bab i pendahuluan 1.1. latar...
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penataan Ruang sebagai suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan suatu
kesatuan yang tidak terpisahkan dan harus dilakukan sesuai dengan kaidah
penataan ruang sehingga diharapkan dapat mewujudkan pemanfaatan ruang yang
berhasil guna dan berdaya guna serta mampu mendukung pengelolaan lingkungan
hidup yang berkelanjutan dan tidak menyebabkan terjadinya penurunan kualitas
ruang. Dalam proses penataan ruang, pergeseran fungsi lahan sangat tidak
mungkin untuk dapat dihindarkan. Pergeseran fungsi lahan yang terjadi di
berbagai daerah di Indonesia terutama di wilayah hiterland kawasan perkotaan
menggambarkan dinamika keruangan atas aturan mengenai ketataruangan.
Pengendalian pemanfaatan ruang menjadi bagian yang tidak terpisahkan
dari proses penataan ruang. Pemanfaatan ruang di berbagai wilayah d Indonesia,
dalam pelaksanaannya sering atau tidak sejalan dengan rencana tata ruang yang
telah ditetapkan. Beberapa faktor yang mempengaruhi ketidaksesuaian tersebut
antara lain tekanan perkembangan pasar terhadap ruang, belum jelasnya
mekanisme pengendalian dan lemahnya penegakan hukum (low enforcement)
terhadap pelanggaran yang terjadi. Kecenderungan penyimpangan-penyimpangan
pemanfaatan ruang dapat terjadi karena produk rencana tata ruang kurang
1
memperhatikan aspek-aspek pelaksanaan atau sebaliknya bahwa pemanfaatan
ruang kurang memperhatikan rencana tata ruang yang sudah ditetapkan.
Ketidaksesuaian pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang selama ini
menyebabkan pentingnya aspek pengendalian pemanfaatan ruang. Bentuk-bentuk
pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi,
perijinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi. Peraturan
zonasi dapat menjadi acuan dalam pemberian izin pemanfaatan ruang,
pengawasan, maupun penertiban, serta memberikan panduan teknis
pengembangan/pemanfaatan lahan untuk mengoptimalkan nilai pemanfataan.
Berdasarkan UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, disebutkan
bahwa perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan rencana umum tata
ruang dan rencana rinci tata ruang. Recana Rinci Tata Ruang terdiri dari Rencana
Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Penyusunan Peraturan Zonasi yang
disusun berdasarkan pendekatan nilai strategis kawasan atau kegiatan kawasan
dengan muatan substansi yang dapat mencakup hingga penetapan blok dan
subblok peruntukkan.
Penyusunan rencana rinci tersebut dimaksudkan sebagai operasionalisasi
rencana umum tata ruang dan sebagai dasar penetapan peraturan zonasi. Adapun
peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur tentang persyaratan
pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/
zona peruntukkan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang.
Selanjutnya rencana detail tata ruang dan peraturan zonasi menjadi salah satu
2
dasar dalam pengendalian pemanfaatan ruang sehingga pemanfaatan ruang dapat
dilakukan sesuai dengan rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang.
Kota Yogyakarta telah tumbuh dan berkembang ke wilayah sekitar yang
membentuk Kawasan Perkotaan Yogyakarta (KPY). Perkembangan ini didukung
oleh pembangunan infrastruktur wilayah yang menghubungkan pusat-pusat
kegiatan di sekitar Kawasan Perkotaan Yogyakarta yang kemudian menjadi core
dan point development dalam konsep tata ruang wilayah Provinsi DI. Yogyakarta.
Berdasarkan Arahan Pengembangan Struktur Ruang Wilayah Nasional, Perkotaan
Yogyakarta yang terdiri dari wilayah Kota Yogyakarta (RTRWP DIY 2008),
sebagian wilayah Kabupaten Bantul dan Sleman, mengemban peran sebagai Pusat
Kegiatan Nasional (PKN) yang memiliki fungsi sebagai: sebagai Kota pendidikan,
kebudayaan dan pariwisata; sebagai simpul utama transportasi melayani provinsi
Jawa Timur dan jawa Tengah bahkan dari luar jawa. Fungsi dan peran yang telah
ditetapkan dapat didukung dengan upaya mengarahkan dan mengendalikan
perkembangan Perkotaan Yogyakarta, upaya tersebut memerlukan instrumen yang
berupa rencana detail tata ruang dan pertauran zonasi.
Pengendalian pemanfaatan ruang pada saat ini tidak efektif dan efisien
karena instrumen pengendalian pemanfaatan ruang masih belum menyesuaikan
terhadap pergeseran pemanfaatan ruang yang sering kali bertentangan bahkan
melanggar rencana tata ruang yang ada. Pengendalian pemanfaatan ruang sebagai
wujud upaya guna menertibkan penataan ruang yang dilakukan dengan penetapan
peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan
sanksi terhadap pelanggarannya.
3
Secara fisik, kecenderungan perkembangan Kawasan Perkotaan
Yogyakarta kurang jelas arahnya sehingga akan berakibat kurang jelasnya fungsi
dan peran yang telah ditetapkan sehingga untuk mengarahkan kembali
perkembangan Kawasan Perkotaan Yogyakarta menuju tujuan yang telah
ditetapkan diperlukan instrumen pengendali yang berupa perencanaan rinci tata
ruang serta peraturan zonasi. Untuk wilayah Kawasan Perkotaan Yogyakarta
Rencana Detail Tata Ruang seluruhnya telah disusun, hal ini perlu dilanjutkan
dengan peraturan zonasinya1. Sejalan dengan kebijakan penataan ruang secara
nasional maupun tingkat provinsi, di Kabupaten Sleman rencana tata ruang telah
dituangkan dalam RTRW yang telah ditetapkan dalam Perda No. 12 Tahun 2012
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sleman.
Peraturan Zonasi di sebagian wilayah Kabupaten Sleman yang termasuk
dalam Kawasan Perkotaan Yogyakarta sebagai kelanjutan peraturan zonasi dari
Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Yogyakarta, memiliki peran
strategis dan akan berdampak sangat besar terhadap kehidupan ekonomi, sosial,
dan ekologi penduduk setempat. Untuk itu diperlukan penelitian guna mengetahui
tingkat kesiapan pemerintah dalam rangka proses implementasi peraturan zonasi,
sehingga peraturan tersebut dapat menjadi instrumen pengendalian pemanfaatan
ruang yang mampu diterima dan memberikan dampak pada kesejahteraan
masyarakat.
1 UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pasal 14 ayat (6) menyebutkan bahwa “Rencana detail tata ruang sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) huruf c dijadikan dasar bagi penyusunan peraturan zonasi
4
1.2. Permasalahan Penelitian
Peraturan zonasi di Indonesia sampai saat ini masih dalam tahap
pemahaman bagi pemerintah-pemerintah daerah dalam proses pelaksanaannya
dengan beberapa kegiatan yang sedang dilakukan sosialisasi, pelatihan dan
workshop. Dalam proses pemahaman mengenai peraturan zonasi kadang terjadi
kesalahpahaman mengenai kedudukan peraturan zonasi dengan rencana tata
ruang. Banyak pihak menganggap bahwa rencana tata ruang dan peraturan zonasi
adalah sama, sehingga seringkali untuk pengerjaan keduanya disatukan. Jika
dilihat kedudukan dan fungsi keduanya berbeda. Peraturan zonasi (zoning
regulation) ditujukan sebagai instrumen pengendalian pemanfaatan ruang,
sementara rencana tata ruang masuk ke dalam lingkup perencanaan yang
merupakan proses untuk menentukan struktur dan pola ruang dan jelas hal
tersebut termuat dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang2. Oleh
karena itu diperlukan identifikasi terhadap kesiapan pemerintah dalam
implementasi instrumen pengendalian pemanfaatan ruang, guna dicarikan upaya
pemecahan masalah terkait konflik dalam pemanfaatan ruang sekitar mereka.
Pengaturan zonasi sebagai regulasi perencanaan ruang merupakan
alternatif dalam mengatur pemanfaatan ruang perlu dipersiapkan dengan baik oleh
aparat pemerintah, sehingga aturan tersebut dapat dijadikan pedoman dalam
pengendalian pemanfaatan ruang yang mengatur kegiatan apa yang boleh dan
2 ibid, Pasal 36 ayat 1 menyebutkan “Peraturan Zonasi merupakan ketentuan yang mengatur pemanfaatan ruang dan unsur-unsur pengendalian yang disusun untuk setiap zona peruntukan sesuai dengan rencana rinci ruang
5
tidak boleh dilakukan. Pertanyaan penelitian yang harus dicari jawabannya
adalah:
“Bagaimana kesiapan Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman dalam
menerapkan peraturan zonasi sebagai instrumen pengendalian pemanfaatan ruang
di wilayah Kabupaten Sleman yang termasuk Kawasan Perkotaan Yogyakarta”.
Pertanyaan tersebut diatas dapat dirinci lebih lanjut sebagai berikut:
1. Seberapa besar pemahaman aparat pemerintah terhadap peraturan zonasi
sebagai instrumen pengendalian tersebut?
2. Sejauh mana aparat pemerintah menjalankan dan menerapkan prosedur proses
pengendalian dalam penerapan peraturan zonasi?
3. Bagaimana kesiapan pemerintah dalam penerapan peraturan zonasi sebagai
instrumen pengendalian pemanfaatan ruang?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kesiapan Pemerintah
Daerah Kabupaten Sleman dalam penerapan peraturan zonasi sebagai instrumen
pengendalian pemanfaatan ruang di Kawasan Perkotaan Yogyakarta.
Tujuan tersebut di atas dirinci lebih lanjut sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi kesiapan kebijakan dan ketentuan pengendalian pemanfaatan
ruang di Kawasan Perkotaan Yogyakarta Kabupaten Sleman.
2. Mengidentifikasi kesiapan mekanisme aturan pelaksanaan peraturan zonasi di
Kawasan Perkotaan Yogyakarta Kabupaten Sleman.
6
3. Mengidentifikasi kesiapan sumberdaya aparat pemerintah daerah dalam
penerapan peraturan zonasi di Kawasan Perkotaan Yogyakarta Kabupaten
Sleman.
4. Mendeskripsikan kesiapan Pemerintah Daerah dalam penerapan peraturan
zonasi sebagai instrumen pengendalian pemanfaatan ruang di Kawasan
Perkotaan Yogyakarta Kabupaten Sleman.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk:
1. Bagi ilmu pengetahuan diharapkan mampu memberikan suatu bentuk
pemahaman baru mengenai teori, konsep maupun praktek yang lebih baik lagi
sebagai dasar pengembangan ilmu pengetahuan.
2. Bagi Praktek Perencanaan Kota dan Daerah:
a. Memberi masukan terhadap bentuk implementasi peraturan zonasi dalam
proses pengendalian pemanfaatan ruang.
b. Bahan masukan bagi pihak-pihak yang terkait dalam melaksanakan
kegiatan Zoning Regulation di kawasan perkotaan.
1.5. Keaslian Penelitian
Kabupaten Sleman merupakan wilayah yang memiliki karakteristik fisik
dan sosial yang beragam yang menjadi daya tarik topik penelitian bagi para
peneliti. Dalam penelusuran penelitian telah dilakukan baik tentang Kabupaten
Sleman, kajian implementasi penataan ruang, maupun kajian mengenai
7
pengendalian pemanfaatan ruang. Terdapat beberapa penelitian tentang
Kabupaten Sleman antara lain:
Tabel 1.1. Kajian Pendahulu Peneliti Judul Tujuan Hasil
Endah Sri Widiastuti (2008)
Pengendalian Peruntukan Pemanfaatan Tanah untuk Perumahan yang dibangun Pengembang di Kabupaten Sleman
Mendiskripsikan implementasi pengendalian peruntukan pemanfaatan tanah untuk perumahan yang dibangun pengembang di Kabupaten Sleman
-Kebijakan pengendalian dengan pendekatan institusional diformulasikan dalam IPPT -Kinerja pengendalian peruntukan pemanfaatan untuk perumahan belum efektif.
Ernawati Ginting (2010)
Implementasi Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Aglomerasi Perkotaan Kabupaten Sleman pada Penggunaan Lahan Pertanian dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya
Mengkaji implementabilitas penerapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) serta faktor-faktor yang mempengaruhinya
-Implementabilitas RDTR di Kawasan AglomerasiPerkotaan KabupatenSleman bertaraf sedang namun terdapat perbedaan di tiap kecamatan -Faktor-faktor yang mempengaruhi implementabilitas adalah faktor teknik, politik, dan sosial yang memiliki korelasi signifikan terhadap implementabilitas
Ignatius Sumarwoto (2011)
Fenomena “Membangun Dulu Sebelum Ijin” pada Kasus Pengembangan Perumahan di Kabupaten Sleman
Mendeskripsikan fenomena pengembang perumahan di wilayah Kabupaten Sleman yang cenderung membangun terlebih dahulu sebelum proses perijinan selesai
-Ada 3 kategori latar belakang terjadinya fenomena ‘membangun dahulu sebelum ijin’ yaitu: lingkup Pemda; lingkup pengembang; lingkup konsumen
Sumber: Analisis, 2013
Kajian-kajian yang telah dilakukan sebelumnya sudah sangat beragam,
namun kajian yang mengangkat tentang kesiapan aparat pemerintah dalam
penerapan instrumen pengendalian sebagai aturan terhadap pemanfaatan ruang di
Kabupaten Sleman belum dilakukan (sejauh telusur yang telah dilakukan peneliti).
Penelitian ini berusaha mengkaji tingkat kesiapan pemerintah daerah dalam
penerapan instrumen pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan perkotaan, dan
hasilnya diharapkan dapat memberi dukungan dalam meningkatkan kualitas
aparat pemerintah dalam proses pengendalian pemanfaatan ruang di Kawasan
Perkotaan Yogyakarta Kabupaten Sleman.
8