bab i pendahuluan 1.1.latar...

17
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Skripsi ini menganalisis terkait denganevaluasi dampak yang ditimbulkan paska diterbitkannya Peraturan Bupati Pacitan No. 14.A tahun 2012 tentang Grindulu Mapan (Gerakan Terpadu Menyejahterakan Masyarakat Pacitan) terhadap perubahan tingkat kesejahteraan rumah tangga sangat miskin. Secara singkat, program ini berupaya mengentaskan kemiskinan yang ada di Kabupaten Pacitan, dengan target sasaran pada rumah tangga sangat miskin (RTSM) yang tidak terdaftar dalam Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS). Tercatat 6.936 RTSM tidak mendapat program perlindungan sosial, maka dari itu dibentuklah program Grindulu Mapan.Program ini sudah berjalan satu periode terhitung mulai dari 2012 hingga 2015. Adapun capaiannya, menurut data dari Sekretariat Tim Koordinasi Program Grindulu Mapan tahun 2013, jumlah rumah tangga sangat miskin menurun menjadi 2.092 atau penurunannya sebanyak 66%. Berdasarkan angka-angka tersebut dapat diyakinkan bahwa Program Grindulu Mapan efektif mengurangi rumah tangga sangat miskin di Kabupaten Pacitan. Namun, tentu saja tidak dapat dipercaya begitu saja tanpa adanya pembuktian. Untuk itu, skripsi ini berusaha meng-crosscheck kebenaran di lapangan dengan melihat dampak kesejahteraan penerima program. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan populasi diambil dari 2 kecamatan yakni Kecamatan Punung dan Ngadirojo. Alasan memilih keduanya karena penurunan angka

Upload: tranhuong

Post on 04-Apr-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Skripsi ini menganalisis terkait denganevaluasi dampak yang ditimbulkan

paska diterbitkannya Peraturan Bupati Pacitan No. 14.A tahun 2012 tentang

Grindulu Mapan (Gerakan Terpadu Menyejahterakan Masyarakat Pacitan)

terhadap perubahan tingkat kesejahteraan rumah tangga sangat miskin. Secara

singkat, program ini berupaya mengentaskan kemiskinan yang ada di

Kabupaten Pacitan, dengan target sasaran pada rumah tangga sangat miskin

(RTSM) yang tidak terdaftar dalam Pendataan Program Perlindungan Sosial

(PPLS). Tercatat 6.936 RTSM tidak mendapat program perlindungan sosial,

maka dari itu dibentuklah program Grindulu Mapan.Program ini sudah

berjalan satu periode terhitung mulai dari 2012 hingga 2015. Adapun

capaiannya, menurut data dari Sekretariat Tim Koordinasi Program Grindulu

Mapan tahun 2013, jumlah rumah tangga sangat miskin menurun menjadi

2.092 atau penurunannya sebanyak 66%. Berdasarkan angka-angka tersebut

dapat diyakinkan bahwa Program Grindulu Mapan efektif mengurangi rumah

tangga sangat miskin di Kabupaten Pacitan. Namun, tentu saja tidak dapat

dipercaya begitu saja tanpa adanya pembuktian. Untuk itu, skripsi ini

berusaha meng-crosscheck kebenaran di lapangan dengan melihat dampak

kesejahteraan penerima program. Penelitian ini menggunakan metode

kuantitatif dengan populasi diambil dari 2 kecamatan yakni Kecamatan

Punung dan Ngadirojo. Alasan memilih keduanya karena penurunan angka

2

RTSM terbanyak berada di Kecamatan Punung, sementara penurunan paling

sedikit di Kecamatan Ngadirojo. Total jumlah populasisebanyak 395 rumah

tangga, dengan sampel sebanyak 75 rumah tangga.

Skripsi mengenai evaluasi dampak program ini diawali oleh penelitian

sebelumnya dengan judul Dampak Bantuan Rehab Rumah dalam Program

Gerakan Terpadu Menyejahterakan Masyarakat Pacitan (Grindulu Mapan) di

Kecamatan Pacitan Kabupaten Pacitan, disusun oleh Arin Yulitasari (2016)

mahasiswa Jurusan Administrasi Negara Universitas Negeri Semarang yang

menyebutkan bantuan yang diberikan berdampak positif dalam aspek

perumahan, lingkungan, kesehatan dan pendidikan, akan tetapi tidak dalam

aspek pendapatan masyarakat. Penelitian tersebut di atas hanya berlokus pada

satu kecamatan, yakni Kecamatan Pacitan. Sementara fokusnya adalah hanya

pada dampak dari bantuan rehab rumah. Metode yang digunakan adalah

metode kualitatif deskriptif. Berdasarkan penelitian tersebut, skripsi ini

hendak melengkapi penelitian terdahulu. Lokus yang diambil meliputi seluruh

kecamatan yang ada di Kabupaten Pacitan. Untuk mempermudah, digunakan

metode kuantitatif dengan teknik sampling. Dengan demikian mampu

merepresentasi seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Pacitan. Sementara

fokus dalam skripsi ini adalah menganalisis dampak yang ditimbulkan dari

kebijakan Grindulu Mapan terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga

sasaran.

Skripsi mengenai evaluasi dampak kebijakan Grindulu Mapan ini

penting, dilihat dari segi teoritis maupun empirisnya. Secara teoritis, di

3

Indonesia jumlah penduduk miskinmencapai 28 juta jiwa, dan penduduk

miskin selaluidentik dengan fenomena layaknya pameran perilaku yang selalu

tegantung terhadap bantuan (Blank, 2003). Untuk itu, pemerintah

berkewajiban untuk mengurus seperti yang telah diamanatkan dalam UUD

1945, yang tertuang dalam beberapa pasal; Pasal 27 ayat (2) yang

menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan

penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pasal 28 A bahwa setiap orang

berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.

Pasal 28 C ayat (1) bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri melalui

pemenuhan kebutuhan dasar, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh

manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi

meingkatkan kuaitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. Pasal

28 H ayat (1) bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,

bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat

serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan, ayat (2) bahwa setiap orang

berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh

kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan,

ayat (3) bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan

pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. Pasal

34 ayat (1) bahwa fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh

negara, ayat (2) bahwa negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi

seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu

sesuai dengan martabat kemanusiaan, dan ayat (3) bahwa negara bertanggung

4

jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan

umum yang layak.

Sebagai konsekuensi dari amanat UUD 1945, pemerintah Indonesia

membuat berbagai macam kebijakan yang dirancang untuk mengurus,

mengurangi kemiskinan dan mengurangi kerentanan melalui perluasan pasar

kerja yang efisien, pengurangan risiko-risiko kehidupan yang senantiasa

mengancam manusia, serta penguatan kapasitas masyarakat dalam

melindungi dirinya dari berbagai bahaya dan gangguan yang dapat

menyebabkan terganggu atau hilangnya pendapatan (Suharto, 2006). Dari

periode ke periode, kemiskinan selalu menjadi isu penting dalam masa kerja

presiden. Pada masa orde baru pernah digalakan Program Inpres Desa

Tertinggal (IDT) yang bertujuan untuk menanggulangi permasalahan

ketersediaan infrastruktur di desa-desa yang relatif belum maju. Pada era

Presiden B.J Habibie, setidaknya ada 4 kebijakan pengentasan kemiskinan,

antara lain Jaring Pengamanan Sosial, Program Penanggulangan Kemiskinan

Perkotaan, Program Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal,

dan Program Pengembangan Kecamatan. Kemudian pada masa Presiden

Abdul Rahman Wahid ada 3 kebijakan yakni tetap mempertahankan

kebijakan Jaring Pengaman Sosial dan Program Penanggulangan Kemiskinan

Perkotaan ditambah dengan program baru, yakni Kredit Ketahanan Pangan.

Program Penganggulangan Kemiskinan Perkotaan rupanya masih menjadi

andalan pada masa Presiden Megawati. Ditambah dengan satu kebijakan baru

yakni dengan Pembentukan Komite Penanggulangan Kemiskinan. Lanjut

5

pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kebijakan pengentasan

kemiskinan ter-cover dalam satu lembaga yang terdiri atas lintas sektor, lintas

pemangku kepentingan dan berada di level nasional dengan nama Tim

Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). Berdasarkan

Peraturan Presiden RI No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan

Penanggulangan Kemiskinan yang kemudian direvisi menjadi Peraturan

Presiden No. 96 Tahun 2015. Dalam pelaksanaannya TNP2K bersasaran

pada 3 kluster. Kluster 1 berbasis pada rumah tangga dengan program PKH,

BOS, BSM, Jamkesmas dan Raskin. Kluster 2 berbasis pada pemberdayaan

masyarakat, dengan program yakni PNPM dan Program Perluasan dan

Pengembangan Kesempatan Kerja. Sementara pada kluster 3 berbasis pada

pemberdayaan usaha mikro dan kecil program KUR dan KUBE (Kredit

Usaha Bersama). Kemudian masa kepemimpinan Joko Widodo juga

menempatkan pengentasan kemiskinan sebagai salah satu fokus utama

pemerintah sebagaimana tertuang dalam nawa cita, yaitu meningkatkan

kualitas hidup manusia Indonesia melalui peningkatan kualitas pendidikan

dan pelatihan, peningkatan layanan kesehatan masyarakat, serta peningkatan

kesejahteraan masyarakat.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk miskin di

Indonesia dari tahun 2013-2016 terjadi penurunan, namun perubahan

angkanya hanya berkisar 1%, yang semula 11,47% menjadi 10,86%. Hal ini

mengindikasikan bahwa fenomena kemiskinan masih eksis dan belum

terselesaikan, padahal ada 19 kementerian lembaga (Purbaya, 2016) yang

6

mengurusi hal ini. Tumpang tindih kewenangan menjadi dugaan kuat.

Dugaan lainnya adalah karena perbedaan pemahaman konseptual dan

indikator antara pemerintahdan masyarakat terhadap konsep kesejahteraan

sosial (Sumarto, Prihatin, & Prabaningrum, 2016). Negara lebih memaknai

kesejahteraan dari dimensi ekonomi dan cenderung diukur secara kuantitatif.

Bagi negara, peningkatan kesejahteraan dapat dilihat dari angka penurunan

penggangguran, penurunan kemiskinan dan penurunan penerima bantuan.

Sementara dari perspektif masyarakat, kesejahteraan tidak hanya dimaknai

ekonomi dalam memenuhi kebuhutuhan hidup melainkan juga dilihat dari

adanya rasa aman, nyaman, jaringan sosial informal yang kuat dan

perlindungan sosial. Dugaan selanjutnya adalah karena hanya menggunakan

satu pendekatan. Menilik beberapa kebijakan “mengurus” kemiskinan di atas,

hampir kesemuanya menggunakan pendekatan ekonomi. Jika

diklasifikasikan, hampir kesemua perlindungan sosial di atas berfokus pada

pemberian bantuan ekonomi. Desainnya pun hampir sama, yakni untuk

mengangkat penduduk miskinkeluar dari lubang kemiskinan, bukan

melindungi penduduk miskin terhadap berbagai risiko

kontijensinya(Lesmana, Academia.edu)dan kerentanan. Padahal, penduduk

miskin mempunyai kerentanan yang lebih tinggi; rentan terhadap gejolak

ekonomi dan perubahan sosial.Bantuan yang diberikan tidak berdasarkan

pada apa yang di butuhkan secara spesifik oleh target sasaran. Bantuan yang

diberikan cenderung bersifat top-down dan general.Dalam skala nasional

memang dirasa sangat tidak mungkin mendata person to person kebutuhan

7

mereka. Namun sebaliknya menjadi mungkin jika dilakukan dalam skala

kabupaten/kota. Terlebih lagi di era otonomi daerah, pemegang tampuk di

level daerah otonom mempunyai peran sentral dalam menentukan kebijakan.

Hal ini didukung dengan paradigma global, bahwa policy for poverty tidak

hanya menjadi pondasi dalam membuat kebijakan anti kemiskinan yang

efektif efisien, namun harus di setting menjadi pondasi sistem kesejahteraan

(Jones B. J., 1984).

Secara empiris, persentase penduduk miskin di Jawa Timur dari periode

2011 hingga 2016 cenderung menurun baik di level provinsi maupun di

kabupaten/kota. Pada Bulan Maret 2011 penduduk miskin Jawa Timur

sebesar 14,27%, kemudian turun menjadi 13,85% pada September 2011.

Penurunan ini terus berlanjut sampai Maret 2013, sehingga penduduk miskin

di Jawa Timur mencapai 12,55%, namun meningkat pada September 2013

menjadi 12,73%. Salah satu faktor yang memperngaruhi kenaikan persentase

ini adalah kenaikan harga bahan bakar minyak pada pertengahan tahun 2013

yang menyebabkan inflasi (Timur, 2016). Pada Maret 2014 persentase

penduduk miskin menurun kembali menjadi 12,42% dan terus menurun

hingga Maret 2016 menjadi 12,05%. Jika dibandingkan dengan rata-rata

persentase penduduk miskin secara nasional yakni 10,86%, persentase

penduduk miskin di Jawa Timur masih tergolong tinggi. Adapun kantong

kemiskinan di Jawa Timursebagian besar berada di Pulau Madura, Jawa

Timur bagian utara dan selatan.

8

Tabel 1. Sepuluh Besar Persentase Penduduk Miskin Kabupaten/Kota Jawa Timur

No Kabupaten/Kota Penduduk Miskin (%)

1 Kab. Sampang 24,11

2 Kab. Bangkalan 21,41

3 Kab. Probolinggo 20,98

4 Kab. Sumenep 20,09

5 Kab. Tuban 17,14

6 Kab. Pamekasan 16,70

7 Kab. Pacitan 15,49

8 Kab. Bojonegoro 14,60

9 Kab. Ngawi 15,27

10 Kab. Lamongan 14,89

Sumber : TKPK Jatim 2016

Faktor yang sangat berpengaruh terhadap persentase penduduk miskin di Jawa

Timur adalah soal tenaga kerja. Lebih dari 40% bekerja dalam sektor

informal(Ermasari, Sukamdi, & Tukiran, Maret 2009), hal inilah yang lebih

berpengaruh terhadap kemiskinan di Jawa Timur dibandingkan dengan faktor-

faktor sosio-ekonomi lainnya.

Dalam menyikapi persoalan kemiskinan, setiap kabupaten/kota membuat

program berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indoensia

No. 42 Tahun 2010 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan

Provinsi dan Kabupaten/Kota. Disamping itu beberapa kabupaten/kota

membuat program penanggulangan kemiskinan tambahan sesuai konteks,

kebutuhan dan kondisi masyarakat melalui peraturan bupati/walikota. Berikut

adalah beberapa program penanggulangan kemiskinan daerah kabupaten/kota.

9

Tabel 2. Program Penanggulangan Kemiskinan Daerah Kabupaten/Kota

No Kabupaten/Kota

Nama program

penanggulangan

kemliskinan daerah

Persentase

penduduk Miskin

2012 2016

1 Kab. Sampang - 27,97 24,11

2 Kab. Bangkalan - 24,70 21,41

3 Kab. Probolinggo - 22,22 20,98

4 Kab. Sumenep - 21,96 20,09

5 Kab. Pamekasan - 19,61 16,70

6 Kab. Tuban Program Aksi Pelatihan

dan Program Pendukung

17,84 17,14

7 Kab. Pacitan Grindulu Mapan 17,29 15,49

8 Kab. Bojonegoro - 16,66 14,60

9 Kab. Ngawi - 15,99 15,27

10 Kab. Lamongan - 16,80 14,89

Sumber : TKPK Jatim 2016 dan BPS Jawa Timur

Skripsi ini berfokus pada program Grindulu Mapan yang dicanangkan

oleh Pemkab Pacitan denganalasan, pertama karena merupaan salah satu

program penanggulangan kemiskinan di level daerah dengan penggunaan

nama lokal sebagai bingkai program. Nama Grindulu sendiri diambil dari

nama sungai terbesar yang ada di Kabupaten Pacitan. Sungai Grindulu sudah

lama menjadi identitas dan sumber penghidupan bagi sebagian besar

penduduk di Kabupaten Pacitan, diantaranya untuk irigasi pertanian, tambang

batu dan pasir. Pengelolaan sungai Grindulu secara terpadu dan mapan akan

semakin menjadikannya sebagai sumber pendapatan untuk menyejahterakan

masyarakat Pacitan. Apabila Grindulu Mapan dimaknai sebagai “Gerakan

Terpadu Menyejahterakan Masyarakat Pacitan” maka tidak hanya

menyediakan potensi dan instrument saja, melainkan juga spirit, tindakan

nyata bagi seluruh masyarakat Pacitan untuk keluar dari persoalan

kemiskinan. Penduduk yang miskin akan keluar dari kemiskinannya secara

bermartabat, dan penduduk yang kaya memberikan manfaat menuju

10

masyarakat Pacitan yang sejahtera (Mapan, 2015). Asumsinya adalah ketika

suatu nama lokal digunakan sebagai label program pemerintah maka program

akan lebih acceptable. Alasan kedua adalah berdasarkan penurunan

persentase kemiskinan di Kabupaten Pacitan. Selama satu periode Kebijakan

Grindulu Mapan, persentase penduduk miskin menurun 66%(Mapan, 2015).

Kedua alasan inilah yang menarik dan mendasari untuk membuktikan capaian

dari Program Grindulu Mapan.

Program Grindulu Mapan sendiri diarahkan untuk mengurus rumah

tangga yang belum tertangani program perlindungan sosial baik dari

pemerintah pusat maupun provinsi. Jumlah rumah tangga miskin yang

terdaftar pada Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) pada tahun

2008 sebanyak 44.059 jiwa. Dengan rincian 13.146 Rumah Tangga Hampir

Miskin (RTHM), 22.809 Rumah Tangga Miskin (RTM) dan 8.104 Rumah

Tangga Sangat Miskin (RTSM). Data PPLS terbaru pada tahun 2011

menyebutkan jumlah rumah tangga yang terdata meningkat menjadi 48.619.

Data dari PPLS inilah yang kemudian menjadi acuan pemerintahan pusat,

provinsi dan kabupaten dalam menentukan sasaran program pengentasan

kemiskinan. Namun dalam implementasinya, ternyata masih ada RTSM di

Kabupaten Pacitan yang belum terdata dalam PPLS, tercatat 6.936 rumah

tangga sangat miskin yang belum terdata, sehingga belum tertangani program

khusus RTSM baik dari pemerintah pusat maupun provinsi.

Secara administratif, Kabupaten Pacitan terdiri dari 12 kecamatan.

Adapun jumlah RTSM terbanyak yang menjadi sasaran Program Grindulu

11

Mapan adalah di Kecamatan Tegalombo yakni sebanyak 18%, disusul dengan

Kecamatan Arjosari sebanyak 15% dan Kecamatan Bandar sebanyak 14%.

Sementara jumlah RTSM yang paling sedikit menerima Kebijakan Grindulu

Mapan berada di Kecamatan Punung, yakni sebesar 2% atau 170 rumah

tangga dari total jumlah RTSM terdaftar.

Gambar 1. Peta Jumlah RTSM Awal Per Kecamatan

Sumber : Bappeda Kab. Pacitan (edit)

Ada 3 tujuan pokok Grindulu Mapan, antara lain (1) Meningkatkan

ketahanan sosial ekonomi RTSM (2) Terpenuhinya kebutuhan dasar RTSM

dan (3) Meningkatkan keberdayaan RTSM sehingga mampu memobilisasi

potensi sosial yang dimiliki untuk menolong dirinya dan menentukan

nasibnya sendiri. Jadi dengan kata lain, output dari dari kebijakan ini adalah

12

terpenuhi kebutuhan dasar RTSM, sedang outcomenya adalah RTSM menjadi

lebih berdaya.

Mekanisme kebijakan ini berawal dari usulan kebutuhan RTSM. Setiap

rumah tangga dibebaskan untuk memilih kebutuhan apa saja yang menjadi

prioritas, jumlahnya pun juga tidak ditentukan. Dari usulan-usulan tersebut

kemudian dikerucutkan menjadi 8 bantuan yakni (1) Bantuan pendidikan (2)

Bantuan kesehatan (3) Bantuan beras/pangan (4) Bantuan perbaikan rumah

(5) Bantuan peralatan usaha (6) Bantuan perabotan rumah (7) Bantuan usaha

tani dan (8) Bantuan modal usaha. Dari sekian usulan, bantuan yang paling

banyak diminta adalah bantuan beras/pangan. Hal ini membuktikan masih

banyak rumah tangga sangat miskin yang kurang mampu untuk memenuhi

kebutuhan dasarnya, begitu halnya dengan bantuan perbaikan rumah banyak

diminati rumah tangga sangat miskin. Hanya beberapa rumah tangga yang

membutuhkan bantuan padat modal untuk usaha.

Grafik 1. Usulan Kebutuhan RTSM Kab. Pacitan 2012

197

979

5618

3664

22 169

1459995

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

BantuanPendidikan

BantuanKesehatan

BantuanPangan

BantuanPerbaikan

Rumah

BantuanPeralatan

Usaha

BantuanPerabotRumah

BantuanUsaha Tani

BantuanModalUsaha

Sumber : Tim Koordinasi Program Grindulu Mapan

13

Implementasi program ini diserahkan kepada SKPD terkait. Bantuan

pendidikan diserahkan kepada Dinas Pendidikan, bantuan kesehatan

diserahkan ke Dinas Kesehatan, bantuan beras/pangan didelekasikan ke

Bagian Perekonomian, bantuan perbaikan rumah ditangani oleh Dinas Cipta

Karya, Tata Ruang dan Kebersihan, bantuan peralatanusaha diserahkan

kepada BAPEMAS & PEMDES, bantuan perabotan rumah diserahkan kepada

Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi, bantuan usaha tani ditangani

oleh Dinas Tanaman Pangan dan Peternakan dan bantuan modal usaha

didelegasikan ke Dinas Koperindag.

Selama 1 periode ini (2012-2015), jumlah RTSM yang semula 6.936

rumah tangga berkurang sebanyak 66% menjadi 2.092 rumah tangga. Adapun

rumah tangga sisanya sudah tidak dikatakan RTSM lagi, melainkan sudah

naik status, sebanyak 3.645 menjadi RTM, 786 menjadi RTHM dan 138

menjadi rumah tangga yang mampu.

14

Tabel 3. Pemutakhiran Data Grindulu Mapan

No Kecamatan

Jumlah

RTSM

Awal

Berkurang (Penurunan) Jumlah

RTSM

Akhir

Meninggal

tanpa ahli

waris

Pindah

Naik Status

Miskin Hampir

Miskin Mampu

1 Donorojo 245 14 5 82 71 26 47

2 Punung 170 16 3 81 44 2 24

3 Pringkuku 418 11 2 227 55 4 119

4 Pacitan 659 34 8 324 105 7 181

5 Kebonagung 507 17 11 210 56 25 188

6 Arjosari 1.018 19 7 564 48 4 376

7 Nawangan 270 3 2 124 78 0 63

8 Bandar 979 14 3 563 24 4 371

9 Tegalombo 1.259 26 8 713 164 42 306

10 Tulakan 956 21 10 612 101 4 208

11 Ngadirojo 225 18 3 41 7 0 156

12 Sudimoro 230 13 7 204 33 20 53

Jumlah 6.936 206 69 3.645 786 138 2.092

Sumber : Tim koordinasi Program Grindulu Mapan 2013

Berdasarkan pemutakhiran data di atas, penuruan angka RTSM terbanyak

berada di Kecamatan Punung yakni sebesar 86%, sebaliknya penurunan

paling sedikit berada di Kecamatan Ngadirojo sebesar 31%. Kedua kecamatan

tersebut kemudian dijadikan sebagai basis sampel dalam penelitian ini.

Dengan pertimbangan, kedua kecamatan tersebut sudah merepresentasikan

seluruh kecamatan yang ada dengan melihat perubahan terbanyak dan yang

paling sedikit.Adapun dampak yang muncul paska diimplementasikannya

Program Grindulu Mapan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik indeks

pembangunan manusia di Kabupaten Pacitan cenderung naik, terhitung dari

tahun 2002 hingga 2009. Kemudian mengalami penurunan pada tahun 2010

15

0

20

40

60

80

100

1999 2002 2004 2005 2006 2007 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Sumber : Badan Pusat Statistik diolah Kab. Pacitan Jawa Timur

-----------------------------------Grindulu Mapan------------------------------------

dan naik kembali hingga tahun 2015.Mengutip keterangan dari BPS, pada

pergantian tahun 2009 menuju 2010 ada beberapa metode yang diubah dalam

menghitung indek pembangunan manusia. Oleh karenanya angka indeks

mengalami penurunan. Hal ini tidak hanya terjadi di Kabupaten Pacitan,

melainkan juga di semua kabupaten/kota di Jawa Timur. Yang menjadi

penekanan disini berdasarkan grafik di atas adalah indeks pembangunan

manusia di Kabupaten Pacitan terus naik. Jika dikaitkan dengan program

Grindulu Mapan yang mulai diimplementasikan sejak tahun 2002, perubahan

angka indeks relatif signifikan. Pada tahun 2002 indeks pembangunan

manusia di Kabupaten Pacitan menunjukan angka 65.70, sementara pada

tahun 2009 naik 5,75 menjadi 71,45. Pada tahun berikutnya turun menjadi

61,14 dan pada tahun 2015 naik kembali menjadi 64,92. Hal ini

mengindikasikan bahwa angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata

lama sekolah dan kemampuan daya beli masyarakat meningkat dari tahun ke

tahun, atau dengan kata lain ada peningkatan taraf kesejahteraan.

Grafik 2. Indeks Pembangunan Manusia Kab. Pacitan dan Jawa Timur

16

Berdasarkan pemutakhiran data dan beberapa perubahan paska

diterbitkannya Program Grindulu Mapan, maka menarik untuk dilakukan studi

dampak. Studi ini dianggap perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat

ketercapaian tujuan Program Grindulu Mapan.

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, yang menjadi pertanyaan penelitian

adalah bagaimana dampak Program Grindulu Mapan terhadap perubahan

tingkat kesejahteraan rumah tangga sasaran?

a. Bagaimana implementasi Program Grindulu Mapan yang dilakukan

Pemda Pacitan?

b. Apa yang menjadi faktor utama atau dominan penurunan angka RTSM di

Pacitan?

1.3.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitan ini adalah untuk mengetahui implementasi program

Grindulu Mapan dari sudut pandang implementor dan penerima program,

mengetahui signifikasi dampak yang ditimbulkan dari Program Grindulu

Mapan terhadap perubahan tingkat kesejahteraan dan mengetahui faktor yang

dominan dalam menurunkan RTSM di Kabupaten Pacitan.

1.4.Manfaat Penelitian

a. Secara akademis, diharapkan mampu memperkaya informasi dan bahasan

mengenai studi evaluasi dampak dan dapat dijadikan sebagai bahan

17

referensi bagi penelitian selanjutnya sehingga mampu dikembangkan jauh

lebih baik lagi.

b. Secara praktis, output dari penelitian ini adalah dalam bentuk rekomendasi

yang ditujukan kepada Pemerintah Kabupaten Pacitan, khususnya kepada

Sekretariat Tim Koordinasi Program Grindulu Mapanterkait evaluasi

kebijakan Grindulu Mapan, sehingga diharapkan mampu menjadi bahan

pertimbangan dalam perbaikan kebijakan Grindulu Mapan berikutnya.