bab i pendahuluan 1.1.latar...
TRANSCRIPT
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Skripsi ini menganalisis terkait denganevaluasi dampak yang ditimbulkan
paska diterbitkannya Peraturan Bupati Pacitan No. 14.A tahun 2012 tentang
Grindulu Mapan (Gerakan Terpadu Menyejahterakan Masyarakat Pacitan)
terhadap perubahan tingkat kesejahteraan rumah tangga sangat miskin. Secara
singkat, program ini berupaya mengentaskan kemiskinan yang ada di
Kabupaten Pacitan, dengan target sasaran pada rumah tangga sangat miskin
(RTSM) yang tidak terdaftar dalam Pendataan Program Perlindungan Sosial
(PPLS). Tercatat 6.936 RTSM tidak mendapat program perlindungan sosial,
maka dari itu dibentuklah program Grindulu Mapan.Program ini sudah
berjalan satu periode terhitung mulai dari 2012 hingga 2015. Adapun
capaiannya, menurut data dari Sekretariat Tim Koordinasi Program Grindulu
Mapan tahun 2013, jumlah rumah tangga sangat miskin menurun menjadi
2.092 atau penurunannya sebanyak 66%. Berdasarkan angka-angka tersebut
dapat diyakinkan bahwa Program Grindulu Mapan efektif mengurangi rumah
tangga sangat miskin di Kabupaten Pacitan. Namun, tentu saja tidak dapat
dipercaya begitu saja tanpa adanya pembuktian. Untuk itu, skripsi ini
berusaha meng-crosscheck kebenaran di lapangan dengan melihat dampak
kesejahteraan penerima program. Penelitian ini menggunakan metode
kuantitatif dengan populasi diambil dari 2 kecamatan yakni Kecamatan
Punung dan Ngadirojo. Alasan memilih keduanya karena penurunan angka
2
RTSM terbanyak berada di Kecamatan Punung, sementara penurunan paling
sedikit di Kecamatan Ngadirojo. Total jumlah populasisebanyak 395 rumah
tangga, dengan sampel sebanyak 75 rumah tangga.
Skripsi mengenai evaluasi dampak program ini diawali oleh penelitian
sebelumnya dengan judul Dampak Bantuan Rehab Rumah dalam Program
Gerakan Terpadu Menyejahterakan Masyarakat Pacitan (Grindulu Mapan) di
Kecamatan Pacitan Kabupaten Pacitan, disusun oleh Arin Yulitasari (2016)
mahasiswa Jurusan Administrasi Negara Universitas Negeri Semarang yang
menyebutkan bantuan yang diberikan berdampak positif dalam aspek
perumahan, lingkungan, kesehatan dan pendidikan, akan tetapi tidak dalam
aspek pendapatan masyarakat. Penelitian tersebut di atas hanya berlokus pada
satu kecamatan, yakni Kecamatan Pacitan. Sementara fokusnya adalah hanya
pada dampak dari bantuan rehab rumah. Metode yang digunakan adalah
metode kualitatif deskriptif. Berdasarkan penelitian tersebut, skripsi ini
hendak melengkapi penelitian terdahulu. Lokus yang diambil meliputi seluruh
kecamatan yang ada di Kabupaten Pacitan. Untuk mempermudah, digunakan
metode kuantitatif dengan teknik sampling. Dengan demikian mampu
merepresentasi seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Pacitan. Sementara
fokus dalam skripsi ini adalah menganalisis dampak yang ditimbulkan dari
kebijakan Grindulu Mapan terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga
sasaran.
Skripsi mengenai evaluasi dampak kebijakan Grindulu Mapan ini
penting, dilihat dari segi teoritis maupun empirisnya. Secara teoritis, di
3
Indonesia jumlah penduduk miskinmencapai 28 juta jiwa, dan penduduk
miskin selaluidentik dengan fenomena layaknya pameran perilaku yang selalu
tegantung terhadap bantuan (Blank, 2003). Untuk itu, pemerintah
berkewajiban untuk mengurus seperti yang telah diamanatkan dalam UUD
1945, yang tertuang dalam beberapa pasal; Pasal 27 ayat (2) yang
menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pasal 28 A bahwa setiap orang
berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.
Pasal 28 C ayat (1) bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri melalui
pemenuhan kebutuhan dasar, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh
manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi
meingkatkan kuaitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. Pasal
28 H ayat (1) bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat
serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan, ayat (2) bahwa setiap orang
berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh
kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan,
ayat (3) bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan
pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. Pasal
34 ayat (1) bahwa fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh
negara, ayat (2) bahwa negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi
seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu
sesuai dengan martabat kemanusiaan, dan ayat (3) bahwa negara bertanggung
4
jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan
umum yang layak.
Sebagai konsekuensi dari amanat UUD 1945, pemerintah Indonesia
membuat berbagai macam kebijakan yang dirancang untuk mengurus,
mengurangi kemiskinan dan mengurangi kerentanan melalui perluasan pasar
kerja yang efisien, pengurangan risiko-risiko kehidupan yang senantiasa
mengancam manusia, serta penguatan kapasitas masyarakat dalam
melindungi dirinya dari berbagai bahaya dan gangguan yang dapat
menyebabkan terganggu atau hilangnya pendapatan (Suharto, 2006). Dari
periode ke periode, kemiskinan selalu menjadi isu penting dalam masa kerja
presiden. Pada masa orde baru pernah digalakan Program Inpres Desa
Tertinggal (IDT) yang bertujuan untuk menanggulangi permasalahan
ketersediaan infrastruktur di desa-desa yang relatif belum maju. Pada era
Presiden B.J Habibie, setidaknya ada 4 kebijakan pengentasan kemiskinan,
antara lain Jaring Pengamanan Sosial, Program Penanggulangan Kemiskinan
Perkotaan, Program Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal,
dan Program Pengembangan Kecamatan. Kemudian pada masa Presiden
Abdul Rahman Wahid ada 3 kebijakan yakni tetap mempertahankan
kebijakan Jaring Pengaman Sosial dan Program Penanggulangan Kemiskinan
Perkotaan ditambah dengan program baru, yakni Kredit Ketahanan Pangan.
Program Penganggulangan Kemiskinan Perkotaan rupanya masih menjadi
andalan pada masa Presiden Megawati. Ditambah dengan satu kebijakan baru
yakni dengan Pembentukan Komite Penanggulangan Kemiskinan. Lanjut
5
pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kebijakan pengentasan
kemiskinan ter-cover dalam satu lembaga yang terdiri atas lintas sektor, lintas
pemangku kepentingan dan berada di level nasional dengan nama Tim
Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). Berdasarkan
Peraturan Presiden RI No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan yang kemudian direvisi menjadi Peraturan
Presiden No. 96 Tahun 2015. Dalam pelaksanaannya TNP2K bersasaran
pada 3 kluster. Kluster 1 berbasis pada rumah tangga dengan program PKH,
BOS, BSM, Jamkesmas dan Raskin. Kluster 2 berbasis pada pemberdayaan
masyarakat, dengan program yakni PNPM dan Program Perluasan dan
Pengembangan Kesempatan Kerja. Sementara pada kluster 3 berbasis pada
pemberdayaan usaha mikro dan kecil program KUR dan KUBE (Kredit
Usaha Bersama). Kemudian masa kepemimpinan Joko Widodo juga
menempatkan pengentasan kemiskinan sebagai salah satu fokus utama
pemerintah sebagaimana tertuang dalam nawa cita, yaitu meningkatkan
kualitas hidup manusia Indonesia melalui peningkatan kualitas pendidikan
dan pelatihan, peningkatan layanan kesehatan masyarakat, serta peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk miskin di
Indonesia dari tahun 2013-2016 terjadi penurunan, namun perubahan
angkanya hanya berkisar 1%, yang semula 11,47% menjadi 10,86%. Hal ini
mengindikasikan bahwa fenomena kemiskinan masih eksis dan belum
terselesaikan, padahal ada 19 kementerian lembaga (Purbaya, 2016) yang
6
mengurusi hal ini. Tumpang tindih kewenangan menjadi dugaan kuat.
Dugaan lainnya adalah karena perbedaan pemahaman konseptual dan
indikator antara pemerintahdan masyarakat terhadap konsep kesejahteraan
sosial (Sumarto, Prihatin, & Prabaningrum, 2016). Negara lebih memaknai
kesejahteraan dari dimensi ekonomi dan cenderung diukur secara kuantitatif.
Bagi negara, peningkatan kesejahteraan dapat dilihat dari angka penurunan
penggangguran, penurunan kemiskinan dan penurunan penerima bantuan.
Sementara dari perspektif masyarakat, kesejahteraan tidak hanya dimaknai
ekonomi dalam memenuhi kebuhutuhan hidup melainkan juga dilihat dari
adanya rasa aman, nyaman, jaringan sosial informal yang kuat dan
perlindungan sosial. Dugaan selanjutnya adalah karena hanya menggunakan
satu pendekatan. Menilik beberapa kebijakan “mengurus” kemiskinan di atas,
hampir kesemuanya menggunakan pendekatan ekonomi. Jika
diklasifikasikan, hampir kesemua perlindungan sosial di atas berfokus pada
pemberian bantuan ekonomi. Desainnya pun hampir sama, yakni untuk
mengangkat penduduk miskinkeluar dari lubang kemiskinan, bukan
melindungi penduduk miskin terhadap berbagai risiko
kontijensinya(Lesmana, Academia.edu)dan kerentanan. Padahal, penduduk
miskin mempunyai kerentanan yang lebih tinggi; rentan terhadap gejolak
ekonomi dan perubahan sosial.Bantuan yang diberikan tidak berdasarkan
pada apa yang di butuhkan secara spesifik oleh target sasaran. Bantuan yang
diberikan cenderung bersifat top-down dan general.Dalam skala nasional
memang dirasa sangat tidak mungkin mendata person to person kebutuhan
7
mereka. Namun sebaliknya menjadi mungkin jika dilakukan dalam skala
kabupaten/kota. Terlebih lagi di era otonomi daerah, pemegang tampuk di
level daerah otonom mempunyai peran sentral dalam menentukan kebijakan.
Hal ini didukung dengan paradigma global, bahwa policy for poverty tidak
hanya menjadi pondasi dalam membuat kebijakan anti kemiskinan yang
efektif efisien, namun harus di setting menjadi pondasi sistem kesejahteraan
(Jones B. J., 1984).
Secara empiris, persentase penduduk miskin di Jawa Timur dari periode
2011 hingga 2016 cenderung menurun baik di level provinsi maupun di
kabupaten/kota. Pada Bulan Maret 2011 penduduk miskin Jawa Timur
sebesar 14,27%, kemudian turun menjadi 13,85% pada September 2011.
Penurunan ini terus berlanjut sampai Maret 2013, sehingga penduduk miskin
di Jawa Timur mencapai 12,55%, namun meningkat pada September 2013
menjadi 12,73%. Salah satu faktor yang memperngaruhi kenaikan persentase
ini adalah kenaikan harga bahan bakar minyak pada pertengahan tahun 2013
yang menyebabkan inflasi (Timur, 2016). Pada Maret 2014 persentase
penduduk miskin menurun kembali menjadi 12,42% dan terus menurun
hingga Maret 2016 menjadi 12,05%. Jika dibandingkan dengan rata-rata
persentase penduduk miskin secara nasional yakni 10,86%, persentase
penduduk miskin di Jawa Timur masih tergolong tinggi. Adapun kantong
kemiskinan di Jawa Timursebagian besar berada di Pulau Madura, Jawa
Timur bagian utara dan selatan.
8
Tabel 1. Sepuluh Besar Persentase Penduduk Miskin Kabupaten/Kota Jawa Timur
No Kabupaten/Kota Penduduk Miskin (%)
1 Kab. Sampang 24,11
2 Kab. Bangkalan 21,41
3 Kab. Probolinggo 20,98
4 Kab. Sumenep 20,09
5 Kab. Tuban 17,14
6 Kab. Pamekasan 16,70
7 Kab. Pacitan 15,49
8 Kab. Bojonegoro 14,60
9 Kab. Ngawi 15,27
10 Kab. Lamongan 14,89
Sumber : TKPK Jatim 2016
Faktor yang sangat berpengaruh terhadap persentase penduduk miskin di Jawa
Timur adalah soal tenaga kerja. Lebih dari 40% bekerja dalam sektor
informal(Ermasari, Sukamdi, & Tukiran, Maret 2009), hal inilah yang lebih
berpengaruh terhadap kemiskinan di Jawa Timur dibandingkan dengan faktor-
faktor sosio-ekonomi lainnya.
Dalam menyikapi persoalan kemiskinan, setiap kabupaten/kota membuat
program berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indoensia
No. 42 Tahun 2010 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan
Provinsi dan Kabupaten/Kota. Disamping itu beberapa kabupaten/kota
membuat program penanggulangan kemiskinan tambahan sesuai konteks,
kebutuhan dan kondisi masyarakat melalui peraturan bupati/walikota. Berikut
adalah beberapa program penanggulangan kemiskinan daerah kabupaten/kota.
9
Tabel 2. Program Penanggulangan Kemiskinan Daerah Kabupaten/Kota
No Kabupaten/Kota
Nama program
penanggulangan
kemliskinan daerah
Persentase
penduduk Miskin
2012 2016
1 Kab. Sampang - 27,97 24,11
2 Kab. Bangkalan - 24,70 21,41
3 Kab. Probolinggo - 22,22 20,98
4 Kab. Sumenep - 21,96 20,09
5 Kab. Pamekasan - 19,61 16,70
6 Kab. Tuban Program Aksi Pelatihan
dan Program Pendukung
17,84 17,14
7 Kab. Pacitan Grindulu Mapan 17,29 15,49
8 Kab. Bojonegoro - 16,66 14,60
9 Kab. Ngawi - 15,99 15,27
10 Kab. Lamongan - 16,80 14,89
Sumber : TKPK Jatim 2016 dan BPS Jawa Timur
Skripsi ini berfokus pada program Grindulu Mapan yang dicanangkan
oleh Pemkab Pacitan denganalasan, pertama karena merupaan salah satu
program penanggulangan kemiskinan di level daerah dengan penggunaan
nama lokal sebagai bingkai program. Nama Grindulu sendiri diambil dari
nama sungai terbesar yang ada di Kabupaten Pacitan. Sungai Grindulu sudah
lama menjadi identitas dan sumber penghidupan bagi sebagian besar
penduduk di Kabupaten Pacitan, diantaranya untuk irigasi pertanian, tambang
batu dan pasir. Pengelolaan sungai Grindulu secara terpadu dan mapan akan
semakin menjadikannya sebagai sumber pendapatan untuk menyejahterakan
masyarakat Pacitan. Apabila Grindulu Mapan dimaknai sebagai “Gerakan
Terpadu Menyejahterakan Masyarakat Pacitan” maka tidak hanya
menyediakan potensi dan instrument saja, melainkan juga spirit, tindakan
nyata bagi seluruh masyarakat Pacitan untuk keluar dari persoalan
kemiskinan. Penduduk yang miskin akan keluar dari kemiskinannya secara
bermartabat, dan penduduk yang kaya memberikan manfaat menuju
10
masyarakat Pacitan yang sejahtera (Mapan, 2015). Asumsinya adalah ketika
suatu nama lokal digunakan sebagai label program pemerintah maka program
akan lebih acceptable. Alasan kedua adalah berdasarkan penurunan
persentase kemiskinan di Kabupaten Pacitan. Selama satu periode Kebijakan
Grindulu Mapan, persentase penduduk miskin menurun 66%(Mapan, 2015).
Kedua alasan inilah yang menarik dan mendasari untuk membuktikan capaian
dari Program Grindulu Mapan.
Program Grindulu Mapan sendiri diarahkan untuk mengurus rumah
tangga yang belum tertangani program perlindungan sosial baik dari
pemerintah pusat maupun provinsi. Jumlah rumah tangga miskin yang
terdaftar pada Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) pada tahun
2008 sebanyak 44.059 jiwa. Dengan rincian 13.146 Rumah Tangga Hampir
Miskin (RTHM), 22.809 Rumah Tangga Miskin (RTM) dan 8.104 Rumah
Tangga Sangat Miskin (RTSM). Data PPLS terbaru pada tahun 2011
menyebutkan jumlah rumah tangga yang terdata meningkat menjadi 48.619.
Data dari PPLS inilah yang kemudian menjadi acuan pemerintahan pusat,
provinsi dan kabupaten dalam menentukan sasaran program pengentasan
kemiskinan. Namun dalam implementasinya, ternyata masih ada RTSM di
Kabupaten Pacitan yang belum terdata dalam PPLS, tercatat 6.936 rumah
tangga sangat miskin yang belum terdata, sehingga belum tertangani program
khusus RTSM baik dari pemerintah pusat maupun provinsi.
Secara administratif, Kabupaten Pacitan terdiri dari 12 kecamatan.
Adapun jumlah RTSM terbanyak yang menjadi sasaran Program Grindulu
11
Mapan adalah di Kecamatan Tegalombo yakni sebanyak 18%, disusul dengan
Kecamatan Arjosari sebanyak 15% dan Kecamatan Bandar sebanyak 14%.
Sementara jumlah RTSM yang paling sedikit menerima Kebijakan Grindulu
Mapan berada di Kecamatan Punung, yakni sebesar 2% atau 170 rumah
tangga dari total jumlah RTSM terdaftar.
Gambar 1. Peta Jumlah RTSM Awal Per Kecamatan
Sumber : Bappeda Kab. Pacitan (edit)
Ada 3 tujuan pokok Grindulu Mapan, antara lain (1) Meningkatkan
ketahanan sosial ekonomi RTSM (2) Terpenuhinya kebutuhan dasar RTSM
dan (3) Meningkatkan keberdayaan RTSM sehingga mampu memobilisasi
potensi sosial yang dimiliki untuk menolong dirinya dan menentukan
nasibnya sendiri. Jadi dengan kata lain, output dari dari kebijakan ini adalah
12
terpenuhi kebutuhan dasar RTSM, sedang outcomenya adalah RTSM menjadi
lebih berdaya.
Mekanisme kebijakan ini berawal dari usulan kebutuhan RTSM. Setiap
rumah tangga dibebaskan untuk memilih kebutuhan apa saja yang menjadi
prioritas, jumlahnya pun juga tidak ditentukan. Dari usulan-usulan tersebut
kemudian dikerucutkan menjadi 8 bantuan yakni (1) Bantuan pendidikan (2)
Bantuan kesehatan (3) Bantuan beras/pangan (4) Bantuan perbaikan rumah
(5) Bantuan peralatan usaha (6) Bantuan perabotan rumah (7) Bantuan usaha
tani dan (8) Bantuan modal usaha. Dari sekian usulan, bantuan yang paling
banyak diminta adalah bantuan beras/pangan. Hal ini membuktikan masih
banyak rumah tangga sangat miskin yang kurang mampu untuk memenuhi
kebutuhan dasarnya, begitu halnya dengan bantuan perbaikan rumah banyak
diminati rumah tangga sangat miskin. Hanya beberapa rumah tangga yang
membutuhkan bantuan padat modal untuk usaha.
Grafik 1. Usulan Kebutuhan RTSM Kab. Pacitan 2012
197
979
5618
3664
22 169
1459995
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
BantuanPendidikan
BantuanKesehatan
BantuanPangan
BantuanPerbaikan
Rumah
BantuanPeralatan
Usaha
BantuanPerabotRumah
BantuanUsaha Tani
BantuanModalUsaha
Sumber : Tim Koordinasi Program Grindulu Mapan
13
Implementasi program ini diserahkan kepada SKPD terkait. Bantuan
pendidikan diserahkan kepada Dinas Pendidikan, bantuan kesehatan
diserahkan ke Dinas Kesehatan, bantuan beras/pangan didelekasikan ke
Bagian Perekonomian, bantuan perbaikan rumah ditangani oleh Dinas Cipta
Karya, Tata Ruang dan Kebersihan, bantuan peralatanusaha diserahkan
kepada BAPEMAS & PEMDES, bantuan perabotan rumah diserahkan kepada
Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi, bantuan usaha tani ditangani
oleh Dinas Tanaman Pangan dan Peternakan dan bantuan modal usaha
didelegasikan ke Dinas Koperindag.
Selama 1 periode ini (2012-2015), jumlah RTSM yang semula 6.936
rumah tangga berkurang sebanyak 66% menjadi 2.092 rumah tangga. Adapun
rumah tangga sisanya sudah tidak dikatakan RTSM lagi, melainkan sudah
naik status, sebanyak 3.645 menjadi RTM, 786 menjadi RTHM dan 138
menjadi rumah tangga yang mampu.
14
Tabel 3. Pemutakhiran Data Grindulu Mapan
No Kecamatan
Jumlah
RTSM
Awal
Berkurang (Penurunan) Jumlah
RTSM
Akhir
Meninggal
tanpa ahli
waris
Pindah
Naik Status
Miskin Hampir
Miskin Mampu
1 Donorojo 245 14 5 82 71 26 47
2 Punung 170 16 3 81 44 2 24
3 Pringkuku 418 11 2 227 55 4 119
4 Pacitan 659 34 8 324 105 7 181
5 Kebonagung 507 17 11 210 56 25 188
6 Arjosari 1.018 19 7 564 48 4 376
7 Nawangan 270 3 2 124 78 0 63
8 Bandar 979 14 3 563 24 4 371
9 Tegalombo 1.259 26 8 713 164 42 306
10 Tulakan 956 21 10 612 101 4 208
11 Ngadirojo 225 18 3 41 7 0 156
12 Sudimoro 230 13 7 204 33 20 53
Jumlah 6.936 206 69 3.645 786 138 2.092
Sumber : Tim koordinasi Program Grindulu Mapan 2013
Berdasarkan pemutakhiran data di atas, penuruan angka RTSM terbanyak
berada di Kecamatan Punung yakni sebesar 86%, sebaliknya penurunan
paling sedikit berada di Kecamatan Ngadirojo sebesar 31%. Kedua kecamatan
tersebut kemudian dijadikan sebagai basis sampel dalam penelitian ini.
Dengan pertimbangan, kedua kecamatan tersebut sudah merepresentasikan
seluruh kecamatan yang ada dengan melihat perubahan terbanyak dan yang
paling sedikit.Adapun dampak yang muncul paska diimplementasikannya
Program Grindulu Mapan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik indeks
pembangunan manusia di Kabupaten Pacitan cenderung naik, terhitung dari
tahun 2002 hingga 2009. Kemudian mengalami penurunan pada tahun 2010
15
0
20
40
60
80
100
1999 2002 2004 2005 2006 2007 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Sumber : Badan Pusat Statistik diolah Kab. Pacitan Jawa Timur
-----------------------------------Grindulu Mapan------------------------------------
dan naik kembali hingga tahun 2015.Mengutip keterangan dari BPS, pada
pergantian tahun 2009 menuju 2010 ada beberapa metode yang diubah dalam
menghitung indek pembangunan manusia. Oleh karenanya angka indeks
mengalami penurunan. Hal ini tidak hanya terjadi di Kabupaten Pacitan,
melainkan juga di semua kabupaten/kota di Jawa Timur. Yang menjadi
penekanan disini berdasarkan grafik di atas adalah indeks pembangunan
manusia di Kabupaten Pacitan terus naik. Jika dikaitkan dengan program
Grindulu Mapan yang mulai diimplementasikan sejak tahun 2002, perubahan
angka indeks relatif signifikan. Pada tahun 2002 indeks pembangunan
manusia di Kabupaten Pacitan menunjukan angka 65.70, sementara pada
tahun 2009 naik 5,75 menjadi 71,45. Pada tahun berikutnya turun menjadi
61,14 dan pada tahun 2015 naik kembali menjadi 64,92. Hal ini
mengindikasikan bahwa angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata
lama sekolah dan kemampuan daya beli masyarakat meningkat dari tahun ke
tahun, atau dengan kata lain ada peningkatan taraf kesejahteraan.
Grafik 2. Indeks Pembangunan Manusia Kab. Pacitan dan Jawa Timur
16
Berdasarkan pemutakhiran data dan beberapa perubahan paska
diterbitkannya Program Grindulu Mapan, maka menarik untuk dilakukan studi
dampak. Studi ini dianggap perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat
ketercapaian tujuan Program Grindulu Mapan.
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, yang menjadi pertanyaan penelitian
adalah bagaimana dampak Program Grindulu Mapan terhadap perubahan
tingkat kesejahteraan rumah tangga sasaran?
a. Bagaimana implementasi Program Grindulu Mapan yang dilakukan
Pemda Pacitan?
b. Apa yang menjadi faktor utama atau dominan penurunan angka RTSM di
Pacitan?
1.3.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitan ini adalah untuk mengetahui implementasi program
Grindulu Mapan dari sudut pandang implementor dan penerima program,
mengetahui signifikasi dampak yang ditimbulkan dari Program Grindulu
Mapan terhadap perubahan tingkat kesejahteraan dan mengetahui faktor yang
dominan dalam menurunkan RTSM di Kabupaten Pacitan.
1.4.Manfaat Penelitian
a. Secara akademis, diharapkan mampu memperkaya informasi dan bahasan
mengenai studi evaluasi dampak dan dapat dijadikan sebagai bahan
17
referensi bagi penelitian selanjutnya sehingga mampu dikembangkan jauh
lebih baik lagi.
b. Secara praktis, output dari penelitian ini adalah dalam bentuk rekomendasi
yang ditujukan kepada Pemerintah Kabupaten Pacitan, khususnya kepada
Sekretariat Tim Koordinasi Program Grindulu Mapanterkait evaluasi
kebijakan Grindulu Mapan, sehingga diharapkan mampu menjadi bahan
pertimbangan dalam perbaikan kebijakan Grindulu Mapan berikutnya.