bab i pendahuluan 1.1 latar belakang terjadinya
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Terjadinya pergantian orde pemerintahan dari orde baru kepada orde reformasi,1
telah melahirkan sejumlah perubahan penting dalam tata pemerintahan Indonesia.
Salah satu hal penting yang menandai adanya perubahan pada orde reformasi ini
adalah adanya pergeseran pola dari negara berstruktur sentralistis hierarkis menjadi
negara terdesentralisasi. Perubahan ini menyiratkan sebuah sketsa baru bahwa negara
tidak hanya menjadi aktor dan subjek pembangunan, melainkan juga menjadi objek
dari pembangunan dan reformasi.
Berbagai fenomena politik baru bermunculan sebagai implikasi logis dari iklim
politik yang semakin terbuka. Kondisi ini dapat dilihat dari beberapa hal, misalnya
jumlah angka pemilih yang mengalami peningkatan, bertambahnya jumlah partai
politik peserta pemilu, semakin beragamnya bentuk partisipasi politik masyarakat,
hingga pada dinamika konflik politik yang muncul di lingkup daerah. Sederhananya,
desentralisasi di Indonesia yang dituangkan dalam kebijakan otonomi daerah, telah
menghasilkan nuansa baru dalam dinamika demokrasi prosedural yang dilakukan di
Indonesia.
Lahir dari sebuah keinginan untuk menciptakan tatanan demokrasi yang ideal,
maka kemunculan kebijakan otonomi daerah adalah hal yang tidak bisa dielakkan.
Adanya otonomi daerah adalah sebuah upaya pemerintah pusat dalam memberikan
ruang politik yang lebih luas bagi setiap daerah yang ada di Indonesia. Dengan
demikian partisipasi politik di masyarakat pun akan meningkat. Harapannya, ketika
1 Presiden Soeharto menyatakan pengunduran dirinya pada tanggal 21 Mei 1998. Jatuhya pemerintahan Soeharto melahirkan pemerintahan baru yang disebut dengan era reformasi, masa peralihan dari pemerintahan otoriter ke arah demokrasi ini sering pula disebut sebagai era transisi. Lihat, Munafrizal Manan, Gerakan Rakyat Melawan Elite (Yogyakarta : Resist Book, 2005), hal. 71.
1
ada ruang politik yang luas bagi masyarakat melalui kebijakan otonomi daerah, maka
akan turut memberikan pengaruh pada pembangunan di sektor lainnya.
Selain untuk meningkatkan partisipasi politik masyarakat, kebijakan otonomi
daerah juga memiliki tujuan-tujuan lain yang sangat luas. Hal ini meliputi, adanya
konsolidasi dan dorongan bagi proses demokratisasi; stimulus bagi pembangunan
ekonomi; penahan arus urbanisasi; pemenuhan kepuasan sosial, kultural, dan religius;
serta guna meningkatkan efisiensi dan efektifitas.
Karakter otonomi yang dimiliki oleh setiap daerah di Indonesia, bisa dikatakan
berbeda dengan karakter otonomi yang berada di negara federal. Otonomi yang
dimiliki oleh pemerintahan daerah di Indonesia adalah otonomi yang diberikan oleh
pusat dan dibentuk melalui undang-undang yang dibuat oleh pusat. Sehingga
pemerintahan daerah yang ada adalah pemerintahan bentukan pusat. Berdasarkan hal
itulah, pemerintahan daerah di Indonesia tidak memiliki karakter “state”, yang berarti
pula tidak memiliki kedaulatan. Otonomi yang dimiliki oleh pemerintahan daerah di
Indonesia adalah kewenangan dasar yang diberikan oleh pusat untuk mengatur dan
mengurus beberapa kewenangan pemerintahan yang diberikan. Sifat pengelolaannya
berada pada ruang lokal yang oleh sebab itu implementasi penerapan otonomi daerah
di Indonesia tak lepas dari sebuah konsep dasar mengenai pemerintahan lokal.
Dilihat dari aspek sejarah, eksistensi pemerintahan lokal ataupun pemerintahan
daerah yang kita ketahui saat ini, perkembangannya tidak lepas dari pengalaman
pemerintahan di daratan Eropa. Pengalaman di Eropa menggambarkan bahwa
kemunculan satuan-satuan wilayah berjalan secara alamiah, yang dalam
perkembangannya satuan wilayah tersebut melembaga menjadi sebuah pemerintahan.
Satuan wilayah tersebut diberi nama muncipal (kota), county (kabupaten),
2
commune/gementee (desa).2 Biasanya, ikatan dasar yang menyatukan satuan wilayah
tersebut ialah berdasar pada hubungan yang sudah saling mengenal dan saling
membantu dalam ikatan geneologis ataupun teritorial.
Demi menjaga eksistensi dan keberlangsungan hidupnya, satuan komunal
tersebut kemudian membutuhkan lembaga. Pembentukan lembaga tersebut
melingkupi lembaga politik, lembaga ekonomi, lembaga sosial, budaya pertahanan
dan keamanan. Tentunya keragaman lembaga tersebut tergantung pada pola adat
istiadat masyarakat yang bersangkutan.
Keberadaan lembaga-lembaga yang telah dibentuk tersebut kemudian
diintegrasikan dengan sistem administrasi negara dari suatu negara yang berdaulat.
Dari sini, diklasifikasikanlah satuan wilayah yang ada berdasarkan batas geografisnya,
kewenangannya, dan bentuk kelembagaannya. Satuan komunitas tersebut kemudian
diformalkan dalam sistem administrasi pada tingkat lokal.3 Berdasarkan pengalaman
di Eropa, organisasi pemerintahan lokal yang ada dibagi menjadi dua, yakni satuan
organisasi perantara dan satuan organisasi dasar. Sebagai contoh di Perancis, satuan
organisasi perantaranya adalah department dan satuan dasarnya adalah commune. Di
Indonesia, satuan organisasi perantaranya adalah provinsi dan satuan dasarnya adalah
kota, kabupaten, dan desa.4
Perkembangan pemerintahan daerah yang semakin modern, menurut Stoker,
kaitannya tak terlepas dari fenomena industrilisasi yang terjadi di Inggris.
Industrialisasi yang terjadi di Inggris memunculkan efek arus urbanisasi besar-
besaran. Terjadilah lonjakan penduduk dari desa ke kota, yang tentunya juga
2 Hanif Nurcholis, Teori dan Praktik Pemerintahan Dan Otonomi Daerah ( Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2007), hal.1.
3 Dalam konteks keterwakilan parlemen, pengurus atau wakil rakyat harus benar-benar mewakili dengan mempertimbangkan penduduk setempat, sehingga dalam hal ini diperlukan perubahan sistem politik, sehingga dalam setiap sistem politik yang baru, massa – rakyat menjadi lebih dimungkinkan memiliki perwakilan di parlemen, dan tidak golongan elite saja. Lihat, Sohartono, Politik Lokal ( Yogyakarta : Lapera Pustaka Utama, 2000), hal. 140.4 Ibid. hal.2.
3
memunculkan permasalahan baru di kota. Baik permasalahan baru di bidang sosial,
politik, dan hukum. Oleh sebab itu, untuk merespon dinamika permasalahan tersebut
diperlukan adanya sistem kemasyarakatan untuk menanganinya. Untuk merespon
kondisi tersebut semula dibentuklah badan ad hoc, Dewan Kota hingga mulai
berkembanglah praktik pemerintahan daerah sebagai yang kita kenal saat ini.5
Semangat otonomi daerah di Indonesia, secara formal sudah diatur semenjak
masa awal kemerdekaan. Setelah Soeharto turun hingga saat ini sudah ada dua
regulasi yang mengatur ulang tata otonomi daerah di Indonesia, yakni UU No.22
tahun 1999 yang disahkan pada masa kepemimpinan Presiden B.J.Habibie dan UU
No.32 tahun 2004 yang disahkan pada masa pemerintahan Megawati Soekarno Putri.
Sejatinya, ruang otonomi yang diberikan kepada daerah dilaksanakan demi
terwujudnya demokratisasi di Indonesia. Pola terpusat yang selama ini diterapkan,
dirasa tidak memberikan keadilan bagi tiap-tiap daerah. Kekayaan sumber daya alam
yang ada di daerah, terkadang manfaatnya jarang dirasakan oleh masyarakat daerah.
Proporsi pembagiannya dirasa tidak adil, lantaran intervensi pusat begitu kuat.
Melalui pola desentralisasi, diharapkan dapat membenahi ketidakadilan antara
pusat dan daerah. Pemerintah daerah tidak lagi hanya memiliki kewenangan
administrasi saja, melainkan juga memiliki kewenangan politik. Dengan adanya
kewenangan politik inilah, pemerintah daerah akan lebih leluasa untuk menata dan
mengatur potensi yang dimilikinya guna mewujudkan pembangunan yang merata.
Namun, praktik dilapangan terkait dengan penerapan undang-undang otonomi
daerah pun menemukan banyak sekali dinamika. Mulai dari konflik dalam proses
pemilihan kepala daerah langsung hingga konflik politik antara legislatif dengan
eksekutif daerah. Permasalahan seperti ini dapat dikatakan sebagai sesuatu yang baru.
Sebab, pada periode dimana pemerintahan daerah belum memiliki ruang otonomi
5 Ibid.
4
daerah seperti saat ini, konflik di daerah biasanya bisa diredam dengan adanya
intervensi dari pemerintahan pusat. Presiden yang diwakili oleh menteri dalam negeri
memiliki wewenang langsung untuk meredam setiap konflik yang ada. Semua hal
dilaksanakan berdasarkan arahan dan instruksi dari pusat. Sehingga, apapun yang
terjadi di level daerah tak pernah lepas dari intervensi pemerintah pusat.
Pelaksanaan otonomi daerah menyimpan sejumlah potensi konflik yang tidak
sederhana. Misalnya saja masalah kewenangan yang terjadi di antara level
pemerintahan. Pada penyelenggaraan public goods, dalam hal ini bisa kita lihat
masalah jalan raya, mana jalan yang menjadi tanggung jawab kabupaten/kota dan
mana jalan yang menjadi tanggung jawab provinsi terkadang juga masih simpang siur.
Kerusakan yang terjadi pada jalan provinsi yang melintas di wilayah kabupaten/kota
seringkali diadukan oleh warga kepada pemerintah kabupaten/kota. Menanggapi hal
tersebut, maka pemerintah kabupaten/kota secara wewenang tidak bisa bertindak apa-
apa. Selanjutnya bisa kita lihat pada pola konflik yang terjadi antara pemerintah
daerah tingkat I dengan pemerintah daerah tingkat II yang memiliki potensi SDA.
Serta pola konflik yang terjadi di antara stakeholder pemerintah daerah di setiap
levelnya, dalam hal ini DPRD I dengan Gubenur atau DPRD II dengan walikota atau
bupati.
Disahkannya UU No.22 tahun 1999 dan UU No.32 tahun 2004, membawa
nuansa baru dalam iklim otonomi daerah saat ini. Berdasar pada undang-undang
tersebut, proses pemilihan kepala daerah pun mengalami perubahan mekanisme.
Dipilihnya kepala daerah baik oleh DPRD maupun oleh masyarakat secara langsung,
membawa kedudukan kepala daerah menjadi bersifat politis.
Dalam UU No.22 tahun 1999, diatur bahwa kepala daerah dipilih oleh DPRD.
Hal ini tentunya tidak terlepas dari regulasi yang tercatat dalam UU No.22 Tahun
5
1999 pasal 14 yang menyatakan bahwa DPRD adalah sebagai Badan Legislatif
Daerah dan Pemerintahan Daerah sebagai eksekutif daerah6. Dalam konteks ini, yang
dimaksud pemerintah daerah adalah kepala daerah dan perangkat daerah lainnya,
berarti dengan demikian DPRD bukan lagi sebagai bagian dari pelengkap kepala
daerah sebagaimana yang tertuang dalam rumusan UU No.18 Tahun 1965 atau UU
No.5 Tahun 1974.
Secara teoritik, hubungan antara DPRD dengan pemerintah daerah dapat dilihat
melalui bangunan konseptual yang dikemukakan Pinch dengan mengangkat variasi
model sistem. Menurut Pinch ada empat model sistem hubungan antara DPRD dengan
Pemerintah Daerah7. Yakni :
Model commisioners system. Dalam model ini, komisioner hasil pemilihan
langsung dari masyarakat, diberikan kewenangan untuk mengelola dinas-
dinas atau lembaga birokrasi8 daerah.
Model council-manager system. Dalam model ini, manager hasil pilihan
dewan bersama walikota menentukan dan mengelola dinas-dinas atau
lembaga birokrasi daerah.
Pola weak major. Pada pola ini institusi birokrasi daerah diisi melalui
pemilihan langsung dari masyarakat. Namun seorang walikota dipilih oleh
DPRD yang terpilih.
6 UU No.22 Tahun 1999 .7 Eko Prasojo, Desentralisasi & Pemerintahan Daerah Antara Model Demokrasi Lokal & Efisiensi Struktural (Depok : Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI, 2006), hal.34.8 Birokrasi pemerintah adalah seluruh jajaran badan-badan eksekutif sipil yang dipimpin oleh pejabat pemerintah di bawah tingkat menteri, yang memiliki tugas pokok untuk menindak lanjuti keputusan politik yang diambil pemerintah secara profesional. Jika menggunakan teori pembedaan kekuasaan yang dianut dalam UUD 1945, maka badan-badan legislatif dan yudikatif tidaklah dapat disebut sebagai birokrasi walaupun ukuran organisasinya besar. Lihat, Moerdiono & Sarwono Kusumaatmadja, Birokrasi dan Administrasi Pembangunan (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1992), hal. 38.
6
Pola strong major. Pada pola ini seorang kepala daerah dipilih oleh
masyarakat, kemudian diberikan kewenangan untuk menentukan dan
mengelola institusi birokrasi daerahnya.
Jika dikontekstualisasikan dengan kondisi di Indonesia, ketika UU No.22
tahun 1999 yang berlaku, Indonesia berada di antara pola strong major dan council-
manager9. Dikatakan strong major dikarenakan kepala daerah dipilih oleh DPRD, dan
DPRD juga memiliki wewenang untuk menyetujui atau tidak seorang sekretaris
daerah yang dipilih oleh kepala daerah. Dalam hal ini, posisi seorang sekretaris daerah
juga bisa ditempatkan sebagai seorang manager di daerah, karena pola seperti ini
tidak menghendaki posisi seorang manager dipilih secara politis.
Tugas dan wewenang DPRD untuk memilih Kepala Daerah dalam UU No.22
Tahun 1999 tertuang dalam pasal 18 yang menyebutkan “DPRD mempunyai tugas
dan wewenang : memilih Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan
Walikota/Wakil Walikota. Kewenangan DPRD ini kemudian lebih jauh diperkuat
dengan wewenang lain, yaitu pertama DPRD memiliki hak untuk meminta
pertanggungjawaban Gubernur, Bupati dan Walikota10. Kedua, pengisian posisi
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilakukan oleh DPRD melalui pemilihan
secara bersamaan11.
Ketiga, Kepala Daerah wajib menyampaikan pertanggungjawaban kepada
DPRD pada setiap akhir tahun anggaran, juga wajib memberikan pertanggungjawaban
kepada DPRD untuk hal tertentu atas permintaan DPRD12. Keempat, pada masa akhir
jabatannya, Kepala Daerah wajib memberi pertanggungjawaban kepada DPRD.
Ketika DPRD tidak menerima pertanggungjawaban Kepala Daerah, maka ia tidak
9 Ibid. hal.35.10 UU No.22 Tahun 1999 Pasal 19.11 UU No.22 Tahun 1999 Pasal 34 ayat 1.12UU No.22 Tahun 1999 Pasal 45 ayat 1 dan 2.
7
boleh mencalonkan diri untuk Pemilihan Kepala Daerah berikutnya13. Dengan
mekanisme seperti ini, kedudukan DPRD mengalami penguatan dari aspek kekuasaan,
tugas dan wewenang. Pada sisi yang lain posisi kepala daerah yang terpilih relatif juga
lebih berkualitas karena sosok kepala daerah dikenal dengan baik oleh elite-elite
politik yang berkecimpung dalam pemerintahan daerah. Namun di sisi lain,
mekanisme ini menyisakan kelemahan. Yakni terkait dengan akuntabilitas publik dan
pertanggungjawabannya yang kurang karena hanya ditentukan oleh elite lokal saja.
Lain halnya dengan UU No.32 tahun 2004 yang mengatur pemilihan kepala
daerah melalui mekanisme langsung dipilih oleh masyarakat. Hadirnya undang-
undang otonomi daerah yang baru ini bisa dikatakan sebagai sebuah bentuk
pendewasaan politik dalam berdemokrasi di Indonesia. Perubahan undang-undang
otonomi daerah ini prosesnya diawali dengan perubahan susunan, kedudukan,
lembaga-lembaga negara dari pusat sampai ke daerah melalui amandemen UUD 1945
Tahun 1999, 2000, 2001 dan 2002.
Pada UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pemilihan Gubernur
dan Wakilnya, Bupati dan Wakilnya, serta Walikota dan Wakilnya dilakukan secara
langsung oleh masyarakat. Asas yang digunakan dalam proses ini sebangun dengan
asas pada pemilihan umum yakni langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
Karakter pemimpin yang dibangun dengan mekanisme langsung seperti ini,
menjadikan kepala daerah yang terpilih memiliki kedudukan yang kuat, politis dan
cenderung tunggal. Namun di sisi lain, dipilihnya kepala daerah secara langsung
menjadikan kepala daerah yang terpilih ralatif kurang berkualitas, karena dikenal
terbuka kepada semua masyarakat dan terbuka pula bagi para pemilih baru.
Pilkada di Indonesia sudah menjadi sebuah konsensus politik. Dalam pasal 56
UU No.32 tahun 2004 menyebutkan bahwa kepala daerah dan wakil kepala daerah
13 UU No.22 Tahun 1999 Pasal 53.
8
dipilih dalam satu pasangan calon yang dipilih langsung. Ketentuan ini diperkuat lagi
dalam Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 2005 Pasal 4 ayat 3. Pada pasal 56 UU
No.32 Tahun 2004 menyebutkan bahwa “Kepala daerah wakil kepala daerah dipilih
dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis, berdasarkan asas
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur , dan adil”. Pasangan calon yang dapat
berkontestasi dalam Pilkada ini adalah calon yang diusulkan oleh partai politik dan
gabungan partai politik.14
Dengan mekanisme dipilih langsung oleh masyarakat, konsekuensi logisnya,
peran politis DPRD tidak sekuat sebelumnya. Sebab, legitimasi seorang kepala daerah
beserta wakilnya penentuan akhirnya berasal dari masyarakat, bukan ditentukan oleh
partai politik yang duduk di DPRD. Dalam konteks inilah dinamika hubungan antara
DPRD dan Kepala Daerah menjadi lebih menarik, karena keduanya memiliki
kekuatan politis yang berasal dari sumber legitimasi yang sama yakni dari
masyarakat.
Mengenai pola hubungan antara kepala daerah dan DPRD yang terpusat pada
kewenangan lembaga tersebut untuk bertindak sebagai wakil rakyat, Arbi Sanit
mengemukakan bahwa :
Badan Legsilatif dan Eksekutif merupakan lembaga pemerintahan (dalam arti
luas) yang sama-sama berwenang untuk bertindak atas nama dan untuk anggota
masyarakat. Sungguhpun dengan cara yang berbeda, kedua lembaga tersebut sama
memperoleh kekuasaan dari rakyat melalui proses pemilihan. “15
I. 2 Permasalahan
14 UU.No.32 Tahun 2004 Pasal 56 ayat 2.15 Arbi Sanit, Perwakilan Politik di Indonesia (Jakarta: CV Rajawali, 1985), hal.242-243.
9
Pilkada pertama yang dilaksanakan di Depok pada tahun 2004 telah melahirkan
walikota hasil pilihan masyarakat Depok. Pasangan Nurmahmudi Ismail dan Yuyun
Wirasaputra akhirnya berhasil menduduki kursi nomor satu di Depok setelah
melewati proses pilkada yang cukup panjang.
Adalah sebuah fenomena umum, bahwa penyelenggaraan pemilihan kepala
daerah langsung di berbagai daerah, telah menuai berbagai macam konflik politik. Hal
ini tak lepas dari berbagai macam potensi kelemahan yang dimiliki dalam tata politik
Indonesia di tengah iklim otonomi daerah saat ini.
Semangat desentralisasi yang terejawantah dalam otonomi daerah sekarang,
selain memberikan ruang kebebasan untuk berkompetisi, di sisi lain juga membuka
ruang konflik yang lebih terbuka. Konflik terbuka itu dapat dipetakan antara lembaga
pemerintahan daerah dan antara masyarakat dengan lembaga pemerintahan. Depok
adalah satu dari sekian banyak daerah yang telah menyelenggarakan pilkada secara
langsung, dan dalam prosesnya pun tak bisa terhindar dari konflik politik.
Bulan April 2006, tak lama setelah Nur Mahmudi dan Yuyun terpilih, dinamika
politik di Kota Depok diawali dengan ketidaksetujuan pihak DPRD dari lima fraksi
selain F-PKS, terhadap Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
dari Walikota Depok. Namun akhirnya DPRD menyetujui RPJMD tersebut, setelah
sebelumnya DPRD melakukan konsultasi dengan Departemen Dalam Negeri dan
Pemerintah Provinsi Jawa Barat.16
Pengesahan RPJMD oleh DPRD ternyata belum memutuskan permasalahan
antara Walikota terpilih dengan DPRD. Hal selanjutnya yang digulirkan adalah terkait
dengan kinerja Nur Mahmudi Ismail dalam penyelenggaraan pemerintahan yang tidak
profesional. Penyusunan kebijakan yang dirancang oleh Nur Mahmudi Ismail dinilai
16 R. Adi Kusuma Putra, “Ada Apa Dengan Depok ?” , dalam www.kompas.co.id diakses pada 31 Agustus 2007 pukul 22:15 WIB.
10
tidak dikomunikasikan secara formal kepada DPRD. Padahal, kebijakan yang
direncanakan tersebut, oleh DPRD dipandang sebagai kebijakan yang strategis17.
Kebijakan yang dipermasalahkan oleh DPRD Depok terdiri dari enam hal.
Pertama, terkait dengan pembentukan staf khusus oleh Nur Mahmudi Ismail di
lingkungan Pemda Depok yang sebelumnya tidak dibicarakan terlebih dahulu dengan
DPRD. Dalam hal ini, DPRD merasa sikap yang ditunjukkan oleh Nur Mahmudi
Ismail sangat sepihak. Kedua berkenaan dengan pemasangan baliho Nur Mahmudi
Ismail yang terpasang di Jalan Margonda. Baliho yang memuat foto Nur Mahmudi
Ismail tersebut dibiayai oleh Yose Rizal dengan mengatasnamakan Infokom Pemda
Depok. Hal ketiga yang dipermasalahkan oleh DPRD adalah terkait dengan adanya
program Sipesat (Sistem Pengelolaan Sampah Terpadu) yang pendanaannya
bersumber dari dana APBD sebesar Rp. 211.000.000. Hal keempat yang dinilai
DPRD sebagai bentuk penyimpangan Nur Mahmudi Ismail adalah menyangkut
dikeluarkannya Hak Guna Bangunan (HGB) Kepada PT Megapolitan18. Dua hal
lainnya adalah menyangkut pengerukan Situ Cilangkap dan pelaksanaan lelang di
Dinas Pekerjaan Umum19. Lebih dalam lagi, digunakannya hak interpelasi oleh DPRD
Depok dilatarbelakangi juga oleh rencana Nur Mahmudi Ismail untuk mengganti
Sekda Depok, Winwin. Begitu juga dengan upaya penertiban mekanisme lelang
proyek di Depok, yang tentunya kedua hal tersebut mengganggu kepentingan anggota
dewan secara langsung.
Dalam rangka menanggapi keganjilan yang dirasakan oleh lima fraksi di DPRD,
diadakanlah rapat Panmus (Panitia Musyawarah) yang merencanakan menghadirkan
Nur Mahmudi Ismail dalam rapat paripurna DPRD. Terkait dengan usulan ini, F-PKS
17 Ibid.18 “DPRD Depok Desak Pemberhentian Nur Mahmudi”, dalam www.suarakaryaonline.com diakses pada tanggal 31 Agustus 2007 pukul 22:15 WIB.19 “F-PKS: Kritik Lima Fraksi Membuat Nur Mahmudi Hati-hati”, dalam www.kompas.co.id diakses pada tanggal 31 Agustus 2007 pukul 22:30 WIB.
11
menolak seandainya rapat paripurna diselenggarakan dengan menghadirkan Nur
Mahmudi Ismail. Akhirnya rapat Panitia Musywarah memutuskan untuk
diselenggarakan rapat paripurna yang agendanya adalah pandangan hukum dari tiap-
tiap fraksi terkait enam kebijakan yang dikeluarkan oleh Nur Mahmudi Ismail. Rapat
tersebut diselenggarakan pada tanggal 6 November 2006. Semua fraksi hadir
menyampaikan pandangan hukumnya di depan rapat paripurna DPRD, kecuali F-PKS
yang tidak hadir untuk menyampaikan pandangan hukumnya.
Hasil dari rapat paripurna ini yang menggagendakan pandangan hukum dari
setiap fraksi selanjutnya akan diserahkan kepada Mahkamah Agung (MA). Pengaduan
ini didasarkan atas penilaian DPRD Depok yang memandang enam kebijakan Nur
Mahmudi terindikasikan melanggar undang-undang, sumpah dan jabatan, serta
korupsi kolusi dan nepotisme. Namun dokumen yang diajukan oleh DPRD Depok
dikembalikan lagi oleh MA. Wakil Ketua DPRD Depok menyatakan bahwa
pengembalian surat tersebut disebabkan oleh faktor teknis. Ketika itu DPRD Depok
menyerahkan ke Bagian Umum, harusnya dokumen pengaduan tersebut diserahkan ke
Bagian Perkara MA.20
Tandasnya dokumen yang diajukan oleh DPRD Depok kepada MA, kemudian
diteruskan dengan upaya melakukan interpelasi kepada Nur Mahmudi Ismail. Rapat
interpelasi terhadap Nur Mahmudi Ismail ditetapkan dalam rapat Panitia Musyawarah
(Panmus) pada tanggal 11 Desember 2006. Berdasarkan keputusan dalam rapat
Panmus tersebut, rapat interpelasi terhadap Nur Mahmudi Ismail, akan dilaksanakan
pada 13 Desember 2006 dengan agenda meminta keterangan mengenai enam
kebijakan Nur Mahmudi. Dari tempo waktu yang ada, berdasarkan peraturan, agenda
pokok yang juga merupakan kewajiban yang dimiliki DPRD di setiap periode akhir
20 “F-PKS: DPRD Depok Salah Langkah”, dalam www.kompas.co.id diakses pada tanggal 31 Agustus 2007 pukul 22:20 WIB.
12
tahun adalah pembahasan RAPBD untuk tahun selanjutnya. RAPBD untuk tahun
selanjutnya harus sudah disahkan oleh DPRD menjadi Peraturan Daerah satu bulan
sebelum memasuki tahun anggaran. Sebelumnya DPRD juga harus membahas
Anggaran Perubahan dan Pendapatan Belanja Daerah Perubahan 2006 untuk
merespon dinamika pembangunan pada tahun anggaran yang sudah ditetapkan pada
APBD 2006.
Usulan hak interpleasi tersebut diajukan oleh 33 anggota dewan, dengan
sebelumnya didahului dengan pandangan hukum dari lima fraksi yang dokumennya
sudah diserahkan kepada Mahkamah Agung. Kelima fraksi yang mendukung hak
interpelasi tersebut adalah Fraksi Golongan Karya, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi
PDIP, Fraksi Amanat Nasional dan Fraksi Persatuan Bangsa.
Dari penjabaran di atas, maka penulis sampai pada tiga buah pertanyaan yang
akan dijawab dalam skripsi ini :
1. Apa yang menjadi motivasi DPRD Depok melakukan Interpelasi kepada
Walikota Depok (Nur Mahmudi Ismail)?
2. Apa pengaruh interpelasi DPRD terhadap penyusunan APBDP Tahun 2006
dan RAPBDP 2007 ?
3. Bagaimana dampak intrpelasi terhadap realisasi pembangunan kota Depok ?
1.3 Kerangka Teori
Untuk menganalisis permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini, maka ada
beberapa kerangka teori yang akan digunakan. Pertama, karena kajian dalam skripsi
ini tak terlepas dari konsep desentralisasi, maka penulis akan terlebih dulu
menjelaskan mengenai konsep desentralisasi. Hal ini perlu dijelaskan agar perumusan
permasalahan yang dituangkan dalam skripsi ini bisa dipetakan secara jelas.
13
Kedua, masih berkaitan degan point pertama, karena orientasi utama dari
penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah memberikan pelayanan yang optimal
bagi masyarakat, dan agar analisis tentang permasalahan yang diungkapkan dalam
skripsi ini dapat dipahami secara utuh, maka bagian kedua yang akan diuraikan dalam
bagian kerangka teori ini adalah mengenai perspektif teori hubungan desentralisaisi
dengan peningkatan pelayanan publik.
Ketiga, akan dipaparkan pula terkait dengan teori parlemen. Selanjutnya
sebagai pendekatan terhadap kebijakan anggaran yang menjadi salah satu fokus
pertanyaan skripsi ini, maka skripsi ini menggunakan teori pilihan rasional dan teori
pilihan publik sebagai salah satu pisau analisis, yakni untuk melihat motivasi para
aktor politik dalam membuat kebijakan tersebut. Serta akan dipaparkan juga mengenai
teori komunikasi politik untuk bisa melihat salah satu faktor yang menjadi penyebab
munculnya interpelasi DPRD.
1.3.1 Desentralisasi dan Dekonsentrasi
Teori dan pandangan yang menjelaskan mengenai kedua hal tersebut sudah
banyak sekali ditemukan dalam kajian-kajian ilmiah. Dalam skripsi ini, penulis akan
menggunakan beberapa pandangan saja dari akademisi yang telah mengkaji masalah
ini. Hal ini dimaksudkan untuk lebih mempermudah pembahasan pada permasalahan
yang disajikan.
Dalam mengurai dua konsep di atas, Harun Nurcholis mengutip JHA Logemann
memasukkan istilah dekonsentrasi ke dalam istilah desentralisasi. Desentralisasi oleh
Logemann dipecah menjadi dua yakni21 :
1. Desentralisasi Jabatan yakni adanya pelimpahan kekuasaan dari alat
perlengkapan negara yang lebih tinggi kepada bawahannya untuk
21 Harun Nurcholis, Op.Cit. hal.3.
14
memperlancar pekerjaan pemerintah. Sebagai contoh pelimpahan menteri
kepada gubernur, dari gubernur kepada bupati/walikota. Desentralisasi jabatan
ini disebut juga oleh Logemann sebagai dekonsentrasi.
2. Desentralisasi Ketatanegaraan atau yang biasa juga disebut dengan
desentralisasi politik. Dalam konsep ini terjadi pelimpahan kekuasaan
perundangan dan pemerintahan kepada daerah-daerah otonom di dalam
lingkungannya. Desentralisasi semacam ini dibagi lagi menjadi dua, yakni
desentralisasi teritorial dan desentralisasi fungsional. Desentralisasi teritorial
yaitu penyerahan kekuasaan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri. Desentralisasi fungsional yaitu berupa pelimpahan kekuasaan untuk
mengatur dan mengurus pada fungsi-fungsi tertentu saja.
Serupa dengan pandangan Logemann, beberapa kalangan akademisi lain juga
menggaris bawahi bahwa konsep desentralisasi dapat dipilah menjadi dua bagian
besar. Yakni definsi dari sudut pandang administratif dan definisi dari sudut pandang
politik.
Dari sudut pandang administratif, desentralisasi didefinisikan sebagai the
transfer of administrative responsibility from central to local government22 . Hal ini
sejalan dengan pandangan Logemann yang menyebutkan definisi ini dengan istilah
dekonsentrasi. Istilah dekonsentrasi ini dilihat oleh Parson sebagai :
“...the sharing power between members of the same ruling group having authority respectively in different areas of the state...”23
Cheema dan Rondinelli yang dikutip oleh Lili Romli menyebutkan
dekonsentrasi sebagai pengalihan beberapa kewenangan atas tanggung jawab
22 Lili Romli, Potret Otonomi Daerah Dan Wakil Rakyat di Tingkat Lokal (Jakarta : Pustaka Pelajar, 2007), hal.423 Ibid.
15
administrasi di dalam suatu kementrian atau jawatan. Dalam dekonsentrasi tidak ada
pelimpahan kewenangan yang nyata, struktur yang berada di level bawah hanya
menjalankan kewenangan atas nama atasannya saja dan bertanggung jawab kepada
atasannya. Dalam bahasa lain pada UU Otonomi Daerah, dekonsentrasi adalah
pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.
Dari sudut pandang politik, Smith mendefinisikan desentralisasi sebagai :
“....the transfer of power, from top level to lower level, in a territorial hierarchy, which could be one of government within a state, or offices within a large organization.”24
Pandangan lain mengenai desentralisasi datang dari Mawhood, yang
mengatakan bahwa desentralisasi adalah devolution of power from central government
to local government. Dalam UU Otonomi Daerah, desentralisasi didefinisikan sebagai
penyerahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.25
24 Ibid. hal.5. 25 Dalam kajian yang mengangkat sudut pandang sejarah, implementasi dari konsep desentralisasi ini pun bisa tercermin dalam beberapa undang-undang yang sudah pernah dihasilkan. Dalam konstitusi UUD 1945 pasal 18 disebutkan bahwa “Pembentukan Daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa”. Kewajiban konstitusi ini kemudian dituangkan dalam UU No.1 Tahun 1945. Tentunya, sebagai sebuah produk undang-undang yang pertama, keberadaan UU No.1 Tahun 1945 masih banyak kelemahan. Tetapi di sisi lain, kehadiran undang-undang ini menunjukkan sebuah komitmen besar dari pemerintah untuk segera melaksanakan politik desentralisasi dan juga memberikan hak-hak otonom kepada daerah. Kekurangan tersebut kemudian ditutupi dengan dikeluarkannya UU No.22 tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah. Hal penting yang membedakan undang-undang ini dengan undang-undang sebelumnya adalah adanya hak otonomi dan medebewind yang luas kepada badan pemerintah daerah yang terbentuk secara demokratis. Selang sembilan tahun kemudian, dikeluarkanlah Undang-Undang No.1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah. Dalam undang-undang yang baru ini, terdapat tiga hal yang didasari oleh prinsip desentralisasi, yakni pertama, setiap daerah hanya memiliki satu bentuk susunan pemerintahan daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Kedua, daerah dibentuk berdasarkan susunan derajat dari atas ke bawah sebanyak-banyaknya tiga tingkat. Ketiga, daerah diberikan hak otonomi yang seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurusi rumah tangganya sendiri dengan menganut sistem otonomi riil. Pada perkembangan selanjutnya, ketika Indonesia masuk masa demokrasi terpimpin, prinsip desentralisasi yang telah dianut direduksi dengan dikeluarkannya Penpres No.6 Tahun 1959 yang kemudian disempurnakan oleh Penpres No.5 Tahun 1960. Lima tahun setelahnya, pemerintah mengeluarakan Undang-Undang No.18 Tahun 1965 sebagai perundangan yang merangkum pokok-pokok dari prinsip desentralisasi pada undang-undang sebelumnya. Bergantinya pemerintahan dari masa Demokrasi Terpimpin ke Masa Orde Baru, maka berganti pula kebijakan politik desentralisasinya. Dengan dikeluarakannya Undang-Undang No.5 Tahun 1974, penerapan prinsip desentralisasi sedikit mengalami hambatan, sebab dalam regulasi tersebut, pemerintah pusat masih diberikan wewenang dalam mengatur urusan-urusan yang dikelolanya di daerah melalui asas dekonsentrasi dan medebewind.
16
1.3.2. Perspektif Teori Hubungan Desentralisasi Dengan Peningkatan
Pelayanan Publik
Rondinelli memandang ada enam hal yang memperkuat pandangan bahwa
implementasi desentralisasi dengan pemberian otonomi kepada daerah dapat
menjadikan pelayanan publik menjadi lebih efektif dan efisien. Enam hal tersebut
adalah26, pertama melalui otonomi akan terjadi optimalisasi hirarkhi dalam
penyampaian pelayanan akibat dari penyediaan pelayanan publik27 dilakukan oleh
institusi yang mempunyai kedudukan yang lebih dekat dengan masyarakat. Sehingga,
daerah mampu membuat dan mengambil keputusan yang strategis dengan lebih
mudah.
Kedua, dengan adanya pemberian otonomi maka akan membuat segenap aparat
daerah semakin mampu untuk menyesuaikan bentuk pelayanan yang disajikannya
terhadap kebutuhan dan kondisi yang ada di tingkat lokal. Ketiga, akan adanya
peningkatan perawatan terhadap infrastruktur. Hal ini dilakukan melalui alokasi
anggaran yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi yang ada di wilayahnya.
Keempat, pemberian otonomi kepada daerah akan mengakibatkan adanya pengalihan
fungsi-fungsi rutin dari pusat kepada daerah. Dengan demikian, pusat dapat lebih
fokus kepada fungsi-fungsi kebijakan. Kelima, akan adanya persaingan dalam konteks
kompetisi terhadap pemberian pelayanan diantara unit-unit pemerintah dan antara
sektor publik dan sektor swasta atas arahan pemerintah daerah. Keenam, dengan
pemberian otonomi akan dapat membuat birokrasi menjadi lebih berorientasi kepada
publik.
26 Ibid,. hal.144.27 Pelayanan publik adalah kata lain dari pelayanan umum (publik services) yang merupakan barang-barang non-material. Barang-barang dan jasa publik senantiasa berkaitan dengan administrasi dan birokrasi publik, serta kebijakan publik. Lihat, Luh Nyoman Dewi Triandayani & Muhammad Abas, Pelayanan Publik Apa Kata Warga ( Jakarta : Pusat Studi Pengembangan Kawasan, 2001), hal. 1.
17
Pandangan Rondinelli ini kemudian diperkuat oleh Maas dan Fesler yang
mengemukakan bahwa desntralisasi adalah sebagai sarana untuk merealisasikan
tujuan-tujuan yang mendasar atau nilai-nilai tertentu dari suatu komunitas politik.
Conyers lebih lanjut menyatakan bahwa dibentuknya pemerintahan lokal dilihat
sebagai bagian penting dari sebuah sistem yang demokratis. Keberadaan
pemerintahan daerah diposisikan sebagai elemen yang merespon pemindahan beban
pelayanan yang tadinya berada dalam wewenang pemerintahan pusat. Pemerintah
daerah juga diposisikan untuk mendorong pendidikan politik dan keterlibatan pada
tingkat lokal. Dengan demikian tingkat otentisitas sebuah kebijakan dapat lebih sesuai
dengan kondisi wilayah dan masyarakat setempat28.
1.3.3. Teori Parlemen
Lembaga legsilatif adalah lembaga yang membuat undang-undang.
Anggotanya dipiliih oleh masyarakat banyak untuk duduk mewakili mereka dalam
lembaga tersebut. Dengan demikian, rakyatlah yang sesungguhnya memiliki
kedaulatan. Perwakilan adalah sebuah konsep dimana seseorang atau suatu kelompok
memiliki kemauan atau kewajiban untuk berbicara dan bertindak atas nama suatu
kelompok yang lebih besar. Dalam sistem demokrasi dewasa ini, partai politiklah
yang menjadi kelompok untuk mewakili kepentingan masyarakat yang lebih luas. Hal
inilah yang dinamakan perwakilan yang bersifat politik (political representation)29.
Secara umum, kehadiran badan legislatif sebagai lembaga perwakilan politik
memiliki dua fungsi penting 30, yakni pertama menentukan policy atau kebijaksanaan
dan membuat undang-undang. Untuk menopang fungsi ini, lembaga perwakilan
dibekali dengan hak inisiatif, hak amandemen dan hak budget. Fungsi yang kedua
28 Ibid.29 Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta : PT Gramedia, 2000), hal.175.30 Ibid., hal.183-184.
18
yaitu fungsi melakukan kontrol terhadap eksekutif. Menjaga tindakan eksekutif agar
sesuai dengan kebijaksanaan yang telah ditetapkan. Untuk mengoptimalisasi fungsi
ini, lembaga legislatif diberikan hak kontrol khusus seperti hak interpelasi dan angket,
pertanyaan parlemen atau mosi.
Interpelasi yakni hak untuk meminta keterangan kepada eksekutif mengenai
suatu kebijakan. Terhadap hak ini, badan eksekutif harus bisa memberikan penjelasan
kepada lembaga legislatif. Keputusan akan hal ini dilakukan oleh lembaga legislatif
melalui sidang pleno yang didalamnya dilakukan pembahasan oleh para anggota dan
diakhiri dengan pemungutan suara. Jika hasilnya tidak memuaskan, maka hal ini
merupakan pertanda bagi eksekutif bahwa kebijakannya diragukan.
Angket adalah hak lembaga legislatif untuk mengadakan penyelidikan sendiri,
dimana hasil penyelidikannya dibahas bersama anggota yang lain untuk dirumuskan
terkait dengan pendapatnya. Hasil dari hal ini kemudian ditujukan kepada eksekutif
agar diperhatikan. Sedangkan mosi adalah sebuah hak kontrol yang memiliki
tingkatan penekanan yang sangat tinggi terhadap eksekutif. Dalam sistem
parlementer, jikalau kabinet menerima suatu mosi tidak percaya, maka kabinet harus
mengundurkan diri.
1.3.4. Teori Komunikasi Politik
Menurut Zulkarimein Nasution, ada beberapa definisi komunikasi politik,
yaitu31: menurut Fagen (1966) yang menyatakan bahwa ada yang mendefinisikan
komunikasi politik sebagai segala komunikasi yang terjadi dalam suatu sistem politik
dan antara sistem tersebut dengan lingkungannya; Mueller (1973) merumuskan
komunikasi politik sebagai “hasil yang bersifat politik” (political outcomes) dari kelas
sosial, pola bahasa, dan pola sosialisasi; dan menurut Galnoor (1980) komunikasi
31 Zulkarimein Nasution, Komunikasi Politik Suatu Pengantar (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990)
19
politik merupakan infrastruktur politik, yakni suatu kombinasi dari berbagai interaksi
sosial dimana informasi yang berkaitan dengan usaha bersama dan hubungan
kekuasaan masuk ke dalam peredaran32.
Selain itu, salah satu definisi dari komunikasi politik yang cukup tegas dan
gampang diungkapkan oleh Michael Schudson (1997), menurutnya komunikasi
politik itu:
“Any transmission of messages that has, or is intended to have, an effect on the distribution or use of power in society or on attitude toward the use of power”
Menurut Schudson, gejala komunikasi politik bisa dilihat dari dua arah.
Pertama, bagaimana institusi-institusi negara yang bersifat formal atau suprastruktur
politik menyampaikan pesan-pesan politik kepada publik. Kedua, bagaimana
infrastruktur politik merespon dan mengartikulasikan pesan-pesan politik terhadap
suprastruktur33.
Sebuah pendekatan yang digagas oleh Harold Lasswell mengemukakan bahwa
cara yang mudah untuk melukiskan suatu tindakan komunikasi adalah dengan
menjawab pertanyaan-pertanyyan berikut:
Siapa? Mengatakan apa? Dengan saluran apa? Kepada siapa? Dengan akibat apa?34
Hal ini kemudian dikenal juga dengan sebutan Model Lasswell. Berdasarkan
pandangan Lasswell, proses komunikasi dapat dijelaskan dengan pernyataan
sederhana, “Who says what to whom in what channel with what effect”. Model
komunikasinya adalah sebagai berikut35:
32 Ibid. hal. 2433 Dedy Jamaluddin Malik, Media Massa dan Krisis Komunikasi Politik Menguatnya Infra dan
Melemahnya Suprastruktur Politik dalam Novel Ali, Peradaban Komunikasi Politik Potret Manusia Indonesia (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999), hal. v.
34 Dan Nimmo, Komunikasi Politik Suatu Pengantar (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990), hal. 13. Lihat juga dalam Fiske, Introduction to Communication Studies (London: Routledge,1990), hal. 30.
35 Brent D. Ruben, Communication and Human Behavior (New Jersey: Prentice Hall, 1992), hal. 25.
20
1.3.5. Teori Pilihan Rasional
Untuk bisa menganalisis motivasi yang melatarbelakangi dari para aktor politik,
dalam skripsi ini saya menggunakan teori pilihan rasional. Teori pilihan rasional
merupakan sebuah paradigma dalam kajian ilmu ekonomi politik. Pendekatan ini
dimulai oleh kaum klasik yang sudah mengembangkan asumsi manusia rasional yang
selalu memilih yang terbaik dari alternatif yang ada. Kemudian kaum Neoklasik
membawa sisi rasionalitas yang ada pada individu kepada institusi-institusi politik.
Menurut pandangan kaum neoklasik, institusi politik dan penyelenggara negara dalam
melakukan aktivitasnya didorong oleh motivasi untuk memenuhi kepentingan masing-
masing pihaknya.
Bagi teori pilihan rasional, kebijakan publik adalah hasil interaksi politik diantara
para pelaku rasional yang ingin memaksimalkan keuntungan bagi diri sendiri. Suatu
kebijakan yang khusus melindungi industri tertentu, misalnya dianggap sebagai
keseimbangan rasional, rational equlibrium, yang memuaskan kepentingan para
pejabat pemerintah, untuk terus berkuasa maupun kaum pengusaha yang sedang
mengejar peningkatan profit. Politik, dengan demikian, dianggap sebagai sebuah
panggung, dimana semua pihak bersaing untuk mengeruk berbagai sumber yang ada
di arena publik.36
36 Rizal Malarangeng, Mendobrak Sentralisme Ekonomi : Indonesia 1986-1992 (Jakarta : Kepustakaan Populer Gramedia, 2002), hal.9-10.
21
Who(speaker)
What(message)
Channel(or medium)
Whom(audience or
listener)
Effect
Teori pilihan rasional dalam kajian ekonomi politik, memiliki kaitan dengan
konsep-konsep seperti keinginan atau preferensi (preference), kepercayaan (belief ),
peluang (opportunities), dan tindakan (action). William H.Riker mengemukakan
bahwa teori pilihan rasional memiliki empat elemen, pertama para aktor politik
memiliki kemampuan untuk merangking tujuan-tujuan, nilai, selera dan strategi-
strategi mereka. Kedua, para aktor politik dapat memilih alternatif terbaik yang bisa
memaksimalkan kepuasan mereka. Elemen ketiga adalah kesempatan, elemen ketiga
ini terkait dengan sumber daya dan kendala. Elemen keempat adalah tindakan, yaitu
hasil pilihan dari sesuatu yang telah diamatinya.
Elster mengungkapkan :
“ The essence of rational choice explanation embodies a conception of how preferences, beliefs, resources, and actions stand in relation to one another”.37
Lebih lanjut Elster menerangkan bahwa sebuah tindakan dikatakan sebagai
tindakan rasional jika mampu memperlihatkan keterkaitan antara preferensi,
kepercayaan, dan sumber daya. Untuk memperkuat pandangan ini, Jurgen Habermas
mengemukakan bahwa tindakan rasional adalah tindakan yang disengaja untuk
mecapai hasil maksimal dengan menciptakan kondisi yang kondusif dan institusi yang
mendukung sehingga dapat dilakukan sebuah tindakan dengan tingkat kesalahan
minimal38. Dalam konteks ilmu politik, rasionalitas politik mengacu pada pilihan-
pilihan tindakan dan keputusan yang diambil dengan tujuan politik.
Berdasarkan Teori pilihan rasional yang disebutkan di atas, maka motivasi para
aktor politik dalam membuat keputusan dapat pula dijelaskan dengan melihat nilai-
nilai yang kemungkinan menjadi pedoman para aktor politik dalam membuat
37 Deliarnov, Ekonomi Politik Baru ( Jakarta : Erlangga, 2002), hal.135.38 Ibid.
22
keputusan. Menurut konsepsi Anderson, ada empat nilai yang menjadi
pertimbangan :39
a. Nilai-nilai Politik. Pembuat keputusan mungkin melakukan penilaian atas
altematif kebijaksanaan yang dipilihnya dari sudut pentingnya alternatif-
alternatif itu bagi partai politiknya atau bagi kelompok-kelompok klien dari
badan atau organisasi yang dipimpinnya. Keputusan-keputusan yang lahir dari
tangan para pembuat keputusan seperti ini bukan mustahil dibuat demi
keuntungan politik dan kebijaksanaan, dengan demikian akan dilihat sebagai
instrumen untuk memperluas pengaruh-pengaruh politik atau untuk mencapai
tujuan dan kepentingan dari partai politik atau tujuan dari kelompok
kepentingan yang bersangkutan.
b. Nilai-nilai Organisasi. Para pembuat keputusan, khususnya birokrat (sipil atau
militer), mungkin dalam mengambil keputusan dipengaruhi oleh nilai-nilai
organisasi di mana ia terlibat di dalam organisasi agar organisasinya tetap
lestari, untuk tetap maju atau untuk memperlancar program-program dan
kegiatan-kegiatannya atau untuk mempertahankan kekuasaan dan hak-hak
istimewa yang selama ini dinikmati.
c. Nilai-nilai Pribadi. Hasrat untuk melindungi atau memenuhi kesejahteraan
atau kebutuhan fisik atau kebutuhan finansial reputasi diri, atau posisi historis
kemungkinan juga digunakan oleh para pembuat teputusan sebagai kriteria
dalam pengambilan keputusan.
d. Nilai-nilai Kebijaksanaan. Tidak semua keputusan ditujukan untuk
keuntungan politik, organisasi atau pribadi. Sebab, para pembuat keputusan
mungkin pula bertindak berdasarkan atas penepsi mereka terhadap
39 Dikutip dari http://astaqauliyah.blogspot.com/2005/04/teori-teori-pengambilan-keputusan.html, diakses pada tanggal 11 November 2007 pukul 14.00 WIB.
23
kepentingan umum atau keyakinan tertentu mengenai kebijaksanaan negara
apa yang sekiranya secara moral tepat dan benar.
e. Nilai-nilai Ideologis. Ideologi pada hakikatnya merupakan serangkaian nilai-
nilai dan keyakinan yang secara logis saling berkaitan yang mencerminkan
gambaran sederhana mengenai dunia serta berfungsi sebagai pedoman
benindak bagi masyarakat yang meyakininya.
1.3.6. Teori Pilihan Publik
Kerangka teori selanjutnya yang digunakan dalam skripsi ini adalah teori
pilihan publik. Teori pilihan publik ini digunakan sebagai upaya pendekatan terhadap
kebijakan anggaran selaku kebijakan publik yang terkait langsung dengan
kepentingan masyarakat. Teori pilihan publik ini dapat digunakan juga untuk
menelaah perilaku para aktor politik ataupun sebagai petunjuk bagi pengambilan
keputusan dalam penentuan pilihan kebijakan publik yang paling efektif.
Hadirnya teori pilihan publik ini tidak telepas pengaruhnya dari pendekatan
ekonomi murni. Perspektif ini muncul dari sebuah proses pengembangan dan
pengaplikasian perangkat serta metode ilmu ekonomi terhadap proses pengambilam
keputusan bersama. Hal ini diperkuat oleh pandangan Caporaso dan Levine yang
mengartikan pilihan publik sebagai aplikasi metode-metode ekonomi terhadap
politik.40
Pandangan yang menjadi premis dasar dalam teori pilihan publik adalah
bahwa adanya kesamaan bertindak antara para pembuat keputusan politik dengan
para pembuat keputusan privat. Dalam konteks ini, politik tidak dipandang hanya
sebagai arena memperebutkan kekuasaan, namun politik dapat juga dipandang
sebagai arena yang di dalamnya terjadi pertukaran kepentingan yang memiliki aturan
40Ibid. hal.139.
24
berupa konstitusi. Para pemain yang berada dalam arena ini adalah wakil rakyat yang
duduk sebagai legislatif dan politikus yang bertindak untuk memperjuangkan
kebijakan publik sampai pada kelompok pemilih yang memilih mereka.
Motivasi yang melatarbelakanginya adalah memaksimalkan kesempatan atau
vote maximizers . Produk politik berupa kebijakan publik adalah hasil dari proses
pertukaran, sama halnya dengan proses terbentuknya harga dalam pasar persaigan
sempurna. Hanya saja dalam konteks politik, pertukaran memiliki pengertian sebagai
sebuah proses persetujuan kontrak yang lebih luas makna dan cakupannya.
Pendekatan pilihan publik pada akhirnya mampu untuk membuka sekat-sekat
antara ekonomi dan politik serta antara pasar dan pemerintah. Berikut adalah
perbandingan variabel antara perbandingan ekonomi klasik dan pilihan publik.41
Tabel 1.1
Perbandingan Variabel antara Ekonomi Klasik dan Pilihan Publik
Variabel Ekonomi Klasik Pilihan Publik
Pemasok Produsen, pengusaha,
distributor
Politisi, parpol, birokrasi,
pemerintah
Demander Konsumen Pemilih
Komoditas Barang swasta Barang publik
Alat transaksi Uang Suara
Jenis transaksi Voluntary transaction Politics as exchange
Dikaitkan dengan konteks permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini,
APBDP sebagai kebijakan anggaran adalah bagian dari kebijkan publik yang lahir
dari mekanisme politik. Tony Byrne mengemukakan bahwa anggaran dapat diartikan
41 Bustanul Arifin dan D.J.Rachbini, Ekonomi Politik dan Kebijakan Publik ( Jakarta : PT.Grasindo, 2001), hal.20.
25
sebagai sebuah rencana keuangan yang menggambarkan pilihan kebijakan suatu
lembaga dalam suatu periode tertentu di masa yang akan datang. Anggaran juga dapat
dipahami sebagai sebuah pernyataan sikap yang berisi perincian penerimaan dan
belanja operasional maupun belanja modal yang disertakan juga dengan perencanaan
untuk tahun yang akan datang.
Dengan mengacu pada pengertian anggaran secara umum, di dalamnya
tercakup pengertian anggaran negara, anggaran perusahaan, maupun anggaran
institusi lainnya. Dalam skripsi ini, definisi anggaran yang dimaksud difokuskan pada
anggaran negara. Terkait dengan hal ini, definisi anggaran dipertajam oleh John F.
Due sebagai suatu pernyataan yang berisi mengenai perkiraan pengeluaran dan
penerimaan yang diharapkan akan terjadi dalam suatu periode di waktu yang akan
datang. Serta berisi mengenai data dari pengeluaran dan penerimaan yang benar-benar
terjadi di masa yang sebelumnya.
1.4 Model Analisa
1.5 Operasionalisasi Konsep
Terhambatnya Pembahasan
APBDP 2006 dan RAPBD 2007
Walikota Depok tertunda dalam merealisasikan pembangunan:
SIPESAT, Santunan Nikah,
Santunan Kematian
ImplikasiInterpelasi DPRD :
Landasan Formal :Pengangkatan staf khususPengadaan BalihoSIPESATPemberian HGBPengerukan situ CilangkapLelang di Dinas PUMotif Politik :Penggantian SekdaPenertiban TenderPKS- isasi birokrasi
26
Faktor Penyebab
Interpelasi sebagai salah satu hak dari DPRD adalah hak untuk meminta
keterangan kepada Kepala Daerah tentang kebijakan yang penting dan
strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah, dan
negara. Dalam konteks hak interpelasi yang diajukan oleh DPRD Depok
kepada walikota, terkait dengan enam kebijakan yang dikeluarkan oleh
walikota Depok yang dinilai DPRD sangat sepihak. Enam kebijakan tersebut
adalah, pembentukan staf khusus di lingkungan Pemda Depok, pengadaan
baliho di Jalan Margonda, program SIPESAT, pemberian Hak Guna
Bangunan kepada PT.Megapolitan, pengerukan Situ Cilangkap, dan
pelaksanaan lelang di Dinas PU. Interpelasi ini juga dilatarbelakangi oleh
kepentingan para anggota dewan yang terganggu, lantaran walikota akan
melakukan pergantian sekda dan penertiban tender proyek pembangunan.
Digunakannya hak interpelasi oleh DPRD Depok tentunya memberikan
implikasi, setidaknya bagi dua hal. Pertama terhadap pembahasan APBDP
2006 dan RAPBD 2007, dan kedua bagi kinerja Walikota Depok.
APBDP dan RAPBD sebagai instrumen keuangan daerah, memiliki posisi
yang sangat strategis sebagai acuan dalam melaksanakan pembangunan bagi
walikota. APBD merujuk pada Kepmendagri No.29/th.2002 didefinisikan
sebagai suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan
Peraturan Daerah tentang APBD. APBD dapat diartikan juga sebagai sarana
untuk dapat mengetahui kemampuan pemerintah daerah dalam melaksanakan
kebijakan yang dipilihnya di masa lalu, serta maju mundurnya kebijakan yang
hendak dilaksanakan oleh pemerintah daerah di masa yang akan datang.
Dengan digunakannya hak interpelasi oleh DPRD Depok terhadap enam
27
kebijakan Walikota, otomatis agenda DPRD yang seharusnya pada rentan
waktu September hingga Desember membahas kebijakan anggaran, menjadi
bersamaan dengan agenda pengajuan hak interpelasi. Secara teknis, kondisi
seperti ini menyebabkan penambahan agenda DPRD.
Kinerja seorang walikota secara langsung dipengaruhi oleh Peraturan Daerah
yang disahkan bersama oleh DPRD. APBDP dan RAPBD adalah peraturan
daerah yang dijadikan sebagai acuan bagi kepala daerah dalam melaksanakan
pembangunan. Terhambatnya pembahasan APBDP dan juga RAPBD otomatis
mempengaruhi juga pelaksanaan pembangunan di Depok, dan hal ini tentunya
juga memberikan dampak politis bagi kinerja walikota.
1.6 Metode Penelitian
Pendekatan dan Paradigma Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif . Alasan yang mendasarinya
adalah : Data yang dikumpulkan dan di analisa merupakan gejala sosial yang dinamis,
dimana aktor-aktornya berperan penting dalam memberikan informasi dan pemaknaan
tentang dunia sosial yang melingkupi mereka. Sehingga pendekatan kualitatif
memungkinkan peneliti untuk dapat berinteraksi secara leluasa dalam pengumpulan
data karena informasi yang di dapat merupakan bentuk nyata dari interaksi tersebut.
Peneliti dalam penelitian ini akan berusaha secara maksimal untuk meninggalkan nilai
dan bias karena kedekatan emosi dengan objek penelitian, peneliti juga tidak ikut aktif
dalam proses mempengaruhi kebijakan yang dilakukan oleh penelitian.42
42 Pengungkapan yang bersifat kualitatif mengandaikan beberapa hal dalam data : (1) bentuk data adalah teks, kata-kata tertulis, ucapan atau symbol-simbol yang menggambarkan orang, tindakan dan bahkan kehidupan sosial. (2) penelitian tidak berusaha mengubah data kualitatif menjadi angka-angka
28
Penelitian ini dilakukan dalam bentuk penelitian lapangan (field research),
dimana peneliti melakukan studi melalui interaksi langsung dengan objek penelitian.
Sedangkan tipe penelitian yang akan digunakan adalah eksplanatif, yaitu berisi
pejelasan-penjelasan dan analisis-analisis terhadap berbagai temuan di lapangan yang
disesuaikan dengan tema yang diangkat dalam skripsi ini, yakni Pengaruh Interpelasi
DPRD Terhadap Proses Pembahasan Anggaran dan Kinerja Walikota di Depok
Tahun 2006. Penelitian kualitatif lebih fokus pada proses daripada hasil, maka
penelitian kualitatif bertumpu pada penguumpulan data primer yang utamanya
diperoleh melalui wawancara dengan narasumber ataupun informan kunci selain pada
studi literatur yang relevan. Adapun teknik pengumpulan data dapat diperoleh sebagai
berikut : 43
Teknik Pengumpulan Data
Teknik untuk mengumpulkan data dan informasi dilakukan dengan dua cara
yakni :
1. Studi Lapangan : Wawancara Mendalam (Indepth Interview)
Penentuan informan dilakukan dengan menggunakan teknik snowball sampling ,
dimana peneliti pertama-tama menghubungi humas kantor walikota Depok,
selanjutnya informan pertamalah yang menunjukkan informan-informan. Berikutnya
wawancara dilakukan secara terstruktur (structured interviewed) dengan
menggunakan pedoman wawancara sebagai acuan penggalian informasi dan data.
2. Studi Dokumen Dan Literatur Yang Relevan
yang terpercaya dan objektif, melainkan berusaha membuat data-data terbut dapat diakses oleh (sub0 kultur lain, menunjukkan relativitas perbagai pertimbanga para actor dalam dunia sosial mereka, dan menunjukkan hubungan antara deskripsi-deskripsi sosiologis dengan konsep-konsep para actor itu dalam tindakan mereka. (3) dalam melihat data, peneliti tidak berusaha mengembangkan pengukuran yang tepat dan objektif melainkan memusatkan perhatian pada makna, definisi metafora, symbol dan deskripsi dari aspek-aspek yang diteliti. Lihat, W. Lawrence Neuman, Sosial Research Methods : Qualitatif and Quantitative Approach. 5th Edition. (Boston : Allyn and Bacon, 1997), hal. 328, 418.43 John W. Cresswel, dalam Research Design Qualitative Approaches (California : Sage Publications, 1994), hal. 145.
29
Dilakukan guna mempelajari literatur-literatur yang berhubungan dengan tema
skripsi dan untuk melengkapi informasi yang didapat dari wawancara. Pengumpulan
informasi sekunder melalui literatur baik koran, internet, buku, majalah, ataupun
jurnal yang memuat objek penelitian dan tema serta isu terkait.
Teknis Analisis Data
Karena data dalam penelitian ini bukanlah merupakan angka-angka melainkan
kata-kata yang terdapat dalam dokumen maupun wawancara maka infomasi yang
didapat tidaklah sama persis, sehingga dapat mengacu pada satu makna, dengan
demikian penulis melakukan langkah-langkah berikut :
1. Studi literatur dengan berbagai bahan bacaan yang terkait dengan tema
dan isu yang diangkat.
2. Melakukan wawancara mendalam secara tidak terstruktur untuk
mendapatkan informasi yang lengkap dan memadai dari berbagai
narasumber yang memiliki kepentingan terhadap proses kebijakan
tersebut (stakeholder kunci). Di samping itu, pembuktian terhadap
informasi dan data yang didapat digunakan dengan cara crosscheck
informasi dengan pihak yang lain.
3. Kategorisasi data berdasarkan topik, dilanjutkan dengan intepretasi dan
diskripsi data. Data-data dan informasi yang terkumpulkan nantinya
akan dianalisa berdasarkan kondisi yang ada dan berbagai faktor yang
menyebabkan hal tersebut. Karena penelitian ini ingin mengungkap
faktor-faktor mempengaruhi kebijakan maka analisa terhadap proses
menjadi penting karena menyangkut kondisi dan situasi yang
melatarbelakangi proses tersebut.
30
4. Penulisan laporan. Didasarkan pada sistematika penulisan laporan yang
ada.
1.7 Tujuan dan Signifikansi Penelitian
Tujuan
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini :
a. Untuk mengetahui dinamika interaksi lembaga eksekutif dan legislatif daerah
terutama pasca otonomi daerah.
b. Untuk melihat pandangan dari para pengambil kebijakan daerah terhadap
proses pembahasan kebijakan anggaran.
Signifikansi
Adapun signifikansi penelitian yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :
1) Seiring dengan semakin menguatnya politik desentralisasi, maka topik
yang terkait dengan pemerintahan daerah adalah sesuatu yang menarik
untuk dikaji, terlebih lagi dalam sekup kajian yang membahas mengenai
politik anggaran di daerah. Hal inilah yang mendorong penulis untuk
mengangkat topik politik anggaran dalam skripsi ini.
2) Selain hal di atas, penulisan skripsi ini pun merupakan sebuah respon dari
kondisi yang terjadi di masyarakat terkait dengan hak-hak mereka yang
terabaikan ketika permasalahan yang diangkat dalam topik ini terjadi.
1.8 Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
31
Terdiri dari latar belakang masalah, masalah, kerangka teori, model analisa,
operasionalisasi konsep, hipotesa, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II : PEMERINTAHAN KOTA DEPOK MENGACU PADA UU
NOMOR 32 TAHUN 2004
Berisi penjelasan mengenai tugas dan wewenang lembaga-lembaga pemerintahan
daerah beserta organ kelengkapannya, mengacu kepada UU Nomor 32 tahun 2004.
BAB III : MEKANISME PENYUSUNAN DAN PEMBAHASAN
RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH
(RAPBD)
Berisi tentang proses penyusunan dan pembahasan kebijakan anggaran di daerah.
BAB IV : PENGARUH INTERPELASI TERHADAP PEMBAHASAN
ANGGARAN DAN DAMPAKNYA KEPADA REALISASI PEMBANGUNAN
Memuat analisis tentang interpelasi yang diajukan oleh DPRD Depok terhadap
Walikota. Dilihat dari peta kekuatan politik di DPRD Depok, siapa fraksi yang
mendukung dan tidak mendukung interpelasi, bagaimana jalannya interpelasi, hingga
dampak yang ditimbulkan dari diajukannya interpelasi oleh DPRD.
BAB V : KESIMPULAN
Berisi kesimpulan teoritik terhadap hasil penelitian, dan juga rekomendasi peneliti
kepada organisasi khususnya dan juga kepada peneliti.
32
BAB II
LANDASAN TEORITIK, KERANGKA BERPIKIR DAN PERUMUSAN
HIPOTESIS PENELITIAN
II. A. Deskripsi Teoritik
II.A.1. Hakekat Kompetensi Guru
II.A.1.a. Pengertian Kompetensi Guru
Pada suatu sekolah peranan suatu kompetensi guru dalam mengajar mata
pelajaran yang diajarkannya kepada siswa sangat penting dalam menentukan
prestasi belajar siswa. Artinya bahwa guru yang berkompetensi baik dalam
mengajar maka prestasi belajar siswa pun diharapkan akan baik pula. Dan
sebaliknya kalau kurang baik kompetensinya dalam mengajar, maka prestasi
belajar siswa yang diajarkan akan kurang baik pula. Oleh karena itulah, baik
33
para guru maupun pihak sekolah yang dalam hal ini kepala sekolah, hendaknya
harus berupaya dalam menjaga atau meningkatkan kompetensi guru agar tujuan
pendidikan, sebagaimana diamanatkan dalam ketetapan MPR Nomor : II / MPR/
1993 tanggal 3 Maret 1993 tentang Garis-Garis Bear Haluan Negara dapat
terwujud :
Pendidikan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian mandiri, maju dan tangguh, cerdas, kreatif, terampil berdisiplin, beretos kerja, profesional, bertanggungjawab dan produktif serta sehat jasmani dan rohani. Pendidikan nasional juga harus menumbuhkan jiwa patriotik dan mempertebal rasa cinta tanah air, meningkatkan semangat kebangsaan dan kesetiakawanan sosial serta kesadaran pada sejarah bangsa dan sikap menghargai jasa pahlawan serta berorientasi masa depan.44
Salah satu faktor penting yang dapat mewujudkan tujuan pendidikan,
diamanatkan oleh ketetapan MPR diatas adalah guru yang berkompeten dalam
mengajar, dan tentunya disamping faktor-faktor lain seperti sarana, maupun
prasarana pendidikan.
Dan untuk memahami apa yang dimaksud dengan kompetensi dalam mengajar
itu, berikut akan diungkapkan beberapa pendapat. Menurut Subandiah,
kompetensi mengajar adalah ”kemampuan guru dalam menciptakan suasana
pengajaran yang kondusif sehingga memungkinkan dan mendorong peserta
didik untuk mengembangkan kreatifitasnya guna mencapai tujuan yang
ditentukan” . 45
Tugas dan tanggung jawab guru berkaitan sekali dengan kemampuan yang
diysratkan untuk memangku jabatan sebgaai guru sehingga ia dapat menjalankan
tugsanya dengan baik. Kemampuan dasar yang dimaksud adalah kompetensi
guru.
44 Ketetapan MPR RI 1993, Jakarta, Gunung Ilmu Press, hal. 95.45 Subandiah. 1993. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. Jakarta : PT Raja Grafindo, Hal. 6.
34
Menurut Uzer Usman pengertian kompetensi guru adalah ”kemampuan
seorang guru dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan secara bertanggung jawab
dan layak”. Untuk mengetahui apakah seorang guru telah memiliki kualitas
dalam mengajar dalam arti dapat melaksanakan tugas keguruannya ada beberapa
faktor tentag kemampuan tersebut. Burhanudin Harahap dalam bukunya
Supervisi Pendidikan menjelaskan tentang beberapa faktor dalam pengajaran
yang baik antara lain: Menguasai materi, menguasai bahan pendalaman,
merumuskan tujuan, mengenail dan menggunakan metode, melaksanakan proses
belajar mengajar, menggunakan media laboratorium dan perpustakaan,
memotivasi siswa dan menguasai komunikasi teknik dan bertanya.
Dari faktor-faktor di atas dapat dilihat dengan jelas bahwa kemampuan,
pemikiran dan pengetahuan serta keterampilan seseorang guru dalam proses
mengajarnya sehingga akan terlihat pula kompetensi mengajarnya. Mengajar
merupakan tugas yang berat bagi seorang guru karena langsung berhadapan
dengan sekelompok siswa, yang memerlukan bimbingan dan pembinaan menuju
kedewasaan. Mengingat tugas berat dan sangat penting ini, maka guru yang
mengajar di depan kelas harus mempunyai prinsip-prinsip mengajar dan harus
dilaksanakan seefektif mungkin, sehingga kompetensi pengajarannya menjadi
lebih baik. Prinsip mengajar itu antara lain :
1. Perhatian
2. Aktivitas
3. Appersepsi
4. Materi
5. Repetisi
6. Motivasi
35
7. Konsentrasi
8. Sosialisasi
9. Menentukan tujuan pelajaran
10. Evaluasi46
Untuk lebih jelasnya dapat dijelaskan satu persatu sebagai berikut :
Perhatian mengandung pengertian bahwa di dalam mengajar guru
harus dapat membangkitkan perhatian siswa kepada pelajaran yang diberikan
oleh guru. Sedangkan aktivitas mengandung pengertian bahwa dalam proses
belajar mengajar perlu menimbulkan aktivitas siswa dalam maupun berbuat.
Appersepsi mengandung pengertian bahwa setiap guru yang mengajar perlu
menghubungkan pelajaran yang diberikan dengan pengetahuan yang telah
dimiliki siswa maupun pengalamannya.
Materi mengandung pengertian bahwa guru dalam mengajar harus
mengetahui dengan baik materi yang dibahas. Karena jika tidak menguasai
materi yang akan diajarkan, maka guru tersebut akan kesulitan menguasai
kelas. Repetisi mengandung pengertian bahwa bila guru mengajar harus
menjelaskan sesuatu unit pelajaran dengan diulang-ulang agar siswa menjadi
jelas dalam menagkap materi pelajaran.
Motivasi mengandung pengertian bahwa guru dalam mengajar harus
memperhatikan apa yang dapat mendorong sisswa untuk lebih bersemangat
ketika pelajaran sedang berlangsung. Sedangkan konsentrasi mengandung
pengertian bahwa hubungan, cara menilai atau memberi nilai berupa huruf
atau angka.47
46 W. James Pohan. 1986. Evaluasi Pengajaran. Jakarta : Kanisius, Hal. 15.47 Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1995. Jakarta, Balai Pustaka.
36
Jadi yang dimaksud penelitian di sini adalah penilaian yang dilakukan
siswa terhadap kualitas pengajaran guru. Mata pelajaran dapat dipusatkan pada
salah satu pusat minat, sehingga siswa dapat memperoleh pengetahuan secara
luas dan mendalam.
Sosialisasi mengandung pengertian bahwa dalam perkembangan siswa
perlu bergaul dengan teman lainnya. Siswa disamping sebagai individu, juga
mempunyai segi sosial yang perlu dikembangkan. Menentukan tujuan
pelajaran mengandung pengertian bahwa dalam menentukan materi pelajaran
guru harus mengetahui tujuan dari pelajaran tersebut sehingga ketika
menerangkan tidak menyimpang dari yang telah ditentukan. Evaluasi
mengandung pengertian bahwa semua kegiatan belajar mengajar perlu
dievaluasi. Evaluasi dapat memberi motivasi bagi guru maupun siswa karena
mereka akan lebih giat belajar dan meningkatkan proses berpikirnya.
II.A.1.b. Aspek – Aspek Kompetensi Guru
Piet Sahertian menjelaskan bahwa kompetensi guru mengandung berbagai
pengertian yaitu :
1. Kemampuan guru untuk mewujudkan tujuan –tujuan pendidikan.
2. Ciri hakiki dari kepribadian guru yang menuntunnya kearah
pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditentukan.
3. Perilaku yang dipersyaratkan untuk mencapai tujuan
pendidikan.48
Dari pengertian tersebut maka ada tiga aspek dari kompetensi guru yaitu
aspek personal, aspek sosial dan aspek profesional. Dalam banyak
analisis tentang kompetensi guru yaitu aspek personal, aspek sosial dan
aspek profesional. Dalam banyak analisis tentang kompetensi guru aspek
48 Piet A. Sahertian. 1994. Profil Pendidik Profesional. Yogyakarta : Andi Offset, hal. 56.
37
personal dan aspek sosial umumnya disatukan. Hal ini dikarenakan
solidaritas manusia termasuk guru dapat dipandang sebagai
pengejawantahan dari pribadinya.
II.A.1.c.Kompetensi personal dan sosial
Yang dimaksud dengan kompetensi personal adalah kemampuan dan ciri-ciri
yang ada dalam diri guru yang dapat mengembangkan kondisi belajar sehingga hasil
belajar dapat dicapai dengan efektif.49
Departemen pendidikan dan kebudayaan dalam buku panduan Pembinaan
Kompetensi Mengajar, dijelaskan ada tiga hal yang memberi ciri kompetensi personal
yaitu : kepribadian, penampilan, dan kepemimpinan.50
Ada beberapa ciri kepribadian yang mestinya dimiliki seorang guru yaitu :
a. Kemampuan interaksi sosial yang hangat
b. Memiliki rasa tanggung jawab
c. Memiliki kejujuran
d. Objektif, tegas dan adil
e. Demokrasi
Kepribadian yang menyangkut masalah psikis nampak dalam bentuk tingkah
laku yang dapat diamati secara lahiriah dalam pergaulan bersama. Tingkah laku guru
pada umumna merupakan penampilan lain dari kepribadiannya. Kemampuan pribadi
seorang guru nampak dari sifat bekerja sama dengan demokratis, penyayang,
menghargai kepribadian peserta didik, sabar, menyenangkan, dan berakhlak baik, adil,
toleran, mantap dan stabil, peka terhadap persoalan peserta didik, mampu menghargai
anak didik serta mampu memimpin secara baik.
49 Zakiah Drajat. 1982. Kepribadian Guru. Jakarta : CV. Bulan Bintang, hal. 18.50 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1987. Pembinaan Kompetensi Mengajar. Jakarta : IKIP Jakarta, hal. 11.
38
Uzer Usman secara lebih rinci lagi menjelaskan tentag kemampuan personil
guru yang mencakup :
1. Mengembangkan kepribadian
1.1 Ber-Tuhan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
1.2 Berperan dalam masyarakat sebagai warga Negara yang
berjiwa Pancasila
1.3 Mengembangkan sifat-sifat terpuji yang dipersyaratkan
bagi jabatan guru.
2. Berinteraksi dan berkomunikasi
2.1 Berinteraksi dengan sejawat untuk meningkatkan
kemampuan profesional.
2.2 Berinteraksi dengan masyarakat untuk pencapaian misi
pendidikan.
3. Melaksanakan bimbingan dan penyuluhan
3.1 Membimbing siswa yang mengalami kesulitan belajar.
3.2 Membimbing siswa yang mengalami permasalahan.
4. Melaksanakan administrasi sekolah
4.1 Mengenal Pengadministrasian kegiatan Sekola.
4.2 Melaksanakan kediatan administrasi sekolaj
5. Melaksanakan penelitian sederhana untuk keperluan
pengajaran
5.1 Mengkaji konsep dasar penelitian
5.2 Melaksanakan penelitian sederhana51
A. Samana mendiskripsikan kemampuan personal dan sosial guru dalam
proses belajar mengajar sebagai berikut :
51 Uzer Usman, Op. Cit., Hal. 11.
39
Menghayati serta mengamalkan nilai hidup termasuk nilai keimanan dan moral, bertindak jujur dan bertanggung jawab, berperan sebagai [emimpin, bersikap bersahabat dan terampil berkomunikasi, menghargai pribadi orang lain, kretaif, disiplin, bermental sehat dan stabil serta berperan serta dalam berbagai kegiatan sosial baik dalam lingkup kesejawatan maupun masyarakat. 52
Kompetensi personal dan sosial seorang guru merupakan modal dasar bagi
guru yang bersangkutan dalam melaksanakan tugas keguruan secara profesional.
Kegiatan pendidikan pada dasarnya merupakan kekhususan komunikasi antar guru
dan siswa.
II.A.1.d. Kompetensi Profesional.
Kemampuan mengajar meruakan kemampuan esensial yang harus dimiliki
oleh seorang guru. Kemampuan mengajar sebenarnya merupakan pencerminan
penguasaan guru atas kompetensi profesional sebagai pengajar dan pendidik.
Proyek pengembangan pendidikan guru (P3G) Depdikbud telah merumuskan
kompetensi profesional yang harus dimiliki oleh seorang guru. Rumusan tersebut oleh
Ali Imran disimpulkan menjadi tiga kategori yaitu : ”Kemampuan mengusai bahan
bidang studi, kemampuan merencanakan proses belajar mengajar dan kemampuan
melaksanakan program tersebut”.53
Kemampuan mengusai bahan bidang studi adalah kemampuan mengetahui,
memahami, mengimplikasikan, mengsintesiskan, dan menguasai sejumlah
pengetahuan keahlian yang akan diajarkan. Penguasaan ini menjadi landasan pokok
seorang guru dalam melaksanakan tugas pengajaran.
Sebelum melaksanakan pengajaran, maka terlebih dahulu harus dapat
membuat perencanaan pengajaran. Kemampuan merencanakan program belajar
52 A. Saman. 1994. Profesionalisme Keguruan. Yogyakarta : Kanisius, hal. 27. 53 Cece Wijaya dan Tabrani Rusman. 1991. Kemampuan Dsara Guru. Bandung : Remaja Rosyada Karya, hal. 130.
40
mengajar pada intinya adalah kemampuan membuat satuan pelajaran (SP) yang
berbobot.
Kemampuan melaksanakan program belajar mengajar adalah kemampuan
menciptakan interaksi belajar mengajar sesuai dengan situasi dan kondisi serta
program yang dibuatnya. Kemampuan ini merupakan penerapan secara nyata rencana
pengajaran yang telah dibuat pada saat perencanaan pengajaran.
Menurut Uzer Usman secara garis besarnya, kompetensi profesional guru
meliputi lima hal yaitu :
1. Menguasai landasan pendidikan
1.1 Mengenal tujuan pendidikan untuk mencapai tujuan
pendidikan nasional
1.2 Mengenal ungsi sekolah dalam masyarakat
1.3 Mengenal prinsip-prinsip psikologi yang dapat
dimanfaatkan dalam proses belajar mengajar.
2. Menguasai bahan pengajaran
2.1 Menguasai bahan pengajaran kurikulum pendidikan dasar
dan menengah
2.2 Menguasai bahan pengayaan
3. Menyususn program pengajaran
3.1 Menetapkan tujuan pengajaran
3.2 Memilih mengembangkan bahan pengajaran
3.3 Memilih dan mengembagkan strategi belajar mengejar.
3.4 Memilih dan mengembangkan media pengajaran yang
sesuai
3.5 Memilih dan memanfaatkan sumber belajar
41
4. Melaksanakan program pengajaran
4.1 Menciptakan iklim belajar mengajar yang tepat
4.2 Mengatur ruang belajar
4.3 Mengelola interaksi belajar mengajar.
5. Menilai hasil dan proses belajar mengajar yang telah
dilaksanakan
5.1 Menilai prestasi murid untuk kepentingan pengajaran
5.2 Menilai prestasi belajar mengajar yang telah dilaksanakan.54
Tujuan utama guru adalah mengajar disamping juga mendidik. Jika tugas
mengajar harus ditopang oleh penguasaan kompetensi profesional, maka guru dalam
tugasnya sebagai pendidik harus juga memiliki kompetensi personal dan sosial. Jadi
ketiga kompetensi tersebut tidak berdiri sendiri tetapi saling mempengaruhi.
Penguasaan terhadap kompetensi keguruan sebagai tolak ukur kinerjanya sebagai
pendidik profesional.
II.B. Tugas dan Tanggung Jawab Guru
Jabatan guru memiliki banyak tugas, baik yang terikat oleh dinas maupun di
luar tugas dalam bentuk pengabdian. Menurut Uzer Usman tugas guru
dikelompokkkan menjadi tiga jenis, yaitu tugas dalam bidang profesi, tugas
kemanusiaan dan kemasyarakatan.55
Guru merupakan suatu profesi yang artinya suatu jabatan atau pekerjaan yang
memerlukan keahlian khusus sebagai guru. Tugas guru sebagai profesi meliputi
mendidik, mengajar, dan melatih. Mendidik berarti meneruskan mengembangkan
54 Uzer Ussman, Op.Cit., hal. 18.55 Ibid., hal. 4.
42
ilmu pengetahuan dan teknologi sedangkan melatih berarti mengembangkan
keterampilan kepada siswa.
Tugas guru dalam bidang kemanusiaan meliputi bahwa guru disekolah harus
dapat menjadikan dirinya sebgaia orang tua kedua. Ia harus dapat menarik simpati
sehingga ia menjadi idola bagis siwanya. Pelajaran apapun yang diberikannya,
hendaknya dapat menjadikan motivasi bagi siswa untuk belajar.
Masyarakat menempatkan guru pada tempat yang lebih terhormat
dilingkungannya karena dari seorang guru diharapkan masyarakat dapat memperoleh
ilmu pengetahuan. Ini berarti bahwa guru berkewajiban mencerdaskan bangsa menuju
kepada pembentukan manusia Indonesia seutuhnya. Oleh karena itu guru dituntut
untuk menjadi panutan masyarakat. Guru tidak hanya diperlukan oleh siswa diruang
kelas, tetapi juga diperlukan oleh masyarakat lingungannya dalam menyelesaikan
aneka ragam permasalahan yang dihadapi masyarakat.
Lebih lanjut lagi, Peters mengemukakan bahwa ada tiga tugas dan tanggung
jawab pokok seorang guru, yaitu : ”Guru sebagai pengajar, guru sebagai pembimbing
dan sebagai administrator kelas”.56
Guru sebagai pengajar lebih menekankan pada tugas dalam merencanakan dan
melaksanakan pengajaran. Guru tidak hanya menyampaikan materi pelajaran tetapi
juga menanamkan konsep berpikir. Bahkan lebih dari itu guru perlu mengubah
perilaku siswa sehigga terbentuk sikap kepribadian. Tugas ini memberikan aspek
pendidikan sebab tidak hanya berkenaan dengan penyampaian ilmu pengetahuan
tetapi juga menyangkut perkembangan kepribadian dan pembentukan nilai-nilai.
Guru sebagai pembimbing memberi tekanan kepada tugas memberikan
bantuan kepada siswa dalam memecahkan masalah yang dihadapinya. Setiap peserta
didik memiliki pribadi yang unik, mereka masing-masing mempunyai ciri dan sifat
56 Cece Wijaya dan Tabrani Rusyan. Op. Cit., Hal. 23.
43
bawaan serta latar belakang yang berbeda. Permasalahan psikologis yang dihadapinya
memerlukan bimbingan sehingga ia dapat memecahkan permasalahannya dengan
bimbingan guru.
Tugas guru sebagai administrator kelas pada hakekatnya merupakan jalinan
antara ketatalaksanakan bidang [engajaran dan ketatalaksanaan pada umumnya.
Namun ketatalaksanaan bidang pengajaran lebih menonjol dan lebih diutamakan bagi
profesi guru. Sejalan dengan pendapat Peters, maka Amstrong membagi tugas dan
tanggungjawab guru ke dalam lima kategori :
Tanggung jawab dalam pengajaran
a. Tanggung jawab dalam memberikan bimbingan
b. Tanggung jawab dalam mengembangkan
kurikulum
c. Tanggung jawab dalam mengembangkan profesi
d. Tanggung jawab dalam membina hubungan
dengan masyarakat.57
Berkaitan dengan itu, Dirjen Dikdasmen secara lebih rinci mengemukakan
tugas dan tanggung jawab seorang guru.yang mencangkup :
a. Membuat program pengajaran / rencana kegiatan belajar mengajar
b. Membuat satuan pelajaran (persiapan mengajar)
c. Melaksanakan kegiatan belajar mengajar.
d. Melaksanakan kegiatan [enilaian catur wulan / tahunan
e. Mengisi daftar nilai siswa
f. Melaksanakan analisis hasil evaluasi belajar
g. Menyusun dan melaksanakan program perbaikan dan pengajaran
57 Ibid/, hal. 25.
44
h. Melaksanakan kegiatan membimbing siswa dalam kegiatan proses
belajar mengajar
i. Membuat alat pelajaran
j. Menciptakan karya seni
k. Mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum
l. Melaksanakan tugas tertentu di sekolah
m. Mengadakan pengembangan setiap bidang pengajaran yang menjadi
tanggung jawabnya
n. Membuat lembar kerja siswa
o. Membuat catatan kemajuan hasil belajar masing-masing siswa
p. Meneliti daftar hadir siswa sebelum memulai pelajaran
q. Mengatur ruang kelas.58
Tugas-tugas tersebut biasannya telah diketahui oleh seorang guru yang pada
akhirnya tergantung kepada guru tersebut apakah dapat memahami dan menerapkan
dalam kegiatan belajar mengajar atau tidak. Dan hal ini juga menjadi tolak ukur dari
keberhasilan seorang kepala sekolah sebagai pemimpin guru. Oleh karena itu kepala
sekolah dituntut untuk dapat melaksanakan tugas-tuganya dengan segala kemampuan
dan pengetahuannya dengan efektif. Keefektifan pelaksanaan tugas kepala sekolah itu
ditunjukkan oleh keberhasilan dalam meningkatkan kinerja guru.
II.D. Penilaian Terhadap Kualitas Guru
”Penilaian berasal dari kata-kata yang berarti sesuatu yang dapat diukur atau pengukuran” Dengan demikian, kalau melakukan sesuatu penilaian, maka harus ada objek yang dinilai. Penilaian yang baik adalah oenilaian yang bersifat
58 Dirjen Dikdasmen, Direktorat Sarana Pendidikan. 1993. Pedoman Pengelolaan Administrasi Administrasi Sekolah. Jakarta : Depdikbud, hal. 6.
45
objektif, yaitu apa adanya. Guru yang berkualitas adalah ” guru yang memiliki syarat-syarat kepribadian dan syarat-syarat kemampuan keguruan”59
Besar kecilnya kemampuan seorang guru sangat tergantung pada kemampuan
masing-masing. Adapun kemampuan-kemampuan tersebut terdiri dari :
1. Menguasai landasan-landasan pendidikan
2. Menguasai bahan pelajaran
3. Kemampuan mengelola kelas
4. Kemampuan mengelola proses belajar mengajar
5. Kemampuan mengelola interaksi belajar mengajar
6. Kemampuan menggunakan media atau sumber belajar
7. Menilai hasil belajar
8. Memahami prinsip-prinsip dan hasil penelitian untuk keperluan
penjgajaran
9. mengenal fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan
10. mengenal dan menyelenggarakan administrasi pendidikan60
Ada tiga komponen penting dalam proses pembelajaran yang digunakan untuk
mengukur keberhasilan guru dalam emnjalankan tugasnya. Ketiga komponen itu
mencakup dalam hal yang meliputi ”persiapan mengajar guru, pelaksanaan mengajar,
dan antar pribadi / komunikasi”.61
Dengan mengadakan evaluasi terhadap ketiga komponen akan diperoleh data
yang dipakai untuk memperbaiki kegiatan berikutnya. Adapun penjelasannya sebagai
berikut :
1. Persiapan mengajar
59 Husen Dendasuro. 1987. Pembinaan Evaluasi Pengajaran. Jakarta : Lembaga Penelitian IKIP Jakarta , hal. 11. 60 Ibid., hal. 15 – 16. 61 R. Soeganda Poerbakawatja. 1990. Ensiklopedia Pendidikan.Jakarta : Gunung Agung.
46
Pada Dasarnya untuk mencapai suatu dimulai denga suatu perencanaan.
Demikian pula dalam proses belajar mengajar. Sebelum pelajaran dimulai,
seorang guru harus membuat persiapan mengajar lebih dahulu agar proses
pembelajaran berjalan dengan lancar dan tercapai suatu tujuan yang telah
ditentukan secara maksimal. Adapun hal-hal yang harus dimiliki guru dalam
membuat persiapan mengajar adalah :
a. Merencanakan pengorganisasian bahan pengajaran
b. Merencanakan pengelolaan kegiatan belajar mengajar
c. Merencanakan pengelolaan kelas
d. Merecanakan media serta sumber pelajaran
e. Merencanakan penilaian prestasi siswa
Bila semua hal tersebut telah dilaksanakan maka persiapan mengajar
guru telah dilaksanakan dengan baik.
2. Pelaksanaan Mengajar
Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar harus dipertimbangkan
mengenai penerapan metode mengajar yang sesuai dengan tujuan pengajaran
yang hendak dicapai. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan mengenai
penerapan metode mengajar dalam pelaksanaan proses belajar mengajar yaitu :
a. Faktor tujuan pengajaran yang akan dicapai
b. Faktor materi pelajaran yang akan dicapai
c. Faktor fasilitas yang tersedia
d. Faktor guru sebagai pelaksanaan pengajaran
e. Faktor waktu yang tersedia untuk mengajar
Metode mengajar yang dilaksanakan di sekolah antara lain
metode ceramah, diskusi, tanya jawab, dan sebagainya.
47
3. Hubungan antar pribadi / komunikasi
Komunikasi sebagai suatu istilah dalam pendidikan yang berarti
bahwa pendidiknya (guru orang tua) dan anak didiknya (siswa, anak) tercapai
suatu hubungan yang memungkinkan pendidik menyalurkan bahan-bahan
pendidikannya (nilai-nilai) kepada anak didiknya. Komunikasi ini merupakan
gejala dalam proses identifikasi.
Dari pengertian di atas, di mana guru berhadapan dengan siswa
kedua belah pihak saling mengidentifikasi suatu titik temu adanya saling
mengerti. Dengan demikian adanya suatu hubungan batin, suatu komunikasi
yang mungkin diadakan suatu dialog komunikasi terjadi jika dalam proses
identifikasi kedua belah pihak saling mendekati dan mencapai suatu moment
dalam proses pendidikan. Moment adalah yang membuka jalan untuk
dilangsungkannya dialog. Dengan demikian identifikasi merupakan suatu
moment dalam proses pendidikan yang sangat penting dan menjadi suatu
keharusan bagi seorang pendidik untuk melakukannya bila berhasil dalam
proses belajar mengajar. Selain komunikasi harus berjalan, juga perlu
diperhatikan bagi para guru agar dapat memberikan respon kepada siswa
secara positif. Upaya-upaya yang dilakukan guru dalam memberikan respon
yang positif adalah dengan memberikan cara-cara sebagai berikut :
a. Memotivasi siswa dari materi yang disajikan
b. Mengadakan pretest dari materi yang telah disajikan pada
pertemuan sebelumnya
c. Mereview materi pelajaran yang telah diberikan kepada
siswa pada pertemuan yang telah disajikan sebelumnya
48
Dengan diadakannya hal seperti ini maka diharapkan sekali para
peserta didik secara kreatif dan aktif selama proses belajar berlangsung.
Untuk meningkatkan kualitas mengajar guru, diperlukan beberapa
keterampilan yang perlu diterapkan dalam proses belajar mengajar.
Keterampilan tersebut adalah :
a. Keterampilan memberi penguatan
Penguatan adalah “respon terhadap suatu tingkah laku
yang dapat meningkatkan kemungkinan berulangnya kembali
tingkah laku tersebut”62
Seorang guru perlu menguasai keterampilan memberikan
penguatan karena penguatan merupakan dorongan bagis siswa
untuk meningkatkan perhatiannya. Penguatan dapat diberikan
dalam bentuk verbal, yaitu berupa kata-kata pujian dan
nonverbal berupa mimik dan gerakan badan.
b. Keterampilan mengadakan variasi
Variasi dalam kegiatan adalah “perubahan dalam proses
kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan motivasi siswa
serta mengurangi keenuhan dan kebosanan”63
Variasi dalam proses belajar mengajar dapat dikelompokkan
menjadi tiga yaitu :
1. Variasi dalam gaya mengajar
2. Variasi dalam penggunaan media dan bahan pelajaran
3. Variasi dalam pola interaksi dan kegiatan
c. Keterampilan menjelaskan
62 Wardani, I. G. K. 1998. Pemantaoan Kemampuan Mengajar. Jakarta : Universitas Terbuka, hal. 27.63 Ibid., hal. 30.
49
Menjelaskan adalah “pengorganisasian materi pelajaran
dalam tata urutan yang terencana secara sistematis sehingga
dengan mudah dapat dipahami oleh siswa”64. Dalam
menjelaskan pelajaran, guru hakekatnya guru memperhatikan
kejelasan. Media belajar repetisi dan pendekatan terhadap hal
yang penting, sehingga mudah dimengerti oleh siswa.
d. Keterampilan membuka dan menutup pelajaran
Membuka pelajaran mencakup hal-hal berikut ini, yaitu :
1. Menarik perhatian dengan berbagai cara
2. Menimbulkan motivasi
3. memberikan acuan dan mengemukakan tujuan
Menutup pelajaran mencakup hal-hal berikut ini yaitu :
1. Merangkum dan meringkas
2. Mengadakan evaluasi
3. memberikan tindak lanjut berupa pekerjaan rumah
e. Keterampilan mengelola kelas
Keterampilan mengelola kelas adalah ”keterampilan
dalam menciptakan kondisi yang optimal guna terjadinya
proses menciptakan kondisi optimal guna terjadinya proses
pembelajaran yang selalu efektif.65
Keterampilan mengelola kelas terdiri dari :
1. Bersosialisasi
2. Penyelesaian masalah yang ada
3. penggunaan humor
64 Ibid., hal. 32.65 Kosasi R. 1992. Keterampilan Mengelola Kelas. Jakarta : Departemen P dan K, hal. 17.
50
f. Keterampilan bertanya
Menurut Bola Abimanyu, keterampilan bertanya dapat
dibagi menajdi dua :
1. keterampilan bertanya dasar. Dengan komponen-
komponennya adalah mengungkapkan pertanyaan
secara singkat dan jelas., pemberian acuan, pemusatan
perhatian, penyebaran pertanyaan.
2. keterampilan bertanya lanjut dengen komponen-
komponennya mengubah tuntutan tingkah kognitif
dalam menjawab pertanyaan pengaturan pertanyaan
dari yang sederhana ke yang kompleks.66
Jadi dengan demikian dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
dengan penilaian terhadap kualitas mengajar guru adalah
penilaian yang dilakukan siswa terhadap tinggi rendahnya mutu
guru dalam memberikan pelajaran.
Adapun faktor-faktor yang dinilai adalah:
1. Membuka pelajaran terhdiri dari perhatian mengulang
pelajaran materi yang akan dibahas dan tujuan pelajaran.
2. Menjelaskan terdiri dari kejelasan, media belajar, repetisi,
dan penekanan hal penting.
3. Bertanya dengan jelas, singkat, dan waktu.
4. Variasi terdiri dari metode mengajar, interaksi di dalam
kelas.
5. Mengelola kelas ; kondisi optimal, sosialisasi
penyelesaian masalah dan humor
66 Bola Abimanyu. Keterampilan Bertanya dan Lanjutan. Jakarta : P2LPTK, hal. 19.
51
6. Penutup pelajaran ; membuat kesimpulan , evaluasi dan
tindak lanjut.
II.A.2.Hakekat Pretasi Belajar
II.A.2.a. Pengertian Pretasi Belajar
Prestasi belajar siswa sangat penting bagi siswa, guru maupun sekolah. Oleh karena
itu, penentuan prestasi belajar atas siswa dapat dilihat menurut segi kepentingan dari
masing-masing elemen yang ada di sekolah. Bagis siwa, prestasi belajar dapat
dijadikan tolak ukur atas kemampuan dan keberhasilannya dalam menyerap segala
pengetahuan dan keterampilan yang telah dilakukannya. Prestasi belajar ini erupakan
suatu indikator dan dapat dijadikan acuan tentang seberapa jauh pengetahuan dan
keterampilan yang diharapkan sebeleumnya telah dimiliki untuk dapat mengupayakan
penginkatannya.
Prestasi merupakan suatu indikator dari perkembangan dan kemajuan siswa
atas penguasaannya terhadap bahan pelajaran yang telah diberikan guru kepada siswa.
Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Nasrun Harahap dkk, yang
dikutip oleh Syaiful Bahri tentang pengertian perstasi :
Prestasi adalah penilaian pendidikan tentang perkembangan dan kemajuan
murid yang berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran yang disajikan kepada
mereka serta nilai-nilai yang terdapat dalam kurikulum. 67
Perstasi merupakan hasil penilaian pendidikan atas perkembangan dan
kemajuan siswa dalam belajar. Prestasi menunjukkan hasil dari pelaksanaan kegiatan
yang diikuti siswa di sekolah. Kegiatan belajar yang diikuti siswa dapat diukur
67 Syaiful Bahri Djamarah. 1994. Prestasi Belajara dan Kompetensi Guru. Surabaya: Ushana Nasional, hal. 22.
52
melalui penguasaan materi yang diajarakan guru serta nilai-nilai yang terdapat dalam
kurikulum.
Pendapatan selanjutnya dikemukakan oleh Thursan Hakim menyatakan bahwa
:
Belajar dapat didefinisikan sebagai proses perubahan di dalam kepribadian manusia dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti penginkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir, dan lain-lain kemampuannya.68
Belajar merupakan proses belajar dari perkembangan hidup manusia. Dengan
belajar, manusia melakukan perubahan-perubahan kualitas individu sehingga tingkah
lakunya berkembang. Semua aktivitas dan prestasi hidup menusia tidak lain adalah
hasil belajar.
Dari pemahaman tentang pengertian prestasi dan belajar di atas, maka dapatlah
ditarik kesimpulan bahwa prestasi belajar siswa merupakan hasil yang dicapai dari
aktivitas atau kegiatan belajar siswa. Lebih lanjut Syaiful Bahri mengemukakan
pendapatnya tentang prestasi belajar sebagai berikut : ”Prestasi belajar adalah hasil
yang diperoleh berupa kesan – kesan yang mengakibatkan perubahan dalam diri
individu sebagai hasil dari kativitas belajar.69
Prestasi belajar merupakan hasil yang berupa kesan-kesan akibat adanya
perubahan dalam diri individu dari kegiatan belajar yang dilakukannya. Perubahan
yang dicapai dapat berbentuk kecakapan, tingkah laku, ataupun kemampuan yang
merupakan akibat dari proses belajar yang dapat bertahan dalam kurun waktu tertentu.
Dalam melakukan aktivitas belajar, tentunya siswa memiliki tujuan dan
keguatan yang diikutinya tersebut. Prestasi belajar yang tinggi merupakan tujuan dan
akibat dari kegiatan belajar yang masimal atau sebaliknya.
68 Thursan Hakim. 2001. Belajar Secara Efektif. Jakarta : Puspa Swarsa, hal. 1. 69 Syaiful Bahri Djamarah, Op. Cit., hal. 23.
53
Kelengkapan fasilitas belajar memberikan pengaruh yang berarti terhadap
prestasi belajar siswa. Siswa yang fasilitas belajaranya lengkap, prestasi belajaranya
menjadi lebih baik. Penemuan ini mendukung beberapa pendapat dari Suryabraka
yang dikutip oleh Sudarwan Danim mengatakan bahwa : ” Sarana dan fasilitas
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar”70.
Ternyata pula, siswa yang aktivitas belajarnya tinggi, prestasi belajaranya
lebih tinggi daripada siswa yang aktivitas belajaranya rendah. Oleh sebab itu aktivitas
belajar aktif dan dukungan fasilitas yan lengkap akan mberpengaruh positif dan
berarti terhadap prestasi.
II.A.2.b. Faktor-Faktor yang Mempengauhi Prestasi Belajar.
Belajar merupakan proses kegiatan untuk mengubah tingkah laku bagi
subjek belajar (peserta didik), ternyata banyak faktor yang mempengaruhinya.
Berhasil atau tidaknya proses belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
dapat dibagi dalam klariikasi faktor interen (faktor yang berada dalam didir siswa)
dan faktor eksteran (faktor yang berasal di luar diri siswa).
Sehubungan dengan adanya dua faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
siswa seperti yang telah disebutka di atas. W.S. Winkef menjelaskan kedua faktor
tersebut sebagai berikut :
1. Faktor interen (dalam diri siswa) meliputi :
Faktor intelektual yaitu taraf intelegensi, kemampuan belajar,
cara belajar.
Faktor non intelektual yaitu motivasi belajar, sikap, perasaan,
kondisi psikis.
2. Faktor eksteren (luar diri siswa) terdiri dari :
70 Sudarwan Danim, Op. Cit., hal, 73.
54
Faktor pengatur proses belajar dan pengelompokkan siswa
Faktor sosial disekolah yang terdiri dari sistem sekolah, status
sosial siswa, interaksi guru dengan siswa dan sebagainya
Faktor situasional yang terdiri dari keadaan politik ekonomi,
waktu, tempat dan keadaan musim.71
Dalam kaitannya denan kaitan belajar siswa, peranan gurupun sangat
menentukan terhadap keberhasilan belajar siswa. Guru merupakan faktor
penting dalam menunjang prestasi belajar siswa. Dalam hal ini guru harus
memperhatikan kemampuan anak didik dan mengatur tingkat penguasaan
materi pelajaran pada siswa. Oleh karena itu guru berperan besar terhadap
peningkatan kemampuan anak didik, dengan kemampuan – kemampuan yang
dimilikinya serta pengalamannya dapat mengarahkan dan membimbing para
siswa secara baik untuk meningkatkan prestasi belajarnya.
Menurut L B. Kinnning, studi tentang pembinaan anak didik agar dapat
meningkatkan prestasi belajar dapat ditempuh dengan jalan :
1. Mengadakan perencanaan secara kooperatif dengan anak didik
2. Mengembangkan kepemimpinan dan tanggungjawab pada anak
didik
3. Membina prosedur belajar di kelas secara demokratis, mengorganisir
kegiatan belajar secara kelompok, dan memberikan kesempatan
bekerjasama.
4. Memberikan partisipasi secara luas dalam berbagai kegiatan edukatif
sesuai dengan kesanggupan anak didik sendiri
71 W.S. Winkel. 1987. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Pengajaran. Jakarta : Gramedia, hal. 43.
55
5. Memberikan kesempatan untuk perpikir kritis dalam
mengembangkan buah pikiran sendiri, terutama dalam
mengemukakan dan menerima pendapat.
6. Menciptakan kesempatan untuk mengembangkan sikap yang
dikehendaki secara sosiologis, psikologis dan biologis.72
Upaya yang dapat dilaksanakan oleh sekolah atau guru ntuk meningkatkan
prestasi belajar menurut A. Tabrani Rausyan antara lain :
1. Menciptakan suasana belajar yang dapat merangsang aktivitas
belajar peserta didik
2. Mengoptimalkan hasil belajar
3. Memberikan contoh yang baik
4. Menjelaskan tujuan belajar secara nyata
5. Menginformasikan hasil-hasil yang dicapai peserta didik
6. Memberikan penghargaan atas prestasi yang dicapai73
Dengan upaya-upaya tersebut diharapkan akan adapat meningkatkan
perestasi belajar yang optimal. Akan tetapi upaya ataupun yan dilakukan oleh
beberapa pihak secara maksimal, tidak akan membuat hasil jika daris siswa itu
sendiri tidak ada kesadaran bahwa belajar adalah merupakan kebutuhan dan
juga tanggung jawab. Oleh karena itu kesadaran harus dimunculkan dengan
berbagai macam motivasi, agar semangat belajar senantiasa dapat
dipertahankan dan bahkan ditingkatkan.
II.A.2.c.Evaluasi Hasil Belajar dan Pengolahan Nilai.
Evaluasi adalah “suatu proses berkelanjutan tentang pengumpulan dan
penafsiran informasi untuk menilai keputusan-keputusan yang dibuat dalam
72 H.S. Koswara. Op. Cit., hal. 162.73 A. Tabrani Rausyan, dkk. Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung : Remaja Karya, hal. 6.
56
merancang suatu sistem pengajaran”74. Rumusan itu mempunyai tiga
implikasi, yaitu sebagai berikut :
Pertama, evaluasi adalah suatu proses yang terus menerus, bukan hanya
kahir pengajaran, tetapi dimulai sebelum dilaksanakannya pengajaran sampai
degan berakhirnya pengajaran.
Kedua, proses evaluasi senantiasa diarahkan ke tujuan tertentu, yakni untuk
mendapatkan jawaban-jawaban tentang bagaimana memperbaiki pengajaran.
Ketiga, evaluasi menuntut penggunaan alat-alat ukur yang akurat dan
bermakna untuk mengumpulkan informasi yang dibutuhkan guna membuat
keputusan.
Dengan demikian, evaluasi merupakan proses yang berkenaan dengan
pengumpulan informasi yang memungkinkan kita menentukan tingkat
kemajuan pengajaran dan bagaimana berbuat baik pada waktu-waktu
mendatang.
Keberhasilan kemajuan belajar peserta didik memerlukan data otentik yang
dapat dipercaya serta memiliki keabsahan. Tentunya, setiap kegiatan yang
berkenaan dengan prestasi peserta didik menjadi topik pembicaraan khusus
dikalangan para penyelenggara pendidikan. Karena kemajuan peserta didik
merupakan fakto yang sangat vital bagi perkembangan dan berlangsungnya
proses pendidikan.
Salah satu sasaran pendidikan adalah menghasilkan lulusan yang berkualitas.
Tinggi rendahnya kualitas pendidikan dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Salah satu yang berpengaruh adalah penilaian yang dilakukan oleh guru atau
lembaga pendidikan yang memenuhi persyaratan validitas dan reabilitas
74 Oemar Hamalik. 2002. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta : Bumi Aksara, hal. 210.
57
penilaian. Itu sebabnya sebelum memutuskan penilaian harus dimulai oleh
pengukuran.
Pengertian pengukuran menurut Wond dan Brown adalah sebagai berikut : “
Measurement means the act of process of sustainging the extent or quantity
of something”.75 Jadi pengukuran menurut Wond and Brown adalah suatu
tindakan atau proses untuk menentukan luas atau kuantitas daripada sesuatu.
Setelah diukur baru disimpulkan yang disebut penilaian. Rumusan penilaian
menurut Wond and Brown adalah : “Evaluation refer to the act or process to
determining the value of something”. 76Jadi yang dimaksud dengan evaluasi
adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menetukan nilai daripada
sesuatu.
Dengan demikian penilaian pendidikan agar objektif dimulai dari
pengukuran yang bersifat kuantitas, kemudian diolah dan disimpulkan secara
kualitas.
“Alat penilaian ada dua, yaitu test dan non test. Bila dilihat dari jumlah siswa
dapat dibedakan menjadi sua jenis, yaitu test individual dan tes kelompok.
Bila ditinjau dari hasil penyusunan tes dapat dibedakan menjadi tes buatan
dan tes standar.77
Bentuk tes yang sering dipakai dalam proses belajar mengajar pada
hakikatnya dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok : 1) tes lisan, 2) tes
tertulis, 3) tes perbuatan / tindakan.78 Bentuk tes tertulis ecara umum dapat
dibagi lagi menjadi dua kelompok, yaitu :
75 Ibid., hal. 164.76 Ibid., hal. 164.77 Ibid., hal. 86.78 Harjanto, Op. Cit., hal. 279.
58
a. Tes essay, adalah tes yang berbentuk pertayaan tertulis yang
jawabannya merupakan kerangka (essay) atau kalimat yang panjang
– panjang.
b. Tes objektiv, adalah tes yang dibuat sedemikian rupa sehingga
hasil tes dapat dinilai secara objektiv, dinilai oleh siapapun akan
menghasilkan nilai yang sama.79
Jenis-jenis tes objektif terdiri dari hal-hal sbegaai berikut :
1. The False, yaitu bentuk tes yang item-item nya berupa statment-
statmen, ada statment yang benar dan ada statment yang salah.
Anak didik disuruh memilih mana statment yang benar dan mana
yang salah.
2. Multiple Choice, yaitu bentuk soal yang terdidri dari statmen yang
belum lengkap, dan untuk melengkapinya disediakan pilihan
(option) dan distractor atau pengeceoh.
3. Matching atau menjodohkan, yaitu bentuk soal yang terdiri dari
dua kolom yang paralel dimana masing-masing kolom berisi
uraian dan anak didik disuruh menjodohkan uraian disebelah kiri
dengan pasangannya disebelah kanan.
4. Completion atau melengkapi. Alat penilaian yang termasuk non test
seperti observasi, wawancara, eventory, studi kasus, chek list, dan
lain sebagainya.80
Beberapa prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam menyusun test
hasil belajar tersebut antara lain :
79 Ibid.80 H. S. Koswara, Op. Cit., hal. 164.
59
a. Tes hendaknya dapat mengukur secara jelas hasil belajar yang
telah ditetapkan sesuai dengan tujuan instruksional.
b. Mengukur sampel yang representatif dari hasil belajar dan
bahan pelajaran yang dijarakan.
c. Mencakup bermacam-macam bentuk soal yang benar-benar
cocok untuk mengukur hasil belajar yang diinginkan sesuai
dengan tujuan.
d. Dirancang sesuai dengan kegunaannua untuk memperoleh hasil
yang diinginkan.81
Selanjutnya dalam melakukan pengolahan hasil belajar dapat dibedakan
menjadi 2 (dua) yaitu :
1. Pengolahan hasil tes pada penilaian fomatif
2. Penilaian hasil tes pada penilaian sumatif82
Untuk lebih jelasnya pengolahan sebagai hasil belajar sebagai berikut :
1. Pengolahan hasil tes pada penilaian formatif
Penilaian formatif yang dilaksanakan pada akhir setiap satuan
pelajaran bertujuan untuk memeberikan umpan balik bagi guru, yaitu :
Pertama : untuk mengetahui sampai dimana penguasaan peserta didik
[ada umumnya atas bahan atau materi pelajaran yang disajikan dalam
satuan pelajaran itu.
Kedua : Untuk mengetahui sampai dimana penguasaan setiak peserta
didik setelah menyelesiakan proses belajar nya pada satuan pelajaran
itu.
2. Pengolahan hasil tes pada penilaian sumatif
81 Harjanto, Op. Cit., hal. 283.82 Ahmad Rohan. 1995. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta : Rineka Cipta, hal. 182.
60
Untuk pengolahan hasil tes pada penilaian sumatif dapat
dilakukan melalui dua jenis pendekatan :
Pengolahan berdasarkan ukuran mutlak
Pengolahan berdasarkan ukuran relatif83
Pengolahan dengan pendekatan yang berdasarkan ukuran mutlak :
Pengolahan skor mentah dengan ukuran mutlak dalam standar atau
skala 10 dengan mempergunakan ketentuan / rumus :
Skor real
Skor akhir = ------------ X 10 = .........................
Skor Ideal
Pengolahan dengan pendekatan yang berdasarkan ukuran relatif :
Pengolahan berdasarkan ukuran relatif ini ditujukan untuk menilai atau
mengukur prestasi seseorang dibandingkan dengan nilai prestasi rata-rata dari
kelompoknya. Dengan kata lain : pengolahan yang berdasrakan ukuran relatif
menentukan kedudukan peserta didik masing-masing di dalam kelasnya.
II.B. Kerangka Konseptual
Dalam kegiatan belajar siwa selalu meninginkan hasil yang maksimal atau
mendapatkan haisl belajar yang tinggi. Hasil beajar yang tinggi didapat melalui
proses, bukan hanya bisa mengetahui saja tetapi siswa harus bisa menganalisa sampai
mensisntesa suatu pelajaran. Dan untuk mencapaianya banyak faktor – faktor yang
mempengaruhi seperti faktor yang datang dari diri siswa dan dari luar siswa tersebut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar yang berasal dari diri seperti IQ,
kesehatan, fisik snagat besar pengaruhnya ditabah lagi faktor-faktor yang datang dari
83 Ibid., hal. 190.
61
luar siswa seperti lingkungan sekolah, guru, lingkungan teman bergaul, ataupun
lingkungan keluarga tidak kalah pentingnya dalam menunjang prestasi belajar siswa.
Lebih khusus di sekolah atau di dalam kelas guru memegang oeranan penting
dalam mendidik dan mengajar agar tujuan dan terget dari kurikulum dapat tercapai
dengan baik. Guru harus memperhatikan siswa demi siswa dalam perkembangan
belajarnya. Dan peran guru dapat dlihat dalam memperhatikan, membimbing siswa
yang merasa kurang atau memberikan perhatian bagis siswa yang beprestasi baik. Hal
ini semua bertujuan agara siswa merasa diperhatikan tanpa adanya pembedaan antara
siswa yang satu dengan siswa yang lainnya.
Oleh karena itu seorang guru harus dapat menguasai kelas agar tidak ada salah
persepsi siswa kepad aguru yang bertugas hanya mengajar saja tanpa memperhatikan
proses iswa dalam belajar. Perhatian guru yang tinggi dengan memberikan dorongan
berbentuk non materi ataupun materi seperti pujian, hukuman, hadia, merupakan
suatu dinamika dalam mendidik dan emngajar sehingga siswa menajdi terpacu untuk
mendapatkan prestasi belajar yang tinggi.
Begitu besarnya pengaruh guru dalam mencapai prestasi belajar yang tinggi
karena guru merupakan sososk manusia yang harus menjadi idola siswa nya. Ini
berarti setiap bentuk yang diberikan guru akan selalu dikerjakan karena siswa sudah
merasa terikat psikologis dengan gurunya. Tugas dan tanggungjawab guru berkaitan
erat sekali dengan kemampuan yang disyaratkan untuk memangku jabatan sebagai
guru sehingga ia dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
Dari kondisi di atas maka kompetensi guru akan dapat mempengaruhi perstasi
belajar siswa. Berikut merupakan bagan dalam pengaruh kompetensi guru terhadap
prestasi belajar siswa :
62
II.C. Hipotesis
Dari landasan teoritik dan kerangka konseptual di atas maka peneliti
mengambil dugaan sementara bahwa ada pengaruh kompetensi mengajar guru
terhadap prestasi belajar siswa pada SMK Gutama Jakarta Timur.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Tinggi
Rendah
Kompetensi guru
Proses belajar mengajar
Prestasi Belajar
Tinggi
Rendah
63
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat penelitian di SMK Gutama di Kelurahan Kebon Pala,
Kecamatan Makasar, Jakarta Timur.
2. Waktu penelitian dilakukan selama 3 bulan mulai bulan Desember
2007 s /d Februari 2008, dengan melalui tahapan sebagai berikut
Jadwal Penelitian
NO Tanggal Tahap Penelitian Tanda Tangan1 05-06-2007 Tahap Persiapan2 19-06-2007 Tahap Pengumpulan Data3 17-07-2007 Tahap Pengolahan dan Analisis
Data4 21-08-2007 Tahap Penulisan dan Hasil
Penelitian
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Pada penelitian ini populasi adalah seluruh siswa SMK Gutama
sebanyak 300 siswa. Sampel penelitian ini ditentukan sejumlah 30 orang yang
ditarik secara acak sederhana (Simple Random Sampling) dari populasi
penelitian dengan melalui undian. Dengan teori 30/300 =0,1 %.1
Nawawi pengantar metodologi penelitian(1983:152)
C. Metode Penelitian
Setiap kegiatan tidak akan terlepas dari metode, baik dalam
penyusunan maupun dalam pengambilan data yang dibutuhkan. Oleh karena
itu penelitian ini menggunakan metode expost facto, perlakuan terhadap
variabel telah terjadi, penelitian meneliti dengan cara melihat kebelakang
64
dengan mengetahui kemungkinan pengaruhnya terhadap variabel yang
diamati.
D. Teknik Pengumpulan Data
Ada dua bentuk yang dilakukan di dalam penelitian ini yaitu :
kompetensi mengajar guru (variabel x) atau variabel yang mempengaruhi dan
pretasi belajar siswa (variabel y) atau variabel yang dipengaruhi.
Variabel kompetensi guru diukur dengan menggunakan alat angket
atau kuesioner yang terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun
secara sistematis. Dan prestasi belajar siswa dengan menggunakan studi
dokumentasi yaitu mengambil nilai rata-rata raport semester I, dan hasil
pengukuran tersebut dapat ditentukan hubungan kedua variabel yaitu
kompetensi guru dengan prestasi belajar siswa SMK Gutama, Jakarta Timur.
E. Instrumen Penelitian
1. Teknik pemilihan instrumen
Angket ditujukan kepada siswa SMK Gutama, Jakarta Timur. Daftar
pernyataan yang dibuat terdiri dari satu bagian. Yaitu untuk menjaring data
tentang kompetensi guru. Sedang untuk menjaring data prestasi belajar murid
dengan mengguanakan dokumen sekolah berupa data-data nilai rata-rata
semester I.
65
Instrumen yang digunakan adalah angket / kuesioner. Angket yang
digunakan tergolong dalam angket tertutup / langsung, dimana responden
sudah disediakan jawaban alternatif. Responden tinggal memilih jawaban
dengan memberi tanda chek (✔) pada tempat yang telah disediakan.
Adapun jawaban yang disediakan pada masing-masing angket terdapat
lima kategori pilihan jawaban mengacu pada skala LICKRET:
- Selalu ( S1)
- Sering ( Sr)
- Kadang – Kadang ( Kd)
- Pernah ( P)
- Tidak pernah ( TP)
Masing-masing kategori mempunyai skor :
- Selalu : 5
- Sering : 4
- Kadang-kadang : 3
- Pernah : 2
- Tidak pernah : 1
2. Teknik penyusunan instrumen
Untuk memperoleh data tentang kompetensi guru, digunakan angket
(kuesioner) tertutup. Sedang studi dokumentasi digunakan untuk
mengumpulkan data mengenai nilai-nilai raport bayangan siswa kelas II
pada tahun ajaran 2007 / 2008.
66
Angket yang dirancang dan digunakan dalam penelitian ini dibuat
berdasarkan indikator-indikator dari variabel kompetensi guru. Kisi-kisi
instrumen dapat dijabarkan sebagai berikut :
Kisi-kisi Instrumen Variabel X
(Manajemen Sarana Pendidikan)
Variabel Deskriptor Nomor ItemBebas (X)Kompetensiguru
a. Keterampilan memberikan penguatan
b. Keterampilan mengadakan variasi
c. Keterampilan menjelaskand. Keterampilan membuka dan
menutup pelajarane. Keterampilan mengelola
kelasf. Keterampilan bertanya
1,5,6,18,19,24,26,29,30
3,12,13,14,25
2,74,16,17
10,11,15,20,21,22,23,27,28
8,9
F. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Untuk mengetahui persyaratan dalam menggunakan teknik korelasi
product moment dari Karl Pearson, maka terlebih dahulu diuji validasi dan
reliabilitasnya.
1. Uji Validitas
Dalam penelitian ini uji validitas menggunakan rumus Product Moment
dari Karl Pearson sebagai berikut :
Rumus korelasi product moment yaitu :84
n.∑ xy – (∑ x) (∑y)
rxy = -----------------------------------
√(n . ∑ x2 – (∑x)2 ( n. ∑y2-(∑y)2
84 Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan ( Jakarta : Rineka Cipta, 1990), hal. 191.
67
Keterangan :rxy = Koefisien korelasi antara kualitas guru dengan pretasi
belajar siswan = Jumlah sampel penelitian∑ x = Jumlah skor item variabel X∑ y = Jumlah skor variabel Y∑xy = Hasil kali antara variabel x dan variabel y
2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas, yakni pengujian terhadap ketetapan atau knsistensi. Dalam
penelitian ini reliabilitasnya akan mengguanakan rumus elah dua
SPEARMAN BROWN
2.rb
R11 = ---------- 85
1 + rb
Keterangan :R11 = Nilai koefisien reliabilitasrb = Nilai koefisien r ganjil genap
Hasil uji coba reliabilitas akan dikonsultasikan pada tabel interpretasi r.G. Teknik Analisis Data
a. Koefisien Korelasi Product Moment Dari Pearson
Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara kedua variabel denggan
menggunakan rumus product moment dari Karl Parson :
n.∑ xy – (∑ x) (∑y)
rxy = -----------------------------------
√(n . ∑ x2 – (∑x)2 ( n. ∑y2-(∑y)2
X = Skor variabel kualitas mengajar guru
Y = Skor variabel prestasi belajar siswa
85 Ibid., hal. 202.
68
Setelah diketahui nilai rhitung maka dikonsultasikan dengan rtabel product moment
dan dilanjutkan dengan mencari koefisien hipotesis.
b. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji t yaitu untuk mencari nilai hitung t
menggunakan rumus :
r√-2 ---------
√1-r2
n = Jumlah responden
r = Nilai koefisien korelasi variabel x dan y
Dengan kriteria pengujian sebagai berikut :
Jika thitung > ttabel, Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti ada pengaruh yang
significant kompetensi guru terhadap prestasi belajar siswa.
Jika thitung > ttabel, Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak ada pengaruh yang
significant kompetensi guru terhadap prestasi belajar siswa.
c. Koefisien Determinasi
Untuk megetahui berapa besar konstribusi kompetensi guru terhadap prestasi
belajar siswa digunakan rumus koefisien determinasi sebagai berikut :
KD = rxy2 x 100 %
KD = Koefisien Determinasi
rxy = Koefisiensi korelasi antara variabel X dan Y
BAB III
69
METODOLOGI PENELITIAN
H. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat penelitian di SMK Gutama di Kelurahan Kebon Pala,
Kecamatan Makasar, Jakarta Timur.
2. Waktu penelitian dilakukan selama 3 bulan mulai bulan Desember
2007 s /d Februari 2008, dengan melalui tahapan sebagai berikut
Jadwal Penelitian
NO Tanggal Tahap Penelitian Tanda Tangan1 05-06-2007 Tahap Persiapan2 19-06-2007 Tahap Pengumpulan Data3 17-07-2007 Tahap Pengolahan dan Analisis
Data4 21-08-2007 Tahap Penulisan dan Hasil
Penelitian
I. Populasi dan Sampel Penelitian
Pada penelitian ini populasi adalah seluruh siswa SMK Gutama
sebanyak 300 siswa. Sampel penelitian ini ditentukan sejumlah 30 orang yang
ditarik secara acak sederhana (Simple Random Sampling) dari populasi
penelitian dengan melalui undian. Dengan teori 30/300 =0,1 %.1
Nawawi pengantar metodologi penelitian(1983:152)
J. Metode Penelitian
Setiap kegiatan tidak akan terlepas dari metode, baik dalam
penyusunan maupun dalam pengambilan data yang dibutuhkan. Oleh karena
70
itu penelitian ini menggunakan metode expost facto, perlakuan terhadap
variabel telah terjadi, penelitian meneliti dengan cara melihat kebelakang
dengan mengetahui kemungkinan pengaruhnya terhadap variabel yang
diamati.
K. Teknik Pengumpulan Data
Ada dua bentuk yang dilakukan di dalam penelitian ini yaitu :
kompetensi mengajar guru (variabel x) atau variabel yang mempengaruhi dan
pretasi belajar siswa (variabel y) atau variabel yang dipengaruhi.
Variabel kompetensi guru diukur dengan menggunakan alat angket
atau kuesioner yang terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun
secara sistematis. Dan prestasi belajar siswa dengan menggunakan studi
dokumentasi yaitu mengambil nilai rata-rata raport semester I, dan hasil
pengukuran tersebut dapat ditentukan hubungan kedua variabel yaitu
kompetensi guru dengan prestasi belajar siswa SMK Gutama, Jakarta Timur.
L. Instrumen Penelitian
1. Teknik pemilihan instrumen
Angket ditujukan kepada siswa SMK Gutama, Jakarta Timur. Daftar
pernyataan yang dibuat terdiri dari satu bagian. Yaitu untuk menjaring data
tentang kompetensi guru. Sedang untuk menjaring data prestasi belajar murid
71
dengan mengguanakan dokumen sekolah berupa data-data nilai rata-rata
semester I.
Instrumen yang digunakan adalah angket / kuesioner. Angket yang
digunakan tergolong dalam angket tertutup / langsung, dimana responden
sudah disediakan jawaban alternatif. Responden tinggal memilih jawaban
dengan memberi tanda chek (✔) pada tempat yang telah disediakan.
Adapun jawaban yang disediakan pada masing-masing angket terdapat
lima kategori pilihan jawaban mengacu pada skala LICKRET:
- Selalu ( S1)
- Sering ( Sr)
- Kadang – Kadang ( Kd)
- Pernah ( P)
- Tidak pernah ( TP)
Masing-masing kategori mempunyai skor :
- Selalu : 5
- Sering : 4
- Kadang-kadang : 3
- Pernah : 2
- Tidak pernah : 1
2. Teknik penyusunan instrumen
Untuk memperoleh data tentang kompetensi guru, digunakan angket
(kuesioner) tertutup. Sedang studi dokumentasi digunakan untuk
mengumpulkan data mengenai nilai-nilai raport bayangan siswa kelas II
pada tahun ajaran 2007 / 2008.
72
Angket yang dirancang dan digunakan dalam penelitian ini dibuat
berdasarkan indikator-indikator dari variabel kompetensi guru. Kisi-kisi
instrumen dapat dijabarkan sebagai berikut :
Kisi-kisi Instrumen Variabel X
(Manajemen Sarana Pendidikan)
Variabel Deskriptor Nomor ItemBebas (X)Kompetensiguru
g. Keterampilan memberikan penguatan
h. Keterampilan mengadakan variasi
i. Keterampilan menjelaskanj. Keterampilan membuka dan
menutup pelajarank. Keterampilan mengelola
kelasl. Keterampilan bertanya
1,5,6,18,19,24,26,29,30
3,12,13,14,25
2,74,16,17
10,11,15,20,21,22,23,27,28
8,9
M. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Untuk mengetahui persyaratan dalam menggunakan teknik korelasi
product moment dari Karl Pearson, maka terlebih dahulu diuji validasi dan
reliabilitasnya.
1. Uji Validitas
Dalam penelitian ini uji validitas menggunakan rumus Product Moment
dari Karl Pearson sebagai berikut :
Rumus korelasi product moment yaitu :86
n.∑ xy – (∑ x) (∑y)
rxy = -----------------------------------
√(n . ∑ x2 – (∑x)2 ( n. ∑y2-(∑y)2
86 Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan ( Jakarta : Rineka Cipta, 1990), hal. 191.
73
Keterangan :rxy = Koefisien korelasi antara kualitas guru dengan pretasi
belajar siswan = Jumlah sampel penelitian∑ x = Jumlah skor item variabel X∑ y = Jumlah skor variabel Y∑xy = Hasil kali antara variabel x dan variabel y
2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas, yakni pengujian terhadap ketetapan atau knsistensi. Dalam
penelitian ini reliabilitasnya akan mengguanakan rumus elah dua
SPEARMAN BROWN
2.rb
R11 = ---------- 87
1 + rb
Keterangan :R11 = Nilai koefisien reliabilitasrb = Nilai koefisien r ganjil genap
Hasil uji coba reliabilitas akan dikonsultasikan pada tabel interpretasi r.N. Teknik Analisis Data
d. Koefisien Korelasi Product Moment Dari Pearson
Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara kedua variabel denggan
menggunakan rumus product moment dari Karl Parson :
n.∑ xy – (∑ x) (∑y)
rxy = -----------------------------------
√(n . ∑ x2 – (∑x)2 ( n. ∑y2-(∑y)2
X = Skor variabel kualitas mengajar guru
Y = Skor variabel prestasi belajar siswa
87 Ibid., hal. 202.
74
Setelah diketahui nilai rhitung maka dikonsultasikan dengan rtabel product moment
dan dilanjutkan dengan mencari koefisien hipotesis.
e. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji t yaitu untuk mencari nilai hitung t
menggunakan rumus :
r√-2 ---------
√1-r2
n = Jumlah responden
r = Nilai koefisien korelasi variabel x dan y
Dengan kriteria pengujian sebagai berikut :
Jika thitung > ttabel, Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti ada pengaruh yang
significant kompetensi guru terhadap prestasi belajar siswa.
Jika thitung > ttabel, Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak ada pengaruh yang
significant kompetensi guru terhadap prestasi belajar siswa.
f. Koefisien Determinasi
Untuk megetahui berapa besar konstribusi kompetensi guru terhadap prestasi
belajar siswa digunakan rumus koefisien determinasi sebagai berikut :
KD = rxy2 x 100 %
KD = Koefisien Determinasi
rxy = Koefisiensi korelasi antara variabel X dan Y
BAB III
75
METODOLOGI PENELITIAN
O. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat penelitian di SMK Gutama di Kelurahan Kebon Pala,
Kecamatan Makasar, Jakarta Timur.
2. Waktu penelitian dilakukan selama 3 bulan mulai bulan Desember
2007 s /d Februari 2008, dengan melalui tahapan sebagai berikut
Jadwal Penelitian
NO Tanggal Tahap Penelitian Tanda Tangan1 05-06-2007 Tahap Persiapan2 19-06-2007 Tahap Pengumpulan Data3 17-07-2007 Tahap Pengolahan dan Analisis
Data4 21-08-2007 Tahap Penulisan dan Hasil
Penelitian
P. Populasi dan Sampel Penelitian
Pada penelitian ini populasi adalah seluruh siswa SMK Gutama
sebanyak 300 siswa. Sampel penelitian ini ditentukan sejumlah 30 orang yang
ditarik secara acak sederhana (Simple Random Sampling) dari populasi
penelitian dengan melalui undian. Dengan teori 30/300 =0,1 %.1
Nawawi pengantar metodologi penelitian(1983:152)
Q. Metode Penelitian
Setiap kegiatan tidak akan terlepas dari metode, baik dalam
penyusunan maupun dalam pengambilan data yang dibutuhkan. Oleh karena
76
itu penelitian ini menggunakan metode expost facto, perlakuan terhadap
variabel telah terjadi, penelitian meneliti dengan cara melihat kebelakang
dengan mengetahui kemungkinan pengaruhnya terhadap variabel yang
diamati.
R. Teknik Pengumpulan Data
Ada dua bentuk yang dilakukan di dalam penelitian ini yaitu :
kompetensi mengajar guru (variabel x) atau variabel yang mempengaruhi dan
pretasi belajar siswa (variabel y) atau variabel yang dipengaruhi.
Variabel kompetensi guru diukur dengan menggunakan alat angket
atau kuesioner yang terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun
secara sistematis. Dan prestasi belajar siswa dengan menggunakan studi
dokumentasi yaitu mengambil nilai rata-rata raport semester I, dan hasil
pengukuran tersebut dapat ditentukan hubungan kedua variabel yaitu
kompetensi guru dengan prestasi belajar siswa SMK Gutama, Jakarta Timur.
S. Instrumen Penelitian
1. Teknik pemilihan instrumen
Angket ditujukan kepada siswa SMK Gutama, Jakarta Timur. Daftar
pernyataan yang dibuat terdiri dari satu bagian. Yaitu untuk menjaring data
tentang kompetensi guru. Sedang untuk menjaring data prestasi belajar murid
77
dengan mengguanakan dokumen sekolah berupa data-data nilai rata-rata
semester I.
Instrumen yang digunakan adalah angket / kuesioner. Angket yang
digunakan tergolong dalam angket tertutup / langsung, dimana responden
sudah disediakan jawaban alternatif. Responden tinggal memilih jawaban
dengan memberi tanda chek (✔) pada tempat yang telah disediakan.
Adapun jawaban yang disediakan pada masing-masing angket terdapat
lima kategori pilihan jawaban mengacu pada skala LICKRET:
- Selalu ( S1)
- Sering ( Sr)
- Kadang – Kadang ( Kd)
- Pernah ( P)
- Tidak pernah ( TP)
Masing-masing kategori mempunyai skor :
- Selalu : 5
- Sering : 4
- Kadang-kadang : 3
- Pernah : 2
- Tidak pernah : 1
2. Teknik penyusunan instrumen
Untuk memperoleh data tentang kompetensi guru, digunakan angket
(kuesioner) tertutup. Sedang studi dokumentasi digunakan untuk
mengumpulkan data mengenai nilai-nilai raport bayangan siswa kelas II
pada tahun ajaran 2007 / 2008.
78
Angket yang dirancang dan digunakan dalam penelitian ini dibuat
berdasarkan indikator-indikator dari variabel kompetensi guru. Kisi-kisi
instrumen dapat dijabarkan sebagai berikut :
Kisi-kisi Instrumen Variabel X
(Manajemen Sarana Pendidikan)
Variabel Deskriptor Nomor ItemBebas (X)Kompetensiguru
m. Keterampilan memberikan penguatan
n. Keterampilan mengadakan variasi
o. Keterampilan menjelaskanp. Keterampilan membuka dan
menutup pelajaranq. Keterampilan mengelola
kelasr. Keterampilan bertanya
1,5,6,18,19,24,26,29,30
3,12,13,14,25
2,74,16,17
10,11,15,20,21,22,23,27,28
8,9
T. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Untuk mengetahui persyaratan dalam menggunakan teknik korelasi
product moment dari Karl Pearson, maka terlebih dahulu diuji validasi dan
reliabilitasnya.
1. Uji Validitas
Dalam penelitian ini uji validitas menggunakan rumus Product Moment
dari Karl Pearson sebagai berikut :
Rumus korelasi product moment yaitu :88
n.∑ xy – (∑ x) (∑y)
rxy = -----------------------------------
√(n . ∑ x2 – (∑x)2 ( n. ∑y2-(∑y)2
88 Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan ( Jakarta : Rineka Cipta, 1990), hal. 191.
79
Keterangan :rxy = Koefisien korelasi antara kualitas guru dengan pretasi
belajar siswan = Jumlah sampel penelitian∑ x = Jumlah skor item variabel X∑ y = Jumlah skor variabel Y∑xy = Hasil kali antara variabel x dan variabel y
2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas, yakni pengujian terhadap ketetapan atau knsistensi. Dalam
penelitian ini reliabilitasnya akan mengguanakan rumus elah dua
SPEARMAN BROWN
2.rb
R11 = ---------- 89
1 + rb
Keterangan :R11 = Nilai koefisien reliabilitasrb = Nilai koefisien r ganjil genap
Hasil uji coba reliabilitas akan dikonsultasikan pada tabel interpretasi r.U. Teknik Analisis Data
g. Koefisien Korelasi Product Moment Dari Pearson
Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara kedua variabel denggan
menggunakan rumus product moment dari Karl Parson :
n.∑ xy – (∑ x) (∑y)
rxy = -----------------------------------
√(n . ∑ x2 – (∑x)2 ( n. ∑y2-(∑y)2
X = Skor variabel kualitas mengajar guru
Y = Skor variabel prestasi belajar siswa
89 Ibid., hal. 202.
80
Setelah diketahui nilai rhitung maka dikonsultasikan dengan rtabel product moment
dan dilanjutkan dengan mencari koefisien hipotesis.
h. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji t yaitu untuk mencari nilai hitung t
menggunakan rumus :
r√-2 ---------
√1-r2
n = Jumlah responden
r = Nilai koefisien korelasi variabel x dan y
Dengan kriteria pengujian sebagai berikut :
Jika thitung > ttabel, Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti ada pengaruh yang
significant kompetensi guru terhadap prestasi belajar siswa.
Jika thitung > ttabel, Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak ada pengaruh yang
significant kompetensi guru terhadap prestasi belajar siswa.
i. Koefisien Determinasi
Untuk megetahui berapa besar konstribusi kompetensi guru terhadap prestasi
belajar siswa digunakan rumus koefisien determinasi sebagai berikut :
KD = rxy2 x 100 %
KD = Koefisien Determinasi
rxy = Koefisiensi korelasi antara variabel X dan Y
BAB IV
81
ANALISIS DATA, PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data
Pada bab ini akan di paparkan bagian pokok mengenai deskripsi analisis data dan
interprestasi hasil penelitian. Data penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel
bebas (x) dan variabel terikat (y). variabel bebas adalah pengaruh kompetensi
mengajar guru, sedangkan variabel terikat adalah prestasi belajar siswa. Jumlah
subjek penelitian yang datanya telah memenuhi sarat untuk di analisa adalah 30 orang,
pada SMK Gutama Jakarta Timur.
Setelah penulis menghitung jumlah skor yang di dasarkan dari jawaban guru pada
angket, maka penulis akan menyajikan hasil tersebut pada tabel I untuk hasil variabel
pangaruh kompetensi mengajar guru (variabel x)
B. Pengujian Persyaratan Statistik
1. Uji validasi
Uji validasi instrumen menggunakan uji validasi butir dengan
menggunakan rumus korelasi Product Moment dari Karl Pearson. Dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
1. Definisi konsep butir isntrument secara optimal sehingga dapat diukur.
2. Tentukan jumlah sample sebagai responden, dalam penilitan ini sampel
yang digunakan untuk uji validasi sebanyak 20 responden.
3. Tabulasi hasil jawaban responden
4. Kolom butir soal yang sama dari seluruh responden yang telah mengisi
angket mewakili nilai skoor variabel X. Sedangkan nilai skor total untuk
seluruh butir soal mewakili nilai variabel Y. tetapkan validasi isntrument
soal dengan menggunakan rumus korelasi Product Moment.
82
5. Instrumen ditetapkan valid atau tidak valid diukur dengan membandingkan
perolehan nilai jaringan dan nilai jaringan maka butir soal dinyatakan
valid.
TABEL 1
Tabulasi Data Hasil Uji Coba Instrumen Variabel X (Kompetensi Mengajar)
X Y
NoNomor Item Skor
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Total
1 3 5 4 4 3 3 4 3 3 2 4 2 3 3 3 4 4 4 3 3 3 2 2 3 3 3 3 2 3 1 92
2 2 3 1 3 1 1 1 3 2 2 3 3 1 5 3 3 3 3 3 2 2 1 1 2 2 2 3 3 4 3 73
3 1 3 3 4 1 3 2 3 3 3 4 2 3 2 4 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 1 3 3 2 3 82
4 3 5 4 5 4 5 4 5 4 4 5 4 4 5 5 5 4 4 5 5 5 5 5 4 5 5 4 5 4 5 135
5 3 5 4 5 5 5 4 5 4 4 5 4 4 4 4 4 5 5 4 4 5 5 5 5 5 5 4 5 3 4 132
83
6 3 2 2 3 4 1 3 3 3 3 3 3 1 1 3 5 5 3 3 2 5 2 2 3 2 3 2 3 4 3 83
7 5 5 5 3 5 5 3 5 4 3 5 4 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 3 5 4 5 3 4 135
8 4 4 2 4 2 3 2 3 3 2 3 2 2 2 4 4 2 4 3 3 3 2 2 5 3 3 2 4 3 3 88
9 3 4 5 5 1 4 5 5 3 2 5 3 3 3 4 5 4 4 5 4 5 4 4 4 5 4 5 4 4 4 121
10 3 3 3 4 3 4 4 3 4 5 4 5 4 4 4 4 4 4 4 5 4 3 3 4 3 3 4 3 4 4 115
11 3 2 2 2 2 5 2 5 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 5 3 3 4 2 1 3 4 3 4 88
12 5 5 5 5 4 5 4 4 4 3 4 4 3 4 3 5 5 5 4 5 4 3 3 4 4 2 3 3 5 5 123
13 3 2 2 2 2 5 2 3 2 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 2 5 3 3 3 2 2 3 3 3 4 85
14 3 2 2 2 2 5 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 2 3 5 3 3 4 3 3 2 4 3 5 91
15 3 3 2 2 2 5 3 3 4 2 5 3 3 2 3 4 3 3 3 4 5 4 4 4 2 5 2 3 2 5 99
16 5 3 4 5 4 3 5 3 4 3 4 4 3 5 4 4 4 3 3 4 4 5 5 5 4 4 4 4 5 4 119
17 3 3 4 5 4 3 3 3 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 3 3 3 4 4 3 3 1 2 3 4 3 101
18 5 5 5 5 4 5 5 4 3 4 5 3 5 4 5 5 5 5 4 5 5 4 4 4 4 4 5 5 5 4 16
19 1 5 4 3 1 5 3 2 4 1 4 1 4 3 3 3 5 4 2 3 4 1 1 2 3 2 4 3 1 3 86
20 1 5 3 3 1 5 3 2 4 3 5 3 4 5 4 4 4 4 3 4 5 4 4 4 5 5 4 5 5 5 115
J 62 74 66 74 55 80 65 69 68 58 81 62 65 70 73 80 77 77 68 70 85 65 65 75 66 63 66 74 70 76 2099
84
TABEL 2
Perhitungan Validasi Butir Instrumen Variabel XButir 1 Butir 2
No X Y X2 Y2 XY No X Y X2 Y2 XY1 3 92 9 8464 276 1 5 92 25 8464 4602 2 73 4 5329 146 2 3 73 9 5329 2193 1 82 1 6724 82 3 3 82 9 6724 2464 3 135 9 18225 405 4 5 135 25 18225 6755 3 132 9 17424 396 5 5 132 25 17424 6606 3 83 9 6889 249 6 2 83 4 6889 1667 5 135 25 18225 675 7 5 135 25 18225 6758 4 88 16 7744 352 8 4 88 16 7744 3529 3 121 9 14641 363 9 4 121 16 14641 484
10 3 115 9 13225 345 10 3 115 9 13225 34511 3 88 9 7744 264 11 2 88 4 7744 17612 5 123 25 15129 615 12 5 123 25 15129 61513 3 85 9 7225 255 13 2 85 4 7225 17014 3 91 9 8281 273 14 2 91 4 8281 18215 3 99 9 9801 297 15 3 99 9 9801 29716 5 119 25 14161 595 16 3 119 9 14161 35717 3 101 9 10201 303 17 3 101 9 10201 30318 5 136 25 18496 680 18 5 136 25 18496 68019 1 86 1 7396 86 19 5 86 25 7396 43020 1 115 1 13225 115 20 5 115 25 13225 575
62 2099 222 228549 6772 74 2099 302 228549 8067
= = 0, 623
Berdasarkan hasil hitungan diperoleh hasil bahwa seluruh butir item
instrumen variabel kompetensi mengajar guru adalah valid, karena nilai rhitung >
rtabel dimananya sebesar 0,360
85
TABEL 3Tabulasi validitas Butir Instrumen Variabel X
No. butir Instrumen Koefisien Korelasi
Keterangan
1 0.534 Valid 2 0.623 Valid3 0.771 Valid4 0.599 Valid5 0.736 Valid6 0.519 Valid7 0.757 Valid8 0.707 Valid9 0.602 Valid10 0.550 Valid11 0.795 Valid12 0.637 Valid13 0.711 Valid14 0.586 Valid15 0.432 Valid16 0.724 Valid17 0.581 Valid18 0.718 Valid19 0.773 Valid20 0.866 Valid21 0.486 Valid22 0.689 Valid23 0.832 Valid24 0.659 Valid25 0.762 Valid26 0.681 Valid27 0.669 Valid28 0.688 Valid29 0.485 Valid30 0.487 Valid
Hasil perhitungan validasi butir instrumen variabel X
2. Uji Reliabilitas Data
Uji reabilitas data menggunakan uji teknik belah dua Spearman Brown,
dengan Langkah-langkah sebagai berikut :
1. Butir soal yang dinyatakan valid kemudian di belah menjadi dua bagian
yaitu kelompok ganjil dan genap.
86
2. Jawaban tiap kelompok dibobot sehingga menghasilkan score total tiap
item soal. Score yang diperoleh adalah score kelompok ganjil dan score
kelompok genap.
3. Score total kelompok ganjil mewakili nilai score X dan score total
kelompok genap mewakili nilai score Y.
4. Buat tabel penolong sehingga terdapat kolom skor niali X, Y, Xy, X2, dan
Y2.
5. Cari skor nilai X, Y, XY, X2, dan Y2
6. Cari nilai koefisien korelasi dengan rumus Pearson Product Moment.
Hasilnya nilai koefisien itu dibuat dengan istilah r ganjil genap = rxy = rb
7. Nilai koefisien r ganjil genap = rxy = rb. Itu baru merupakan nilai
reabilitas setengah isntrumen penelitian atau setengah dari seluruh butir-
butir soal.
8. Reabilitas seluruh intrumen harus dicari dengan bantuan rumus Spearman
Brown dan menghasilkan nilai koefisien dan dikenal dengan istilah
koefisien r11 dengan rumus :
9. Bila koefisien Spearman Brown atau rn sudah dihasilkan, maka
bandingkan dengan nilai r tabel
10. Tetapkan kesimpulan dengan ketentuan bahwa, jika koefisien r hitung
(koefisien Spearman Brown atau r11) lebih besar dari rtabel maka soal
realibel. Sebaliknya jika koefisien rhitung lebih kecil dari rtabel maka soal
tidak reliable. Perhitungan dilakukan seteliti mungkin untuk mencegah
kesalahan.
87
TABEL 4
Skor Nilai Soal Ganjil
NoSubyek
Nilai item Skor Total 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 22 23 25 27 29
1 3 4 3 4 3 4 3 3 4 3 3 2 2 3 3 3 48
2 2 1 1 1 2 3 1 3 3 3 2 1 1 2 3 4 32
3 1 3 1 2 3 4 3 4 3 3 3 2 2 3 3 2 40
4 3 4 4 4 4 5 4 5 4 5 5 5 5 5 4 4 65
5 3 4 5 4 4 5 4 4 5 4 5 5 5 5 4 3 64
6 3 2 4 3 3 3 1 3 5 3 5 2 2 2 2 4 42
7 5 5 5 3 4 5 5 5 5 5 5 5 5 3 4 3 67
8 4 2 2 2 3 3 2 4 2 3 3 2 2 3 2 3 40
9 3 5 1 5 3 5 3 4 4 5 5 4 4 5 5 4 61
10 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 4 4 55
11 3 2 2 2 3 3 3 3 3 3 5 3 3 2 3 3 43
12 5 5 4 4 4 4 3 3 5 4 4 3 3 4 3 5 60
13 3 2 2 2 2 3 3 2 3 3 5 3 3 2 3 3 41
14 3 2 2 3 3 3 3 3 3 2 5 3 3 3 2 3 43
15 3 2 2 3 4 5 3 3 3 3 5 4 4 2 2 2 46
16 5 4 4 5 4 4 3 4 4 3 4 5 5 4 4 5 62
17 3 4 4 3 4 4 4 4 3 3 3 4 4 3 2 4 52
18 5 5 4 5 3 5 5 5 5 4 5 4 4 4 5 5 69
19 1 4 1 3 4 4 4 3 5 2 4 1 1 3 4 1 44
20 1 3 1 3 4 5 4 4 4 3 5 4 4 5 4 5 55
J 62 66 55 65 68 81 65 73 77 68 85 65 65 66 66 70 1029
88
TABEL 5
SKOR NILAI SOAL GENAP
Y
NoSubyek
Nomor Item SkorTotal2 4 6 8 9 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30
1 5 4 3 3 3 2 2 3 4 4 3 2 3 3 2 1 44
2 3 3 1 3 2 2 3 5 3 3 2 1 2 2 3 3 41
3 3 4 3 3 3 3 2 2 3 3 3 2 3 1 3 3 42
4 5 5 5 5 4 4 4 5 5 4 5 5 4 5 5 5 70
5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 5 4 5 5 5 5 4 68
6 2 3 1 3 3 3 3 1 5 3 2 2 3 3 3 3 41
7 5 3 5 5 4 3 4 5 5 5 4 5 5 5 5 4 68
8 4 4 3 3 3 2 2 2 4 4 3 2 5 3 4 3 48
9 4 5 4 5 3 2 3 3 5 4 4 4 4 4 4 4 60
10 3 4 4 3 4 5 5 4 4 4 5 3 4 3 3 4 60
11 2 2 5 5 3 2 3 3 3 3 2 3 4 1 4 4 45
12 5 5 5 4 4 3 4 4 5 5 5 3 4 2 3 5 63
13 2 2 5 3 2 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 4 44
14 2 2 5 2 3 3 3 3 3 4 3 3 4 3 4 5 48
15 3 2 5 3 4 2 3 2 4 3 4 4 4 5 3 5 53
16 3 5 3 3 4 3 4 5 4 3 4 5 5 4 4 4 57
17 3 5 3 3 4 4 3 4 4 4 3 4 3 1 3 3 49
18 5 5 5 4 3 4 3 4 5 5 5 4 4 4 5 4 67
19 5 3 5 2 4 1 1 3 3 4 3 1 2 2 3 3 42
20 5 3 5 2 4 3 3 5 4 4 4 4 4 5 5 5 60
J 74 74 80 69 68 58 62 70 80 77 70 65 75 63 74 76 1070
89
TABEL 6
Perhitungan Reliabilitas Belah Dua Ganjil Genap
No X Y X2 Y2 XY1 48 44 2304 1936 21122 32 41 1024 1681 13123 40 42 1600 1764 16804 65 70 4225 4900 45505 64 68 4096 4324 43526 42 41 1764 1681 17227 67 68 4489 4624 45568 40 48 1600 2304 19209 61 60 3721 3600 3660
10 55 6 3025 3600 330011 43 45 1849 2025 193512 60 63 3600 3969 378013 41 44 1680 1936 180414 43 48 1849 2304 206415 46 53 2116 2809 243816 62 57 3844 3249 353417 52 49 2704 2401 254818 69 67 4761 4489 462319 44 42 1936 1764 184820 55 60 3025 3600 3300J 1029 1070 55213 59260 57038
90
Dari hasil perhitungan diperoleh nilah rhitung sebesar 0,958 sedangkan r tabel
sebesar 0,377. rhitung > rtabel, maka isntrumen variable kompetensi mengajar guru
( X ) memiliki reabilitas sangat tinggi.
TABEL 7
91
Tabulasi Data Hasil Angket Tentang Pengaruh Kompetensi mengajar Guru
di SMK Gutama Jakarta Timur
NOSKOR JAWABAN SISWA
TOTAL SKOR
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 1 4 3 5 4 4 5 3 4 5 5 2 3 3 5 5 4 4 5 4 4 812 2 4 4 5 5 3 2 4 4 5 5 5 4 4 2 5 5 3 5 5 813 5 2 4 3 3 5 2 2 5 4 4 3 3 2 4 2 3 2 2 2 624 4 5 2 4 3 3 2 4 2 3 5 3 5 3 3 4 2 2 4 3 655 3 2 4 3 3 4 4 5 3 3 3 5 5 5 3 4 4 5 4 3 756 4 4 2 4 2 5 3 3 5 4 4 2 4 5 5 3 5 2 5 5 767 5 3 5 4 4 5 5 3 4 2 2 4 3 3 5 2 2 4 2 3 688 3 2 3 4 5 3 2 5 5 4 4 4 3 5 5 3 4 5 3 4 769 4 4 3 2 2 4 4 5 3 3 2 5 5 5 3 5 4 4 5 3 75
10 3 3 5 3 5 5 2 4 5 3 4 4 5 3 4 5 3 4 4 4 7811 4 5 5 3 3 2 4 4 5 4 4 3 3 2 5 4 4 3 4 4 7412 4 4 4 3 5 2 4 3 4 2 2 4 4 2 3 2 4 4 2 3 7813 4 2 3 3 3 4 3 5 4 4 3 4 5 2 5 5 3 5 3 3 6014 4 5 3 4 4 4 4 4 5 3 5 5 3 4 5 3 3 3 5 3 7815 4 5 4 3 4 4 3 5 5 3 4 5 3 4 5 4 2 3 4 4 7916 5 4 5 4 4 5 5 3 3 2 5 5 4 3 5 4 4 5 4 3 8017 3 2 5 4 4 5 3 4 5 4 3 3 3 5 5 4 5 4 4 4 8018 4 4 4 3 2 5 4 4 5 3 4 5 4 3 3 3 5 5 4 5 7919 4 4 4 4 5 2 4 5 4 4 3 5 4 3 5 3 3 5 5 4 7920 3 5 5 3 3 5 3 5 4 3 4 5 4 4 5 2 4 3 4 4 7821 3 4 5 4 4 5 5 3 2 2 5 5 4 3 5 4 4 5 3 4 8022 5 4 4 4 5 4 4 5 5 3 2 2 5 5 4 3 5 4 5 4 8223 4 3 3 4 4 4 5 4 5 2 3 2 4 5 5 5 3 5 4 4 7824 4 4 4 5 4 4 5 5 4 2 3 2 4 5 5 5 3 5 4 4 8125 5 4 4 4 4 4 5 4 5 3 2 2 5 4 5 3 5 4 4 5 8126 5 3 4 3 3 4 4 5 5 3 2 5 2 5 4 3 4 5 5 4 7827 5 4 4 5 4 5 4 4 4 5 4 5 3 2 2 5 3 4 5 4 8128 5 5 4 5 5 4 3 5 4 4 5 5 2 3 4 3 4 3 5 4 8129 4 5 5 5 4 5 4 4 3 5 4 5 3 4 3 2 5 4 4 4 8130 3 4 5 4 5 4 5 3 4 5 4 4 4 2 3 4 5 3 5 4 81
92
TABEL 8
Data Hasil Penelitian tentang Kompetensi Mengajar Guru
Di SMK KWK Jakarta Timur
RESPONDEN X1 812 813 624 655 756 767 688 769 7510 7811 7412 7813 6014 7815 7916 8017 8018 7919 7920 7821 8022 8223 7824 8125 8126 7827 8128 8129 8130 81
Sumber : Data Diolah Dari Hasil Angket
93
TABEL 9 Data Hasil Penelitian tentang Kompetensi Mengajar Guru
Di SMK GUTAMA Jakarta Timur (Variabel Y)
RESPONDEN X1 7,62 7,63 5,74 6,65 7,06 7,17 6,38 7,19 7,110 7,311 6,912 7,313 5,514 7,315 7,416 7,517 7,518 7,419 7,420 7,321 7,522 7,723 7,324 7,625 7,626 7,327 7,628 7,629 7,630 7,6
Sumber : Nilai Raport Siswa Mid Semester Ganjil Th. Pelajaran 2007 – 2008
MengetahuiKepala SekolahSMK Gutama Jakarta Timur
(Drs. Much Slamet)
94
TABEL 10
Perhitungan Korelasi Product Moment
No Responden X Y X2 Y2 XY1 1 97 6,50 9409 42,25 630,52 2 105 7,10 11025 50,41 745,53 3 103 7,00 10609 49 7214 4 103 6,80 10609 46,24 700,45 5 95 6,50 9025 42,25 617,56 6 109 7,10 11881 50,41 773,97 7 105 6,90 11025 47,61 724,58 8 103 6,80 10609 46,24 700,49 9 111 7,50 12321 56,25 832,510 10 109 7,30 11881 53,29 795,711 11 105 7,40 11025 54,76 11112 12 101 6,50 10201 42,25 656,513 13 100 6,40 10000 40,96 64014 14 98 6,20 9604 38,44 607,615 15 106 7,10 11236 50,41 752,616 16 105 7,30 11025 53,29 766,517 17 104 6,00 10816 36 62418 18 105 6,70 11025 44,89 703,519 19 102 6,60 10404 43,56 673,220 20 112 7,40 12544 54,73 828,821 21 104 6,90 10816 47,61 717,622 22 115 7,70 13224 59,29 885,523 23 110 7,20 12100 51,84 79224 24 102 6,60 10404 43,56 673,225 25 102 6,50 10404 42,25 66326 26 104 6,80 10816 46,24 707,227 27 95 6,10 9025 37,21 579,528 28 101 6,30 10201 39,69 636,329 29 102 6,50 10404 42,25 66330 30 99 6,60 9801 43,56 653,4
∑ 3112 204,3 323469 1396,77 21242,3Sumber : Data Diolah Dari Hasil Penelitian
Berdasarkan tabel hasil penelitian di atas pengujian hiptesis dilakukan
dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Mencari nilai Koefisien Korelasi Product Momet Dari Pearson
95
= 0,918
Analisa perhitungan menggunakan product moment pada 0, 05
menunjukkan r hitung = 0, 918 lebih besar dan r tabel = 0, 361, ini berarti
antara variabel kompetensi mengajar guru dengan prestasi belajar siswa pada
semester I terdapat hubungan yang significant.
2. Mencari nilai thitung
thitung =
=
=
96
=
=
= 12,26
Perhitungan uji koefisien korelasi t diperoleh thitung sebesar 12, 26
kemudian dengan derajat kebebasan dan taraf nyata diperoleh 0,05, peroleh
ttabel sebesar 1, 710 dengan demikian thitung > dari ttabel = 12,26 >1.70. Ini berrati
variabel x dan y posistif dan significant.
3. Koefisien Determinasi
KD = r2 x 100 %
= (0,918)2 x 100 %
= 0,84 x 100 %
= 84 %
Perhitungan determinasi sebesar 84 % artinya, prestasi belajar siswa di
SMK Gutama 84 % dipengaruhi oleh kompetensi guru, sedangkan 100 % - 84 % =
16 % di pengaruhi faktor lain.
C. Pembahasan Hasil Penelitian
Dari hasil perhitungan menggunakan product moment pada a 0,05
menunjukkan r hitung = 0, 918 lebih besar dari r tabel, yaitu 0, 361 atau 0,918 > 0,
361 serta hasil pengujian korelasi lemah dengan menggunakan uji t diperoleh t
hitung lebih besar dari tabel yaitu 12, 26 > 1, 70.
97
Dengan demikian hipotesis yang menyatakan terdapat pengaruh yang
positif dan significant antara pengaruh kompetensi mengajar guru terhadap
prestasi belajar siswa dapat diterima.
Dari perhitungan koefisien determinasi diatas, nilai KD = 64 %, hal ini
menunjukkan bahwa besarnya prestasi belajar siswa di SMK Gutama Jakarta
Timur 64% dipengaruhi oleh kompetensi guru. Sedangkan yang 100% - 64% =
36% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
98
A. Kesimpulan
Berdasarkan pada hasil penelitian, analisis maupun pembahasan yang telah
dilakukan. Selanjutnya dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Terdapat hubungan yang positif dan significant antara kompetensi mengajar
guru dengan prestasi belajar siswa di SMK Gutama Jakarta Timur. Hal ini
ditunjukkan oleh hasil perhitungan koefisien korelasi product moment dari
Pearson , dimana r = 0,918
2. Dari hasil pengujian hipotesis ternyata thitung lebih besar bila dibandingkan
dengan ttabel. Dimana thitung = 12, 26 sedangkan ttabel = 1,701, dengan demikian
maka hipotesis nol penelitian ini ditolak dan hipotesis alternatifnya diterima.
Atau dengan kata lain, ada pengaruh yang significant dari kompetensi
mengajar guru terhadap prestasi belajar siswa di SMK Gutama Jakarta Timur.
3. Dari hasil penghitungan koefisien determinan di dapat KD = 84 % dengan
demikian diambil kesimpulan bahwa pretasi belajar siswa di SMK Gutama
Jakarta Timur 84 % dipengaruhi oleh faktor kompetensi mengajar guru,
sedangkan 16 % dipengaruhi oleh faktor lain.
B. Saran-Saran
Berdasarkan hasilpenelitian tersebut di atas, menghasilkan saran-saran sebagai
berikut :
1. Kepada kepala sekolah hendaknya tetap berupaya optimal meningkatkan
kompenesi mengajar guru dengan memberikan motifasi dan kesempatan yang
99
luas kepada para guru untuk mengikuti berbagai pelatihan dan pendidikan
dengan tugas keguruan.
2. kepada para guru hendaknya senantiasa meningkatkan wawasan
pengetahuannya sehingga dapat menjadi seorang pendidik yang berkualitas
dan mampu melaksanakan tugas dan tanggungjawab sebagai seorang guru
dengan maksimal.
3. Kepada para siswa disampaikan agar tetap berupaya semaksimal mungkin
untuk lebih giat dalam belajar, karena dengan belajar yang giat, maka siswa
akan menjadi anak yang cerdas.
100