bab i pendahuluan a. latar belakang...

19

Click here to load reader

Upload: dinhkiet

Post on 06-Feb-2018

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/410/SK/I/0/00/000/000793/uii-skripsi-05410396... · Konsumen di Indonesia”, makalah disampaikan dalam Diskusi Panel,

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan aktivitas masyarakat banyak menyebabkan perubahan dalam

berbagai bidang di antaranya ekonomi, sosial, pembangunan, dan lain-lain.

Kondisi ini menuntut pemerintah agar dapat menciptakan berbagai macam produk

jasa yang dibutuhkan masyarakat. Hal ini mengakibatkan barang dan/atau jasa

yang ditawarkan bervariasi, baik produksi dalam maupun luar negeri. Tentunya

hal ini memberikan manfaat kepada konsumen dalam memilih aneka jenis dan

kualitas barang dan/atau jasa yang disediakan. Produk jasa yang dikeluarkan pun

harus menguntungkan konsumen maupun pelaku usaha. Konsumen maupun

pelaku usaha dibatasi oleh peraturan yang dibuat pemerintah sebagai acuan dalam

menjalankan usaha sekaligus untuk melindungi hak-hak konsumen atau pelaku

usaha.

Dalam rangka usaha untuk melindungi konsumen secara umum dan

mengingat posisi konsumen yang lemah, maka ia harus dilindungi oleh hukum,

karena tujuan hukum adalah memberikan perlindungan kepada masyarakat.1

Keseimbangan perlindungan hukum terhadap pelaku usaha dan konsumen tidak

terlepas dari adanya pengaturan tentang hubungan-hubungan hukum yang terjadi

antara para pihak.2 Melihat hal itu, sejak tanggal 20 April 1999 telah disahkan

1Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, edisi revisi, PT Gramedia Widiasarana

Indonesia, 2004, hlm. 11. 2Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Ctk. Kedua, PT Raja

Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm. 29.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/410/SK/I/0/00/000/000793/uii-skripsi-05410396... · Konsumen di Indonesia”, makalah disampaikan dalam Diskusi Panel,

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen atau biasa

disingkat dengan UUPK dan mulai diberlakukan pada tanggal 20 April 2000.3

UUPK ini bertujuan

1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk

melindungi diri serta mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara

menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;

2. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan

menuntut hak-haknya sebagai konsumen;

3. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur

kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan

informasi;

4. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan

konsumen, sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam

berusaha. Selain itu meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang

diproduksi.

Tujuan UUPK itu merupakan suatu usaha untuk menanggapi tuntutan

masyarakat yang meminta perlindungan atas kepentingan dan hak-haknya, serta

sasaran akhir yang harus dicapai dalam pelaksanaan pembangunan di bidang

hukum perlindungan konsumen. Berlakunya UUPK memberikan dampak positif

bagi konsumen sebagai pihak yang banyak dirugikan selama ini. Untuk itu pelaku

usaha dituntut untuk beriktikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya,

memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

3Najmudin Ansorullah, Menyoal Nasib Undang- Undang Perlindungan Konsumen, terdapat

dalam, Jurnal Najmu. Htm.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/410/SK/I/0/00/000/000793/uii-skripsi-05410396... · Konsumen di Indonesia”, makalah disampaikan dalam Diskusi Panel,

barang dan/atau jasa yang diberikannya, serta memberi penjelasan mengenai

penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan.

Pelaku usaha juga harus memperlakukan dan melayani konsumen secara

benar dan jujur serta tidak diskriminatif, menjamin mutu barang dan/atau jasa

yang diproduksi dan atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu

barang dan/atau jasa yang berlaku, memberi kesempatan kepada konsumen untuk

menguji dan atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan

dan atau garansi atas barang yang dibuat dan atau yang diperdagangkan,

memberikan kompensasi berupa ganti rugi dan atau penggantian atas kerugian

akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan, serta memberikan ganti rugi apabila barang yang diterima atau

dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Selain itu, pelaku usaha harus memperhatikan hak-hak konsumen agar dapat

tercipta kerjasama yang baik antara konsumen dan pelaku usaha, mengingat

konsumen tidak secara langsung memiliki hubungan hukum dengan pelaku

usaha.4 Hak-hak konsumen sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 UUPK yaitu a)

Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang

dan/atau jasa b) Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan

barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan

yang dijanjikan c) Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai

kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa d) Hak untuk didengar pendapat dan

keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan e) Hak untuk mendapatkan

4J.Widijantoro, “Undang- Undang Perlindungan Konsumen dan Prospek Perlindungan

Konsumen di Indonesia”, makalah disampaikan dalam Diskusi Panel, Bidang Kajian Pusat Studi

Hukum, Fakultas Hukum UII, Kamis 23 Maret 2003, hlm. 3.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/410/SK/I/0/00/000/000793/uii-skripsi-05410396... · Konsumen di Indonesia”, makalah disampaikan dalam Diskusi Panel,

advokasi, perlindungan, dan upaya penyelasaian sengketa perlindungan konsumen

secara patut f) Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen g) Hak

untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif

h) Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian apabila

barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak

sebagaimana mestinya.

Melihat adanya hak-hak konsumen sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4

UUPK, sebaiknya membuat para pelaku usaha tidak bertindak sewenang-wenang

terhadap konsumen yang selama ini dinilai lemah. Contohnya listrik sebagai

bentuk usaha pelayanan umum yang sangat rawan terhadap pelanggaran hak-hak

konsumen. Dalam hal ketenagalistrikan, konsumen tidak hanya dilindungi oleh

UUPK, melainkan juga dilindungi oleh Undang-Undang No. 20 Tahun 2002

tentang Ketenagalistrikan. Dalam Pasal 32-34 UU Ketenagalistrikan ini juga

diatur mengenai hak dan kewajiban dari pengguna jasa listrik maupun penyedia

tenaga listrik.

Menurut Pasal 34 UU Ketenagalistrikan tersebut, hak pengguna jasa listrik

yaitu a) Mendapat pelayanan baik b) Mendapat tenaga listrik secara terus menerus

dengan mutu dan keandalan yang baik c) Memperoleh tenaga listrik dengan harga

yang wajar d) Mendapat pelayanan untuk perbaikan apabila ada gangguan tenaga

listrik e) Mendapat ganti rugi apabila terjadi pemadaman yang diakibatkan

kesalahan dan/atau kelalaian pengoperasian yang dilakukan oleh Pemegang Izin

Usaha Penyediaan Tenaga Listrik sesuai syarat-syarat yang diatur dalam

perjanjian jual beli tenaga listrik, sedangkan kewajiban dari pengguna jasa listrik

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/410/SK/I/0/00/000/000793/uii-skripsi-05410396... · Konsumen di Indonesia”, makalah disampaikan dalam Diskusi Panel,

yaitu a) Melaksanakan pengamanan terhadap bahaya yang mungkin timbul akibat

pemanfaatan tenaga listrik b) Menjaga keamanan instalasi ketenagalistrikan c)

Memanfaatkan tenaga listrik sesuai dengan peruntukannya d) Membayar uang

langganan atau harga tenaga listrik sesuai ketentuan atau perjanjian e) Konsumen

tenaga listrik bertanggung jawab apabila karena kelalaiannya mengakibatkan

kerugian Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik f) Konsumen tenaga

listrik wajib mentaati persyaratan teknis di bidang ketenagalistrikan.

Penyedia tenaga listrik juga memiliki hak dan kewajiban yang harus

dilaksanakannya, Pasal 32 UU Ketenagalistrikan menyatakan hak tersebut

diantaranya a) Untuk kepentingan umum diberi kewenangan untuk melintas

sungai atau danau baik di atas maupun di bawah permukaan, melintas laut baik di

atas maupun di bawah permukaan, dan melintas jalan umum dan jalan kereta api

b) Sepanjang tidak bertentangan dan dengan memperhatikan peraturan perundang-

undangan yang berlaku diberi kewenangan untuk masuk ke tempat umum atau

perorangan dan menggunakannya untuk sementara waktu, menggunakan tanah,

melintas di atas atau di bawah tanah, melintas di atas atau di bawah bangunan

yang dibangun di atas atau di bawah tanah, dan memotong dan/atau menebang

tanaman yang menghalanginya, dengan mendapat persetujuan terlebih dahulu dari

pihak yang berhak atas tanah, bangunan, dan/atau tanaman.

Pasal 33 UU Ketenagalistrikan menyatakan kewajiban dari penyedia tenaga

listrik yaitu a) Menyediakan tenaga listrik yang memenuhi standar mutu dan

keandalan yang berlaku b) Memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada

masyarakat dan memperhatikan hak-hak konsumen sesuai peraturan perundang-

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/410/SK/I/0/00/000/000793/uii-skripsi-05410396... · Konsumen di Indonesia”, makalah disampaikan dalam Diskusi Panel,

undangan yang berlaku di bidang perlindungan konsumen c) Memperhatikan

keselamatan ketenagalistrikan.

Secara umum konsumen dapat diartikan sebagai pengguna barang dan/atau

jasa, tetapi dalam Pasal 1 ayat (5) UU Ketenagalistrikan, konsumen dapat

diartikan setiap orang atau badan yang membeli tenaga listrik dari Pemegang Izin

Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk digunakan sebagai pemanfaatan akhir dan

tidak untuk diperdagangkan. Di dalam Pasal 1 ayat (10) UU Ketenagalistrikan ini,

hubungan konsumen listrik atau pengguna jasa listrik dengan pihak PT. PLN

adalah jual beli tenaga listrik yang diatur dalam Surat Perjanjian Jual Beli Tenaga

Listrik. Dalam perjanjian tersebut pengguna jasa listrik mengikatkan dirinya untuk

membayar rekening listrik dan berhak mendapatkan tenaga listrik dan/atau

pelayanan ketenagalistrikan, dan PT. PLN berkewajiban menyediakan tenaga

listrik serta jasa pelayanan ketenagalistrikan kepada pengguna jasa listrik sehingga

PT. PLN berhak menerima pembayaran berupa sejumlah uang dari pengguna jasa

listrik.

Konsumen merupakan pengguna jasa listrik yang harus dilindungi,

mengingat banyaknya kasus-kasus di bidang listrik yang banyak merugikan

konsumennya, misalnya kerugian akibat pemadaman listrik yang dilakukan oleh

PT. PLN tanpa memberikan informasi terlebih dahulu kepada konsumen, selain

itu ada konsumen yang dirugikan karena pembongkaran KWH meter yang

dilakukan oleh petugas PT. PLN, sehingga mengakibatkan padamnya aliran

listrik. Pembongkaran KWH meter yang mengakibatkan padamnya aliran listrik

menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi konsumen, berupa kerugian

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/410/SK/I/0/00/000/000793/uii-skripsi-05410396... · Konsumen di Indonesia”, makalah disampaikan dalam Diskusi Panel,

materiil maupun inmateriil. Kerugian materiil berupa pembelian alat bantu

penerangan seperti genset, dan kerugian inmateriil karena aliran listrik tidak dapat

bekerja sebagaimana mestinya.

Contoh kasus di lapangan, pernah terjadi di Kota Padang antara pengguna

jasa listrik yang bernama Honda Wijaya dengan pihak PT. PLN cabang Padang.

Honda Wijaya merupakan pelanggan listrik dari Tahun 1970 sampai dengan 21

Februari 2006 yang beralamat di Jalan Imam Bonjol Nomor 27 Padang. Sekitar

Februari 2006, pelanggan listrik ini memanggil pihak PT. PLN agar dapat

memeriksa dan memperbaiki gangguan listrik yang terjadi di rumahnya. Setelah

pihak PLN menerima pemberitahuan gangguan listrik tersebut, pihak PT. PLN

mengirimkan petugas pelaksananya yang bernama Yusril dan Yunasri. Petugas

tersebut kemudian membuka segel KWH meter dengan Nomor Kontak AA 00355

dengan tarif daya B2/23.000 VA.

Setelah membuka segel, petugas menyarankan kepada pelanggan untuk

mengganti kabel 3 pas dari tiang listrik ke meteran PT. PLN dengan biaya Rp.

2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah). Keesokan harinya petugas akan

kembali memasang segel meteran yang telah diperbaiki tersebut dengan meminta

biaya tambahan sebesar Rp. 300.000,- (tiga ratus ribu rupiah). Pelanggan sangat

keberatan atas tambahan biaya yang diminta petugas PT. PLN tersebut. Akibat

keberatan yang diajukan pelanggan, maka petugas PT. PLN tidak memasang

kembali segel meteran listrik sampai tanggal 22 Juni 2006.

Pada tanggal 22 Juni 2006 tanpa alasan yang jelas petugas PT. PLN

melakukan penyitaan terhadap KWH meter yang berada di rumah pelanggan

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/410/SK/I/0/00/000/000793/uii-skripsi-05410396... · Konsumen di Indonesia”, makalah disampaikan dalam Diskusi Panel,

sekaligus memberikan tagihan susulan kepada orang tua pelanggan yang bernama

Suradi Wijaya sebesar Rp.49.000.000,- (empat puluh sembilan juta rupiah), dan

apabila lewat dari 60 hari sejak tanggal pemeriksaan tidak diselesaikan maka

petugas akan membongkar instalasi PT. PLN yang berada di rumah pelanggan.5

Tindakan yang dilakukan oleh petugas PT. PLN sangat merugikan pelanggan

pengguna listrik, sehingga pelanggan mengajukan gugatannya ke Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen agar dapat diselesaikan. BPSK merupakan

lembaga penyelesaikan sengketa konsumen dan pelaku usaha di luar pengadilan.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka penulis tertarik untuk

memilih judul: “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN

LISTRIK ATAS PEMUTUSAN LISTRIK SEPIHAK DI KOTA PADANG”

B. Rumusan Masalah

Setelah menguraikan latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen listrik berdasarkan

ketentuan perundang-undangan yang berlaku?

2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen dalam Putusan BPSK

Kota Padang No. 05/P3K/2007?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui perlindungan hukum yang diperoleh konsumen listrik

berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

5Putusan BPSK Kota Padang No. 05/P3K/2007. hlm. 3.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/410/SK/I/0/00/000/000793/uii-skripsi-05410396... · Konsumen di Indonesia”, makalah disampaikan dalam Diskusi Panel,

2. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap konsumen dalam Putusan

BPSK Kota Padang No. 05/P3K/2007.

D. Tinjauan Pustaka

Menurut Pasal 1 ayat (2) UUPK, konsumen adalah setiap orang pemakai

barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri

sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk

diperdagangkan. Menurut Pasal 1 ayat (5) UU Ketenagalistrikan, konsumen yaitu

setiap orang atau badan yang membeli tenaga listrik dari Pemegang Izin Usaha

Penyediaan Tenaga Listrik untuk digunakan sebagai pemanfaatan akhir dan tidak

untuk diperdagangkan.

Pasal 1 ayat (15) Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan

Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat atau disingkat dengan LPM

PUTS juga memuat pengertian konsumen, yaitu setiap pemakai dan atau

pengguna barang dan/atau jasa baik untuk kepentingan diri sendiri maupun untuk

kepentingan pihak lain. Az. Nasution memberikan batasan tentang pengertian

konsumen, yaitu6

a. Konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan/atau jasa

digunakan untuk tujuan tertentu.

b. Konsumen antara yaitu setiap orang yang mendapatkan barang dan/atau jasa

untuk digunakan dengan tujuan membuat barang dan/atau jasa untuk

diperdagangkan.

6Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Diadit Media, Jakarta,

2002, hlm. 13.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/410/SK/I/0/00/000/000793/uii-skripsi-05410396... · Konsumen di Indonesia”, makalah disampaikan dalam Diskusi Panel,

c. Konsumen akhir yaitu setiap orang alami yang mendapatkan atau

menggunakan barang dan/atau jasa untuk tujuan memenuhi kebutuhan

hidupnya pribadi, keluarga, dan tidak untuk diperdagangkan kembali.

Terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai

perlindungan konsumen, diantaranya Hukum Pidana, Hukum Perdata, dan UUPK.

UU LPM PUTS dapat dijadikan dasar hukum bagi perlindungan konsumen,

karena tujuan akhirnya merupakan perlindungan konsumen. Dalam hubungan ini,

perlindungan konsumen menjalankan fungsinya berdampingan dengan hukum

persaingan usaha.7

Antara konsumen dan pelaku usaha terdapat hubungan timbal balik yang

saling menguntungkan. Pelaku usaha membutuhkan konsumen untuk menjadi

pasar bagi produk atau jasanya agar mendapatkan keuntungan, sedangkan

konsumen membutuhkan pelaku usaha untuk menyediakan barang dan/atau jasa

untuk memenuhi kebutuhannya. Kemiskinan hukum perlindungan konsumen dan

rendahnya pengetahuan sebagian besar masyarakat Indonesia merupakan

penghalang bagi konsumen untuk mendapatkan perlindungan yang memadai.8

Oleh karena itu, konsumen harus melindungi dirinya sendiri dan hal ini dapat

tercapai apabila konsumen sadar akan hak-haknya.

7Yusuf shofie, “Norma- Norma Hukum Materiel Undang- Undang Perlindungan Konsumen:

Telaah Kasus- Kasus Dalam Penegakan Hukum Perlindungan Konsumen”, makalah disampaikan

pada kegiatan Peningkatan Pemahaman UUPK bagi Aparat Penegak Hukum, Direktorat

Perlindungan Konsumen, Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Departemen

Perdagangan RI, Padang, 1- 3 Mei 2006, hlm. 28. 8Hanafi, “Perilaku menyimpang pelaku bisnis dan perlindungan konsumen”, makalah

disampaikan pada Diskusi Panel tentang Tinjauan Yuridis terhadap Undang- Undang

Perlindungan Konsumen, Pusat Studi Hukum, Fakultas Hukum UII, 23 Maret 2000. hlm. 5.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/410/SK/I/0/00/000/000793/uii-skripsi-05410396... · Konsumen di Indonesia”, makalah disampaikan dalam Diskusi Panel,

Hak-hak konsumen menurut Pasal 4 UUPK yaitu (a) Hak atas kenyamanan,

keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa (b) Hak

untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa

tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan (c)

Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

barang dan/atau jasa (d) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang

dan/atau jasa yang digunakan (e) Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan,

dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut (f) Hak

untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen (g) Hak untuk

diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur secara tidak diskriminatif (h)

Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian apabila

barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak

sebagaimana mestinya (i) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan

perundang-undangan lainnya.

Pada pelaksanaannya, hak-hak konsumen sering terabaikan. Oleh sebab itu,

apabila konsumen benar-benar akan dilindungi, maka hak konsumen yang

tersebut harus dipenuhi, baik oleh pemerintah maupun produsen, karena

pemenuhan hak-hak konsumen tersebut akan melindungi kerugian konsumen dari

berbagai aspek.9 Hak-hak konsumen tersebut harus diimbangi dengan adanya

kewajiban yang dimilikinya oleh setiap konsumen. Menurut Pasal 5 UUPK

kewajiban konsumen yaitu (a) Membaca dan mengikuti petunjuk informasi dan

prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan

9Ahmadi Miru dan SutarmanYodo, op. cit, hlm. 47.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/410/SK/I/0/00/000/000793/uii-skripsi-05410396... · Konsumen di Indonesia”, makalah disampaikan dalam Diskusi Panel,

keselamatan (b) Beriktikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang

dan/atau jasa (c) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati (d)

Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara

patut.

Adanya pengaturan kewajiban ini, memberikan konsekuensi pelaku usaha

tidak bertanggung jawab jika konsumen yang bersangkutan menderita kerugian

akibat mengabaikan kewajiban tersebut. Pelaku usaha di dalam melakukan

kegiatan usahanya juga memunyai hak dan kewajiban yang perlu diperhatikan.

Hak pelaku usaha sebagaimana disebutkan dalam Pasal 6 UUPK yaitu (a) Hak

untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi

dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan (b) Hak untuk mendapat

perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang tidak beritikad baik (c) Hak

untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum

sengketa konsumen (d) Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara

hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa

yang diperdagangkan (e) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan

perundang-undangan lainnya.

Selain itu, di dalam Pasal 7 UUPK juga dijelaskan mengenai kewajiban

pelaku usaha, yaitu (a) Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya (b)

Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan

pemeliharaan (c) Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur

serta tidak diskriminatif (d) Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/410/SK/I/0/00/000/000793/uii-skripsi-05410396... · Konsumen di Indonesia”, makalah disampaikan dalam Diskusi Panel,

dan atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa

yang berlaku (e) Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan atau

mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan atau garansi

atas barang yang dibuat dan atau yang diperdagangkan (f) Memberi kompensasi,

ganti rugi dan atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan

pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan (g) Memberi kompensasi,

ganti rugi dan atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau

dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Kewajiban ini kemudian melahirkan suatu tanggung jawab yang dimiliki

pelaku usaha. Tanggung jawab timbul karena seseorang atau suatu pihak

mempunyai suatu kewajiban, termasuk kewajiban karena undang-undang dan

hukum.10

Tanggung jawab atas suatu barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh

perusahaan atau industri, dalam pengertian yuridis biasa disebut product

liability.11

Dalam melakukan kegiatan usahanya, pelaku usaha harus bertanggung

jawab terhadap kerugian yang ditimbulkan oleh konsumen. Tanggung jawab

pelaku usaha sebagaimana terdapat dalam Pasal 19 ayat (1) UUPK yaitu

bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan atau

kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan

atau diperdagangkan.

Ganti kerugian tersebut berupa pengembalian sejumlah uang, penggantian

barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara, perawatan kesehatan, dan pemberian

santunan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Prinsip

10N. H. T. Siahaan, Hukum Konsumen: Perlindungan Konsumen dan Tanggungjawab

Ptoduk, Ctk. Pertama, Panta Rei, Jakarta, 2005, hlm. 137. 11Ibid. hlm. 144.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/410/SK/I/0/00/000/000793/uii-skripsi-05410396... · Konsumen di Indonesia”, makalah disampaikan dalam Diskusi Panel,

pertangungjawaban yang digunakan oleh UUPK adalah prinsip praduga

bertanggung jawab yaitu seseorang atau tergugat dianggap bertanggung jawab

sampai ia dapat membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah.

Dalam hubungannya dengan perlindungan konsumen, yang sering terjadi

adalah tuntutan hak yang dikemukakan oleh konsumen karena merasa dirugikan

oleh suatu barang dan/atau jasa. Biasanya dimulai oleh perasaan tidak puas,

bersifat subjektif dan tertutup yang dialami oleh perorangan maupun kelompok.12

Konsumen yang merasa dirugikan tersebut dapat mengajukan gugatan baik secara

individual maupun kelompok untuk menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha

dengan konsumen.

Sengketa konsumen merupakan sengketa antara konsumen dengan pelaku

usaha (publik atau privat) tentang produk konsumen, barang dan/atau jasa

konsumen tertentu.13

Penyelesaian sengketa konsumen dengan menggunakan

hukum acara yang berlaku pada umumnya, membawa segala keuntungan dan

kerugian bagi konsumen dalam proses perkaranya, antara lain tentang beban

pembuktian dan beaya perkara yang dibebankan pada pihak penggugat. Keadaan

seperti ini lebih berfungsi melemahkan dan tidak memberdayakan konsumen.14

Ada 2 cara penyelesaian sengketa:15

1. Penyelesaian sengketa secara damai

Yaitu penyelesaian antar pihak melalui cara damai, atau disebut juga

penyelesaian sengketa kekeluargaan.

12Abdul Halim Barkatulah, Hukum Perlindungan Konsumen Kajian Teoritis dan

Perkembangan Pemikiran, Ctk. Pertama. Nusa Media, Bandung, 2008, hlm.108. 13A.z Nasution, op cit, hlm. 221. 14Az. Nasution, op cit, hlm. 223 15Ibid, hlm. 224

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/410/SK/I/0/00/000/000793/uii-skripsi-05410396... · Konsumen di Indonesia”, makalah disampaikan dalam Diskusi Panel,

2. Penyelesaian sengketa melalui lembaga atau instansi yang berwenang

Yaitu penyelesaian sengketa melalui pengadilan umum atau melalui lembaga

yang khusus dibentuk oleh UU yaitu BPSK.

Menurut UU penyelesaian sengketa ada 2:16

1. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan

UUPK membuka kesempatan kepada konsumen yang merasa dirugikan,

untuk mengajukan gugatannya melalui jalur di luar pengadilan. Lembaga

yang berwenang untuk menyelesaikan sengketa konsumen di luar pengadilan

yaitu BPSK. Hasil putusan BPSK, memiliki daya hukum yang kuat untuk

memberikan peringatan bagi para pelaku usaha yang nakal.

Ini berarti penyelesaian sengketa melalui BPSK, tidak menghilangkan

tanggung jawab pidana menurut ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.17

BPSK diberikan tugas oleh UUPK untuk menjatuhkan sanksi

administratif kepada pelaku usaha yang melanggar larangan-larangan tertentu

yang dikenakan bagi pelaku usaha. Dalam memutuskan atau penetapan

eksekusinya, BPSK harus meminta keputusan dari pengadilan.

2. Penyelesaian sengketa di pengadilan

Seorang konsumen yang dirugikan dapat mengajukan gugatan ganti rugi

langsung ke pengadilan atau di luar pengadilan melalui Lembaga

Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat, sedangkan gugatan yang

dilakukan oleh sekelompok konsumen, lembaga konsumen swadaya

masyarakat maupun pemerintah atau instansi terkait hanya dapat diajukan ke

pengadilan.18

16Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Ctk.

Pertama, PT. Gramedia Pustaka Umum, Jakarta, 2000, hlm. 73. 17Ibid. hlm. 73. 18Abdul Halim Barkatulah, op cit, hlm. 118.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/410/SK/I/0/00/000/000793/uii-skripsi-05410396... · Konsumen di Indonesia”, makalah disampaikan dalam Diskusi Panel,

Putusan BPSK yang bersifat final dan mengikat, tetap memberi

kesempatan kepada para pihak yang tidak setuju atas putusan tersebut, dapat

mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri untuk memutus sengketa

para pihak tersebut. Apabila para pihak tidak puas dengan putusan yang

dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri, maka dapat mengajukan kasasi ke

Mahkamah Agung.

Proses beracara penyelesaian sengketa konsumen:

1. Small Claim

Yaitu jenis gugatan yang dapat diajukan oleh konsumen, sekalipun dilihat

secara ekonomis, nilai gugatannya sangat kecil.19

2. Class Action

Yaitu gugatan yang diajukan oleh sekelompok orang sebagai perwakilan

untuk mewakili kepentingan mereka yang mempunyai kesamaan fakta.

3. Legal Standing

Hak yang dimiliki oleh lembaga tertentu yang legal standing disebut dengan

hak gugat LSM. Rumusannya diatur dalam Pasal 46 ayat (1) huruf (c) UUPK

yaitu lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi

syarat yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran

dasarnya menyebutkan dengan tegas, tujuan didirikannya organisasi tersebut

untuk kepentingan perlindungan konsumen dan melaksanakan kegiatan sesuai

dengan anggaran dasarnya.

19Ibid. hlm. 133.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/410/SK/I/0/00/000/000793/uii-skripsi-05410396... · Konsumen di Indonesia”, makalah disampaikan dalam Diskusi Panel,

E. Metode Penelitian

Dalam rangka memperoleh data, metode penelitian yang digunakan adalah:

1. Fokus Penelitian

a. Perlindungan hukum terhadap konsumen listrik berdasarkan ketentuan

peraturan perundang-undangan

b. Perlindungan hukum terhadap konsumen listrik berdasarkan putusan

BPSK Kota Padang no. 05/P3K/2007

2. Bahan hukum

1) Bahan hukum primer yaitu bahan yang dipelajati peraturan perundangan

yang berlaku dan relevan dengan objek penelitian atau bahan-bahan yang

mempunyai kekuatan hukum mengikat, yaitu:

a) UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

b) UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat

c) UU No. 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan

d) Keputusan BPSK Kota Padang No. 05/P3K/2007

e) Surat Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik

2) Bahan hukum sekunder yaitu bahan pustaka yang mempelajari atau yang

memberikan informasi tentang bahan hukum primer, misalnya

a) Buku-buku tentang hukum perlindungan konsumen di Indonesia

b) Jurnal hukum perlindungan konsumen

c) Makalah hukum

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/410/SK/I/0/00/000/000793/uii-skripsi-05410396... · Konsumen di Indonesia”, makalah disampaikan dalam Diskusi Panel,

3. Teknik pengumpulan data

a. Penelitian Kepustakaan

Penelitian yang dilakukan dengan cara mempelajari dan menggali literatur,

makalah, artikel, dokumen-dokumen, dan peraturan perundang-undangan

yang berhubungan dengan pokok pembahasan yang akan diteliti.

b. Studi Dokumen

Penelitian yang dilakukan dengan cara mengkaji berbagai dokumen resmi

institusional yang berupa peraturan perundang-undangan, putusan

pengadilan, risalah sidang dan lain-lain yang berhubungan dengan

permasalahan penelitian.

4. Metode pendekatan

Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan pendekatan yuridis

normatif yaitu pendekatan dari sudut pandang ketentuan hukum atau

perundang-undangan yang berlaku.

5. Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian akan dianalisa dengan menggunakan

metode:

a. Metode Deskriptif, yaitu cara menganalisis data yang diperoleh dari hasil

penelitian yang kemudian diolah, disusun secara sistematis sehingga

diperoleh gambaran yang jelas dan lengkap tentang objek penelitian.

b. Metode Kualitatif, yaitu cara menganalisis data dengan melakukan

pemisahan dan pemilihan data yang telah diperoleh berdasarkan

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/410/SK/I/0/00/000/000793/uii-skripsi-05410396... · Konsumen di Indonesia”, makalah disampaikan dalam Diskusi Panel,

kualitasnya, dan kemudian diteliti untuk memperoleh kesimpulan dan

pemecahan masalah tersebut.