bab i pendahuluan a. latar...

28
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan akan jasa penerbangan di kalangan masyarakat Indonesia saat ini sudah tidak lagi menjadi sebuah kebutuhan yang tergolong dalam kebutuhan mewah. Hal ini disebabkan oleh banyaknya maskapai penerbangan yang bermunculan serta menawarkan jasa penerbangan dengan tarif yang rendah. Adanya pilihan maskapai penerbangan murah di Indonesia seperti Lion Air, Citilink dan Air Asia (http://news.detik.com/read/2015/02/23/195617/2840776/103/2/maskapai- lcc-di-indonesia-tarif-murah-vs-pelayanan-dan-keamanan) membuat masyarakat sebagai pemakai jasa dapat memilih jasa maskapai penerbangan yang akan mereka gunakan untuk berpergian dengan biaya yang minim. Kualitas pelayanan yang diberikan oleh tiap maskapai juga menjadi ladang persaingan untuk menarik dan mempertahankan pelanggan, hal ini dikarenakan tarif jasa penerbangan murah yang relatif sama antar maskapai. Dengan hal tersebut, kini terlihat setiap maskapai penerbangan saling berlomba untuk memberikan pelayanan sebaik mungkin kepada para konsumennya. Persaingan antar maskapai tersebut terlihat dari kemudahan konsumen dalam pembelian tiket, kemudahan konsumen untuk melakukan check-in, banyaknya armada yang tersedia untuk mengangkut konsumen, banyaknya rute penerbangan ke berbagai tempat tujuan, ketepatan waktu sesuai dengan jadwal, rapor kecelakaan tiap-tiap maskapai dan lainnya. PT Indonesia Air Asia (IAA) adalah salah satu perusahaan penerbangan yang ada di Indonesia. PT IAA merupakan kerjasama bisnis antar 2 negara yakni Indonesia dengan Malaysia. Di Indonesia, Air Asia terkenal sebagai maskapai penerbangan yang menerapan sistem LCC (Low

Upload: hakhue

Post on 01-Apr-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebutuhan akan jasa penerbangan di kalangan masyarakat

Indonesia saat ini sudah tidak lagi menjadi sebuah kebutuhan yang

tergolong dalam kebutuhan mewah. Hal ini disebabkan oleh banyaknya

maskapai penerbangan yang bermunculan serta menawarkan jasa

penerbangan dengan tarif yang rendah. Adanya pilihan maskapai

penerbangan murah di Indonesia seperti Lion Air, Citilink dan Air Asia

(http://news.detik.com/read/2015/02/23/195617/2840776/103/2/maskapai-

lcc-di-indonesia-tarif-murah-vs-pelayanan-dan-keamanan) membuat

masyarakat sebagai pemakai jasa dapat memilih jasa maskapai penerbangan

yang akan mereka gunakan untuk berpergian dengan biaya yang minim.

Kualitas pelayanan yang diberikan oleh tiap maskapai juga menjadi

ladang persaingan untuk menarik dan mempertahankan pelanggan, hal ini

dikarenakan tarif jasa penerbangan murah yang relatif sama antar maskapai.

Dengan hal tersebut, kini terlihat setiap maskapai penerbangan saling

berlomba untuk memberikan pelayanan sebaik mungkin kepada para

konsumennya. Persaingan antar maskapai tersebut terlihat dari kemudahan

konsumen dalam pembelian tiket, kemudahan konsumen untuk melakukan

check-in, banyaknya armada yang tersedia untuk mengangkut konsumen,

banyaknya rute penerbangan ke berbagai tempat tujuan, ketepatan waktu

sesuai dengan jadwal, rapor kecelakaan tiap-tiap maskapai dan lainnya.

PT Indonesia Air Asia (IAA) adalah salah satu perusahaan

penerbangan yang ada di Indonesia. PT IAA merupakan kerjasama bisnis

antar 2 negara yakni Indonesia dengan Malaysia. Di Indonesia, Air Asia

terkenal sebagai maskapai penerbangan yang menerapan sistem LCC (Low

2

Cost Carrier) yakni maskapai penerbangan dengan konsep biaya rendah.

Rendahnya biaya yang ditawarkan dengan banyaknya rute penerbangan

yang di operasikan oleh armada Air Asia menjadikan Air Asia menguasai

pangsa pasar masyarakat Indonesia yang menginginkan untuk berpergian

dengan menggunakan pesawat namun dengan harga yang rendah. Maskapai

penerbangan yang menerapkan sistem LCC juga dikenal sebagai maskapai

dengan penerbangan layanan minimum. Maksudnya adalah maskapai

penerbangan yang memberikan tarif rendah dengan menghapus beberapa

layanan penumpang biasa agar dapat mengurangi biaya operasinya.

Meskipun menawarkan konsep biaya rendah, keselamatan, keamanan serta

kenyamanan konsumen tetap harus menjadi prioritas tiap maskapai

penerbangan, pelayanan yang diberikan kepada konsumen harus tetap

diberikan semaksimal mungkin.

Pada hari Minggu, 28 Desember 2014, pesawat Air Asia dengan

nomor penerbangan QZ8501 resmi dinyatakan hilang pada pukul 07:55

WIB dalam penerbangan menuju Singapura dari Surabaya. Berita ini tentu

mengejutkan banyak pihak karena sebelumnya tidak pernah ada

pemberitaan kecelakaan fatal yang melibatkan maskapai penerbangan

murah asal Malaysia tersebut. Setelah QZ 8501 dinyatakan hilang 2 hari

kemudian tepatnya tanggal 30 Desember 2014, Tim BASARNAS yang

betugas untuk mencari pesawat tersebut akhirnya menemukan puing-puing

pesawat yang membawa 155 penumpang yang mayoritas

bewargakenegaraan Indonesia tersebut. Selain puing-puing, Tim

BASARNAS juga menemukan jenazah yang diduga adalah penumpang dari

Air Asia yang hilang tersebut.

Kecelakaan ini kemudian memunculkan banyak spekulasi atas

kejadian tersebut. Banyak rumor yang beredar bahwa kecelakaan tersebut

terjadi karena pilot mengonsumsi narkoba sebelum menerbangkan pesawat

sehingga kecelakaan tersebut murni atas kesalahan pilot, selain itu adapula

rumor yang beredar bahwa pesawat tersebut terbang secara ilegal karena

3

semestinya tidak ada jadwal terbang di hari dan jam pesawat tersebut lepas

landas. Rumor-rumor yang beredar tersebut tentu saja mendapatkan respon

dari masyarakat bahkan pemerintah. Kepercayaan masyarakat pada

maskapai penerbangan yang menerapkan sistem LCC tersebut menurun, hal

ini bisa dilihat dari banyaknya pembatalan tiket dilakukan oleh penumpang

karena mereka merasa trauma atas kecelakaan yang menimpa QZ 8501.

Pembatalan tiket terjadi misalnya di kota Malang, pembatalan tidak saja

dilakukan secara perorangan tapi bahkan dilakukan oleh grup-grup wisata

yang akan terbang dengan rute yang sama seperti QZ 8501

(http://m.suarasurabaya.net/jaringradio/detail.php?id=2rq04d2304p2dg8hg

37kbh30122014145399). Selain di Malang, pembatalan tiket juga banyak

terjadi di Surabaya. Bahkan pembatalan tiket tidak hanya dilakukan oleh

penumpang dengan rute Surabaya-Singapura, penumpang dengan rute

terbang ke Hong Kong juga ikut membatalkan tiket setelah adanya insiden

QZ 8501

(http://regional.kompas.com/read/2014/12/28/18322651/Serbu.Gerai.Calo

n.Penumpang.AirAsia.Minta.Uang.Tiket.Dikembalikan).

Respon pemerintah mengenai rumor penerbangan ilegal Surabaya-

Singapura tersebut adalah dengan memberlakukan pembekuan sementara

rute Surabaya-Singapura. Pembekuan rute tersebut tentu turut menambah

jumlah pembatalan tiket yang dilakukan oleh penumpang. Selain itu, rumor

ilegalnya penerbangan QZ 8501 membuat Kementrian Perhubungan

mengaudit seluruh penerbangan di Indonesia. Dari hasil audit tersebut

ditemukan bahwa Air Asia rute Palembang-Medan untuk jadwal 6-7 Januari

juga ikut dibekukan karena tidak berizin

(http://www.sriwijayatv.com/detBerita.php?ref=isi&ix=9623).

Presiden Direktur Air Asia Indonesia, Sunu Widyatmoko,

mengatakan bahwa penurunan jumlah penumpang juga dialami oleh Air

Asia. Penurunan jumlah penumpang adalah sekitar 10-15 %

(http://www.tribunnews.com/bisnis/2015/01/27/presdir-airasia-akui-

4

jumlah-penumpang-turun-akibat-tragedi-qz8501). Penurunan jumlah

penumpang tersebut dihitung dari turunnnya jumlah pembeli tiket pasca

kecelakaan terjadi. Bahkan di beberapa kota di Indonesia misalnya Cirebon,

Indramayu dan Malang, penurunan penjualan tiket terjadi hampir sebesar

90%.

Adanya kecelakaan yang terjadi serta banyaknya spekulasi yang

muncul tentu disinilah peran Humas sangat dibutuhkan. Pasca kecelakaan,

Humas harus bekerja secara cepat untuk mencari data aktual dan terkini atas

kecelakaan tersebut. Ditambah lagi dengan catatan keselamatan yang baik

yang dimiliki oleh Air Asia tentu hal ini menciptakan sebuah tantangan bagi

Humas Air Asia untuk bergerak secara cepat dan tepat. Kecelakaan tersebut

tidak hanya memunculkan rumor-rumor tidak sedap, tidak lama setelah

kecelakaan tersebut saham Air Asia anjlok. Hal tersebut sebenarnya lumrah

terjadi ketika ada sebuah maskapai yang mengalami kecelakaan. Akan

tetapi, anjloknya saham Air Asia ini adalah penurunan saham terbesar sejak

2011. Padahal sebelum pesawat Air Asia tersebut hilang, sepanjang bulan

Desember 2014 saham Air Asia mengalami peningkatan yang cukup

signifikan sebagai imbas dari turunnya harga minyak dunia. Peningkatan

saham tersebut yakni sebesar 17,6 % menyentuh RM 2,94. Namun setelah

insiden hilangnya QZ 8501, saham Air Asia turun drastis sebesar 7,82 %

menjadi RM 2,72 per saham

(http://www.bareksa.com/id/text/2014/12/29/sebelum-kecelakaan-saham-

airasia-dalam-tren-kenaikan-imbas-turunnya-harga-minyak/8872/news).

Selain penurunan saham yang drastis, efek lain yang dialami Air Asia atas

jatuhnya QZ 8501 adalah perencanaan untuk mengurangi penerbangan,

adanya reorganisasi staf serta penundaan pembeliaan armada baru sebagai

upaya untuk mengurangi kerugian yang dialami

(http://m.galamedianews.com/dunia/11292/pasca-musibah-qz8501-

penumpang-airasia-terus-alami-penurunan-.html).

5

Beberapa efek domino yang ditimbulkan oleh hilangnya QZ 8501

tersebut jika dibiarkan dan tidak dikelola dengan baik dan tepat maka bukan

tidak mungkin akan memicu efek lain yang lebih besar sehingga potensi

krisis akan semakin besar juga. Tentu hal tersebut menjadikan peran Humas

sangat diperlukan. Peran Humas yang bertugas sebagai penasehat

manajemen yang diberi wewenang untuk mengatasi krisis dengan

menentukan komunikasi krisis yang akan ditempuh menjadi sangat penting

dalam hal ini karena kecepatan krisis berubah bergantung bagaimana

penganangannya. Kecepatan dalam penanganan krisis sangat perlu untuk

dilakukan karena media serta publik telah mengetahui adanya permasalahan

pada perusahaan.

Kecelakaan atas hilangnya pesawat tujuan Surabaya-Singapura ini

ternyata langsung mendapat respon dari pihak Air Asia, dengan segera Air

Asia memberikan update terkini seputar pencarian Air Asia yang hilang

pada halaman akun twitter milik Air Asia Indonesia (@AirAsiaId). Upaya

yang dilakukan Air Asia ini adalah upaya untuk memberikan keterangan

yang valid bagi masyarakat mengingat banyaknya berita-berita simpang siur

mengenai keberadaan pesawat yang hilang tersebut. Berita yang diberikan

di akun twitter official Air Asia tersebut diintregasikan dengan

menggunakan link menuju laman Facebook Air Asia. Selain itu Air Asia

juga menciptakan hashtag dalam akun twitter mereka yakni

“#togetherwestand”, hal ini diciptakan untuk mempermudah khalayak

untuk mencari konten tentang pemberitaan kecelakaan Air Asia serta

memperluas postingan mereka tentang berita terkini dari kecelakaan

tersebut.

Facebook dan Twitter sebagai media sosial yang digunakan oleh Air

Asia dalam menyampaikan informasi seputar kecelakaan tersebut memang

media sosial yang banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia. Data

statistik yang mengacu kepada data yang dikeluarkan Nielsen menyebutkan

bahwa pada tahun 2014 bulan Januari jumlah pengguna internet atau

6

internet user di Indonesia diperkirakan mencapai 71 juta users. Dari jumlah

itu, 70 juta diantaranya mengakses media sosial seperti Facebook, Twitter,

Instagram, Path, LinkedIn dan Google+. Diantara media sosial tersebut,

media sosial yang paling sering digunakan oleh masyarakat Indonesia

adalah Facebook dan Twitter, dengan presentase yakni sebanyak 93% dan

80%. Besarnya jumlah pengguna media sosial tersebut tentu merupakan

peluang bagi praktisi Humas untuk menyebarkan informasi kepada

masyarakat secara tepat dan cepat.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah, “Bagaimana penggunaan media sosial dalam

komunikasi krisis yang dilakukan oleh PT Indonesia Air Asia untuk

mengatasi krisis akibat kecelakaan pesawat Air Asia QZ 8501?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian sesuai dengan permasalahan yang ada yakni:

- Mengetahui penggunaan media sosial dalam komunikasi krisis yang

digunakan oleh PT Indonesia Air Asia dalam menangani krisis yang

terjadi akibat kecelakaan pesawat Air Asia QZ 8501.

- Menganalisis penggunaan media sosial dalam komunikasi krisis yang

digunakan oleh PT Indonesia Air Asia dalam menangani krisis yang

terjadi akibat kecelakaan pesawat Air Asia QZ 8501.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Akademis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan

pemahaman mengenai penggunaan media sosial dalam komunikasi

krisis sebuah perusahaan.

7

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada

pihak maskapai Air Asia mengenai komunikasi krisis yang dilakukan

oleh PT IAA untuk menangani krisis atas kecelakaan pesawat yang

terjadi di penghujung tahun tersebut.

E. Kerangka Pemikiran

1. Krisis

1.1. Konsep Krisis

Pada umumnya, krisis dilihat sebagai sebuah situasi atau kejadian

di-mana kejadian tersebut lebih banyak implikasi negatif pada perusahaan

daripada sebaliknya. Krisis didefinisikan sebagai: “crisis a major

occurance with a potentially negative outcome affecting organization,

company, industry, as well as it publics, products, services or good name”

(Fearn-Banks, 2010, hal 6)

Krisis dapat terjadi dimana saja dan kapan saja serta pada siapa saja.

Krisis bisa datang tanpa menunggu kesiapan dari perusahaan dan ketika

krisis yang tidak pernah diperhitungkan terjadi, seluruh aktivitas perusahaan

bisa menjadi lumpuh terutama jika krisis yang terjadi adalah krisis dalam

skala yang cukup besar. Semua komponen dalam perusahaan akan

merasakan dampaknya. Krisis jika dikelola secara baik akan mampu

meningkatkan reputasi perusahaan, namun juga berlaku sebaliknya. Ini

semua bergantung pada bagaimana cara pandang manajemen terhadap suatu

krisis. Cara pandang yang positif dengan serangkaian perencanaan strategis

yang matang akan membuahkan hasil yang baik bagi perusahaan.

Sebaliknya, cara pandang yang menganggap krisis hanya perlu ditanggapi

sejauh proses ganti rugi atas dampak negatif yang ditimbulkan akan

menyebabkan buruknya reputasi perusahaan.

8

Dilihat melalui proses atau waktu kejadian sebuah krisis, Linke

(1989) membagi krisis ke dalam 4 tahapan utama yakni: (dalam Coombs &

Holladay, 2012)

1. The Exploding Crisis

Krisis yang terjadi karena sesuatu yang diluar kebiasaan. Misalnya

kebakaran, kecelakaan kerja tau peristiwa yang dengan mudah dapat

dikategorikan memiliki dampak langsung.

2. The Immediate Crisis

Sebuah kejadian yang membuat manajemen terkejut, namun masih ada

waktu untuk mempersiapkan respon terhadap krisis tersebut. Misalnya

laporan media massa tentang sebuah perusahaan atau peraturan

pemerintah.

3. The A Building Crisis

Sebuah krisis yang sedang berproses dan dapat diantisipasi. Misalnya

negosiasi dengan buruh.

4. The Continuing Crisis

Masalah kronis yang memerlukan waktu panjang untuk muncul,

biasanya sangat kompleks dan kemunculannya tidak mudah bahkan

tidak dikenali sama sekali.

Mengenali tahapan krisis yang terjadi merupakan salah satu langkah

untuk menentukan strategi apa yang harus dilakukan perusahaan dalam

menangani krisis. Sen & Egelhoff serta Coombs menjelaskan bahwa

mengenali jenis ataupun tipe krisis dirasa cukup penting karena hal tersebut

berkaitan dengan masalah penentuan siapa yang bersalah dan respon apa

yang harus dibuat perusahaan yang sedang mengalami krisis (dalam Putra,

1999, hal 90). Secara umum terdapat 2 tindakan khas yang menjadi tuntutan

yang harus dilakukan perusahaan dalam penanganan krisis, hal tersebut

antara lain:

9

1. Tindakan yang bercirikan keterlibatan manajemen langsung dalam

merespon krisis, yakni segi apa yang harus dilakukan perusahaan saat

krisis terjadi.

2. Tindakan komunikasi, apa yang harus dikatakan oleh perusahaan ketika

sedang menghadapi krisis. Saat merespon krisis, prioritas utama adalah

pemenuhan akan informasi serta kecepatan penyebaran informasi.

1.2. Manajemen Krisis

Krisis yang menimpa sebuah perusahaan bisa juga dianggap sebagai

“turning point of history life” yakni suatu titik balik dalam kehidupan yang

dampaknya memberikan pengaruh signifikan baik ke arah negatif maupun

positif, tergantung pada reaksi yang diperlihatkan. Krisis tidak selalu

bersifat negatif tetapi juga dapat berkembang ke arah yang positif. Oleh

karena itu yang harus dikelola adalah faktor resiko dan faktor

ketidakpastiannya agar kelangsungan perusahaan dapat diperkirakan,

pengelolaan faktor-faktor tersebut dapat dilakukan dengan strategi

manajemen krisis.

Definisi lain manajemen krisis adalah sebuah seni dari

menghilangkan banyak resiko dan ketidakpastian untuk membuat kita dapat

mengontrol takdir kita sendiri (Fink, 1986), Dapat dikatakan bahwa

manajemen krisis merupakan sebuah proses di-mana terjadi tindakan-

tindakan didalamnya seperti perencanaan, pengorganisasian, penggiatan

serta pengawasan yang dilakukan oleh seorang praktisi Humas untuk

mengatasi krisis yang sedang menimpa perusahaan. Kemampuan seorang

praktisi Humas juga dapat dilihat dari bagaimana Ia mampu memimpin,

melakukan peranan komunikasi dan mengatur atau mengelola arus

informasi untuk menciptakan pemahaman dari permasalahan, mengatasi

krisis, kepentingan publikasi dan menciptakan citra positif bagi lembaga

atau perusahaan yang diwakilinya ketika perusahaan tersebut sedang

terkena krisis.

10

Dalam melaksanakan manajemen krisis, tentu Humas memiliki

peranan tidak terlepas dari fungsi dasar manajemen antara lain:

(http://www.prsa.org/AboutPRSA/PublicRelationsDefined/#.VTeltCGqqE

0)

- Mengantisipasi, menganalisis serta menafsirkan opini publik, sikap dan

isu-isu yang mungkin akan membawa dampak baik ataupun buruk bagi

operasionalisasi dan rencana-rencana perusahaan.

- Konseling manajemen di semua tingkatan dalam perusahaan berkaitan

dengan keputusan kebijakan, program aksi dan komunikasi, dengan

mempertimbangkan konsekuensi publik dan tanggung jawab sosial.

- Meneliti, memimpin dan mengevaluasi secara berkelanjutan, program

aksi dan komunikasi untuk mencapai pemahaman publik yang

dibutuhkan untuk keberhasilan tujuan perusahaan.

- Merencanakan dan melaksanakan upaya perusahaan untuk

memengaruhi atau mengubah kebijakan publik.

Gonzales-Herrero dan Pratt (dalam Prayudi, 1998, hal 37)

mengemukakan konsep strategi manajemen krisis dengan mengacu pada

tahapan krisis. Konsep tersebut adalah:

1. Manajemen Isu

Pada tahapan ini perusahaan mengambil langkah-langkah agar bisa

mengadakan rencana pencegahan agar isu-isu tidak menjadi krisis yang

sesungguhnya. Langkah yang dilakukan adalah:

a. Memonitor lingkungan, mencermati tren/isu baru di masyarakat

yang mungkin memengaruhi perusahaan di masa datang.

b. Mengumpulkam data atas isu-isu yang berpotensi menjadi krisis dan

mengevaluasinya.

c. Mengembangkan strategi komunikasi dan berkonsentrasi pada

usaha mencegah terjadinya krisis.

11

2. Perencanan Pencegahan

Perencanaan merupakan landasan dari manajemen krisi. Ketika isu

dipandang telah melewati batas-batas manajemen isu, ketika krisis

dianggap mengancam atau ketika isu berubah dengan cepat, perusahaan

harus menggunakan kumpulan informasi dan sistem peringatannya

untuk memonitor krisis dengan hati-hati. Ada beberapa langkah yang

perlu dilakukan dalam tahap ini antara lain:

a. Menyusun kebijakan proaktif mengenai isu tersebut.

b. Menganalisa hubungan perusahaan dengan stakeholders.

c. Mempersiapkan rencana kontingensi.

d. Merancang anggota tim manajemen krisis yang potensial.

e. Menunjuk dan melatih wakil organisasi (juru bicara)

f. Menentukan pesan, sasaran dan media yang akan digunakan dalam

menerapka rencana komunikasi krisis.

3. Krisis Terjadi

Bila rencana pencegahan yang disusun tidak berhasil seperti yang

diharapkan, sehingga krisis tidak lagi terhindarkan. Langkah yang

diambil adalah:

a. Memperbaiki atau mengimplementasikan rencana krisis.

b. Mengomunikasikan tindakan yang diambil untuk mengatasi krisis

pada publik perusahaan.

c. Menangani publik yang terkena dampak krisis.

d. Mencari dukungan pihak ketiga dari para ahli.

e. Menerapkan program komunikasi internal dan menjalankan

program sehari-hari dengan normal.

4. Pasca Krisis

Organisasi biasanya mengambil langkah-langkah demi perbaikan dalam

menghadapi krisis di masa datang, seperti:

a. Tetap menjalin hubungan dengan publlik perusahaan.

b. Memantau isu atau krisis yang mengancam.

12

c. Menginformasikan melalui media atau tindakan yang diambil, jika

dianggap perlu.

d. Evaluasi atau rencana krisis yang ada dan kemudian menyertakan

feedback atas rencana krisis yang ada.

e. Mengembangkan strategi komunikasi jangka panjang untuk

mengurangi kerusakan yang diakibatkan krisis.

Penanganan krisis yang dilakukan oleh Humas dalam manajemen krisis

tentu menentukan cepat atau lambatnya krisis tersebut teratasi. Semakin

cepat krisis tersebut teratasi maka sama artinya dengan menyelamatkan

perusahaan dari rusaknya reputasi dari krisis yang terjadi. Oleh karena itu,

manajemen krisis yang akan dilaksanakan harus sesuai dengan krisis yang

terjadi dengan menyasar publik yang tepat serta menggunakan media yang

dianggap efektif.

1.3. Komunikasi Krisis

Komunikasi krisis dapat dijelaskan sebagai berikut “when an

individual or organization communicates a message to the public, usually

trough the media, during a threatening, tragic or fatal accident that is

unplanned or unexpected” (Woodyard, 1998, hal 11). Definisi lain

mengenai komunikasi krisis adalah sebagai berikut “crisis communication

is the dialog between the organization and its publics prior to, during, and

after the negatice occurrence. The dialog details strategies and tactics to

minimize damage to the image of the organization” (Fearn-Banks, 2010, hal

9). Dari kedua pengertian tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa

komunikasi krisis adalah sebuah komunikasi yang dilakukan oleh

perusahaan kepada publiknya yang didalamnya berisikan strategi dan taktik

yang digunakan untuk meminimalisasi krisis yang terjadi secara tiba-tiba.

Perusahaan yang sedang berhadapan dengan situasi krisis harus

memiliki pedoman yakni sebuah strategi komunikasi krisis, elemen yang

13

harus menjadi perhatian dalam strategi komunikasi krisis adalah:

(Anthonissen, 2008, hal 28)

- The right message (pesan yang tepat)

- To whom that message should be told (kepada siapa pesan itu harus

disampaikan)

- Who should tell it (siapa yang harus mengatakannya)

- To right time to tell it (waktu yang tepat untuk menceritakannya)

Elemen lain yang perlu diketahui sebelum merancang sebuah startegi

komunikasi krisis adalah mengenali publik atau stakeholder perusahaan.

Fearn-Banks kemudian mengategorikan sebagai berikut: (Putra, 2008)

a. Enabling Public

Publik yang punya kekuasaan untuk memutuskan suatu persoalan.

Termasuk didalamnya antara lain: Dewan Direktur, Pemegang Saham,

Komisaris Perusahaan serta Pemerintah.

b. Functional Public

Kelompok orang yang menjadikan sebuah perusahaan dapat berjalan.

Termasuk didalamnya antara lain: para karyawan, konsumen, dan

lainnya.

c. Normative Public

Kelompok orang yang memiliki kepentingan yang sama dengan

perusahaan. Termasuk didalamnya adalah para anggota asosiasi atau

perkumpulan perusahaan sejenis.

d. Diffused Public

Kelompok orang yang secara tidak langsung berhubungan dengan

perusahaan dalam suatu krisis. Termasuk didalamnya adalah media dan

kelompok komunitas.

Identifikasi publik tersebut akan memudahkan dalam proses

perancangan strategi komunikasi krisis yang akan digunakan untuk

14

menyampaikan pesan kepada publik. Pilihan strategi komunikasi krisis

yang dapat dilakukan antara lain: (Coombs, 1999, hal 122-123)

1. Nonexistence Strategies

Strategi yang dilakukan oleh perusahaan ketika menghadapi rumor

bahwa perusahaan tersebut mengalami krisis namun sebenarnya krisis

tidak terjadi. Dalam strategi ini, bentuk pesan bisa berupa:

a. Denial, yakni perusahaan menyangkal adanya sesuatu yang

tidak benar.

b. Clarification, yakni perusahaan memberikan argumen kepada

publik.

c. Attack, yakni perusahaan menyerang pihak yang menyebarkan

rumor.

d. Intimidation, yakni perusahaan membuat ancaman terhadap

penyebar rumor.

2. Distance Strategies

Perusahaan mengakui adanya krisis dan mencoba untuk memperlemah

hubungan antara perusahaan dengan krisis yang sedang terjadi. Strategi

yang dapat dilakukan perusahaan dalam hal ini antara lain:

a. Excuse, yakni perusahaan berusaha untuk mengurangi tanggung

jawab perusahaan karena perusahaan tidak mampu mengontrol

situasi.

b. Justification, yakni perusahaan melakukan klaim bahwa

kerusakan yang terjadi tidak serius, mengatakan korban wajar

menanggung akibat itu serta mengemukakan bahwa krisis telah

salah interpretasi.

3. Ingratiation Strategies

Perusahaan berusaha untuk mencari dukungan publik dengan cara

berikut:

a. Bolstering, yakni perusahaan perlu mengingatkan publik akan

hal positif yang telah dilakukan perusahaan.

15

b. Transedence, yakni perusahaan berusaha menempatkan krisis

dalam konteks yang lebih luas.

c. Praising Others, yakni mengatakan hal baik yang telah

dilakukan publik.

4. Mortification Strategies

Perusahaan mencoba untuk meminta maaf dan menerima kenyataan

bahwa krisis memang benar-benar terjadi. Hal-hal yang dapat dilakukan

dalam strategi ini adalah:

a. Remediation, yakni perusahaan bersedia untuk memberi

sejumlah kompensasi kepada korban sebagai dampak dari krisis.

b. Regret, yakni perusahaan menyatakan penyesalan dan

permintaan maaf kepada publik.

c. Rectification, yakni perusahaan melakukan tindakan yang dapat

mengurangi kemungkinan terjadinya krisis.

5. Suffering Strategy

Perusahaan menunjukan bahwa perusahaan tersebut menderita seperti

halnya pihak korban dan berusaha untuk memeroleh simpati publik.

2. Media Sosial

2.1. Media Sosial dalam Praktik Kehumasan

Media sosial didefinisikan Solis (2011) sebagai “any tool or

service that uses the Internet to facilitate conversations” (dalam

DiStaso & McCorkindale, 2012). Sejak tahun 2005, Wright dan

Hinson (2012) menemukan bahwa telah terlihat penggunaan baru

media sosial dalam dunia Humas. Mereka juga menemukan bahwa

terjadi perubahan dalam praktik Humas dimana media sosial dianggap

sebagai salah satu sarana yang strategis untuk berkomunikasi antara

internal perusahaan dan publik.

Dalam dunia digital seperti sekarang ini, media sosial telah

menjadi saluran komunikasi yang penting untuk membangun

16

hubungan antara perusahaan dengan publik. Temuan Wright dan

Hinson mengungkap bahwa penggunaan media sosial dalam praktek

kehumasan terus meningkat setiap tahunnya. Media sosial juga

ternyata mampu meningkatkan kredibilitas perusahaan karena publik

merasa apa yang disampaikan dalam media sosial akan lebih

terpercaya kebenarannya dan lebih akurat. Namun walaupun demikan,

kemudahan yang diberikan oleh media sosial bukan berarti tidak

memberikan tantangan bagi praktisi Humas. Tantangan praktisi

Humas dalam kegiatan di media sosial adalah kurangnya kontrol

karena Humas tidak mengetahui apa yang orang mungkin akan katakan

atau lakukan.

Media sosial yang bisa menjadi sarana penghubung antara

internal perusahaan dengan publiknya, memiliki karakteristik sebagai

berikut: (Chan-Olmsted, Cho, & Kyunghee, 2013)

a. Participation, mendorong kontribusi serta umpan balik dari setiap

individu yang menggunakannya, sehingga mengaburkan batas

antara media dengan audiens.

b. Conversationality, memungkinkan terjadinya perbincangan secara

dua (2) arah.

c. Connectedness, media sosial dapat tumbuh dan berkembang karena

kemampuan melayani keterhubungan antar pengguna, melalui

fasilitas tautan (links) ke website, sumber informasi ataupun

pengguna yang lain.

d. Openness, media sosial terbuka bagi umpan balik dan partisipasi

melalui sarana-sarana seperti voting, komentar dan berbagi

informasi.

e. Community, media sosial memungkinkan terbentuknya komunitas-

komunitas secara cepat dan berkomunikasi secara efektif tentang

beragamnya isu/kepentingan.

17

Jenis media sosial dapat dibedakan berdasarkan kegunaan saat

digunakan untuk menghadapi krisis. Jenis media tersebut antara lain:

(Wendling, Radisch, & Jacobzone, 2013)

Tabel 1.1 Klasifikasi Jenis Media Sosial

Tipe Media Sosial Contoh Media Kegunaan dalam Komunikasi Krisis

Social networking Facebook

MySpace

Friendster

Meningkatkan koordinasi antar relawan dan

layanan darurat, memungkinkan untuk berbagi

informasi dalam komunitas, memberikan

update pada situasi darurat, dll.

Content sharing YouTube

Flickr

Vimeo

Meningkatkan kesadaran situasional melalui

gambar dan video, memudahkan kampanye

viral dalam keadaan darurat, mampu membantu

mengidentifikasi individu atau korban yang

hilang, dll.

Collaborating knowledge

sharing social media

Wikis

Forums

Message boards

Podcasts

Meningkatkan dialog antara korban dan

layanan darurat.

Blogging and microblogging Blogger

Worldpress

Tumblr

Twitter

Menyampaikan rekomendasi, peringatan dan

berbagi fakta.

Twitter memungkinkan untuk menyebarkan

informasi dengan cepat dengan jangkauan yang

luas serta memungkinkan adanya umpan balik.

Specialized crisis management

platform managed by Volunteer

Technology Communities

(VTCs)

-Mapping

Collaboration

Open street map

Crisis mappers

Google map maker

-Online and Onsite

Contribution

Ushahidi

Crisis commons

Sahana foundation

Geeks without

bounds

-Public-Private-

People Partnership

Random hacks of

kindness (with

Google, Microsoft,

Yahoo, NASA,

World Bank)

Pemetaan keadaan darurat, tim fasilitator

tanggap darurat.

18

Di Indonesia sendiri, tren penggunaan media sosial di kalangan

masyarakat juga terus meningkat setiap tahunnya. Oleh karena itu,

Perhumas Indonesia memandang bahwa sudah saatnya praktisi Humas

Indonesia mengetahui tren dalam media sosial sehingga dapat diolah

menjadi strategi komunikasi yang efektif (http://www.koran-

jakarta.com/?29733media%20sosial%20ubah%20perspektif%20kehu

masan%20indonesia). Media sosial ternyata juga dapat menjadi aset

berharga bagi praktisi Humas, karena media sosial dapat dikatakan

sebagai salah satu media komunikasi terbesar dan paling efektif di

Indonesia. Hampir seluruh kegiatan yang dilakukan dalam dunia

pekerjaan, khususnya bidang komunikasi, memiliki keterkaitan

dengan media sosial. Maka penting bagi praktisi Humas untuk

mengetahui secara mendalam apa saja yang sedang terjadi di dalam

lingkup media sosial di Indonesia.

Selain itu, banyak praktisi Humas di Indonesia yang melihat

bagaimana sebuah hal kecil kemudian menjadi besar hanya dengan

melalui posting dari akun media sosial

(http://www.bestlife.co.id/portfolio/best.event/sosial.media.menguba

h.perspektif.kehumasan.indonesia/005/001/315). Hal tersebut

kemudian menjadi problematika yang cukup serius dan perlu

penanganan yang tepat dengan strategi dalam permasalahan serupa di

media sosial. Oleh karena itu komunikasi krisis melalui manajemen

krisis sangat dibutuhkan untuk setidaknya memberikan pemaparan dan

klarifikasi agar informasi tidak disalahartikan yang kemudian dapat

berujung pada rusaknya citra perusahaan.

Komunikasi krisis merupakan kegiatan yang tergabung dalam

fungsi manajemen krisis yang dilakukan oleh praktisi Humas. Melalui

komunikasi yang dilakukan selama masa krisis, diharapkan Humas

dapat menyampaikan informasi-informasi yang bertujuan untuk

mengurangi ketidakpastian informasi yang dirasakan oleh pihak-pihak

19

terutama yang terkena dampak krisis. Menurut riset yang telah

dilakukan oleh Wigley dan Zhang (dalam Kriyantono, 2012) kesadaran

praktisi Humas akan pentingnya penggunaan media sosial di zaman

dengan teknologi yang berkembang dalam penanganan krisis sudah

cukup besar, bahkan mereka berpendapat bahwa media sosial telah

menjadi faktor penting bagaimana krisis diberitakan oleh media

maupun publik sehingga bisa dengan segera ditangani oleh Humas.

Oleh karena hal tersebut, maka penting bagi perusahaan untuk

memiliki akun resmi dalam media online dengan tujuan agar pihak

perusahaan mampu mengontrol informasi yang mereka rilis dan publik

memiliki tempat untuk mencari informasi yang relevan (Graham &

Avery, 2013).

2.2. Konsep PR 2.0

Kemajuan teknologi yang berkembang pesat khususnya dalam

teknologi internet membuat daya jangkau semakin luas seolah tanpa

batas. Dalam era ini, kemajuan teknologi juga memberikan dampak

pada perushaan di-mana mereka dituntut untuk merubah pola

komunikasi yang awalnya memiliki model komunikasi satu (1) atau

dua (2) arah menjadi komunikasi banyak arah. Kini, banyak

perusahaan yang mulai menggunakan e-mail atau web sebagai akibat

dari kemajuan teknologi yang mau tak mau memengaruhi pola kerja

perusahaan. Kemajuan teknologi melahirkan teknologi web 2.0 yang

merupakan revolusi di bidang internet. Era web 2.0 adalah era dimana

para konsumen dapat melakukan komunikasi secara langsung melalui

dunia maya. Hal tersebut kemudian berdampak pada perubahan

pekerjaan praktisi Humas yang kini disebut sebagai PR 2.0.

Menurut Solis & Breakenridge (2009), konsep PR 2.0

merupakan sebuah konsep dimana praktisi Humas mampu terlibat

dalam perbincangan secara langsung dengan publiknya melalui

jaringan sosial (dalam Sancar, 2013). Komunikasi secara online juga

20

dianggap sebagai sarana unik yang memungkinkan perusahaan untuk

terlibat dalam komunikasi dua (2) arah (interaktivitas). Titik kunci dari

konsep PR 2.0 adalah interaktivitas, interaktivitas tersebut

memungkinkan pengguna (users) bukan hanya untuk menjadi

pengamat namun juga menjadi peserta sehingga tercipta hubungan

timbal balik.

PR 2.0 seringkali dikaitkan dengan pekerjaan praktisi Humas

di-mana mereka berhubungan dengan publiknya melalui media online,

media elektronik atau media sosial. Dapat dikatakan pula bahwa PR

2.0 merupakan revolusi dari kegiatan Humas yang tidak lagi

menggunakan jurnalis sebagai penyampai pesan melainkan kegiatan

Humas yang berbasis pada teknologi dan web 2.0. Posisi konsumen

kini tidak lagi hanya sekedar konsumen, tetapi juga sebagai publisher

dan influencer. Adanya teknologi web 2.0 memungkinkan praktisi

Humas untuk dapat langsung menyampaikan pesan kepada publik

tanpa dibatasi oleh batasan fisik, selain itu Humas juga dapat

membangun brand image serta menjalin hubungan yang baik dengan

publik melalui media center online. Konsep PR 2.0 yang menggunakan

dunia maya sebagai media untuk menyampaikan informasi kemudian

memunculkan pula istilah cyber PR atau electronic PR (E-PR). Onggo

(2004) mengungkapkan bahwa E-PR adalah penerapan dari peranglat

ICT (Information and Communication Technologies) untuk keperluan

Humas. Lebih jauh lagi, teknologi komunikasi digunakan untuk

mencakup publik secara luas dalam rangka membangun brand derta

memelihara trust.

Selain hal tersebut, dijelaskan pula bahwa E-PR mampu

dengan mudah melewati bahkan menghilangkan batasan-batasan yang

menghalangi setiap kegiatan Humas dan langsung dapat

menyampaikan pesan-pesan kepada publik sasarannya serta

memanfaatkan potensi-potensi besar yang dimiliki oleh media sosial

seperti (Onggo, 2004):

21

a. Komunikasi yang konstan

Internet mampu membuat kita terhubung dengan dunia 24 jam

dalam sehari tanpa putus, kecuali disebabkan oleh gangguan

sinyal.

b. Respon yang cepat

Sifat internet yang realtime memungkinkan praktisi Humas

untuk memberikan respon yang cepat dan tepat dalam

menanggapi setiap keluhan, permasalahan, pertanyaan ataupun

saran dari publik.

c. Pasar Global

Internet dengan koneksi ke seluruh dunia tanpa batas telah

menghilangkan hambatan dari segi geografis dalam pertukarna

informasi.

d. Interaktif

Salah satu keunggulan internet dibandingkan media lainnya

adalah kemampuannya untuk melakukan komunikasi 2 arah

sehingga mampu mewujudkan komunikasi interaktif antara

publik dengan perusahaan melalui praktisi Humasnya.

e. Komunikasi 2 Arah

Terjalinnya komunikasi antara perusahaan dengan publik

merupakan salah satu tujuan aktivitas E-PR karena aktivitas ini

akan membatu praktisi Humas dalam membangun hubungan

yang kuat dan saling menguntungkan.

f. Hemat

Internet membantu meringankan kegiatan Humas dari segi biaya

pengeluaran jika dibandingkan dengan menggunakan media

konvensional.

22

F. Kerangka Konsep

Fokus pada penelitian ini adalah komunikasi krisis yang dilakukan

oleh Humas dengan menggunakan media sosial. Humas memiliki peranan

yang besar dalam mengambil keputusan untuk merancang serta

mengimplementasikan strategi yang akan digunakan untuk mengatasi krisis.

Peranan Humas tersebut tidak terlepas dari fungsi manajemen sebuah

perusahaan. Kredibilitas praktisi Humas bisa dilihat juga dari

kemampuannya dalam merancang dan mengimpelentasikan strategi

komunikasi krisis yang dilakukan menyelamatkan perusahaan dari krisis

yang lebih parah karena peran Humas sangat memengaruhi implementasi

strategi yang akan digunakan.

Penelitian ini akan dimulai dengan melihat strategi komunikasi

krisis digunakan oleh PT Air Asia Indonesia saat mengalami krisis. Ada

beberapa strategi yang dapat digunakan perusahaan saat terjadi krisis.

Strategi tersebut antara lain adalah nonexistence strategies yakni strategi

yang dilakukan ketika menghadapi rumor terkena krisis padahal tidak,

didalamnya adalah denial (penyangkalan), clarification (pemberian

argument), attack (menyerang pihak lain), intimidation (membuat

ancaman). Kedua adalah distance strategies yakni dilakukan untuk

memerlemah krisis, didalamnya adalah excuse (mengurangi tanggung

jawab) dan justification (melakukan klaim). Ketiga adalah ingratiation

strategies yakni mencari dukungan publik, didalamnya adalah bolstering

(mengingatkan publik akan hal positif), transedence (menempatkan krisi

dalam hal yang lebih luas), praising others (mengatakan hal baik). Keempat

adalah mortification strategies yakni meminta maaf dan menerima

kenyataan, didalamnya adalah remeditation (memberi kompensasi), regret

(meminta maaf) dan retrification (tindakan yang mengurangi krisis).

Terakhir adalah suffering strategy yakni menunjukan bahwa perusahaan

menderita.

23

Pemilihan media merupakan hal pokok lain yang harus diperhatikan

dalam implentasi strategi komunikasi krisis. Dalam era digital seperti

sekarang ini, media sosial merupakan medium yang bisa digunakan sebagai

pilihan untuk menerapkan strategi penanganan krisis karena media sosial

memiliki karakteristik seperti berikut: participation, conversationality,

connectedness, openness dan community. Walaupun hampir seluruh media

sosial memiliki 5 karakteristik tersebut, perusahaan tetap harus menentukan

dengan lebih spesifik media sosial seperti apa yang akan digunakan.

Penentuan tersebut dapat dilakukan dengan melihat jenis dan kegunaan

yang berbeda-beda dari masing-masing media sosial yang ada. Media sosial

yang akan digunakan tentu harus dilihat berdasarkan kegunaan yang dirasa

paling tepat untuk menyasar publik. Masing-masing media sosial memiliki

karakteristik kegunaan yang berbeda-beda sesuai dengan jenisnya. Jenis

media sosial tersebut terbagi menjadi lima (5) yakni, social media

networking, content sharing, collaborating knowledge sharing social

media, blogging and microblogging dan specialized crisis management

platform managed by VTCs. Dengan menggunakan sarana yang tepat, tentu

strategi yang dipilih diharapkan dapat berjalan dengan efektif sehingga

krisis mampu teratasi dengan cepat.

Kedua elemen tersebut, yakni strategi komunikasi krisis dan media

sosial yang digunakan, merupakan elemen utama yang digunakan oleh

peneliti untuk mengetahui penggunaan media sosial sebagai salah satu

sarana untuk menjalankan strategi komunikasi krisis yang dilakukan oleh

perusahaan saat krisis terjadi maupun pasca krisis.

G. Metodologi

1. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode

studi kasus. Penelitian dengan pendekatan kualitatif mecoba menjelaskan

24

fenomena-fenomena dengan mengumpulkan data selengkap-lengkapnya.

Pendekatan kualitatif dilakukan berdasarkan kondisi alami di lapangan

untuk menggali informasi tanpa berusaha mempengaruhi informan.

Menurut Moloeng (Moleong, 2005), melalui pendekatan kualitatif maka

akan diperoleh data deskriptif berupa kata-kata tertulis. Metode yang

digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian studi kasus.

Metode studi kasus bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis fakta

ataupun karakteristik populasi tertentu secara faktual dan cermat.

Manajemen krisis merupakan kajian yang menarik, studi kasus merupakan

strategi yang paling cocok dalam menjawab pertanyaan how dan why (Yin,

2013).

Menggunakaan metode studi kasus untuk penelitian berarti

penelitian ini tidak mencari atau menjelaskan variabel, tidak menguji

hipotesus ataupun membuat prediksi sendiri. Didefinisikan pula bahwa

metode ini merupakan suatu ikuiri empiris yang digunakan untuk

menyelidiki fenomena didalam konteks kehidupan nyata bilamana batas

antara fenomena dan konteks tidak tampak dengan tegas dan multi sumber

bukti dimanfaatkan (Yin, 2013). Dengan menggunakan metode studi kasus,

meneliti mencoba melukiskan bagaimana penggunaan media sosial sebagai

strategi manajemen krisis yang dilakukan oleh perusahaan yakni Air Asia

untuk menangani krisis yang terjadi akibat hilangnya pesawat QZ 8501

tujuan Surabaya – Singapura.

2. Desain Penelitian

Desain penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif

dengan metode studi kasus. Penelitian deskriptif bertujuan untuk

menggambarkan suatu gejala, fakta atau realita secara lengkap mengenai

setting sosial atau hubungan antara fenomena yang diuji. Dalam penelitian

ini, peneliti akan menggali informasi secara mendalam mengenai strategi

25

manajemen krisis yang dilakukan oleh perusahaan Air Asia untuk

menangani krisis.

3. Lokasi Penelitian

Penelitian akan dilakukan di kantor pusat Air Asia Indonesia

tepatnya berada di jalan Marsekal Surya Darma, Tangerang.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang akan digunakan untuk

menyelesaikan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Wawancara Mendalam

Peneliti akan menggunakan wawancara mendalam (in-depth

interview) untuk memperoleh data primer. Wawancara adalah

proses percakapan dengan maksud untuk mengkonstruksi mengenai

orang, kejadian, kegiatan, organisasi, motivasi, perasaan serta

sebagainya yang dilakukan 2 pihak yakni pewawancara dan orang

yang diwawancarai (Bungin, 2005). Sedangkan menurut Sugiyono

(2007), dengan wawancara peneliti akan mengetahui suatu hal yang

lebih mendalam tentang fenomena yang terjadi, di-mana hal tersebut

tidak bisa ditemukan dalam observasi. Informan yang dianggap

mampu menjawab pertanyaan penelitian adalah divisi Public

Relations perusahaan maskapai Air Asia.

Agar informan yang dipilih sesuai dengan permasalahan dan

tujuan penelitian, maka penentuan subjek yang akan menjadi

informan penelitian ditentukan berdasar kriteria berikut:

a. Subjek memiliki pengetahuan tentang strategi manajemen krisis

perusahan maskapai Air Asia.

b. Subjek merupakan pihak yang terkait dalam pembuatan atau

pelaksanaan strategi manajemen krisis perusahaan maskapai Air

Asia.

26

Pemilihan dengan menggunakan kriteria tersebut bertujuan

agar informan mampu memberikan banyak informasi mendalam

sesuai dengan permasalahan dalam penelitian. Pihak yang dianggap

memiliki kriteria tersebut yakni divisi Public Relations Air Asia.

Divisi tersebut dipilih sebagai narasumber karena memiliki

pengetahuan luas tentang strategi manajemen krisis serta turut

melaksanakan strategi tersebut.

2. Observasi

Selain menggunakan teknik wawancara mendalam (in-depth

interview), peneliti juga akan menggunakan observasi sebagai

teknik untuk mengumpulkan data. Observasi merupakan tindakan

memperhatikan secara akurat dan mencatat fenomena yang muncul

dalam bentuk uraian deskriptif mengenai data konkret dan tidak

berupa kesimpulan dengan mempertimbangkan hubungan antar

aspek dalam fenomena tersebut (Poerwandari, 2007).

3. Studi Pustaka

Studi pustaka merupakan sebuah landasan disiplin ilmu yang

digunakan untuk memberi arahan yang tepat serta pedoman dalam

hubungan pembahasan masalah penelitian yang memfokuskan pada

bahan tertulis yang relevan yang dapat dijakan sebagai sumber bukti.

Adapun sumber tersebut antara lain buku, website, media sosial serta

informasi sebagai penunjang penelitian seperti hasil penelitian,

dokumen perusahaan dan bahan-bahan tertulis lainnya.

5. Teknik Analisis Data

Sumber yang akan digunakan peneliti untuk menganalisa data pada

penelitian ini adalah transkrip rekaman hasil wawancara mendalam dengan

informan. Data yang didapat pada saat pengumpulan data di lapangan

maupun setelahnya akan diolah dengan menggunakan teknik analisis

27

interactive model Miles dan Huberman (1994) yang terdiri dari reduksi data,

penyajian data serta penarikan kesimpulan. Tahapan analisis dalam

penelitian ini adalah:

a. Pengumpulan Data

Peneliti akan mengumpulkan data yang didapatkan melalui

wawancara, dokumentasi dan observasi.

b. Reduksi Data

Setelah melakukan pengumpulan data, peneliti akan melakukan

reduksi data yakni pemilihan, pemusatan, perhatian pada

penyederhanaan dan membuang hal-hal yang tidak diperlukan.

c. Penyajian Data

Peneliti akan menyajikan data mengenai penggunaan media

sosial dalam komunikasi krisis dalam bentuk yang sistematis.

d. Penarikan Kesimpulan

Peneliti akan melakukan penarikan kesimpulan dari hasil

analisis yang telah dilakukan.

6. Keabsahan Data Peneliti

Peneliti akan melakukan penilaian keabsahan data yang didapatkan

untuk mengetahui keabsahan data pada penelitian. Penilaian akan dilakukan

baik kepada data primer maupun sekunder. Dalam melakukan penilaian

keabsahan data tersebut, peneliti akan menggunakan analisa triangulasi.

Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan di-mana peneliti

menganalisa jawab subjek dengan meneliti kebenarannya dengan data

empiris (sumber data lain) yang tersedia. Menurut Dwidjowinoto (2001)

macam-macam triangulasi antara lain:

a. Triangulasi Sumber (data), yakni membandingan atau mengecek

ulang derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh dari

sumber yang berbeda. Misalnya, membandingkan hasil

pengamatan dengan hasil wawancara.

28

b. Triangulasi Waktu, berkaitan dengan perubahan suatu proses

dan perilaku manusia karena manusia dapat berubah setiap

waktu.

c. Triangulasi Teori, yakni dengan memanfaatkan dua (2) atau

lebih teori untuk dipadu atau diadu, maka diperlukan rancangan

riset, pengumpulan data dan analisis data supaya hasilnya

komprehensif.

d. Triangulasi Periset, yakni dengan menggunakan lebih dari satu

(1) periset dalam mengadakan observasi atau wawancara.

Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan triangulasi data.

Triangulasi data atau sumber dilakukan dengan membandingkan apa yang

didapat dari hasil wawancara dengan apa yang ada dalam data sekunder

(dalam hal ini adalah media sosial milik Air Asia).