bab i. pendahuluan fix nano rev

6
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi yang dapat diperbaharui (renewable energy) merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi menipisnya persediaan bahan bakar yang tak dapat diperbaharui, seperti bahan bakar yang berasal dari minyak bumi (Drapcho, 2008). Ada banyak jenis-jenis bahan baku yang dapat dijadikan sebagai energi yang dapat diperbaharui. Salah satunya adalah lipid, dimana lipid dapat dikonversi menjadi metil ester. Kelapa sawit, kacang, jagung, kedelai, jarak, mikroalga dll mempunyai kandungan lipid yang cukup untuk memproduksi biodiesel, dan yang paling berpeluang untuk dijadikan bahan baku biodiesel adalah jarak dan mikroalga karena tidak bersaing dengan kebutuhan konsumsi manusia. Namun berdasarkan hasil produksinya, mikroalga dapat menghasilkan lipid lebih banyak jika dilihat dari lahan produksi yang dipakai, yaitu sebesar 6280 galon/tahun dalam 4,04 hektar area lahan dibanding dengan 202 galon/tahun dalam 120 hektar area lahan dalam tanaman jarak (Drapcho, 2008). Mikroalga merupakan organisme photosintesis uniseluler yang memiliki diameter sell antara 3-30 μm, bersel tunggal dan hidup diseluruh wilayah perairan. Mikroalga menggunakan energi cahaya dan karbondioksida untuk melakukan fotosintesis dengan efisiensi photosintesis yang tinggi dibandingkan tanaman untuk memproduksi biomassa (Montoya, 2010). Mikroalga mengandung lipid yang tinggi, bahkan beberapa diantaranya mengandung lipid sampai 75%. Lipid di dalam sel mikroalga berfungsi sebagai sumber energi cadangan apabila sel kekurangan karbohidrat sebagai sumber energi utama. Sudah banyak literatur yang menunjukkan eksplorasi mikrolaga menjadi sumber energi terbarukan

Upload: manuel-siregar

Post on 20-Jan-2016

34 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Nannochloropsis oculata

TRANSCRIPT

Page 1: Bab i. Pendahuluan Fix Nano Rev

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Energi yang dapat diperbaharui (renewable energy) merupakan salah satu

alternatif untuk mengatasi menipisnya persediaan bahan bakar yang tak dapat

diperbaharui, seperti bahan bakar yang berasal dari minyak bumi (Drapcho,

2008). Ada banyak jenis-jenis bahan baku yang dapat dijadikan sebagai energi

yang dapat diperbaharui. Salah satunya adalah lipid, dimana lipid dapat dikonversi

menjadi metil ester.

Kelapa sawit, kacang, jagung, kedelai, jarak, mikroalga dll mempunyai

kandungan lipid yang cukup untuk memproduksi biodiesel, dan yang paling

berpeluang untuk dijadikan bahan baku biodiesel adalah jarak dan mikroalga

karena tidak bersaing dengan kebutuhan konsumsi manusia. Namun berdasarkan

hasil produksinya, mikroalga dapat menghasilkan lipid lebih banyak jika dilihat

dari lahan produksi yang dipakai, yaitu sebesar 6280 galon/tahun dalam 4,04

hektar area lahan dibanding dengan 202 galon/tahun dalam 120 hektar area lahan

dalam tanaman jarak (Drapcho, 2008).

Mikroalga merupakan organisme photosintesis uniseluler yang memiliki diameter

sell antara 3-30 µm, bersel tunggal dan hidup diseluruh wilayah perairan.

Mikroalga menggunakan energi cahaya dan karbondioksida untuk melakukan

fotosintesis dengan efisiensi photosintesis yang tinggi dibandingkan tanaman

untuk memproduksi biomassa (Montoya, 2010). Mikroalga mengandung lipid

yang tinggi, bahkan beberapa diantaranya mengandung lipid sampai 75%. Lipid di

dalam sel mikroalga berfungsi sebagai sumber energi cadangan apabila sel

kekurangan karbohidrat sebagai sumber energi utama. Sudah banyak literatur

yang menunjukkan eksplorasi mikrolaga menjadi sumber energi terbarukan

Page 2: Bab i. Pendahuluan Fix Nano Rev

seperti biodiesel. Nannochloropsis oculata merupakan jenis alga hijau dan baru–

baru ini N. oculata telah diteliti untuk produksi biodiesel. Pemilihan mikroalga

dengan kandungan lipid dan perbaikan kualitas dan kuantitas dari lipid yang

diproduksi oleh mikroalga adalah titik fokus saat ini untuk teknologi produksi

biodiesel dari mikroalga (Huang, 2012).

Telah ditunjukkan bahwa faktor lingkungan mempengaruhi fotosintesis dan

produktivitas dari sel alga tapi juga mempengaruhi pola, jalur, dan aktivitas

metabolisme sel serta komposisi sel (Guschina dan Harwood, 2009). Beberapa

peneliti telah menyatakan bahwa mungkin untuk memanipulasi kadar lipid dan

sifat lipid alga dengan mengoptimalkan kondisi kultur mikroalga.

Cahaya mempunyai pengaruh langsung dalam proses fotosintesis dan pengaruh

tidak langsung melalui pertumbuhan dan perkembangan. Seperti layaknya

tumbuhan, mikrolaga melakukan fotosintesis, yaitu mengasimilasi karbon

anorganik untuk dikonversi menjadi materi organik (glukosa). Secara garis besar

proses fotosintesis terjadi secara dua tahap reaksi, yaitu reaksi terang dan reaksi

gelap. Sumber cahaya ditangkap oleh bagian sel mikroalga di kloroplas dan

merubahnya menjadi energi kimia, ATP (Adenosine, 5 Triphospate) dan NADPH

(Nicotinamide adenine dinucleotide Phospate) disebut reaksi terang. Kemudian,

energi kimia, ATP dan NADPH digunakan untuk mengkonversi gas CO2 (fiksasi

karbon) menjadi material organik (glukosa) disebut reaksi gelap. Selain itu,

subtrat organik dapat juga dimanfaatkan sebagai karbon dan sumber energi oleh

banyak mikroalga (Yang, 2000). Energi yang diberikan oleh cahaya bergantung

pada kualitas cahaya, intensitas cahaya, dan lama waktu pencahayaan/periode

pencahayaan. Perbedaan kualitas cahaya, intensitas cahaya dan periode

pencahayaan berpengaruh terhadap perubahan kadar lipid setiap mikroalga.

Kualitas cahaya optimum pada pertumbuhan mikroalga berkisar pada panjang

gelombang cahaya 400-650 nm (Fanny, 2011). Penelitian terdahulu menyebutkan

bahwa kandungan lipid pada Nannochloropsis oculata akibat pengaruh dari

perbedaan kualitas dan intensitas cahaya telah dilakukan dengan hasilnya

Nannochloropsis oculata dapat menghasilkan kadar lipid makisimum pada

Page 3: Bab i. Pendahuluan Fix Nano Rev

intensitas cahaya 4000 lux (Budiman dkk, 2009). Periode pencahayaan adalah

suatu periode siklus lamanya pemberian cahaya per hari. Periode pencahayaan

merupakan bagian dari “stressing” lingkungan dengan berbagai lamanya

pencahayaan yang mempengaruhi perubahan densitas dan total lipid pada setiap

mikroalga (Manullang, 2012).

Kultivasi mikoralga dapat dikombinasikan menggunakan fotosintesis autotrophic

dan asimilasi heterotrophic menggunakan komponen organik di dalam proses

disebut mixotrophic. Di mixotrophic, pertumbuhan sel tidak hanya tergantung

pada fotosintesis namun penambahan material organik juga berpengaruh

(Andrade, 2007). Ada banyak jenis material organik yang dapat digunakan dalam

kultivasi mikroalga seperti glukosa, molase, pepton dan asetat, aspartic acid,

leucine, proline, TCA-cycle organic acids, acetid, butyric, tartaric, dan maleic

acid (Chojnacka, 2004). Molase sangat potensial untuk digunakan sebagai subtrat

dalam kultivasi karena molase merupakan produk samping dari pabrik gula yang

mempunyai kandungan sukrosa ± 50% dan harganya yang relatif murah

dibandingkan dengan jenis subtrat yang lain.

Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa banyak faktor

yang mempengaruhi kandungan lipid mikroalga Nannochloropsis oculata yaitu

intensitas cahaya, lama periode pencahayaan, suhu, salinitas, kadar CO2, nutrisi,

pH, kondisi kultur mikroalga. untuk memproduksi kadar lipid maksimum

Nannochloropsis oculata membutuhkan konsentrasi CO2 optimal 2% (Chiu,

2008), salinitas optimal sebesar 35 ppt (Siburian, 2012), pH optimal untuk

pertumbuhan optimum 7-9. Telah dilakukan penelitian oleh Manullang (2012)

dengan tujuan mengetahui periode pencahayaan terhadap densitas dan kadar lipid

pada kultur mikroalga Spirulina plantesis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

kultur S. platensis pada skala laboratorium dengan perlakuan periode pencahayaan

yang berbeda memberikan pengaruh signifikan terhadap kadar total lipid

mikroalga. Perlakuan variasi periode pencahayaan 4 jam terang 20 jam gelap

memiliki total lipid tertinggi yaitu 46,1 %-dw.

Page 4: Bab i. Pendahuluan Fix Nano Rev

Kondisi mixotrophic dengan tujuan penggunaan molase optimum sebagai karbon

organik dalam kultivasi mikroalga S. platensis juga telah diteliti oleh Andrade dkk

(2007) dengan periode pencahayaan 12 jam terang 12 jam gelap dengan variasi

konsentrasi molase 0,25; 0,5; 0,75 gr/L. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

kultur S. platensis dengan perlakuan penambahan konsentrasi subtrat organik

molase yang berbeda memberikan pengaruh signifikan terhadap konsentrasi

biomassa maksimum mikroalga. Perlakuan variasi pada konsentrsi molase 0,75

gr/L mampu menghasilkan biomassa maksimum sebesar 2,94 gr/L. Namun

penelitian ini tidak membahas tentang kandungan lipid dari mikroalga.

Dari penelitian yang telah dilakukan, perlakuan periode pencahayaan dapat

mempengaruhi perubahan lipid mikroalga. Namun, lipid yang dihasilkan belum

maksimal karna variabel yang diberikan hanya satu. Diduga, dengan pemberian

perlakuan ganda, yaitu periode pencahayaan beserta penambahan molase sebagai

karbon organik dalam kultur mixotrophic mikroalga Nannochloropsis oculata

dapat menghasilkan kandungan lipid maksimal. Sehingga pada penelitian ini ingin

diketahui penambahan molase dan periode pencahayaan optimum pada kultivasi

mixotrophic untuk memperoleh kandungan lipid maksimum pada mikroalga

Nannochloropsis oculata.

1.2. Rumusan Masalah

Kondisi mixotrophic merupakan suatu jenis kondisi kultur mikroalga yang

menggunakan cahaya untuk berfotosintesis serta penggunaan CO2 dan karbon

organik untuk menghasilkan glukosa. Penambahan sumber karbon organik

berpengaruh terhadap perubahan pertumbuhan mikroalga. Molase merupakan

produk samping produksi gula dan sangat potensial untuk dijadikan sumber

karbon organik dalam kultivasi mikroalga karna harganya relatif murah. Salah

satu pengaruh lingkungan yang dapat mempengaruhi kadar lipid mikroalga adalah

cahaya. Namun, energi yang diberikan oleh cahaya bergantung pada lama waktu

pencahayaan/periode pencahayaan. Pada penelitian Manullang (2012) bahwa

Page 5: Bab i. Pendahuluan Fix Nano Rev

pemberian periode pencahayaan yang berbeda memberikan pengaruh signifikan

terhadap kadar total lipid mikroalga Spirulina platensis. Namun, lipid yang

dihasilkan belum maksimal karna variabel yang diberikan hanya satu. Diduga,

dengan pemberian perlakuan ganda, yaitu periode pencahayaan beserta

penambahan molase sebagai karbon organik dalam kultur mixotrophic mikroalga

Nannochloropsis oculata dapat menghasilkan kandungan lipid maksimal.

Sehingga pada penelitian ini ingin diketahui penambahan molase dan periode

pencahayaan optimum pada kultivasi mixotrophic untuk memperoleh kandungan

lipid maksimum pada mikroalga Nannochloropsis oculata.

1.3. Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah :

Menentukan periode pencahayaan optimum dan penambahan molase optimum

sebagai sumber karbon organik pada kultivasi mixotrophic Nannochloropsis

oculata untuk memperoleh kadar lipid maksimum.

1.4. Hipotesis.

Berdasarkan literature review, maka peneliti menduga bahwa:

1. Cahaya merupakan salah faktor lingkungan yang mempengaruhi lipid

mikroalga. Dugaan sementara, semakin lama cahaya yang diberikan maka

pertumbuhan sel mikroalga semakin baik.

2. Molase merupakan komponen organik yang berpengaruh signifikan

terhadap perubahan konsentrasi dan laju pertumbuhan mikroalga. Dugaan

sementara, semakin besar konsentrasi molase yang diberikan maka

pertumbuhan mikroalga semakin baik.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian.

Kandungan lipid pada mikroalga bervariasi tergantung dari beberapa faktor,

seperti jenis mikroalga yang digunakan, CO2 yang diserap, faktor lingkungan

dalam pengkulturan (cahaya, salinitas, pH, serta temperatur), nutrisi makro dan

mikro, proses ekstraksi lipid, dll. Namun pada penelitian ini dibatasi pada

Page 6: Bab i. Pendahuluan Fix Nano Rev

pengkulturan mikroalga Nannochloropsis oculata dengan variabel yang

divariasikan adalah periode pencahayaan dan penambahan molase pada pada

kultivasi mixotrophic. Adapun variasi periode pencahayaan yang diberikan adalah

8 jam terang 16 jam gelap, 12 jam terang 12 jam gelap dan 16 jam terang 8 jam

gelap serta konsentrasi molase yang diberikan adalah 0,5 gr/L; 0,75 gr/L dan 1

gr/L. Mikroalga yang telah dikultur akan diekstrak dan jumlah ekstrak lipid pada

tiap variasi dibandingkan. Pada penelitian ini proses ekstraksi minyak alga tidak

dilakukan variasi perlakuan. Ekstraksi dilakukan sesuai dengan kondisi optimum

pada literatur. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut isopropanol –

heksana.