bab 1 pendahuluan 1.1 latar...
TRANSCRIPT
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) merupakan program
pengajaran bahasa Indonesia yang ditujukan untuk penutur asing. Pembelajar
asing yang belajar bahasa Indonesia adalah pembelajar yang berkebangsaan non-
Indonesia dan berbahasa ibu bukan bahasa Indonesia. Pembelajar BIPA biasanya
merupakan pembelajar yang memiliki latar belakang budaya berbeda dengan
budaya bahasa yang dipelajarinya. Umumnya pembelajar BIPA merupakan
pembelajar dewasa yang belajar bahasa Indonesia sebagai bahasa asing atau
bahasa kedua.
Pembelajaran BIPA tidak hanya dimaksudkan untuk memperkenalkan
bahasa dan budaya Indonesia kepada penutur asing, melainkan juga
memperkenalkan bahasa Indonesia menjadi sebuah bahasa komunikasi praktis
untuk berbagai kepentingan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Dardjowidjojo
(2003:26) yang menyebutkan bahwa pembelajar BIPA umumnya merupakan
kalangan ekspatriat atau orang asing yang memiliki motivasi instrumental.
Motivasi instrumental merupakan motivasi keinginan belajar bahasa kedua
sebagai alat untuk memperoleh pekerjaan atau mendapatkan nilai kelulusan telah
mempelajari suatu bahasa. Motivasi instrumental sangat berpengaruh terhadap
peserta BIPA karena pembelajar yang mempunyai motivasi instrumental
2
diprediksi akan mempunyai filter tinggi yang disebabkan oleh keberadaan
motivasi dan akan berhenti ketika pembelajar sudah meraih atau mencapai apa
yang diinginkan.
Pembelajaran BIPA dapat dilaksanakan di dalam maupun di luar
Indonesia. Pembelajaran BIPA di luar negeri telah dilakukan hampir di seluruh
benua, program BIPA telah diselenggarakan di kurang lebih 45 negara, dengan
174 tempat pelaksanaan yang tersebar di negara-negara di dunia. Lembaga
penyelenggara yang dimaksud pada umumnya berupa perguruan tinggi dan
selebihnya berupa lembaga kebudayaan atau lembaga khusus.
Salah satu negara yang banyak menyelenggarakan pembelajaran bahasa
Indonesia ialah Amerika. Kurang lebih terdapat 13 universitas dan departemen
khusus (Defense Language Institute) milik departemen pertahanan Amerika yang
mengakomodasi pembelajaran bahasa Indonesia sebagai jurusan, program studi
atau bahasa pilihan. Selain itu, terdapat tiga organisasi nonprofit Amerika yang
secara rutin menyelenggarakan program bahasa Indonesia. Organisasi tersebut
adalah Southeast Asian Studies Summer Institute (SEASSI), Consortium of
Teaching Indonesian-Malay (COTIM), dan United State-Indonesia (USINDO),
serta pada tahun 2010 diselenggarakan organisasi program bahasa Indonesia baru
yang disebut dengan Critical Language Scholarship (CLS).
Kesalahan merupakan suatu bagian belajar yang tidak terhindarkan. Setiap
pembelajar bahasa umumnya mengalami kesalahan dalam berbahasa sasaran.
Masalah-masalah tersebut juga dapat timbul dalam pembelajaran BIPA
dikarenakan pembelajar kurang menguasai tata bahasa Indonesia, kurang
3
memahami kandungan makna dari bentukan kata dalam kalimat, satuan-satuan
linguistik yang menjadi unsur pembangun kalimat bahasa Indonesia belum
dikuasai secara matang, serta penggunaan bahasa Indonesia yang masih
dipengaruhi oleh penggunaan bahasa ibu atau bahasa pertamanya.
Kesalahan berbahasa dalam bahasa Indonesia dapat diklasifikasikan dalam
berbagai tataran. Pertama, berdasarkan tataran linguistik, kesalahan berbahasa
dapat diklasifikasikan menjadi kesalahan berbahasa di bidang fonologi, morfologi,
sintaksis (frasa, klausa, kalimat), semantik, dan wacana. Kedua, berdasarkan
kegiatan berbahasa atau ketrampilan berbahasa dapat diklasifikasikan menjadi
kesalahan berbahasa dalam menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Ketiga,
berdasarkan sarana atau jenis bahasa yang digunakan dapat berwujud kesalahan
berbahasa secara lisan dan secara tulis. Keempat, berdasarkan penyebab kesalahan
dapat diklasifikasikan menjadi kesalahan berbahasa karena pengajaran dan
kesalahan berbahasa karena interferensi. Kelima, kesalahan berbahasa
berdasarkan frekuensi terjadinya dapat diklasifikasikan melalui kesalahan
berbahasa paling sering, sering, sedang, kurang, dan jarang terjadi.
Penelitian ini akan mengkaji salah satu aspek tataran linguistik, yaitu
morfologi. Morfologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang tatabentuk dan
proses pembentukan kata. Di dalam proses morfologi bahasa Indonesia terdapat
tiga proses pembentukan kata, yaitu afiksasi, reduplikasi, dan pemajemukan. Dari
ketiga proses tersebut, peneliti membatasi penelitian ini pada ranah kesalahan kata
kerja berafiks yang digunakan. Hal tersebut sesuai dengan Susanto (2001) yang
menjelaskan bahwa kesulitan fundamental yang sering dialami oleh pembelajar
4
asing dalam belajar bahasa Indonesia adalah kesulitan memahami proses
pengimbuhan atau afiksasi.
Kegiatan berbahasa atau keterampilan berbahasa yang diteliti dalam
penelitian ini adalah keterampilan menulis. Di bawah ini adalah contoh kesalahan
kata kerja yang terjadi dalam karangan.
*(1) Jadi, pemerintah bisa membuat aturan di mana mentebang menjadi kegiatan
ilegal.
*(2) Akhirnya, siswa bisa mengadiri SMA selama tiga tahun.
*(3) Setelah kedelai rebus sudah dingin, pembuat tempe mecampur ragi dan
kedelai rebus itu.
Kesalahan berbahasa pada tataran morfologi ditemukan dalam kata
bercetak tebal di atas. Pada data nomor (1) kesalahan pembentukan kata kerja
dikarenakan fonem yang seharusnya luluh dalam proses afiksasi tidak diluluhkan.
Kaidah afiksasi awalan {meN-} jika digabungkan dengan kata berfonem awal /t/
seharusnya luluh menjadi {meN-}. Pada data nomor (2) kesalahan pembentukan
kata kerja dikarenakan fonem yang seharusnya tidak luluh dalam proses afiksasi,
diluluhkan. Kaidah afiksasi awalan {meN-} jika digabungkan dengan kata
berfonem awal /h/ seharusnya tidak luluh. Kalimat tersebut tidak hanya
mempunyai kesalahan pembentukan kata, tetapi juga kalimat tersebut tidak
berterima. Kalimat nomor (2) dianggap tidak berterima dapat dikarenakan
terdapat kata bentukan yang tidak tepat. Kata menghadiri mempunyai makna
‘mengunjungi (pertemuan, rapat); mengikuti (ceramah, upacara)’ kata yang tepat
untuk kalimat tersebut adalah kata menemupuh yang berarti ‘melalui atau
menyusuri, mengikuti (kursus, pelajaran, sekolah dsb)’. Pada data nomor (3)
kesalahan pembentukan kata kerja terjadi dengan membubuhkan prefiks {meN-}
dalam kata campur, tetapi bentukan kata yang dihasilkan tidak sesuai dengan
5
tatabahasa. Seharusnya dalam kaidah afiksasi awalan {meN-} jika digabungkan
dengan kata berfonem awal /c/ terbentuk nasal sebelum kata dasar yang menjadi
mencampur. Pembenaran untuk kata bercerak tebal pada data nomor (1), (2), (3)
adalah sebagai berikut.
(1a) Jadi, pemerintah bisa membuat aturan di mana menebang menjadi
kegiatan ilegal.
(2a) Akhirnya, siswa bisa menempuh SMA selama tiga tahun.
(3a) Setelah kedelai rebus sudah dingin, pembuat tempe mencampur ragi
dan kedelai rebus itu.
Kesalahan berbahasa Indonesia dalam tataran morfologi tidak hanya
dikarenakan fonem yang seharusnya luluh tidak diluluhkan dan sebaliknya.
Namun terdapat pula interferensi dari bahasa pertama yang mempengaruhi
pembentukan kata dalam bahasa Indonesia.
*(4) Dalam berdialogue kami mencari banyak persoalan antara kedua negara.
Pada kata kerja dicetak tebal di atas, dapat diketahui bahwa kata dasar
yang digunakan adalah dialogue. Kata dasar tersebut masih berupa kata dasar
dalam bahasa ibu pembelajar yaitu bahasa Inggris. Meskipun dalam bahasa
Indonesia juga terdapat kata serapan dari bahasa Inggris yaitu dialog. Tetapi kata
berdialog tidak berterima dalam kalimat tersebut. Hal itu dikarenakan kata dialog
dalam KBBI mempunyai makna ’percakapan (dalam sandiwara, cerita dsb),
karya tulis yang disajikan dalam bentuk percakapan antara dua tokoh atau lebih’.
Kata yang tepat untuk sehingga berterima dalam kalimat tersebut adalah kata
diskusi. Kata diskusi mempunyai makna ’pertemuan ilmiah untuk bertukar
pikiran mengenai suatu masalah’.
Hal tersebut termasuk dalam kategori kesalahan dalam ranah performansi.
Faktor performansi menghasilkan kekeliruan (mistake) berbahasa. Kekeliruan
6
merupakan penyimpangan yang tidak sistematis. Hal tersebut terjadi dapat
dikarenakan salah dengar dari ucapan yang ditulis ke dalam bahasa tulis.
Berdasarkan taksonomi komparatif, kesalahan tersebut dapat dikategorikan
sebagai kesalahan interlingual atau interferensi. Kesalahan tersebut bersumber
dari pengaruh bahasa pertama terhadap bahasa kedua. Pembenaran untuk kata
bercerak tebal pada data nomor (4) adalah sebagai berikut.
(4a) Dalam diskusi, kami mencari banyak persoalan antara kedua negara.
Kesalahan penggunaan afiks dapat terjadi dalam pembelajaran bahasa
indonesia bagi penutur asing. Kesalahan penggunaan gabungan afiks {di-kan} dan
{di-i} adalah sebagai berikut.
*(5) Saya baru tahu kalau silat bisa di ajari oleh perempuan dan laki-laki.
*(6) Menurut Mustofa, terkadang pemerintah pusat sering memberikan bantuan
yang tidak sesuai dengan apa yang di perlukan oleh daerah.
Pada contoh di atas, dapat dilihat bahwa pada kalimat (5) dan (6) di-
berfungsi sebagai preposisi. Namun jika kalimat tersebut dibaca secara seksama,
maka akan terlihat bahwa di- sebagai bagian dari kata sesudahnya. Dapat diartikan
bahwa dalam kalimat (5) dan (6) di- merupakan gabungan afiks yaitu {di-i} dan
{di-kan}. Kerancuan penggunaan di- sebagai awalah dan di- sebagai preposisi
muncul dalam karangan mahasiswa asing.
Pada kalimat nomor (5) terjadi kesalahan penggunaan gabungan afiks
dalam kalimat, pembelajar masih rancu menggunakan {di-i} dan {di-kan}.
Pembelajar mengalami kesulitan dalam membentuk verba dari konstruksi pasif.
Kesalahan pada bagian ini dapat disebabkan karena pembelajar belum menguasai
kaidah pembentukan konstruksi pasif dalam bahasa indonesia. Bentuk dasar ajar
7
seharusnya diberi imbuhan {di-kan} menjadi diajarkan supaya membentuk verba
pasif yang tepat. Perbaikan dapat dilihat pada konstruksi (5a) dan (6a).
(5a) Saya baru tahu kalau silat bisa diajarkan oleh perempuan dan laki-
laki.
(6a) Menurut Mustofa, terkadang pemerintah pusat sering memberikan
bantuan yang tidak sesuai dengan apa yang diperlukan oleh daerah.
Penutur asli bahasa Indonesia hampir tidak pernah menemukan kesulitan
dalam membentuk kata dengan afiks, tetapi penutur asing banyak mendapatkan
kesulitan karena ketidaktahuan atau ketidakmengertian tentang kaidah-kaidah
tatabahasa Indonesia yang masih samar atau belum jelas. Kesalahan penggunaan
kata kerja dapat berdampak pada kesalahan ketidakberterimaan sebuah kalimat.
Pembelajara BIPA menarik untuk diteliti. Dipilihnya pembelajar BIPA
sebagai subjek penelitian karena belum banyak peneliti yang meneliti tentang
pembelajar bahasa Indonesia untuk penutur asing, khususnya mahasiswa Amerika
sebagai subjek penelitian.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan sebelumnya,
rumusan masakah dari penelitian ini dikemukakan sebagai berikut.
1) Bagaimana wujud kesalahan pembentukan kata kerja oleh mahasiswa
Amerika?
2) Apa penyebab kesalahan pembentukan kata kerja oleh mahasiswa
Amerika?
8
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang terdapat dalam penelitian ini, tujuan
penelitiandapat diketahui sebagai berikut.
1) Mendeskripsikan wujud kesalahan pembentukan kata kerja oleh
mahasiswa Ameika.
2) Menjelaskan penyebab kesalahan pembentukan kata oleh mahasiswa
Amerika.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoretis dan
manfaat secara praktis. Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi dalam pengetahuan, pembelajaran, dan penelitian tentang
BIPA dalam kajian morfologi khususnya mengenai pembentukan kata kerja.
Bagi peneliti, penelitian ini merupakan proses belajar untuk menerapkan
ilmu yang sudah didapat dan mengembangkan pengetahuan yang dimiliki. Bagi
peneliti lain, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan manfaat
sebagai salah satu bahan pertimbangan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut
yang mempunyai relevansi dengan penelitian ini.
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh pengajar
BIPA untuk mengetahui bahwa kesalahan berbahasa dalam tataran morfologi.
Sehingga pengajar BIPA lebih menyeimbangkan pengajaran tidak hanya dalam
tataran sintaksis tetapi juga dalam tataran morfologi. Hal tersebut dapat
9
meningkatkan penguasaan bahasa sasaran dan meminimalisasi kesalahan
pembentukan kata dalam kalimat.
1.5 Tinjauan Pustaka
Penelitian yang berkaitan dengan analisis terhadap yang dilakukan oleh
para pembelajar BIPA yang berbahasa ibu bukan bahasa Indonesia telah
dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, baik dalam bentuk penelitian
maupun jurnal. Berikut ini merupakan penelitian yang mempunyai relevansi
terhadap penelitian ini.
Dalam jurnal, Nugraha (2000) dengan judul Kesalahan-kesalahan
Berbahasa Indonesia Pembelajar bahasa Indonesia sebagai bahasa Asing
menjelaskan tentang bentuk-bentuk kesalahan berbahasa Indonesia pembelajar
BIPA di Indonesian Language and Culture Intensive Course (ILCIC) Universitas
Sanata Dharma tahun 1999-2000 yang berjumlah 70 karangan. Dalam penelitian
ini menjelaskan kesalahan berbahasa dari segi morfologi, sintaksis, dan semantik.
Penelitian tersebut juga memberikan contoh bentuk-bentuk kesalahan dan
memberikan pembenaran bagaimana kalimat yang benar, tetapi belum ada
penjelasan mengapa kesalahan tersebut dapat terjadi dihubungkan dengan karakter
dan bahasa ibu pembelajar bahasa.
Susanto (2001) dalam bentuk tulisan di jurnal berjudul Pengembangan
Bahan Ajar BIPA Berdasarkan Kesalahan Bahasa Indonesia Pembelajar Asing
menjelaskan tentang kesalahan bahasa Indonesia yang dilakukan oleh pembelajar
asing. Tulisan tersebut menitikberatkan analisisnya pada pengembangan bahan
10
ajar BIPA. Hasil analisis kesalahan dapat didayagunakan untuk meningkatkan
mutu penyelenggaraan program BIPA, salah satunya untuk meningkatkan mutu
bahan ajar BIPA. Penelitian ini masih bersifat umum, hanya menjelaskan ragam
kesalahan berbahasa yang dihubungkan dengan bahan ajar yang digunakan.
Belum banyak disertasi yang membahas secara menyeluruh tentang
pembelajaran BIPA. Salah satu disertasi yang membahasa tentang BIPA adalah
disertasi Widodo (2004) berjudul Pembelajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur
Asing Model Tutorial: Studi Kasus Pembelajaran BIPA Tingkat Pemula pada
Program Center for Indonesian Studies Universitas Negeri Malang.Dalam
disertasi tersebut dijelaskan secara terperinci tentang hakikat dan kedudukan
BIPA di Indonesia pada umumnya dan di universitas terteliti pada khususnya.
Penelitian tersebut menitikberatkan pada pencapaian hasil pembelajaran BIPA
dengan model tutorial. Penelitian ini praktis mengarah pada ranah pengajaran dan
hasil pembelajaran BIPA. Tidak banyak disinggung tentang ranah linguistik.
Penelitian berwujud tesis Seon-hee (2009) berjudul Analisis Kesalahan
Berbahasa Korea (Studi Kasus Karangan Mahasiswa Jurusan Bahasa Korea,
Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada) menunjukkan kesalahan
pelafalan yang tercermin pada penulisan bahasa Korea. Penelitian tersebut lebih
fokus pada ranah fonologi khususnya dalam membedakan bunyi dalam pasangan
minimal. Faktor penyebab kesalahan dalam bidang fonologi antara bahasa ibu
(bahasa Indonesia) dan bahasa sasaran (bahasa Korea) menyebabkan interferensi
negatif pada bahasa sasaran.
11
Penelitian Primantari (2012) dengan judul Analisis Kesalahan
Penggunaan Bahasa Indonesia pada Tataran Sintaksis oleh Pembelajar BIPA
dari Korea. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa pembelajar BIPA
dari Korea melakukan kesalahan dalam tataran sintaksis, yaitu pada tataran frasa
dan tataran klausa. Faktor penyebab kesalahan dibedakan menjadi faktor
linguistik dan faktor nonlinguistik. Faktor linguistik dipengaruhi oleh proses
interlingual dan interferensi bahasa Korea. Faktor-faktor nonlinguistik adalah
lingkungan pembelajaran bahasa Indonesia yang kurang kondusif dan kebiasaan
menggunakan bahasa informal dalam karangan.
1.6 Landasan Teori
1.6.1 Analisis Kesalahan
Analisis kesalahan merupakan bidang kajian linguistik yang masuk dalam
kajian linguistik terapan. Penerapan analisis kesalahan dapat dimanfaatkan untuk
memperbaiki dan membantu proses belajar mengajar bahasa sasaran. Tujuan dari
analisis kesalahan dapat memudahkan dan membantu pengajar mengidentifikasi,
mengklasifikasikan secara sistematis kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh
pembelajar yang sedang belajar bahasa asing atau bahasa kedua. Sesuai dengan
Pateda (1989: 35) menyatakan bahwa analisis kesalahan dimaksudkan supaya
pengajar mengetahui kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh para pembelajar,
memperbaiki metode atau teknik pengajaran serta dapat membantu merencanakan
sistem dan rencana pengajaran bahasa sasaran dari kesalahan-kesalahan yang
dilakukan.
12
Dalam analisis kesalahan terdapat dua faktor penyebab terjadinya
kesalahan, diantaranya adalah faktor performansi (performance) dan faktor
kompetensi (competence). Faktor performansi menghasilkan kekeliruan (mistake)
dan faktor kompetensi menghasilkan (error). Kekeliruan merupakan
penyimpangan yang tidak sistematis, misalnya karena kelelahan, emosi atau salah
ucap (Pateda, 1989:32).
Dulay (1982:139) menjelaskan bahwa kesalahan yang disebabkan oleh
performansi merujuk kepada penyimpangan kebahasaan yang dihasilkan oleh
pembelajar. Hal tersebut disebabkan oleh sistem pengetahuan pembelajar untuk
memperoleh bahasa target masih dalam tahap perkembangan. Kesalahan
merupakan bentuk bahasa yang tidak benar secara gramatikal baik yang
diucapkan, ditulis, didengar atau dibaca.
Analisis kesalahan berbahasa merupakan suatu teknik untuk
mengidetifikasi dan menginterpretasi secara sistematis kesalahan-kesalahan yang
dibuat oleh pembelajar dengan menggunakan teori-teori dan prosedur-prosedur
berdasarkan linguistik (Crystal via Pateda, 1989:32).
1.6.2 Morfologi dan Proses Morfologis
Morfologi merupakan suatu cabang linguistik mempelajari struktur,
bentuk-bentuk kata, dan mengidentifikasi satuan-satuan dasar bahasa sebagai
satuan gramatikal. Secara umum morfologi merupakan cabang ilmu bahasa yang
mempelajari bentuk dan proses pembentukan kata. Proses pembentukan kata
13
tersebut dapat berpengaruh terhadap perubahan bentuk kata dan juga terhadap
golongan dan arti kata.
Proses morfologis yang terdapat dalam tataran morfologi merupakan
tataran linguistik yang identik dengan tata kata atau tata bentuk. Dalam bahasa
Indonesia terdapat tiga proses pembentukan kata. Proses afiksasi, reduplikasi, dan
pemajemukan termasuk dalam proses morfologis atau proses pembentukan kata.
Proses afiksasi (affixation) disebut juga dengan proses pengimbuhan.
Afiksasi merupakan proses pembubuhan afiks pada sebuah kata dasar atau bentuk
dasar (Chaer, 2003:177). Proses penambahan afiks biasanya dapat mengubah
kelas kata atau makna dari bentuk dasar yang dikenal sebagai proses afiksasi
derivasional. Penambahan afiks yang tidak disertai dengan perubahan kelas kata
ataupun makna dari bentuk dasar dikenal dengan afiksasi inflesional.
Proses pengimbuhan terbagi menjadi beberapa jenis, hal ini bergantung
pada letak atau di mana posisi afiks tersebut digabung dengan kata yang
dilekatinya. Dilihat dari posisi melekatnya dengan bentuk dasar biasanya
dibedakan adanya; prefiks (awalan) yaitu imbuhan yang melekat di depan kata
dasar; sufiks (akhiran) adalah imbuhan yang melekat di belakang kata dasar;
infiks (sisipan) adalah afiks yang diselipkan di tengah kata dasar; dan
konfiksadalah imbuhan yang berupa morfem terbagi, bagian pertama berposisi
pada awal bentuk dasar dan bagian yang kedua berposisi pada akhir bentuk dasar.
Gabungan afiks merupakan morfem terbagi, maka kedua bagian dari afiks
dianggap sebagai satu kesatuan dan pengimbuhannya dilakukan sekaligus, tidak
ada yang lebih dahulu serta tidak ada yang lebih kemudian.
14
Reduplikasi atau perulangan adalah sebuah proses morfologis untuk
membentuk morfem baru dengan melakukan pengulangan sehingga memunculkan
morfem ulang. Reduplikasi adalah proses morfemis dengan mengulang bentuk
dasar, baik secara keseluruhan, secara sebagian (parsial), maupun dengan
perubahan bunyi (Chaer, 2003:182). Reduplikasi adalah proses pmbentukan kata
dengan mengulang bentuk dasar secara utuh, sebaigan, berkombinasi dengan afiks
atau dengan perubahan bunyi. Reduplikasi dapat diklasifikasikan menjadi
beberapa jenis.Ada dua jenis kata ulang yaitu, (1) kata ulang sesungguhnya atau
kata ulang asli, (2) kata ulang semu atau atau kata ulang tidak asli. Kata ulang
sesungguhnya atau kata ulang asli dipilah menjadi (a) kata ulang utuh, (b) kata
ulang sebagian, (c) kata ulang berimbuhan, dan (d) kata ulang berubah bunyi.
Sedangkan kata ulang semu atau kata ulang tidak asli dipilah pada dasarnya bukan
kata ulang, tetapi mempunyai bentuk seperti kata ulang. Misalnya laki-laki, cumi-
cumi, kupu-kupu (Sumadi, 2012:125-126).
Pemajemukan atau komposisi adalah hasil dari proses penggabungan
morfem dasar dengan morfem dasar, baik yang bebas maupun yang terikat,
sehingga terbentuk sebuah konstruksi yang memiliki identitas leksikal yang
berbeda, atau yang baru (Chaer, 2003:185). Proses pemajemukan dapat
menghasilkan makna baru dan makna baru tersebut disebut kata majemuk.
1.6.3 Analisis Kesalahan Berbahasa dalam Tataran Morfologi
Kesalahan berbahasa dalam bidang morfologi sebagian besar berkaitan
dengan bahasa tulis. Kesalahan berbahasa dalam bidang morfologi dapat
15
disebabkan oleh berbagai hal. Kesalahan tersebut dapat muncul dalam
pembentukan kata dengan menggunakan afiks, reduplikasi atau pemajemukan
kata.
Salah satu kesalahan berbahasa dalam tataran afiksasi dapat dikarenakan
fonem yang seharusnya luluh dalam proses afiksasi, namun tidak diluluhkan.
Seperti pada kaidah afiksasi awalan meN-, jika fonem /t/, /s/, /p/ seharusnya luluh
menjadi men-, meny-, dan mem- .
1.1 Tabel Kesalahan Pembentukan Kata Berprefiks
Kata dasar Bentuk kesalahan Bahasa Indonesia baku
Tebang Mentebang Menebang
Sapu Mensapu Menyapu
Pinjam Menpinjam Meminjam
Garuk Mengaruk Menggaruk
Renang Berrenang Berenang
Butuh Dibutuh Dibutuhkan
Kesalahan pembentukan kata kerja berafiks tidak hanya dalam tataran
bentukan kata berprefiks, tetapi juga terdapat kesalahan yang dibentuk dari
gabungan afiks atau konfiks. Seperti contoh di bawah ini.
1.2 Tabel Kesalahan Pembentukan Kata Gabungan Afiks
Kata dasar Bentuk kesalahan Bahasa Indonesia baku
Selesai Menselesaikan Menyelesaikan
Hentak Menghentakan Menghentakkan
Marah Memarahkan Memarahi
Rasa Dirasai Dirasakan
Larang Dilarangkan Dilarang
Kesalahan-kesalahan tersebut mungkin jarang terjadi bagi penutur asli,
namun hal tersebut sangat sukar bagi penutur asing untuk menentukan peluluhan
dalam proses afiksasi bahasa Indonesia. Setyawati (2010) mengungkapkan sumber
kesalahan berbahasa dalam tataran morfologi bahasa Indonesia, antara lain:
16
1. Penghilangan afiks
2. Bunyi yang seharusnya luluh tidak diluluhkan
3. Peluluhan bunyi yang seharusnya tidak luluh
4. Penggantian morf
5. Penyingkatan morf mem-, men-, meng-, meny-, dan menge-
6. Penggunaan afiks yang tidak tepat
7. Penentuan bentuk dasar yang tidak tepat
8. Penempatan afiks yang tidak tepat pada gabungan kata
9. Pengulangan kata majemuk yang tidak tepat
Hampir serupa dengan Setyawati (2010), analisis kesalahan berbahasa
dalam tataran morfologi juga diungkapkan oleh Indihadi (2008). Indihadi
membagi kesalahan berbahasa dalam tataran morfologi menjadi 11 macam yaitu
sebagai berikut.
1. Salah penentuan bentuk asal
2. Fonem yang luluh tidak diluluhkan
3. Fonem yang tidak luluh diluluhkan
4. Penyingkatan morfem men-, meny-, meng-, dan menge- menjadi n-, ny-,
ng-, dan nge-
5. Perubahan morfem ber-, per- dan ter- menjadi be-, pe-, dan te-
6. Penulisan morfem yang salah
7. Pengulangan yang salah
8. Penulisan kata majemuk serangkat
9. Pemajemukan berafiksasi
17
10. Pemajemukan dengan afiks dan sufiks
11. Pengulangan kata majemuk
1.6.4 Faktor Penyebab Terjadinya Kesalahan
Bahasa kedua (B2) merupakan bahasa yang dikuasai manusia setelah
menguasai bahasa pertama (B1). Proses pemerolehan B2 dapat disebut sebagai
proses pembelajaran bahasaatau language learning. B2 dapat dikuasai dengan
proses belajar dengan cara sengaja dan sadar.
Terdapat sebuah usia optimal atau periode kritis yang disebut juga dengan
periode sensitif dalam mempelajari bahasa kedua. Setelah masa remaja, bahasa
harus diajarkan dan dipelajari melalui usaha-usaha secara sadar. Terdapat dua
kepercayaan tradisional atau stigma berkaitan dengan karakteristik pembelajar,
yaitu usia dan bakat. Usia anak-anak lebih berhasil dalam mempelajari bahasa
kedua daripada orang dewasa, serta bakat dalam pembelajaran kedua. Tetapi
orang dewasa memiliki kelebihan kognitif dan afektif jika dibandingkan dengan
anak-anak.Berdasarkan penelitian Wilkins dan Upshur, ditemukan bahwa banyak
kesalahan disebabkan oleh faktor psikologi dan pedagogi, sedangkan Corder
memberikan salah satu jawaban bahwa ada satu kompetensi transisi ke bahasa
kedua (Parera, 1997:137).
Ada beberapa pandangan mengenai penyebab kesalahan berbahasa. James
(1988:137) menyebutkan dua jenis penyebab kesalahan berbahasa, yaitu (1)
kesalahan antarbahasa (interlingual errors) dan (2) intrabahasa (intralingual
errors), sedangkan Richards (1974:173) mengklasifikasikan penyebab kesalahan
18
berbahasa menjadi tiga jenis, yaitu (1) kesalahan antarbahasa (interlingual errors)
atau (interference errors), (2) kesalahan intrabahasa (intralingual errors) dan (3)
kesalahan pengembangan (developmental errors).
1. Kesalahan Antarbahasa (Interlingual Errors)
Kesalahan interlingual disebut juga kesalahan interferensi. Kesalahan ini
merupakan kesalahan yang bersumber dari pengaruh B1 terhadap B2. Tahap
awal pembelajaran B2, umumnya ditandai oleh transfer interlingual.
Pemindahan unsur-unsur B1 ke B2 yang sedang dipelajari pembelajar.
Kesalahan antarbahasa ini mengarah atau mengacu pada interferensi negatif
terhadap bahasa sasaran. Jika terdapat kesaamaan dan memberikan
kemudahan untuk mempelajari bahasa sasaran, hal itu disebut dengan
interferensi positif.
2. Kesalahan Intrabahasa (Intralingual Errors)
Kesalahan intrabahasa merupakan kesalahan yang dilakukan pembelajar
dalam tahapan perkembangan pembelajaran bahasa sasaran.
3. Kesalahan Pengembangan (Developmental Errors)
Kesalahan pengembangan merupakan kesalahan yang sama seperti halnya
yang dialami anak kecil ketika mempelajari bahasa pertamanya. Pembelajar
mengalami proses-proses yang sama seperti halnya ketika belajar bahasa
pertama dan menghasilkan kesalahan-kesalahan umum belajar bahasa.
Penyebab kesalahan yang dibuat oleh pembelajar bahasa sasaran dapat
diklasifikasi dari sudut pandang yang berbeda-beda, namun secara garis besar
acuan yang digunakan untuk mengklasifikasikan penyebab kesalahan cenderung
19
sama. Berdasarkan taksonomi komparatif menurut Duley (1982) kesalahan
dibedakan menjadi empat tataran kesalahan, yaitu:
1. kesalahan interlingual atau interferensi
2. kesalahan intralingual
3. kesalahan ambigu
4. kesalahan unik
Taylor (1986) menjelaskan bahwa sumber kesalahan terkait dengan
psikolinguistik, epistemik atau bisa juga terletak pada struktur wacana. Bagan
berikut ini menggambarkan sumber-sumber kesalahan dari sudut psikolinguistik.
1.1 Bagan Sumber Kesalahan Berbahasa dari Sudut Psikologi
SUMBER
KESALAHAN
KOMPETENSI
PERFORMANSI
TRANSFER
INTRALINGUAL
UNIK
MASALAH
PEMROSESAN
STRATEGI
KOMUNIKASI
20
Dalam kategori strategi performansi, masalah pemrosesan dalam tataran
kesalahan bahasa dapat dibedakan menjadi 4 kesalahan, yaitu
1. Penanggalan (omission)
Penutur bahasa menanggalkan satu atau lebih unsur-unsur bahasa yang
diperlukan dalah suatu frasa atau kalimat. Akibatnya terjadi penyimpangan
kontruksi frasa atau kalimat.
2. Penambahan (addition)
Penutur bahasa menambahkan satu atau lebih unsur-unsur bahasa yang
tidak diperlukan dalam satu frasa atau kalimat.Akibatnya terjadi
penyimpangan konstruksi frasa atau kalimat.
3. Kesalahbentukan (misformation)
Penutur bahasa membentuk kalimat yang tidak sesuai dengan kaidah
bahasa sasaran. Akibatnya konstruksi frasa atau kalimat menjadi salah
(penyimpangan) kaidah bahasa.
4. Kesalahurutan (misordering)
Penutur bahasa menyusun atau mengurutkan unsur-unsur bahasa dalam
suatu konstruksi frasa atau kaliamat di luar kalidah bahasa sasaran.
Akibatnya frasa atau kalimat itu menyimpang dari kaidah bahasa.
Secara umum, faktor-faktor yang berpengaruh dalam pembelajaran B2
dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu faktor individu pelajar bahasa, dan faktor
di luar individu pelajar bahasa. Faktor individu pelajar bahasa meliputi: keyakinan
individu dalam belajar bahasa, keadaan afektif individu pelajar bahasa dalam
belajar bahasa, dan faktor-faktor umum pelajar bahasa antara lain aspek usia,
21
bakat bahasa, gaya belajar, kepribadian pelajar bahasa dan motivasi (Ellis, dalam
Susanto 2008).
Variabel faktor individu pembelajar dalam belajar bahasa kedua atau
bahasa asing telah diidentifikasi oleh para peneliti terdahulu. Faktor-faktor
perbedaan individu pembelajar bahasa kedua tersebut juga terjadi ketika
pembelajar belajar bahasa asing. Tabel berikut menunjukkan hasil deskripsi dari
tiga peneliti yang berbeda dan dengan cara pengklasifikasian yang berbeda pula.
1.3 Tabel Penelitian Faktor Individu Pembelajar Bahasa
Altman dan Long
(1980)
Shekan (1989) Larsen-Freeman (1991)
1. Umur
2. Jenis kelamin
3. Pengalaman
sebelum belajar
bahasa
4. Kemahiran dalam
bahasa pertama
5. Faktor
Kepribadian
6. Sikap bahasa
7. Sikap dan
motivasi
8. IQ
9. Ketertarikan rasa
bahasa
10. Pilihan sosial
11. Gaya kognitif
12. Strategi
pembelajar
1. Sikap bahasa
2. Motivasi
3. Strategi belajar
bahasa
4. Faktor kognitif
dan efektif
a. Kepribadian
terbuka/tertutu
p
b. Risk-taking
(takut
berbicara
salah)
c. Kecerdasan
d. Latar
e. Keinginan
1. Umur
2. Faktor sosiopsikologis
a. Motivasi
b. Sikap
3. Kepribadian
a. Self-esteem
b. Estrovet
c. Kecemasan
d. Risk-taking
e. Sense penolakan
f. Emphaty
g. Rintangan
h. Toleransi ambigu
4. Gaya kognitif
a. Latar indept/dept
b. Luas kategori
c. Eflexivity/impulse
d. Dengar/lihat
e. Analitik/gestalt
5. Spesifikasi wilayah
6. Strategi belajar
7. Faktor lain-lain seperti
memori dan jenis kelamin (dalam Susanto, 2008)
Terdapat berbagai kendala yang menghambat pelajar asing untuk
menguasai bahasa Indonesia, salah satunya adalah kesalahan dalam penulisan
22
bahasa sasaran. Kesalahan berdasarkan taksonomi linguistik dapat dikategorikan
sebagai berikut, yaitu kesalahan dalam aspek fonologis, kesalahan dalam aspek
morfologis, kesalahan dalam aspek sintaksis, dan kesalahan dalam aspek wacana.
Dari keempat aspek tersebut, peneliti memfokuskan pada aspek morfologi sebagai
subjek penelitian.
Berdasarkan taksonomi strategi permukaan, kesalahan dapat dikategorikan
menjadi empat jenis, yakni kesalahan berbahasa berupa penglihatan (pelajar
menghilangkan kata tugas dan fungsi gramatikal tertentu dalam kalimat),
kesalahan penambahan (ditandai oleh hadirnya suatu unsur yang seharusnya tidak
perlu), kesalahan yang berupa salah bentuk (ditandai oleh bentukan atau struktur
yang salah), dan kesalahan yang berupa salah urut (ditandai oleh penempatan
yang tidak benar bagi morfem atau kelompok morfem dalam suatu ujaran) (Burt
dalam Suyitno, 2005:79).
1.7 Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif. Penggunaan penelitian
kualitatif dalam penelitian ini didasarkan atas dua pertimbangan. Pertama,
pengembangan konsep didasarkan atas data yang ada. Kedua, penelitian ini
bersifat deskriptif, artinya penelitian yang berusaha membuat deskripsi secara
sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan
antar fenomena yang diselidiki. Furchan (2004:447) menjelaskan bahwa
penelitian deskriptif adalah penelitian yang dirancang untuk memperoleh
informasi tentang status suatu gejala saat penelitian dilakukan.
23
Dengan demikian, pemilihan ancangan deskriptif didasarkan pertimbangan
bahwa penelitian inidilaksanakan terhadap gejala yang sudah terjadi, dilaksanakan
untuk menjelaskan dan mendeskripsikan fenomena kebahasaan sebagaimana
adanya. Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan deskripsi objektif tentang
kesalahan pembentukan kata kerja dalam karangan berbahasa Indonesia
mahasiswa Amerika. Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan, yakni (1)
metode pengumpulan data, (2) metode analisis data, dan (3) metode penyajian
hasil analisis data (Sudaryanto, 1993:57).
1.7.1 Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam kegiatan pengumpulan data adalah metode
simak sebagai teknik dasar dan teknik catat sebagai teknik lanjutannya. Metode
simak dalam hal ini teknik simak bebas libat cakap yang digunakan dengan
menyimak penggunaan kata kerja dalam karangan. Teknik lanjutan yang
digunakan oleh peneliti yakni teknik catat yaitu mencatat data yaitu kata-kata
dalam kalimat yang kesemuanya merupakan kata kerja berafiks.
Jumlah mahasiswa program CLS tahun 2013 sebanyak 29 mahasiswa,
terbagi dalam 6 tingkat, yaitu tingkat pemula 1A berjumlah 5 mahasiswa, tingkat
pemula 1B berjumlah 4 mahasiswa, tingkat pemula 2 berjumlah 4 mahasiswa,
tingkat madya 1 berjumlah 4 mahasiswa, tingkat madya 2 berjumlah 7 mahasiswa
dan tingkat mahir berjumlah 3 mahasiswa. Dari keenam tingkat kemahiran
berbahasa mahasiswa program CLS tahun 2013, dipilih mahasiswa tingkat madya
dan mahir sebagai sumber data penelitian dikarenakan mahasiswa-mahasiswa
24
tersebut mempunyai pengalaman belajar bahasa indonesia sebelumnya sehingga
bentukan kata yang dihasilkan diharapkan lebih beragam dan kompleks
dibandingkan dengan mahasiswa tingkat pemula.
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kumpulan karangan
yang ditulis oleh 7 mahasiswa tingkat madya dan 3 mahasiswa tingkat mahir.
Karangan-karangan tersebut berjumlah 60 karangan. Jumlah kata yang di
dalamnya terdapat kesalahan pembentukan kata kerja berafiks yang dianalisis
berjumlah 180 buah dalam kalimat.
Mahasiswa CLS tahun 2013 terdaftar sejak tanggal 4 Juni 2013 sampai 5
Agustus 2013 (9 minggu) telah mengikuti pembelajaran BIPA di Center
Indonesian Studies (CIS) BIPA, Fakultas Sastra, Jurusan Pendidikan Bahasa
Sastra Indonesia dan Daerah, Universitas Negeri Malang. Mahasiswa CLS 2013
merupakan mahasiswa dari berbagai universitas di Amerika, berkebangsaan
Amerika dan berbahasa ibu bahasa Inggris.
Jenis data yang dikumpulkan dari karangan mahasiswa Amerika
menunjukkan bahwa penelitian ini mengarah pada penelitian pustaka atau
penelitian data sekunder. Data sekunder akan dikumpulkan dari hasil tugas
menulis di dalam kelas dan ujian-ujian mingguan mahasiswa Amerika selama
mengikuti program CLS 2013.
Dalam pengumpulannya, data akan dikumpulkan berdasarkan dua tahapan.
Pertama, mengumpulkan hasil tugas menulis dan ujian-ujian mingguan
mahasiswa Amerika tingkat madya dan mahir program CLS 2013. Kedua,
25
mencatat dan mengidentifikasi temuan data berdasarkan kesalahan pembentukan
kata kerja berafiks dalam karangan.
1.7.2 Metode Analisis Data
Pada tahap analisis data ini, data dianalisis dengan menggunakan metode
agih. Metode agih ini diterapkan dengan teknik bagi unsur langsung sebagai
teknik dasarnya. Teknik bagi unsur langsung adalah teknik analisis data dengan
cara membagi suatu konstruksi menjadi beberapa bagian-bagian atau unsur-unsur
itu dipandang sebagai unsur yang langsung membentuk konstruksi yang dimaksud
(Sudaryanto, 1993:31). Penggunaan teknik dasar ini dimaksudkan untuk
mengidentifikasi kata kerja berafiks yang terdapat dalam karangan berbahasa
Indonesia mahasiswa Amerika program CLS 2013.
Data dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif dengan cara
mengelompokkan kesalahan bentukan kata kerja dalam tataran morfologi
kemudian menganalisisnya. Kemudian hasil pengelompokkan kesalahan bentukan
kata kerja dalam tataran morfologi dihubungkan dengan penyebab-penyebab
kesalahan untuk mengetahui bagaimana terjadinya kesalahan pembentukan kata
kerja tersebut.
7.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data
Metode penyajian hasil analisis data dapat menggunakan metode
penyajian formal dan metode penyajian informal (Mahsun 2006:255). Hasil
penelitian ini akan disajikan secara formal dan informal. Secara informal hasil
26
penelitian akan dibahas secara deskriptif menggunakan bahasa yang mudah
dipahami, sedangkan secara formal hasil penelitian ini akan dikemukakan dengan
tabel.
8.1 Sistematika Penulisan
Penyajian ini akan disajikan ke dalam empat bab dengan perincian sebagai
berikut:
1. Bab I merupakan pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka,
landasan teori, metode penelitian, sistematika penulisan.
2. Bab II merupakan hasil penelitian yang mendeskrisikan tentang wujud
kesalahan pembentukan kata kerja oleh mahasiswa Amerika.
3. Bab III merupakan hasil penelitian yang menjelaskan tentang penyebab
kesalahan pembentukan kata oleh mahasiswa Amerika.
4. Bab VI merupakan simpulan yang menyimpulkan hasil penelitian analisis
kesalahan pembentukan kata kerja oleh mahasiswa Amerika.