanya dilakukan pada masyarakat bangsawan tertinggi

(Puang). Dalam pelaksanaan upacara penguburan di desa Malakiri, jumlah

hewan yang dikorbankan melampaui bangsawan tertinggi. Dulunya

bangsawan tertinggi maksimal mengorbankan sebanyak 24 sampai 30 ekor

kerbau dari berbagai jenis kerbau ditambah sejumlah babi (untuk jumlah

Page 66: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

66

babi tidak diatur dalam adat) yang disebut dengan istilah “sapu randanan”

(upacara penguburan sempurna). Upacara penguburan ini dihadiri oleh

ribuan orang setiap harinya selama prosesi berlangsung dan berasal dari

berbagai daerah. Pengamatan selanjutnya dilakukan pada pasar tradisional

Bolu di Rantepao, Toraja Utara. Pasar hewan di Bolu hanya berlangsung

satu hari dalam setiap minggunya. Hal yang diamati adalah transaksi jual

beli kerbau dari berbagai ukuran, jenis, dan warna. Kerbau belang yang

dipasarkan pada umumnya kerbau belang biasa yang tidak mempunyai

nilai tinggi. Harganya juga bervariasi antara Rp 15 juta hingga Rp 50 juta.

Kerbau-kerbau yang mempunyai nilai tinggi biasanya tidak dipasarkan

secara langsung di pasar tradisional tetapi dipasarkan melalui mulut ke

mulut dalam arti bahwa orang yang akan membutuhkan kerbau tersebut

mencari informasi ke orang lain atau mengunjungi desa-desa sambil

mencari tahu kerbau yang diinginkan. Kemudian dilanjutkan ke lurah

Tagari khususnya di wilayah Pararra’ tempat bermukimnya beberapa

masyarakat yang dulunya berasal dari strata sosial rendah (kaum yang

diperhamba).

1.7.5.2. Wawancara

Wawancara dilakukan dengan tokoh politik dalam hal ini Wakil

Ketua DPRD dari Partai Demokrat (Leonardus Pongmasak), Ketua Partai

Keadilan Sejahtera (PKS) (H. Bumbun), pemrakarsa pemekaran (John

Pabesak), anggota kontestan pemilihan umum kepala daerah (Deka

Paranoan). Fokus wawancara adalah proses pemekaran daerah, budaya dan

Page 67: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

67

politik lokal, peran partai politik dalam membangun demokrasi.

Selanjutnya wawancara dilakukan dengan tokoh adat (Ketua Aliansi adat

L. Pidipidi), Stepanus Sarese, J.A. Saidin yang difokuskan pada adat

istiadat yang banyak mengalami perubahan, pemilihan umum kepala

daerah, pemanfaatan adat istiadat sebagai instrumen politik, pemanfaatan

simbol-simbol budaya dalam politik. Demikian juga dengan tokoh agama

(Pdt. Musa Salusu, Uztad H. Bumbun, Pdt. Juni Pangalinan) yang

difokuskan pada pemanfaatan rumah ibadah sebagai instrumen politik,

adat istiadat, dan politik lokal. Hal yang sama juga dilakukan kepada

pelaku birokrat (Agustinus Paundan, Andreas, J. Palembangan) yang

difokuskan pada proses pemilihan umum kepala daerah, peran elit-elit

lokal dalam mempengaruhi massa, perekonomian masyarakat,

perkembangan pendidikan masyarakat. Wawancara tidak terstruktur lebih

banyak digunakan pada masyarakat umum yaitu Pande, Randi, Rudi, Aris

yang difokuskan pada pandangan mereka terhadap perkembangan budaya

Toraja khususnya dalam adat istiadat (pesta adat dan upacara penguburan)

yang banyak mengalami perubahan. Semua hasil wawancara ini direkam,

dicatat, dan dideskripsikan sehingga terurai suatu informasi yang akurat.

Alasan penentuan responden di atas adalah atas sesama responden yang

mengetahui benar kondisi Toraja baik adat istiadat maupun politik. Bahkan

beberapa responden adalah pelaku utama dalam adat, politik ataupun

proses pemekaran daerah di Toraja.

Page 68: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

68

1.7.5.3. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan adalah langkah peneliti mempelajari berbagai

referensi atau dokumen mengenai tulisan-tulisan yang relevan dengan

penelitian baik dokumen yang diterbitkan oleh pemerintah daerah

Kabupaten Tana Toraja ataupun yang dikeluarkan oleh penulis-penulis

terdahulu serta Laporan dari Badan Pusat Statistk (BPS).

1.7.5.4. Fokus Diskusi Terbatas (Focus Group Discussion)

Fokus diskusi terbatas (Focus Group Discussion), yaitu

penyelenggaraan suatu diskusi kelompok di antara responden yang

memiliki pengetahuan yang relatif sama atas obyek penelitian. Para peserta

dipersilahkan untuk memberi tanggapan atas beberapa pertanyaan. Peneliti

memantau pembicaraan, dan berusaha agar peserta diskusi selalu terfokus

untuk menyampaikan informasi secara bebas. Fokus diskusi terbatas

dilaksanakan sebanyak 3 kali yaitu di Rantepao Toraja Utara dihadiri oleh

10 orang terdiri dari 2 orang dosen, 2 orang tokoh adat, 1 orang tokoh

agama, 2 orang pemrakarsa pemekaran, 2 orang mahasiswa, 1 orang

masyarakat umum. Kemudian fokus diskusi terbatas dilakukan satu kali di

Makassar dihadiri 6 orang terdiri dari 2 orang akademisi, 1 orang tokoh

adat, 1 orang pejabat struktural, 1 orang mahasiswa, dan 1 orang dari

partai politik. Fokus diskusi terbatas selanjutnya dilaksanakan di Jakarta

yang dihadiri oleh 8 orang asal Toraja terdiri dari 1 orang budayawan, 1

orang pengusaha, orang tokoh agama, 1 orang pejabat struktural, 2 orang

Page 69: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

69

pegawai swasta, 1 orang mahasiswa, 1 orang dari partai politik. Fokus

diskusi terbatas ini diselenggarakan untuk mencapai pemahaman atas data

yang sebelumnya telah diperoleh baik melalui observasi maupun

wawancara.

1.7.6. Teknik Analisa Data

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Teknik yang

digunakan dalam menganalisis data adalah deskriptif analisis dengan

triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain dalam membandingkan hasil wawancara

terhadap objek penelitian (Moleong, 2010). Dalam hal ini triangulasi yang

digunakan adalah triangulasi sumber. Triangulasi sumber adalah menggali

kebenaran informai tertentu melalui berbagai metode dan sumber

perolehan data.

Sumber data yang diperoleh melalui wawancara, pengamatan, dan

fokus diskusi terbatas, penulis juga menggunakan observasi terlibat

(participant obervation), menelusuri dokumen tertulis, dan foto. Tentu

masing-masing cara itu akan menghasilkan bukti atau data yang berbeda,

yang selanjutnya akan memberikan pandangan yang berbeda pula

mengenai fenomena yang diteliti. Berbagai pandangan itu akan melahirkan

keluasan pengetahuan untuk memperoleh kebenaran handal. Dalam

mengeliminasi perbedaan data tersebut, dilakukan penyilangan (cross data)

Page 70: BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang pulau Sulawesi, kedua ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91271/potongan/S3-2015... · istilah dalam bahasa Inggrisnya, berasal dari kata colere

70

antara wawancara, pengamatan, dan fokus diskusi terbatas sehingga data

yang dianalisis adalah data yang memiliki keabsahan.