i. pendahuluan pembangunan pertanian ke depan...

24
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian ke depan diharapkan dapat memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap peningkatan pertumbuhan perekonomian nasional (pro growth), penciptaan lapangan kerja bagi penduduk pedesaan (pro job), pengurangan kemiskinan (pro poor), serta pelestarian lingkungan (pro environment), dengan visi pertanian 2010-2014, yaitu “terwujudnya pertanian industrial unggul berkelanjutan yang berbasis sumberdaya lokal untuk meningkatkan kemandirian pangan, nilai tambah, daya saing, dan kesejahteraan petani” (Rusmono, 2010). Sehubungan dengan kebijakan sektor pertanian tersebut, maka peran penyuluh dalam pembangunan pertanian dewasa ini kian diperlukan dan menempati posisi yang strategis dan menentukan bagi keberhasilan pembangunan. Penyuluh sebagai mitra kerja (partner), sebagai guru, motivator dan fasilitator, konsultan petani, penganalisis serta pengorganisasian dituntut mampu memberikan: (1) kondisi kondusif sehingga berbagai kegiatan penyuluhan sebagai proses pembelajaran petani berjalan optimal, (2) menjawab tuntutan dan tantangan dalam berbagai hal, (3) menggali dan meningkatkan kemampuan petani dalam memajukan usahataninya. Pada era otonomi daerah, secara teoritis memberi ruang inovasi bagi daerah untuk merevitalisasi kinerja penyuluhan pertanian tetapi kinerja penyuluh pertanian rendah. Hal ini disebabakan karena rendahnya pengelolaan sistem penyuluhan, profesionalisisme dan mobilisasi para penyuluh terhambat oleh aturan dan kebijakan pemerintahan setempat, administrasi sistem penyuluh yang hampir tidak ada yang berpihak kepada petani.

Upload: vuongkhue

Post on 11-Jul-2018

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: I. PENDAHULUAN Pembangunan pertanian ke depan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71528/potongan/S3-2014... · sarana dan prasarana penyuluh belum memadai, kelembagaan penyuluh

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan pertanian ke depan diharapkan dapat memberikan

kontribusi yang lebih besar terhadap peningkatan pertumbuhan perekonomian

nasional (pro growth), penciptaan lapangan kerja bagi penduduk pedesaan (pro

job), pengurangan kemiskinan (pro poor), serta pelestarian lingkungan (pro

environment), dengan visi pertanian 2010-2014, yaitu “terwujudnya pertanian

industrial unggul berkelanjutan yang berbasis sumberdaya lokal untuk

meningkatkan kemandirian pangan, nilai tambah, daya saing, dan kesejahteraan

petani” (Rusmono, 2010). Sehubungan dengan kebijakan sektor pertanian

tersebut, maka peran penyuluh dalam pembangunan pertanian dewasa ini kian

diperlukan dan menempati posisi yang strategis dan menentukan bagi

keberhasilan pembangunan. Penyuluh sebagai mitra kerja (partner), sebagai guru,

motivator dan fasilitator, konsultan petani, penganalisis serta pengorganisasian

dituntut mampu memberikan: (1) kondisi kondusif sehingga berbagai kegiatan

penyuluhan sebagai proses pembelajaran petani berjalan optimal, (2) menjawab

tuntutan dan tantangan dalam berbagai hal, (3) menggali dan meningkatkan

kemampuan petani dalam memajukan usahataninya.

Pada era otonomi daerah, secara teoritis memberi ruang inovasi bagi

daerah untuk merevitalisasi kinerja penyuluhan pertanian tetapi kinerja penyuluh

pertanian rendah. Hal ini disebabakan karena rendahnya pengelolaan sistem

penyuluhan, profesionalisisme dan mobilisasi para penyuluh terhambat oleh

aturan dan kebijakan pemerintahan setempat, administrasi sistem penyuluh yang

hampir tidak ada yang berpihak kepada petani.

Page 2: I. PENDAHULUAN Pembangunan pertanian ke depan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71528/potongan/S3-2014... · sarana dan prasarana penyuluh belum memadai, kelembagaan penyuluh

2

Kelembagaan penyuluh tidak didukung oleh dana yang memadai, pemerintah

daerah cenderung mengalokasikan infrakstruktur yang dapat dilihat secara fisik

dibandingkan dengan kegiatan penyuluhan yang hasilnya tidak dapat dilihat

seketika itu, kemudian adanya persepsi para pengambil kebijakan bahwa kegiatan

penyuluhan tidak menyumbang pendapatan asli daerah (PAD). Dampak yang

timbul adalah menurunnya kinerja penyuluh pertanian. Di sisi lain klasifikasi

pendidikan bagi para penyuluh ditingkatkan statusnya tetapi tidak ada kompensasi

yang diberikan kepada mereka seperti tunjangan profesi, dan biaya operasional

penyuluh (Kasiyani, 2007).

Menurut Pusat Bina Penyuluhan Departemen Kehutanan (2005), kinerja

penyuluh pertanian di Indonesia sangat rendah karena minimnya perhatian

pemerintah terhadap kebutuhan penyuluh seperti tidak diberikan dana operasional

penyuluh, status penyuluh pertanian belum ditetapkan, insentif dan penghargaan

tidak diberikan, pembinaan karir (penetapan angka kredit) tidak terurus,

penyusunan program penyuluhan tidak sesuai dengan kebutuhan di lapangan,

sarana dan prasarana penyuluh belum memadai, kelembagaan penyuluh pertanian

banyak yang dibubarkan, perekrutan penyuluh jarang dilakukan dan banyak

penyuluh pertanian yang berumur tua, di sisi lain tidak ada upaya untuk

pengangkatan dan penggantian tenaga penyuluh yang telah pensiun. Penyuluh

banyak yang beralih status ke jabatan struktural, alokasi anggaran (pembiayaan)

penyuluh pertanian sangat terbatas melalui anggaran pendapatan dan biaya negara

(APBN), anggaran pendapatan dan biaya daerah (APBD) dan dana alokasi umum

(DAU). Lebih lanjut dikatakan bahwa kontribusi dari petani dan swasta relatif

masih kecil, motivasi dan kemampuan penyuluh baik di bidang materi maupun

Page 3: I. PENDAHULUAN Pembangunan pertanian ke depan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71528/potongan/S3-2014... · sarana dan prasarana penyuluh belum memadai, kelembagaan penyuluh

3

metode masih sangat lemah karena seringnya pergantian kebijakan, koordinasi,

keterpaduaan dan kemitraan antar pihak-pihak terkait belum berjalan dengan baik.

Hal ini sejalan dengan pendapat Swanson (1997), yang menyatakan bahwa

rendahnya motivasi kerja dan moral penyuluh adalah kurangnya insentif,

kurangnya fasilitas, kurangnya kesempatan promosi, dan kurangnya penghargaan

yang diberikan terhadap penyuluh.

Pada masa sekarang ini telah dilakukan berbagai upaya pembaharuan

menuju terciptanya sistem penyuluhan pertanian yang profesional, dinamis dan

efisien, yang diarahkan pada pengembangan profesionalisme penyuluh sebagai

profesi yang mandiri, perwujudan jati diri penyuluh sebagai pendidik, dan mitra

kerja petani. Profesionalisme penyuluh pertanian diarahkan untuk

mengembangkan keahlian, keberpihakan kepada petani dan peningkatan citra

penyuluh pertanian, pendekatan spesifik lokasi dan keunggulan kompetitif

wilayah serta efisien dalam penggunaan sumberdaya (Rasyid, 2000).

Salah satu upaya pemerintah untuk mendukung hal tersebut, ditetapkanlah

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian,

Perikanan dan Kehutanan (UU-SP3K) yang mengamanahkan lembaga penyuluhan

berserta penyuluh. Peran penyuluh menurut UU-SP3K tersebut di masa depan

tidak hanya menyediakan berbagai ilmu dan teknologi yang mampu menjawab

permasalahan pelaku utama, transformasi teknis sosial dan ekonomi, hubungan-

hubungan dan informasi yang dibutuhkan pelaku utama, namun dituntut

kehandalan dalam mengidentifikasi: (1) berbagai masalah yang semakin kompleks

seperti optimalisasi pemanfaatan sumberdaya alam dengan memperhatikan

kelestariannya, (2) kebutuhan informasi dan teknologi pelaku utama yang di masa

Page 4: I. PENDAHULUAN Pembangunan pertanian ke depan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71528/potongan/S3-2014... · sarana dan prasarana penyuluh belum memadai, kelembagaan penyuluh

4

depan (3) rencana/program penyuluhan harus berdasarkan kebutuhan masyarakat

tani, (4) perumusan rencana/program hingga implementasinya, (5) pengembangan

dan pembinaan potensi sumberdaya manusianya. Oleh karena itu, maka

diperlukan keterlibatan pemerintah, penyuluh dan pelaku utama. Pemerintah

berperan sebagai penyelenggara kegiatan penyuluhan dengan menyediakan

berbagai sarana dan prasarana yang diperlukan. Penyuluh pertanian harus

mempunyai kemampuan untuk mengidentifikasi berbagai kebutuhan dan

permasalahan yang dihadapi, sementara itu pelaku utama sebagai khalayak

sasaran harus mampu menerima dan mengaplikasikan dalam kegiatan

usahataninya.

Penyuluh pertanian dapat dikatakan mempunyai kemampuan dan

berkinerja yang tinggi apabila telah melaksanakan tugas pokok dan fungsi sesuai

dengan standar indikator yang telah ditentukan. Tugas pokok dan fungsi yang

tercakup dalam indikator kinerja penyuluh pertanian telah ditetapkan dalam

UUSP3K Nomor 16 Tahun 2006 (Departemen Pertanian, 2010).

Dalam menjalankan amanah UU-SP3K tersebut, terdapat banyak faktor

yang berpengaruh terhadap kinerja penyuluh pertanian, baik berupa faktor

personal maupun faktor situasional penyuluh. Faktor personal sebagai

karakteristik penyuluh yang didasarkan pada latar belakang pendidikan,

kemampuan, motivasi, masa kerja dan kepangkatan yang membentuk peribadinya,

dan juga didasarkan pada faktor situasional yang mempengaruhi kinerja yakni

program pelatihan dan dukungan sarana dan prasarana yang mendorong atau

menghambat penyuluh untuk berkinerja baik.

Penelitian Warhani (2004), yang melihat faktor personal dari sisi

Page 5: I. PENDAHULUAN Pembangunan pertanian ke depan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71528/potongan/S3-2014... · sarana dan prasarana penyuluh belum memadai, kelembagaan penyuluh

5

kemampuan, pengalaman, motif dan persepsi, sedangkan faktor situasional dilihat

dari faktor teknologi menyangkut variabel sarana dan prasarana dan faktor sosial

yang meliputi variabel kelembagaan penyuluhan. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa faktor personal dan situasional terdapat pengaruh yang signifikan terhadap

perilaku komunikasi penyuluh pertanian. Penelitian dengan hasil serupa, juga

telah dilaporkan oleh (Suhanda, et al., 2008). Faktor personal dan situasonal ini

sangat penting dan saling berhubungan satu sama lainnya dalam mempengaruhi

perilaku penyuluh pertanian dalam melaksanakan tugasnya. Jika faktor personal

dan situasional tersebut kurang memadai, maka fungsi dan hasil penyuluhan sulit

mencapai maksimal. Salah satu faktor situasional yang mempengaruhi perilaku

penyuluh pertanian dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi adalah kesediaan

sarana dan prasarana pendukung penyuluh pertanian, misalnya kelembagaan

penyuluh pertanian sehingga menjadi pendorong bagi penyuluh dapat bekerja

dengan baik, karena merasa diperhatikan oleh pemerintah dan menjadi home-base

atau wadah tempat berkumpulnya para penyuluh pertanian, dan petani para

pemangku kepentingan lainnya dalam kegiatan penyuluhan.

Dengan adanya UU-SP3K No. 16 Tahun 2006 yang mengamatkan

pembentukan kelembagaan penyuluh pertanian mulai tingkat pusat sampai ke

daerah, maka di Provinsi Sulawesi Tenggara ditindaklanjuti dengan Peraturan

Gubernur Nomor: 38 Tahun 2006 tanggal 12 Desember 2006, tentang

pembentukkan Badan Koordinasi Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan

Kehutanan. Selanjutnya diikuti dengan peraturan personil yang menduduki

struktur Badan Koordinasi Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan

melalui keputusan Gubernur Sulawesi Tenggara Nomor 652 Tahun 2006 Tanggal

Page 6: I. PENDAHULUAN Pembangunan pertanian ke depan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71528/potongan/S3-2014... · sarana dan prasarana penyuluh belum memadai, kelembagaan penyuluh

6

30 Desember 2006, sedangkan di Kabupaten Konawe berdasarkan Peraturan

Bupati No. 14/2008 tentang pembentukan ”Badan Pelaksana Penyuluhan

Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (BP4K)”. Selanjutnya diikuti dengan

penyusunan personil yang akan menduduki jabatan organisasi BP4K melalui

keputusan Bupati Konawe No. 233 Tahun 2008 Tanggal 31 Maret 2008 tentang

Tugas Pokok dan Fungsi Jabatan Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian,

Perikanan dan Kehutanan (BP4K) Kabupaten Konawe.

Dalam rangka mendukung pelaksanaan operasional penyuluhan pertanian

di Kabupaten Konawe, maka pada setiap tahunnya ditetapkan pembagian wilayah

kerja penyuluh pertanian berdasarkan SK Bupati Konawe Nomor: 500 Tahun

2011 dan Nomor 01 Tahun 2012 tentang penempatan penyuluh pertanian,

perikanan dan kehutanan Kabupaten Konawe. Hal ini dimaksudkan agar ada

pembagian wilayah kerja yang jelas sesuai dengan jumlah penyuluh pertanian

yang ada.

Jumlah penyuluh pertanian di Kabupaten Konawe sejak otonomi daerah

dan pasca pemberlakuan UU-SP3K, berdasarkan SK Bupati Konawe Nomor: 500

Tahun 2011 dan Nomor 01 Tahun 2012 tersebut cenderung menurun dimana pada

tahun 2011 penyuluh PNS berjumlah 135 orang dan pada tahun 2012 menjadi 130

orang. Jumlah penyuluh pertanian saat ini berjumlah 264 orang, yang terdiri 130

orang penyuluh PNS dan 134 orang tenaga harian lepas, sedangkan untuk

penyuluh swadaya dan swasta tidak ada, masih belum imbang dengan luas

wilayah binaan yang mencapai 307 desa/kelurahan yang idealnya satu penyuluh

membina satu desa/kelurahan (Anonim, 2011; Anonim, 2012).

Page 7: I. PENDAHULUAN Pembangunan pertanian ke depan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71528/potongan/S3-2014... · sarana dan prasarana penyuluh belum memadai, kelembagaan penyuluh

7

Kelembagaan penyuluh pertanian di Kabupaten Konawe pada era otonomi

daerah yang berbentuk Balai Informasi Penyuluhan Pertanian (BIPP), telah

dibubarkan karena dianggap sentralistik, lemah dalam koordinasi dan tidak efisien

dalam operasional, dan dibentuknya lembaga-lembaga baru yang menjadikan

kebanyakan fungsi penyuluhan pertanian tidak jelas karena digabungkan menjadi

sub dinas pertanian.

Aset dari kelembagaan penyuluhan pada tingkat kecamatan (BPP) yang

merupakan unit fungsional BIPP dalam bentuk gedung, terbengkalai dan terlantar

karena tidak difungsikan lagi atau fungsinya dialihkan menjadi aset diluar

keperluan penyuluhan pertanian.

Fungsi dan Peran penyuluh pertanian yang ada pada umumnya telah

dialihkan atau sengaja untuk dialihkan seperti mendampingi pejabat,

melaksanakan proyek-proyek pemerintah, mengurus pupuk, benih, meningkatkan

pendapatan asli daerah (PAD), bahkan menjadi tim sukses yang sebenarnya

bertentangan dengan tugas seorang penyuluh pertanian.

Kebanyakan penyuluh pertanian yang senior dan memenuhin syarat telah

dipromosikan oleh pengambil kebijakan (penguasa setempat) untuk menduduki

jabatan-jabatan struktural yang lowong pada berbagai perangkat SKPD, sehingga

menyebabkan semakin berkurangnya tenaga penyuluh pertanian pada tingkat

lapangan dan tidak ada upaya untuk prekrutan tenaga penyuluh baru.

Lebih lanjut berdasarkan hasil informasi yang diperoleh dari Badan

Koordinasi Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Provinsi Sulawesi

Tenggara menyatakan bahwa kinerja penyuluh pertanian Sulawesi Tenggara

termasuk Kabupaten Konawe belum sepenuhnya baik.

Page 8: I. PENDAHULUAN Pembangunan pertanian ke depan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71528/potongan/S3-2014... · sarana dan prasarana penyuluh belum memadai, kelembagaan penyuluh

8

Beberapa hasil penelitian yang sejalan dengan pendapat tersebut

sebagaimana yang dikemukakan oleh Rohmani (2001) di Kabupaten Cianjur

Provinsi Jawa Barat; Bestina (2001) di Kecamatan Tambang Kabupaten Kempar

Provinsi Jawa Barat; Jahi (2006) di Kabupten Jawa Barat yang menyatakan bahwa

kinerja penyuluh pertanian adalah sedang (belum optimal). Selanjutnya hasil

penelitian Mokhtar (2001) di Kabupaten Kota Waringin Timur Palangkaraya;

Ibrahin (2001) di Kabupaten Malang, Kabupaten Lumajang dan Kabupaten

Pacitan menunjukkan bahwa kinerja penyuluh pertanian belum optimal yaitu

masih tergolong rendah karena belum memenuhi kebutuhan petani. Selanjutnya

menurut Ibrahin (2001), rendahnya kinerja penyuluh pertanian tersebut

disebabkan oleh keistimewaan jasa penyuluhan (daya saing, keahlian fungsional

dan kekritisan) yang merupakan kebutuhan paling penting bagi petani belum

tercapai.

Kesenjangan-kesenjangan tersebut akan berpengaruh terhadap kinerja

penyuluh pertanian yaitu akan lebih baik (kinerjanya tinggi) atau mengalami

kemunduran atau kinerjanya rendah. Selain itu belum pernah melakukan

penelitian yang komprehensif tentang tingkat kinerja penyuluh pertanian di

Sulawesi Tenggara, termasuk Kabupaten Konawe sebagai salah satu sentra

produksi pertanian andalan.

Sebagai salah satu produksi pertanian andalan, Kabupaten Konawe terus

berbena diri pasca penerapan UU-SP3K Tahun 2006 dan terbentuknya BP4K

tahun 2008, dimana terlihat ada perkembangan yang signifikan dalam

pemberdayaan penyuluh pertanian yakni ditunjukkan dalam hal penetapan status

Page 9: I. PENDAHULUAN Pembangunan pertanian ke depan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71528/potongan/S3-2014... · sarana dan prasarana penyuluh belum memadai, kelembagaan penyuluh

9

penyuluh, perekrutan tenaga penyuluh PNS, tenaga harian lepas, tim penetapan

angka kredit, penempatan penyuluh di kelurahan/desa, biaya operasional

penyuluh, adanya fasilitas kendaraan, dan adanya tabloid sinar tani meskipun

masih beberapa diantaranya masih minim dari yang diharapkan. Hal-hal tersebut

harus diketahui agar pelaksanaan tugas penyuluh dapat bekerja dengan baik,

sehingga diharapkan dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap kinerja

penyuluh pertanian.

Berdasarkan pada latar belakang tersebut di atas, menunjukkan perlunya studi

tentang “Kinerja Penyuluh Pertanian di Kabupaten Konawe”.

1.2 Perumusan Masalah

Kabupaten Konawe yang merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi

Sulawesi Tenggara yang memiliki wilayah daratan dan kepulauan sehingga

menghambat dalam pelaksanaan pengurusan administrasi penyuluh dan

membutuhkan waktu cukup lama (sehari) untuk sampai pada ibu kota kabupaten.

Di sisi lain biaya operasional penyuluh (BOP) yang diberikan oleh pemerintah

pusat (sebelum tahun 2012) sebesar Rp.250.000/bulan yang disamakan secara

nasional. Pada tahun 2012 BOP yang diterima oleh penyuluh pertanian di

Kabupaten Konawe, didasarkan pada petunjuk pelaksanaan penggunaan dana

dekonsentrasi penyelenggaraan penyuluhan pertanian yang mulai diberlakukan

pada bulan Januari 2012 yaitu sebesar Rp. 400.000/bulan yang diberikan secara

merata di Indonesia Wilayah Tengah termasuk Kabupaten Konawe. Informasi dan

pengamatan di lapangan BOP yang diterima penyuluh pertanian tersebut

dibayarkan per tiga bulan. Menurut tanggapan penyuluh pertanian besaran BOP

Page 10: I. PENDAHULUAN Pembangunan pertanian ke depan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71528/potongan/S3-2014... · sarana dan prasarana penyuluh belum memadai, kelembagaan penyuluh

10

yang diterima belum layak dan belum menunjukkan asas keadilan, karena tidak

mempertimbangkan kondisi topografi, tingkat kesulitan aksesibilitas dan luas

wilayah binaan penyuluh pertanian, mengingat wilayah Kabupaten Konawe yang

terdiri atas daratan dan kepulauan seharusnya diberikan biaya tambahan guna

mendukung pelaksanaan penyuluhan pertanian.

Kesulitan-kesulitan yang dialami terutama desa yang menjadi binaan

penyuluh pertanian yang letaknya jauh dari ibu kota kecamatan (kantor BP3K),

tidak seimbangnya jumlah penyuluh dengan jumlah desa/kelurahan binaan,

tingginya ongkos transportasi mengakibatkan pelaksanaan penyuluhan pertanian

di Kabupaten Konawe saat ini belum sepenuhnya optimal. Di sisi lain jumlah

penyuluh cenderung mengalami penurunan, selain karena telah memasuki masa

pesiun, juga karena permintaan sendiri pindah tugas ke kabupaten lain atau

dipromosikan oleh pejabat yang berwewenang menjadi pejabat struktural. Data

yang diperoleh dari Kantor BP4K Kabupaten Konawe menunjukkan bahwa

jumlah penyuluh PNS pada tahun 2012 sebanyak 130 orang dimana pada tahun

sebelumnya (tahun 2011) berjumlah 135 orang, sedangkan untuk penyuluh non

PNS (tenaga harian lepas) sebanyak 134 orang, sehingga jumlah penyuluh yang

ada sebanyak 264 orang belum imbang dengan luas wilayah binaan penyuluh

pertanian yaitu sebanyak 307 desa/kelurahan.

Dalam rangka mendukung program pemerintah sesuai dengan amanah

UU-SP3K yakni satu desa satu penyuluh, maka Kabupaten Konawe pada saat ini

masih kekurangan penyuluh pertanian sebanyak 43 orang.

Dari segi kelembagaan BP3K yang ada di Kabupaten Konawe belum

Page 11: I. PENDAHULUAN Pembangunan pertanian ke depan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71528/potongan/S3-2014... · sarana dan prasarana penyuluh belum memadai, kelembagaan penyuluh

11

sepenuhnya kondisinya baik dan sebagian status kepemilikannya masih pinjaman

(ditempatkan pada kantar kecamatan). Data di Kantor BP4K menunjukan bahwa

dari 30 Kecamatan yang ada, baru 19 Kecamatan yang memiliki kantor BP3K

dengan kondisi bangunanan baik dan statusnya milik sendiri, 9 kecamatan yang

memiliki kantor BP3K yang statusnya pinjaman dan 3 kecamatan yang memiliki

kantor BP3K yang kondisinya rusak (Tabel 5.8). Kondisi status kepemilikan

kantor BP3K, sangat mempengaruhi kenyamanan penyuluh pertanian di lapangan

dalam berkantor karena kantor BP3K merupakan home-base bagi penyuluh

pertanian PNS, penyuluh pertanian non PNS, petani dan institusi lainnya yang

berkompeten dalam kegiatan penyuluhan pertanian. Keberadaan kantor BP3K

yang didukung dengan sarana dan prasarana penyuluh yang memadai menjadi

dorongan tersendiri bagi penyuluh pertanian dalam pelaksanaan tugasnya, dan

sebaliknya ketidaktersediaan dukungan sarana dan prasarana penyuluh, akan

mempengaruhi kemamnpuan dan motivasi penyuluh pertanian. Berdasarkan hasil

pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa ketersediaan dukungan sarana dan

prasarana penyuluh belum sepenuhnya tersedia dan kalaupun ada kondisinya

belum cukup baik, misalnya fasilitas internet di BP4K/BP3K, kesediaan alat bantu

penyuluh pertanian dan sarana trasportasi baik dalam jumlah maupun dalam

kualitas. Dari segi frekuensi pelatihan yang dikuti oleh penyuluh masih sangat

rendah, hal ini disebabkan karena minim anggaran yang dikelalo oleh BP4K,

mengakibatkan kemampuan penyuluh yang rendah pula. Rendanya frekuensi

pelatihan juga mempengaruhi kepangkatan penyuluh, karena salah satu unsur

penilaian angka kredit penyuluh adalah frekuensi pelatihan yang pernah diikuti

oleh penyuluh pertanian.

Page 12: I. PENDAHULUAN Pembangunan pertanian ke depan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71528/potongan/S3-2014... · sarana dan prasarana penyuluh belum memadai, kelembagaan penyuluh

12

Pemerintah daerah Kabupaten Konawe menyadari bahwa rendahnya

dukungan sarana dan prasarana, dan frekuensi pelatihan penyuluh berdampak para

kemampuan dan pelaksanaan kegiatan penyuluhan di lapangan. Para petani

menginginkan penyuluh pertanian selalu hadir di lapangan, namun di sisi lain

penyuluh pertanian juga terkendala keterbatasan anggaran yang dikelola oleh

BP4K, sehingga penyuluh pertanian jarang mengunjungi petani.

Dari segi pembinaan karir bagi penyuluh pertanian yang merupakan

kewajiban Pemerintah Kabupaten Konawe, dengan maksud agar penyuluh

pertanian dapat terwujud keseimbangan atau terjaminnya hak dan kewajiban bagi

penyuluh pertanian dalam melaksanakan tugas sehari-hari. Dalam pelaksanaan di

lapangan belum berjalan dengan secara baik misalnya pemilihan penyuluh

teladan. Ukuran yang selama ini digunakan untuk menentukan seorang penyuluh

berprestasi atau tidak adalah daftar penilaian pelaksanaan pekerjaan (DP3) yang

dianggap oleh penyuluh masih bersifat subjektif. Demikian pula dengan promosi

jabatan penyuluh, biasanya tidak sesuai dengan kepangkatan dan masa kerja

misalnya sebagai koordinator penyuluh kecamatan (kepala BP3K). Berdasarkan

hasil pengamatan di lapangan, sering tidak sesuai dengan karir yang dimiliki,

tingkat pendidikan, senioritas (masa kerja) dan kepangkatan penyuluh tetapi lebih

berdasarkan keinginan atau kedekatan penyuluh dengan para pengambil

kebijakan, sehingga menjadi kecemburuan bagi penyuluh lain yang memenuhi

syarat, dampaknya adalah kurang termotivasinya penyuluh untuk melaksanakan

kegiatan penyuluhan. Hal ini sejalan dengan pendapat Hadiyati (2008), yang

menyatakan bahwa seorang akan termotivasi karena adanya harapan-harapan yang

Page 13: I. PENDAHULUAN Pembangunan pertanian ke depan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71528/potongan/S3-2014... · sarana dan prasarana penyuluh belum memadai, kelembagaan penyuluh

13

ada padanya yang berkaitan dengan kebutuhannya yaitu gaji, jaminan pekerjaan,

kondisi kerja, status kepegawaian, hubungan antar rekan kerja, pengakuan

kemampuan, kesempatan untuk maju, adanya insentif, status kepegawaian,

kepangkatan, penghargaan dan pembinaan karir. Tanpa adanya harapan-harapan

menuju ke arah kemajuan, maka motivasi untuk bekerja dengan baik tidak

mungkin akan dilakukan.

Selanjutnya terungkap pula bahwa permasalahan pelaksanaan penyuluhan

pertanian di Kabupaten Konawe dapat dilihat dari masalah perilaku dan non

perilaku. Masalah perilaku antara lain: (1) keterampilan para penyuluh dalam

pelaksanaan tugas pokok masih rendah, (2) pengetahuan, keterampilan dan sikap

para penyuluh, pelaku utama, pelaku usaha dalam upaya pemberdayaan

kelompoktani/gapoktan masih rendah, (3) belum ditetapkannya sistem kerja

spesifik lokasi (4) metode penyuluhan yang dapat dilaksanakan oleh para

penyuluh sebagian besar masih berupa kunjungan, ceramah, diskusi, (5)

koordinasi, integrasi dan sinkronisasi penyelenggaraan penyuluhan dalam

mendukung keberhasilan program pembangunan pertanian masih lemah,

sedangkan masalah non perilaku antara lain: (1) keterbatasan sarana dan prasarana

pengembangan usaha (banyak kerusakan jaringan jalan usahatani, belum jelasnya

status kepemilikan lahan, rendahnya ketersediaan alat mesin pengolah lahan

maupun pasca penen, rendahnya ketersediaan benih unggul bermutu, pupuk

anorganik, pestisida, obat-obatan ternak, racun, vaksin), (2) keterbatasan modal

petani dalam pengembangan usaha, (3) jaminan pemasaran dengan tingkat harga

yang menguntungkan (Anonim, 2011).

Berdasarkan kondisi kinerja penyuluh dan pemasalahan-permasalahan

Page 14: I. PENDAHULUAN Pembangunan pertanian ke depan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71528/potongan/S3-2014... · sarana dan prasarana penyuluh belum memadai, kelembagaan penyuluh

14

yang ada pada latar belakang yang memperngaruhi kinerja penyuluh pertanian di

Kabupaten Konawe, maka pertanyaan penelitian dapat dirumuskan sebagai

berikut:

1. Seberapa besar tingkat kinerja penyuluh pertanian di Kabupaten Konawe dan

apa penyebabnya ?

2. Seberapa besar pengaruh faktor motivasi penyuluh, kemampuan penyuluh,

tingkat pendidikan penyuluh, masa kerja penyuluh, kepangkatan penyuluh,

frekuensi pelatihan penyuluh, serta dukungan sarana dan prasarana penyuluh

terhadap tingkat kinerja penyuluh pertanian di Kabupaten Konawe ?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk menganalisis tingkat kinerja penyuluh pertanian di Kabupaten Konawe

dan apa penyebabnya.

2. Untuk menganalisis pengaruh faktor motivasi penyuluh, kemampuan penyuluh,

tingkat pendidikan penyuluh, masa kerja penyuluh, kepangkatan penyuluh,

frekuensi pelatihan penyuluh, serta dukungan sarana dan prasarana penyuluh

terhadap tingkat kinerja penyuluh pertanian di Kabupaten Konawe.

1.4 Kegunaan Penelitian

1. Bagi penyuluh pertanian, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

gambaran mengenai kinerja penyuluh pertanian, sehingga di masa yang akan

menjadi bahan masukan bagi instansi terkait sebagai dasar pembuatan

kebijakan yang dapat meningkatkan kinerjanya.

2. Bagi lembaga penyuluhan pertanian, penelitian ini diharapkan berguna sebagai

kontribusi pemikiran yang dapat dipertimbangkan oleh pengambil kebijakan di

Page 15: I. PENDAHULUAN Pembangunan pertanian ke depan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71528/potongan/S3-2014... · sarana dan prasarana penyuluh belum memadai, kelembagaan penyuluh

15

dalam menyusun berbagai kebijakan yang relevan dengan permasalahan kinerja

organisasi penyuluhan pertanian.

3. Bagi pemerintah daerah dan pihak yang berkompoten (Stakeholders), hasil

penelitian diharapkan sebagai bahan masukan dan penentuan kebijakan

penataan kelembagaan penyuluhan pertanian kabupaten/kota di Provinsi

Sulawesi Tenggara yang sesuai dengan amanah Undang-Undang No. 16 tahun

2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan.

4. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan, hasil penelitian ini diharapkan dapat

berguna sebagai bahan referensi mengenai permasalahan kinerja penyuluh

pertanian dan faktor-faktor yang mempengaruhi, dan juga menjadi acuan untuk

penelitian selanjutnya.

1.5 Keaslian Penelitian

Berbagai teori yang menjelaskan mengenai kinerja individu dalam suatu

organisasi seperti teori motivasi dan kepuasan kerja, teori kepemimpinan, dan

teori peranan menyebutkan bahwa sejumlah variabel sebagai faktor-faktor yang

mempengaruhi kinerja. Sejauh ini, belum ada penelitian yang menunjukkan

faktor-faktor yang berlaku umum untuk kinerja individu dalam segala jenis

pekerjaan. Joyce dan Slocum (1984), menemukan bahwa iklim organisasi

mempunyai potensi yang nyata mempengaruhi kinerja individu. Selanjutnya

Schamidt, et al., (1986), yang menyatakan bahwa kinerja manusia terutama

merupakan fungsi dari karakteristik individu, sedangkan pendapat lain, kinerja

merupakan fungsi dari pengaruh-pengaruh situsional (Peters dan O’Conners,

1980).

Penelitian Bestina dan Mokhtar menggunakan ukuran kinerja resposivitas,

Page 16: I. PENDAHULUAN Pembangunan pertanian ke depan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71528/potongan/S3-2014... · sarana dan prasarana penyuluh belum memadai, kelembagaan penyuluh

16

resposibilitas dan kualitas layanan, sedangkan pada peneliti lainnya memfokuskan

pada budaya organisasi, hubungan antar organisasi, persepsi penyuluh, prosedur

penyuluhan, Mutu bahan penyuluhan, Mutu penyuluh, dan fasilitas penyuluhan,

karakteristik pribadi petani, tuntutan kebutuhan memperoleh informasi pertanian,

kekondusifan faktor lingkungan, kualitas sumber informasi pertanian, kemudahan

mendapatkan informasi pertanian, dan penyediaan informasi pertanian. Variabel

indikator kinerja bukan hanya mengacu pada buku kerja penyuluh pertanian 2010

melainkan dengan mengkobinasikan dengan indikator kinerja yang sesuai dan

mencerminkan pelaksanaan penyuluhan menurut berbagai kajian pustaka (teori)

dan indikator kinerja yang digunakan di lapangan. Indikator kinerja penyuluh

pertanian yang dilakukan oleh penelitian sebelumnya yaitu responsivitas,

responsibilitas, akuntabilitas, kualitas layanan, efektivitas dan efisiensi (Lenvine,

et al., 1990; Swanson, 1997; Bestina, 2001; Mokhtar, 2001).

Variabel motivasi pada penelitian sebelumnya mengunakan teori yang

dikembangkan oleh Maslow, teori ERG (Alderfer), dan teori Herzberg, sedangkan

pada penelitian ini menggunakan teori motivasi dari Mc Clelland.

Variabel kemampuan penyuluh yang digunakan oleh Bestina (2001),

ditinjau dari segi kemampuan penguasaan pengetahuan, keterampilan dan

kemampuan komunikator. Kemampuan komunikator dilihat dari kejelasan materi,

sistematika penyajian, kemampuan menjawab pertanyaan dan solusinya. Dalam

penelitian ini, variabel kemampuan penyuluh menggunakan konsep yang berbeda

yakni (1) kemampuan penyuluh sebagai komunikator dilihat dari (a) penggunaan

bahasa (bahasa Indonesia dan bahasa daerah), (b) menyampaikan pesan, dan (c)

penguasaan khalayak/sasaran, (2) kemampuan penyuluh sebagai edukator yakni

Page 17: I. PENDAHULUAN Pembangunan pertanian ke depan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71528/potongan/S3-2014... · sarana dan prasarana penyuluh belum memadai, kelembagaan penyuluh

17

(a) kemampuan menguasai materi, dan (b) kemampuan menerapkan metode

penyuluhan, (3) kemampuan penyuluh sebagai motivator, (4) kemampuan

penyuluh sebagai inovator, (5) kemampuan penyuluh sebagai fasilitator dan (6)

kemampuan penyuluh sebagai organisator.

Variabel lingkungan kerja yang mempengaruhi kinerja penyuluh

sepengetahuan penulis belum banyak diteliti oleh penelitian sebelumnya. Para

peneliti terdahulu lebih banyak meneliti lingkungan organisasi sektor publik dan

swasta terutama pada iklim organisasi. Pada variabel yang sama yaitu dukungan

sarana dan prasarana, pada panelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rohmani

melihat pada ketersediaan sarana produksi yang diperlukan dalam kegiatan

usahatani seperti pupuk, obat-obatan, benih, pestisida serta sarana fisik pertanian

seperti saluran irigaasi, lembaga perkreditan, koperasi, dan penyalur sarana

produksi. Selanjutnya hasil penelitian Wardhani, melihat lingkungan tempat

penyuluh pertanian dari struktur kelembagaan dan sarana kerja. Pada penelitian ini

lingkungan kerja lebih spesifik pada dukungan sarana dan prasarasa seperti

kelayakan fisik kantor BP4K, BP3K dan RPH, kelayakan jumlah dan pakai

perabot kantor, kelayakan alat tulis kantor, kelayakan alat transportasi penyuluh,

kelayakan alat bantu audio, visual dan audio-visual, ketersediaan sumber

informasi media cetak pertanian dan internet, ketersediaan mesin-mesin

pertanian/peternakan, ketersedian sarana perghubungan, ketersediaan sarana

transportasi publik, dan ketersediaan BOP yang bersumber dari APBN dan

APBD. Variabel frekuensi pelatihan pada penelitian sebelumnya melihat pada

kesempatan mengikuti pelatihan fungsional. Pada penelitian ini melihat aspek

Page 18: I. PENDAHULUAN Pembangunan pertanian ke depan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71528/potongan/S3-2014... · sarana dan prasarana penyuluh belum memadai, kelembagaan penyuluh

18

yang lebih luas yaitu frekuensi pelatihan yang pernah diikuti baik pelatihan

fungsional maupun pelatihan teknis pertanian lainnya yang pernah diikuti oleh

penyuluh pertanian.

Penyuluh pertanian dalam melaksanakan penyuluhan dipengaruhi oleh

faktor personal yakni motivasi penyuluh, kemampuan penyuluh, tingkat

pendidikan penyuluh, masa kerja penyuluh, dan kepangkatan penyuluh dan

lingkungan kerja yakni frekuensi pelatihan penyuluh, dukungan sarana dan

prasarana penyuluh. Faktor personal dan situasional penyuluh tidak dapat

dipisahkan antara satu dengan yang lain. Variabel personal, peneliti berpendapat

akan memberi kontribusi terhadap kinerja seseorang. Demikian pula dengan

variabel situasional, akan memberi pengaruh yang bermakna terhadap kinerja

penyuluh pertanian, memiliki kekuatan yang besar dalam menentukan perilaku

manusia, bahkan terkadang kekuatannya lebih besar terhadap karakteristik

individu seperti (variabel motif, nilai-nilai, dan sifat kepribadian).

Sasaran penelitian ini adalah mengkaji kinerja penyuluh pertanian

berdasarkan faktor personal yakni kemampuan, motivasi, tingkat pendidikan,

masa kerja, dan kepangkatan dan faktor situasional yaitu frekuensi pelatihan dan

dukungan sarana dan prasarana) dengan indikator yang berbeda dan belum

diamati oleh peneliti terdahulu. Pada variabel yang sama yang sudah diteliti

sebelumnya seperti motivasi, kemampuan penyuluh, pelatihan penyuluh, sarana

dan prasarana, selain melengkapi penelitian terdahulu dengan menggunakan

konsep operasional yang berbeda. Dengan demikian, penelitian ini bersifat

spesifik dan baru karena mengkaji ”teori kinerja” yaitu merupakan fungsi dari

Page 19: I. PENDAHULUAN Pembangunan pertanian ke depan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71528/potongan/S3-2014... · sarana dan prasarana penyuluh belum memadai, kelembagaan penyuluh

19

motivasi, kemampuan dan lingkungan. Adapun indikator kinerja yang digunakan

dalam penelitian ini adalah (1) tersusunnya programa penyuluhan pertanian, (2)

tersusunnya rencana kerja tahunan (RKT) penyuluh pertanian, (3) tersusunnya

data peta wilayah untuk pengembangan teknologi spesifik lokasi, (4)

terdiseminasinya informasi teknologi pertanian secara merata, (5)

tumbuhkembangnya keberdayaan dan kemandirian pelaku utama dan pelaku

usaha, (6) ) terwujudnya kemitraan usaha pelaku utama dan pelaku usaha yang

menguntungkan, (7) terwujudnya akses pelaku utama dan pelaku usaha

kelembaga keuangan, informasi, sarana produksi, (8) responsivitas, (9)

responsibilitas, (10) akuntabilitas, (11) kualitas layanan, (12) efisiensi dan (13)

efektivitas (Departemen Pertanian, 2010; Lenvine, et al., 1990; Swanson, 1997;

Bestina, 2001; Mokhtar, 2001). Memperhatikan indikator-indikator kinerja

penyuluh pertanian yang ditetapkan oleh Departemen Pertanian (2010), hasil

penelitian terdahulu, indikator yang digunakan di lapangan, maka perlu dijadikan

sebagai indikator untuk mengukur kinerja penyuluh pertanian.

Page 20: I. PENDAHULUAN Pembangunan pertanian ke depan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71528/potongan/S3-2014... · sarana dan prasarana penyuluh belum memadai, kelembagaan penyuluh

20

Untuk lebih jelasnya penelusuran terhadap hasil penelitian terdahulu dapat disajikan pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1 Matrik Hasil Penelusuran Penelitian Terdahulu No Nama

Peneliti Judul

Penelitian Variabel Yang diamati

Lokasi Hasil Penelitian Eksternal Internal

1. Bestina, 2001

Kinerja Penyuluh Pertanian dalam Pengembangan Agribisnis Nenas, Tahun 2001

1. Program 2. Ketersediaan teknologi 3. Pelatihan 4. Sikap Petani 5. Partisipasi Petani

1. Motivasi 2. Kemampuan

penyuluh

Kec. Tambang Kab. Kampar Prov. Riau

Kinerja penyuluh pertanian (sedang atau belum optimal) utamanya responsivitas, responsiblitas & kualitas layanan.

2. Mokhtar, 2001

Kinerja Lembaga Penyuluhan Pertanian dan Adopsi Inovasi Kedelai Serta Implikasinya Pada Pelaksanaan Otonomi Daerah Di Kabupaten Kotawaringin Timur, Tahun 2001

1. Status dan kedudukan 2. Struktur organisasi 3. Kualitas manajemen 4. Kohesi organisasi 5. Pembiayaan 6. Sarana prasarana 7. Daya dukung SDM

1. Kebijaksanaan penyuluhan pert.

2. Dukungan pemda 3. Jaringan tugas 4. Peran BPTP 5. Peran lembaga

saprodi (modal, pemasaran)

6. Karakteristik petani (Sikap, Pendidikan dan orientasi produksi)

Kab. Kota Waringin Timur Palangkaraya

(1) kinerja lembaga (responsivitas, responsibilitas dan kualitas layanan) kepada petani belum optimal (sedang)

(2) faktor internal (mendekati baik) (3) faktor eksternal (mendekati baik).

3. Rohmani, 2001

Kinerja Penyuluh Pertanian Dalam Pelaksanaan Tugas Pokoknya

Pengguna (Petani): 1. Pola Usahatani 2. Ketersediaan sarana dan

prasarana Pertanian 3. Komoditas utama yang

diusahakan 4. Produktivitas Penyuluh : 1. Ketersediaan sarana dan

Pengguna (petani): 1. Umur 2. Pengalaman Petani 3. Posisi dalam

kelompok Tani 4. Motivasi 5. Partisipasi 6. Tingkat kepuasan

Petani Penyuluh : 1. Jabatan fungsional

Kab. Cianjur Provinsi Jawa barat

(1) kinerja penyuluh dalam kategori sedang (40,66 %) yaitu kategori rendah yang diharapkan dalam SK. Menkowasbangpan No.19/kep.MK.Waspan/5/1999,

(2) faktor internal penyuluh yang berpengaruh sangat nyata adalah jenjang jabatan fungsional, umur, gol, dan masa kerja penyuluh. Sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh adalah komoditi dominan dalam di wilayah binaan,

(3) kinerja penyuluh menurut petani adalah kategori tinggi,

Page 21: I. PENDAHULUAN Pembangunan pertanian ke depan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71528/potongan/S3-2014... · sarana dan prasarana penyuluh belum memadai, kelembagaan penyuluh

21

prasarana yang diperlukan

2. Sistem penghargaan (reward-System)

3. Komoditas dominan di wilayah kerja

4. Kondisi kerja

2. Umur 3. Pendidikan formal 4. Golongan 5. Masa kerja 6. Motivasi 7. Persepsi terhadap

tugas pokok 8. Persepsi tentang

sistem penghargaan (reward-system)

9. Tingkat kepuasan sebagai penyuluh

10. Pelatihan penyuluh yang pernah diikuti

(4) faktor internal petani yang berpengaruh nyata adalah partisipasi petani dan tingkat kepuasan petani. Sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh nyata adalah komoditas yang diusahakan dan produktivitas.

4. Ibrahim, 2001

Kajian Reorientasi Penyuluhan Pertanian ke arah pemenuhan Kebutuhan Petani di Provinsi Jawa Barat

Variabel yang diamati yang berhubungan dengan kinerja penyuluhan pertanian adalah persepsi penyuluh pada kebijakan organisai penyuluhan, prosedur-prosedur penyuluhan pertanian, Mutu bahan penyuluhan pertanian, Mutu penyuluh, dan fasilitas penyuluhan.

Kab. Malang, Kab. Lumajang, dan Kab. Pacitan

(1) kinerja penyuluhan pertanian belum memenuhi kebutuhan petani,

(2) kinerja penyuluh masih rendah, (3) produk jasa penyuluhan pertanian sebagai jasa

layanan publik belum bisa dikatakan bermutu.

5. Wardhani, 2004

Pengaruh Faktor Personal dan Faktor Situsional terhadap Perilaku Komunikasi Penyuluh Pertanian dan Efeknya terhadap Keberhasilan Penyuluh (Studi di Tiga Kab. di

Variabel yang diamati yaitu: (1) faktor personal; kemampuan pengalaman,

persepsi dan motif, (2) faktor situsional; lingkungan tempat penyuluh

pertanian yaitu struktur kelembagaan penyuluhan dan sarana kerja,

(3) perilaku komunikasi penyuluh pertanian mencakup; pengetahuan, keterampilan komunikasi, dan intensitas komunikasi.

Kab. Indramayu, kab. Bandung dan kab. Tasikma-laya.

(1) ada interaksi antar faktor personal dengan faktor situasional dan dipengaruhi oleh perilaku komunikasi penyuluhan pertanian,

(2) perilaku komunikasi penyuluh pertanian berpengaruh terhadap keberhasilan penyuluh pertanian,

(3) aksesiblitas penyuluh dan petani terhadap informasi pertanian masih didominasi oleh komunikasi interpersonal,

(4) akses informasi pertanian terhadap media cetak dan media elektonik, baik penyuluh maupun

Page 22: I. PENDAHULUAN Pembangunan pertanian ke depan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71528/potongan/S3-2014... · sarana dan prasarana penyuluh belum memadai, kelembagaan penyuluh

22

Provinsi Jawa Barat).

petani sangat minim.

6. Raya, 2006

Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja BIPP Kulon Progo

Budaya Organisasi dan Hubungan Antar Organisasi.

Kab. Kulon Progo

Budaya organisasi BIPP mencapai 65,46 %, Hubungan antar organisasi 79,82, dan kinerja 68,96 %.

7. Jahi, Amri & Ani Leilani 2006.

Kinerja Penyuluh Pertanian di Beberapa Kabupaten di Jawa Barat

Kab. Di Jawa Barat.

Skor kinerja penyuluh pertanian di beberapa Kabupaten di Jawa Barat berada pada kategori sedang.

8. Tamba, 2007.

Kebutuhan Informasi Pertanian dan Aksesnya bagi Petani Sayuran : Pengembangan Model Penyediaan Informasi Pertanian dalam Pemberdayaan Petani, Kasus di Provinsi Jawa Barat.

Variabel yang diamati yaitu : (1) karakteristik pribadi petani, (2) tuntutan kebutuhan memperoleh informasi

pertanian, (3) kekondusifan faktor lingkungan, (4) kualitas sumber informasi pertanian, (5) kemudahan mendapatkan informasi pertanian, (6) penyediaan informasi pertanian, (7) tingkat keberdayaan petani sayuran terhadap

kemampuannya kualitas SDM petani sayuran.

Kab. Bogor, Cianjur dan Bandung.

(1) penyelenggaraan penyuluhan pertanian di Provinsi Jawa Barat mengalami distorsi, karena tidak adanya satu kesatuan kelembagaan manajemen penyuluhan, mengakibatkan rendahnya motivasi dan kinerja penyuluh,

(2) kemampuan petani, kualitas mengakses informasi sangat rendah,

(3) faktor lingkungan seperti: lingkungan fisik, lingkungan sosial, ketersediaan informasi, kondisi megapolitan, serta kebijakan bidang penyuluhan umumnya masih kurang kondusif.

9. Suhanda,2008.

Kinerja Penyuluh Pertanian di Jawa Barat

Mengidentifikasi beberapa kinerja penyuluh: (1) sejauhmana karakteristik penyuluh pertanian, (2) berhubungan dengan kinerja penyuluh pada tipe

kelembagaan dan wilayah komoditi yang berbeda

Di Provinsi Jawa Barat.

(1) sebagian besar penyuluh di Jawa Barat pada usia menjelang pensiun dengan masa kerja 28 tahun, dan tingkat pendidikan S1/S2 swasta.

(2) penyuluh pertanian sudah melaksanakan dengan baik pada bidang-bidang; pelibatan tokoh masyarakat, penumbuhan kelompoktani, penyusunan rencana kerja, penerapan metode penyuluhan, dan penyusunan program.

Page 23: I. PENDAHULUAN Pembangunan pertanian ke depan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71528/potongan/S3-2014... · sarana dan prasarana penyuluh belum memadai, kelembagaan penyuluh

23

Bidang-bidang yang lemah; penyusunan materi, penumbuhan keswadayaan, dan keswakarsaan petani, tata laksana kantor, penumbuhan kelembagaan ekonomi pedesaan, analisis potensi dan kebutuhan petani. Bidang yang relatif kurang baik; evaluasi dan pelaporan, pengembangan profesionalisme, serta pengembangan dan kemitraan.

(3) terdapat perbedaan kinerja penyuluh pada kelembagaan kantor penyuluhan dan non kantor penyuluhan.

(4) karakteristik penyuluh yang erat hubungan dengan kinerja adalah; usia, masa kerja, institusi sekolah, pelatihan, motivasi berprestasi, kesempatan pengembangan karir, tingkat kewenangan dan tanggungjawab, makna pekerjaan, insentif, pembinaan dan supervisi, serta kondisi kerja.

10. Kusmiyati, dkk, 2010

Kinerja Penyuluh Pertanian PNS Dalam Melaksanakan TUPOKSI di Kabupaten Bogor (Kasus di BP3K Cibungbulang).

(1) mengetahui faktor internal dan eksternal penyuluh yang mendukung pelaksanaan TUPOKSI sebagai penyuluh PNS

(2) mengetahui kinerja penyuluh pertanian PNS di BP3K Cibungbulang dalam melaksanakan TUPOKSI

Kab. Bogor (kasus di BP3K Cibung-bulang)

Faktor internal penyuluh pertanian yang mendukung kinerja dalam melaksanakan tupoksi di BP3K Cibungbulang adalah tingkat pendidikan formal. Sebagian besar penyuluh pertanian PNS di BP3K Cibungbulang adalah berpendidikan DIV/S1. Sedang faktor usia penyuluh yang sebagian besar (50 %) berusia lebih dari 52 tahun masih produktif untuk mendukung kinerja. Dari 9 indikator keberhasilan penyuluh pertanian PNS dalam melaksanakan TUPOKSI, 7 indikator termasuk kategori baik, sedangkan kategori sedang ada dua inditator yaitu memotivasi petani dan meningkatkan peran dalam pembangunan pertanian dan pengembangan swadaya dan swakarsa petani.

Page 24: I. PENDAHULUAN Pembangunan pertanian ke depan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71528/potongan/S3-2014... · sarana dan prasarana penyuluh belum memadai, kelembagaan penyuluh

24

11. Hamzah, 2011

Faktor Penentu Kinerja Penyuluh Pertanian di Kota Tidore Kepulauan Provinsi Maluku Utara

Fariabel yang diamati adalah : (1) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi

dan memiliki hubungan terhadap tingkat kinerja penyuluh pertanian di Kota Tidore Kepulauan Provinsi Maluku Utara,

(2) merumuskan strategi penyelenggaraan penyuluhan pertanian di Kota Tidore Kepulauan Provinsi Maluku Utara.

Kota Tidore Kepulauan Provinsi Maluku Utara

(1) rendahnya kinerja penyuluh pertanian disebabkan oleh rendahnya aspek kompetensi perencanaan, pelaksanaan, dan pengevaluasian program penyuluhan, pemanfaatan media, kompetensi penerapan prinsip-prinsip belajar orang dewasa, persepsi penyuluh terhadap pekerjaan, dukungan penghargaan, masa kerja penyuluh, umur, kompetensi berkomunikasi, dukungan supervisi dan monitoring, partisipasi aktif masyarakat dan intensitas pelatihan.

(2) strategi penyelenggaraan penyuluhan yang tepat adalah (a) meningkatkan kemampuan kelompok tani melalui peningkatan kompetensi penyuluh dalam pelaksanaan program penyuluhan, (b) meningkatkan kesadaran penyuluh dalam memanfaatkan media penyuluhan melalui pembuatan materi-materi penyuluhan, (c) meningkatkan persepsi penyuluh terhadap tugas melalui peningkatan kompentesi fungsional, (d) meningkatkan partisipasi aktif masyarakat melalui kegiatan penyuluhan secara partisipatif, demokratis dan kontinyu.

12. Sapar, 2011

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Penyuluh Pertanian dan Dampaknya Pada Kompetensi Petani Kakao di Empat wilayah Sulawesi Selatan

Fariabel yang diamati adalah: (1) mengidentivikasi faktor-faktor individu

penyuluh pertanian yang mempengaruhi kinerja mereka,

(2) menjelaskan hubungan faktor-faktor individu penyuluh yang mempengaruhi kinerja mereka,

(3) menjelaskan dampak kinerja penyuluh pertanian dan kompetensi ketua kelompok tani terhadap kompentensi petani kakao di Sulawesi Selatan.

Di Empat Wilayah Sulawesi Selatan

Faktor-faktor individu penyuluh pertanian yang mempengaruhi kinerja mereka adalah : (1) kompetensi, motivasi dan kemandirian, (2) terdapat hubungan yang lemah antara faktor-

faktor individu penyuluh yang mempengaruhi kinerja mereka

(3) kinerja penyuluh pertanian dan kompetensi ketua kelompok tani berdampak pada kompetensi petani.