pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi … · pemanfaatan komputer, internet dan handphone,...
TRANSCRIPT
PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN
KOMUNIKASI DALAM PENINGKATAN
KOMPETENSI PENYULUH
VERONICE
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pemanfaatan Teknologi Informasi
dan Komunikasi dalam Peningkatan Kompetensi Penyuluh adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Veronice
NRP I352110021
RINGKASAN
VERONICE. Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam
Peningkatan Kompetensi Penyuluh. Dibimbing oleh AMIRUDDIN SALEH dan
RETNO SRI HARTATI MULYANDARI
Penyuluh pertanian mempunyai peran strategis terhadap peningkatan
produksi dan nilai tambah usaha tani, oleh sebab itu penyuluh dituntut
kemampuannya dalam mengikuti perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
di bidangnya masing-masing dan mentransfer pengetahuannya guna memecahkan
permasalahan yang dihadapi para petani dalam usaha taninya. Perkembangan
yang pesat dan ketersediaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK),
membuat penyuluh pertanian sekarang ini dituntut untuk menguasai aplikasi TIK
guna mengakses berbagai sumber informasi dalam membantu petani memecahkan
masalah-masalah usaha tani yang dihadapinya.
Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mengkaji tingkat pemanfaatan TIK dalam
meningkatkan kompetensi penyuluh; 2) Menganalisis hubungan karakteristik
penyuluh, faktor lingkungan, dan motivasi penyuluh dengan tingkat pemanfaatan
TIK dalam meningkatkan kompetensi penyuluh; 3) Menganalisis hubungan
tingkat pemanfaatan TIK dengan tingkat kompetensi penyuluh; 4) Menganalisis
perbedaan status penyuluh (PNS dan THL-TBPP) dalam pemanfaatan TIK.
Penelitian ini merupakan penelitian survei yang bersifat deskriptif
korelasional, dengan populasi penyuluh pertanian Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan
Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian (THL-TBPP) yang
terdapat di 12 Badan Penyuluhan, Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K)
Kabupaten Bogor. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan
dengan menggunakan rumus Slovin sehingga didapat responden sebanyak 117
orang.
Pengumpulan data dilakukan pada bulan Maret sampai dengan April 2013.
Data didukung dengan metode wawancara mendalam dan pengamatan (observasi)
guna mempertajam analisis data kuantitatif. Analisis data menggunakan: analisis
statistik deskriptif, analisis korelasi, dan analisis uji beda dengan aplikasi SPSS
versi 19.
Tingkat pemanfaatan TIK oleh THL-TBPP sangat tinggi terutama dalam
pemanfaatan komputer, internet dan handphone, sebaliknya pada penyuluh PNS
tergolong rendah terutama pada pemanfaatan komputer dan internet.
Faktor karakteristik penyuluh (PNS dan THL-TBPP) memiliki hubungan
sangat nyata dengan tingkat pemanfaatan TIK, khususnya umur, masa kerja dan
status penyuluh pada aspek intensitas pemanfaatan TIK; dan faktor lingkungan
memiliki hubungan nyata dengan tingkat pemanfaatan TIK pada aspek kebijakan
Pemda dengan aspek jangkauan sumber informasi dan ragam informasi; serta
faktor motivasi penyuluh berhubungan sangat nyata dengan tingkat pemanfaatan
TIK yaitu pada aspek motivasi instrinsik khususnya pada jangkauan sumber
informasi, variasi materi penyuluhan, ragam informasi, kualitas berbagi
pengetahuan dengan tingkat pemanfaatan TIK, serta aspek motivasi ekstrinsik
berhubungan nyata dengan variasi materi penyuluhan.
Tingkat pemanfaatan TIK pada aspek jangkauan sumber informasi
berhubungan sangat nyata dengan kompetensi penyuluh pada aspek kemampuan
pemahaman potensi wilayah, kemampuan kewirausahaan dan kemampuan
pemandu sistem jaringan, sedangkan pada aspek variasi materi penyuluhan dan
ragam informasi berhubungan sangat nyata dengan semua tingkat kompetensi
penyuluh.
Penyuluh PNS dan penyuluh THL-TBPP berbeda sangat nyata pada umur,
masa kerja dan tingkat kepemilikan TIK. Dimana penyuluh PNS cenderung
berumur dewasa lanjut, memiliki masa kerja lama, dan kepemilikan TIK kategori
sedikit; sedangkan penyuluh THL-TBPP relatif berumur muda sampai dewasa,
masa kerjanya singkat dan kepemilikan TIK kategori sedang (4-6 macam), dan
banyak (7-9 macam).
Strategi pemanfaatan TIK dalam meningkatkan kompetensi penyuluh
diperoleh dengan cara membangun kerja sama atau sinergi antara penyuluh PNS
dan THL-TBPP dalam memberikan pesan yang bersifat inovatif yang dikemas
dalam materi penyuluhan dengan memperhatikan unsur pengembangan sumber
daya manusia dan peningkatan modal sosial. Peningkatan kompetensi penyuluh
juga dapat ditingkatkan melalui pendidikan formal dan pendidikan non formal
(pelatihan, seminar, workshop) dengan memberikan kesempatan dan peluang yang
sama antara penyuluh PNS dan THL-TBPP sehingga tidak terjadi gap informasi
sesama penyuluh.
Kata Kunci : kompetensi, penyuluh pertanian, teknologi informasi dan komunikasi
SUMMARY
VERONICE. The Application of Information and Communication Technology
(ICT) in Increasing Extension Staffs Competency. Supervised by AMIRUDDIN
SALEH and RETNO SRI HARTATI MULYANDARI
Agricultural extension staffs have strategic roles towards production
improvement and creating incentive for farmers, therefore extension staffs are
required to be Information Communication Technology (ICT)-literate as well as
to be able to become resourceful to farmers in solving the problems faced. The
vast development and the availability of ICT have become the main reason to
encourage agricultural extension staffs to master relevant ICT applications in
order to access various information to help farmers finding solutions to the
problems faced in their work.
Agricultural extension process by using ICT as a medium to access valuable
information and communication either with the source of information it self or
between extension staffs, is an important thing to do to be able to broaden the
knowledge and upgrade the competency of extension staffs, especially in
accessing the newest information to increase the competitiveness of farmers in
agricultural sector.
This study is aimed to: 1) Investigate the utilization level of ICT in
improving the competency of extension staffs. 2) Analyze the relationship between
staffs’ characteristics, society factors, and motivation with the level of ICT
utilization in improving their competency, 3) Analyze the relationship with the
level of application ICT competency level extension staffs, 4) Analyze differences
extension status (PNS and THL-TBPP) in the use of ICT.
This study is a descriptive-correlational survey-based study with the sample
consisting of government employee as well as contract agriculture extension staffs
in 12 extension organization, agriculture, fisheries and forestry (BP3K) in Bogor
regency. The sample collection method in this study is adopting Slovin’s formula
with overall 117 respondents participating in this study
Data collection process was conducted between March and April 2013. The
primary data is also supported by qualitative data gained from interviews and
observations to deepen the analysis of the quantitative data. Data is analyzed by
using descriptive analysis, correlation analysis and differential test analysis. Data
analysis is using SPSS version 19 application.
Level of application ICT by THL-TBPP is very high especially in the
application of computer, internet and handphone and PNS extension belong to the
category of low especially on the application of computers and internet.
Extension characteristic factors (PNS and THL-TBPP) very real correlate
with the level of application ICT especially age, the work experience, and
extension staffs status on intensity of application ICT aspect and environment
factors real correlate with the level of application ICT; and environment factors
real correlate with the level of application ICT on aspect government policy with
range of information sources and variety extension and extension staffs
motivation real correlate with the level of application IC, then aspect of extrinsic
motivation real correlate with material variation of the extension.
Level of application ICT on the range of information source aspect real
correlate with the competence especially on ability of understanding the potential
of the region, the capacity of entrepreneurship, and the ability of network systems,
also material variation of the extension aspect and varians of information very
real at any level of competence of extension staffs..
PNS extension staffs and THL-TBPP real significant difference on age,
work experience and level ownership TIK. PNS extension staffs relatively have the
more mature age, having a long working period, and ownership of the ICT
category a bit; while the THL-TBPP extension staffs are relatively young age to
adult, having a short working period and medium category TIK ownership (4-6
kinds), and many (7-9 kinds).
The strategy of ICT utilization in improving extension staff competency is
established by building cooperation between government employee staffs and
freelance staffs in transmitting innovative messages which packaged in extension
material that also considers human resource development aspects and social
capital improvement. Extension staff competency can also be improved through
formal and informal (e.g. training, seminar, workshop) education by emphasizing
equality between government employee staffs and freelance staffs so that potential
indifference between these two groups can be avoided.
Key words : competence, extension staff, information and communication technology
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN
KOMUNIKASI DALAM PENINGKATAN
KOMPETENSI PENYULUH
VERONICE
TESIS
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
MAGISTER SAINS
pada
Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Basita Ginting Sugihen, MA
Judul tesis : Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam
Peningkatan Kompetensi Penyuluh
Nama : Veronice
NRP : I352110021
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr Ir Amiruddin Saleh, MS Dr Ir Retno Sri H Mulyandari, MSi
Ketua Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Komunikasi Pembangunan
Pertanian dan Pedesaan
Dr Ir Djuara P Lubis, MS Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian : 26 Juli 2013 Tanggal Lulus : opember 2011
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini yang berjudul Pemanfaatan
Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Peningkatan Kompetensi Penyuluh.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan
yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dr Ir Amiruddin Saleh, MS dan Ibu Dr Ir Retno Sri Hartati
Mulyandari, MSi sebagai dosen pembimbing dengan kesabaran dan
keikhlasannya telah meluangkan waktu untuk mengarahkan, membuka
wawasan dan membimbing penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
2. Bapak Dr Ir Basita Ginting Sugihen, MA selaku dosen penguji luar komisi
atas masukan dan sarannya.
3. Direktur Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh yang telah memberikan
izin untuk mengikuti tugas belajar pada Program Studi Komunikasi
Pembangunan Pertanian dan Pedesaan IPB.
4. Penyuluh Pertanian Kabupaten Bogor atas partisipasi dan kerjasamanya.
5. Segenap dosen dan staf administrasi Program Studi Komunikasi
Pembangunan Pertanian dan Pedesaan IPB yang telah mengajar dan
membantu penulis selama mengikuti studi.
6. Orang tua, suami tercinta dan anak-anak tersayang yang telah memberikan
izin dan dorongan semangat beserta seluruh keluarga besar dengan
dukungannya telah memberikan kekuatan tersendiri kepada penulis selama ini.
7. Rekan-rekan seperjuangan KMP 2011 (Mbak Tika, Teh Opi, Rani, Pak
Ikhsan, Pak Windi, Syatir, Des, Age) yang selalu kompak dan semangat
pantang menyerah.
8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas bantuan baik
moril maupun materil selama studi dan penulisan tesis ini.
Bogor, September 2013
Veronice
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
x
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
1
1
3
4
4
2 TINJAUAN PUSTAKA
Penyuluh dan Penyuluhan Pertanian
Karakteristik Individu Penyuluh
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
Pemanfaatan TIK di Bidang Pertanian
Keterdedahan terhadap TIK
Faktor Lingkungan
Motivasi Penyuluh
Kompetensi Penyuluh
5
5
8
9
10
12
13
15
16
Kerangka Berpikir
Hipotesis Penelitian
3 METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Lokasi Dan Waktu Penelitian
Populasi dan Sampel
Data dan Instrumentasi
Definisi Operasional
Validitas dan Reliabilitas
Pengumpulan Data
Analisis Data
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lokasi Penelitian
Tingkat Pemanfaatan TIK oleh Penyuluh
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pemanfaatan TIK
dalam Meningkatkan Kompetensi Penyuluh
Hubungan Karakteristik Penyuluh, Faktor Lingkungan dan
Motivasi Penyuluh dengan Tingkat Pemanfaatan TIK oleh Penyuluh
Strategi Pemanfatan TIK dalam Meningkatkan Kompetensi Penyuluh
17
19
21
21
21
21
23
24
29
30
30
31
31
34
39
42
49
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP
51
51
51
53
59
DAFTAR TABEL
1. Populasi BP3K dan penyuluh pertanian di Kabupaten Bogor 22
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
Data sampel penelitian
Indikator dan parameter karakteristik individu responden
Indikator dan parameter faktor lingkungan responden
Indikator dan parameter motivasi responden
Indikator dan parameter tingkat pemanfaatan TIK responden
Indikator dan parameter kompetensi penyuluh pertanian
Sebaran rataan skor dan uji t dalam intensitas pemanfaatan TIK
oleh penyuluh PNS dan THL-TBPP
Sebaran rataan skor dan uji t pemanfaatan TIK oleh penyuluh PNS dan
THL-TBPP yang berkaitan dengan pemanfaatan TIK penyuluh
Sebaran persentase karakteristik individu penyuluh dan uji t antara
penyuluh PNS dan THL-TBPP
Sebaran rataan skor faktor lingkungan dan uji t oleh penyuluh PNS dan
THL-TBPP
Sebaran rataan skor motivasi penyuluh dan uji t penyuluh PNS dan THL
dalam pemanfaatan TIK
Hubungan karakteristik penyuluh dengan tingkat pemanfaatan TIK
Hubungan faktor lingkungan dengan tingkat pemanfaatan TIK
Hubungan motivasi penyuluh dengan tingkat pemanfaatan TIK
Sebaran rataan skor dan uji t tingkat kompetensi penyuluh PNS dan THL-
TBPP
Hubungan tingkat pemanfaatan TIK dengan tingkat kompetensi penyuluh
Sinergisitas Penyuluh PNS dan THL-TBPP dalam menyelenggarakan
kegiatan penyuluhan berbasis TIK
23
24
24
26
25
27
35
38
39
41
42
43
45
45
46
48
50
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyuluhan pertanian mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam
pembangunan pertanian, khususnya dalam pengembangan kualitas pelaku utama
(petani) dan pelaku usaha. Penyuluhan pertanian adalah proses pembelajaran bagi
pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan
mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi,
permodalan, dan sumber daya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan
produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan dan kesejahteraannya. Sebagai kegiatan
pendidikan, penyuluhan pertanian adalah upaya untuk membantu menciptakan
iklim pembelajaran yang kondusif bagi pelaku utama dan keluarganya, serta
pelaku usaha.
Keberhasilan pembangunan pertanian tidak lepas dari peran penyuluh dalam
melaksanakan kegiatan penyuluhan pertanian. Sebagai pejabat fungsional,
penyuluh memiliki tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang digunakan sebagai
acuan dalam menjalankan kegiatan penyuluhan. Jabaran tupoksi penyuluh tersebut
tertuang dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor: Per/02/Menpan/2/2008 di antaranya meliputi: 1) Menyiapkan dan
merencanakan pelaksanaan penyuluhan pertanian; 2) Melaksanakan penyuluhan
pertanian; 3) Kemampuan membuat evaluasi dan pelaporan pelaksanaan
penyuluhan; 4) Mengembangkan penyuluhan pertanian, 5) Mengembangkan
profesi penyuluhan; 6) Mengembangkan kegiatan penunjang tugas penyuluh
pertanian (Menpan, 2008).
Sesuai dengan paradigma baru penyuluhan, yang bergeser dari pola top
down menjadi bottom up dimana bentuk hubungan antara penyuluh dan petani
tidak lagi sebagai atasan dan bawahan, tetapi sebagai mitra sejajar petani, maka
tugas pokok dan fungsi penyuluh tersebut juga mengalami perubahan ke arah
perannya sebagai mitra sejajar petani. Kondisi ini menuntut penyuluh untuk
selalu mengembangkan diri agar dapat memberikan layanan yang memuaskan
petani.
Heryawan (2012) menjelaskan demi terwujudnya target utama
pembangunan pertanian sangat ditentukan oleh jumlah dan kompetensi penyuluh.
Saat ini jumlah penyuluh pertanian sebanyak 51.428 orang, terdiri atas 27.961
(54.37%) orang penyuluh Pegawai Negeri Sosial; 1.251 (2.43%) orang penyuluh
honorer; dan 22.216 (43.20%) Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu Penyuluh
Pertanian (THL-TBPP). Penyuluh yang langsung mendampingi petani, kelompok
tani dan gabungan kelompok tani di tingkat desa/kelurahan sekitar 35.146 orang
dengan rasio 75.22 desa/kelurahan yang ada di Indonesia. Oleh karena itu, saat ini
seorang penyuluh pertanian rata-rata mengawal dan mendampingi petani pada 2
sampai 4 desa.
Kelemahan tenaga penyuluh tidak hanya dalam aspek kuantitas, tetapi juga
secara kualitas cukup mengkhawatirkan. Hasil-hasil penelitian yang terkait
dengan kompetensi penyuluh seperti yang dilakukan Marius et al. (2007),
Nuryanto (2008), dan Mulyadi (2009) menunjukkan masih lemahnya kompetensi
penyuluh pertanian. Rendahnya mutu tenaga penyuluh juga ditegaskan oleh
1
2
Slamet (2008) bahwa idealnya penyuluh lapangan itu juga harus profesional yang
mampu berimprovisasi secara bertanggung jawab dengan situasi dan kondisi
lapangan yang dihadapi, namun tenaga-tenaga yang profesional semacam itu pada
saat ini belum cukup tersedia. Kondisi ini mengindikasikan perlunya berbagai
pihak untuk mengkaji bagaimana meningkatkan kualitas penyuluh. Berkaitan
dengan hal kompetensi penyuluh, untuk menjawab tantangan penyuluhan saat ini
yaitu dengan mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas, yakni
menjadikan penyuluh yang profesional dalam memberikan layanan yang
memuaskan kepada petani, sehingga penyuluh perlu meningkatkan
kompetensinya.
Kompetensi penting yang harus dimiliki oleh seorang penyuluh adalah
kemampuan dalam mengakses Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di
bidang pertanian untuk mendukung perannya dalam memberikan layanan
informasi sesuai kebutuhan petani dan dapat mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan teknologi dan komunikasi yang berlangsung dengan cepat. memiliki
kompetensi yang memadai tersebut, penyuluh dapat mencari dan mengakses
sumber-sumber informasi terkini yang berkaitan dengan bidang pertanian dan
menyampaikan informasi tersebut kepada petani untuk meningkatkan daya saing
usaha taninya. Upaya ini selaras dengan UU Nomor 16 tahun 2006 tentang
Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan yang mendukung
pencapaian kemampuan penyuluh dalam mengakses informasi.
Penyuluh pertanian berperan membantu petani dalam menentukan pilihan
teknologi yang akan digunakan dengan jalan memberikan pertimbangan-
pertimbangan atas akibat penggunaan sesuatu teknologi, seperti pertimbangan
biaya dan pendapatan, risiko pasar dan saluran pemasaran serta kualitas dan
kuantitas produk yang diperlukan konsumen. Penyuluh dalam melaksanakan
fungsi dan perannya perlu terus-menerus mengikuti perkembangan ilmu dan
teknologi sesuai dengan informasi yang dibutuhkan oleh para petani kliennya.
Perkembangan ilmu dan teknologi tersebut dapat diperoleh antara lain oleh
berbagai macam media yang tersedia. Informasi yang dibutuhkan untuk masing-
masing penyuluh bervariasi sesuai dengan masalah spesifik lokasi, kebutuhan
informasi petani, maupun kondisi dan kebutuhan penyuluh tersebut dalam
menunjang pelaksanaan tugas dan pengembangan profesinya.
Pentingnya peran penyuluh di era globalisasi ini, menuntut diperlukannya
penelitian yang lebih mendalam dan komprehensif terhadap pemanfaatan dan
penggunaan TIK oleh penyuluh pertanian dalam peningkatan kompetensinya.
Selain pemanfaatan TIK, dilakukan juga penelitian yang berkaitan dengan faktor-
faktor yang mempengaruhi pemanfaatan TIK seperti faktor lingkungan dan faktor
eksternal lainnya sehingga dapat diketahui rumusan strategi yang tepat dalam
pemanfaatan TIK guna meningkatkan kompetensi penyuluh.
Berdasarkan situasi dan kondisi penyuluhan saat ini, maka dipilihlah
Kabupaten Bogor sebagai lokasi penelitian karena daerah ini merupakan daerah
dengan variasi penggunaan TIK dan tingkat aksesibilitas cukup tinggi terhadap
sumber informasi, penyuluhnya sudah terdedah dengan TIK, koneksi jaringan
yang cukup luas, dan di wilayah Bogor terdapat berbagai unit kerja penelitian
pertanian, perguruan tinggi dan pusat-pusat informasi. Dengan demikian terdapat
berbagai pilihan bagi penyuluh pertanian dalam memanfaatkan TIK.
3
Perumusan Masalah
Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang cepat seiring tuntutan
perubahan zaman. Perkembangan TIK terutama sejak munculnya teknologi
internet telah menyebabkan perubahan besar dalam masyarakat. Produk teknologi
informasi yang relatif murah dan terjangkau memudahkan akses informasi
melampaui batas negara dan batas budaya. Kondisi ini telah merambah kepada
semua lapisan kehidupan manusia termasuk para petani di pedesaan. Kini
sebagian petani sudah terbiasa mengakses informasi melalui koran, majalah,
radio, televisi, internet, handphone atau media lainnya. Oleh karena itu, peran
penyuluh menjadi penting sebagai fasilitator dalam mengembangkan potensi
petani. Sebagai konsekuensinya penyuluh dituntut untuk mampu menyesuaikan
dengan perubahan dan tuntutan masyarakat yang terus berkembang.
Ketersediaan berbagai macam atau jenis TIK dan beragam jenis informasi
yang ada belum menjamin dapat dimanfaatkan oleh penyuluh pertanian untuk
dapat diteruskan kepada para petani melalui penyuluhan pertanian, dengan kata
lain pemanfaatan berbagai jenis TIK ini mempunyai hambatan atau kendala baik
yang berasal dari dalam diri penyuluh pertanian itu sendiri maupun faktor
eksternal lainnya yang menentukan.
Penelitian Anwas et al. (2009) menyatakan bahwa kompetensi penyuluh di
Kabupaten Karawang dan Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat tergolong rendah,
terutama dalam pengelolaan kewirausahaan, pengelolaan pembaharuan, dan
pemandu sistem jaringan. Kompetensi penyuluh terhadap pemahaman potensi
wilayah, pengelolaan pelatihan, pengelolaan pembelajaran, dan pengelolaan
komunikasi inovasi termasuk dalam kategori sedang.
Nuryanto (2008) mengungkapkan bahwa kompetensi penyuluh di Provinsi
Jawa Barat tergolong rendah terutama dalam kemampuan penyuluh
memanfaatkan media internet, membangun jejaring kerja, mengakses informasi,
penguasaan inovasi dan menganalisis masalah. Kondisi ini menunjukkan bahwa
kompetensi penyuluh secara umum relatif masih akan berdampak pada
kurangnya kualitas layanan penyuluh dalam kegiatan penyuluhan.
Pengembangan TIK sebagai salah satu alternatif untuk menjamin kecepatan
dan ketepatan penyebaran informasi teknologi baru di bidang pertanian juga
menjadi salah satu pilihan pertimbangan pada efektivitas dan efisiensi sistem
layanan penyuluhan (Subejo, 2011), bahkan pemanfaatan TIK ini juga tidak
lepas dari adanya peningkatan kualitas sumber daya petani dan pelaku
pembangunan pertanian, kemajuan teknologi informasi dan komunikasi serta
pertimbangan efektivitas dan efisiensi penyebarluasan informasi. Sharma
(2006) menyebutkan salah satu solusi yang ditawarkan dalam rangka mengatasi
persoalan transfer teknologi dan pengetahuan yaitu dengan memberikan istilah
tentang pemanfaatan TIK untuk penyuluhan pertanian dengan sebutan cyber
extension.
Berdasarkan state of the art dan beberapa latar belakang kegiatan penelitian
ini, permasalahan yang perlu dijawab melalui penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Sejauhmana tingkat pemanfaatan TIK dalam meningkatkan kompetensi
penyuluh?
4
2. Sejauhmana hubungan karakteristik penyuluh, faktor lingkungan, dan
motivasi penyuluh dengan tingkat pemanfaatan TIK?
3. Sejauhmana hubungan tingkat pemanfaatan TIK dengan tingkat kompetensi
penyuluh?
4. Faktor-faktor apa saja yang membedakan status penyuluh (PNS dan THL-
TBPP) dalam pemanfaatan TIK?
Tujuan Penelitian
Tujuan utama penelitian ini adalah melihat tingkat pemanfaatan TIK oleh
penyuluh yang berhubungan dengan karakteristik penyuluh, keterdedahan
penyuluh terhadap media dan motivasi penyuluh, sedangkan tujuan spesifik
penelitian yang perlu dicarikan jawabannya, yaitu untuk:
1. Mengkaji tingkat pemanfaatan TIK dalam meningkatkan kompetensi
penyuluh.
2. Menganalisis hubungan karakteristik penyuluh, faktor lingkungan, dan
motivasi penyuluh dengan tingkat pemanfaatan TIK.
3. Menganalisis hubungan tingkat pemanfaatan TIK dengan tingkat
kompetensi penyuluh.
4. Menganalisis perbedaaan status penyuluh (PNS dan THL-TBPP) dalam
pemanfaatan TIK.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi instansi
yang berkompeten dalam bidang penyebarluasan hasil-hasil penelitian dan
pengkajian dan bagi dinas lingkup pertanian dalam memperhatikan penyediaan
TIK bagi penyuluh pertanian. Secara rinci manfaat hasil penelitian ini adalah:
1. Untuk mengimbangi tuntutan dinamika kompetensi penyuluh yang terus
berkembang, pemerintah pusat (Kementerian Pertanian) dan pemerintah
daerah perlu mengambil kebijakan untuk menciptakan iklim belajar yang
kondusif bagi penyuluh melalui pemanfaatan TIK. Penelitian ini diharapkan
menghasilkan informasi tentang TIK yang dapat meningkatkan kompetensi
penyuluh.
2. Sebagai bahan masukan bagi instansi yang berkompeten dalam bidang
diseminasi hasil penelitian untuk menyediakan media informasi teknologi
pertanian yang tepat guna sesuai dengan kebutuhan sasaran.
3. Sebagai bahan masukan bagi penentu kebijakan terutama Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian (BPTP) dalam melaksanakan proses diseminasi
teknologi pertanian agar lebih efektif dan efisien dengan pemanfaatan TIK
oleh penyuluh.
4. Sebagai bahan masukan bagi peneliti dan penyuluh pertanian dalam rangka
menyusun program penelitian dan penyuluhan serta merancang media yang
tepat dalam percepatan alih teknologi.
5. Menjadi dasar untuk penelitian lebih lanjut dalam ilmu komunikasi dengan
menggunakan pendekatan dan metode yang berbeda.
5
2 TINJAUAN PUSTAKA
Penyuluh dan Penyuluhan Pertanian
Menurut Undang Undang Nomor 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, yang dimaksud dengan penyuluhan
pertanian, perikanan, kehutanan yang selanjutnya disebut penyuluhan adalah
proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan
mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi
pasar, teknologi, permodalan, dan sumber daya lainnya. Hal ini sebagai upaya
untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan dan
kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi
lingkungan hidup. Sejalan dengan itu, yang dimaksud dengan penyuluh pertanian,
penyuluh perikanan, dan penyuluh kehutanan, baik penyuluh PNS, swasta,
maupun swadaya, yang selanjutnya disebut penyuluh adalah perorangan warga
negara Indonesia yang melakukan kegiatan penyuluhan.
Penyuluh Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut penyuluh PNS
adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan
hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang pada satuan organisasi lingkup
pertanian, perikanan, atau kehutanan untuk melakukan kegiatan penyuluhan.
Penyelenggaraan penyuluhan dapat dilaksanakan oleh pelaku utama (petani) dan
atau warga masyarakat lainnya sebagai mitra pemerintah dan pemerintah daerah,
baik secara sendiri-sendiri maupun bekerja sama, yang dilaksanakan secara
terintegrasi dengan programa pada tiap-tiap tingkatan administrasi pemerintah
(Deptan RI, 2006).
Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian (THL-TBPP) yaitu
tenaga kontrak penyuluh pertanian yang direkrut oleh pemerintah pusat yakni
Kementerian Pertanian Republik Indonesia sejak tahun 2007 sampai dengan tahun
2009 dan menjalankan tupoksi serta mendapatkan kewenangan dalam
menjalankan tugas yang sama dengan penyuluh pertanian PNS. (Menpan, 2008)
Penyuluhan pada hakekatnya adalah suatu cara proses penyebaran informasi
yang berkaitan dengan upaya perbaikan cara-cara bertani dan berusaha tani demi
tercapainya peningkatan produktivitas, pendapatan petani dan perbaikan
kesejahteraan masyarakat atau keluarga yang diupayakan melalui kegiatan
pembangunan pertanian. Penyebaran informasi yang dimaksud mencakup
informasi tentang ilmu dan teknologi yang bermanfaat, analisis ekonomi dan
upaya rekayasa sosial yang berkaitan dengan pengembangan usaha tani serta
peraturan dan kebijakan pendukung.
Lebih lanjut dikatakan bahwa penyuluhan juga berorientasi pada perubahan
perilaku melalui suatu proses pendidikan. Dalam penyuluhan terkandung adanya
perubahan sikap dan keterampilan masyarakat agar mereka tahu, mau dan mampu
melaksanakan perubahan-perubahan dalam usaha taninya, demi tercapainya
peningkatan produksi, pendapatan dan perbaikan kesejahteraan keluarga atau
masyarakat (Mardikanto, 2010)
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor: PER/02/Menpan/2/2008, bahwa tugas pokok dan fungsi penyuluh
pertanian adalah melakukan kegiatan yaitu: 1) Menyiapkan dan merencanakan
5
6
pelaksanaan penyuluhan yang meliputi, kemampuan dalam mengidentifikasi
potensi wilayah, kemampuan mengidentifikasi agroekosistem, kemampuan
mengidentifikasi kebutuhan teknologi pertanian, kebutuhan menyusun program
penyuluhan, dan kemampuan menyusun rencana kerja penyuluhan; 2)
Melaksanakan penyuluhan pertanian meliputi kemampuan menyusun materi
penyuluhan, kemampuan menerapkan metode penyuluhan, baik metode
penyuluhan perorangan maupun penyuluhan kelompok serta metode penyuluhan
massal, juga memiliki kemampuan membina kelompok tani sebagai kelompok
pembelajaran dan kemampuan mengembangkan swadaya dan swakarsa petani
nelayan; 3) Kemampuan membuat evaluasi dan pelaporan pelaksanaan
penyuluhan; 4) Kemampuan mengembangkan penyuluhan pertanian seperti
merumuskan kajian arah penyuluhan, menyusun pedoman pelaksanaan
penyuluhan dan mengembangkan sistem kerja penyuluhan pertanian; 5)
Pengembangan profesi penyuluh pertanian yang meliputi penyusunan karya tulis
ilmiah dan ilmu populer bidang penyuluhan pertanian dan penerjemahan buku
penyuluhan; dan 6) Kegiatan penunjang penyuluhan pertanian yang meliputi
seminar dan lokakarya penyuluhan pertanian.
Penyelenggaraan penyuluhan pertanian untuk masa yang akan datang
haruslah dipola secara terpadu dan integratif. Baik secara perencanaan
kegiatannya, peningkatan kualitas SDM dan fasilitas fisik lainnya, kelembagaan
dan mekanisme kerjanya, serta kontrol dan sistem evaluasi yang ketat. Hal ini
sangat perlu dilakukan karena tanpa didukung dengan fungsi manajemen yang
baik, maka kegiatan penyuluhan akan mengalami kebuntuan, mandeg, tidak
visioner, dan kurang memperhitungkan perubahan keadaan lingkungan yang
dinamis.
Tantangan yang dihadapi oleh para penyuluh pertanian saat ini cukup berat
dan kompleks, minimal ada tiga tantangan utama yang harus dihadapi dan
sekaligus untuk diatasi oleh para penyuluh di antaranya: 1) Perkembangan
teknologi pertanian dan teknologi informasi, 2) Perkembangan politik
pembangunan pertanian, 3) Perkembangan tata perekonomian dunia yang
mengarah kepada perdagangan bebas. Ketiga tantangan tersebut, secara langsung
dan tidak langsung membawa konsekuensi logis yang berbeda dan beragam.
Perkembangan teknologi dan informasi yang semakin maju pesat, membawa
implikasi kepada kegiatan penyuluhan dalam memanfaatkan perkembangan
tersebut. Di lain sisi, para penyuluh belum sepenuhnya dapat mengambil manfaat
dari perkembangan teknologi ini.
Pengaruh perkembangan politik pembangunan pertanian saat ini lebih
banyak diwarnai oleh kebijakan pembangunan yang otonom sesuai dengan
semangat otonomi daerah. Sebagai akibat turunan dari aspek ini, setiap daerah
mempunyai kebijakan yang berbeda menyangkut kebijakan penyuluhan
pertaniannya.
Hasil penelitian Marius et al. (2007) mengenai kompetensi penyuluh
mengungkapkan bahwa di dalam era otonomi daerah perhatian pemerintah daerah
menurun seperti hampir tidak adanya penggunaan informasi dalam bentuk leaflet,
brosur dan lain-lain. Begitu juga dengan pemberian dana, sarana/prasarana,
dukungan masyarakat dan keluarga juga menurun, penggunaan teknologi
pertanian oleh petani terbatas, motivasi penyuluh rendah. Senada dengan hasil
penelitian Margono et al. (2011) yang membahas mengenai gap antara hubungan
7
pemerintah pusat dengan penyuluh dalam penyebaran informasi mengungkapkan
bahwa sumber informasi sekunder yang dapat diakses oleh penyuluh, bukan
tergolong dalam kasus informasi primer. Mengenai isu yang berkaitan dengan
jenis atau ragam informasi, perlunya portal bagi penyuluh dalam mengakses
informasi dan akses ke katalog online database bagi pusat-pusat informasi
sehingga interoperabilitas lintas kelembagaan dan database repositori menjadi isu
penting dalam memberikan portal informasi di bidang pertanian.
Konsekuensi dari tantangan yang ketiga adalah ekonomi yang dapat
bersaing adalah yang memiliki tingkat efisiensi yang tinggi. Efisiensi yang tinggi
tercapai jika teknologi menjadi input utama dalam proses produksi. Peran
penyuluh semakin penting untuk memasukan teknologi tersebut.
Penyuluhan pertanian tengah mengalami kegamangan dalam menghadapi
tantangan perubahan ini. Penyuluhan dan penyuluh belum sepenuhnya mampu
beradaptasi dengan perubahan ini. Oleh karena itu perubahan dan peningkatan
peran penyuluh sangat perlu dilakukan, karena perubahan sosial ekonomi petani
ke arah yang lebih baik memerlukan transfer teknologi lewat tangan-tangan
penyuluh. Peran penyuluh lainnya antara lain:
1. Peran Penyuluh sebagai tenaga teknis edukatif. Dalam peranan ini penyuluh
dapat bertindak sebagai penyedia jasa konsultan (pendidikan), termasuk di
dalamnya penyuluh dapat melakukan tindakan membimbing, melatih,
mengarahkan, dan memberikan transfer informasi dan teknologi usaha tani.
Perubahan perilaku pada tiga domain utama (pengetahuan, sikap, dan
keterampilan) menjadi bagian tugas yang tidak terpisahkan dalam peranan
penyuluh sebagai konsultan/tenaga pendidikan pertanian. Sebagai tenaga
teknis edukatif, seorang penyuluh pertanian mampu melakukan
penyelenggaraan proses belajar mengajar sesuai prinsip-prinsip pendidikan
orang dewasa.
2. Peran penyuluh sebagai pemberdaya petani. Sebagai pemberdaya petani,
penyuluh diharapkan mampu memberikan semangat dan energi yang penuh
bagi kemandirian hidup petani, sehingga petani mau dan mampu untuk
memecahkan persoalan yang dihadapinya secara independen dan swadaya.
Tentunya dalam hal ini tindakan yang perlu dilakukan penyuluh sebagai
pemberdaya petani di antaranya:
a. Penyuluh sebagai insiator: senantiasa memberikan gagasan/ide baru yang
inovatif, adaptif, dan fleksibel.
b. Penyuluh sebagai fasilitator: selalu memberikan alternatif solusi dari
setiap problema yang dihadapi petani, dan mampu memberikan akses
kepada tujuan pasar dan perbaikan modal usaha.
c. Penyuluh sebagai motivator: senantiasa penyuluh memberikan dorongan
semangat agar petani mau dan mampu bertindak untuk kemajuan.
d. Penyuluh sebagai evaluator: senantiasa penyuluh mampu melakukan
tindakan korektif, mampu melakukan analisis masalah.
3. Peran penyuluh sebagai petugas profesional mandiri yang berkeahlian
spesifik. Penyuluh yang profesional adalah penyuluh yang mampu
memposisikan diri dalam tugasnya sebagai milik petani dan lembaganya
serta bertanggung jawab penuh terhadap profesinya.
8
4. Penyuluh berperan sebagai entrepreneurship (kewirausahaan)
Kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku dan kemampuan seseorang
dalam menangani usaha atau kegiatan yang mengarah pada upaya mencari,
menciptakan serta menerapkan cara kerja, teknologi dan produk baru
dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang
lebih baik dan atau memperoleh keuntungan yang lebih besar (Keputusan
Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusahan Kecil Nomor
961/KEP/M/XI/1995).
Karakteristik Individu Penyuluh
Karakteristik individu merupakan sifat-sifat atau ciri-ciri seseorang yang
berhubungan dengan semua aspek kehidupan dan lingkungannya. Karakter
tersebut terbentuk oleh faktor biologis yang mencakup genetik, sistem syaraf serta
sistem hormonal, dan faktor sosio-psikologis berupa komponen-komponen konatif
yang berhubungan dengan kebiasaan dan afektif (Rakhmat, 2001).
Menurut Padmowihardjo (2004), umur bukan merupakan faktor psikologis,
tetapi apa yang diakibatkan oleh umur adalah faktor psikologis. Seseorang yang
berumur 15-25 tahun akan belajar lebih cepat dan berhasil mempertahankan
retensi belajar jika diberi bimbingan belajar dengan baik. Kemampuan belajar
berkembang hingga usia 45 tahun dan terus menurun setelah mencapai usia 55
tahun.
Kemampuan belajar diperoleh salah satunya melalui jalur pendidikan.
Hakekat dalam pendidikan adalah adanya proses belajar yang ditandai dengan
adanya perubahan perilaku baik aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor.
Pendidikan memberikan nilai-nilai tertentu dalam berpikir dan berperilaku. Oleh
karena itu pendidikan akan berpengaruh terhadap pola pikir dan perilaku
seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, ada kecenderungan
semakin tinggi pula pengetahuan, sikap dan keterampilan (Slamet, 2003). Bahkan
menurut Mardikanto (2010), makin tinggi tingkat pendidikan seseorang
berpengaruh terhadap efisien bekerja dan semakin banyak tahu cara-cara dan
teknik bekerja yang lebih baik dan lebih menguntungkan. Senada yang
diungkapkan oleh Nwafor dan Akubue (2008) bahwa tingkat pendidikan
mempengaruhi penggunaan radio dan televisi di Nigeria. Radio dan program
televisi yang terkenal di kalangan perempuan berupa siaran berita, program sosial
budaya, musik dan drama. Masalah yang menghambat penggunaan radio dan
televisi oleh perempuan yaitu kendala waktu, dan kondisi ekonomi. Dalam
penelitian ini pendidikan yang dimaksudkan adalah jenjang pendidikan formal
yang pernah diikuti penyuluh. berdasarkan uraian di atas tingkat pendidikan
penyuluh akan berpengaruh terhadap pemanfaatan media.
Berkaitan dengan pengalaman atau masa kerja seorang penyuluh dapat
disimpulkan berapa lamanya penyuluh pertanian melakukan penyuluhan pertanian
dan mempelajari kondisi wilayah kerjanya yang berhubungan dengan kegiatan
penyuluhan pertanian. Diharapkan dari pengalaman melaksanakan kegiatan
penyuluhan tersebut, menumbuhkan motivasi kerja dan menambah wawasan bagi
penyuluh pertanian itu sendiri sehingga ada ilmu yang dapat dijadikan contoh
penyuluh lainnya atau penyuluh yang lebih muda.
9
Hasil penelitian Alfred dan Odefadehan (2007) mengungkapkan bahwa
hanya pengalaman kerja penyuluh yang memiliki hubungan yang signifikan
dengan kebutuhan informasi mereka. Selain itu juga menemukan bahwa penyuluh
menerima beberapa sumber informasi yaitu pelatihan, penelitian, buku, buletin
teknis, seminar dan supervisor, sementara sumber informasi yang lain yaitu klien
dan rekan dianggap tidak efektif.
Menurut Saleh (2009), karakteristik personal dan sosial ekonomi keluarga
santri pesantren tradisional dan modern seperti usia, lama menetap, status
ekonomi, keluarga dan mobilitas sosial berhubungan nyata dengan perubahan
sosiokultural serta terdapat hubungan yang sangat nyata antara keterdedahan
media massa dengan perubahan sosiokultural yang terjadi di pesantren tradisional
maupun modern.
Lebih lanjut Anwas et al. (2009) menyebutkan bahwa intensitas
pemanfaatan media massa dan media lingkungan rendah, sedangkan pemanfaatan
media terprogram dalam kategori sedang. Pemanfaatan media ini dipengaruhi oleh
tingkat pendidikan formal, kepemilikan media komunikasi dan informasi,
motivasi penyuluh, dukungan anggota keluarga penyuluh, dan tuntutan klien.
Teknologi Informasi dan Komunikasi
Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) sebagai bagian dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, secara umum adalah semua teknologi yang
berhubungan dengan pengambilan, pengumpulan, pengolahan, penyimpanan,
penyebaran dan penyajian informasi. Teknologi ini merupakan hasil perpaduan
dari dua teknologi yang sebelumnya dikembangkan secara terpisah, yaitu
komputer untuk data digital, dan komunikasi untuk suara. Didorong oleh
perkembangan teknologi mikroelektronika, perbedaan antara keduanya menjadi
tidak terlalu berarti (Kemeneg Ristek RI, 2006).
Teknologi informasi dan komunikasi perkembangannya paling pesat
dibanding dengan teknologi-teknologi lain dan dipercaya belum kelihatan titik
jenuhnya dalam beberapa dekade terakhir, bahkan semakin mengagumkan. Dalam
perkembangannya, teknologi informasi sudah mengarah pada teknologi dengan
ciri-ciri konvergensi, miniaturisasi, embedded, on demand, grid, intellegent,
wireless inter networking, open source, seamles integration, dan umbiquitous
(Kemeneg Ristek RI, 2006).
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi di tingkat nasional
tergolong cepat. Kekuatan yang menjadi pendorong percepatan perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi antara lain disebutkan dalam Kementerian
Negara Ristek RI (2006) adalah: 1) Indonesia mempunyai jumlah tenaga kerja
yang cukup besar, terampil dan berpengalaman; 2) Industri besar di bidang
teknologi informasi dan komunikasi sudah melakukan investasi di Indonesia
seperti IBM, Microsoft, INTEL, Oracle, SUN Microsystem, dan lain-lain; 3)
Secara alamiah telah terbentuk pengelompokan industri teknologi informasi dan
komunikasi yang berpotensi membangun klaster, antara lain: Wilayah Priangan
(Bandung High Tech Valley – BHTV), RICE Bali, Toba Group, Pulau Batam; 4)
Industri pendukung seperti Integrated Circuit (IC), Computerary Tube (CRT),
Liquid Computer Display (LCD), Handphone, Camera Digital, Lensa Digital,
10
Personal Computer Board (PCB), komponen plastik, komponen casing sudah
diproduksi di Indonesia; 5) Tersedianya infrastruktur walaupun belum merata di
seluruh nusantara.
Selain faktor kekuatan terdapat beberapa kelemahan dalam pemanfaatan
teknologi informasi dan komunikasi, antara lain: 1) Lingkungan usaha belum
sepenuhnya kondusif, terutama belum adanya kepastian hukum; 2) Dukungan
riset dan pengembangan transfer teknologi masih lemah, karena terbatasnya
pembiayaan; 3) Belum tersedianya Standar Nasional Indonesia (SNI) bagi produk
teknologi informasi dan komunikasi; 4) Pasar ekspor masih terbatas; 5)
Terbatasnya SDM yang profesional; 6) Ketergantungan barang modal, komponen
dan bahan baku impor masih tinggi; 7) Potensi usaha berbasis teknologi informasi
dan komunikasi belum dikembangkan secara optimal; 8) Tingginya tingkat
pembajakan piranti perangkat lunak (Kemeneg Ristek RI, 2006). Sementara itu
dikemukakan oleh Kemenneg Ristek RI beberapa peluang pengembangan dan
pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, seperti: 1) Membaiknya
perekonomian nasional; 2) Semangat reformasi dan demokrasi; 3)
Berkembangnya ekonomi baru; 4) Meningkatnya akses informasi; dan 5) Adanya
globalisasi yang dapat memperluas jaringan kerjasama.
Fokus pembangunan nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi yaitu mengembangkan
teknologi informasi dan komunikasi untuk mengurangi kesenjangan informasi,
mengurangi pembajakan Hak Kekayaan Intelektual, dan mengurangi belanja
teknologi impor, yang meliputi: telekomunikasi berbasis Internet Protocol (IP),
penyiaran multimedia berbasis digital, aplikasi perangkat lunak berbasis open
source, telekomunikasi murah untuk desa terpencil, teknologi digital untuk
industri kreatif, dan infrastruktur informasi (Kemeneg Ristek RI, 2006).
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi
di Bidang Pertanian
Informasi teknologi pertanian memegang peranan penting dalam proses
pembangunan pertanian. Tersedianya berbagai sumber informasi yang akan
mendesiminasikan (menyebarkan) atau menyampaikan informasi teknologi
pertanian dapat mempercepat kemajuan usaha pertanian di pedesaan. Pada era
globalisasi dan informasi dewasa ini, perkembangan informasi ilmu pengetahuan
dan teknologi sangat pesat seiring dengan kemajuan teknologi informasi.
Informasi merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat luas, baik peneliti, dosen,
mahasiswa maupun pengguna jasa informasi lainnya.
Terbukanya pasar global dan peningkatan selera konsumen ke arah mutu
produk pertanian yang lebih tinggi merupakan tantangan yang harus ditanggapi
secara sistematis, antara lain dengan mengoptimalkan kegiatan diseminasi
(penyebarluasan informasi) hasil penelitian dan teknologi pertanian melalui
berbagai media, baik media cetak (buku, prosiding, jurnal, brosur, leaflet atau
folder dan poster), media elektronik (televisi, radio, CD, surat elektronik, dan
internet) maupun melalui tatap muka, berupa seminar, lokakarya, workshop atau
apresiasi dan advokasi (Setiabudi, 2004).
Sehubungan dengan hal tersebut, maka komunikasi pembangunan yang
merupakan serangkaian usaha untuk mengkomunikasikan program-program
11
pembangunan dapat bermanfaat dan menimbulkan efek serta dampak pesan
kepada masyarakat. Kegiatan mendidik dan memotivasi masyarakat merupakan
unsur yang paling utama dalam komunikasi pembangunan. Tujuannya untuk
menanamkan gagasan-gagasan, sikap mental dan mengajarkan keterampilan yang
dibutuhkan oleh suatu negara berkembang.
Pesan pembangunan dapat disampaikan melalui media massa seperti
televisi, radio, surat kabar, majalah, film teatrikal dan media cetak lainnya seperti
poster, pamflet, spanduk dan lain sebagainya. Chury et al. (2012) menyatakan
bahwa radio merupakan saluran yang paling efektif untuk mendapatkan informasi
mengenai iklim.
Surat kabar juga memiliki banyak substansi informasi yang mana salah
satunya berisi informasi di bidang pertanian. Informasi pertanian merupakan salah
satu faktor yang paling penting dalam produksi dan tidak ada yang menyangkal
bahwa informasi pertanian dapat mendorong ke arah pembangunan yang
diharapkan. Informasi pertanian merupakan aplikasi pengetahuan yang terbaik
yang akan mendorong dan menciptakan peluang untuk pembangunan dan
pengurangan kemiskinan.
Hasil penelitian Usman et al. (2012) mengemukakan bahwa infrastruktur
yang penting dan lebih banyak diminta yaitu dalam bentuk TIK guna
pengembangan inovasi dan penggunaan sumber daya secara efektif,
memanfaatkan metodologi baru dan pasar untuk peningkatan taraf hidup petani.
Lebih lanjut Usman et al. (2012) mengungkapkan, bahwa TIK harus dimasukkan
ke dalam semua usaha yang berhubungan dengan pembangunan pertanian.
Kesadaran harus dihasilkan dari kalangan petani muda dan setengah baya tentang
ketersediaan layanan TIK untuk meningkatkan partisipasi dan inisiatif.
Penggunaan media massa dalam penyuluhan yang patut dipertimbangkan
adalah peranannya dalam program penyuluhan dan penggunaan secara efektif.
Surat kabar, majalah, radio dan televisi merupakan media yang paling murah
untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa media massa dapat mempercepat proses perubahan, tetapi jarang dapat
menyebabkan perubahan dalam perilaku, karena pengirim dan penerima pesan
cenderung menggunakan pesan selektif saat menggunakan media massa sehingga
pesan mengalami distorsi. Sangat disadari bahwa tidak seorangpun dapat
membaca semua penerbitan, penelitian menunjukkan bahwa dasar pemilihan
media terletak pada kegunaan yang diharapkan. Misalnya untuk keperluan
memecahkan masalah, mengetahui yang sedang terjadi di sekeliling atau untuk
sekedar santai, juga untuk keperluan agar dapat berpartisipasi dalam diskusi atau
mengukuhkan pendapat mengenai suatu hal (Murfiani, 2006).
Hal ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Molony
(2008) yang mengungkapkan bahwa kemampuan berkomunikasi dengan
menggunakan TIK, tidak serta merta mengubah hubungan kepercayaan diantara
petani dan pembeli yang bertindak sekaligus sebagai kreditur. Dalam situasi
tersebut, banyak petani tidak dapat memanfaatkan layanan handphone untuk
mencari informasi tentang harga pasar, dan pembeli potensial di pasar lain.
Hasil penelitian Suryantini (2003) menunjukkan bahwa informasi teknis
sangat dibutuhkan oleh penyuluh untuk materi penyuluhan. Motivasi kognitif
penyuluh pertanian dalam penggunaan sumber informasi adalah untuk
memperoleh pengetahuan atau informasi yang sesuai dengan kebutuhan. Sumber
12
informasi yang paling banyak digunakan adalah sumber interpersonal (sesama
penyuluh dan kontak tani/petani maju) dan media cetak (surat kabar).
Lebih jauh hasil penelitian tentang TIK yaitu berupa media booklet dan
leaflet yang dikaji oleh Adawiyah (2003), dan Nuh (2004) telah membuktikan
bahwa media komunikasi berbentuk cetak tersebut sangat efektif dalam
meningkatkan pengetahuan dan mengubah sikap khalayak sasarannya, juga
penelitian ini menjelaskan bahwa gambar foto dan tampilan berwarna
menunjukkan hasil yang sangat efektif dalam meningkatkan pengetahuan dan
merubah sikap responden.
Hasil penelitian lain yang berkaitan dengan TIK mengungkapkan bahwa
dalam memberdayakan petani sayuran disusun strategi konvergensi komunikasi
melalui pemanfaatan cyber extension dengan mengembangkan komunikasi
banyak tahap (multi step flow communication) dan kombinasi media komunikasi
lain sesuai dengan karakteristik petani (Mulyandari, 2011). Hal lain menunjukkan
bahwa cyber extension menjembatani kesenjangan komunikasi antara peneliti,
penyuluh pertanian, petani dan stakeholders terkait.
Ahuja (2011) mengungkapkan ketersediaan informasi melalui internet
membantu proses penyuluhan pertanian lebih cepat dan efektif. Hal ini dikuatkan
oleh Chury et al. (2012) bahwa internet diidentifikasi sebagai saluran yang
penting untuk berbagi pengetahuan pertanian di saat kegiatan pelatihan teknis
diberikan.
Keterdedahan terhadap TIK
Media memiliki kemampuan yang besar untuk menyebarkan pesan-pesan
pembangunan kepada banyak orang, yang tinggal ditempat yang terpisah dan
tersebar, secara serentak dan dengan kecepatan tinggi. Meskipun tingkat literasi
fungsional pada banyak bangsa di Dunia Ketiga itu masih rendah, cepatnya
penyebaran informasi diharapkan dapat mengatasi rendahnya pendidikan formal
sebagai suatu penghambat keterdedahan pada media massa lebih tinggi.
Keterdedahan adalah melihat, mendengarkan, membaca atau secara lebih
umum mengalami dengan sedikitnya sejumlah perhatian minimal pada pesan
media. Keterdedahan pada media massa mempunyai korelasi yang tinggi,
sehingga dapat dibuat suatu indeks keterdedahan pada media massa. Indikator
keterdedahan pada media massa paling tidak dikotomikan ke dalam hal berikut:
1. Sedikitnya pernah terdedah (misalnya kebiasaan membaca surat kabar sekali
dalam seminggu).
2. Tidak terdedah.
Keterdedahan penyuluh pada media komunikasi berhubungan dengan
tingkat pemanfaatan TIK dalam diseminasi inovasi kepada petani. Keterdedahan
terhadap media massa mempunyai indikasi positif terhadap respons peternak guna
meningkatkan produktivitasnya. Keterdedahan media komunikasi adalah
intensitas masyarakat atau khalayak dalam menggunakan media komunikasi.
Keterdedahan terdapat dua indikator yaitu: 1) Frekuensi keterdedahan, yaitu
jumlah intensitas khalayak terdedah terhadap media massa, 2) Durasi
13
keterdedahan, yaitu lamanya waktu khalayak terdedah terhadap media massa
(Asmirah, 2006).
Hasil penelitian Awaliyah (2011), menjelaskan bahwa keterdedahan petani
terhadap televisi berhubungan nyata dengan pengetahuan dan tindakan petani.
Interaksi petani terhadap PPL berhubungan nyata dengan pengetahuan dan
tindakan petani. Begitu pula dengan Setiabudi (2004) bahwa karakteristik
penyuluh pertanian (kecuali penghasilan), keterdedahan terhadap media, motivasi
penyuluh, ketersediaan media mempunyai hubungan nyata terhadap penggunaan
dan pemanfaatan media informasi teknologi pertanian.
Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan merupakan faktor-faktor di luar diri individu yang
mempengaruhi dalam kehidupannya. Menurut Sumaryanto dan Siregar (2003),
faktor eksternal (pengaruh lingkungan luar) tidak dapat dikendalikan oleh
seseorang, karena berada di luar kendalinya maka perilaku faktor eksternal
tersebut dianggap “given.” Lebih jauh dikemukakan bahwa, ada dua faktor
eksternal yaitu: 1) berada di luar kendali seseorang (strictly external), dan 2)
seseorang bisa mengendalikan dengan bantuan orang lain (quasi external).
Pengaruh faktor lingkungan tersebut jika mendukung atau sesuai dengan
kebutuhan seseorang maka akan membantu dalam kelancaran pelaksanaan tugas-
tugas. Sebaliknya apabila tidak sesuai bisa menjadi penghambat. Beberapa faktor
lingkungan yang berpengaruh terhadap seseorang di antaranya, kebijakan
pemerintah daerah, dukungan keluarga, dukungan kelembagaan, serta iklim
belajar. Dalam penelitian ini faktor lingkungan yang diduga dapat dikendalikan
pihak lain (quasi external) meliputi: iklim belajar dan dukungan kebijakan
Pemerintah Daerah (Pemda).
Iklim belajar merupakan satu bentuk dukungan lembaga penyuluhan dalam
meningkatkan kualitas SDM penyuluh. Undang Undang Nomor 16 Tahun 2006
mengamanatkan peningkatan SDM penyuluh dalam bentuk pendidikan dan
latihan merupakan tanggung jawab pemerintah dalam hal ini lembaga penyuluhan.
Hakekat dari pendidikan dan pelatihan ini tidak hanya terbatas pada
pendidikan di dalam ruangan khusus akan tetapi adalah bagaimana menciptakan
iklim belajar yang kondusif bagi penyuluh. Dengan kata lain, lembaga penyuluhan
perlu mendukung penyuluh untuk terus belajar meningkatkan kemampuannya
melalui suatu kondisi lembaga yang kondusif untuk belajar. Adapun lingkungan
yang dimaksudkan adalah: 1) dorongan atau kemudahan untuk melanjutkan
pendidikan formal, 2) dukungan mengikuti pelatihan, 3) ketersediaan TIK, 4)
kemudahan akses informasi, dan 5) dukungan melakukan ujicoba inovasi.
Dukungan kebijakan pemerintah daerah (kabupaten/kota). Dalam
Undang Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian,
Perikanan, dan Kehutanan ditegaskan bahwa kelembagaan penyuluhan adalah
lembaga pemerintah dan/atau masyarakat yang mempunyai tugas dan fungsi
menyelenggarakan penyuluhan. Penyuluh PNS dilakukan oleh kelembagaan
penyuluhan pemerintah. Secara lebih rinci dalam undang-undang tersebut
dijelaskan bahwa kelembagaan penyuluhan pemerintah terdiri atas: 1) Pada
tingkat pusat berbentuk badan yang menangani penyuluhan, 2) Pada tingkat
14
provinsi berbentuk Badan Koordinasi Penyuluhan, 3) Pada tingkat kabupaten/kota
berbentuk badan pelaksana penyuluhan, dan 4) Pada tingkat kecamatan berbentuk
Balai Penyuluhan. Kelembagaan penyuluhan pada tingkat desa/kelurahan
berbentuk pos penyuluhan.
Kebijakan pemerintah daerah kabupaten/kota terhadap penyuluhan yang
paling mudah dilihat adalah dukungan terhadap realisasi kelembagaan penyuluhan
sesuai dengan Undang Undang Nomor 16 Tahun 2006. Di samping itu realisasi
dukungan anggaran dan dukungan pengembangan SDM penyuluh menjadi
indikator penting dalam mengkaji kebijakan pemda terhadap penyuluhan. Oleh
karena itu, indikator yang digunakan terhadap peubah dukungan Pemda adalah
dukungan terhadap realisasi kelembagaan penyuluhan, komitmen dukungan
realisasi anggaran dalam penyelenggaraan penyuluhan.
Kondisi ini juga dapat dilihat pada kelembagaan petani yang masih
dipengaruhi oleh tuntutan dan strategi kebijakan pembangunan pertanian.
Pemahaman sosial budaya dan kelembagaan membantu memilah faktor-faktor
tertentu kedalam suatu urutan kegiatan yang mendekati kondisi kultural petani
yang melakukan kegiatan usahatani masing-masing. Pemahaman sosial budaya
meliputi penguasaan pranata sosial dan tatanan sosial setempat, termasuk dalam
pranata dan tatanan sosial tersebut antara lain adalah peran kelembagaan petani
dalam kaitan dengan kegiatan usahatani dan pembangunan pertanian, peran
kepemimpinan lokal, dan pola komunikasi yang menggambarkan arah dan arus
informasi dalam suatu lembaga (Suradisastra, 2009).
Posisi, peran, dan fungsi kelembagaan petani seringkali disusun sedemikian
rupa sehingga dapat memaksimalkan pembangunan wilayah sesuai dengan
kebijakan pembangunan setempat. Dalam kondisi demikian, kelembagaan petani
diposisikan sebagai alat untuk mencapai tujuan pembangunan dan bukan untuk
menyejahterakan petani. Pendekatan seperti ini secara langsung atau tidak
langsung, terasa atau tidak terasa, telah mengubah, mengerdilkan, atau
melumpuhkan kelembagaan tertentu. Namun di sisi lain tidak dapat disangkal
bahwa kelembagaan petani yang dibentuk secara paksa juga dapat meningkatkan
efisiensi dan kinerja kelembagaan petani ke arah yang lebih baik.
Peran lain dari suatu kelembagaan petani adalah peran menggerakkan tindak
komunal. Suatu lembaga struktur umumnya memiliki potensi kolektif yang
berasal dari para anggotanya. Sikap kolektif sebagai suatu kesatuan kini
merupakan tantangan tersendiri bagi para pelaksana pembangunan pertanian.
Memahami dan memanfaatkan secara tepat sifat-sifat komunal dan sosial capital
lain akan memberikan dampak yang diharapkan (Syahyuti, 2007).
Kelembagaan petani cenderung hanya diposisikan sebagai alat untuk
mengimplementasikan proyek belaka, belum sebagai upaya untuk pemberdayaan
yang lebih mendasar. Ke depan, agar dapat berperan sebagai aset komunitas
masyarakat desa yang partisipatif, maka pengembangan kelembagaan harus
dirancang sebagai upaya untuk peningkatan kapasitas masyarakat itu sendiri
sehingga menjadi mandiri (Syahyuti, 2007).
Masalah utama pengembangan kelembagaan petani adalah fakta bahwa
pemahaman terhadap konsep lembaga atau kelembagaan lebih terpaku pada
organisasi, baik organisasi formal maupun organisasi non formal. Masalah lain
dalam pengembangan lembaga organisasi petani adalah sikap sosial anggota
kelembagaan dan masyarakat sekitarnya, terutama yang berkaitan dengan daya
15
lenting sosial komunitas petani yang dilibatkan dalam pembentukan atau
pengembangan lembaga petani di suatu wilayah, tetapi saat ini kelembagaan
petani dalam hal ini adalah gapoktan, diberi pemaknaan baru, termasuk bentuk
dan peran yang baru. Gapoktan menjadi lembaga gerbang (gateway institution)
yang menjadi penghubung petani satu desa dengan lembaga-lembaga lain di
luarnya. Gapoktan diharapkan berperan untuk fungsi-fungsi pemenuhan
permodalan pertanian, pemenuhan sarana produksi, pemasaran produk pertanian,
dan termasuk menyediakan berbagai informasi yang dibutuhkan petani (Syahyuti,
2007)
Sumardjo (2003) mengungkapkan gejala-gejala sosial yang mendorong
kelompok tani berfungsi secara efektif antara lain:
1. Keanggotaan dan aktivitas kelompok lebih didasarkan pada masalah,
kebutuhan, dan minat calon anggota.
2. Kelompok berkembang mulai dari informal efektif dan berpotensi serta
berpeluang untuk berkembang ke formal sejalan dengan kesiapan dan
kebutuhan kelompok yang bersangkutan.
3. Status kepengurusan yang dikelola dengan motivasi mencapai tujuan
bersama dan memenuhi kebutuhan dan kepentingan bersama, cenderung
lebih efektif untuk meringankan beban bersama anggota, dibanding bila
pemecahan masalah dan pemenuhan kebutuhan tersebut dilakukan secara
sendiri-sendiri.
4. Inisiatif anggota kelompok tinggi untuk berusaha meraih kemajuan dan
keefektivan kelompok karena adanya keinginan kuat untuk memenuhi
kebutuhannya.
5. Kinerja kelompok sejalan dengan berkembangnya kesadaran anggota, bila
terjadi penyimpangan pengurus segera dapat dikontrol oleh proses dan
suasana demokratis kelompok.
6. Agen pembaharu cukup berperan secara efektif sebagai pengembang
kepemimpinan dan kesadaran kritis dalam masyarakat atas pentingnya peran
kelompok. Disamping itu, yang dibutuhkan atas kehadiran penyuluh selain
mengembangkan kepemimpinan adalah kemampuan masyarakat
mengorganisir diri secara dinamis dalam memenuhi kebutuhan hidup
kelompok.
7. Kelompok tidak terikat harus berbasis sehamparan, karena yang lebih
menentukan efektivitas dan dinamika kelompok adalah keefektifan pola
komunikasi lokal dalam mengembangkan peran kelompok.
Motivasi Penyuluh
Istilah motivasi berasal dari bahasa Latin, yakni “movere” yang berarti
“menggerakkan” (Winardi, 2007). Menurut Sadirman (2007), motivasi adalah
perubahan energi diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan
didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Swanburg (2000)
mendefinisikan motivasi sebagai konsep yang menggambarkan baik kondisi
ekstrinsik yang merangsang perilaku tertentu dan respons intrinsik yang
menampakkan perilaku manusia. Menurut Moekijat (2002) dalam bukunya
“Dasar-Dasar Motivasi” bahwa motivasi yaitu dorongan/menggerakkan, sebagai
16
suatu perangsang dari dalam, suatu gerak hati yang menyebabkan seseorang
melakukan sesuatu.
Motivasi merupakan seluruh dorongan, keinginan, hasrat, dan tenaga
penggerak atau dorongan lainnya yang berasal dari dalam diri individu untuk
melakukan suatu tindakan. Motivasi memberi tujuan dan arah kepada perilaku
individu (Ahmadi, 2007). Motif adalah suatu dorongan dari dalam diri seseorang
yang menyebabkan orang tersebut melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna
mencapai suatu tujuan. Motif tidak dapat diamati. Adapun aspek yang diamati
adalah kegiatan atau mungkin alasan-alasan tindakan tersebut (Notoatmodjo,
2003).
Motivasi berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya dibagi menjadi
dua yaitu:
a. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor
dari luar, tetapi di dalam diri individu tersebut sudah terdapat dorongan
untuk melakukan sesuatu.
b. Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang ada karena dipengaruhi oleh
faktor-faktor dari luar diri individu tersebut (lingkungan).
Tindakan yang didorong oleh motif-motif instrinsik lebih baik daripada
yang didorong oleh motif ekstrinsik (Notoatmodjo, 2003). Hasil penelitian
Purnaningsih (1999) menunjukkan bahwa motivasi kognitif berhubungan secara
nyata dengan pemanfaatan sumber informasi. Semakin banyak petani yang
menyatakan motivasi kognitifnya untuk memanfaatkan sumber informasi,
semakin banyak pula petani yang memanfaatkan sumber informasi tersebut.
Selanjutnya penelitian Hubeis (2008) mengungkapkan bahwa motivasi penyuluh
(internal dan eksternal) yang rendah akan menyebabkan produktivitas kerjanya
juga menjadi rendah.
Kompetensi Penyuluh
Kompetensi (competency) terkait dengan kemampuan seseorang dalam
melakukan suatu pekerjaan. Kompetensi seringkali diterapkan dalam berbagai
aspek terutama dalam manajemen sumber daya manusia. Banyak perusahaan
besar di dunia menggunakan konsep kompetensi dengan alasan: 1) Memperjelas
standar kerja dan harapan yang ingin dicapai; 2) Alat seleksi karyawan; 3)
Memaksimalkan produktivitas; 4) Sebagai dasar untuk pengembangan sistem; 5)
Memudahkan adaptasi terhadap perubahan; dan 6) Menyelaraskan perilaku kerja
dengan nilai-nilai organisasi (Ruky, 2003).
Banyak pakar mendefinisikan kompetensi secara beragam yang bergantung
pada sudut pandang dan penekanan berbeda. Yamin (2004) menekankan bahwa
kompetensi merupakan kemampuan dasar yang dapat dilakukan seseorang pada
tahap kognitif, afektif, dan psikomotorik. Kemampuan dasar ini akan dijadikan
landasan melakukan proses pembelajaran dan penilaian seseorang.
Sudut pandang yang lebih luas Sumardjo (2006) mengemukakan beberapa
aspek kompetensi bagi penyuluh sarjana berdasarkan kebutuhan pembangunan
masyarakat yaitu: 1) Pemetaan agroekosistem; 2) Komunikasi organisasi; 3)
Kemitraan (networking); 4) Manajemen sistem agribisnis; 5) Advokasi
17
agribisnis; 6) Manajemen kelembagaan kelompok/komunitas; 7) Manajemen
pelatihan; 8) Prinsip-prinsip pendidikan orang dewasa; 9) Metode pengembangan
prestasi (PRA); 10) Metode dan teknik berkomunikasi efektif; 11) Pengolahan
dan analisis data agroekosistem; 12) Rapid Rural Appraisal (RRA); 13) Metode
dan teknik penyuluhan; 14) Prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat; 15)
Perencanaan dan evaluasi penyuluhan; 16) Teknologi informasi; 17) Perancangan
pesan multimedia; 18) Penyusunan karya tulis ilmiah; 19) Identifikasi kebutuhan,
pengembangan motivasi dan kepemimpinan, dan 20) Konsep-konsep
pembangunan agropolitan.
Berkaitan dengan penyelenggaraan penyuluhan pertanian Sumardjo (2006)
mengemukakan bahwa ada delapan kompetensi yang diperlukan penyuluh sarjana
untuk dapat mendukung pelaksanaan tupoksinya yaitu: 1) Kemampuan
berkomunikasi secara konvergen dan efektif; 2) Kemampuan bersinergi kerjasama
dalam tim; 3) Kemampuan akses informasi dan penguasaan inovasi; 4) Sikap
kritis terhadap kebutuhan atau keterampilan analisis masalah; 5) Keinovatifan atau
penguasaan teknologi informasi dan desain komunikasi multi media; 6)
Berwawasan luas dan membangun jejaring kerja; 7) Pemahaman potensi wilayah
dan kebutuhan petani, dan 8) Keterampilan berpikir logis (berpikir sistem).
Hasil penelitian mengenai kompetensi penyuluh yang diungkapkan Marius
et al. (2007) menyatakan bahwa penyuluh yang berkompeten dalam menyiapkan,
mengevaluasi, dan mengembangkan penyuluhan lebih berdampak nyata bagi
petani dibanding hanya sekedar memiliki kompetensi dalam berkomunikasi dan
berinteraksi sosial.
Tuntutan perubahan masyarakat memerlukan rumusan dimensi-dimensi
kompetensi penyuluh pertanian dalam memberdayakan petani. Berdasarkan kajian
teori, hasil-hasil penelitian terdahulu, fungsi sistem penyuluhan (UU No.16 tahun
2006), dan tuntutan kebutuhan masyarakat, maka dalam penelitian ini dirumuskan
tujuh dimensi kompetensi, yaitu: 1) Kompetensi pemahaman potensi wilayah; 2)
Kompetensi komunikasi inovasi; 3) Kompetensi pengelolaan pembelajaran; 4)
Kompetensi pengelolaan pembaharuan; 5) Kompetensi pengelolaan pelatihan; 6)
Kompetensi pengembangan kewirausahaan; dan 7) Kompetensi pemandu sistem
jaringan.
Kerangka Berpikir
Penyuluh pertanian merupakan salah satu mata rantai dalam transfer
teknologi pertanian, yaitu sebagai penghubung antara sumber-sumber informasi
yang berkaitan dengan teknologi pertanian dengan para petani sebagai pengguna
teknologi. Salah satu tugas dan fungsi yang harus dilaksanakan oleh para
penyuluh pertanian adalah memilih, menginterpretasikan serta menyampaikan
informasi yang dihasilkan oleh sumber-sumber informasi teknologi seperti
lembaga penelitian. Dalam rangka melaksanakan tugas tersebut para penyuluh
pertanian dapat memanfaatkan berbagai macam media yang berkaitan dengan
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Proses pemanfaatan TIK oleh
penyuluh pertanian merupakan awal hasil kontak antara penyuluh pertanian
dengan media.
18
Proses pemanfaatan TIK oleh penyuluh pertanian tidak terlepas dari faktor
keterdedahan penyuluh itu sendiri terhadap media. Di satu sisi seorang penyuluh
pertanian akan lebih banyak memanfaatkan media cetak ketimbang media lainnya,
karena pada awalnya memang mereka sudah banyak menggunakan media tersebut
untuk mencari informasi teknologi ketimbang media lainnya.
Perkembangan dunia informasi saat ini berjalan dengan sangat cepat,
sehingga memungkinkan tersedianya berbagai jenis media informasi yang sesuai
dengan kebutuhan penyuluh pertanian itu sendiri, baik untuk memenuhi
kebutuhan dalam rangka mendukung peranannya sebagai penyuluh, atau dalam
rangka untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan pribadi penyuluh itu
sendiri. Demikian pula dengan penyuluh, adanya kebutuhan akan informasi yang
diperlukan dalam mendukung tugasnya dapat menimbulkan motivasi pada diri
sendiri untuk menggunakan berbagai jenis TIK. Motivasi yang berbeda akan
menentukan pengambilan keputusan yang bervariasi dalam menggunakan dan
memanfaatkan TIK.
Pemanfaatan TIK oleh penyuluh berkaitan erat dengan karakteristik individu
penyuluh yang memanfaatkannya. Karakteristik tersebut meliputi: umur,
pendidikan formal, pendidikan non formal, masa kerja, tingkat kepemilikan TIK,
dan status penyuluh. Perbedaan karakteristik individu penyuluh tersebut akan
menentukan pilihan pemanfaatan TIK yang disajikan dalam rangka mendukung
kegiatan penyuluhan.
Faktor lain yang mempengaruhi pemanfaatan TIK oleh penyuluh adalah
faktor yang berada di luar individu penyuluh itu sendiri atau disebut juga dengan
faktor lingkungan. Faktor lingkungan tersebut meliputi iklim belajar, dan
dukungan atau kebijakan Pemerintah Daerah (Pemda).
Menjawab perubahan lingkungan yang strategis dan tuntutan kehidupan
masyarakat, diperlukan adanya kompetensi penyuluh dalam pembangunan
pertanian yang sesuai dengan perkembangan yang ada. Berdasarkan kompetensi
sesuai degan tugas-tugas pokok penyuluh, kompetensi sesuai dengan tuntutan
kehidupan masyarakat dan didukung oleh hasil-hasil penelitian terdahulu dan teori
kompetensi, dalam penelitian ini dirumuskan tujuh kompetensi di antaranya
adalah: 1) Kompetensi pemahaman potensi wilayah; 2) Kompetensi komunikasi
inovasi; 3) Kompetensi pengelolaan pembelajaran; 4) Kompetensi pengelolaan
pembaharuan; 5) Kompetensi pengelolaan pelatihan; 6) Kompetensi
pengembangan kewirausahaan; dan 7) Kompetensi pemandu sistem jaringan.
Kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat dijelaskan pada Gambar 1.
19
Gambar 1 Kerangka berpikir pemanfaatan TIK dalam peningkatan kompetensi
penyuluh
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan pada latar belakang masalah yang disandarkan pada tinjauan
teori serta kerangka pemikiran Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi
(TIK) dalam Peningkatan Kompetensi Penyuluh di Kabupaten Bogor Provinsi
Jawa Barat didapatkan hipotesis penelitian (H1) sebagai berikut.
X1.Karakteristik Penyuluh
X1.1 Umur
X1.2 Pendidikan formal
X1.3 Pendidikan non formal
X1.4 Masa Kerja
X1.5 Tingkat Kepemilikan TIK
X1.6 Status penyuluh
X1.4. Pengalaman
X1.5 Pendapatan
X1.6 Jabatan Fungsional
X2. Faktor Lingkungan
X2.1 Iklim belajar
X2.2 Kebijakan PEMDA
Y1. Tingkat Pemanfaatan TIK
oleh Penyuluh
Y1.1 Intensitas pemanfaatan TIK
Y1.2 Jangkauan sumber Informasi
Y1.3 Variasi materi penyuluhan
Y1.4 Ragam informasi
Y1.5 Kualitas berbagi pengetahuan
X3. Motivasi Penyuluh
X3.1 Motivasi intrinsik
X3.2 Motivasi ekstrinsik
Y2. Tingkat kompetensi penyuluh
Y2.1 Pemahaman potensi wilayah
Y2.2 Pengelolaan komunikasi
inovasi
Y2.3 Pengelolaan pembelajaran
Y2.4 Pengelolaan pembaharuan
Y2.5 Pengelolaan pelatihan
Y2.6 Pengembangan kewirausahaan
Y2.7 Pemandu sistem jaringan
20
1. Terdapat perbedaan nyata antara karakteristik individu, persepsi penyuluh
pada faktor lingkungan, motivasi penyuluh, tingkat pemanfaatan TIK dan
tingkat kompetensi penyuluh PNS denganTHL-TBPP.
2. Terdapat hubungan nyata antara karakteristik penyuluh dengan tingkat
pemanfaatan TIK oleh penyuluh.
3. Terdapat hubungan nyata antara faktor lingkungan dengan tingkat
pemanfaatan TIK oleh penyuluh.
4. Terdapat hubungan nyata antara motivasi penyuluh dengan tingkat
pemanfaatan TIK oleh penyuluh.
5. Terdapat hubungan nyata antara tingkat pemanfaatan TIK oleh penyuluh
dengan tingkat kompetensi penyuluh.
3 METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Penelitian didesain sebagai penelitian survei yang bersifat deskriptif
korelasional, untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan
mencari keterangan secara faktual. Dalam penelitian ini dilakukan upaya untuk
menjelaskan dan menguraikan fakta-fakta dan fenomena-fenomena yang diamati
dengan pendekatan analisis kuantitatif yang didukung oleh analisis statistik
deskriptif dan inferensial.
Gambaran dari pemanfaatan TIK dalam peningkatan kompetensi penyuluh
dijelaskan melalui hubungan atau korelasi dalam variabel penelitian. Variabel
yang diteliti dalam penelitian ini yaitu: Karakteristik penyuluh (Xı); Faktor
lingkungan (X2); Motivasi penyuluh (X3); Tingkat pemanfaatan TIK (Yı); dan
Tingkat kompetensi penyuluh (Y2).
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.
Penentuan lokasi penelitian ditentukan secara sengaja dengan mempertimbangkan
bahwa Kabupaten Bogor merupakan daerah dengan variasi penggunaan TIK dan
tingkat aksesibilitas cukup tinggi terhadap sumber informasi, penyuluhnya sudah
terdedah dengan TIK, koneksi jaringan yang cukup luas, dan di wilayah Bogor
terdapat berbagai unit kerja penelitian pertanian, perguruan tinggi dan pusat-pusat
informasi. Dengan demikian terdapat berbagai pilihan bagi penyuluh pertanian
dalam memanfaatkan TIK.
Penelitian dilaksanakan selama dua bulan yaitu pada bulan Maret sampai
April 2013 dari mulai uji coba kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan
penelitian.
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian adalah penyuluh pertanian PNS dan THL-TBPP
atau dikenal dengan istilah penyuluh pertanian kontrak di Kabupaten Bogor
Provinsi Jawa Barat. Dari hasil prasurvei diperoleh informasi bahwa di Kabupaten
Bogor terdapat 78 orang penyuluh pertanian PNS dan 87 orang penyuluh kontrak
yang tersebar di 12 (dua belas) Badan Penyuluhan, Pertanian, Perikanan dan
Kehutanan (BP3K) Kabupaten Bogor, sebagaimana disajikanTabel 1.
21
Tabel 1 Populasi BP3K dan penyuluh pertanian di Kabupaten Bogor
BP3K Kabupaten Bogor Jumlah (orang)
PPL PNS THL-TBPP Total
1 BP3K Wilayah Cariu
2. BP3K Wilayah Jonggol
3. BP3K Wilayah Gunung Putri
4. BP3K Wilayah Cibinong
5. BP3K Wilayah Ciawi
6. BP3K Wilayah Caringin
7. BP3K Wilayah Dramaga
8. BP3K Wilayah Ciseeng
9. BP3K Wilayah Cibungbulang
10. BP3K Wilayah Leuwiliang
11. BP3K Wilayah Cigudeg
12. BP3K Wilayah Parung Panjang
9
7
3
9
3
7
7
9
8
9
5
2
7
7
6
6
5
11
8
8
6
8
6
9
16
14
9
15
8
18
15
17
14
17
11
11
Jumlah 78 87 165
Sumber: Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
Kabupaten Bogor ( BKP5K), 2012
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan rumus Slovin.
n =_ N__
1 + Ne²
Dimana:
N = Ukuran populasi
e Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan
sampel yang bisa ditoleransi (5%)
n = Ukuran sampel
n = 165 .
1 + 165 (0,05)² = 117
Berdasarkan rumus tersebut diperoleh jumlah sampel sebanyak 117
responden. Secara lengkap jumlah responden tersaji pada Tabel 2 berikut.
23
Tabel 2 Data sampel penelitian
BP3K Kabupaten Bogor Jumlah (orang)
PPL PNS THL-TBPP Total
1. BP3K Wilayah Cariu
2. BP3K Wilayah Jonggol
3. BP3K Wilayah Gunung Putri
4. BP3K Wilayah Cibinong
5. BP3K Wilayah Ciawi
6. BP3K Wilayah Caringin
7. BP3K Wilayah Dramaga
8. BP3K Wilayah Ciseeng
9. BP3K Wilayah Cibungbulang
10. BP3K Wilayah Leuwiliang
11. BP3K Wilayah Cigudeg
12. BP3K Wilayah Parung Panjang
6
5
2
6
2
5
5
6
6
6
4
2
5
5
4
4
4
8
6
6
4
6
4
6
11
10
6
10
6
13
11
12
10
12
8
8
Jumlah 55 62 117
Data dan Instrumentasi
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan
data sekunder. Data primer diambil dari peubah utama yang diteliti berupa
karakteristik penyuluh, faktor lingkungan, motivasi penyuluh terhadap TIK,
tingkat pemanfaatan TIK oleh penyuluh dan tingkat kompetensi penyuluh yang
diperoleh langsung lewat responden dengan menggunakan instrumen dalam
bentuk kuesioner.
Data sekunder yang dikumpulkan berkaitan dengan keadaan umum, data
pendukung atau potensi aktual mengenai kondisi geografis yang dapat diperoleh
dari pihak-pihak atau lembaga terkait seperti Badan Ketahanan Pangan dan
Pelaksana Penyuluhan, Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BKP5K), Badan
Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bogor atau lembaga lainnya.
Kuesioner memuat pertanyaan yang terdiri atas beberapa bagian antara lain:
1. Bagian pembuka mengenai identitas dan data responden meliputi nama
penyuluh, wilayah kerja, tanggal wawancara.
2. Bagian pertama mengenai karakteristik penyuluh meliputi: umur, jenis
kelamin, pendidikan formal, pendidikan non formal, tingkat kepemilikan
TIK, status, bidang kompetensi.
3. Bagian kedua mengenai faktor lingkungan yang meliputi: iklim belajar, dan
kebijakan Pemda.
4. Bagian ketiga mengenai motivasi penyuluh pertanian terhadap pemanfaatan
TIK yang terdiri dari motivasi intrinsik dan ekstrinsik.
5. Bagian keempat mengenai tingkat pemanfaatan TIK oleh penyuluh.
6. Bagian kelima mengenai tingkat kompetensi penyuluh.
24
Definisi Operasional
Indikator dan parameter dituangkan dalam definisi operasional, kemudian
dikembangkan dalam bentuk daftar pertanyaan (kuesioner) sebagai acuan atau
instrumen penelitian dalam bentuk kuesioner dan wawancara dengan responden,
sedangkan peubah-peubah penelitian didefinisikan secara operasional sebagai
berikut:
1. Karakteristik penyuluh pertanian (X1) adalah ciri-ciri atau sifat yang ada
dalam diri penyuluh pertanian. Dapat diukur dengan indikator:
a. Umur (X1.1) adalah usia responden yang diukur dalam satuan tahun,
yang dihitung dari tahun kelahiran sampai saat penelitian/wawancara
dilaksanakan. Diukur dalam bentuk skala rasio dalam satuan tahun.
b. Pendidikan formal (X1.2) adalah tingkat pembelajaran tertinggi yang
dilalui responden dibangku sekolah formal, dihitung dengan tingkat
pendidikan yang telah diselesaikan. Skala pengukuran yang digunakan
adalah skala ordinal.
c. Pendidikan non formal (X1.3) adalah kegiatan pembelajaran yang
diterima oleh responden di luar sekolah formal. Pendidikan non formal
diukur dengan skala rasio dari frekuensi mengikuti pelatihan dalam dua
tahun terakhir.
d. Masa kerja (X1.4) adalah lamanya responden bekerja sebagai penyuluh
pertanian terhitung mulai pertama kali responden menjalankan tugas
sebagai penyuluh pertanian sampai dengan penelitian ini dilakukan,
dinyatakan dalam tahun. Skala pengukuran yang digunakan adalah
skala rasio.
e. Status penyuluh (X1.5) adalah jenjang jabatan yang disandang
responden pada saat penelitian dilakukan. Skala pengukuran yang
digunakan adalah skala nominal dengan kategori: penyuluh PNS dan
THL-TBPP
f. Tingkat kepemilikan TIK (X1.6) adalah banyaknya atau jumlah TIK
yang dimiliki oleh responden dalam kaitannya dengan tupoksi penyuluh
selama dalam masa penelitian. Skala pengukuran yang digunakan
adalah skala rasio.
Indikator dan parameter karakteristik individu responden disajikan rinci
pada Tabel 3.
Tabel 3 Indikator dan parameter karakteristik individu responden
Peubah/indikator karakteristik individu Parameter
a. Umur Usia penyuluh yang dihitung sejak lahir
sampai ke tahun terdekat pada waktu
penelitian dilakukan yang dinyatakan
dalam jumlah tahun.
b. Pendidikan formal Tingkat pendidikan responden yang
dihitung melalui pendidikan terakhir yang telah diselesaikan.
25
Lanjutan Tabel 3
Peubah/indikator karakteristik individu Parameter
c. Pendidikan non formal Jenis pelatihan yang pernah diikuti,
jumlah jam belajar, lokasi pelatihan.
d. Masa kerja Lamanya responden bertugas sebagai
penyuluh pertanian yang diukur dalam
satuan tahun.
e. Status penyuluh Jenjang jabatan responden (PNS atau
THL-TBPP).
f. Tingkat kepemilikan TIK Jumlah TIK yang dimiliki responden
selama masa penelitian.
2 Faktor lingkungan (X2) yaitu faktor yang berada di luar diri penyuluh, dapat
diukur dengan indikator sebagai berikut.
a. Dukungan lingkungan kondusif untuk belajar (X2.1) adalah dorongan
lembaga tempat penyuluh bertugas dalam menciptakan kemudahan
untuk belajar guna meningkatkan kompetensinya.
b. Kebijakan Pemda (X2.2) adalah komitmen dukungan Pemda terhadap
penyelenggaraan penyuluhan pertanian di tingkat kabupaten.
Pengukuran indikator-indikator faktor lingkungan penyuluh dengan skala
ordinal dengan empat kategori yaitu: 1= sangat tidak setuju, 2= tidak setuju, 3=
setuju, 4= sangat setuju. Indikator dan parameter faktor lingkungan responden
dapat dilihat lebih rinci pada Tabel 4 berikut.
Tabel 4 Indikator dan parameter faktor lingkungan responden
Peubah/indikator faktor lingkungan Parameter
a. Iklim belajar 1) Dorongan melanjutkan pendidikan
formal
2) Dukungan mengikuti pelatihan
3) Ketersediaan TIK
4) Kemudahan akses informasi
5) Dukungan ujicoba inovasi
b. Kebijakan Pemerintah Daerah 1) Dana yang dianggarkan untuk
kegiatan penyuluhan pertanian
2) Kelembagaan penyuluhan yang
berdiri sendiri
3. Motivasi penyuluh pertanian (X3) adalah alasan yang mendorong penyuluh
pertanian menggunakan TIK yang dikelompokkan dalam:
a. Motivasi intrinsik (X3.1) adalah dorongan yang berada dalam diri
responden dalam memanfaatkan TIK.
b. Motivasi ekstrinsik (X3.2) adalah dorongan yang berada di luar diri
responden dalam memanfaatkan TIK.
26
Pengukuran indikator-indikator faktor motivasi penyuluh dalam skala
ordinal dengan empat kategori yaitu: 1= sangat tidak setuju, 2= tidak setuju, 3=
setuju, 4= sangat setuju. Indikator dan parameter motivasi responden tersaji pada
Tabel 5.
Tabel 5 Indikator dan parameter motivasi responden
Peubah/indikator faktor motivasi Parameter
a. Motivasi intrinsik Dorongan meningkatkan kompetensi,
melaksanakan tugas sebaik-baiknya,
mengembangkan karir
b. Motivasi ekstrinsik Kesesuaian imbalan, lingkungan
mendukung bekerja, apresiasi terhadap
penyuluh, dukungan pimpinan lembaga
penyuluhan, hubungan sesama
penyuluh
4. Tingkat Pemanfaatan TIK (Y1) oleh penyuluh yang merupakan variabel
dependent
a. Intensitas pemanfaatan TIK (Y1.1) adalah frekuensi dan durasi dalam
menggunakan TIK oleh responden.
b. Jangkauan sumber informasi (Y1.2) yaitu jarak terjauh yang dapat diakses
oleh sumber informasi
c. Variasi materi penyuluhan (Y1.3) yaitu jenis materi yang disampaikan
oleh responden dengan menggunakan TIK
d. Ragam informasi (Y1.4) yaitu jenis informasi yang dapat diakses melalui
TIK dalam satu minggu terakhir
e. Kualitas berbagi pengetahuan (Y1.5) yaitu proses yang dilakukan oleh
responden dalam mempertukarkan informasi kepada orang lain.
Pengukuran indikator-indikator pada tingkat pemanfaatan TIK oleh
penyuluh dengan skala ordinal dalam empat kategori yaitu: 1= sangat tidak setuju,
2= tidak setuju, 3= setuju, 4= sangat setuju. Indikator dan parameter tingkat
pemanfaatan TIK responden dapat dilihat lebih rinci pada Tabel 6.
27
Tabel 6 Indikator dan parameter tingkat pemanfaatan TIK responden
Tingkat pemanfaatan TIK oleh penyuluh Parameter
a. Intensitas pemanfaatan TIK Frekuensi dan durasi menggunakan
TIK dalam satu minggu terakhir
b. Jangkauan sumber informasi Situs yang sering dicari dalam satu bulan terakhir
c. Variasi materi penyuluhan Materi yang disampaikan dalam satu
bulan terakhir
d. Ragam informasi Jenis informasi yang disampaikan dalam satu minggu terakhir
e. Kualitas berbagi pengetahuan Cara dan jenis informasi yang dibagi
kepada orang lain
5. Tingkat kompetensi penyuluh dalam TIK (Y2) adalah tingkat kemampuan
penyuluh yang dilandasi oleh pengetahuan, keterampilan, dan didukung
oleh sikapnya dalam melaksanakan tugas penyuluhan dalam
memberdayakan petani.
a. Kompetensi pemahaman potensi wilayah (Y2.1) adalah kemampuan
penyuluh dalam mengidentifikasi sumber daya yang dapat
dikembangkan sesuai dengan tuntutan kebutuhan petani.
b. Kompetensi komunikasi inovasi (Y2.2) adalah kemampuan penyuluh
memfasilitasi kebutuhan petani dalam meningkatkan usaha tani dengan
mencari usaha pertanian yang tepat.
c. Kompetensi pengelolaan pembelajaran (Y2.3) adalah kemampuan
penyuluh dalam menciptakan proses belajar agar petani menguasai dan
menerapkan inovasi melalui berbagai media belajar yang ada di sekitar
lingkungannya.
d. Kompetensi pengelolaan pembaharuan (Y2.4) adalah kemampuan
penyuluh dalam memfasilitasi petani agar dapat menyesuaikan usaha
taninya dengan lingkungan yang terus berubah.
e. Kompetensi pengelolaan pelatihan (Y2.5) adalah kemampuan penyuluh
dalam mengelola perencanaan, pelaksanaan, serta evaluasi dan
tindaklanjutnya dalam kegiatan pelatihan atau kursus tani yang sesuai
dengan kebutuhan petani.
f. Kompetensi mengembangkan kewirausahaan (Y2.6) adalah kemampuan
penyuluh dalam mendorong petani untuk berani mengambil risiko,
mencari peluang, cara pandang (visi) terhadap perubahan, dan inisiatif
untuk berubah.
g. Kompetensi pemandu sistem jaringan (Y2.7) adalah kemampuan
penyuluh dalam melakukan hubungan kerjasama yang sinergis antar
pihak terkait dalam menunjang pelaksanaan penyuluhan.
Pengukuran indikator-indikator pada tingkat kompetensi penyuluh dengan
skala ordinal dalam empat kategori yaitu: 1= sangat tidak setuju, 2= tidak setuju,
3= setuju, 4= sangat setuju. Secara rinci indikator dan parameter kompetensi
penyuluh disajikan dalam Tabel 7.
28
Tabel 7 Indikator dan parameter kompetensi penyuluh pertanian.
Tingkat kompetensi penyuluh Parameter
a. Kemampuan pemahaman potensi wilayah
1) Pemahaman potensi sumber daya alam 2) Pemahaman permasalahan petani dan solusinya
melalui penyuluhan.
b. Kemampuan komunikasi
inovasi
1) Mencari informasi inovasi melalui berbagai
saluran komunikasi 2) Pemahaman inovasi yang dibutuhkan
3) Mengkomunikasikan inovasi
4) Berkomunikasi secara dialogis 5) Berempati/merasakan permasalahan yang
dihadapi petani
c. Kemampuan pengelolaan pembelajaran
1) Memfasilitasi interaksi/belajar sesama petani 2) Memanfaatkan media pembelajaran
3) Menumbuhkan kebiasaan belajar sambil
bekerja.
d. Kemampuan pengelolaan pembaharuan
1) Membangkitkan motivasi untuk menerapkan teknologi atau inovasi
2) Menumbuhkan kepekaan terhadap perubahan
3) Menerapkan teknologi/inovasi dalam memecahkan masalah yang dihadapi petani.
e. Kemampuan pengelolaan
pelatihan
1) Merancang pelatihan/ kursus tani
2) Melaksanakan fasilitator, menggunakan
metode,dan media yang tepat. 3) Mengevaluasi hasil pelatihan
4) Mengembankan kegiatan tindak lanjut
5) Melibatkan petani dalam tahapan pelatihan.
f. Kemampuan mengembangkan
kewirausahaan
1) Mengembangkan cara pandang petani untuk
mengikuti perubahan.
2) Mengembangkan kemampuan petani dalam mencari peluang (kesempatan)
3) Menanamkan sikap berani mengambil risiko
4) Mengembangkan sikap untuk berinisiatif dalam
usaha tani sesuai tuntutan
g. Kemampuan pemandu sistem
jaringan
1) Memfasilitasi hubungan dengan lembaga
penelitian/ perguruan tinggi, dan mengaksesnya
2) Bernegosiasi/koordinasi dengan pemerintah daerah kabupaten
3) Mengembangkan kelompok tani dan kerjasama
dalam tim. 4) Memfasilitasi informasi produksi pertanian dan
harga pasar
5) Memfasilitasi kerjasama kemitraan dengan
dunia usaha.
29
Validitas dan Reliabilitas Instrumentasi
Suatu alat ukur dapat dikatakan sahih apabila alat ukur itu dapat mengukur
sesuatu yang sebenarnya ingin diukur (Singarimbun & Effendi, 2011). Apabila
daftar pertanyaan digunakan sebagai instrumen pengukuran, maka kuesioner yang
disusun harus mengukur apa yang ingin diukur.
Jenis validitas yang digunakan adalah validitas isi, yaitu suatu alat ukur
yang ditentukan dengan memasukkan semua aspek yang dianggap sebagai aspek
kerangka konsep yang diukur. Untuk mendapatkan daftar pertanyaan/kuisioner
yang mempunyai validitas tinggi, maka kuisioner disusun dengan cara: 1)
mempertimbangkan berbagai teori, 2) memperhatikan masukan dari para ahli dan
berbagai pihak yang dianggap menguasai materi daftar pertanyaan yang
digunakan, dan 3) berkonsultasi dengan dosen pembimbing
Uji validitas dan reliabilitas instrumen dalam penelitian ini dilakukan
kepada 20 orang penyuluh THL P2BN (Peningkatan Produksi Beras Nasional)
pada bulan Maret 2013 di BP3K Caringin, Leuwiliang dan Cibungbulang. Uji
validitas instrumen menggunakan koefisien korelasi rank Spearman dengan
menggunakan SPSS for windows 19.0.
Hasil uji validitas didapatkan nilai pernyataan untuk peubah faktor
lingkungan menunjukkan korelasi terendah adalah -0.227 dan tertinggi adalah
0.800. Pernyataan motivasi penyuluh dalam pemanfaatan TIK menunjukkan
angka korelasi terendah adalah -0.033 dan tertinggi adalah 0.840. Pernyataan
untuk peubah tingkat pemanfaatan TIK oleh penyuluh diperoleh nilai terendah
adalah 0.699 dan tertinggi adalah 0,898. Pernyatan untuk peubah tingkat
kompetensi penyuluh diperoleh nilai terendah -0.654 dan tertinggi 0.653.
Secara umum bahwa nilai validitas instrumen pada taraf α = 0.05, db =18 (n-
2) menunjukkan nilai yang lebih besar dari pada nilai tabel korelasi (rtabel) = 0.423,
sehingga seluruh item pernyataan baik peubah bebas (X) maupun peubah tak
bebas (Y) yang digunakan, dinyatakan valid.
Hasil hitungan uji validitas terhadap setiap butir pernyataan menunjukkan
adanya pernyataan yang tidak valid karena hasil koefisien validitasnya berada di
bawah angka kritis bahkan negatif, sehingga butir-butir pernyataan tersebut perlu
direvisi dengan memperbaiki susunan kata-katanya serta dipecah menjadi
beberapa butir agar terjadi persamaan pengertian.
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan tingkat suatu alat ukur dapat
dipercaya atau diandalkan, apabila alat itu dipakai dua kali atau lebih untuk
mengukur gejala yang sama dengan hasil pengukuran yang konsisten
(Singarimbun & Effendi, 2011). Hal ini berarti reliabilitas instrumentasi
menunjuk pada konsistensi suatu alat ukur dalam mengukur gejala yang sama
dalam waktu yang berbeda.
Uji reliabilitas instrumentasi dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan prosedur pendugaan reliabilitas Cronbach Alpha dan diolah dengan
menggunakan SPSS for windows 19,0.
Tingkat reliabilitas instrumen ditentukan berdasarkan skala Alpha Cronbach
0 – 1 (Azwar, 2003). Nilai hasil uji reliabilitas dikelompokkan sebagai berikut:
1. Kurang reliabel, nilai Alpha Cronbach 0.00 – 0.20
2. Agak reliabel, nilai Alpha Cronbach 0.21 – 0.40
3. Cukup reliabel, nilai Alpha Cronbach 0.41 – 0.60
30
4. Reliabel, nilai Alpha Cronbach 0.61 – 0.80
5. Sangat reliabel, nilai Alpha Cronbach 0.81 – 1.00
Hasil uji coba instrumen menunjukkan bahwa nilai koefisiensi reliabilitas
untuk butir-butir pertanyaan peubah faktor lingkungan 0.809, peubah motivasi
penyuluh 0.931 dan peubah tingkat pemanfaatan TIK oleh penyuluh 0.955
sehingga dinyatakan sangat reliabel, hanya peubah tingkat kompetensi penyuluh
yang dinyatakan reliabel dengan nilai koefisiensi reliabilitas sebesar 0.683.
Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dilaksanakan di dalam penelitian ini menggunakan
beberapa cara yaitu:
1. Pengamatan (observation), yaitu data dikumpulkan dengan mempelajari
dan mencatat langsung terhadap fenomena-fenomena yang terjadi di lokasi
penelitian.
2. Kuesioner (questioner), yaitu sejumlah pertanyaan tertutup dan terbuka
untuk mengukur peubah penelitian yang ditujukan bagi responden.
Kuesioner ini dilakukan terhadap penyuluh pertanian dalam memperoleh
data tentang: Karakteristik Pribadi Penyuluh (X1), Dukungan Lingkungan
Penyuluhan (X2), Motivasi Penyuluh (X3), Tingkat Pemanfaatan TIK oleh
penyuluh (Y1), dan Tingkat Kompetensi Penyuluh (Y2).
3. Wawancara (interview), yaitu melakukan tanya jawab lisan secara langsung
dengan responden penelitian untuk mengumpulkan data dan informasi yang
diperlukan dengan menggunakan kuesioner yang telah disiapkan.
4. Dokumentasi (documentation), yaitu mengumpulkan data dengan cara
penelusuran dan pencatatan data, dokumen, arsip, maupun referensi yang
relevan di instansi yang ada kaitannya dengan penelitian.
Analisis Data
Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang
lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan seperti dalam bentuk tabel. Data yang
terkumpul dianalisis secara statistik deskriptif menggunakan frekuensi persentase,
median, rataan skor, dan tabel distribusi frekuensi serta statistik inferensial
menggunakan uji korelasi rank Spearman (bantuan SPSS ver.19.0) untuk melihat
tingkat keeratan hubungan antar variabel. Pemilihan uji korelasi rank Spearman
juga mengacu pada pendapat yang dikemukakan oleh Kriyantono (2009), bahwa
untuk menguji antara jenis skala pengukuran nominal dan ordinal, skala ordinal
dengan nominal, maka digunakan uji korelasi rank Spearman’s.
31
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lokasi Penelitian
1. Kondisi Geografis Kabupaten Bogor
Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah yang berbatasan langsung
dengan ibu kota Republik Indonesia dan secara geografis mempunyai luas sekitar
2.301,95 km² terletak di antara 6.19°– 6.47° lintang selatan dan 106°1 - 107°103’
bujur timur. Kabupaten Bogor berbatasan dengan Kota Depok di sebelah utara,
Kabupaten Purwakarta di sebelah timur, Kabupaten Sukabumi di sebelah selatan,
Kabupaten Lebak di sebelah barat, Kabupaten Tangerang di sebelah barat daya,
Kabupaten Bekasi di sebelah timur laut, Kabupaten Cianjur di sebelah tenggara.
Kabupaten Bogor memiliki 40 kecamatan, 17 kelurahan, 430 desa, 3.882
RW dan 15.561 RT. Dari jumlah tersebut, mayoritas desa yakni 235 desa berada
pada ketinggian sekitar kurang dari 500 m di atas permukaan laut (dpl), sedangkan
145 desa berada di antara 500–700 m dpl dan sisanya 50 desa berada di atas
ketinggian lebih dari 700 m dpl.
Sektor pertanian mencakup tanaman pangan, perikanan, perkebunan,
peternakan, dan kehutanan. Pada sektor ini sumber data dari masing-masing
instansi terkait di antaranya Dinas Pertanian, Dinas Peternakan dan Perikanan dan
Perum Perhutani. Sektor pertanian di Kabupaten Bogor memegang peranan yang
sangat penting, mengingat luasnya lahan pertanian yang dimiliki dan juga
sebagian besar desa di Kabupaten Bogor masih tergolong desa pedesaan yang
menitikberatkan pada sektor pertanian terutama komoditas padi. Luas lahan yang
digunakan untuk sawah tahun 2011 seluas 48.185 ha, sedangkan produksi padi
sawah tahun 2011 sebanyak 519.676 ton dan padi gogo/ ladang 7.092 ton.
Produktivitas padi yang tinggi dapat dijadikan benteng Ketahanan Pangan di
Kabupaten Bogor.
Pertanian di Kabupaten Bogor terdiri atas pertanian tanaman pangan,
sayuran, hortikultura dan perkebunan. Tanaman pangan padi menyebar hampir di
semua kecamatan, dengan variasi luasan yang berbeda. Umumnya padi sawah
menyebar di wilayah tengah dan utara, dimana sudah tersedia irigasi, seperti di
kecamatan Rumpin, Cigudeg, Sukajaya, Pamijahan, Cibungbulang, Ciampea,
Caringin, Jonggol, Sukamakmur dan Cariu. Tanaman padi gogo menyebar hanya
di beberapa kecamatan dalam luasan terbatas. Produktivitas tanaman padi sawah
berkisar 4-5 ton/ha, sedangkan produktivitas padi gogo 2-3 ton/ha. Produktivitas
ini sebenarnya masih dapat ditingkatkan dengan memperbaiki kondisi lingkungan,
seperti menekan bahaya banjir serta perbaikan manajemen usaha tani, seperti
pemberian pupuk tepat dosis dan waktu, penyediaan modal, sarana dan prasarana
seperti pembangunan pasar, penggilingan padi dan seterusnya.
Daerah pertanian hortikultura seperti sayuran dan buah juga menyebar pada
hampir semua wilayah, tetapi konsentrasi komoditas tertentu hanya menyebar
pada wilayah tertentu, untuk komoditas tanaman pangan di antaranya tanaman
jagung menyebar di kecamatan Darmaga, Cisarua, Megamendung, Cileungsi,
Klapanunggal, Rancabungur, Cibinong, Ciseeng, Gunung Sindur dan Rumpin.
Untuk tanaman kedelai menyebar hanya di Kecamatan Tamansari, Kemang,
Rancabungur dan Megamendung. Situasi yang sama juga terjadi pada sayuran dan
31
32
buah. Daerah sayuran mendominasi terbatas pada beberapa kecamatan seperti
Cisarua, Darmaga, Leuwisadeng, Cigombong, sedangkan buah berasal dari
Kecamatan Tanjungsari, Mekarsari, Jasinga, Tajurhalang dan lain-lain.
Pertanian hortikultura lainnya yang perlu terus dikembangkan adalah
tanaman hias. Wilayah penghasil tanaman hias menyebar di beberapa kecamatan
yaitu: Tamansari, Cijeruk, Ciawi, Megamendung, Tajurhalang, Gunung Sindur,
Bojonggede dan lain-lain. Beragamnya jenis tanaman hias di wilayah ini, maka
Kabupaten Bogor dapat dijadikan sebagai pusat produksi dan pemasaran tanaman
hias terbesar.
Tanaman perkebunan relatif terbatas di Kabupaten Bogor, berdasarkan
pengelolaan usahanya dibagi menjadi dua yaitu perkebunan besar dan perkebunan
rakyat. Perkebunan besar dikelola oleh perusahaan swasta dan perusahaan negara,
sedangkan perkebunan rakyat dikelola oleh masyarakat tani. Jumlah perkebunan
negara sebanyak empat kebun dengan komoditi teh dan sawit yang dikelola oleh
satu perusahaan BUMN yaitu PTPN VIII. Jumlah perkebunan swasta sebanyak 17
kebun dengan komoditi karet, teh, pala dan kopi. Lokasinya tersebar di
Kecamatan Jasinga, Cigudeg, Nanggung, Leuwiliang, Rancabungur, Ciawi,
Cisarua, Megamendung, Cigombong, Rumpin, Tamansari, Citeureup, Sukajaya
dan Tenjo. Jumlah perkebunan rakyat tersebar di 40 kecamatan dengan komoditi
karet, kopi, pala, cengkeh, kelapa, vanili, aren dan tanaman obat.
Tanaman perkebunan ini secara keseluruhan terdapat pada lahan yang
berkategori kelas tiga dengan kendala utama pada kelerengan, sehingga degradasi
lahan melalui proses erosi dan penurunan kesuburan menjadi kendala utama.
Berkaitan dari sisi luasan kawasan yang dapat dikembangkan untuk tanaman
perkebunan relatif terbatas (total sekitar 27000 ha), sehingga bentuk usaha skala
besar tidak dianjurkan, tetapi diarahkan ke bentuk usaha perkebunan skala kecil
dan bekerjasama dengan usaha perkebunan besar yang sudah ada.
Salah satu sumber peningkatan perbaikan gizi masyarakat, salah satunya
dengan tersedianya produksi ikan di Kabupaten Bogor. Produksi ikan kolam air
sawah tahun 2011 sebanyak 201.65 ton, kolam air tenang 50277.34 ton, kolam air
deras 5561.75 ton, ikan dari karamba 37.14 ton, benih 1378014.51 ekor dan ikan
hias 156618.82 ekor.
Sektor peternakan di Kabupaten Bogor juga memiliki andil yang sangat
penting mengingat banyaknya jumlah peternakan yang masih dikelola secara
tradisional namun memiliki hasil yang baik, sehingga jika mutunya ditingkatkan
maka dapat dijadikan produk unggulan. Jenis ternak terdiri atas ternak besar,
ternak kecil dan unggas yang menghasilkan produksi dalam bentuk daging, susu
dan telur. Produksi daging (daging sapi, kerbau, kambing, domba, ayam dan itik)
tahun 2011 sebesar 100146282 kg, susu 11198708 liter dan produksi telur (ayam
dan itik) 42830167 butir.
2. Kondisi Iklim
Kabupaten Bogor merupakan wilayah daratan dengan tipe morfologi
wilayah yang bervariasi, dari dataran yang relatif rendah di bagian utara hingga
dataran tinggi di bagian selatan, sehingga membentuk bentangan lereng yang
menghadap ke utara, dengan klasifikasi keadaan morfologi wilayah serta
persentasenya sebagai berikut:
33
1. Dataran rendah (15-100 m dpl) sekitar 29.26 persen, merupakan kategori
ekologi hilir.
2. Dataran bergelombang (101-500 m dpl) sekitar 42.60 persen, merupakan
kategori ekologi tengah.
3. Pegunungan (501-1.000 m dpl) sekitar 19.52 persen, merupakan kategori
ekologi hulu.
4. Pegunungan tinggi (1.001-2.000 m dpl) sekitar 8.41 persen, merupakan
kategori ekologi hulu.
5. Puncak-puncak gunung (2.001-2.500 m dpl) sekitar 0.21 persen, merupakan
kategori ekologi hulu.
Iklim di wilayah Kabupaten Bogor termasuk iklim tropis sangat basah di
bagian selatan dan iklim tropis basah di barat. Keadaan iklim di Kabupaten Bogor
merupakan iklim tropis dengan suhu berkisar rata-rata antara 20˚C sampai 30˚C,
curah hujan tahunan antara 2500 mm sampai lebih dari 5000 mm/tahun.
Ketinggian rata-rata Kabupaten Bogor berkisar antara 15 – 2500 dpl dengan
bentang wilayahnya berbentuk daratan bergelombang dan pegunungan.
Jumlah penduduk Kabupaten Bogor pada tahun 2012 yaitu 5077210 jiwa.
Jumlah tersebut mendiami wilayah seluas 2997.13 km², sehingga secara rata-rata
kepadatan penduduk di Kabupaten Bogor adalah 1453 jiwa per km2.
3. Gambaran Umum Penyuluh Kabupaten Bogor
Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan, Pertanian, Perikanan,
dan Kehutanan (BKP5K) merupakan salah satu lembaga pemerintah yang
menaungi 12 Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (BP3K) di
12 Kecamatan Kabupaten Bogor. Di sinilah para penyuluh bertugas sesuai
dengan wilayah tugas yang telah ditetapkan sebelumnya, di antaranya adalah
BP3K wilayah Caringin, Jonggol, Gunung Putri, Ciawi, Cibinong, Cibungbulang,
Leuwiliang, Cariu, Dramaga, Ciseeng, Cigudeg, dan Parungpanjang.
BKP5K mempunyai tugas pokok membantu Bupati dalam melaksanakan
urusan pemerintahan daerah di bidang penyelenggaraan penyuluhan pertanian,
perikanan dan kehutanan, dengan fungsi sebagai berikut:
1. Penyusunan kebijakan dan program penyuluhan daerah yang sejalan dengan
kebijakan dan program penyuluhan provinsi dan nasional.
2. Penyusunan kebijakan, program dan kegiatan penyuluhan yang mendukung
kebijakan, program dan kegiatan pembangunan pertanian, perikanan dan
kehutanan daerah.
3. Pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan mekanisme, tata kerja dan
metode penyuluhan.
4. Pelaksanaan pengumpulan, pengolahan, pengemasan dan penyebaran materi
penyuluhan bagi pelaku utama dan pelaku usaha.
5. Pelaksanaan pembinaan pengembangan kerjasama, kemitraan, pengelolaan
kelembagaan, ketenagaan, sarana dan prasarana, serta pembiayaan
penyuluhan.
6. Penumbuhkembangan dan fasilitasi kelembagaan dan forum kegiatan bagi
pelaku utama dan pelaku usaha.
7. Peningkatan kapasitas Penyuluh Pegawai Negeri Sipil, swadaya dan swasta
melalui proses pembelajaran secara berkelanjutan.
34
Program kegiatan penyuluh Kabupaten Bogor meliputi: 1) Program
pelayanan administrasi perkantoran; 2) Program peningkatan sarana dan prasarana
aparatur; 3) Program peningkatan pengembangan sistem pelaporan capaian
kinerja dan keuangan; 4) Program peningkatan kesejahteraan petani; 5) Program
pemberdayaan penyuluhan pertanian, perikanan, dan kehutanan; 6) Program
peningkatan produksi hasil pertanian, perikanan, dan kehutanan; 7) Program
penerapan teknologi pertanian, perikanan, dan kehutanan.
Indikator keberhasilan penyuluh di Kabupaten Bogor yaitu adalah: 1)
Tersusunnya programa penyuluhan pertanian; 2) Tersusunnya rencana kerja
tahunan (RKT); 3) Tersusunnya data peta wilayah untuk pengembangan teknologi
spesifik lokasi; 4) Terdesiminasinya informasi teknologi pertanian secara merata;
5) Tumbuh kembangnya keberdayaan dan kemandirian pelaku utama dan pelaku
usaha; 6) Terwujudnya kemitraan usaha pelaku utama dan pelaku usaha yang
menguntungkan; 7) Terwujudnya akses pelaku utama dan pelaku usaha ke
lembaga keuangan, informasi, sarana produksi; 8) Meningkatnya produktivitas
agribisnis komoditi unggulan di wilayahnya; 9) Meningkatnya pendapatan dan
kesejahteraan pelaku utama.
Tingkat Pemanfaatan TIK oleh Penyuluh
Hasil penelitian menunjukkan bahwa siaran TV biasanya dilihat oleh
penyuluh ketika sore sampai malam hari sehabis jam pulang kantor atau dari
lapangan. Program acara yang diikuti cukup bervariasi sesuai minat dan
kebutuhan penyuluh. Beberapa orang penyuluh mengungkapkan bahwa saat ini
stasiun televisi yang memproduksi program acara pertanian sangat sedikit,
sehingga TV tidak lagi menjadi referensi penyuluh dalam memperoleh informasi
khususnya untuk program penyuluhan pertanian. Pada umumnya tujuan penyuluh
menonton TV sebesar 31.62% untuk mencari hiburan, 27.35 % untuk mencari
informasi, 15.38% untuk membuat materi penyuluhan, dan selebihnya bertujuan
sebagai media penyuluhan, dan meningkatkan profesionalisme.
Frekuensi dan durasi pemanfaatan televisi oleh penyuluh PNS tergolong
tinggi yaitu sebesar 2.60 dan 2.90 tetapi frekuensi dan durasi pemanfaatan televisi
oleh THL-TBPP tergolong dalam kategori rendah yaitu sebesar 2.36 dan 2.43.
Rendahnya pemanfaatan televisi oleh THL-TBPP disebabkan bergesernya pola
pencarían informasi kearah teknologi digital seperti pemanfaatan komputer dan
internet.
Hal lain yang ditemui bahwa informasi yang diperoleh penyuluh baik PNS
maupun THL-TBPP dengan menonton TV berupa informasi umum dan berita
yang berisi perkembangan terkini seperti berit politik, olah raga, kesehatan, dan
lain sebagainya, tetapi berita yang berisikan dunia pertanian sangat jarang sekali
ditayangkan.
Seperti yang diungkapkan oleh salah seorang penyuluh berinisial ”K” (55
tahun):
”..Saya sudah sangat jarang sekali menonton berita TV yang berisikan
tentang keberhasilan penyuluh dan petani, malahan menayangkan
masalah-masalah pertanian yang terlalu dibesar-besarkan, padahal
masalahnya kecil seperti kegagalan panen, hama padi dan lain
sebagainya yang hanya terjadi pada satu atau dua orang petani saja...”
35
Intensitas pemanfaatan TIK dan nilai koefisien uji t oleh penyuluh PNS dan
THL-TBPP tersaji pada Tabel 8.
Tabel 8 Sebaran rataan skor dan nilai koefisien uji t dalam intensitas
pemanfaatan TIK oleh penyuluh PNS dan THL-TBPP
Intensitas
pemanfaatan TIK
Rataan skor1 Nilai
koefisien uji t
Frekuensi Durasi
PNS THL PNS THL Televisi 2.60 2.36 2.90 2.43 1.281
Radio 1.35 1.29 1.38 1.37 0.770 Komputer 2.18 3.50 2.63 3.00 6.845**
Internet 2.23 3.67 2.43 3.08 6.194**
Handphone 3.60 3.69 3.05 3.12 1.132 CD/DVD 1.34 1.35 1.12 1.11 0.023
Ket: 1) interval skor 1–1.74 =Sangat rendah; 1.75–2.49 =Rendah; 2.50–3.24 = Tinggi; 3.25- 4 = Sangat tinggi
**) signifikan pada p <0.01
Frekuensi dan durasi mendengarkan radio oleh penyuluh PNS dan THL-
TBPP tergolong dalam kategori yang sangat rendah, yaitu sebesar 1.35 dan 1.29
pada rataan skor frekuensi mendengarkan radio dan sebesar 1.38 dan 1.37 untuk
durasi mendengarkan radio. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tujuan penyuluh
mendengarkan radio di antaranya adalah untuk mencari informasi sebesar 35.04%,
33.33% sebagai hiburan, dan 21.36% sebagai media penyuluh, sedangkan
selebihnya untuk membuat materi penyuluhan dan meningkatkan profesionalisme.
Pemanfaatan radio ini kebanyakan dilakukan penyuluh secara tidak sengaja
seperti mendengarkan radio ketika di dalam mobil, mendengarkan radio melalui
headset di handphone, dan mendengarkan radio di sawah petani.
Fakta lain yang ditemukan bahwa frekuensi pemanfaatan komputer oleh
penyuluh PNS tergolong rendah yaitu sebesar 2.18 akan tetapi pada THL-TBPP
tergolong tinggi yaitu sebesar 2.63, sedangkan durasi pemanfaatan komputer oleh
penyuluh PNS dan THL-TBPP tergolong tinggi yaitu sebesar 2.63 dan 3.00. Hasil
uji beda menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara penyuluh PNS
dan THL-TBPP dalam pemanfaatan komputer dan internet. Tingginya
pemanfaatan komputer oleh THL-TBPP didukung oleh tingginya tingkat
ketersediaan komputer di tiap-tiap kantor BP3K dan tingkat kepemilikan
komputer secara pribadi. Tujuan penyuluh menggunakan komputer untuk
membuat materi penyuluhan sebesar 31.62%, administrasi kerja sebesar 30.76%,
dan 27.35% untuk meningkatkan profesionalisme, sedangkan selebihnya untuk
mencari informasi, sebagai media penyuluhan dan hiburan.
Tingkat pemanfaatan komputer oleh penyuluh sejalan dengan tingkat
pemanfaatan internet. Frekuensi dan durasi pemanfaatan internet oleh penyuluh
PNS tergolong rendah yaitu sebesar 2.23 dan 2.43 tetapi frekuensi pemanfaatan
internet oleh THL-TBPP tergolong sangat tinggi yaitu sebesar 3.69 serta durasi
pemanfaatan internet oleh THL-TBPP tergolong tinggi yaitu sebesar 3.08. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa tujuan penyuluh menggunakan internet sebesar
41.02% untuk mengakses atau browsing informasi. Informasi yang sering diakses
oleh penyuluh meliputi media sosial (facebook) dan berita, sedangkan tujuan
penyuluh memanfaatkan internet untuk materi penyuluhan sebesar 30.76% dan
24.78% untuk membuat media penyuluhan, sedangkan selebihnya untuk hiburan
36
dan meningkatkan profesionalisme. Tingginya persentase pemanfaatan internet
oleh penyuluh terutama THL-TBPP dalam mencari informasi secara online karena
didukung oleh ketersediaan fasilitas Wi-fi di setiap kantor BP3K dan juga
banyaknya penyuluh yang telah memiliki notebook yang dilengkapi dengan
modem sehingga akses informasi dapat dilakukan di rumah atau dimana saja. Hal
ini dikuatkan oleh pengalaman Ibu DS sebagaimana disajikan pada Box 1 berikut.
Senada dengan pemanfaatan HP sebagai alat komunikasi yang mudah
dibawa, membuat pesan yang disampaikan oleh penyuluh kepada petani binaan
sangat jelas terutama kepada petani binaan yang memerlukan informasi mengenai
usaha taninya. Frekuensi pemanfaatan HP oleh penyuluh PNS dan THL-TBPP
tergolong sangat tinggi yaitu sebesar 3.60 dan 3.69, sedangkan durasi
pemanfaatan HP oleh penyuluh PNS dan THL-TBPP tergolong tinggi yatu
sebesar 3.05 dan 3.12. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tujuan penyuluh
menggunakan HP yaitu untuk menjalin kemitraan dengan pihak lain sebesar
31.62%, 25.64% sebagai sumber informasi, 20.51% untuk meningkatkan
profesionalisme, dan selebihnya sebagai hiburan dan sumber informasi.
Fakta lain yang ditemukan dalam penelitian ini adalah, bahwa pemanfaatan
HP untuk mencari informasi pertanian jarang digunakan, dengan alasan masih
banyaknya penyuluh PNS yang berusia dewasa lanjut memiliki HP yang tidak
memiliki fasilitas internet, dan THL-TBPP yang telah memiliki notebook dan
modem pribadi.
Frekuensi dan durasi pemanfaatan CD/DVD oleh penyuluh PNS dan THL-
TBPP tergolong sangat rendah dengan rataan skor 1.34 dan 1.35 oleh penyuluh
PNS serta 1.12 dan 1.11 untuk THL-TBPP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
tujuan penyuluh menggunakan CD/DVD sangat beragam yaitu sebagai media
penyuluhan sebesar 35.89%, untuk hiburan sebesar 17.94%, dan 17.09% membuat
(Box 1)
Ibu DS (40 tahun), adalah salah satu penyuluh THL-TBPP berprestasi tahun
2012 se Kabupaten Bogor. Wanita tamatan SPMA ini diterima sebagai THL-
TBPP pada tahun 2009 yang ditugaskan di Kecamatan Caringin. Penyuluh ini
menerima hadiah laptop dari Dinas Pertanian berkat prestasinya yang telah
sukses mengembangkan kelompok tani ternak sehingga kelompok tani ini
mendapat predikat terbaik pertama se-Kabupaten Bogor. Semula di desa
tersebut hanya ada tiga kelompok tani, dan sekarang telah berkembang
menjadi 20 kelompok tani yang aktif dan tertib administrasi.Wilayah
binaannya yang semula hanya satu desa sekarang bertambah menjadi tiga
desa. Di sisi lain, selain membina kelompok tani, Ibu DS juga membina
kelompok wanita tani, dan taruna tani. Komunikasi dengan pengurus dan
anggota kelompok tani dilakukan secara face to face dan melalui handphone
(HP). Selain untuk berkomunikasi, HP juga digunakan oleh ibu DS ini untuk
browsing atau mencari informasi tentang budidaya tanaman, hama penyakit
tanaman, dan informasi harga komoditi. Pemanfaatan teknologi komunikasi
selain bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, juga
sebagai sarana untuk sharing dengan penyuluh senior, dan juga menggunakan
fasilitas internet google untuk mencari informasi atau materi penyuluhan yang
dibutuhkan. Menurutnya, penggunaan mesin penelusuran google ini untuk
mencari informasi materi yang telah disiapkan oleh penyuluh sangat mudah
dan cepat diakses, walaupun situs pertanian lain seperti kementerian pertanian
juga diakses, namun menurut Ibu DS cara memperoleh informasinya agak
rumit.
37
materi penyuluhan, dan selebihnya sebagai sumber informasi, meningkatkan
profesionalisme dan administrasi kerja. Rendahnya pemanfaatan CD/DVD oleh
penyuluh disebabkan oleh fasilitas alat pemutar CD/DVD (DVD player) yang
tidak tersedia di lapangan, dan pemanfaatan CD/DVD oleh penyuluh dalam
kehidupan sehari-hari sudah beralih ke komputer atau internet dalam mencari
informasi.
Hasil penelitian yang mendukung terhadap pemanfaatan TIK ini yaitu
pemanfaatan media cetak seperti koran dan majalah. Penelitian juga menunjukkan
bahwa frekuensi membaca koran oleh penyuluh PNS dan THL-TBPP tergolong
tinggi dengan rataan skor 3.10 dan 2.91. Hal ini dikarenakan selain menerima
koran sinar tani pada setiap minggunya, penyuluh biasanya juga membaca koran
lokal dan nasional walaupun frekuensinya tidak sering. Tujuan penyuluh
membaca koran sebagian besar adalah untuk mencari atau mendapatkan informasi
sebesar 44.44%, dan 37% sebagai media penyuluhan, selebihnya untuk membuat
materi penyuluhan dan hiburan.
Hal ini menunjukkan bahwa penyuluh membutuhkan waktu yang lama
dalam membaca koran, terutama untuk hal-hal yang berkaitan dengan profesi dan
hiburan dengan durasi yang tergolong tinggi dengan rataan 2.50 dan 2.58.
Berbeda halnya dengan pemanfaatan koran digital oleh penyuluh yang masih
sangat minim digunakan karena keterbatasan fasilitas, pengetahuan dan skill yang
dimiliki penyuluh. Hasil pendalaman diketahui, hanya koran Sinar Tani yang
diperoleh oleh penyuluh yang penerbitannya setiap satu minggu sekali yang
dirintis oleh Kementerian Pertanian, sedangkan ketersediaan majalah khususnya
majalah pertanian seperti majalah trubus sangat minim sekali.
Fakta lain yang ditemukan di lapangan bahwa jangkauan sumber informasi
yang dapat diakses oleh penyuluh melalui internet tergolong tinggi yaitu sebesar
3.11 dan 3.16. Hal ini mengungkapkan bahwa penyuluh dalam mengakses
informasi atau berita tidak hanya sebatas tingkat lokal namun sudah tingkat
nasional. Hal–hal yang paling banyak diakses oleh penyuluh melalui internet
meliputi materi budidaya pertanian, informasi pasar, pengolahan, dan pasca
panen. Walau demikian beberapa penyuluh telah melakukan penelusuran
informasi secara langsung ke situs Kementerian Pertanian misalnya situs Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian dan Pusat Perpustakaan dan Penyebaran
Teknologi Pertanian (Pustaka).
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa variasi materi penyuluhan yang
disampaikan dengan menggunakan TIK oleh penyuluh PNS dan THL-TBPP
termasuk dalam kategori tinggi dengan rataan skor 3.21 dan 3.17. Materi yang
disampaikan penyuluh kepada petani binaan di antaranya adalah materi budidaya,
hama penyakit tanaman, analisis usaha tani, dan pengolahan pasca panen. Sebaran
rataan skor dan nilai koefisien uji t oleh penyuluh PNS dan THL-TBPP yang
berkaitan dengan pemanfaatan TIK oleh penyuluh tersaji pada Tabel 9.
38
Tabel 9 Sebaran rataan skor dan nilai koefisien uji t oleh penyuluh PNS dan
THL-TBPP yang berkaitan pemanfaatan TIK oleh penyuluh
Pemanfaatan TIK oleh penyuluh Rataan skor1
nilai
koefisien uji t PNS THL Jangkauan sumber informasi 3.11 3.16 0.677 Variasi materi penyuluhan 3.21 3.17 0.841 Ragam Informasi 3.20 3.20 0.594 Kualitas berbagi pengetahuan 3.14 3.17 0.774
Ket: 1) interval skor 1–1.74 =Sangat rendah; 1.75–2.49 =Rendah; 2.50–3.24 =Tinggi ;3.25-4 =Sangat tinggi
Senada halnya dengan ragam informasi yang diperoleh oleh penyuluh
dengan rataan skor yang sama dan tergolong dalam kategori tinggi yaitu sebesar
3.20. Hal ini diketahui bahwa penyuluh juga mengakses informasi teknis
pertanian lainnya seperti informasi harga pasar dan pemasaran, berita pertanian,
petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) dari kegiatan yang
sedang dilaksanakan. Seperti yang diungkapkan oleh penyuluh senior yang aktif
dalam memanfaatkan TIK yaitu berinisial ” SH” (54 tahun):
”.. Saya malahan memanfaatkan internet untuk membuat media
penyuluhan yang beraneka ragam seperti cara merawat anggrek,
memelihara lele dumbo, setelah itu saya masukkan ke dalam cyber
extension atau blog saya sehingga orang bisa membaca materi
penyuluhan yang saya buat...”
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa rataan skor untuk kualitas berbagi
pengetahuan oleh penyuluh PNS dan THL-TBPP sebesar 3.14 dan 3.17 (kategori
tinggi). Hal ini disebabkan adanya forum diskusi sesama penyuluh guna
mempererat tali kekerabatan dan silaturrahmi serta berbagi pengetahuan dan
pengalaman dalam menunjang tupoksi penyuluhan.
Kegiatan berbagi informasi ini dilakukan secara formal dua kali dalam
sebulan yaitu pada waktu kegiatan pertemuan dua mingguan, dan secara informal
melalui komunikasi tatap muka. Kegiatan ini merupakan kegiatan rutin sebagai
bentuk evaluasi dari setiap kegiatan yang telah dilakukan oleh penyuluh selama
dua mingguan. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Suryantini (2003)
mengungkapkan bahwa informasi teknis sangat dibutuhkan oleh penyuluh dalam
merancang materi penyuluhan.
Hasil uji t menunjukkan tidak terdapat perbedaan signifikan pada penyuluh
PNS dan penyuluh THL-TBPP dalam pemanfaatkan TIK. Hipotesis penelitian
yang menyebutkan ”terdapat perbedaan nyata antara penyuluh PNS dan penyuluh
THL-TBPP dalam pemanfaatan TIK ditolak.”
39
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pemanfaatan TIK dalam
Peningkatan Kompetensi Penyuluh
1. Karakteristik Individu Penyuluh
Karakteristik individu penyuluh terdiri dari: umur, pendidikan formal,
pendidikan non formal, masa kerja, tingkat kepemilikan TIK, dan status
penyuluh. Umur penyuluh sebagian besar berada di atas 48 tahun dengan
persentase 35.04 persen. Sebaran persentase karakteristik individu penyuluh
menunjukkan bahwa umur penyuluh di antara 22 sampai dengan 34 tahun
menempati posisi kedua dengan persentase sebesar 43.59 persen. Ini
membuktikan bahwa umur penyuluh yang berada di atas 48 tahun adalah umur
penyuluh PNS yang sebagian besar sudah mendekati usia pensiun
Tabel 10 Sebaran persentase karakteristik individu penyuluh dan nilai
koefisien uji t antara penyuluh PNS dan THL-TBPP
Karakteristik Individu Penyuluh PNS THL Persentase (%)
Nilai
Koefisien Uji t
Umur
a. Muda (22 – 34 tahun) 6.84 36.75 43.59
b. Dewasa (35 – 47 tahun) 5.13 16.24 21.37 11.015** c. Dewasa lanjut (48-60 tahun) 35.00 0.00 35.04
Pendidikan Formal
a. SMA/SPMA 10.26 7.69 17.95 b. Diploma 11.97 22.22 34.19 1.47
c. Sarjana 23.93 23.93 47.86
Pendidikan Non formal
a. Belum pernah 16.24 17.09 33.33
b. 1-2 kali 21.37 29.06 50.43 0.831
c. 3 c. 3-5 kali 8.55 7.69 16.24
Masa Kerja
a. Singkat ( 1 - 18 tahun) 17.09 52.99 70.09 10.738** b. Lama ( 19 – 36 tahun ) 29.91 0.00 29.91
Tingkat Kepemilikan TIK
a. 1 - 3 TIK 1.71 0.00 1.71
b. 4 – 6 TIK 39.32 27.35 66.67 6.854**
c. 7 - 9 TIK 5.13 26.50 31.62
Ket : **) signifikan pada p <0.01
Pendidikan formal penyuluh dikelompokkan menjadi tingkat pendidikan
SMA/SPMA, diploma (D3) dan sarjana (D4, S1 dan S2). Sebagian besar penyuluh
(47.86%) yang dijadikan responden sudah berpendidikan setingkat sarjana bahkan
sekitar 0.9% sudah mengenyam pendidikan S2. Ini berarti secara umum tingkat
pendidikan formal penyuluh relatif tinggi. Tingkat pendidikan penyuluh
merupakan salah satu syarat dalam kenaikan jabatan untuk menjadi penyuluh ahli.
40
Sesuai yang diungkapkan Anwas et.al (2009) yang mengungkapkan bahwa
pemanfaatan media dipengaruhi oleh tingkat pendidikan formal, kepemilikan
media komunikasi dan informasi, motivasi penyuluh, dukungan anggota keluarga
penyuluh, dan tuntutan klien. Senada juga yang diungkapkan oleh Nwafor dan
Akubue (2008) bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi penggunaan radio dan
televisi di Nigeria.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyuluh yang belum pernah
mengikuti pelatihan dalam dua tahun terakhir adalah sebesar 33.33%, dan
penyuluh yang mengikuti pelatihan sebanyak 1-2 kali sebesar 50.43%, sedangkan
penyuluh yang mengikuti pelatihan antara 3-5 kali sebesar 16.24%. Sebagian
besar penyuluh yang belum pernah mengikuti pelatihan adalah THL-TBPP. Hal
ini disebabkan oleh salah satu kebijakan dari kantor Badan Ketahanan Pangan dan
Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BKP5K) dan BP3K
yang cenderung belum memberi kesempatan yang sama pada THL-TBPP dalam
mengikuti pelatihan. Jenis pelatihan yang diikuti seperti Sekolah Lapang
Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT), Pelatihan Pengembangan Usaha
Agribisnis Pedesaan (PUAP), Manajemen Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis,
dan pelatihan teknis budidaya padi dan jagung.
Masa kerja penyuluh dikelompokkan atas dua kategori yaitu baru (1-18
tahun) dan lama (19-38 tahun). Masa kerja penyuluh yang terbanyak terdapat pada
kisaran antara satu sampai dengan 18 tahun sebesar 70.09 persen. Hal ini
disebabkan oleh usia THL-TBPP yang relatif muda dan masa kerja yang relatif
singkat. Jika dikaitkan dengan umur penyuluh yang juga sudah mendekati umur
pensiun (tua), maka masa kerja berbanding lurus dengan umur penyuluh. Artinya,
semakin tua umur penyuluh, maka masa kerjanya juga semakin lama.
Tingkat kepemilikan TIK (televisi, radio, komputer, internet, handphone,
CD/DVD) oleh penyuluh sebagian besar tergolong dalam kategori tinggi yaitu
sebanyak 4–6 jenis TIK yang dimiliki. Hal ini menunjukkan bahwa penyuluh
sudah mulai memanfatkan TIK dalam kegiatan sehari-hari dan dalam menunjang
tupoksinya, khususnya untuk membuat materi penyuluhan.
Bidang kompetensi penyuluh sangat bervariasi, namun yang mendominasi
adalah bidang kompetensi pertanian sebesar 82.05%, disusul peternakan dan
kehutanan dengan persentase yang sama sebesar 6.84% dan perikanan sebesar
4.27%. Dari hasil pendalaman wawancara, terdapat kesesuaian antara bidang
keahlian yang dikuasai ketika memulai menjadi penyuluh dengan bidang
pekerjaan yang ditekuni oleh penyuluh sehingga penyuluh lebih mudah
menyampaikan inovasi teknologi kepada petani binaan.
Hasil uji beda (t-test) diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
antara karakteristik penyuluh PNS dan THL-TBPP terutama pada aspek umur,
masa kerja, dan tingkat kepemilikan TIK. Hasil penelitian membuktikan bahwa
rata-rata umur penyuluh PNS tergolong dalam kategori dewasa lanjut (48-60)
tahun sebesar 35.04%, sedangkan THL-TBPP memiliki rata-rata umur yang
tergolong muda (22-34 tahun) yaitu sebesar 36.75% Rata-rata umur THL-TBPP
cenderung lebih muda dan memiliki masa kerja yang masih singkat yaitu berkisar
1-18 tahun jika dibandingkan dengan umur penyuluh PNS yang cenderung tua
dan memiliki masa kerja yang lama yaitu berkisar 19-36 tahun. Hal lain yang
ditemui bahwa sebagian besar penyuluh PNS memiliki tingkat kepemilikan TIK
sebanyak 4-6 jenis TIK yaitu sebesar 39.32%, sedangkan THL-TBPP memiliki 4-
41
6 jenis TIK yaitu sebesar 27.35%. Perbedaan tingkat kepemilikan TIK ini
disebabkan oleh penyuluh PNS yang telah memiliki kemampuan dalam
melakukan pembelian terutama komputer dan juga pemanfaatan TIK ini lebih
cenderung dimanfaatkan oleh anaknya, sedangkan bagi THL-TBPP kendala
keuangan dan imbalan menjadi permasalahannya. Hipotesis penelitian yang
menyebutkan terdapat perbedaan nyata antara karakteristik individu penyuluh
PNS dan THL-TBPP dalam pemanfaatan TIK diterima yaitu pada aspek umur,
masa kerja dan tingkat kepemilikan TIK yang memiliki perbedaan yang sangat
nyata dalam pemanfaatan TIK terutama pemanfaatan komputer dan internet.
Hasil penelitian ini senada dengan penelitian Mulyandari (2011) bahwa
umur petani memiliki hubungan negatif dengan seluruh aspek perilaku dalam
pemanfaatan teknologi informasi. Semakin tua umur petani, cenderung semakin
rendah tingkat pengetahuan, sikap, dan keterampilannya dalam memanfaatkan
teknologi informasi.
2. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan penyuluh PNS dan THL-TBPP salah satunya iklim
belajar memperoleh rataan skor yang tergolong dalam kategori baik yaitu 2.89 dan
2.74. Hal Ini menunjukkan bahwa penyuluh PNS dan THL-TBPP memiliki
ketersediaan dan kemudahan dalam mengakses TIK, serta dukungan ujicoba
inovasi dalam melaksanakan kegiatan penyuluhan yang dijalaninya.
Selanjutnya dukungan kebijakan Pemerintah Daerah terhadap penyuluh dan
kegiatan penyuluhan pertanian secara garis besar memiliki rataan skor yang
berada pada kategori baik yaitu 3.01 dan 2.91. Ini mengindikasikan bahwa dana
yang dianggarkan oleh Pemerintah Daerah sudah sesuai untuk kegiatan
penyuluhan pertanian dan kelembagaan penyuluhan pertanian.
Hasil uji beda persepsi penyuluh terhadap faktor lingkungan menunjukkan
bahwa tidak ada perbedaan signifikan pada persepsi penyuluh PNS dengan
penyuluh THL-TBPP yang berkenaan dengan iklim belajar. Begitupun persepsi
pada kebijakan Pemda tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antara
penyuluh PNS dan penyuluh THL-TBPP. Oleh karena itu, hipotesis yang
menyebutkan ”terdapat perbedaan nyata pada persepsi penyuluh PNS dan THL-
TBPP tentang faktor lingkungan ditolak.” Sebaran rataan skor dan nilai koefisien
uji t faktor lingkungan oleh penyuluh PNS dan THL-TBPP tersaji pada Tabel 11.
Tabel 11 Sebaran rataan skor faktor lingkungan dan nilai koefisien uji t oleh penyuluh PNS dan THL-TBPP
Faktor Lingkungan Rataan Skor
1 Nilai koefisien
uji t PNS THL-TBPP
Iklim Belajar 2.89 2.74 1.639
Kebijakan Pemerintah Daerah 3.01 2.91 1.176 Ket: 1) Interval skor 1– 1.74 = Sangat buruk; 1.75 – 2.49 = Buruk; 2.50 – 3.24 = Baik; 3.25 – 4 = Sangat baik
42
3. Motivasi Penyuluh
Motivasi intrinsik merupakan dorongan dalam diri penyuluh guna
memanfaatkan TIK untuk melaksanakan kegiatan penyuluhan dalam rangka
peningkatan kompetensi yang termasuk dalam kategori baik dengan rataan skor
sebesar 3.13 dan 3.23. Hal ini merupakan kesadaran yang ada pada diri penyuluh
untuk selalu update informasi, melaksanakan tugas sebaik-baiknya dan juga untuk
mengembangkan karier. Fakta di lapangan diperoleh bahwa pemanfaatan TIK
oleh penyuluh sudah menjadi suatu kebutuhan dan kebiasaan dalam memperoleh
informasi tanpa harus melalui paksaan atau suruhan orang lain seperti browsing
informasi untuk bahan materi penyuluhan, membuat media penyuluhan dan
membuat laporan bulanan penyuluh.
Motivasi ekstrinsik lebih menekankan kepada dorongan yang berada di luar
diri penyuluh seperti kesesuaian imbalan, lingkungan yang mendukung pekerjaan,
dukungan pimpinan lembaga penyuluh dan hubungan sesama penyuluh yang
termasuk dalam kategori baik dengan rataan skor 2.98 dan 2.92. Hal ini dilihat
dari terjalinnya hubungan baik antara sesama penyuluh PNS dan THL-TBPP,
serta antara penyuluh dan atasannya. Hasil uji t (uji beda) menunjukkan bahwa
tidak terdapat perbedaan signifikan pada penyuluh PNS dengan THL-TBPP dalam
motivasi penyuluh, sehingga hipotesis penelitian yang menyebutkan ”terdapat
perbedaan nyata antara motivasi penyuluh PNS dengan motivasi penyuluh THL-
TBPP dalam memanfaatkan TIK ditolak.” Sebaran rataan skor motivasi penyuluh
dan nilai koefisien uji t penyuluh PNS dan THL-TBPP tersaji pada Tabel 12.
Tabel 12 Sebaran rataan skor motivasi penyuluh dan nilai koefisien uji t antara penyuluh PNS dan THL-TBPP dalam pemanfaatan TIK
Motivasi penyuluh Rataan skor
1 Nilai Koefisien
Uji t PNS THL-TBPP
Motivasi intrinsik 3.13 3.23 0.927
Motivasi ekstrinsik 2.98 2.92 0.691
Ket: 1) interval skor 1– 1.74 = Sangat buruk; 1.75 – 2.49 = Buruk; 2.50 – 3.24 = Baik; 3.25 – 4 = Sangat baik
Hubungan Karakteristik, Faktor Lingkungan dan Motivasi Penyuluh dengan
Tingkat Pemanfaatan TIK oleh Penyuluh
Analisis yang digunakan untuk menentukan hubungan karakteristik penyuluh,
faktor lingkungan dan motivasi penyuluh dengan tingkat pemanfaatan TIK serta
tingkat pemanfaatan TIK dengan tingkat kompetensi penyuluh adalah korelasi rank
Spearman.
1. Hubungan karakteristik penyuluh dengan tingkat pemanfaatan TIK
Umur memiliki hubungan sangat nyata negatif dengan intensitas
pemanfaatan TIK. Hal ini menunjukkan bahwa penyuluh yang berumur lebih dari
48 tahun kurang atau jarang memanfaatkan TIK dalam melaksanakan kegiatan
penyuluhan terutama pemanfaatan komputer dan internet dalam mencari atau
membuat media penyuluhan. Hal ini senada diungkapkan oleh penyuluh senior,
“S” ( 54 tahun) : “.. Kami dulunya tidak pernah diajarkan komputer dan internet,
43
sehingga sampai sekarang kami tidak bisa memakainya, apalagi sudah tua begini,
sudah mau pensiun, sudah jenuh dengan teknologi yang rumit-rumit…”
Kegiatan yang dilakukan oleh penyuluh hanya bersifat latihan dan
kunjungan rutin yang dilakukan kepada kelompok tani binaan dengan materi
penyuluhan yang kurang bervariasi. Seperti yang diungkapkan Padmowiharjo
(2004), kemampuan belajar berkembang hingga usia 45 tahun dan terus menurun
setelah mencapai usia 55 tahun. Masa kerja memiliki hubungan sangat nyata
negatif dengan intensitas pemanfaatan TIK. Hal ini menunjukkan bahwa
intensitas pemanfaatan TIK terutama komputer dan internet berbanding terbalik
dengan masa kerja penyuluh. Semakin lama masa kerja penyuluh, maka semakin
rendah penyuluh dalam memanfaatkan kedua teknologi tersebut. Namun
sebaliknya, semakin singkat masa kerja penyuluh yang berarti juga semakin
muda umur penyuluh, maka semakin tinggi tingkat pemanfaatan TIK.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa keikutsertaan penyuluh PNS
terhadap kegiatan pelatihan komputer dan internet yang diselenggarakan oleh
Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian (PUSTAKA) masih
sangat minim sekali. Sebanyak 30 orang peserta yang ikut dalam pelatihan
tersebut, hanya 2 orang penyuluh senior yang berpartisipasi dalam kegiatan
tersebut. Alasan yang menjadi penghambat penyuluh PNS tidak mengikuti
pelatihan tersebut berupa kondisi atau faktor mata yang sudah tidak jelas melihat
huruf–huruf yang kecil di layar monitor komputer, jenuh dengan pekerjaan, dan
dukungan anak dalam mengerjakan administrasi kerja seperti pembuatan laporan
bulanan penyuluh. Hasil penelitian tentang hubungan karakteristik penyuluh dengan
tingkat pemanfaatan TIK tersaji pada Tabel 13.
Tabel 13 Hubungan karakteristik penyuluh dengan tingkat pemanfaatan TIK
Karakteristik Penyuluh
Koefisien Korelasi Tingkat Pemanfaatan TIK (rs)
Intensitas
pemanfaatan
TIK
Jangkauan
sumber
informasi
Variasi
materi
penyuluhan
Ragam
informasi
Kualitas
berbagi
pengetahuan
Umur -0.637** -0.112 0.099 -0.037 -0.115
Pend. formal 0.140 0.080 -0.091 0.138 0.027
Pend. non formal 0.043 -0.033 0.047 0.081 0.088
Masa kerja -0.430** -0.069 0.075 -0.075 -0.072
Tingkat kepemilikan TIK 0.120 0.071 -0.156 -0.119 0.026
Status penyuluh 0.421** 0.068 -0.073 0.054 0.003
Ket : **) signifikan pada p < 0.01 rs = Koefisien korelasi rank Spearman
Senada dengan hasil pretest yang dilakukan oleh PUSTAKA pada kegiatan
pelatihan terhadap 30 orang penyuluh se Kabupaten Bogor dengan tema
peningkatan kemampuan akses penyuluh ke sumber-sumber informasi tanggal 27-
28 Maret 2013, diperoleh bahwa sebanyak 85.19% penyuluh mengakses internet
guna kegiatan penyuluhan, 77.78% untuk kebutuhan pribadi dan 18.52% untuk
lainnya. Hal ini juga diungkapkan oleh Ahuja (2011) bahwa ketersediaan
informasi melalui internet membantu proses penyuluhan pertanian lebih cepat dan
efektif, serta ditegaskan lagi oleh Alfred dan Odefadehan (2007) yang
mengungkapkan bahwa hanya pengalaman kerja penyuluh yang memiliki
hubungan signifikan dengan kebutuhan informasi mereka.
44
Hipotesis penelitian yang menyebutkan terdapat hubungan yang nyata
antara karakteristik penyuluh (PNS dan THL-TBPP) dengan tingkat pemanfaatan
TIK diterima,” khususnya umur, masa kerja dan status penyuluh yang
berhubungan sangat nyata dengan tingkat pemanfaatan TIK pada aspek intensitas
pemanfaatan TIK. Semakin tua umur penyuluh, maka semakin rendah dalam
memanfaatkan TIK, dan sebaliknya semakin muda umur penyuluh maka semakin
tinggi dalam memanfaatkan TIK terutama pemanfaatan komputer dan internet.
Hal ini dikuatkan lagi oleh kasus pada Box 2 berikut.
2. Hubungan faktor lingkungan dengan tingkat pemanfaaatan TIK
Kebijakan Pemerintah Daerah berhubungan nyata positif dengan ragam
informasi dan jangkauan sumber informasi. Hal ini membuktikan dana yang
dianggarkan pemerintah daerah untuk kelancaran kegiatan penyuluhan dapat
meningkatkan minat dan semangat penyuluh dalam mengakses informasi yang
lebih luas.
Iklim belajar menunjukkan hubungan yang tidak nyata dengan tingkat
pemanfaatan TIK, namun menunjukkan korelasi negatif dengan intensitas
pemanfaatan TIK, jangkauan sumber informasi, variasi materi penyuluhan dan
kualitas berbagi pengetahuan. Hal ini menjelaskan bahwa iklim belajar yang
kondusif tidak menyebabkan penyuluh mengurangi minat dan aktivitasnya dalam
memanfaatkan TIK untuk melakukan kegiatan penyuluhan. Artinya tidak ada
hubungan antara iklim belajar dengan tingkat pemanfaatan TIK.
Hal ini senada dengan hasil penelitian Marius et al. (2007) mengenai
kompetensi penyuluh yang mengungkapkan bahwa di dalam era otonomi daerah
perhatian pemerintah daerah menurun seperti hampir tidak adanya penggunaan
informasi dalam bentuk leaflet, brosur dan lain-lain. Begitu juga dengan
pemberian dana, sarana prasarana, dukungan masyarakat dan keluarga juga
menurun, penggunaan teknologi pertanian oleh petani terbatas, motivasi penyuluh
rendah.
Hasil penelitian Margono et al. (2011) yang membahas mengenai gap
antara hubungan pemerintah pusat dengan penyuluh dalam penyebaran informasi
mengungkapkan bahwa sumber informasi sekunder yang dapat diakses oleh
penyuluh, bukan tergolong dalam kasus informasi primer. Hal ini diperkuat
dengan temuan penelitian Anwas (2009) bahwa faktor lingkungan mempengaruhi
kompetensi penyuluh, sehingga untuk meningkatkan kompetensi penyuluh di
(Box 2)
Pak S (56 tahun) adalah penyuluh PNS senior yang sehari-hari bertugas di
Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Penyuluh ini kesehariannya sering
berada di Kantor BP3K Dramaga untuk melakukan interaksi dengan sesama
penyuluh lainnya. Minimnya frekuensi penyuluh ini ke lapangan disebabkan
kejenuhannya dalam beraktivitas sebagai penyuluh yang sudah lebih dari 30
tahun. Beliau menyatakan faktor tua, mendekati usia pensiun adalah
alasannya untuk tidak lagi bersemangat dalam menjalankan aktivitasnya
sebagai penyuluh pertanian lapangan. Apalagi dikaitkan dengan pemanfaatan
TIK seperti komputer dan internet yang tidak pernah digunakan akibat dari
faktor fisik dan motivasi yang sudah turun. Pak S menyatakan bahwa untuk
kegiatan administrasi penyuluhan seperti laporan bulanan, ia sering minta
bantuan anaknya untuk melakukan kegiatan pengetikan, sehingga tidak
menjadi beban bagi beliau untuk tidak dapat memanfaatkan TIK.
45
lingkungan lembaga penyuluhan harus menciptakan suasana yang mendorong
penyuluh untuk melakukan proses belajar. Hipotesis penelitian tentang ”adanya
hubungan nyata antara faktor lingkungan dengan tingkat pemanfaatan TIK oleh
penyuluh pada umumnya ditolak,” kecuali aspek faktor lingkungan kebijakan
Pemda yang berhubungan nyata dengan tingkat pemanfaatan TIK (jangkauan
sumber informasi dan ragam informasi).
Hasil penelitian tentang hubungan faktor lingkungan dengan tingkat
pemanfaatan TIK tersaji pada Tabel 14.
Tabel 14 Hubungan faktor lingkungan dengan tingkat pemanfaaatan TIK
Faktor Lingkungan
Koefisien Korelasi Tingkat Pemanfaatan TIK (rs)
Intensitas
pemanfaatan
TIK
Jangkauan
sumber
informasi
Variasi
materi
penyuluhan
Ragam
informasi
Kualitas
berbagi
pengetahuan
Iklim belajar -0.070 - 0.047 - 0.043 0.004 -0.167
Kebijakan Pemda 0.002 0.198* 0.077 0.182* 0.188
Ket: *) signifikan pada p < 0.05 rs = Koefisien korelasi rank Spearman
3. Hubungan motivasi penyuluh dengan tingkat pemanfaaatan TIK
Motivasi yang ada dalam diri penyuluh untuk meningkatkan kompetensi,
mengembangkan karier mampu memberikan dorongan dalam mengakses atau
mencari informasi yang beragam baik dalam lingkup lokal dan nasional, sekaligus
berbagi informasi kepada sesama penyuluh dalam memberikan materi penyuluhan
yang lebih update dan bervariasi. Minat penyuluh dalam pencarian informasi
terbaru melalui TIK merupakan awal dari keberhasilan petani dalam
mengembangkan usaha taninya dengan teknologi terkini dan tepat guna. Hasil
penelitian tentang hubungan antara motivasi penyuluh dengan tingkat
pemanfaatan TIK tersaji pada Tabel 15.
Tabel 15 Hubungan motivasi penyuluh dengan tingkat pemanfaaatan TIK
Faktor Motivasi
Koefisien Korelasi Tingkat Pemanfaatan TIK (rs)
Intensitas pemanfaatan
TIK
Jangkauan sumber
informasi
Variasi materi
penyuluhan
Ragam informasi
Kualitas berbagi
pengetahuan
Motivasi intrinsik 0.041 0.488** 0.428** 0.529** 0.335**
Motivasi ekstrinsik -0.100 0.122 0.213* 0.121 0.086
Ket: *) signifikan pada p<0.05 rs=Koefisien korelasi rank Spearman
**) signifikan padap<0.01
Motivasi instrinsik berhubungan sangat nyata positif dengan jangkauan
sumber informasi, variasi materi penyuluhan, ragam informasi dan kualitas
berbagi pengetahuan, selanjutnya motivasi ekstrinsik berhubungan positif yang
nyata dengan variasi materi penyuluhan. Hal ini membuktikan bahwa lingkungan
yang mendukung dan kondusif di dalam pekerjaan mampu meningkatkan kinerja
penyuluh terutama dalam mengakses materi penyuluhan melalui pemanfaatan
komputer dan internet.
Fakta di lapangan menunjukkan THL-TBPP lebih potensial dalam
mengembangkan kelompok tani binaan tanpa mengenyampingkan fungsi dan
46
peran penyuluh PNS dalam mengayomi, membimbing dan sharing pengetahuan
serta pengalaman kepada penyuluh yang lebih muda. Kegiatan sharing
pengetahuan dan pengalaman dilakukan oleh THL-TBPP kepada penyuluh PNS
yang belum menguasai penggunaan TIK khususnya komputer dan internet serta
sebaliknya penyuluh PNS yang memiliki cukup pengalaman juga memberikan
penjelasan terutama dalam teknis budidaya tanaman. Hal ini senada dengan yang
diungkapkan Hubeis (2008) bahwa motivasi penyuluh (intrinsik dan ekstrinsik)
yang rendah akan menyebabkan produktivitas kerjanya juga menjadi rendah.
Hipotesis penelitian yang menyebutkan ”terdapatnya hubungan nyata antara
motivasi penyuluh (PNS dan THL-TBPP) dengan tingkat pemanfaatan TIK
diterima,” yaitu aspek motivasi instrinsik khususnya pada jangkauan sumber
informasi, variasi materi penyuluhan, ragam informasi dan kualitas berbagi
pengetahuan yang berhubungan sangat nyata dengan tingkat pemanfaatan TIK
serta aspek motivasi ekstrinsik khususnya pada variasi materi penyuluhan.
4. Hubungan tingkat kompetensi penyuluh dengan tingkat pemanfaatan
TIK penyuluh
Tingkat kompetensi penyuluh PNS dan THL-TBPP merupakan tingkat
kemampuan penyuluh yang dilandasi oleh pengetahuan, keterampilan dan
didukung oleh sikapnya dalam melaksanakan tugas penyuluhan dalam
memberdayakan petani. Tingkat kompetensi penyuluh PNS dan THL-TBPP
terhadap tingkat pemanfaatan TIK tergolong dalam kategori tinggi. Sebaran rataan
skor dan nilai koefisien uji t tingkat kompetensi penyuluh PNS dan THL-TBPP
tersaji pada Tabel 16.
Tabel 16 Sebaran rataan skor dan nilai koefisien uji t antara tingkat
kompetensi penyuluh PNS dan THL-TBPP
Tingkat Kompetensi Penyuluh Rataan skor
1 Nilai
Koefisien Uji t PNS THL-TBPP
Kompetensi pemahaman potensi wilayah 3.18 3.13 0.376
Kemampuan komunikasi inovasi 3.10 3.11 0.072
Kemampuan pengelolaan pembelajaran 3.06 3.05 0.095
Kemampuan pengelolaan pembaharuan 3.18 3.05 0.290
Kemampuan pengelolaan pelatihan 2.97 2.97 0.996
Kemampuan kewirausahaan 3.02 2.95 1.142
Kemampuan pemandu sistem jaringan 3.09 3.09 0.115
Ket:1) interval skor 1–1.74= Sangat rendah; 1.75–2.49= Rendah; 2.50–3.24= Tinggi;3.25-4= Sangat tinggi
Tingkat kemampuan penyuluh PNS dan THL-TBPP dalam pemahaman
potensi wilayah berdasarkan rataan skor berada dalam kategori tinggi yaitu
sebesar 3.18 dan 3.13 . Hal ini membuktikan bahwa penyuluh mampu memahami
potensi sumber daya alam, mampu memecahkan permasalahan petani dan mencari
solusinya melalui kegiatan latihan dan kunjungan, pertemuan serta diskusi dengan
pengurus dan anggota kelompok tani.
Tingkat kemampuan penyuluh PNS dan THL-TBPP dalam mengelola
komunikasi inovasi tergolong dalam kategori tinggi yaitu sebesar 3.10 dan 3.11.
Penyuluh telah mampu mencari informasi inovasi melalui berbagai sumber
47
informasi, memahami inovasi yang dibutuhkan, serta mengkomunikasikannya
dengan bahasa yang mudah dipahami dan dilakukan secara dialogis. Kegiatan ini
merupakan suatu bentuk kegiatan ujicoba atau demplot teknologi yang sesuai
dengan spesifik lokasi daerah binaan masing-masing penyuluh. Hasil penelitian
Mulyadi (2009) menunjukkan bahwa kompetensi penyuluh berpengaruh nyata
terhadap kinerja penyuluh (pengelolaan informasi dan kepemimpinan).
Selanjutnya, tingkat kemampuan penyuluh PNS dan THL-TBPP dalam
mengelola pembelajaran berdasarkan rataan skor tergolong tinggi yaitu sebesar
3.06 dan 3.05. Penyuluh telah mampu memanfaatkan media pembelajaran dan
memfasilitasi interaksi belajar sesama petani. Hal ini sejalan yang diungkapkan
oleh Mardikanto (2010) bahwa penyuluhan terkandung adanya perubahan, sikap
dan keterampilan agar mereka tahu, mau dan mampu dalam mengelola usaha
taninya demi tercapainya kesejahteraan keluarga.
Tingkat kemampuan penyuluh PNS dan THL-TBPP dalam mengelola
pembaharuan berdasarkan rataan skor berada dalam kategori tinggi yaitu sebesar
3.18 dan 3.05. Hal ini menunjukkan penyuluh telah mampu membangkitkan
motivasi petani untuk menerapkan inovasi dan memecahkan masalah dihadapi
yang berkaitan dengan inovasi.
Tingkat kemampuan penyuluh PNS dan THL-TBPP dalam mengelola
pelatihan berdasarkan rataan skor berada dalam kategori tinggi dengan nilai rataan
yang sama yaitu sebesar 2.97. Hal ini mengindikasikan bahwa penyuluh telah
memiliki kemampuan dalam mengelola pelatihan atau kursus tani mulai dari
tahapan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi beserta tindak lanjutnya.
Tingkat kemampuan penyuluh PNS dan THL-TBPP dalam mengembangkan
kewirausahaan berdasarkan rataan skor berada dalam kategori tinggi yaitu sebesar
3.02 dan 2.95. Hal ini mengindikasikan bahwa penyuluh telah mampu mendorong
petani untuk mengembangkan sikap berani dalam mengambil risiko, peluang atau
kesempatan dalam berusaha tani.
Tingkat kemampuan penyuluh PNS dan THL-TBPP dalam pemandu sistem
jaringan termasuk kategori tinggi dengan nilai rataan yang sama yaitu sebesar
3.09 d. Hal ini menunjukkan bahwa penyuluh telah mampu memfasilitasi petani
dengan pihak lembaga penelitian atau perguruan tinggi serta kemitraan dengan
dunia usaha, memfasilitasi produk pertanian dan harga pasar.
Fakta lain yang ditemukan bahwa hasil rataan skor untuk penyuluh PNS
terlihat lebih dominan pada tingkat kompetensi penyuluh pada aspek kompetensi
pemahaman potensi wilayah dan kemampuan pengelolaan pembaharuan dengan
nilai rataan yang sama yaitu sebesar 3.18. Hal ini membuktikan bahwa penyuluh
PNS telah mampu memahami potensi sumber daya alam, mampu memecahkan
permasalahan petani dan mencari solusinya melalui kegiatan latihan dan
kunjungan, pertemuan serta diskusi dengan pengurus dan anggota kelompok tani
serta telah mampu membangkitkan motivasi petani untuk menerapkan inovasi dan
memecahkan masalah dihadapi yang berkaitan dengan inovasi.
Hasil uji t menunjukkan tidak terdapat perbedaan signifikan pada penyuluh
PNS dan THL-TBPP dalam tingkat kompetensi penyuluh. Hipótesis penelitian
yang menyebutkan “adanya perbedaan nyata antara tingkat kompetensi penyuluh
PNS dan THL-TBPP dalam memanfaaatkan TIK ditolak.”
Selanjutnya, analisis tentang hubungan tingkat kompetensi penyuluh dengan
tingkat pemanfaatan TIK diperoleh bahwa jangkauan sumber informasi
48
berhubungan sangat nyata positif dengan kemampuan pemahaman potensi
wilayah, kemampuan mengembangkan kewirausahaan dan kemampuan pemandu
sistem jaringan. Hal ini membuktikan bahwa semakin luas jangkauan sumber
informasi penyuluh maka berbanding lurus dengan kemampuan penyuluh dalam
memahami potensi sumber daya alam, memahami permasalahan petani dan
menemukan solusinya, juga menjelaskan bahwa jangkauan sumber informasi
mampu mengembangkan sikap berani dalam mencari peluang, berani mengambil
risiko dan mampu memfasilitasi kerjasama kemitraan dengan pihak lain terutama
perguruan tinggi, lembaga penelitian dan dunia usaha.
Variasi materi penyuluhan dan ragam informasi berhubungan sangat nyata
positif dengan semua aspek tingkat kompetensi penyuluh yang meliputi
kemampuan pemahaman potensi wilayah, kemampuan komunikasi inovasi
kemampuan pengelolaan pembelajaran, kemampuan pengelolaan pembaharuan,
kemampuan pengelolaan pelatihan, kemampuan mengembangkan kewirausahaan
dan kemampuan pemandu sistem jaringan. Hal ini membuktikan bahwa variasi
materi penyuluhan dan ragam informasi berbanding lurus dengan semua tingkat
kompetensi penyuluh. Semakin banyak materi penyuluhan yang dapat diakses dan
jenis informasi yang disampaikan oleh penyuluh melalui pemanfaatan TIK, maka
semakin tinggi tingkat kompetensinya terutama dalam kompetensi pemahaman
potensi wilayah, kemampuan komunikasi inovasi, dan kemampuan pemandu
sistem jaringan. Hasil analisis hubungan tingkat pemanfaatan TIK dengan tingkat
kompetensi penyuluh tersaji pada Tabel 17.
Tabel 17 Hubungan tingkat pemanfaatan TIK dengan tingkat kompetensi
penyuluh
Tingkat
pemanfaatan TIK
Koefisien Korelasi Tingkat Kompetensi Penyuluh (rs)
Kemamp.
pemahaman
potensi
wilayah
Kemamp.
komunikasi
inovasi
Kemamp.
pengelolaan
pembelajar-
an
Kemamp.
pengelolaan
pembaharu-
an
Kemamp.
Pengelo-
laan
pelatihan
Kemamp.
kewira-
usahaan
Kemamp.
pemandu
sistem
jaringan
Intensitas
pemanfaatan TIK -0.049 0.040
0.029
0.080
-0.023
-0.096
0.019
Jangkauan sumber
informasi 0.304** 0.164 0.170 0.170 0.178 0.242** 0.263**
Variasi materi
penyuluhan 0.400** 0.401** 0.244** 0.316** 0.312** 0.351** 0.376**
Ragam
Informasi 0.359**
0.276** 0.240** 0.279** 0.239** 0.310** 0.265**
Kualitas berbagi
pengetahuan 0.103 0.028 0.150 0.126 0.013 -0.128 0.051
Ket: **) signifikan pada p< 0.01 rs=Koefisien korelasi rank Spearman
Hipotesis penelitian yang menyebutkan bahwa ”terdapat hubungan nyata
antara tingkat pemanfaatan TIK dengan tingkat kompetensi penyuluh diterima,”
yaitu pada aspek jangkauan sumber informasi yang berhubungan sangat nyata
khususnya dengan kemampuan pemahaman potensi wilayah, kemampuan
kewirausahaan, dan kemampuan pemandu sistem jaringan, juga aspek variasi
materi penyuluhan dan ragam informasi berhubungan sangat nyata dengan semua
tingkat kompetensi penyuluh. Hal ini sejalan dengan pendapat Marius et al.
(2007) yang menyatakan bahwa penyuluh yang berkompeten dalam menyiapkan,
mengevaluasi, dan mengembangkan penyuluhan lebih berdampak nyata bagi
petani dibanding hanya sekedar memiliki kompetensi dalam berkomunikasi dan
berinteraksi sosial.
49
Strategi Pemanfaatan TIK dalam Meningkatkan Kompetensi Penyuluh
Uraian dan pembahasan pada tujuan penelitian menyebutkan bahwa faktor-
faktor yang berhubungan dengan tingkat pemanfaatan TIK oleh penyuluh meliputi
faktor karakteristik penyuluh, faktor lingkungan dan motivasi penyuluh. Faktor
karakteristik penyuluh yang berhubungan dengan tingkat pemanfaatan TIK adalah
umur, masa kerja, dan status penyuluh pada aspek intensitas pemanfaatan TIK,
faktor lingkungan berhubungan pada kebijakan Pemda terutama pada aspek
jangkauan sumber informasi, dan motivasi penyuluh berhubungan pada motivasi
intrinsik khususnya pada jangkauan sumber informasi, variasi materi penyuluhan,
ragam informasi dan kualitas berbagi pengetahuan serta aspek motivasi ekstrinsik
berhubungan dengan variasi materi penyuluhan.
Kegiatan penyuluhan sebagai bagian dari tugas keprofesionalan sudah tentu
memerlukan kualifikasi kemampuan yang telah sesuai standarisasi. Sebagai
tenaga profesional, penyuluh harus mempunyai keahlian yang spesifik sesuai
bidangnya masing-masing. Oleh karena itu seorang penyuluh yang profesional
harus memiliki kompetensi yang meliputi kemampuan pemahaman potensi
wilayah, kemampuan komunikasi inovasi, kemampuan pengelolaan pembelajaran,
kemampuan pengelolaan pembaharuan, kemampuan pengelolaan pelatihan,
kemampuan mengembangkan kewirausahaan dan kemampuan pemandu sistem
jaringan.
Hasil uji beda (uji t) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan pada penyuluh PNS dengan THL-TBPP dalam intensitas pemanfaatan
TIK terutama pada aspek umur, masa kerja dan tingkat kepemilikan TIK. Terkait
dengan faktor lingkungan, peubah yang berhubungan dengan pemanfaatan TIK
yaitu kebijakan Pemerintah Daerah khususnya pada jangkauan sumber informasi
dan ragam informasi, sedangkan iklim belajar tidak memiliki hubungan dengan
tingkat pemanfaatan TIK.
Selanjutnya hasil uji beda persepsi penyuluh terhadap faktor lingkungan
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan pada persepsi penyuluh PNS
dengan penyuluh THL-TBPP yang berkenaan dengan iklim belajar. Begitupun
persepsi pada kebijakan Pemda juga terdapat perbedaan antara penyuluh PNS dan
penyuluh THL-TBPP, dan hasil uji beda pada motivasi penyuluh menunjukkan
bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada penyuluh PNS dengan THL-
TBPP dalam tingkat motivasi. Hal ini membuktikan bahwa lingkungan yang
mendukung dan kondusif di dalam pekerjaan mampu meningkatkan kinerja
penyuluh terutama dalam mengakses materi penyuluhan melalui pemanfaatan
komputer dan internet, melaksanakan tugas sebaik-baiknya serta untuk
mengembangkan karier.
Strategi yang dapat diambil dari pemanfaatan TIK dalam meningkatkan
kompetensi penyuluh yaitu dengan cara membangun kerja sama atau sinergi
penyuluh PNS dan THL-TBPP dalam hal memberikan pesan yang bersifat
inovatif yang dikemas dalam materi penyuluhan dengan memperhatikan unsur
pengembangan sumber daya manusia dan peningkatan modal sosial. Peningkatan
kompetensi penyuluh juga dapat ditingkatkan melalui pendidikan formal dan
pendidikan non formal (pelatihan, seminar, workshop) dengan memberikan
peluang dan kesempatan yang merata pada penyuluh PNS dan THL-TBPP
sehingga tidak terjadi gap informasi di antara penyuluh. Selanjutnya, materi
50
penyuluhan yang dikembangkan harus didasarkan pada kebutuhan dan
perkembangan yang diperlukan untuk kegiatan penyuluhan, terutama berdasarkan
tujuh dimensi dari kompetensi penyuluh di antaranya yaitu kemampuan
pemahaman potensi wilayah, kemampuan komunikasi inovasi, kemampuan
pengelolaan pembelajaran, kemampuan pengelolaan pembaharuan, kemampuan
pengelolaan pelatihan, kemampuan mengembangkan kewirausahaan dan
kemampuan pemandu sistem jaringan.
Perkembangan inovasi dan hasil-hasil penelitian dari lembaga penelitian
atau perguruan tinggi dapat disosialisasikan melalui TIK yang tepat dan sesuai
dengan kemasan yang menarik dan mudah dipahami sasaran. Hal ini sangat
penting, sehingga menjadi semacam ”amunisi” bagi penyuluh di lapangan dalam
melaksanakan penyuluhan sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman. Di sisi
lain, pemanfaatan TIK dapat menjadi wahana komunikasi antar penyuluh,
komunikasi penyuluh dengan nara sumber, dengan pimpinan, klien (petani), atau
dengan pihak-pihak lainnya. Sinergitas penyuluh PNS dan THL-TBPP dalam
menyelenggarakan kegiatan penyuluhan berbasis TIK tersaji pada Tabel 18.
Tabel 18 Sinergitas penyuluh PNS dan THL-TBPP dalam
menyelenggarakan kegiatan penyuluhan berbasis TIK
Unsur Penyuluh PNS THL-TBPP
1) Pembuatan materi
informasi penyuluhan
2) Pelaksanaan kegiatan
penyuluhan
Substansi materi
informasi secara
mendalam
Sesuai bidang
keahlian
Akses informasi pendukung
melalui berbagai sumber
informasi berbasis TI
Polivalen, sehingga dapat
mendukung penyuluh PNS
dalam kegiatan penyuluhan
Penggabungan media konvensional dengan TIK menjadi suatu yang mutlak
dilakukan agar terjadinya sinergi dalam memanfaatkan TIK yang bertujuan untuk
meningkatkan kemandirian belajar penyuluh dalam memberikan materi
penyuluhan yang lebih bervariasi sesuai dengan isu terkini. Penyuluh pertanian
dituntut menyampaikan pesan yang bersifat inovatif yang mampu mengubah atau
mendorong perubahan, sehingga terwujudnya perbaikan mutu hidup setiap
individu dan masyarakat khususnya kesejahteraan petani dan keluarganya
(Mardikanto, 2010).
51
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Simpulan dari hasil penelitian pemanfaatan Teknologi Informasi dan
Komunikasi (TIK) dalam peningkatan kompetensi penyuluh adalah sebagai
berikut:
1. Tingkat pemanfaatan TIK oleh penyuluh THL-TBPP sangat tinggi terutama
dalam pemanfaatan komputer, internet dan handphone, sebaliknya pada
penyuluh PNS tergolong rendah terutama pada pemanfaatan komputer dan
internet.
2. Faktor karakteristik penyuluh (PNS dan THL-TBPP) memiliki hubungan
sangat nyata dengan tingkat pemanfaatan TIK, khususnya umur, masa kerja
dan status penyuluh pada aspek intensitas pemanfaatan TIK; dan faktor
lingkungan memiliki hubungan nyata dengan tingkat pemanfaatan TIK
pada aspek kebijakan Pemda dengan aspek jangkauan sumber informasi
dan ragam informasi; serta faktor motivasi penyuluh berhubungan sangat
nyata dengan tingkat pemanfaatan TIK yaitu pada aspek motivasi instrinsik
khususnya pada jangkauan sumber informasi, variasi materi penyuluhan,
ragam informasi, kualitas berbagi pengetahuan dengan tingkat pemanfaatan
TIK, serta aspek motivasi ekstrinsik berhubungan nyata dengan variasi
materi penyuluhan.
3. Tingkat pemanfaatan TIK pada aspek jangkauan sumber informasi
berhubungan sangat nyata dengan kompetensi penyuluh pada aspek
kemampuan pemahaman potensi wilayah, kemampuan kewirausahaan dan
kemampuan pemandu sistem jaringan, sedangkan pada aspek variasi materi
penyuluhan dan ragam informasi berhubungan sangat nyata dengan semua
tingkat kompetensi penyuluh.
4. Penyuluh PNS dan penyuluh THL-TBPP berbeda sangat nyata pada umur,
masa kerja dan tingkat kepemilikan TIK. Dimana penyuluh PNS cenderung
berumur dewasa lanjut, memiliki masa kerja lama, dan kepemilikan TIK
kategori sedikit; sedangkan penyuluh THL-TBPP relatif berumur muda
sampai dewasa, masa kerjanya singkat dan kepemilikan TIK kategori sedang
(4-6 macam), dan banyak (7-9 macam).
Saran
Penyuluh PNS perlu ditingkatkan pemanfaatan TIK melalui pelatihan teknis
dan non teknis agar sinergi dengan penyuluh THL-TBPP dalam pelaksanaan
penyuluhan pertanian yang berbasis TIK di lapangan melalui kegiatan berbagi
pengalaman, pengetahuan dan keterampilan yang nantinya bertujuan untuk
meningkatkan kompetensi penyuluh (PNS dan THL-TBPP).
51
52
DAFTAR PUSTAKA
Adawiyah, E.S. 2003. Pengaruh Media Komunikasi HIV/AIDS Berbentuk
Booklet dan Leaflet terhadap Peningkatan Pengetahuan Mahasiswa
Perguruan Tinggi Swasta di DKI Jakarta. Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB.
Bogor.
Ahmadi, A. 2007. Psikologi Sosial. Edisi Revisi. Jakarta (ID): Rineka Cipta.
Ahuja, Vivek. 2011. Cyber Extension: A Convergence of ICT and Agricultural
Development. Global Media Journal Vol.2/No2, December 2011,pp. 1-8.
Alfred,Y.S.D, Odefadehan,O.O. 2007. Analysis of Information Needs of
Agricultural Extension Workers in Southwest of Nigeria. South African
Journal of Agricultural Extension Vol. 36 (1), 2007, pp. 62-77.
Anantanyu, Sapja. 2009. Partisipasi Petani dalam Meningkatkan Kapasitas
Kelembagaan Kelompok Petani (Kasus di Provinsi Jawa Tengah).
Disertasi. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor
Anwas, E.O.M, Sumardjo, P.S.Asngari, P.Tjiptopranoto. 2009. Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Penyuluh dalam Pemanfaatan Media. Jurnal
Komunikasi Pembangunan Vol.07 No 2, Juli 2009, hal.68-81.
Asmirah, D. 2006. Keterdedahan Iklan Televisi dan Perilaku Khalayak. Tesis.
Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor.
Awaliah, R. 2011. Efektivitas Media Komunikasi Bagi Petani Padi di Kecamatan
Gandus Kota Palembang. Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor.
Azwar, S. 2003. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta (ID):
Pustaka Belajar.
[BKP5K]. Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Pertanian,
Perikanan dan Kehutanan. 2012. Data Penyuluh dan THL-TBPP di BP3K
se-Kabupaten Bogor. BKP5K. Bogor.
Chury, J.A, Mlozi, R.S.M, Tumbo, D.S, Casmir,R. 2012. Understanding Farmers
Information Communication Strategies for Managing Climate Risks in
Rural Semi-Arid Areas, Tanzania. International Journal of Information
and Communication Technology Research Vol. 2 No.11, November 2012.
pp. 838-845.
[Deptan RI] Departemen Pertanian Republik Indonesia. 2006. Rencana
Pembangunan Pertanian 2005-2010. Deptan RI. Jakarta.
Heryawan, R. 2012. Sambutan Wakil Menteri Pertanian RI pada Acara
Pembukaan Temu Teknis dan Temu Karya Penyuluh Pertanian.
Pemerintah Kota Metro. Lampung. Lampung Post. Lampung
Hubeis, A.S.V. 2008. Motivasi, Kepuasaan dan Produktivitas Kerja Penyuluh
Lapangan Peternakan. Jurnal Media Peternakan Vol 31 No 1, April 2008,
hal.71-80.
[Kemeneg Ristek RI].. Kementerian Negara Riset dan Teknologi Republik
Indonesia. 2006. Buku Putih Bidang Teknologi Informasi dan
Komunikasi. Kemeneg Ristek RI. Jakarta.
__________________. 2010 Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi 2010-2014. Kemeneg Ristek RI. Jakarta.
Kriyantono R. 2009. Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis
Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi,
Komunikasi Pemasaran. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.
53
54
Mardikanto,T. 2010. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Surakarta (ID):
Sebelas Maret University Press.
Marius, J.A., Sumardjo, Margono Slamet, Pang S.Asngari. 2007. “Pengaruh
Faktor Internal dan Eksternal Penyuluh terhadap Kompetensi Penyuluh di
Provinsi Nusa Tenggara Barat.”Jurnal Penyuluhan, Vol 3 No 2.
September 2007, hal 78-89.
Margono,T, Shigeo, Sugimoto. 2011. Understanding the Gap Issue on
Dissemination of Agricultural Information for Extension Workers in
Indonesia: A Framework Solution. International Journal of Basic &
Applied Sciences IJBAS-IJENS, Vol. 11 No. 02 April 2011, pp. 98-105.
[Menpan]Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara.2008. Peraturan
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor:
Per/02/MENPAN/2/2008 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Pertanian
dan Angka Kreditnya. Jakarta.
Moekijat. 2002. Dasar-Dasar Motivasi. Bandung (ID): Pionir Jaya.
Molony, T. 2008. Running out of credit: the limitations of mobile telephony in a
Tanzanian agricultural marketing system. The Journal of Modern African
Studies, Vol.46 No.04 December 2008, pp.637-658
Mulyadi, T.R. 2009. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja penyuluh
pertanian dan dampaknya pada perilaku petani padi di Jawa Barat.
Disertasi. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor.
Mulyandari, R.S.H. 2011. Cyber Extension sebagai Media Komunikasi bagi
Pemberdaya Petani Sayuran. Disertasi. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor.
Murfiani, F. 2006. Kompetensi Penyuluh dalam Pengembangan Modal Usaha
Kecil di Bidang Pertanian. Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor.
Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta (ID): Rineka
Cipta.
Nuh, M. 2004. Kajian Penggunaan Merek dan Leaflet sebagai Media Promosi
terhadap Persepsi Konsumen tentang Citra Produk Buah Keranji. Tesis.
Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor.
Nuryanto, B.G. 2008. Kompetensi Penyuluh dalam Pembangunan Pertanian di
Provinsi Jawa Barat. Disertasi. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor.
Nwafor, Akubue. 2008. Nigerian urban women’s use of Information Media: The
Challenges for Women in Leadership. Educational Research and Reviews,
Academic Journals Vol. 3 (10), October 2008, pp. 309-315.
Padmowihardjo, S 2004. Menata Kembali Penyuluh Pertanian di Era
Pembangunan Agribisnis. Deptan RI. Jakarta.
Purnaningsih, N.1999. Pemanfaatan Sumber Informasi tentang Usaha Tani
Sayuran oleh Petani. Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor.
Rakhmat, J. 2001. Psikologi Komunikasi. Edisi Revisi. Jakarta (ID): Remaja
Rosdakarya.
Ruky, S.A. 2003 SDM Berkualitas Mengubah Visi Menjadi Realitas. Jakarta (ID)
: Gramedia Pustaka Utama.
Sadirman, A.M. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar. Jakarta (ID) :
Raja Grafindo Perdasa.
Saleh, A. 2009. Keterdedahan Media Massa dan Perubahan Sosiokultural
Komunitas Pesantren. Jurnal Sodality. Vol 3 No 3, Desember 2009, hal.
315-334.
55
Setiabudi, D. 2004. Pemanfaatan Media Informasi Teknologi Pertanian oleh
Penyuluh Pertanian di Jakarta. Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor.
Sharma, P.V. 2006. Cyber Extension: Information and Communication
Technology (ICT) Applications for Agricultural Extension Service
Challenges, Oppurtunities, Issues and Strategies. Enhancement of
Extension System in Agriculture. APO.
Singarimbun, M., Effendi, S. 2011. Metoda Penelitian Survey. Edisi Revisi.
Jakarta (ID): LP3ES.
Slamet, M. 2003. Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan. Editor.
Adjat Sudrajat dan Ida Yustina. Bogor (ID) : IPB Press.
_________.2008.” Menuju Penyuluh Profesional.” Komunikasi Pribadi. Program
Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan. Sekolah Pascasarjana. Bogor. IPB
Press.
Subejo. 2011. Penyuluhan Pertanian di Jepang. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian. Vol 7
No 1. Juli 2011, hal 61-70.
Sumardjo. 2003. Kepemimpinan dan Pengembangan Kelembagaan Perdesaan.
Bogor (ID): IPB Press.
Sumardjo. 2006. ” Kompetensi Penyuluh.” Makalah disampaikan pada Pertemuan
KPPN dengan Departemen Pertanian di Batam pada April 2006. Batam.
Sumaryanto, Siregar, M. 2003. Determinan Efisiensi Teknis Usaha tani Padi di
Lahan Sawah Irigasi. Jurnal Agro Ekonomi Vol. 21 No.1, Mei 2003,
hal.47-54.
Suradisastra. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. 2009.
Laporan Hasil Penelitian Perumusan Model Kelembagaan Petani untuk
Revitalisasi Kegiatan Ekonomi Perdesaan. PSEKP. Bogor.
Suryantini, H. 2003. Pemanfaatan Informasi Teknologi Pertanian oleh Penyuluh
Pertanian. Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor.
Swanburg, R.C. 2000. Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan.
Terjemahan. Jakarta (ID): EGC.
Syahyuti. 2007. Kebijakan Pengembangan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan
Sebagai Kelembagaan Ekonomi di Perdesaan. Analisis Kebijakan
Pertanian. Vol.5. no. 1, Maret 2007, hal 15-35.
Usman, J.M, Adeboye,J.A, Oluyole, K.A, Ajijola,S. 2012. Use of Information
and Communication Technologies by Rural Farmers in Oluyole Local
Government Area of Oyo State, Nigeria. Journal of Stored Products and
Postharvest Research, Vol. 3(11), October 2012, pp.156-159.
Winardi, J. 2007. Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen. Jakarta (ID):
Rajawali Pers.
Yamin, M. 2004. Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi. Jakarta (ID):
Gaung Persada Press.
56
57
Lampiran 1. Hasil uji beda peubah penelitian
Tabel 1 Hasil uji beda karakteristik individu PNS dan THL-TBPP
Tabel 2 Hasil uji beda yang berkaitan dengan jangkauan sumber informasi,
variasi materi penyuluhan, ragam informasi
Peubah Equality of variances t-test for Equality of Means
F Sig. T Df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
Interval of the
Lower Upper
Usia EVA 5,332 ,023 11,326 115 ,000 16,542 1,461 13,649 19,435
EVNA 11,015 91,709 ,000 16,542 1,502 13,559 19,525
PDF EVA 1,927 ,168 -,147 115 ,883 -,021 ,144 -,306 ,263
EVNA -,146 107,927 ,884 -,021 ,145 -,308 ,266
PDNF EVA 4,434 ,037 7,831 115 ,408 ,193 ,232 -,267 ,654
EVNA
,815 99,035 ,417 ,193 ,237 -,277 ,664
Masa
Kerja
EVA 61,692 ,000 11,411 115 ,000 16,737 1,467 13,831 19,642
EVNA 10,738 64,135 ,000 16,737 1,559 13,623 19,850
Kepemilikan
TIK
EVA ,545 ,462 -6,974 115 ,000 -1,275 ,183 -1,637 -,913
EVNA -6,854 100,854 ,000 -1,275 ,186 -1,644 -,906
Peubah Equality of variances t-test for Equality of Means
F Sig. t Df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
Interval of the
Lower Upper
Jangkauan
Sumber
informasi
EVA .832 .053 -.677 115 .500 -.051 .076 -.201 .099
EVNA -.663 99.29 .509 -.051 .077 -.205 .102
Variasi
Materi
EVA .635 .427 .841 115 .402 .076 .091 -.104 .256
EVNA .839 109.95 .403 .076 .091 -.104 .257
Ragam
Informasi
EVA .556 .457 -.594 115 .554 -.048 .081 -.208 .112
EVNA
-.592 110.05 .555 -.048 .081 -.209 .113
Kualitas ber
bagi Penge-
tahuan
EVA .083 .774 -.053 115 .958 -.004 .073 -.148 .140
EVNA -.053 113.39 .958 -.004 .072 -.147 .139
58
Lampiran 1 (sambungan)
Tabel 3 Hasil uji beda intensitas pemanfaatan TIK antara PNS dan THL-
TBPP
Radio EVA 2.383 .125 -.770 115 .443 -.07429 .09654 -.26551 .11693
EVNA
-.764 107.104 .447 -.07429 .09729 -.26716 .11857
Komputer EVA 33.288 .000 -6.525 115 .000 -1.17246 .17968 -1.52837 -.81655
EVNA -6.845 103.314 .000 -1.17246 .17129 -1.51217 -.83276
Internet EVA 20.704 .000 -5.893 115 .000 -.94472 .16031 -1.26226 -.62718
EVNA -6.194 101.858 .000 -.94472 .15252 -1.24725 -.64219
HP
CD/DVD
EVA .680 .411 -1.132 115 .260 -.06191 .05467 -.17021 .04639
EVNA -1.111 99.894 .269 -.06191 .05574 -.17249 .04867
EVA .025 .875 -.023 115 .982 -.00147 .06546 -.13114 .12819
EVNA -.023 111.835 .982 -.00147 .06532 -.13090 .12795
Tabel 4 Hasil uji beda motivasi penyuluh PNS dan THL-TBPP
Peubah Equality of variances t-test for Equality of Means
F Sig. t Df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
Interval of the
Lower Upper
TV EVA .534 .466 -1.281 115 .203 -.13694 .10690 -.3486 .0748
EVNA -1.270 106.82 .207 -.13694 .10779 -.35062 .07674
Peubah Equality of variances t-test for Equality of Means
F Sig. t Df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
Interval of the
Lower Upper
Motivasi
Intrinsik
EVA 1.587 .210 -.927 115 .356 -.073 .079 -.230 .084
EVNA -.924 109.501 .358 -.073 .079 -.231 .084
Motivasi
Ekstrinsik
EVA 7.887 .006 -.691 115 .491 -.044 -.171 .082 -.171
EVNA -.660 79.794 .511 -.044 -.178 .089 -.178
59
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Batusangkar, Sumatera Barat pada tanggal 7 Agustus
1982 dari Ayah yang bernama Perwira dan Ibu yang bernama Surya Atmi. Penulis
merupakan anak ketiga dari empat bersaudara.
Tahun 2000 penulis lulus dari SMA Negeri 10 Padang dan pada tahun
yang sama melanjutkan studi di Universitas Andalas (Unand) Padang. Di Unand
penulis mengambil studi di Fakultas Pertanian, Program Studi Penyuluhan dan
Komunikasi dan lulus dengan gelar S.P. pada tahun 2005. Tahun 2006 penulis
diterima sebagai Dosen dan ditempatkan di Politeknik Pertanian Negeri
Payakumbuh Sumatera Barat. Pada tahun 2011 penulis mendapatkan kesempatan
melanjutkan studi ke jenjang S2 yang dibiayai oleh Beasiswa Pendidikan Pasca
Sarjana (BPPS) DIKTI yaitu di Program Studi Komunikasi Pembangunan dan
Pertanian dan Pedesaan pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB).