bab i pendahuluan 1.1. latar...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi di Pulau Jawa yang
terkenal akan kepariwisataannya. Keunikan yang dimiliki oleh provinsi ini
digunakan sebagai daya tarik wisata untuk memikat wisatawan yang memiliki
rencana untuk melakukan kegiatan wisata. Setiap tahunnya terdapat peningkatan
jumlah wisatawan nusantara dan wisatawan mancanegara yang berkunjung ke DIY.
Gambar 1.1 Grafik Perkembangan Wisatawan ke DIY Tahun 2012−20161
Sumber: Statistik Kepariwisataan 2016
1 Sumber:
https://visitingjogja.com/downloads/Buku%20Statistik%20Kepariwisataan%20DIY%202016.pdf
diakses pada 13 November 2017 pukul 12.09 WIB.
2
Destinasi wisata alam dan budaya merupakan primadona yang dimiliki oleh
DIY. DIY dikenal dengan sebutan kota perjuangan, pusat kebudayaan, dan pusat
pendidikan, serta dikenal dengan kekayaan pesona alam dan budayanya. Hingga
saat ini, Yogyakarta masih tetap merupakan daerah tujuan wisata yang terkenal di
Indonesia dan Mancanegara (Dinas Pariwisata, Statistik Kepariwisataan, 2016:xiv).
Selain kedua jenis wisata tersebut, terdapat pula destinasi wisata religi. Sampson
(2011:1) mendefinisikan destinasi wisata religi sebagai berikut.
“Religious tourism, also commonly referred to as faith tourism, is a
form of tourism, whereby people of faith travel individually or in groups
for pilgrimage, missionary, or leisure (fellowship) purposes.”
Wisata religi adalah bentuk pariwisata, yaitu ketika orang-orang beriman
melakukan perjalanan baik secara individu atau berkelompok untuk tujuan ziarah,
misionaris, atau liburan (fellowship). Wisata religi banyak dilakukan oleh
perorangan atau rombongan ke tempat-tempat suci, ke makam-makam orang besar
atau pemimpin yang diagungkan, ke bukit atau gunung yang dianggap keramat, dan
tempat pemakaman tokoh atau pemimpin sebagai manusia ajaib penuh legenda.
Wisata religi ini banyak dihubungkan dengan niat atau hasrat sang wisatawan untuk
memperoleh restu, kekuatan batin, keteguhan iman, dan tidak jarang pula untuk
tujuan memperoleh berkah serta kekayaan melimpah (Pendit, 1994:46).
Jenis destinasi wisata religi dari berbagai agama di DIY cukup beragam,
salah satunya destinasi wisata religi umat Katolik. DIY memiliki tujuh destinasi
wisata religi Katolik, yaitu Gua Maria Sendangsono, Gua Maria Lawangsih, Gua
Maria Tritis, Gua Maria Sendang Sriningsih, Gua Maria Jatiningsih, Gua Maria
Ratu Rosari, dan Gereja Ganjuran. Destinasi wisata religi tersebut setiap tahunnya
3
selalu dikunjungi wisatawan2, terutama pada bulan Maria yang berlangsung pada
Mei dan Oktober. Pada bulan Maria, umat Katolik secara khusus berdevosi kepada
Bunda Maria dengan berdoa di depan Gua Maria dan juga melakukan jalan salib
untuk merenungkan perjalanan kehidupan rohani manusia dalam kerangka kisah
sengsara Tuhan Yesus Kristus. Kegiatan tahunan tersebut masuk dalam
penanggalan di kalender liturgi sehingga umat katolik kerap kali memanfaatkan
momen tersebut untuk melakukan kegiatan ziarah ke gua-gua Maria.
Kegiatan ziarah juga termasuk dalam kategori berwisata. Menurut Spillane
(via Suwena dan Widyatmaja, 2010:15), pariwisata adalah kegiatan melakukan
perjalanan dengan tujuan mendapatkan kenikmatan, mencari kepuasan, mengetahui
sesuatu, memperbaiki kesehatan, menikmati olahraga atau istirahat, menunaikan
tugas, dan berziarah. Berziarah ke suatu tempat yang dianggap suci menjadi salah
satu cara wisatawan untuk mendapatkan kelegaan batin. Tempat ziarah merupakan
salah satu tempat yang memiliki nilai historis dan hendaknya perlu dikembangkan
sesuai dengan pariwisata berkelanjutan. Kedewasaan wisatawan perlu diukur guna
melihat seberapa penting pariwisata berkelanjutan untuk diterapkan pada suatu
destinasi wisata religi. World Tourism Organization (2005) mendefinisikan
pariwisata berkelanjutan sebagai usaha untuk memenuhi kebutuhan saat ini bagi
wisatawan dan tuan rumah sembari melindungi dan meningkatkan peluang-peluang
di masa depan. Visi pariwisata berkelanjutan adalah untuk memenuhi kebutuhan
ekonomi, sosial, dan estetika dengan cara mengelola sumber daya sembari
2 Dalam hal ini, wisatawan adalah peziarah.
4
memelihara keutuhan budaya, proses penting dalam ekologi, keberagaman hayati,
dan sistem pendukung kehidupan (Mc Intyre dkk., 1993).
Setiap destinasi wisata religi memiliki keunggulan masing-masing, seperti
halnya Gua Maria Sendangsono. Gua Maria Sendangsono merupakan salah satu
destinasi wisata religi yang dipercaya menjadi permulaan penyebaran agama
Katolik di Pulau Jawa. Tempat tersebut berada di jalur Pegunungan Menoreh,
tepatnya di Dusun Semagung, Desa Banjaroya, Kecamatan Kalibawang, Kabupaten
Kulon Progo, Provinsi DIY. Sendangsono terletak di wilayah perbukitan yang
dilalui oleh sungai kecil. Keindahan alam dan gaya arsitektur rumah Jawa berpadu
satu dengan lainnya menjadi ciri khas dari Sendangsono.
Gua Maria Sendangsono merupakan destinasi wisata religi yang memiliki
rute ziarah panjang dan pendek yang dapat digunakan oleh para wisatawan. Rute
panjang dimulai dari Gereja Promasan, Padusan, rute jalan salib panjang, dan
diakhiri di Sendangsono, sedangkan rute pendek berada di dalam kompleks utama
Sendangsono. Pada kompleks utama, terdapat rute jalan salib pendek dan gua
Maria. Sendangsono juga memiliki kapel-kapel yang dapat digunakan untuk
mengadakan ibadah. Kapel yang digunakan untuk berbagai kegiatan ibadah
biasanya dilakukan di Kapel Tri Tunggal Maha Kudus. Kegiatan ibadah yang sering
diadakan di Sendangsono adalah misa, selawatan Katolik, dan perarakan patung
Bunda Maria Lourdes.
Wisatawan yang datang ke suatu destinasi wisata memiliki latar belakang
yang berbeda. Perbedaan latar belakang dapat memengaruhi cara wisatawan dalam
merespons konsep pariwisata berkelanjutan. Pariwisata berkelanjutan juga harus
5
mempertahankan tingkat kepuasan wisatawan yang tinggi, memastikan
pengalaman yang berarti bagi para wisatawan, meningkatkan kesadaran mereka
akan masalah keberlanjutan, dan mempromosikan penerapan pariwisata
berkelanjutan.3 Tingkat kepuasan wisatawan terhadap citra destinasi menjadi cara
untuk mengukur kepuasan tersebut. Pada saat wisatawan pergi ke suatu destinasi
wisata, citra destinasi menjadi salah satu hal yang dirasakan secara langsung oleh
wisatawan. Dalam hal ini, wisatawan yang datang ke Sendangsono, melakukan
kegiatan ziarah sembari melihat dan mengalami citra pada destinasi tersebut. Ketika
wisatawan menikmati citra destinasi Sendangsono, rasa puas terhadap destinasi
tersebut akan muncul. Jika wisatawan yang berkunjung tidak merasa puas,
pengelola perlu mencari tahu faktor penyebab ketidakpuasan yang dialami oleh
wisatawan. Setelah mengetahui penyebab dari ketidakpuasan, pengelola dapat
melakukan pembenahan untuk memperbaiki kekurangan yang terdapat pada
destinasi wisata religi Sendangsono. Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian
lebih lanjut perlu dilakukan guna mencari tahu persetujuan wisatawan terhadap
pariwisata berkelanjutan serta tingkat kepuasan wisatawan terhadap citra destinasi
wisata religi Sendangsono.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan pada penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut.
3 Sumber: UNWTO, 2005. http://sdt.unwto.org/content/about-us-5 diakses pada 20 Oktober 2017,
pukul 06.53 WIB.
6
1. Bagaimana karakteristik wisatawan yang mengunjungi Sendangsono?
2. Bagaimana tingkat persetujuan wisatawan terhadap dimensi pariwisata
berkelanjutan?
3. Bagaimana tingkat kepuasan wisatawan terhadap citra destinasi di
Sendangsono?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1. Mengetahui karakteristik wisatawan yang mengunjungi Sendangsono
2. Mengetahui tingkat persetujuan wisatawan terhadap dimensi-dimensi
dari pariwisata berkelanjutan
3. Mengetahui tingkat kepuasan wisatawan terhadap citra destinasi wisata
religi Sendangsono
1.4. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, diharapkan penelitian ini dapat
memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi akademis dalam
bidang ilmu pariwisata, terutama yang berkaitan dengan penerapan
aspek pariwisata berkelanjutan dan citra destinasi wisata dalam
penelitian destinasi wisata religi.
7
2. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi agar dapat
dipertimbangkan oleh pengelola Sendangsono dalam memperbaiki,
meningkatkan, dan menjaga kualitas Sendangsono supaya wisatawan
yang berziarah dapat merasa puas, khusyuk, dan nyaman.
1.5. Tinjauan Pustaka
Berdasarkan studi pustaka yang telah dilakukan, terdapat beberapa
penelitian terdahulu yang digunakan sebagai acuan dalam melakukan penelitian ini.
Vincent (2015) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Motivasi Wisatawan yang
Berkunjung ke Goa Maria Sendangsono” menganalisis motivasi wisatawan dengan
menentukan jumlah menggunakan teknik sampling. Responden yang digunakan
dalam penelitian tersebut berjumlah 44 orang. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa semua responden setidaknya memiliki satu dari tujuh aspek
motivasi wisata yang dikemukakan oleh Mill dan Morrison. Aspek motivasi wisata
tersebut terdiri atas kebutuhan fisiologis, kebutuhan psikologis, kebutuhan kasih
sayang dan rasa memiliki, kebutuhan harga diri, kebutuhan aktualisasi diri,
kebutuhan rasa ingin tahu, dan kebutuhan akan rasa keindahan.
Dalam tesis yang berjudul “Usulan Pengelolaan Kawasan Sendangsono
Berwawasan Masyarakat” yang ditulis oleh Hapsoro (2016), Sendangsono
merupakan tempat peziarahan yang sangat berdekatan dengan pemukiman warga.
Kekhawatiran akan semakin padatnya pemukiman dan pemanfaatan sumber daya
alam dan budaya yang berlebihan menjadi fokus dalam penelitian tersebut. Dalam
8
hasil penelitian yang telah dilakukan, pengelolaan kawasan Sendangsono relatif
baik dan terjaga karena adanya pengurus yang secara khusus mengelola kawasan
tersebut. Kawasan Sendangsono diharapkan dapat dikembangkan dengan
menggunakan strategi pengembangan SMART. Strategi pengembangan ini
diharapkan dapat mencakup seluruh kepentingan yang ada dan tetap dikembangkan
dengan mempertimbangkan pengelolaan berwawasan masyarakat yang tidak
mengesampingkan peran pemerintah, akademisi, dan masyarakat di dalamnya.
Sunaryo (2015) melakukan penelitian tentang kepuasan wisatawan terhadap
kualitas objek wisata Museum Sonobudoyo unit 1. Teknik analisis data pada
penelitian tersebut menggunakan analisis deskriptif. Perumusan strategi
pengembangan dalam penelitian tersebut menggunakan analisis SWOT.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, kepuasan wisatawan yang
berkunjung ke Museum Sonobudoyo masih belum maksimal. Hal itu dirasakan oleh
wisatawan pada aspek kemudahan akses menuju lokasi museum, ketersediaan
informasi koleksi museum, dan ketersediaan fasilitas penunjang museum. Dari hasil
analisis karakteristik wisatawan, tingkat kepuasan wisatawan dan SWOT terhadap
objek wisata Museum Sonobudoyo menghasilkan strategi alternatif untuk
pengembangan kualitas objek wisata yang dapat memaksimalkan kepuasan
wisatawan dengan cara perluasan lahan, meningkatkan kualitas sumber daya
manusia, dan melakukan promosi secara gencar.
Dalam skripsi yang berjudul “A Study of Tourist Satisfatction Towards
Adventure Tourism Activity in Bejiharjo Tourism Village Using HOLSAT (Holiday
Satisfaction) Model” yang ditulis oleh Pratama (2015), penelitian dilakukan
9
menggunakan 14 atribut pengukur untuk mencari tahu kepuasan wisatawan, yang
kemudian diolah menggunakan model HOLSAT. Hasil dari penelitian tersebut
menunjukkan wisatawan yang berkunjung ke Desa Wisata Bejiharjo memiliki niat
perilaku positif. Dari atribut-atribut model HOLSAT yang digunakan dalam
penelitian tersebut, terdapat 7 atribut, yaitu natural scnenery, price, safety
equipment, activity safety, facilities, guide’s competence, dan management yang
menunjukkan bahwa wisatawan merasa puas akan pengalaman yang telah dialami.
Terdapat 6 atribut, yaitu excitement, cleanliness, road access, weather, location
finding, dan waiting duration, yang hasilnya tidak begitu signifikan antara
perbedaan harapan awal dan pengalaman wisatawan. Akan tetapi, terdapat 1 atribut
yang menunjukkan ketidakpuasan yang dialami oleh wisatawan, yaitu crowded
situation. Hasil pengukuran tersebut menunjukkan bahwa wisatawan yang merasa
puas berniat untuk mengunjungi kembali destinasi wisata tersebut dan akan
merekomendasikannya kepada keluarga serta teman-temannya.
Penelitian di Sendangsono yang telah diadakan sebelumnya berfokus pada
motivasi wisatawan dan pengelolaan berbasis masyarakat pada objek wisata religi
Sendangsono. Secara fokus penelitian, penelitian tentang kepuasan yang telah
dilakukan sebelumnya mengangkat objek penelitian yang berbeda dengan objek
yang akan digunakan dalam penelitian ini. Penelitian kepuasan yang telah
dilakukan sebelumnya menggunakan museum dan kegiatan wisata petualangan
sebagai objeknya. Lokus yang digunakan dalam penelitian ini adalah destinasi
wisata religi Sendangsono yang terletak di wilayah Kabupaten Kulon Progo,
Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan pertimbangan tersebut, disimpulkan
10
bahwa penelitian tentang tingkat kepuasan wisatawan terhadap citra destinasi
wisata religi Sendangsono belum pernah dilakukan sebelumnya.
1.6. Landasan Teori
Pada bagian selanjutnya dijabarkan tentang teori-teori yang akan digunakan
dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan dua teori, yaitu pariwisata
berkelanjutan dan citra destinasi. Berikut ini merupakan penjabaran dari kedua teori
tersebut.
1.6.1. Pariwisata Berkelanjutan
Menurut UNESCO4, pariwisata berkelanjutan didefinisikan sebagai
pariwisata yang menghormati penduduk lokal dan wisatawan, warisan budaya, serta
lingkungan destinasi dengan tujuan untuk memberikan liburan yang menyenangkan
dan mendidik bagi wisatawan sekaligus memberi keuntungan bagi penduduk
setempat.
Pariwisata berkelanjutan merupakan bagian dari pembangunan
berkelanjutan. World Commission on Environment (WCED) menekankan bahwa
pembangunan berkelanjutan bukan keadaan keselarasan yang bersifat tetap,
melainkan proses perubahan dinamis yang mencakup keselarasan secara
keseluruhan dan meningkatkan potensi saat ini serta masa depan untuk memenuhi
kebutuhan manusia dan aspirasinya.5
4 Sumber: http://www.unesco.org/education/tlsf/mods/theme_c/mod16.html diakses pada 2 Juli
2017 pukul 19.18 WIB 5 HSC Choi, E. Sirakaya, “Sustainability Indicators for Managing Community Tourism” dalam
Elsevier Vol. 27, No. 6, 2005, hlm 1275.
(http://www.academia.edu/11977139/Sustainability_indicators_for_managing_community_touris
m)
11
World Tourism Organization (WTO) mendefinisikan pariwisata
berkelanjutan sebagai usaha untuk memenuhi kebutuhan saat ini bagi wisatawan
dan tuan rumah sembari melindungi dan meningkatkan peluang-peluang di masa
depan. Visi pariwisata berkelanjutan adalah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi,
sosial, dan estetika dengan cara mengelola sumber daya sembari memelihara
keutuhan budaya, proses penting dalam ekologi, keberagaman hayati, dan sistem
pendukung kehidupan (Mc Intyre dkk., 1993).
Terdapat beberapa model penelitian yang menganalisis pariwisata
berkelanjutan. Sirakaya dan Choi (2005) menekankan bahwa pariwisata
berkelanjutan meliputi enam dimensi berikut.
1. Dimensi Ekologi
Item dari dimensi ekologi antara lain indeks kualitas udara, jumlah dari erosi
pada situs alam, jumlah dari hari-hari yang memiliki udara yang baik,
frekuensi dari kecelakaan lingkungan yang berhubungan dengan pariwisata,
jumlah situs yang terkontaminasi, tingkat perlindungan (klasifikasi IUCN,
contohnya taman, pantai, spesies, ekosistem yang rentan), data konsumsi
energi dan air per orang, persentase dari cagar alam atau lingkungan yang
dikelola (Sirakaya dan Choi, 2005:1282).
2. Dimensi Sosial
Item dari dimensi sosial antara lain kepuasan penduduk lokal terhadap
pembangunan pariwisata, sikap penduduk lokal terhadap pembangunan
pariwisata, kegiatan tradisional yang berkesinambungan oleh penduduk
lokal, tekanan pada pengunjung/hubungan dengan penduduk lokal,
12
kepemilikan rumah baik dari penduduk maupun non-penduduk (rumah
kedua/penduduk yang tidak tetap), tingkat kesetaraan di antara stakeholder
dan penduduk, serta keterlibatan penduduk pada industri pariwisata (ibid.,
hlm. 1281).
3. Dimensi Teknologi
Item dari dimensi teknologi antara lain keakuratan pengumpulan data dan
pertukaran informasi pariwisata, pengangkatan dan penggunaan teknologi
baru yang berdampak rendah, benchmarking—umum dan kompetitif (ibid.,
hlm. 1283).
4. Dimensi Politik
Item dari dimesi politik antara lain adanya kebijakan pengendalian
pengembangan pembangunan, ketaatan pada hukum (tuntutan, denda, dll.),
persentase dari otoritas pariwisata atau perencana pada penduduk lokal,
kekuatan dan durasi dari grup perencanaan dan penasehat lokal, persentase
dari kepemilikan pariwisata oleh pihak luar/asing, penerapan dan
penggabungan gagasan lokal dalam pengelolaan situs maupun dalam
masyarakat, keterkaitan lintas sektoral pada tingkat lokal/regional/nasional
dan lembaga sosial masyarakat lingkungan lokal (ibid., hlm. 1283).
5. Dimensi Kebudayaan
Item dari dimensi kebudayaan antara lain tingkat perbandingan dari
konstruksi baru dengan muatan lokal, tipe dan material bangunan dan
dekorasi, tingkat perbaikan situs budaya, ketersediaan sumber daya dan
13
dana untuk perbaikan situs budaya, komodifikasi dan sejumlah situs yang
dirancang secara resmi dan pengelolaannya (ibid., hlm. 1282).
6. Dimensi Ekonomi
Item dari dimensi ekonomi antara lain pertumbuhan kesempatan kerja di
dalam kepariwisataan, tingkat pengangguran dan pertumbuhan kesempatan
kerja secara umum, tingkat kebocoran pendapatan dalam masyarakat,
keterkaitan intersektoral atau partnership dalam pariwisata, kesempatan
kerja dan multiplier pendapatan pada pengeluaran-pengeluaran pariwisata,
nilai tukar dari produk-produk lokal, muatan impor, dan persentase
pariwisata dari ekonomi lokal (ibid., hlm. 1280).
1.6.2. Citra Destinasi
Citra destinasi didefinisikan sebagai sebuah bentuk ekspresi pengetahuan,
kesan, prasangka, imajinasi, dan pemikiran emosional yang dimiliki oleh seseorang
terhadap tempat tertentu (Lawson dan Baud Bovy, 1977). Citra destinasi
merupakan keseluruhan persepsi pada suatu destinasi yang terbentuk dengan
mengolah informasi dari berbagai sumber dari waktu ke waktu (Assael, 1984).
Persepsi wisatawan terhadap atribut destinasi wisata muncul dari berbagai kegiatan
dan atraksi pada suatu daerah yang kemudian saling berinteraksi dan membentuk
citra secara keseluruhan (Gartner, 1986).6 Berdasarkan beberapa definisi citra
destinasi di atas, dapat digambarkan bahwa persepsi wisatawan memengaruhi
terbentuknya citra pada suatu destinasi. Persepsi tersebut membentuk tanggapan-
6 R.Rajesh, “Impact of Tourist Perceptions, Destination Image and Tourist Satisfaction on
Destination Loyalty: A Conceptual Model” dalam Pasos Vol. 11, No. 5, 2013, hlm. 68.
(www.pasosonline.org/Publicados/11313special/PS0313_07.pdf)
14
tanggapan psikologis terhadap elemen-elemen destinasi wisata yang dirasakan
wisatawan dan kemudian membentuk citra suatu destinasi wisata.
Tanggapan-tanggapan positif yang dirasakan dan diutarakan oleh
wisatawan terhadap elemen-elemen citra destinasi wisata menandakan bahwa
wisatawan merasa puas dalam mengunjungi suatu destinasi wisata. Hal ini sejalan
dengan yang dikemukakan oleh Puh (2014:538) bahwa citra destinasi wisata
memengaruhi kepuasan wisatawan karena citra destinasi yang positif cenderung
lebih banyak dikunjungi oleh wisatawan dan wisatawan merasa lebih puas. Menurut
Puh, terdapat enam elemen citra destinasi wisata yang memengaruhi kepuasan
wisatawan, yaitu:
1. Sumber daya alam dan lingkungan alami, yakni elemen citra destinasi yang
dilihat dari keadaan alam di dalam lingkungan destinasi wisata. Lingkungan
alam merupakan salah satu aspek penting dalam suatu destinasi wisata.
Kondisi lingkungan alam yang baik dan seimbang akan memiliki pengaruh
positif bagi citra suatu destinasi (Puh, 2014:540).
2. Infrastruktur umum dan infrastruktur wisata, yakni elemen citra destinasi
yang berkaitan dalam menunjang keberlangsungan suatu destinasi wisata.
Infrastruktur memiliki pengaruh dalam menimbulkan persepsi wisatawan
terhadap citra destinasi wisata. Ketersediaan dan kelengkapan infrastruktur
umum maupun infrastruktur wisata akan memberikan nilai lebih pada citra
dan keberlangsungan destinasi wisata (ibid.).
3. Hiburan dan rekreasi, yakni elemen citra destinasi yang berkaitan dengan
ketersediaan lokasi-lokasi hiburan di sekitar atau di dalam destinasi wisata,
15
seperti tempat berolahraga, restoran, taman bermain, kelab malam, dan
lainnya (ibid.).
4. Kebudayaan, sejarah, dan kesenian, yakni elemen citra destinasi yang
menekankan pada keragaman dan keunikan budaya, sejarah, dan kesenian
yang dimiliki oleh suatu destinasi wisata. Perbedaan kebudayaan yang
dimiliki wisatawan dengan kebudayaan yang ada pada destinasi wisata
dapat memberikan citra destinasi yang khas pada suatu destinasi wisata
(ibid.).
5. Suasana destinasi, yakni elemen citra destinasi yang dapat dirasakan dengan
menggunakan pancaindra. Suasana lingkungan destinasi wisata yang
mendukung aktivitas wisata akan memberikan kesan yang lebih mendalam
bagi wisatawan. Suasana lingkungan wisata yang kondusif dapat
memengaruhi citra suatu destinasi (ibid.).
6. Ekonomi dan lingkungan sosial, yakni elemen citra destinasi yang berkaitan
dengan kondisi perekonomian masyarakat di sekitar destinasi dan keadaan
lingkungan sosial masyarakat di sekitar destinasi wisata. Kondisi
perekonomian dan lingkungan sosial yang baik dapat memberikan citra
positif terhadap kehadiran suatu destinasi di tengah-tengah masyarakat lokal
(ibid.).
Sendangsono merupakan tempat berziarah yang terletak di pedesaan.
Tempat berziarah juga identik dengan hal-hal yang bersifat sakral sehingga tempat-
tempat hiburan atau rekreasi tidak terdapat di sekitar Sendangsono. Penelitian ini
hanya akan menggunakan lima elemen citra destinasi, yaitu sumber daya alam dan
16
lingkungan alam; infrastruktur umum dan infrastruktur wisata; kebudayaan,
sejarah, dan kesenian; ekonomi dan lingkungan sosial; serta suasana destinasi.
1.7. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif. Sumber data yang digunakan dapat dibagi menjadi dua, yaitu data primer
dan data sekunder. Data primer merupakan sumber aktual pada saat terjadinya
peristiwa pengumpulan data, seperti informan dan responden. Data sekunder
diperoleh dari tangan kedua atau sumber lain yang telah ada sebelum penelitian
dilakukan (Ratna, 2010:143). Dalam penelitian ini, data primer diperoleh dengan
cara melakukan observasi secara langsung ke Sendangsono, melakukan wawancara
dengan pihak pengelola Sendangsono, dan melakukan penyebaran kuesioner
kepada para pengunjung Sendangsono. Data sekunder dalam penelitian ini
diperoleh dengan melakukan studi pustaka.
1.7.1. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan empat teknik dalam pengumpulan data-data
yang dibutuhkan, yakni sebagai berikut.
a. Observasi
Observasi adalah cara pengumpulan data dengan mengamati, meneliti, atau
mengukur kejadian yang sedang berlangsung. Dengan cara ini, data yang
diperoleh adalah data faktual dan aktual, dalam artian data yang
dikumpulkan diperoleh pada saat peristiwa sedang berlangsung (Kusmayadi
dan Sugiarto, 2000:84−85). Pada penelitian ini, observasi dilakukan
17
bersamaan dengan penyebaran kuesioner yang berlangsung selama dua
bulan, yaitu pada akhir Juli 2017 hingga akhir September 2017. Observasi
ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kegiatan yang dilakukan oleh
para pengunjung di Sendangsono dan mengetahui kondisi destinasi wisata
religi Sendangsono. Kegiatan observasi dilakukan dengan cara mendatangi
destinasi tersebut, mendokumentasikan destinasi wisata tersebut dengan
cara memfoto, dan mengamati kegiatan yang dilakukan oleh pengunjung
dan pengelola.
b. Wawancara
Wawancara merupakan teknik mengumpulkan data dengan mengajukan
pertanyaan secara langsung oleh pewawancara (Kusmayadi dan Sugiarto,
2000:83). Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan pada saat melakukan
penyebaran kuesioner, yaitu pada waktu akhir Juli 2017 hingga akhir
September 2017. Wawancara dilakukan kepada beberapa narasumber, yaitu
pengelola, pemilik penginapan, serta beberapa pengunjung Sendangsono.
Wawancara yang dilakukan kepada pihak pengelola objek wisata
Sendangsono dan pemilik penginapan dimaksudkan untuk mendapatkan
informasi yang berkaitan dengan Sendangsono, sedangkan wawancara yang
dilakukan kepada wisatawan dilakukan untuk mengetahui pendapat
wisatawan saat mereka mengunjungi destinasi tersebut.
c. Kuesioner
Teknik kuesioner (angket) merupakan pengumpulan data secara tertulis.
Orang yang memberikan informasi disebut responden (Ratna, 2010:476).
18
Responden dari kuesioner ini adalah wisatawan yang mengunjungi
Sendangsono. Penyebaran kuesioner ini dilakukan selama dua bulan, yaitu
pada akhir Juli 2017 hingga akhir September 2017. Jumlah pengambilan
sampel yang diperlukan untuk memenuhi kuota responden akan ditentukan
dengan menggunakan formula sampling Slovin (1990) (Kusmayadi dan
Sugiarto (2000:74). Berikut merupakan formula sampling tersebut.
𝑛 =𝑁
1 + 𝑁 (𝑒)2
Keterangan:
n = ukuran sampel yang dibutuhkan
N = ukuran populasi
e = margin error
Ukuran populasi yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari jumlah
wisatawan yang melakukan kunjungan ke Sendangsono pada 2014, yaitu
sebesar 130.000 orang (Statistik Kepariwisataan 2016). Margin error yang
digunakan sebesar 4,65%. Oleh karena itu, ukuran sampel yang dibutuhkan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
𝑛 =130000
1 + 130000 (4,65%)2
𝑛 =130000
1 + 130000 (0,0465)2
𝑛 =130000
1 + 130000 (0,00216225)
19
𝑛 =130000
1 + 281.0925
𝑛 =130000
282.0925
𝑛 = 460.8 ≈ 461
Berdasarkan hasil penghitungan di atas, penulis menyebarkan sebanyak 461
kuesioner kepada pengunjung Sendangsono. Format jawaban kuesioner
menggunakan format tipe Likert. Format tipe Likert dirancang untuk
memungkinkan pelanggan menjawab dalam berbagai tingkatan pada setiap
butir yang menguraikan jasa/produk. Ujung sebelah kiri jawaban (dengan
angka yang rendah) menggambarkan suatu jawaban yang negatif,
sedangkan ujung kanan (dengan angka besar) menggambarkan jawaban
yang positif (Supranto, 2011:86).
d. Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan untuk mengumpulkan data-data yang terkait
dengan objek yang akan diteliti dengan cara membaca buku, internet,
brosur, jurnal, dan penelitian sebelumnya. Data-data yang telah
dikumpulkan akan digunakan sebagai acuan dalam penelitian.
1.7.2. Metode Analisis Data
Data yang telah diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan
analisis statistik deskriptif. Analisis statistik deskriptif adalah bidang ilmu statistik
yang memformulasikan data melalui pengelompokan, penentuan nilai, dan fungsi
statistik melalui penggunaan berbagai bentuk tabel. Tujuan utama statistik
deskriptif adalah memudahkan orang untuk membaca data dan memahami maksud
20
data tersebut (Gani dan Amalia, 2015:5). Berikut ini merupakan tahapan dalam
proses analisis data.
a. Pengecekan data (editing)
Pengecekan data merupakan tahapan pertama dalam menganalisis data.
Pengecekan data adalah kegiatan memperbaiki kualitas data. Tujuannya
adalah menghilangkan keraguan akan kebenaran yang mungkin timbul
setelah membaca data tersebut (Wardiyanta, 2010:38). Data yang diperoleh
dari kuesioner akan diperiksa kembali oleh penulis guna memperbaiki
kualitas data. Penulis akan memeriksa ulang data agar dapat dipastikan
kelengkapan dan kejelasannya.
b. Pengelompokan data (coding)
Pengelompokan data adalah upaya mengklasifikasi jawaban responden
menurut macamnya ke dalam kategori-kategori tertentu (Wardiyanta,
2010:39). Dalam tahapan ini, jawaban kuesioner diberi kode agar setiap
jawaban dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kategori. Fokus
penelitian ini tertuju pada persetujuan wisatawan terhadap pariwisata
berkelanjutan dan kepuasan wisatawan terhadap citra destinasi. Format
jawaban kuesioner pada kedua bagian tersebut menggunakan format
jawaban Likert. Untuk mempermudah pengelompokannya, masing-masing
jawaban diberi kode, yaitu kode 1 untuk sangat tidak puas dan sangat tidak
setuju, kode 2 untuk tidak puas dan tidak setuju, kode 3 untuk netral, kode
4 untuk puas dan setuju, dan kode 5 untuk sangat puas dan sangat setuju.
Jawaban yang telah terkumpul kemudian dimasukkan ke dalam kategori-
21
kategori jawaban yang sesuai dengan kode jawaban, dengan tujuan untuk
mengetahui frekuensinya.
c. Tabulasi (tabulation)
Data yang telah melalui tahapan pengecekan data dan pengelompokan data
kemudian memasuki tahap tabulasi. Pada tahapan ini, data diproses dan
dimasukkan ke dalam tabel sehingga dapat dianalisis lebih jauh. Proses
tabulasi ini menggunakan software IBM SPSS Statistic 22. Software ini
digunakan untuk mencari frekuensi, persentase, dan rata-rata dari jawaban-
jawaban yang telah diisi oleh responden. Pada bagian karakteristik
wisatawan, jawaban responden disajikan dengan tabel frekuensi dan
persentase. Pada bagian tingkat persetujuan wisatawan dan tingkat kepuasan
wisatawan terhadap citra destinasi, jawaban responden disajikan dengan
tabel frekuensi, persentase, total nilai skor jawaban, dan rata-rata.
Nilai rata-rata dalam penelitian ini digunakan untuk menggolongkan
jawaban responden ke dalam lima kategori jawaban yang telah tersedia.
Nilai rata-rata diperoleh dengan cara berikut.
�̅� =𝑓(𝑥)
𝑁
x̅ = rata-rata
f = frekuensi
x = skor jawaban
N = total jawaban responden
22
Suwintari (via Novitaningtyas, 2015:15) menyatakan bahwa nilai rata-rata
yang dihasilkan tidak selalu memiliki nilai bulat sehingga diperlukan
penentuan nilai interval kelas. Interval kelas yang digunakan dalam
penelitian ini dibagi menjadi lima kelas sesuai dengan jumlah kategori
jawaban pada skala Likert. Berikut ini merupakan rumus yang digunakan
untuk mencari tahu nilai interval kelas.
𝐼 =𝑅
𝐾
Keterangan:
I = interval kelas
R = range (nilai Xmax−nilai Xmin)
K = banyaknya kelas
Nilai range yang digunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan skor
jawaban pada kuesioner. Nilai tertinggi pada jawaban kuesioner berjumlah
5 dan nilai terendah berjumlah 1. Banyaknya kelas dalam penelitian ini
disesuaikan dengan jumlah kategori jawaban yang digunakan, yaitu 5
kategori kelas. Oleh karena itu, kelas interval yang diperlukan adalah
sebagai berikut.
𝐼 =𝑅
𝐾
𝐼 =5 − 1
5
23
𝐼 =4
5
𝐼 = 0,8
Berdasarkan hasil penghitungan di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai
interval kelas adalah 0,8. Setelah nilai interval diketahui, kategori jawaban
pun dapat diketahui menjadi sebagai berikut.
Tabel 1.1 Kategori Jawaban
Nilai Kategori Kisaran Nilai
1 Sangat Tidak Setuju dan Sangat Tidak Puas 1,01-1,80
2 Tidak Setuju dan Tidak Puas 1,81-2,60
3 Ragu-Ragu 2,61-3,40
4 Setuju dan Puas 3,41-4,20
5 Sangat Setuju dan Sangat Puas 4,21-5,00
Penyajian data dalam bentuk tabel kemudian dianalisis secara deskriptif.
Analisis deskriptif adalah mentransformasi data mentah ke dalam bentuk
data yang mudah dimengerti dan ditafsirkan, serta menyusun,
memanipulasi, dan menyajikan data supaya menjadi sebuah informasi
(Kusmayadi dan Sugiarto, 2000:179). Hal ini dilakukan untuk mendapatkan
informasi tentang persetujuan wisatawan terhadap pariwisata berkelanjutan,
serta kepuasan dan ketidakpuasan wisatawan terhadap objek wisata
Sendangsono.
1.7.3. Operasionalisasi Konsep
Penelitian ini terfokus pada dua konsep utama, yaitu citra destinasi dan
pariwisata berkelanjutan. Pada bagian selanjutnya dijelaskan mengenai
24
operasionalisasi terhadap variabel citra destinasi dan variabel pariwisata
berkelanjutan.
1.7.3.1. Pariwisata Berkelanjutan
Penelitian ini menggunakan variabel pariwisata citra destinasi yang
diperkenalkan oleh Sirakaya dan Choi (2005). Sirakaya dan Choi membagi
pariwisata berkelanjutan menjadi enam subvariabel. Dalam operasionalisasi konsep
ini, penulis menggunakan item-item yang dikemukakan oleh Sirakaya dan Choi
sebagai acuan dalam pembuatan item-item yang akan diteliti, yakni:
a. Dimensi Ekologi
Indeks kualitas udara, jumlah dari erosi pada situs alam, frekuensi dari
kecelakaan lingkungan yang berhubungan dengan pariwisata.
b. Dimensi Sosial
Tekanan pada pengunjung/hubungan dengan penduduk lokal, keterlibatan
penduduk pada industri pariwisata.
c. Dimensi Teknologi
Pengangkatan dan penggunaan teknologi baru yang berdampak rendah.
d. Dimensi Politik
Kebijakan pengendalian pengembangan pembangunan.
e. Dimensi Kebudayaan
Tipe dan material bangunan dan dekorasi.
f. Dimensi Ekonomi
Pertumbuhan kesempatan kerja di dalam kepariwisataan, tingkat
pengangguran dan pertumbuhan kesempatan kerja secara umum.
25
Berdasarkan item-item diatas, berikut merupakan penjabaran secara per
dimensi dari item-item yang digunakan dalam penelitian ini.
a. Dimensi Ekologi
Dalam penelitian ini, item yang berkaitan dengan dimensi ekologi di
antaranya adalah sebagai berikut.
1. Udara di Sendangsono seharusnya tidak tercemar.
2. Kegiatan berziarah di Sendangsono seharusnya tidak mencemari
lingkungan.
3. Kegiatan ziarah yang dilakukan secara massal seharusnya tidak
mengakibatkan kerusakan lingkungan.
4. Bangunan di Sendangsono seharusnya tahan gempa dan bebas longsor.
5. Sendangsono seharusnya memiliki sistem mitigasi (upaya mengurangi
risiko) bencana yang andal.
b. Dimensi Sosial
Penelitian ini menggunakan item yang berkaitan dengan dimensi sosial, di
antaranya adalah sebagai berikut.
1. Peziarah seharusnya merasa dilayani dengan baik saat berada di
Sendangsono.
2. Peziarah seharusnya merasa puas terhadap pelayanan yang diterima
selama berziarah.
3. Peziarah seharusnya merasa aman selama melakukan aktivitas di
Sendangsono.
26
4. Penduduk lokal yang menjual oleh-oleh seharusnya dapat berinteraksi
dengan peziarah.
5. Pelayanan yang diberikan oleh pengelola Sendangsono seharusnya
dapat membuat peziarah merasa nyaman.
c. Dimensi Teknologi
Dalam penelitian ini, item yang berkaitan dengan dimensi teknologi di
antaranya adalah sebagai berikut.
1. Teknologi seharusnya dapat memberikan informasi yang akurat tentang
Sendangsono.
2. Informasi tentang Sendangsono yang berasal dari internet seharusnya
sesuai dengan keadaan sebenarnya.
3. Promosi Sendangsono melalui media sosial harus lebih memberikan
manfaat bagi calon peziarah.
4. Situs web yang populer harus menjadi sumber penting dalam
mempromosikan Sendangsono.
5. Promosi yang lebih sering dilakukan seharusnya dapat menarik lebih
banyak peziarah untuk datang.
d. Dimensi Politik
Dalam penelitian ini, item yang berkaitan dengan dimensi politik di
antaranya adalah sebagai berikut.
1. Pemerintah seharusnya mendukung pembuatan fasilitas pendukung di
Sendangsono.
27
2. Pemerintah seharusnya membantu perawatan lokasi ziarah di
Sendangsono.
3. Perbaikan akses menuju ke Sendangsono seharusnya menjadi prioritas
pemda.
4. Pemerintah seharusnya menjadikan Sendangsono sebagai salah satu
destinasi utama wisata religi di Indonesia.
5. Pembangunan akomodasi di Sendangsono seharusnya dibatasi oleh
pemerintah agar tidak mengurangi kesakralan lokasi ziarah.
e. Dimensi Kebudayaan
Dalam penelitian ini, item yang berkaitan dengan dimensi kebudayaan di
antaranya adalah sebagai berikut.
1. Lokasi ziarah di Sendangsono seharusnya dirawat dengan baik.
2. Pengelola harus memahami berbagai makna mengenai Sendangsono
dan keistimewaannya.
3. Tata kelola bangunan di Sendangsono harus sesuai dengan nilai-nilai
kesakralan ajaran Katolik.
4. Sendangsono harus menjadi media bagi pelestarian nilai-nilai yang
diajarkan oleh agama Katolik.
5. Tradisi budaya Jawa seharusnya dilestarikan oleh pengelola
Sendangsono.
f. Dimensi Ekonomi
Dalam penelitian ini, item yang berkaitan dengan dimensi ekonomi di
antaranya adalah sebagai berikut.
28
1. Kemudahan akses berjualan bagi penduduk lokal seharusnya diberikan
oleh pengelola.
2. Penduduk lokal seharusnya dilibatkan dalam penyediaan suvenir bagi
peziarah.
3. Kreativitas penduduk lokal seharusnya difasilitasi oleh pengelola
sehingga dapat dijual di area Sendangsono.
4. Aktivitas ziarah di Sendangsono seharusnya memberikan perbaikan
bagi ekonomi penduduk lokal.
5. Sendangsono seharusnya memberikan lapangan pekerjaan baru bagi
penduduk lokal.
1.7.3.2. Citra Destinasi
Penelitian ini difokuskan pada variabel citra destinasi yang diperkenalkan
oleh Puh (2014). Puh membagi citra destinasi menjadi enam subvariabel, namun
penelitian ini hanya menggunakan lima subvariabel. Subvariabel yang tidak
digunakan adalah subvariabel hiburan dan rekreasi karena subvariabel tersebut
tidak dapat diterapkan pada wisata ziarah Sendangsono. Berikut merupakan
operasionalisasi konsep pada bagian citra destinasi.
a. Sumber Daya Alam dan Lingkungan Alami
Dalam penelitian ini, item yang berkaitan dengan subvariabel elemen
sumber daya alam dan lingkungan alami adalah sebagai berikut.
1. Iklim di Sendangsono mendukung kenyamanan kegiatan ziarah.
2. Sungai yang melintasi Sendangsono terjaga kebersihannya.
3. Taman di Sendangsono terawat dengan baik.
29
4. Sendangsono memiliki pemandangan alam yang menarik.
5. Bangunan di Sendangsono tidak merusak kelestarian lingkungan alam
sekitar.
b. Infrastruktur Umum dan Infrastruktur Wisata
Dalam penelitian ini, item yang berkaitan dengan subvariabel elemen
infrastruktur umum dan infrastruktur wisata adalah sebagai berikut.
1. Kondisi jalan menuju Sendangsono dalam keadaan baik dan mudah
untuk dicapai.
2. Sendangsono memiliki area parkir yang memadai.
3. Sendangsono memiliki akomodasi yang baik.
4. Sendangsono memiliki tempat pengambilan air sendang yang tertata
dengan baik.
5. Sendangsono memiliki jalur khusus bagi difabel.
c. Budaya, Sejarah, dan Seni
Dalam penelitian ini, item yang berkaitan dengan subvariabel elemen
budaya, sejarah, dan seni adalah sebagai berikut.
1. Bangunan Sendangsono bergaya Jawa memberikan kesan tradisional
yang indah.
2. Penggunaan tradisi padusan pada jalan salib panjang memberikan
pengalaman spiritual mendalam.
3. Kebudayaan Jawa dan kegiatan ziarah Katolik di Sendangsono
menghasilkan perpaduan yang serasi.
30
4. Nilai sejarah yang dimiliki oleh Sendangsono memberikan semangat
peziarahan bagi peziarah.
5. Nilai artistik yang dimiliki oleh Sendangsono sangat dijaga oleh
pengelola destinasi.
d. Suasana Destinasi
Dalam penelitian ini, item yang berkaitan dengan subvariabel elemen
suasana destinasi adalah sebagai berikut.
1. Kesakralan Sendangsono membantu peziarah untuk fokus dalam
berziarah.
2. Sendangsono memiliki suasana yang tenang dan nyaman untuk berdoa.
3. Sendangsono memiliki suasana yang sakral.
4. Sendangsono merupakan tempat berziarah yang mengesankan.
5. Peziarah merasa lega setelah berziarah di Sendangsono.
e. Ekonomi dan Lingkungan Sosial
Dalam penelitian ini, item yang berkaitan dengan subvariabel elemen
ekonomi dan lingkungan sosial adalah sebagai berikut.
1. Pedagang di Sendangsono bersikap ramah dan jujur kepada peziarah.
2. Pedagang di Sendangsono tidak memaksa peziarah untuk membeli
dagangannya.
3. Warga di sekitar Sendangsono menghormati pengunjung yang
berziarah dengan menjaga ketenangan.
4. Kehadiran Sendangsono memberikan dampak positif pada
perekonomian warga sekitar.
31
5. Pengunjung merasa mudah dalam meminta pertolongan kepada
pengurus Sendangsono.
1.8. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini akan disajikan dengan empat
bagian atau bab berikut.
Bab I Pendahuluan. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan
teori, dan metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini.
Bab II Gambaran Umum Sendangsono. Pada bab ini akan dibahas mengenai
profil destinasi wisata Sendangsono yang terdiri atas sejarah, gambaran lokasi,
struktur organisasi, dan fasilitas yang terdapat di lokasi tersebut.
Bab III Analisis Tingkat Persetujuan Wisatawan terhadap Pariwisata
Berkelanjutan dan Tingkat Kepuasan Wisatawan terhadap Citra Destinasi. Pada bab
ini akan dibahas mengenai permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini, yaitu
karakteristik wisatawan, tingkat persetujuan wisatawan terhadap pariwisata
berkelanjutan, dan analisis tingkat kepuasan wisatawan terhadap objek wisata religi
Sendangsono.
Bab IV Penutup. Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah
dilakukan dan pemberian saran-saran bagi pihak pengelola objek wisata
Sendangsono agar dapat meningkatkan dan menjaga kualitas destinasi tersebut.