bab i pendahuluan a. latar belakang...

16
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pembangunan nasional Indonesia bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang sama, tenteram, tertib dan dinamis serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai. 1 Dari uraian tersebut diatas menyatakan bahwa Negara bertugas meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sebagai tindak lanjut dari tugas Negara, maka Negara melaksanakan pembangunan yang selanjutnya akan diikuti oleh Pemerintahan Daerah, seperti halnya di kota Salatiga. Hal tersebut ditata dan disusun agar fungsi kota Salatiga dapat berfungsi dan berjalan dengan baik serta terwujud sesuai dengan letak yang strategis sebagaimana yang diinginkan. Penanganan khusus terhadap penertiban kota Salatiga sangat diperlukan dalam rangka menjadikan kota Salatiga sebagai kota yang aman dan tertib. Pembangunan daerah sebagai bagian integrasi dari pembangunan nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Daerah otonom harus memiliki kewenangan dan tanggung jawab dalam menyelenggarakan kepentingan 1 Kasum Djajasumarga, Prinsip-Prinsip Pengelolaan Pembangunan Nasional, IKIP Semarang Press, Semarang, 1992, hlm. 43-44.

Upload: truongthien

Post on 06-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8359/1/T1_312010601_BAB I.pdf · Dalam hal menentukan penetapan lokasi parkir diatur dengan Pasal

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pembangunan nasional Indonesia bertujuan untuk mewujudkan suatu

masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan

Pancasila di dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia yang merdeka,

berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa

yang sama, tenteram, tertib dan dinamis serta dalam lingkungan pergaulan dunia

yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.1

Dari uraian tersebut diatas menyatakan bahwa Negara bertugas

meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sebagai tindak lanjut dari tugas Negara,

maka Negara melaksanakan pembangunan yang selanjutnya akan diikuti oleh

Pemerintahan Daerah, seperti halnya di kota Salatiga. Hal tersebut ditata dan

disusun agar fungsi kota Salatiga dapat berfungsi dan berjalan dengan baik serta

terwujud sesuai dengan letak yang strategis sebagaimana yang diinginkan.

Penanganan khusus terhadap penertiban kota Salatiga sangat diperlukan dalam

rangka menjadikan kota Salatiga sebagai kota yang aman dan tertib.

Pembangunan daerah sebagai bagian integrasi dari pembangunan nasional

tidak bisa dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Daerah otonom harus memiliki

kewenangan dan tanggung jawab dalam menyelenggarakan kepentingan

1 Kasum Djajasumarga, Prinsip-Prinsip Pengelolaan Pembangunan Nasional, IKIP Semarang Press, Semarang, 1992, hlm. 43-44.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8359/1/T1_312010601_BAB I.pdf · Dalam hal menentukan penetapan lokasi parkir diatur dengan Pasal

2

masyarakat berdasarkan prinsip keterbukaan, partisipasi, dan pertanggungjawaban

kepada masyarakat.2

Dengan demikian pembangunan merupakan suatu perubahan terencana

dan terarah yang antara lain mencakup berbagai aspek ekonomi, hukum, sosial,

dan budaya. Oleh karena itu pembangunan harus dikaitkan dengan pandangan –

pandangan yang optimis, berwujud untuk mencapai taraf kehidupan masyarakat

yang lebih baik daripada sebelumnya.

Soerjono Soekanto dalam bukunya Pengantar Penelitian Hukum

mengatakan Penelitian sosial merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada

metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari

satu atau beberapa gejala sosial tertentu, dengan jalan menganalisisnya. Selain itu,

juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta sosial tersebut untuk

kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan yang timbul dalam

gejala yang bersangkutan.Salah satu masalah yang timbul yakni Parkir liar.3

Penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai

yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah atau pandangan-pandangan menilai yang

mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai

tahap akhir, untuk menciptakan ( sebagai social engenering ) , memelihara dan

mempertahankan ( social control ) kedamaian pergaulan hidup.4

2 Ridwan, Juniarso dan Achmad Sodik Sudrajat, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik, Nuansa, Bandung, 2009, Hlm. 116.

3 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit Universitas Indonesia (UI-PRESS), Jakarta, 1986, Hlm. 33.

4 Soejono soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993, Hal. 13.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8359/1/T1_312010601_BAB I.pdf · Dalam hal menentukan penetapan lokasi parkir diatur dengan Pasal

3

Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, sering mengeluarkan suatu

kebijakan guna mengatasi suatu permasalahan atau guna mencapai suatu tujuan

yang diiinginkan.Pada dasarnya kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah atau

para penentu kebijakan adalah untuk mengatasi permasalahan umum.5

Dari uraian diatas nampaklah bahwa suatu penegakan hukumadalah suatu

proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum menjadi suatu kenyataan.

Keinginan-keinginan tersebut adalah pikiran badan pembuat undang-undang yang

dirumuskan dalam peraturan hukum.6Tujuan dari suatu Kebijakan berorientasi

guna mengatasi masalah yang dihadapi masyarakat.Namun demikian suatu

kebijakan harus rasional yaitu merupakan pilihan- pilihan terbaik dari beberapa

alternative yang diperhitungkan atas dasar kriteria- kriteria rasional.7

Sesuai dengan Undang- UndangNo 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas

Angkutan Jalan, yang di maksud dalam Pasal 287 ayat (3) Setiap orang yang

mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang melanggar tata cara berhenti

dan parkir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf e dipidana

dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp

250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).

Pasal 106 ayat (4) huruf e berbunyi: Setiap orang yang mengemudikan

Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mematuhi ketentuan: berhenti dan parkir.

5 M. Islamy, M. Irfan, Materi Pokok Kebijakan Publik, Karonika, Jakarta, 1988, hal 13. 6 Satjipto rahardjo, Masalah-Masalah Hukum Sebagai Suatu Tinjauan Sosiologis, Sinar Bandung,

Bandung, 1986, Hal. 24. 7M. Islamy, M. Irfan, Materi Pokok Kebijakan Publik, Karonika, Jakarta, 1988, hal 14.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8359/1/T1_312010601_BAB I.pdf · Dalam hal menentukan penetapan lokasi parkir diatur dengan Pasal

4

Peraturan Daerah Kota Salatiga No. 15 tahun 2013 Pasal 16 Ayat (1) yang

berbunyi :Walikota menetapkan lokasi Parkir pada badan Jalan dan diluar badan

jalan dengan memperhatikan :

a. Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah

b. Analisis dampak Lalu Lintas

c. Kemudahan bagi Pengguna jasa

d. Kebutuhan penegendalian Lalu Lintas

e. Ketersediaan Lahan.

Dalam hal menentukan penetapan lokasi parkir diatur dengan Pasal 16 ayat (2)

yang berbunyi : prosedur penetapan lokasi parkir sebagaimana pada ayat (1)

sebagai berikut :

a. Pengumpulan data kinerja jalan

b. Analisis kebutuhan ruang Parkir

c. Menentukan pola Parkir dan kelengkapan pendukung

d. Analisis kinerja jaringan Jalan sebelum dan sesudah penetapan

ruang Parkir

e. Informasi lokasi Parkir ditampilkan dalam peta jaringan lokasi

Parkir dan dipublikasikan untuk mendapat masukan masyarakat.

Dalam suatu metode perencanaan penyelenggaraan fasilitas parkir

kendaraan di badan jalan,Pihak yang berwenang dalam mengatasi masalah parkir

adalah SKPD Dinas Perhubungan sub bidang UPTD parkir Kota Salatiga yang

diatur oleh Pasal 17 yang berbunyi :

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8359/1/T1_312010601_BAB I.pdf · Dalam hal menentukan penetapan lokasi parkir diatur dengan Pasal

5

(1) penyelenggaraan parkir pada badan jalan dilaksanakan oleh

Satuan Kerja Peerangkat Daerah (SKPD) yang membidangi

perhubungan.

(2) Penyelenggaraan Parkir pada badan Jalan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilaksanakan di tempat

tertentu pada Jalan kota dinyatakan dengan Rambu Lalu

Lintas dan / atau Marka Jalan.

Dalam suatu metode perencanaan, penyelenggaraan fasilitas parkir

kendaraan di luar badan jalan diatur oleh Pasal 18 yang berbunyi :

(1) Penyelenggaraan fasilitas parkir di luar badan jalan dapat

dilakukan oleh perseorangan warga negara Indonesia atau

badan hukum Indonesia berupa :

a. Usaha khusus perparkiran; atau

b. Penunjang usaha pokok.

(2) Penyelanggaraan fasilitas parkir diluar badan jalan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan pajak parkir

yang ditetapkan dengan peraturan daerah sendiri.

(3) Penyelenggaraan fasilitas parkir diluar badan jalan

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan parkir insidentil

tetap memperhatikan prosedur penetapan lokasi parkir

sebagaimana pasal 16 ayat (2) huruf a, b, dan c.

Adapun tentang izin penyelenggaraan fasilitas parkir diatur dalam Pasal

19 yang berbunyi :

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8359/1/T1_312010601_BAB I.pdf · Dalam hal menentukan penetapan lokasi parkir diatur dengan Pasal

6

(1) Setiap penyelenggara parkir diluar badan jalan sebagaimana

dimaksud dalam pasal 18 ayat (1) wajib memiliki izin

penyelenggaraan fasilitas parkir yang diterbitkan oleh

Walikota.

(2) Ketentuan lebih lanjut menegenai persyaratan dan tata cara

pemberian izin penyelenggara parkir diluar badan jalan diatur

dengan Peraturan Walikota.

Selama ini belum ada aturan tertulis tentang zonasi, baru ada dalam bentuk

draft. SKPD terkait yakni Dinas Perhubungan sub UPTD parkir yang membuat

kebijakan zonasi parkir yaitu:8

(1) Setiap ruas jalan yang ditetapkan sebagai lokasi tempat parkir,

dinyatakan dengan rambu parkir, dan atau marga parkir.

(2) Lokasi parkir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibedakan

menjadi 3 kawasan, yaitu kawasan utama I, kawasan utama 2, dan

kawasan pengembangan.

(3) Kawasan Utama I yang meliputi ruas- ruas jalan.

(4) Kawasan Utama II yang meliputi ruas- ruas jalan.

(5) Kawasan Pengembangan yang meliputi seluruh ruas jalan pada

wilayah Kota Salatiga yang tidak termasuk dalam Kawasan Utama

I dan Kawasan Utama II.

Dalam melakukan observasi penulis melihat Undang-Undang Lalu

LintasAngkutan Jalan No. 22 Tahun 2009 Pasal 106 ayat (4) dan Peraturan

8 Hasil Wawancara dengan Kepala UPTD Parkir Kota Salatiga, Bpk. Agus Nursholichin, Tgl 1-04-14.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8359/1/T1_312010601_BAB I.pdf · Dalam hal menentukan penetapan lokasi parkir diatur dengan Pasal

7

Daerah Nomor15 Tahun 2013 Pasal 16, 17 dan 18 ini paling sering dilanggar

yakni adanya Parkir liar. Dimanakini maraknya pengemudi kendaraan bermotor

melakukanpelanggaran parkir menjadi salah satu masalah yang cukup sulit diatasi

oleh pemerintah kota Salatiga.

Penegakan hukum yang diambiloleh Dinas Perhubungan kota Salatiga

sesuai dengan kewenangan bidang UPTD Parkir untuk mengatasi pelanggaran

parkir yang telah melanggar Undang-Undang Lalu Lintas Angkutan Jalan dan

Peraturan Daerah nomor 15 tahun 2013 tersebut di lakukan dengan cara

memberikan sanksi yang tegas seperti menggembosi ban pengemudi sepeda

motor pelanggar parkir, gembok roda pengemudi sepeda motor pelanggar parkir,

mencabut pentil ban sepeda motor pelanggar parkir.9

Adapan sanksi adminitratif sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 15

Tahun 2013 Pasal 78 yang berbunyi :

(1) Penyelenggaraan atas ketentuan dalam peraturan daerah ini

dikenakan sanksi administratif.

(2) Sanksi admiinistratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

berupa :

a. Peringatan tertulis;

b. Penghentian sementara kegiatan ;

c. Pembekuan izin ;

d. Pencabutan izin ;

e. Pembatalan izin ; dan / atau

9Hasil wawancara dengan kepala UPTD parkir, Bpk. Agus Nursolichin, 11-10-13

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8359/1/T1_312010601_BAB I.pdf · Dalam hal menentukan penetapan lokasi parkir diatur dengan Pasal

8

f. Denda administratif.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi

administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a

sampai dengan huruf e diatur dalam Peraturan Walikota.

Pasal 79 yang berbunyi : setiap orang atau badan yang menyelenggarkan

fasilitas parkir tanpa izin sebgaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1)

dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Nilai Jual Objek Pajak

(NJOP) dikalikan luas area fasilitas parkir.

Menurut hasil wawancara dengan Kepala UPTD Parkir, hampir semua

tukang atau juru parkir liar meminta masyarakat untuk membayar namun tidak

diberikan tanda bukti pembayaran, apabila ada Tukang Parkir yang tidak

memberikan karcis parkir masyarakat dihimbau agar tidak memberikan uang

kepada tukang parkir tersebut, bahkan tindakan tegas telah diberikan untuk

mengatasi tukang parkir liar. Penegakan hukum yang telah diterapkan yaitu

dengan memberikan pidana ringan hukuman kurungan 5 s/d 7 hari Dengan

keberadaan adanya Parkir liar ini tentunya sangat mengganggu aktivitas jalan.10

Parkir liar merupakan parkir diluar zona parkir khususnya terhadap aturan

lalu lintas yang ditandai dengan rambu larangan parkir, rambu larangan stop, serta

marka larangan parkir dijalan atau walaupun tidak ada rambu larangan parkir tapi

tidak semestinya digunakan untuk parkir seperti trotoar yang seharusnya

digunakan untuk pejalan kaki, jembatan, zebra cross, dan jarak 50m dari rambu

10 Hasil wawancara dengan kepala UPTD parkir, Bpk. Agus Nursolichin, 11-10-13

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8359/1/T1_312010601_BAB I.pdf · Dalam hal menentukan penetapan lokasi parkir diatur dengan Pasal

9

larangan.11

Parkir liar ini dapat dijumpai dibanyak tempat seperti: di depan SD

LAB, depan Gereja GKJ, Universitas Kristen Satya Wacana dimana Halte yang

digunakan untuk naik turunnya penumpang dijadikan lahan Parkir. Menurut hasil

wawancara dengan pengemudi motor yang melakukan parkir liar di depan halte

UKSW, depan gereja GKJ dan SD LAB sebagian besar mengatakan lebih mudah

dan praktis sehingga menjadi kebiasaan serta kurang sadarnya akan aturan hukum

yang berlaku.

Dalam mengatasi masalah Parkir liar tersebut Pemerintah Kota Salatiga

memiliki hambatan keterbatasan dana, sehingga karena keterbatasan tersebut

Pemerintah tidak dapat mengajak Satpol PP, Dinas Perhubungan, Polisi Lalu

Lintas, untuk dapat saling bekerja sama mengatasi masalah Parkir liar tersebut.12

Dalam penulisan skripsi ini penulis merasa tertarik untuk mengambil kasus

pelanggaran parkir. Oleh karena itu Penulis tertarik untuk mengkaji mengapa

Parkir liar kian marak terjadi di kota salatiga. Dan ingin melihat bagimanakah

Penegakan Hukum Terhadap Parkir Liar di Kota Salatiga.

Perbandingan penelitian dalam upaya mempertegas Skripsi Penulis,

sebagai berikut:

Nama Stevanus Supriyono (312010601) Agung Maulana Putra

(312003065)

Judul Penegakan Hukum Terhadap

Parkir Liar di Kota Salatiga

Kepatuhan Petugas Parkir

terhadap PERDA No. 9

Tahun 1998 dalam

Pelaksanaan Pemungutan

Retribusi Parkir di Kota

11 Hasil wawancara dengan kepala UPTD Parkir Kota Salatiga, Bpk. Agus Nursholichin, tanggal 11-10-13

12 Hasil wawancara dengan kepala UPTD Parkir Kota Salatiga, Bpk. Agus Nursholichin, tanggal 24-10-13

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8359/1/T1_312010601_BAB I.pdf · Dalam hal menentukan penetapan lokasi parkir diatur dengan Pasal

10

Salatiga

Rumusan

Masalah

1. Bagaimanakah Penegakan

Hukum oleh Dinas Perhubungan

Kota Salatiga dalam mengatasi

kasus parkir liar di Kota

Salatiga.

2. Apa hambatan yang dialami

Dinas Perhubunga Kota Salatiga

dalam pelaksanaan Penegakan

Hukum terhadap parkir liar.

1. Bagaimana

kepatuhan petugas

parkir dalam

menjalankan

tugasnya sebagai

juru parkir sesuai

dengan Peraturan

Daerah No. 9

Tahun 1998

sebagai peraturan

pelaksanaannya

Tujuan

Penelitian

1. Mengetahui Penegakan Hukum

yang dilakukan Dinas

Perhubungan Kota Salatiga

dalam mengatasi kasus parkir

liar di Kota Salatiga

2. Mengetahui hambatan yang

dialami pemerintah dalam

melaksanakan Penegakan

Hukum parkir liar.

1. Untuk mengetahui

kepatuhan atau

ketidakpatuhan

Petugas Parkir

Kota Salatiga

dalam melakukan

tugasnya menurut

Peraturan Daerah

Nomor 9 Tahun

1998

2. Untuk mengetahui

faktor-faktor

kepatuhan dan

ketidakpatuhan

petugas parkir

dalam melakukan

tugas sesuai

Peraturan Daerah

Nomor 9 Tahun

1998

Unit

Amatan

1. Dinas Perhubungan UPTD

Parkir Kota Salatiga

2. Undang-Undang Lalu Lintas

Angkutan Jalan

3. Peraturan daerah Kota Salatiga

Nomor 15 tahun 2013

4. Halte depan UKSW yang

digunakan sebagai tempat parkir

liar

5. Tukang parkir liar

6. Pengemudi motor pelanggar

parkir / pelaku parkir liar

Proses pungutan retribusi

parkir Kota Salatiga oleh

petugas parkir Kota

Salatiga berdasarkan

ketentuan Peraturan

Daerah Nomor 9 Tahun

1998 yang belaku

Unit Penegakan pemerintah Kota Salatiga kepatuhan Petugas Parkir

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8359/1/T1_312010601_BAB I.pdf · Dalam hal menentukan penetapan lokasi parkir diatur dengan Pasal

11

Analisa dalam mengatasi masalah Parkir liar

dan faktor-faktor yang mempengaruhi

penertiban parkir liar yang dilakukan

oleh Dinas Perhubungan UPTD parkir

Kota Salatiga

menurut Peraturan Daerah

Nomor 9 Tahun 1998

dalam pemungutan

retribusi parkir Kota

Salatiga

Agung Maulana Putra, dalam penelitiannya lebih difokuskan kepada

kepatuhan petugas parkir dalam pelaksanaan pemungutan retribusi yang sudah

diatur dalam Perda Kota Salatiga. Penelitian tersebut mengupas sejauh mana

kepatuhan atau ketidakpatuhan petugas parkir dalam pelaksanaan pemungutan

retribusi, dan dari adanya retibusi ini menjadi Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Kota Salatiga.13

Berkaitan dengan hal tersebut diatas, penulis merasa tertarik dan akan

menyajikannya dalam suatu tulisan skripsi dengan judul “PENEGAKAN

HUKUM TERHADAP PARKIR LIAR DI KOTA SALATIGA

Definisi operasional dimaksudkan untuk menghindari perbedaan

interpretasi makna terhadap hal yang bersifat esensial yang dapat menimbulkan

kerancuan dalam mengartikan judul, maksud dari penelitian serta digunakan

sebagai penjelas secara redaksional agar mudah dipahami. Definisi operasional

meliputi :

1. Penegakan Hukum : kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai

yang terjabarkan didalam kaidah-kaidah yang mantap dan

mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran

13 Agung Maulana Putra 312003065, KEPATUHAN PETUGAS PARKIR TERHADAP PERDA NO. 9 TAHUN 1998 DALAM PELAKSANAAN PEMUNGUTAN RETRIBUSI PARKIR DI KOTA SALATIGA

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8359/1/T1_312010601_BAB I.pdf · Dalam hal menentukan penetapan lokasi parkir diatur dengan Pasal

12

nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara dan

mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.14

2. Parkir liar : parkir diluar zona parkir khususnya pelanggaran

terhadap aturan lalu lintas yang ditandai dengan rambu larangan

parkir, rambu larangan stop, serta marka larangan parkir dijalan

atau walaupun tidak ada rambu larangan parkir tapi tidak

semestinya digunakan untuk parkir seperti trotoar yang seharusnya

digunakan untuk pejalan kaki, jembatan, zebra cross, dan jarak

50m ( meter ) dari rambu larangan.

14 Soerojo Wignjodipoero, Pengantar Ilmu Hukum, Gunung Agung, Jakarta, 1985, Hal.18

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8359/1/T1_312010601_BAB I.pdf · Dalam hal menentukan penetapan lokasi parkir diatur dengan Pasal

13

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian-uraian Latar BelakangMasalah yang telah diuraikan

diatan maka penulis merumuskan masalah yang hendak ditulis sebagai berikut:

1. Bagaimanakah PenegakanHukum olehDinas Perhubungan kota Salatiga dalam

mengatasi kasus parkir liar di kota Salatiga?

2. Apa hambatan yang dialami Dinas Perhubungan Kota Salatiga dalam

pelaksanaan Penegakan Hukum terhadap parkir liar ?

C. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan Rumusan Masalah tersebut diatas bertujuan untuk :

1. Mengetahui Penegakan Hukum olehDinas PerhubunganKota Salatiga dalam

mengatasi kasus Parkir liar di kota Salatiga.

2. Mengetahui hambatan yang dialami Dinas PerhubunganKota Salatiga dalam

melaksanakan Penegakan hukum terhadap parkir liar.

D. METODE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian yang dilakukan penulis adalah eksploratif. Penelitian

Eksploratif dilakukan apabila pengetahuan tentang gejala yang diselidiki

masih kurang.Pemilihan jenis penelitian yang tepat akan membantu

pemecahan masalahmelalui pengumpulan data yang diperlukan. Dalam

masalah ini penulis menggunakan jenis penelitian yang berusaha untuk

mengetahui sesuatu yang ada dalam masyarakat dengan jalan

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8359/1/T1_312010601_BAB I.pdf · Dalam hal menentukan penetapan lokasi parkir diatur dengan Pasal

14

mengumpulkan data, menyusun, dan menganalisa, sehingga memenuhi

apa yang disebut sebagai jenis penelitian eksporatif.15

2. Jenis Pendekatan

Penulis menggunakan pendekatan dengan cara Yuridis Sosiologis, yaitu

pendekatan atau penelitian yang didasarkan fakta-fakta lapangan atau kenyataan

yang ada. Berimplementasikan Undang-undang Lalu Lintas Angkutan Jalan dan

Peraturan Daerah khususnya mengenai penegakan hukum terhadap parkir liar.

3. Teknik Pengumpulan data dilakukan dengan cara:

a. Studi Pustaka: Penulis melakukan penelitian dengan mempelajari

buku- buku, dokumen, Perda , yang berasal dari instansi terkait

b. Wawancara, dilakukan dengan Dinas Perhubungan Kota Salatiga,

Kepala UPTD Parkir Salatiga, pengemudi motor yang melakukan

parkir liar, dan juru parkir liar.

4. Jenis Data

Jenis data yang dipakai penulis adalah:

a. Data Primer, ialah data yang dikumpulkan, dari tangan pertama dan

diolah oleh suatu organisasi atau perorangan.

Data Primer diperoleh dari hasil wawancara langsung kepada sumber

terkait, yaitu :

15Soejono, Soekanto, Suatu Tinjauan Sosiologis Hukum Terhadap Masyarakat Sosial. Jakarta, RajawalI.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8359/1/T1_312010601_BAB I.pdf · Dalam hal menentukan penetapan lokasi parkir diatur dengan Pasal

15

Wawancara dengan Dinas Perhubungan Kota Salatiga

Wawancara terhadap Kepala UPTD Parkir Kota Salatiga

Wawancara dengan juruparkir liar

Wawancara dengan pengemudi motor yang melakukan parkir liar.

b. Data Sekunder

Data sekunder dilakukan dengan penelitian kepustakaan dilakukan

dengan mencari informasi dengan menggunakan atau memanfaatkan,

mempelajari buku- buku, surat kabar, Lalu Lintas Angkutan Jalan,

peraturan daerah kota salatiga dan data- data terkait lainnya berhungan

dengan pokok permasalahan.

5. Unit analisa dan Unit amatan

a. Unit Analisa

Sebagai unit analisa adalah Penegakan Hukum oleh Dinas

Perhubungan Sub Bidang UPTD Parkir Kota Salatiga Pemerintah Kota

Salatiga dalam mengatasi masalah parkir liar dan Faktor-Faktor yang

mempengaruhi penertiban parkir liar.

b. Unit Amatan

Sebagai unit amatan :

Dinas Perhubungan dan UPTD Parkir Kota Salatiga.

Undang- Undang Lalu Lintas Angkutan Jalan No 22 tahun

2009.

Peraturan Daerah No.15 tahun 2013 Kota Salatiga.

Juru Parkir Liar.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8359/1/T1_312010601_BAB I.pdf · Dalam hal menentukan penetapan lokasi parkir diatur dengan Pasal

16

Pengemudi motor pelanggar parkir / pelaku parkir liar.