bab i pendahuluan a. latar belakang dan perumusan...

37
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan Masalah 1. Latar belakang masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat dewasa ini mengakibatkan adanya perubahan pola hidup di masyarakat. Perubahan pola hidup akan menyebabkan adanya perubahan cara hidup, yang membawa pengaruh besar terhadap sikap hidup manusia di masyarakat. Hal yang demikian dapat mengakibatkan masyarakat akan merasa terombang-ambingkan oleh norma- norma. Suasana yang demikian menyebabkan kehidupan manusia di masyarakat terbelenggu oleh adanya benturan-benturan antara hal-hal yang telah mapan dengan keanekaragaman norma yang baru dikenal. Keadaan yang demikian cepat atau lambat dapat mengakibatkan makna hak asasi manusia menjadi rancu sebagai akibat adanya kekaburan batas antara hak dan kewajiban. Berkaitan dengan kenyataan tersebut di atas, Ulrich Albrecht (1993: 59) menyatakan bahwa sejarah ilmu pengetahuan dan teknologi memberi petunjuk bahwa perkembangan teknologi tidak sepadan berjalan mengikuti hukum alam, akan tetapi berhubungan erat dengan perkembangan masyarakat. Pada mulanya manusia masih berpegang erat pada suatu model perkembangan teknologi seragam, dan tidak tergantung pada pola-pola suatu masyarakat, akan tetapi pada akhir-akhir ini para ahli sejarah ilmu pengetahuan berkesimpulan bahwa tidak boleh diandalkan adanya teknologi yang berpola tunggal. Ilmu pengetahuan dan teknologi, di satu pihak dapat memberikan kemudahan-kemudahan bagi manusia,

Upload: dinhdieu

Post on 02-Mar-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70691/potongan/S3-2014... · bahwa perkembangan teknologi tidak sepadan berjalan mengikuti

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Perumusan Masalah

1. Latar belakang masalah

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat dewasa ini

mengakibatkan adanya perubahan pola hidup di masyarakat. Perubahan pola

hidup akan menyebabkan adanya perubahan cara hidup, yang membawa pengaruh

besar terhadap sikap hidup manusia di masyarakat. Hal yang demikian dapat

mengakibatkan masyarakat akan merasa terombang-ambingkan oleh norma-

norma. Suasana yang demikian menyebabkan kehidupan manusia di masyarakat

terbelenggu oleh adanya benturan-benturan antara hal-hal yang telah mapan

dengan keanekaragaman norma yang baru dikenal. Keadaan yang demikian cepat

atau lambat dapat mengakibatkan makna hak asasi manusia menjadi rancu sebagai

akibat adanya kekaburan batas antara hak dan kewajiban.

Berkaitan dengan kenyataan tersebut di atas, Ulrich Albrecht (1993: 59)

menyatakan bahwa sejarah ilmu pengetahuan dan teknologi memberi petunjuk

bahwa perkembangan teknologi tidak sepadan berjalan mengikuti hukum alam,

akan tetapi berhubungan erat dengan perkembangan masyarakat. Pada mulanya

manusia masih berpegang erat pada suatu model perkembangan teknologi

seragam, dan tidak tergantung pada pola-pola suatu masyarakat, akan tetapi pada

akhir-akhir ini para ahli sejarah ilmu pengetahuan berkesimpulan bahwa tidak

boleh diandalkan adanya teknologi yang berpola tunggal. Ilmu pengetahuan dan

teknologi, di satu pihak dapat memberikan kemudahan-kemudahan bagi manusia,

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70691/potongan/S3-2014... · bahwa perkembangan teknologi tidak sepadan berjalan mengikuti

2

akan tetapi di lain pihak mempunyai kecenderungan mengancam kehidupan

manusia.

Modernisasi yang telah dilaksanakan oleh sebagian dari negara dan bangsa

yang ada di dunia ini, pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari pesatnya

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada kenyataannya, dunia

modern yang telah mengukir kisah sukses secara materi dan kaya ilmu

pengetahuan serta teknologi, agaknya tidak cukup memberikan bekal hidupnya

bagi manusia, sehingga hal tersebut menyebabkan manusia modern tersesat dalam

kemajuan dan kemodernannya (Nashir, 1997: vi). Oleh karena itu harus diakui

bahwa dengan modernisasi, manusia telah mampu menunjukkan kemampuan

budinya dalam rangka mengungkapkan misteri alam semesta, yang kesemuanya

itu dapat membantu manusia dalam memenuhi kebutuhannya. Namun di sisi lain

manusia modern telah kehilangan aspek moral yang digunakan sebagai

rujukannya. Hal tersebut menunjukkan bahwa modernisasi telah mengabaikan

nilai spiritual transendental, sehingga berakibat kurang memiliki landasan yang

kokoh. Hadirnya pascamodernisme yang diharapkan menjadi tren abad XXI

ternyata tidak mampu memperbaiki kekurangan dari periode sebelumnya, bahkan

pascamodernisme justru lebih rancu dari modernisasi. Modernisasi seharusnya

tetap mengedepankan keseimbangan antara aspek materi dan non materi.

Kemajuan dan peningkatan dalam bidang material seharusnya disertai dengan

peningkatan dalam bidang spiritual, agar ada keseimbangan dalam kehidupan

manusia (Asdi, 1995:1). Dalam konteks pembangunan manusia Indonesia

seutuhnya, tolok ukurnya adalah nilai-nilai yang telah dimiliki oleh bangsa

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70691/potongan/S3-2014... · bahwa perkembangan teknologi tidak sepadan berjalan mengikuti

3

Indonesia itu sendiri yaitu Pancasila (Siswomihardjo,1982: 137). Berkaitan

dengan hal tersebut, menarik untuk dikemukakan pandangan Alfred North

Whitehead (1978: 208-215) yang menyatakan bahwa pemikiran haruslah

mengarah pada perubahan, kemajuan dan proses. Selanjutnya Whitehead

beranggapan bahwa organisme bukanlah bersifat mekanis, akan tetapi kreatif

dalam rangka memahami suatu realitas yang berdemensi fisik dan non fisik yang

sedang berproses.

Berkaitan dengan modernisasi, Oliver L.Reiser dalam bukunya yang berjudul

Cosmic Humanism (1996:520-521), menyatakan bahwa ada beberapa masalah

kebudayaan manusia modern antara lain: masalah ketenagakerjaan, penderitaan,

kelaparan, kejahatan, remaja, meningkatnya rasa kesukuan, peperangan,

perdamaian, dekadensi moral, konflik, kekerasan, dan kebencian dalam kaitannya

dengan adanya keturunan oleh adanya warna kesadaran sosial masyarakat.

Modernisasi menyebabkan renggangnya ikatan-ikatan sosial, sebagai salah

satu akibat adanya perubahan-perubahan sosial. Suatu hal yang tidak dapat

dipungkiri bahwa salah satu sisi dari adanya perkembangan ilmu pengetahuan

yang kemudian melahirkan produk-produk teknologi, menyebabkan terwujudnya

kesejahteraan umat manusia terutama dari aspek materialnya. Hal itu melahirkan

suatu anggapan bahwa produk teknologi tidaklah sekedar merupakan sarana, akan

tetapi justru dianggap sebagai kebutuhan yang bersifat substansial. Kecuali itu

kenyataan menunjukkan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

menyebabkan perubahan sosial. Di tengah-tengah perubahan sosial itu tampak

adanya suatu gejala yang menunjukkan betapa ketatnya dalam proses interaksi

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70691/potongan/S3-2014... · bahwa perkembangan teknologi tidak sepadan berjalan mengikuti

4

sosial, dan bersifat fungsional. Interaksi sosial yang bersifat fungsional banyak

kebaikannya, akan tetapi ada pula kelemahannya, karena tidak setiap individu atau

subsistem pasti dapat berinteraksi secara fungsional dalam suatu masyarakat atau

sistem. Kenyataan yang demikian dapat menyebabkan munculnya kesenjangan

sosial dan permasalahan sosial, yang pada gilirannya dapat melahirkan adanya

konflik. Kondisi yang demikian akan sangat rawan dalam kehidupan sosial

apabila tidak berpegang pada suatu nilai yang telah disepakati.

Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dan terutama

sekali dalam hubungan antar etnis dan antar bangsa, hal semacam ini mungkin

akan terjadi, lebih-lebih dalam era globalisasi dan keterbukaan dewasa ini.

Apabila dikaji secara seksama, di beberapa kawasan dalam lingkup internasional

telah terjadi ketidakharmonisan interaksi sosial yang mengarah pada tindakan

kekerasan sebagai contoh yaitu kasus Kashmir (mulai l972 sampai sekarang),

Chehnya (1994), Kamboja (1970), dan Bosnia (1995). Sementara pada lingkup

nasional yaitu Indonesia menunujukkan adanya gejala disharmoni interaksi sosial

contohnya yaitu kasus Kalimantan Barat (1997), Rengasdengklok (1997), Irian

Jaya atau Papua (2004, 2005, dan 2006), Pekalongan (1995 dan 1997), Jakarta

(1998), Tasikmalaya (1996), Ambon (2000), dan Poso (2002).

Kenyataan di atas menunjukkan adanya suatu bukti merebaknya kebencian

yang mendalam, yang seolah-olah menganggap orang lain itu sebagai lawan. Hal

tersebut seolah-olah sesuai dengan adagiun homo homini lupus (manusia adalah

serigala bagi sesamanya), dan belum omnium contra omnes (perang semua lawan

semua), yang dilakukan dengan jalan menghalalkan semua cara untuk mencapai

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70691/potongan/S3-2014... · bahwa perkembangan teknologi tidak sepadan berjalan mengikuti

5

tujuan atau the end justifies the means sebagai prinsip berpikir Machiavelli

(Ridha, 2000: 1; Nashir, 1997: 65). Kesemuanya itu menunjukkan bahwa cinta

antar sesama manusia dan bangsa seolah-olah tenggelam dalam nafsu-nafsu

manusia yang bersifat sesaat, yaitu sekedar memenuhi keinginan-keinginan yang

tidak terkendalikan.

Seorang pemikir dari India yang konsep pemikirannya hingga kini dan untuk

masa-masa yang akan datang masih relevan yaitu Mohandas Karamchand Gandhi.

Radhakrishnan sebagaimana dinyatakan oleh Gedong Bagoes Oka (Sumartana

dkk., l994: 33) dalam ‘’Mahatma Gandhi: 100 Years : Gandhi Peace

Fondation’’, mengemukakan sebagai berikut :

“Gandhi seorang pemikir yang revolusioner. Ia berikhtiar mengadakan perubahan total dalam alam manusia. Maka suaranya adalah suara masa mendatang dan bukan suara yang lemah menghilang dalam peradaban waktu”.

Apa yang dipikirkan, dikatakan, dan diperbuat oleh Mohandas Karamchand

Gandhi didasarkan pada cinta. Mengenai landasan cinta menurut Mohandas

Karamchand Gandhi sebagaimana dinyatakan oleh Radhakrishnan (Gandhi, l988:

xv) yaitu bahwa semua kegiatannya bersumber pada cinta yang kekal untuk

manusia, karena semua anak manusia bersaudara, dan janganlah hendaknya

manusia yang satu merasa asing terhadap yang lain, dan kebahagiaan semua

manusia (sarvodaya) seharusnya menjadi tujuan dari manusia. Dalam kaitannya

dengan hal tersebut di atas selanjutnya Radhakrishnan (Gandhi, l988: xvii) juga

menyatakan bahwa dahulu Plato pernah mengatakan:

“selalu ada keruntuhan, ketika pola-pola hidup yang telah dikenal mengalami kemencengan dan keretakan, dan selalu ada beberapa orang yang mendapat ilham di dunia ini dan berkenalan dengan mereka tak dapat dinilai harganya”.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70691/potongan/S3-2014... · bahwa perkembangan teknologi tidak sepadan berjalan mengikuti

6

Di samping itu banyak sekali orang yang terpesona pada Mohandas

Karamchand Gandhi karena kebesaran jiwanya, dan kebesaran itu disebabkan

oleh ajarannya yang mendasarkan pada daya cinta universal yang merupakan

kekuatan kebenaran dan mampu merombak situasi sosial politik (Cremers, 1997:

30-32).

Sesungguhnya seluruh jiwa Mohandas Karamchand Gandhi adalah

penjelmaan cinta yaitu cinta terhadap semua makhluk. Akan tetapi cinta itu akan

merupakan racun bila tidak didasarkan pada pertimbangan kesusilaan (Gandhi,

1950: 15, 24, 39). Bagi Mohandas Karamchand Gandhi, cinta itu merupakan

sumber dan tujuan hidup yang sejati, yang dapat digunakan sebagai penawar

kebencian. Kesusilaan adalah suatu kebajikan yang tidak didasarkan pada suatu

keuntungan, akan tetapi oleh suatu hukum yang terdapat pada pribadi yang

melakukan. Kebajikan itu sendiri telah memberikan upah kepada setiap orang

yang melaksanakan. Untuk itu perbuatan susila haruslah didasarkan pada

kesadaran, karena hal itu merupakan suatu kewajiban. Bertolak dari konsep cinta

tersebut, maka lahirlah ahimsa, yaitu ajaran yang tidak membenarkan pemakaian

kekerasan atau pantang kekerasan. Menurut Mark Juergensmeyer dalam bukunya

yang berjudul Fighting With Gandhi, A Step by Step Strategy for Resolving

Everyday Conflicts (1984: 28) dinyatakan bahwa bagi Mohandas Karamchand

Gandhi, ahimsa juga diartikan sebagai suatu sikap yang tidak ingin merugikan

lawan dan tidak bermaksud mengancam keselamatan musuh. Dalam kaitannya

dengan musuh, Mohandas Karamchand Gandhi menyatakan “Our greatest enemy

is not the foreigner, nor anyone else. Our enemies are we ourselves, that is our

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70691/potongan/S3-2014... · bahwa perkembangan teknologi tidak sepadan berjalan mengikuti

7

desires’’(Gandhi, 1996: 7). Dalam ahimsa tidak dikenal istilah melarikan diri dan

meninggalkan yang dicintai, yang artinya bahwa ahimsa itu sebagai suatu

keberanian yang setinggi-tingginya, dan hal tersebut dikandung suatu makna

bahwa ahimsa merupakan awal dan akhir dari keyakinannya (Burgess, 1984: 15).

Berkenaan dengan hal tersebut di atas perlu diteliti, masih relevankah makna

cinta menurut Mohandas Karamchand Gandhi dalam kehidupan manusia pada

umumnya dan Indonesia khususnya dewasa ini dan masa yang akan datang yang

cenderung berubah dan tidak menentu. Lebih-lebih apabila dikaitkan dengan

adanya suatu kecenderungan bahwa transformasi budaya dan sosial masih

diwarnai oleh kekerasan, yang menunjukkan retaknya sendi-sendi solidaritas

sosial. Sekiranya tidak demikian maka hanya manusia yang mampu bertindak

keras saja yang dapat hidup. Inilah sebenarnya yang menjadi permasalahan, dan

untuk itu perlu dicari jalan pemecahannya.

Bagi bangsa Indonesia acuan pemecahan yang bersifat formal sudah ada yaitu

Pancasila. Dalam kaitannya dengan Pancasila, Lasiyo (1992: 34) dalam

disertasinya yang berjudul “Agama Konghucu an Emerging Form of The

Indonesian Chinese”, menyatakan bahwa:

The ethics of Pancasila ethics can be divided into two categories: vertical and horizontal. The vertical is the relationship between human being and God, as stated in the first principle. The horizontal is the relationship between human beings, and between human beings and environment. This is based on principle of humanity and justice, which means that everyone has basically the some equal rights and obligations in this world.

Menurut Notonagoro (1995: 95), apabila ditinjau dari sifat kodratnya manusia

itu sebagai diri bersifat pribadi perorangan (individu) dan juga sebagai pribadi

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70691/potongan/S3-2014... · bahwa perkembangan teknologi tidak sepadan berjalan mengikuti

8

hidup bersama, pribadi bermasyarakat atau makhluk sosial. Oleh karena itu di

samping hidup sendiri, juga senantiasa berhubungan dengan manusia lain.

Kenyataan itu menunjukkan bahwa manusia, baik sebelum dilahirkan, sebagai

bayi, anak remaja, dewasa, lanjut usia maupun setelah meninggal dunia selalu

membutuhkan orang lain.

Pancasila adalah sendi-sendi sikap, cara hidup, tujuan dan suasana hidup

bermasyarakat. Selain itu bagi bangsa Indonesia merupakan pokok pangkal sudut

pandangan (Genetivus Subjectivus), atau sering pula dikatakan sebagai postulat

dan paradigma dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam

rangka memberikan penyelesaian kemasyarakatan dan kenegaraan (Soejadi, 1999:

147). Pancasila yang di dalamnya terkandung nilai kerohanian, menurut penulis

sangat tepat apabila digunakan sebagai acuan landasan moral pembangunan

nasional, dengan maksud agar terdapat keseimbangan antara aspek pembangunan

yang bersifat lahiriah dan batiniah. Akan tetapi kenyataan menunjukkan bahwa

dalam derap lajunya pembangunan, terasa sekali bahwa aspek lahiriah tampak

menonjol apabila dibandingkan dengan aspek batiniahnya (Supadjar, 1990: 133).

Sebenarnya berbagai macam upaya untuk menghentikan kekerasan telah

dilakukan, misalnya dalam konteks internasional, baik melalui himbauan yang

disampaikan oleh berbagai negara maupun Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Dalam konteks nasional, contohnya di Indonesia tindakan kekerasan juga

belum dapat diselesaikan secara tuntas, meskipun pemerintah telah berupaya

untuk mengatasinya. Mengapa demikian, karena pada akhirnya mengenai

permasalahan itu akan sangat tergantung pada manusianya yang secara langsung

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70691/potongan/S3-2014... · bahwa perkembangan teknologi tidak sepadan berjalan mengikuti

9

terlibat dalam tindak kekerasan. Kesemuanya itu menunjukkan betapa

merajalelanya wujud dari kebencian, yang seolah-olah menenggelamkan

kepemilikan perasaan cinta dalam kaitannya dengan sifat kodrat manusia sebagai

makhluk sosial.

Berkenaan dengan kenyataan di atas, maka penelitian mengenai makna cinta

menurut Mohandas Karamchand Gandhi dan relevansinya bagi pengembangan

solidaritas sosial di Indonesia mempunyai hubungan dengan masalah yang lebih

luas, yaitu sebagai landasan moral dalam pengembangan solidaritas sosial

manusia dalam mengatasi tindak kekerasan, baik yang berskala nasional, regional,

maupun internasional. Cinta menurut Mohandas Karamchand Gandhi mempunyai

hubungan langsung dengan Realitas Tertinggi, kebenaran, dan manusianya, maka

akan dibahas pula mengenai aspek metafisika, epistemologi, dan aksiologinya.

Dalam penelitian ini juga akan membahas makna cinta terkait dengan

relevansinya terhadap pengembangan solidaritas sosial di Indonesia serta

membahas makna cinta dari sudut pandang teori yang menyangkut sistem sosial

di Indonesia.

2. Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan dapat dikemukakan

rumusan masalah sebagai berikut:

a. Bagaimana pemikiran kefilsafatan Mohandas Karamchand Gandhi?

b. Bagaimanakah hakikat cinta menurut pemikiran Mohandas Karamchand

Gandhi?

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70691/potongan/S3-2014... · bahwa perkembangan teknologi tidak sepadan berjalan mengikuti

10

c. Bagaimana implementasi cinta dalam pemikiran Mohandas Karamchand

Gandhi?

d. Bagaimana manfaat cinta menurut Mohandas Karamchand Gandhi dalam

interaksi sosial di Indonesia?

B. Keaslian Penelitian

Menurut sepengetahuan penulis, penelitian mengenai Mohandas Karamchand

Gandhi telah banyak dilakukan, antara lain : (1) Buku yang berjudul Dimensi Etis

Ajaran Gandhi yang ditulis oleh R. Wahana Wegig, 1986; (2) Skripsi Lucia

Hernawati yang berjudul Konsep Mohandas Karamchand Gandhi Tentang

Manusia Sebagai Pembaharuan Dalam Filsifat India, 1989; (3) Skripsi yang

ditulis oleh Arif Purnomo yang berjudul Konsep Kebenaran Moral Mohandas

Karamchand Gandhi, 1998; (4) Skripsi yang ditulis oleh Suratno yang berjudul

Konsep Manusia Menurut Mohandas Karamchand Gandhi (1869-1948), 1999;

(5) Skripsi yang ditulis oleh L. Soewardjio yang berjudul Perbandingan Antara

Konsep Moral Ki Hadjar Dewantara Dengan Mohandas Karamchand Gandhi

(Sebagai Alternatif Pemecahan Krisis Multi Dimensi di Indonesia), 2006; (6)

Tersis Marietta D. Susilowati yang berjudul Konsep Manusia Menurut Mohandas

Karamchand Gandhi (Suatu Refleksi bagi Pengembangan Sila Kemanusiaan

Yang Adil dan Beradab), 2002; (7) Tesis I Ketut Wisarja yang berjudul

Masyarakat Tanpa Kekerasan (Tinjauan Filsafat atas Konsep Masyarakat

Menurut Mohandas Karamchand Gandhi), 2004; (8) Disertasi Joseph

Thekkinnedath yang berjudul Love of Neighbour in Mahatma Gandhi,1971; (9)

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70691/potongan/S3-2014... · bahwa perkembangan teknologi tidak sepadan berjalan mengikuti

11

Disertasi Johannes Refteuw yang berjudul The Cross of Suffering Love: a

Nonviolent Path to Peace in Tolstoy, Gandhi, and Dauglass, 1987.

Penelitian penulis yang berjudul “Makna Cinta Menurut Mohandas

Karamchand Gandhi (1869-1948): Relevansinya bagi Pengembangan Solidaritas

Sosial di Indonesia” adalah asli dan berbeda, baik mengenai struktur judul

maupun objek material yang ditelaah. Ada perbedaan yang khas antara penelitian-

penelitian itu dengan penelitian yang penulis lakukan, yaitu yang menyangkut

landasan cinta, makna cinta, implementasi cinta Mohandas Karamchand Gandhi,

dan relevansinya bagi pengembangan solidaritas sosial di Indonesia.

C. Manfaat dan Tujuan Penelitian

1. Manfaat penelitian

Menurut Mohandas Karamchand Gandhi, apa yang telah dipikirkan,

dikatakan dan dilaksanakan dalam bentuk eksperimentasi dalam hidupnya yang

ternyata berhasil dengan baik, sampai saat ini masih mengundang adanya

perbedaan pendapat, antara yang mengatakan sebagai sesuatu hal yang baik dan

tidak baik. Menurut penulis apa yang dipikirkan dan apa yang dikatakan, serta

dilaksanakan oleh Mohandas Karamchand Gandhi merupakan sesuatu yang baik

dan bermanfaat. Adapun manfaat penelitian yang berjudul Makna Cinta Menurut

Mohandas Karamchand Gandhi (1869-1948): Relevansinya bagi Pengembangan

Soliodaritas Sosial di Indonesia yaitu:

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70691/potongan/S3-2014... · bahwa perkembangan teknologi tidak sepadan berjalan mengikuti

12

a. Bagi ilmu pengetahuan, makna cinta dan implementasinya oleh Mohandas

Karamchand Gandhi dapat menambah khasanah hasil penelitian kefilsafatan

pada umumnya, dan filsafat India pada khususnya.

b. Bagi bangsa dan negara, makna cinta dan implementasinya oleh Mohandas

Karamchand Gandhi dapat digunakan untuk pengembangan dan pemantapan

nilai-nilai Pancasila yang senantiasa digunakan sebagai rujukan bagi

pelaksanaan berbagai macam kegiatan, termasuk pembangunan di Indonesia.

Di samping itu juga dapat dimanfaatkan dalam rangka pengembangan

solidaritas sosial di Indonesia.

c. Bagi peneliti itu sendiri, makna cinta dan implementasinya oleh Mohandas

Karamchand Gandhi, dapat digunakan sebagai pengembangan daya nalar dan

wawasan dalam kaitannya dengan pelaksanaan tri dharma perguruan tinggi.

2. Tujuan penelitian

Penelitian dengan judul Makna Cinta Menurut Mohandas Karamchand

Gandhi (1869-1948): Relevansinya bagi Pengembangan Solidaritas Sosial di

Indonesia, bertujuan:

a. Untuk menemukan pemikiran kefilsafatan Mohandas Karamchand Gandhi

b. Untuk menemukan hakikat cinta menurut pemikiran Mohandas Karamchand

Gandhi

c. Untuk menemukan implementasi cinta dalam pemikiran Mohandas

Karamchand Gandhi

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70691/potongan/S3-2014... · bahwa perkembangan teknologi tidak sepadan berjalan mengikuti

13

d. Untuk menemukan manfaat cinta menurut Mohandas Karamchand Gandhi

dalam interaksi sosial di Indonesia.

D. Tinjauan Pustaka

Menurut Dhirendra Mohan Datta (1953: 62) bahwa menurut Mohandas

Karamchand Gandhi manusia itu merupakan bagian dari alam, dan tumbuh serta

lenyap sesuai dengan hukum alam. Keberadaan manusia tidak hanya berupa tubuh

(jasmani saja), akan tetapi berupa kesadaran, pikiran, hati nurani, kehendak, dan

perasaan serta semacam kualitas dan potensi yang berupa spirit (semangat) atau

jiwa yang ada pada manusia. Bertolak dari pernyataan tersebut, manusia menurut

Mohandas Karamchand Gandhi terdiri dari jasmani dan rohani. Rohani manusia di

dalamnya terdapat kesadaran, rasio, kehendak, emosi dan rasa keindahan. Dengan

kesadaran manusia mampu mengambil jarak dengan lingkungannya. Adapun rasio

menyebabkan manusia sanggup bertanya dan sekaligus menjawab terhadap

kesadarannya. Sementara dengan kehendak dapat diwujudkan apa yang menjadi

pemikirannya. Emosi menyebabkan manusia dapat mengetahui hubungan antara

sesamanya. Akhirnya dengan keindahan manusia dapat menghargai budaya

bangsa bagaimanapun coraknya (Wegig, 1986: 60). Ungkapan tersebut

sebenarnya hanyalah merupakan sebagian kecil dari seluruh pemikirannya, namun

hal tersebut mengandung suatu makna yang dalam, karena sebenarnya potensi dari

manusia untuk menjadi bagaimana seharusnya menjadi manusia, telah ada dalam

diri manusia itu sendiri. Apabila manusia mempunyai kecenderungan yang

mengarah pada pemikiran, ucapan dan perbuatan yang bertentangan dengan nilai

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70691/potongan/S3-2014... · bahwa perkembangan teknologi tidak sepadan berjalan mengikuti

14

moral, maka dirinya sendiri sebenarnya mampu mengetahui dan memperbaikinya.

Akan tetapi tidaklah demikian halnya, karena tidak dapat dipungkiri banyak orang

yang mengatakan bahwa apabila manusia melihat kebenaran, maka manusia itu

akan melakukannya. Namun tidak mesti demikian, karena walaupun mengetahui

apa yang benar belum tentu manusia memilih yang benar. Mengapa demikian,

karena manusia telah dihinggapi oleh kecenderungan-kecenderungan untuk

melakukan yang tidak benar, yang berarti telah mengkhianati cahaya yang ada

dalam diri manusia (Gandhi, 1988: xiv).

Mohandas Karamchand Gandhi menjadi terkenal dikarenakan oleh

keberanian dalam pemikiran, ucapan, dan tindakannya yang tanpa menggunakan

kekerasan. Sikap yang demikian itu bertumpu pada keyakinannya akan kekuatan

cinta dan persaudaraan universal yang dianggap sebagai suatu potensi kebenaran

yang mampu merubah situasi sosial dan politik. Dalam dimensi sosial, Mohandas

Karamchand Gandhi mampu mengajarkan suatu pandangan tentang identitas

universal spesies tunggal manusia, dengan maksud untuk mempersatukan

pluralitas bangsa di dunia ini. Gagasannya itu dituangkan dalam karyanya yang

berjudul “All Men Are Brothers” (Semua Manusia Bersaudara). Atas dasar

pemikiran itu cintailah semua manusia termasuk musuh sekalipun. Manusia tidak

boleh memaksa lawan dengan cara kekerasan dan penindasan, akan tetapi

hendaknya menusia itu senantiasa memberanikan diri untuk mengubah sikap

lawan atas dasar kemauan bebas. Sementara dalam politik, sejarah telah mencatat

bahwa Mohandas Karamchand Gandhi adalah seorang pejuang kemerdekaan,

yang telah membawa India memperoleh kemerdekaannya pada tahun 1947.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70691/potongan/S3-2014... · bahwa perkembangan teknologi tidak sepadan berjalan mengikuti

15

Bertolak dari kenyataan di atas, maka kiranya benar apa yang dikatakan oleh

Albert Einstein yang menyatakan bahwa “Gandhi adalah seorang politikus jenius

terbesar pada masa kita ini”, di mana tanpa budaya etis tidaklah mungkin terjadi

penyelamatan bagi umat manusia (Cremers,1997: 32, 33, 37, dan 79).

Konsep dan makna pemikiran Mohandas Karamchand Gandhi tentang cinta

dibentuk atas dasar berbagai pengaruh yaitu:

1. Pengaruh Hinduisme

Hinduisme mengetengahkan pencarian kebenaran, menghormati

kehidupan, upaya pembebasan dari belenggu hawa nafsu, pengorbanan

segala-segalanya untuk memperoleh pengetahuan tentang Tuhan, kebajikan,

kejujuran, ketulusan hati, kebersihan hati, cinta, tidak merugikan orang lain,

tabah dan sabar. Menurut Bhagawan Sri Sathya Narayana (Jendra dalam

Supartha ed., 1994: 149-150) bahwa dalam tradisi pemikiran Hinduisme yang

mendasarkan Weda mengetengahkan panca pilar (lima tiang) sebagai nilai-

nilai kemanusiaan (human values) yaitu (a) Satya (truth); (b) Dharma (Right

conduct); (c) Prema (love); (d) Shanti (peace); dan (e) Ahimsa (nonviolence).

Kelima pilar itu bersumber dari Prema (love) atau cinta, dengan pengertian

sebagai berikut. Pertama, love as thought is truth, artinya cinta dalam wujud

pikiran adalah kebenaran (sathya). Kedua, love as action is right conduct,

artinya cinta dalam wujud perbuatan adalah kebajikan (dharma). Ketiga, love

as feeling is peace artinya cinta dalam wujud perasaan adalah kedamaian

(shanti). Keempat, love as understanding is non violence, artinya cinta dalam

wujud pengertian adalah tidak melakukan tindak kekerasan (ahimsa). Selain

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70691/potongan/S3-2014... · bahwa perkembangan teknologi tidak sepadan berjalan mengikuti

16

itu juga dinyatakan bahwa setiap perwujudan manusia adalah (1) Sat, artinya

setiap manusia itu merupakan perwujudan kebenaran; (2) Cit, artinya setiap

manusia itu merupakan perwujudan keberadaan; dan (3) Ananda, artinya

setiap manusia itu merupakan perwujudan kebahagiaan (Susanto dalam Tim

Redaksi Drijakara, peny., 1993: 66).

Dalam tradisi pemikiran Hinduisme, ada suatu keyakinan bahwa “Ibu”

dari kemanusiaan adalah Tat Twam Asi (dalam Chandogya Upanisad) atau So

Ham (dalam Isa Upanisad) atau Aham Brahmo Asmi (dalam Brhadaranyaka

Upanisad). Ketiga hal tersebut di atas artinya “Itu” (Tat) sama dengan kamu;

saya adalah Siwa; dan saya adalah Brahman. Kata-kata tersebut mengandung

makna yang bersifat internal dan eksternal dengan penjelasan bahwa apabila

diri manusia dilihat secara internal, manusia atau makhluk lain menyebut

dirinya Aham Brahmo Asmi (saya adalah Brahman) atau So Ham (saya adalah

Siwa). Sementara apabila diri manusia atau makhluk lain, manusia menyebut

mereka Tat Twam Asi ialah “Itu” (Dia, Tuhan) adalah sama dengan kamu.

Diantara pemikir-pemikir Hinduisme, Mohandas Karamchand Gandhi sangat

tertarik pada pemikiran-pemikiran Hinduisme yang tercantum dalam

Upanisad dan Bhagavadgita, karena isinya banyak menawarkan ajaran moral

dalam rangka mencapai kesempurnaan. Baginya Bhagavadgita bukanlah

sekedar sebagai kitab suci, tetapi lebih dari itu, yaitu dianggap sebagai

“ibunya” (Thekkinedath, 1971: 24).

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70691/potongan/S3-2014... · bahwa perkembangan teknologi tidak sepadan berjalan mengikuti

17

2. Pengaruh Kristiani

Mohandas Karamchand Gandhi sudah mengetahui Kristiani sebelum ia

pergi ke London untuk melanjutkan studi. Akan tetapi setelah ia berada di

London, ia mulai membaca kitab suci Perjanjian Baru (New Testament),

terutama Khotbah di Bukit. Dia merasa tertarik terhadap isi khotbah di bukit

dan menyentuh hatinya (Thekkinedath, 1971: 24-25; Amaladass, Raj,

Elampassery (ed.,), 1986: 143)

3. Pengaruh Leo Tolstoy

Mohandas Karamchand Gandhi juga terpengaruh oleh Tolstoy, terutama

melalui bukunya yang berjudul The Kingdom of God is within You. Suatu hal

yang menarik bagi Mohandas Karamchand Gandhi, yaitu apa yang dikatakan

oleh Tolstoy bahwa cinta itu merupakan suatu prinsip tidak melawan dengan

kekerasan dan tidak bekerja sama (Dear, 2007: 233; Thekkinedath, 1971: 29).

4. Pengaruh John Ruskin

Mohandas Karamchand Gandhi terpengaruh pula oleh pemikiran John

Ruskin, lewat karyanya yang berjudul Unto This Last, yang kemudian buku

itu diterjemahkannya dengan judul Sarvodaya (Richards, 1982: 74).

Konsep dan makna cinta menurut Mohandas Karamchand Gandhi berakar

dari pemikiran Hinduisme, yang kemudian dikembangkan dan dipraktekkan atas

dasar pengaruh dari pemikiran yang berasal dari luar. Cinta menurut Mohandas

Karamchand Gandhi termasuk cinta yang berjenjang tertinggi dan mempunyai

makna yang dalam.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70691/potongan/S3-2014... · bahwa perkembangan teknologi tidak sepadan berjalan mengikuti

18

Menurut Thoby M. Kraeng (2000: 9-10) cinta adalah suatu sikap hidup

manusia dalam hubungannya dengan sesama manusia dan Tuhan. Ada tiga

jenjang/model cinta yaitu cinta seksual, cinta erotis, dan cinta agape. Manusia

sebagai makhluk mempunyai kerinduan yang dalam untuk mencintai dan dicintai

serta kerinduan yang dalam itu tergantung dalam cinta agape. Cinta agape adalah

suatu jenjang/ model yang luhur dari Ilahi. Dalam hal ini cinta agape bukanlah

bermakna cinta supaya dicintai, tetapi cinta supaya mencintai. John Powell dalam

bukunya yang berjudul The Secret of Stying in Love (1992: 70 dan 72)

menyatakan bahwa cinta pada umumnya diperkuat oleh perasaan-perasaan

sebagai pendukung, akan tetapi cinta itu sendiri bukan perasaan, sebab apabila

cinta itu perasaan, maka cinta itu dapat berubah, dan cinta yang berubah

merupakan ketidaksetiaan. Cinta yang tulus atau cinta tidak bersyarat haruslah

merupakan hadiah yang diberikan secara cuma-cuma.

Menurut Erich Fromm (Powell, 1992: 74) bahwa :

“Cinta tak bersyarat berhubungan langsung dengan kerinduan yang paling dalam, bukan hanya kerinduan pada anak tetapi kerinduan pada setiap manusia; sebaliknya, dicintai karena kepantasan diri atau karena berhak menerima cinta selalu menimbulkan keraguan; mungkin saya tak dapat membahagiakan orang yang saya inginkan mencintai saya. Atau mungkin, selalu ada rasa cemas jangan-jangan suatu waktu cinta akan lenyap. Selain itu, cinta yang didapat karena kepantasan mudah meninggalkan rasa getir dalam kesan: orang dicintai bukan karena dirinya, tetapi karena kemampuan membuat orang lain senang. Ini bukan cinta, tetapi manipulasi (The Art of Loving)”.

Menurut Mohandas Karamchand Gandhi (Datta, 1953: 75-76 dan 91) cinta

adalah esensi dari moralitas. Baginya moralitas merupakan sesuatu yang sangat

fundamental dalam kehidupan, dan merupakan sumber dari ahimsa. Menurut

sejarah pemikiran India, ahimsa diajarkan pertama kali oleh ajaran Jaina

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70691/potongan/S3-2014... · bahwa perkembangan teknologi tidak sepadan berjalan mengikuti

19

(Jainisme) pada abad ke-6 SM, sebagai suatu reaksi terhadap pemikiran zaman

Brahmana. Pada masa itu Jainisme menganggap bahwa ahimsa diartikan sebagai

suatu perilaku yang tidak melukai, tidak menyakiti, tidak bohong, tidak mencuri

dan melawan ketidaksucian yang terikat duniawi. Kesemuanya itu harus

diwujudkan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari sebagai suatu upaya untuk

mencapai kelepasan (Radhaknishnan, 1957: xxii-xxx). Selain itu ahimsa juga

telah diajarkan oleh Upanisad, Buddhisme dan Hinduisme orthodox (Datta,

1953:88). Akan tetapi yang mengajarkan ahimsa secara radikal ialah Jainisme

yaitu berupa sikap moral yang tidak melukai, tidak merugikan, dan tidak

membunuh mulai dari bakteri atau amuba yang sangat kecil serta tanam-tanaman

hingga manusia. Ahimsa yang pernah digunakan sebagai referensi (rujukan)

dalam kehidupan Albert Schweitzer itu, kemudian diangkat oleh Mahatma Gandhi

sebagai prinsip pantang kekerasan dengan lebih bersifat positivistik,

idealistik dan pragmatik (Bilimonia, 1995: 159 ; Lal, 1973: 99). Selain itu

Mohandas Karamchand Gandhi juga menyatakan, bahwa pantang kekerasan

bukanlah merupakan sikap terhadap orang atau golongan yang lemah, karena ada

keyakinan bahwa sejarah telah memberikan pelajaran padanya apabila kebencian

dan kekerasan digunakan untuk tujuan yang mulia sekalipun, akan menghasilkan

hal yang sejenis dan tidak mendatangkan kedamaian, akan tetapi justru

membahayakan (Gandhi, 1988: 61).

Dalam konteks Negara Republik Indonesia penulis berpendapat bahwa cinta

menurut Mohandas Karamchand Gandhi relevan, mengingat sistem sosialnya

bersifat majemuk. Masyarakat yang mempunyai sistem sosial majemuk menuntut

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70691/potongan/S3-2014... · bahwa perkembangan teknologi tidak sepadan berjalan mengikuti

20

adanya solidaritas sosial di antara anggota masyarakatnya, agar integrasi nasional

dapat diwujudkan. Emile Durkheim (1893: 34); Langer dalam Beilharz (2002:

106-107); Abdullah dan Leeden (1986: 13-18) menggolongkan solidaritas sosial

menjadi dua macam, yaitu solidaritas mekanis dan solidaritas organis. Solidaritas

mekanis terjadi karena adanya persamaan individu atau adanya perbedaan yang

masih terbatas. Sementara solidaritas organis terjadi karena telah berkembangnya

perbedaan-perbedaan dalam masyarakat. Dalam hubungannya dengan sistem

sosial Indonesia yang majemuk akan tetapi terintegrasi, Nasikun (1988 : 9-17)

menggunakan pendekatan teoritis yang disebut fungsionalisme struktural

(integration, order approach, equilibrium approach) yang dikembangkan oleh

Talcott Parsons, dan pedekatan konflik non Marxis yang dikembangkan oleh Ralf

Dahrendorf. Pendekatan fungsionalisme struktural menganggap bahwa

masyarakat terintegrasi atas dasar kesepakatan para anggotanya berdasarkan nilai-

nilai tertentu. Pendekatan konflik beranggapan bahwa:

1. Setiap masyarakat senantiasa berada dalam proses perubahan;

2. Setiap masyarakat mengandung konflik-konflik di dalam dirinya;

3. Setiap unsur dalam masyarakat memberikan sumbangan bagi terjadinya

disintegrasi dan perubahan sosial; dan

4. Setiap masyarakat terintegrasi atas dasar penguasaan atau dominasi sejumlah

orang atas sejumlah orang yang lain.

E. Landasan Teori.

Penelitian yang berjudul Makna Cinta Menurut Mohandas Karamchand

Gandhi (1869-1948): Relevansinya bagi Pengembangan Solidaritas Sosial di

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70691/potongan/S3-2014... · bahwa perkembangan teknologi tidak sepadan berjalan mengikuti

21

Indonesia, merupakan penelitian kepustakaan (library research). Objek material

penelitian ini yaitu cinta menurut Mohandas Karamchand Gandhi, objek

formalnya yaitu etika. Penelitian ini selain akan dibahas dari sudut pandang teori

etika juga akan ditelaah menggunakan teori emanasi, teori intgrasi, teori

perubahan sosial, teori solidaritas, dan teori eklektis-inkorporasi. Selanjutnya

bertolak dari latar belakang masalah, perumusan masalah, dan tinjauan pustaka

yang telah dikemukakan, disusunlah suatu landasan teori yang dijadikan penuntun

bagi penulis dalam penelitian dan pemecahan permasalahannya. Adapun landasan

teori yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Teori etika teleologis (Teleological ethical theory)

Menurut Ali Mudhofir dalam bukunya yang berjudul Kamus Etika (2009:

213-215 dan 470), teleologi berasal dari bahasa Yunani telos yang artinya

akhir, tujuan, keadaan utuh, dan logos yang artinya kajian tentang, prinsip

rasional dari. Atau dapat dikatakan sebagai suatu kajian tentang gejala yang

merupakan keteraturan, rencana, tujuan akhir, cita-cita, kecenderungan,

sasaran dan arah serta bagaimana semuanya itu dapat dicapai dalam proses

perkembangan. Teori etika teleologis beranggapan bahwa akibat atau hasil

dari tindakan moral menentukan nilai tindakan. Di samping itu teori etika

teleologis beranggapan bahwa nilai moral dari suatu tindakan dinilai

berdasarkan pada sejauh mana tindakan itu mencapai tujuannya. Selain itu

dalam teori etika teleologis di dalamnya kebenaran dan kesalahan suatu

tindakan dinilai berdasarkan tujuan akhir yang diinginkn. Ada dua macam

teori etika teleologis, yaitu utilitarianisme tindakan (act utilitarianism) dan

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70691/potongan/S3-2014... · bahwa perkembangan teknologi tidak sepadan berjalan mengikuti

22

utilitarianisme peraturan (rule utilitarianism). Utilitarianisme tindakan sering

pula disebut dengan istilah traditional utilitarianism. Menurut utilitarianisme

tindakan seseorang harus mengajukan pertanyaan “Apa akibat dari perbuatan

saya yang berupa kebaikan dan mengurangi keburukan?. Adapun menurut

utilitarianisme peraturan (rule utilitarianism), seseorang harus mengajukan

pertanyaan “Apa akibat bagi setiap orang yang mengikuti peraturan ini yang

menghasilkan kebaikan dan mengurangi keburukan?

2. Teori etika deontologis (Deontological ethical theory)

Menurut Ali Mudhofir dalam bukunya yang berjudul Kamus Etika (2009:

141, 143,145-146) deontologis berasal dari bahasa Yunani deon yang artinya

kewajiban moral, yang mengikat secara moral, benar secara moral,

kewajiban, perintah, kemestian, dan logos yang artinya kajian tentang alasan

pokok dari sesuatu, ilmu tentang, dan uraian tentang, kajian tentang konsep

kewajiban (tanggung jawab dan keterikatan). Teori etika deontologis adalah

teori etis yang terutama berkaitan dengan kewajiban moral (moral obligation)

sebagai suatu hal yang benar. Kewajiban moral berkaitan dengan kewajiban

(duty), yang seharusnya, kebenaran moral atau kelayakan. Kewajiban moral

mengandung keharusan melakukan tindakan.

 

3. Teori etika keutamaan (Virtue-ethics theory)

Menurut Ali Mudhofir dalam bukunya yang berjudul Kamus Etika (2009:

216) teori etika keutamaan mempelajari keutamaan atau kebajikan (virtue),

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70691/potongan/S3-2014... · bahwa perkembangan teknologi tidak sepadan berjalan mengikuti

23

yaitu sifat watak yang dimiliki oleh manusia. Etika keutamaan tidak

menyelidiki apakah perbuatan manusia baik atau buruk, akan tetapi

menanyakan dan mempelajari apakah perbuatan baik dan buruk. Etika

keutamaan ingin menjawab pertanyaan “Saya harus menjadi orang yang

bagaimana?”. Adapun watak yang mengandung keutamaan antara lain, yaitu;

baik hati, ksatria, belas kasih, terus terang, bersahabat, murah hati, bernalar,

percaya diri, penguatan diri, sadar, suka bekerja bersama, berani, santun,

jujur, terampil, adil, setia, moderat, disiplin, mandiri, bijaksana, peduli, dan

toleran.

 

4. Teori emanasi (Emanation theory)

Kata emanasi sering dikaitkan dengan kata panteisme. Dalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia (2005: 295 dan 826) arti kata emanasi yaitu sesuatu

yang memancar (mengalir) sedang arti kata panteisme yaitu suatu ajaran yang

menyamakan Tuhan dengan kekuatan-kekuatan alam semesta. Atau dengan

kata lain dapat dijelaskan sebagai suatu pandangan yang menyatakan bahwa

proses penjadian alam semesta dan isinya dialirkan (dipancarkan) dari Tuhan.

Berikut ini penulis kemukakan dua macam teori emanasi, yaitu:

a. Teori emanasi Plotinos (284-269), yang menyatakan bahwa segala

sesuatu yang ada di alam semesta ini mengalir keluar dari “Yang Ilahi”

(Hadiwijono, 1980: 67).

b. Teori emanasi Hinduisme di India, menurut Taittiriya Upanisad bahwa

yang keluar (mengalir) dari Brahman sebagai yang dipertuhan yaitu

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70691/potongan/S3-2014... · bahwa perkembangan teknologi tidak sepadan berjalan mengikuti

24

akasa (ether), dari akasa mengalir hawa, dari hawa mengalir api, dari api

mengalir air, dari air mengalir bumi, dari bumi mengalir tumbuhan, dari

tumbuhan keluar makanan, dari makanan keluar manusia (Hadiwijono,

1971: 20).

5. Teori integrasi (Integration theory)

Untuk mengetahui struktur masyarakat Indonesia yang secara formal

merupakan negara kesatuan, akan tetapi adakalanya masih terjadi konflik,

maka akan digunakan teori fungsionalisme struktural dan teori konflik (non

Marxis). Teori fungsionalisme struktural dikemukakan oleh Talcott Parsons

dan teori konflik non-Marxis yang dikemukakan oleh Ralf Dahrendorf dapat

digunakan untuk menganalisis berbagai dinamika dan konflik internal serta

adanya hambatan dan tekanan yang ditimbulkan oleh suatu lingkungan

(Poerwanto, 2008: 143).

6. Teori perubahan sosial (Social change theory)

Perubahan sosial diartikan sebagai suatu perbedaan keadaan yang berarti

dalam unsur masyarakat dibandingkan dengan keadaan sebelumnya.

Perubahan sosial juga diartikan sebagai suatu proses perkembangan unsur

sosial budaya dari waktu ke waktu yang membawa perbedaan yang berarti

dalam struktur dan fungsi masyarakat. Adapun teori-teori yang digunakan

untuk mengetahu proses perubahan sosial sebagai berikut. Teori- teori yang

digunakan yaitu teori-teori klasik yang menggunakan pola linier (linier

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70691/potongan/S3-2014... · bahwa perkembangan teknologi tidak sepadan berjalan mengikuti

25

change), pola siklis (cyclical change), dan gabungan antara teori yang

menggunakan pola linier dan siklis (Hendropuspito, 1989: 256, 263, 266-267;

Sunarto, 2004: 204). Selain itu juga digunakan teori-teori perubahan sosial

yang bersifat modern, yaitu teori modernisasi, teori ketergantungan, dan teori

sistem dunia (Sunarto, 2004: 207-208).

7. Teori solidaritas (Solidarity theory)

Untuk mengetahui solidaritas sosial di Indonesia digunakan teori

solidaritas Emile Durkheim (Langer dalam Beilharz, 2002:106-107; Abdullah

dan Leeden, 1986:13-18) yang menyatakan bahwa ada dua macam tipe

solidaritas sosial yaitu solidaritas sosial mekanis dan solidaritas sosial

organis.

8. Teori eklektis-inkorporasi (Incorporation Eclectie theory)

Dalam kaitannya dengan kemungkinan adanya pengaruh aliran filsafat

yang berasal dari luar (asing), bangsa Indonesia tidak senantiasa menolak,

sejauh tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Notonagoro (1974:19)

dalam pidato penganugerahan gelar doctor honoris causa dalam ilmu filsafat

menyatakan bahwa:

“Di dalam menghadapi filsafat dari luar, telah dipikirkan dan diketemukan tjara untuk mendapatkan kemanfaatan jang sebaik-baiknja dari padanja, jaitu mengambil adjaran-adjaran kefilsafatan jang merupakan kenjataan dan kebenaran atau jang disebut secara eklektis, dengan melepaskan dari dasar sistim atau aliran filsafat jang bersangkutan dan selandjutnja diinkorporasikan jaitu dimasukkan dalam struktur filsafat Pantjasila, dengan lain perkataan diganti dasarnja jaitu mendjadi berdasarkan Pantjasila dan didjadikan unsur jang serangkai dalam struktur filsafat

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70691/potongan/S3-2014... · bahwa perkembangan teknologi tidak sepadan berjalan mengikuti

26

Pantjasila. Misalnja prinsip kefilsafatan demokrasi adalah sebagai pendjelmaan dari hak kebebasan manusia, di dalam sistim filsafat Pantjasila tidak didasarkan atas kebebasan manusia sebagai individu melulu, akan tetapi atas hak kebebasan manusia, sebagai individu dan makhluk sosial dalam kesatuan dwitunggal jang seimbang, harmonis dan dinamis. Mungkin metode eklektis-inkorporasi ini dapat mendjadi jalan mendekatkan sistim-sistim filsafat di dunia.”

F. Metode Penelitian

1. Bahan atau materi penelitian

Bahan atau materi penelitian yang digunakan dalam penelitian yang berjudul

Makna Cinta Menurut Mohandas Karamchand Gandhi (1869-1948):

Relevansinya bagi Pengembangan Solidaritas Sosial di Indonesia, adalah sebagai

berikut:

a. Sumber primer, yaitu berupa buku-buku atau naskah-naskah yang ditulis

oleh Mohandas Karamchand Gandhi. Adapun buku-buku yang menurut

penulis ada hubungan dengan materi penelitian yaitu:

1) Gandhi’s Autobiography: The Story of My Experiments With Fruth,

Public Affairs Press, Washington, D.C., 1954, secara singkat buku ini

menjelaskan perjalanan kehidupannya mulai dari masa kelahiran, asal-

usul masa kanak-kanak, masa pendidikan di sekolah menengah di India,

masa studi menuntut ilmu hukum di London, masa pengembaraannya di

Afrika Selatan, dan perjuangannya melawan penjajah Inggris dengan

mengunakan pendekatan ahimsa dan satyagraha.

2) Ethical Religion, Navajivan Publishing House, Ahmedabad, 1968. Secara

singkat buku ini menjelaskan tentang moral yang ideal (tertinggi),

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70691/potongan/S3-2014... · bahwa perkembangan teknologi tidak sepadan berjalan mengikuti

27

perbuatan bermoral atau perbuatan susila, hukum yang mengatasi semua

hukum (hukum tertinggi), religi dan kesusilaan (moral).

3) My God, Navajivan Publishing House, Ahmedabad, 1962. Secara singkat

buku ini menjelaskan tentang arti dan makna Tuhan, kenyataan tentang

Tuhan, sifat Tuhan, Kebenaran adalah Tuhan, Ahimsa, Kejahatan dan

Tuhan, ganjaran, jalan menuju Tuhan, mengabdikan kepada Tuhan,

bhakti sejati, inkarnasi Tuhan, dan makna Tuhan bagi Mohandas

Karamchand Gandhi (Gandhi, 1962: 3-55; Gandhi, 1996: 9-82).

4) All men are brathers: Life and Thoughts of Mahatma Gandhi as told in

his own words, Navajivan Trust, Ahmedabad, 1958. Secara singkat isi

buku itu menjelaskan tentang riwayat hidup, agama dan kebenaran,

ahimsa, pengendalian diri, perdamaian dunia, kemiskinan, demokrasi,

pendidikan , dan wanita.

b. Sumber sekunder, yaitu berupa buku-buku atau naskah-naskah yang tidak

ditulis oleh Mohandas Karamchand Gandhi, akan tetapi erat kaitannya

dengan objek material dan formal penelitian ini. Sumber sekunder yang

digunakan dalam penelitian ini digolongkan sebagai berikut:

1) Buku-buku yang isinya membahas tentang pemikiran Mohandas

Karamchand Gandhi, akan tetapi ditulis oleh orang lain. Buku itu antara

lain yaitu:

a) Chatterjee, Margaret, 1983, Gandhi’s Religious Thought; University

of Notre Dame Press, Indiana.

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70691/potongan/S3-2014... · bahwa perkembangan teknologi tidak sepadan berjalan mengikuti

28

b) Datta, Mohan Dhirendra, 1953, The Philosophy of Mahatma Gandhi,

The University of Winconsin Press, Toronto.

c) Iyer, Raghavan, 1990, The Essential Writing of Mahatma Gandhi,

Oxford University Press, New Delhi.

d) Nanda, R.B., 1985, Gandhi and His Critics, Oxford University

Press, Bombay, Calcuta, Madras.

e) Reddy, S., E., 1995, Gandhiji’s Vision of A Free South Africa,

Jagdish Malhotra for Sancar Pubhishing House, New Delhi.

f) Richard, Glyn, 1982, The Philosophy of Gandhi: A Study of His

Basic Ideas, Curzon Press, Londan and Dublin.

g) Vyas, Ashwin, 2000, Mahatma Gandhi and Social Stratification,

Archana Publication 286, Chanakya Puri, Sadar, Meerut-250001

(India).

2) Buku-buku yang membahas tentang cinta, antara lain yaitu:

a) Fromm, Erich, 2005, The Art of Loving, Syafi’ Aliel’ha, pen., Fresh

Book, Jakarta Timur.

b) Post G. Stephen, 1951, Unlimited Love: Altruism, Compassion, and

Service, Templeton Foundation Press, Philadelphia and London.

c) Tillich, Paul, 2004, Cinta, Kekuasaan, dan Keadilan, judul asli:

Love, Power and Justice, Muhammad Hardani, pen., Pustaka

Eureka, Surabaya.

d) Kraeng, M., Thoby, SVD, 2000, Cinta yang Memanusiakan,

Cetakan pertama, Penerbit Nusa Indah, Ende, Flores.

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70691/potongan/S3-2014... · bahwa perkembangan teknologi tidak sepadan berjalan mengikuti

29

e) Powell, John, S.J., 1992, Cinta Tak Bersyarat, Penerbit Kanisius,

Yogyakarta.

3) Buku-buku, jurnal, internet, dan majalah yang merupakan sumber

sekunder yang lain. Data yang berasal dari sumber-sumber tersebut

terutama yang membahas tentang filsafat secara umum, metafisika,

epistemologi, aksiologi, etika, filsafat Pancasila, metode penelitian

filsafat, cinta, sistem sosial Indonesia, teori etika, teori emanasi, teori

integrasi, teori perubahan sosial, teori solidaritas, teori eklektis-

inkorporasi, kekerasan, dan perdamaian.

2. Alat penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini ialah berupa buku catatan dan

kartu-kartu untuk menulis data yang berasal dari buku-buku atau sumber-sumber

yang telah dibaca.

3. Jalan penelitian

Penelitian yang berjudul: Makna Cinta menurut Mohandas Karamchand

Gandhi (1869-1948): Relevansinya bagi Pengembangan Solidaritas Sosial di

Indonesia, apabila dikaji dari makna yang tersirat dalam judul, maka penelitian ini

termasuk tipe penelitian mengenai konsep pemikiran seorang tokoh (filosof). Di

sisi lain apabila ditinjau dari jenisnya, penelitian ini termasuk jenis penelitian

kepustakaan filsafat yang bersifat deskriptif kualitatif (Kaelan, 2005:247). Dalam

melaksanakan penelitian kepustakaan (library research) ini dilaksanakan dengan

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70691/potongan/S3-2014... · bahwa perkembangan teknologi tidak sepadan berjalan mengikuti

30

langkah-langkah yang bersifat teknis dan strategis. Langkah-langkah ini dimulai

sejak persiapan penelitian, samapai dengan pembuatan laporan penelitian (Kaelan,

2005:243). Bertolak dari pengertian langkah-langkah tersebut, maka jalan

penelitian ini dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Persiapan penelitian

Pada tahap persiapan penelitian ini dilaksanakan serangkaian kegiatan

sebagai berikut:

1) Menyusun kerangka penelitian

2) Menyiapkan alat penelitian berupa buku catatan, dan kartu data

3) Mengurus perizinan untuk membaca, mengkopi, dan meminjam buku-

buku atau naskah-naskah yang berkaitan dengan objek material dan objek

formal pada perpustakaan yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta.

4) Mengurus perizinan untuk membaca dan mengkopi buku dan meminjam

buku-buku atau naskah-naskah yang berkaitan dengan objek material dan

objek formal pada perpustakaan Universitas Hindu Indonesia di

Denpasar, Bali.

5) Mengurus perizinan untuk mengadakan kunjungan dan wawancara serta

mengkopi buku-buku yang ada kaitannya dengan objek material dan

objek formal penelitian pada Ashram Gandhi Candi Dasa milik Ibu

Gedong Bagoes Oka, di Karangasem, Bali.

6) Mengurus perizinan untuk mengadakan kunjungan, dengan maksud

untuk memperoleh gambaran tentang perkembangan pemikiran

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70691/potongan/S3-2014... · bahwa perkembangan teknologi tidak sepadan berjalan mengikuti

31

Mohandas Karamchand Gandhi di India dan dunia internasional pada

Kedutaan Besar India di Jakarta.

7) Mengurus perizinan untuk mengadakan kunjungan pada Pusat

Kebudayaan Indonesia di Jakarta dengan maksud untuk membaca,

mengkopi buku-buku atau naskah-naskah tentang Mohandas

Karamchand Gandhi, yang ada kaitannya dengan objek material dan

objek formal penelitian

b. Pengumpulan data

Tahapan berikutnya setelah selesai mengurus perijinan ke lembaga-lembaga

sebagaimana dipaparkan pada tahap persiapan penelitian adalah tahapan

pengumpulan data. Pengumpulan data dilakukan dengan membaca buku-buku

sumber, baik primer maupun sekunder. Sumber yang dibaca meliputi buku,

jurnal hasil penelitian, majalah, data dari internet, dan makalah yang ada

hubungannya dengan objek material dan objek formal penelitian. Di samping

membaca sumber, juga dibuat catatan-catatan pada kartu data. Cara mencatat

pada kartu data dilaksanakan dengan beberapa cara yaitu:

1) Mencatat data secara quotasi, artinya data dikutip secara langsung tanpa

mengubah sedikitpun data aslinya. Pencatatan secara demikian dilakukan

terutama untuk data yang bersifat substansial, dan untuk menjaga tingkat

keobyektifannya.

Page 32: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70691/potongan/S3-2014... · bahwa perkembangan teknologi tidak sepadan berjalan mengikuti

32

2) Mencatat data secara paraphrase, artinya pencatatan data dengan kalimat

yang disusun oleh peneliti sendiri. Catatan yang demikian dibuat setelah

membaca dan menganalisis, yang kemudian dicatat inti sarinya.

3) Mencatat secara synopsis, artinya pencatatan data yang berupa ringkasan

dari hasil pembacaan sumber.

4) Mencatat secara précis, artinya pencatatan data dengan cara

mengelompokkan berdasarkan kategori data. Pengelompokan itu

misalnya kelompok ontologi, epistemologi, dan aksiologi.

c. Reduksi data

Data penelitian yang telah dikumpulkan direduksi dan diseleksi atau

dirangkum, dipilah dan dipilih untuk dapat ditemukan maknanya yang

substansial, dan sesuai dengan objek material dan objek formal dari penelitian

yang dilakukan.

d. Klasifikasi data

Data yang telah direduksi, kemudian dikelompokkan atas dasar ciri masing-

masing objek formal penelitian, yaitu mencakup data metafisika,

epistemologi, aksiologi, filsafat sosial, filsafat Pancasila, dan filsafat

perdamaian (Kaelan, 2005: 69-70, 159-161).

Page 33: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70691/potongan/S3-2014... · bahwa perkembangan teknologi tidak sepadan berjalan mengikuti

33

e. Display data

Data yang telah diklasifikasikan, diatur sesuai dengan peta penelitian tentang

Makna Cinta menurut Mohandas Karamchand Gandhi (1869- 1948):

Relevansinya bagi Pengembangan Solidaritas Sosial di Indonesia, dalam

perspektif filsafat Timur pada umumnya dan filsafat India pada khususnya,

serta terutama Filsafat Mohandas Karamchand Gandhi.

4. Analisis penelitian

Penelitian ini dianalisis dengan menggunakan metode sebagaimana

dikemukakan oleh Anton Bakker dan Achmad Charris Zubair (1994: 63-65) dan

Kaelan (2005: 250-254), yaitu:

a. Deskripsi, artinya peneliti menguraikan secara teratur konsepsi pemikiran

Mohandas Karamchand Gandhi. Selain itu peneliti juga menguraikan secara

cermat mengenai faktor-faktor pemikiran yang mempengaruhinya, dan

kemungkinan pemikirannya juga mempengaruhi para pemikir yang lain.

Langkah demikian peneliti lakukan mengingat Mohandas Karamchand

Gandhi adalah pemikir yang hidup dalam rentang masa tertentu (rentang

sejarah).

b. Periodisasi, artinya peneliti berupaya mengemukakan tahapan/

perubahan/perkembangan pemikiran Mohandas Karamchand Gandhi semasa

hidupnya.

c. Rekonstruksi biografis, artinya peneliti menguraikan mengenai riwayat hidup,

keadaan keluarga, lingkungan sosial, budaya, politik, pendidikan, dan pola-

Page 34: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70691/potongan/S3-2014... · bahwa perkembangan teknologi tidak sepadan berjalan mengikuti

34

pola pemikiran yang berkembang pada masa kehidupan Mohandas

Karamchand Gandhi.

d. Holistika, artinya dalam rangka peneliti memahami konsep-konsep pemikiran

Mohandas Karamchand Gandhi, maka konsep-konsep pemikiran itu harus

dilihat dalam keseluruhan visinya, baik yang menyangkut manusia, alam, dan

Tuhan.

e. Komparasi, artinya peneliti membandingkan pemikiran Mohandas

Karamchand Gandhi dengan pemikiran tokoh-tokoh yang lain, baik yang

sama, berbeda, maupun yang bertentangan.

f. Hermeneutika, artinya peneliti berusaha menafsir makna yang substansial

terhadap pemikiran Mohandas Karamchand Gandhi, terutama mengenai cinta.

Dalam hal ini peneliti menganalisis data yang telah dikumpulkan, dipahami

esensinya dalam hubungannya era dewasa ini.

g. Heuristik, artinya setelah peneliti berusaha menemukan makna cinta menurut

Mohandas Karamchand Gandhi, kemudian direnungkan untuk menemukan

pemikiran baru dalam hubungannya dengan kehidupan manusia yang

kongkret dewasa ini.

h. Interpretasi, artinya peneliti berusaha mendalami pemikiran kefilsafatan

Mohandas Karamchand Gandhi, terutama mengenai cinta, dengan maksud

untuk dapat mengetahui makna dan nuansa pemikirannya secara spesifik.

i. Refleksi, artinya peneliti dengan bertolak dari pemikiran Mohandas

Karamchand Gandhi terutama mengenai makna cinta, kemudian dibentuk

Page 35: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70691/potongan/S3-2014... · bahwa perkembangan teknologi tidak sepadan berjalan mengikuti

35

suatu konsep pemikiran dalam kerangka relevansinya dengan pengembangan

solidaritas sosial Indonesia yang berdasarkan pada filsafat Pancasila.

G. Sistematika Laporan Hasil Penelitian

Laporan hasil penelitian ini penulis susun dengan sistematika sebagai berikut:

Bab kesatu berisi pendahuluan, yang menguraikan tentang latar belakang

masalah, perumusan masalah, keaslian penelitian, manfaat penelitian, tujuan

penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, bahan atau materi

penelitian, alat, jalan penelitian, analisis hasil penelitian, dan sistematika laporan

hasil penelitian.

Bab kedua berisikan pendekatan teoritis terhadap makna cinta menurut

Mohandas Karamchand Gandhi yang mencakup pengertian teori, etika dan

permasalahannya, pengertian etika, pembagian etika, permasalahan etika, dan

manfaat etika, teori etika teleologis (teleological ethical theory), teori etika

deontologis (deontological theory), teori etika keutamaan (virtue-ethics theory)

teori emanasi (emanation theory), teori integrasi (integration theory), teori

fungsionalisme struktural (structural fungsionalism theory), teori konflik (conflict

theory), teori solidaritas (solidarity theory), teori perubahan sosial (social change

theory), teori eklektif inkorporatif (Incorporation eclektie theory)

Bab ketiga berisi tentang pemikiran kefilsafatan Mohandas Karamchand

Gandhi yang menguraikan tentang riwayat hidup Mohandas Karamchand Gandhi,

karya-karya Mohandas Karamchand Gandhi, faktor-faktor yang mempengaruhi

pemikiran kefilsafatan Mohandas Karamchand Gandhi, pengaruh Hinduisme

Page 36: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70691/potongan/S3-2014... · bahwa perkembangan teknologi tidak sepadan berjalan mengikuti

36

dalam pemikiran kefilsafatan Mohandas Karamchand Gandhi, pengaruh Kristiani

dalam pemikiran kefilsafatan Mohandas Karamchand Gandhi, pengaruh Leo

Tolstoy dalam pemikiran kefilsafatan Mohandas Karamchand Gandhi, pengaruh

John Ruskin dalam pemikiran kefilsafatan Mohandas Karamchand Gandhi,

pengaruh Henry David Thoreau dalam pemikiran kefilsafatan Mohandas

Karamchand Gandhi, pandangan tentang Tuhan menurut Mohandas Karamchand

Gandhi, pandangan tentang alam semesta (dunia), pandangan tentang manusia

menurut Mohandas Karamchand Gandhi, pandangan tentang agama menurut

Mohandas Karamchand Gandhi, dan pandangan tentang moral menurut Mohandas

Karamchand Gandhi.

Bab keempat berisi tentang hakikat cinta menurut Mohandas Karamchand

Gandhi, yang menguraikan tentang pengertian cinta, jenis cinta, pengertian cinta

menurut Mohandas Karamchand Gandhi, landasan ontologis cinta menurut

Mohandas Karamchand Gandhi, landasan epistemologis cinta menurut Mohandas

Karamchand Gandi, dan landasan aksiologis cinta menurut Mohandas

Karamchand Gandi.

Bab kelima tentang kedudukan dan implementasi cinta oleh Mohandas

Karamchand Gandhi, yang menguraikan kedudukan cinta menurut Mohandas

Karamchand Gandhi, implementasi cinta oleh Mohandas Karamchand Gandhi

dalam bidang moral, implementasi cinta oleh Mohandas Karamchand Gandhi

dalam bidang sosial, implementasi cinta oleh Mohandas Karamchand Gandhi

dalam bidang politik, dan implementasi cinta oleh Mohandas Karamchand Gandhi

dalam bidang ekonomi.

Page 37: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70691/potongan/S3-2014... · bahwa perkembangan teknologi tidak sepadan berjalan mengikuti

37

Bab keenam tentang manfaat makna cinta menurut Mohandas Karamchand

Gandhi dalam interaksi sosial di Indonesia, yang menguraikan struktur

masyarakat Indonesia, fenomena integrasi dan konflik dalam proses perubahan

sosial masyarakat di Indonesia, manfaat cinta menurut Mohandas Karamchand

Gandhi bagi pengembangan solidaritas sosial di Indonesia, dan berbagai pendapat

tentang cinta menurut Mohandas Karamchand Gandi.

Bab ketujuh merupakan bab penutup, yang berisikan tentang kesimpulan hasil

penelitian dan saran penulis untuk penelitian selanjutnya.