bab i pendahuluan a. latar belakang...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Dalam persidangan kasus pembunuhan aktivis HAM Munir dengan
terdakwa mantan Deputi V Badan Intelijen Negara (BIN) Muchdi Purwopranjono
yang dilaksanakan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah melalui rangkaian
proses acara pidana di tingkat pengadilan negeri yang berakhir dengan pembacaan
putusan No.1488/Pid.B/2008/PN.Jkt.Sel. yang memutuskan Terdakwa Muchdi
Purwopranjono tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
tindak pidana yang didakwakan kepadanya sehingga membebaskan Terdakwa
Muchdi Purwopranjono dari semua dakwaan1. Dari serangkaian proses acara
pidana yang telah dilaksanakan, proses terpenting bagi Majelis Hakim dalam
membuat pertimbangan didalam putusan ialah pembuktian yang bertujuan untuk
mencari kebenaran materiil.
Pembuktian tentang benar tidaknya terdakwa melakukan perbuatan yang
didakwakan, merupakan bagian yang terpenting acara pidana. Dalam hal ini pun
hak asasi manusia dipertaruhkan. Bagaimana akibatnya jika seseorang yang
didakwa dinyatakan terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan berdasarkan
alat bukti yang disertai keyakinan hakim, padahal tidak benar. Untuk inilah maka
hukum acara pidana bertujuan untuk mencari kebenaran materiil, berbeda dengan
hukum acara perdata yang cukup puas dengan kebenaran formil2.
1 Lihat Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No.1488/Pid.B/2008/PN.Jkt.Sel.
2 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Ctk. Kelima, Sinar Grafika, Jakarta,
2006, hlm. 245.
2
Dalam proses pembuktian yang dilaksanakan persidangan kasus
pembunuhan aktivis HAM Munir dengan terdakwa mantan Deputi V Badan
Intelijen Negara (BIN) Muchdi Purwopranjono yang dilaksanakan di Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan telah memunculkan pertentangan yang diwarnai keberatan
dari penasehat hukum terdakwa Muchdi Purwopranjono. Keberatan diajukan
penasehat hukum terdakwa pada saat jaksa penuntut umum tidak mampu
menghadirkan dua saksi kunci yaitu Wakil Kepala Badan Intelijen Negara M
As'ad dan Direktur 5.1 BIN Budi Santoso pada persidangan, kemudian jaksa
penuntut umum meminta majelis hakim untuk diijinkan membacakan Berita
Acara Pemeriksaan kedua saksi tersebut yang telah dibuat oleh penyidik.
Saksi Budi Santoso merupakan saksi kunci yang dapat menyeret Terdakwa
Muchdi Pr dalam perkara yang didakwakan yaitu pasal 55 ayat (1) ke-2 atau ke-1
jo. pasal 340 KUHP. Hal ini sesuai dengan keterangan yang telah disampaikan
Saksi Budi Santoso pada penyidik yang telah dituangkan didalam berita acara
pemeriksaan saksi yang ditandatangani oleh saksi dan diberikan dibawah sumpah
dihadapan penyidik, yang akan mampu membuktikan dakwaan jaksa penuntut
umum.
Pada persidangan yang dilaksanakan pada tanggal 16 September 2008
dengan agenda pembuktian oleh Jaksa Penuntut Umum yang secara resmi dan
patut telah menghadirkan saksi Budi Santoso dan M As'ad, pada kenyataannya
3
kedua saksi secara resmi melalui surat menyatakan berhalangan mengikuti
persidangan dalam pemeriksaan saksi persidangan tersebut3.
Akhirnya pada persidangan kelima belas tanggal 6 November 2008, Jaksa
Penutut Umum Cyrus Sinaga,SH,M.Mum. memberikan laporan kepada Majelis
Hakim mengenai pemanggilan kepada saksi Budi Santoso dan M As’ad dilakukan
15 kali panggilan namun tidak pernah hadir dalam pemeriksaan saksi
dipersidangan. Atas hal tersebut JPU berpendapat telah maksimal melakukan
pemanggilan kepada kedua saksi sesuai dengan undang-undang yang berlaku
karena yang bersangkutan telah dipanggil secara patut dan dengan bukti-bukti
relas panggilan dan surat keterangan lainnya dan yang bersangkutan telah
disumpah pemeriksaan karena itu JPU meminta kepada majelis hakim yang mulia
supaya keterangan kedua saksi tersebut ditahap penyidikan dapat dibacakan
dalam persidangan4. Meskipun hal ini tetap ditentang oleh tim penasehat hukum
terdakwa yang menyatakan keraguannya terhadap tandatangan saksi didalam BAP
karena majelis hakim juga tidak bisa memberikan pertanyaan seputar tandatangan
dan paraf pada saksi seperti pada pemeriksaan saksi pada umumnya.
Akhirnya Hakim mengijinkan pembacaan dilakukan terhadap BAP Budi
Santoso tertanggal 3 oktober 2007, 8 Oktober 2007, 27 Maret 2008 dan 7 Mei
2008 serta BAP M As’ad tertanggal 16 Maret 2008.
3 Kontras, Monitoring Persidangan V Kasus Pembunuhan Munir Dengan Terdakwa
Muhdi Purwoprajono, dalam
http://www.kontras.org/munir/Monitor%20Persidangan%20kelima%20160908.pdf , diakses
tanggal 27 Januari 2009, jam 19.30. 4 Kontras, Monitoring Persidangan XV Kasus Pembunuhan Munir Dengan Terdakwa
Muhdi Purwoprajono, dalam
http://www.kontras.org/munir/persidangan%20kelimabelas%20061108.pdf, diakses tanggal
27 Januari 2009, jam 19.30.
4
Dari kasus diatas telah memberikan banyak pelajaran yang bisa dikaji
untuk dapat melakukan koreksi terhadap penegakan hukum di Indonesia yang
berpedoman pada KUHAP untuk dapat melihat keadilan secara berimbang tidak
hanya mencari keadilan bagi korban tanpa mempertimbangkan keadilan bagi
terdakwa dengan hak-hak yang dia miliki.
Dalam perkara Muchdi Purwopranjono pihak penasehat hukum terdakwa
menyatakan keberatan dari awal atas adanya saksi Budi Santoso serta M As’ad
yang tidak dapat hadir dipersidangan tetapi Berita Acara Pemeriksaan (BAP)
kedua saksi oleh JPU dibacakan pada saat pembuktian dengan berpedoman pada
Pasal 162 KUHAP5. Pihak JPU berpendapat telah memenuhi persyaratan untuk
dapat membacakan BAP dipersidangan karena telah sebanyak 15 kali melakukan
panggilan secara patut dan sah terhadap para saksi tetapi tidak sekalipun para
saksi hadir dipersidangan, sementara saksi Budi Santoso merupakan saksi kunci
yang mampu membuktikan semua dakwaan dari JPU terhadap terdakwa. Dari
pihak tim penasehat hukum terdakwa selalu menyatakan keberatan terhadap
pembacaan BAP dan meminta untuk menghadirkan saksi dengan berlandaskan
pada Pasal 185 ayat (1) berbunyi: ”Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa
5 Pasal 162 KUHAP yang berbunyi :
Ayat (1) Jika saksi sesudah memberi keterangan dalam penyidikan meninggal dunia atau karena
halangan yang sah tidak dapat hadir di sidang atau tidak dipanggil karena jauh tempat kediaman
atau tempat tinggalnya atau karena sebab lain yang berhubungan dengan kepentingan negara,
maka keterangan yang telah diberikannya itu dibacakan.
Ayat (2) Jika keterangan itu sebelumnya telah diberikan di bawah sumpah, maka keterangan itu
disamakan nilainya dengan keterangan saksi di bawah sumpah yang diucapkan di sidang.
5
yang saksi nyatakan di sidang pengadilan.” Tim penuntut umum beranggapan
sejak awal memang tidak ada niat dari JPU untuk menghadirkan para saksi.
Dengan keberadaan Pasal 162 KUHAP ini apakah telah mengurangi hak
dari terdakwa untuk dapat melakukan cross examination terhadap saksi sehingga
terdakwa telah diperlakukan tidak adil. Selain itu keberadaan Pasal 162 ini
dapatkah mengurangi kebenaran materiil yang sebenarnya dicari didalam hukum
acara pidana dan akan mengarah kepada kebenaran formil saja. Mengingat dalam
Pasal 162 Ayat (2) bahwa keterangan tersebut dibawah sumpah maka nilainya
dengan keterangan saksi dibawah sumpah yang diterangkan dipersidangan akan
memunculkan kekhawatiran disalah gunakan oleh pihak Jaksa Penuntut Umum
tidak perlu lagi menghadirkan para saksi ke pengadilan karena cukup
membacakan keterangannya hasil penyidikan di persidangan. Hal ini jelas
merugikan sekali bagi terdakwa dipersidangan karena kedudukan pada saat
pembuktian yang tidak berimabang. Sementara disisi lain jika hanya karena
kondisi saksi yang memang tidak dapat dihadirkan dipersidangan akan menjadi
sebab ketidakadilan bagi korban.
Pada persidangan dengan terdakwa Muchdi Purwopranjono memunculkan
sebuah fenomena yang sering terjadi di dunia peradilan di Indonesia khususnya
dalam tahap sidang pengadilan, adanya kecenderungan keterangan saksi dalam
Berita Acara Pemeriksaan (BAP) penyidikan dibacakan dalam persidangan. Hal
ini disebabkan karena jaksa yang bersangkutan tidak mampu menghadirkan saksi-
saksi di persidangan, khususnya terhadap saksi yang memberatkan ( a charge ),
sehingga seringkali keterangan saksi-saksi yang diberikan dalam BAP dibacakan
6
dalam persidangan. Bahkan seringkali terungkap dalam persidangan bahwa
ketidakhadiran saksi-saksi yang dimaksud tanpa didasari alasan yang jelas atau
sah. Tentunya hal ini akan mengurangi tingkat kebenaran materil (legalitas)
sebagai tujuan dari proses pemeriksaan perkara pidana. Selain itu apakah dengan
adanya pembacaan BAP ketentuan yang membolehkan BAP saksi yang disumpah
untuk dapat dibacakan di persidangan dan dinilai mempunyai kekuatan
pembuktian yang sama dengan bukti keterangan saksi yang memberikan
kesaksian di persidangan akan dapat merugikan hak-hak terdakwa.
Tujuan hukum acara pidana adalah untuk menemukan kebenaran materiil
atau kebenaran hakiki yang menjadi dasar terbentuknya putusan yang berkeadilan,
apakah dengan proses pemeriksaan saksi melalui berita acara pemeriksaaan saksi
di penyidikan dapat mencapai sebuah kebenaran yang hakiki. Salah satu cara
untuk mewujudkan kebenaran yang hakiki harus melalui sebuah proses peradilan
yang berkeadilan bagi para pihak.
Ada yang berpendapat bahwa alasan-alasan yang menjadi dasar penerapan
pembacaan BAP saksi untuk menggantikan ketidak hadiran saksi pada
pemeriksaan peradilan, seperti untuk menciptakan proses peradilan yang
sederhana, cepat, dan biaya ringan yang hal ini juga untuk kepentingan terdakwa
sendiri, tetapi mengapa jika melihat dalam peradilan pembunuhan Munir dengan
terdakwa Muchdi Pr, tim penasihat hukum terdakwa dari awal menyatakan
keberatan atas pembacaan BAP saksi dipersidangan jika hal itu untuk
meringankan terdakwa. Jadi patut kita pertanyakan, benarkah pembacaan BAP
7
saksi tersebut untuk melindungi hak terdakwa untuk memperoleh peradilan yang
cepat, sederhana dan biaya murah.
Selanjutnya dalam Pasal 162 KUHAP ayat (2) diberikan ketentuan bahwa
pembacaan BAP saksi yang telah diberikan dibawah sumpah saat penyidikan
mempunyai kekuatan pembuktian yang disamakan dengan keterangan saksi yang
diberikan dipersidangan. Seperti yang kita tahu banyak syarat-syarat yang harus
dipenuhi untuk dapat dikatakan sebagai keterangan saksi yang disebut dalam
Pasal 184 ayat (1) KUHAP. Apakah dengan dapat dipersamakannya nilai
kekuatan pembuktian pembacaan BAP saksi dibawah sumpah di persidangan
dengan keterangan saksi berarti telah memenuhi syarat-syarat yang harus dimiliki
sebagai keterangan saksi. Apabila memang memenuhi syarat-syarat sebagai
keterangan saksi dengan nilai pembuktian yang sama lebih baik semua saksi saat
penyidikan disumpah dan dibacakan saja dipersidangan untuk lebih menciptakan
peradilan yang cepat, sederhana dan biaya yang ringan, tetapi jelas kebenaran
materiil yang ingin dicapai hukum acara pidana tidak akan pernah tercapai.
Hakim sebagai orang yang memberikan putusan harus menjatuhkan putusan
didasarkan alat bukti yang dihadirkan penuntut umum dan penasihat hukum guna
memperoleh sebuah keyakinan akan kebenaran fakta yang terjadi, haruskah terikat
pada ketentuan Pasal 162 ayat (1) KUHAP dalam memberikan pertimbangan nilai
kekuatan pembuktian saksi yang dibacakan.
Penyidik merupakan orang yang bertindak untuk mengumpulkan alat bukti
yang membuat terang tindak pidana dan menemukan pelaku. Berita acara
pemeriksaan saksi merupakan buatan penyidik atas telah dilakukannya
8
pemeriksaan kepada saksi. Sejak awal apakah BAP yang dibuat penyidik ini
memang diperuntukan untuk pembuktian dipersidangan. Hal ini jelas penyidikan
dapat menjadi proses yang sangat menentukan dalam terciptanya putusan akhir
dari majelis hakim.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis
hendak melakukan penelitian yang akan dituangkan kedalam bentuk skripsi
dengan judul “PEMBACAAN BERITA ACARA PEMERIKSAAN (BAP)
SAKSI DALAM PENYIDIKAN UNTUK PEMBUKTIAN DI SIDANG
PENGADILAN YANG DAPAT MELEMAHKAN KEDUDUKAN
TERDAKWA (Studi Kasus Persidangan Kasus Pembunuhan Munir Dengan
Terdakwa Muchdi Purwopranjono Di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan)”.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana kekuatan pembuktian dari pembacaan berita acara
pemeriksaan (BAP) saksi dalam penyidikan di sidang pengadilan bagi
pertimbangan hakim di dalam putusannya?
2. Apakah pembacaan berita acara pemeriksaan (BAP) saksi dalam
penyidikan untuk pembuktian di sidang pengadilan dapat merugikan
hak-hak terdakwa di dalam proses persidangan ?
9
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui kekuatan pembuktian dari pembacaan berita acara
pemeriksaan (BAP) saksi dalam penyidikan di sidang pengadilan bagi
pertimbangan hakim di dalam putusannya
2. Untuk mengetahui bahwa pembacaan berita acara pemeriksaan (BAP)
saksi dalam penyidikan untuk pembuktian di sidang pengadilan dapat
merugikan hak-hak terdakwa di dalam proses persidangan
D. TINJAUAN PUSTAKA
Berdasarkan Pedoman Pelaksanaan KUHAP yang dikeluarkan oleh
Menteri Kehakiman, dijelaskan tujuan hukum acara pidana adalah6:
”Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan
setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran
Kebenaran materiil ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu
perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara
jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat
didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya
meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan
apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah
orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan.”
Pada tujuan hukum acara pidana yang dirumuskan didalam Pedoman
Pelaksanaan KUHAP tersebut terdapat bagian kalimat yang berbunyi : ”...setidak-
tidaknya mendekati kebenaran materiil,....”. Kalau dibandingkan dengan
pandangan doktrina Hukum Pidana seperti Simons dan Mr. J.M van Bemmelen
6 Dikutip dari : Andi Hamzah, Hukum…op.cit.,hlm. 8.
10
yang menganggap tujuan Hukum Acara Pidana sebagai ketentuan hukum yang
mencari kebenaran materiil sehingga kebenaran formal bukanlah merupakan
tujuan dari Hukum Acara Pidana. Seharusnya tujuan yang dirumuskan tidak hanya
sekedar bertujuan mencapai setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, tetapi
bertujuan mencapai kebenaran materiil7, tetapi usaha hakim menemukan
kebenaran materiil itu dibatasi oleh surat dakwaan jaksa. Hakim tidak dapat
menuntut supaya jaksa mendakwa dengan dakwaan lain atau menambah
perbuatan yang didakwakan8.
Untuk mencapai kebenaran materiil yang diharapkan, hakim sesuai dengan
ketentuan didalam Pasal 183 KUHAP yang berbunyi : ”Hakim tidak boleh
menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya
dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana
benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”
Selanjutnya didalam penjelasan Pasal 183 menyatakan bahwa ”Ketentuan ini
adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi
seseorang.”
Dalam memberikan putusan yang mengandung kebenaran materiil hakim
harus memperoleh keyakinan yang dia peroleh dari minimal dua alat bukti yang
sah. Sedangkan alat bukti yang sah menurut Pasal 184 KUHAP terdiri dari :
a. Keterangan saksi;
b. Keterangan ahli;
7 Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana, Ctk. Kesatu, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996,
hlm. 11. 8 Andi Hamzah, Hukum…op.cit.,hlm. 8.
11
c. Surat;
d. Petunjuk;
e. Keterangan terdakwa;
Pada umumnya alat bukti keterangan saksi merupakan alat bukti yang
paling utama dalam perkara pidana. Boleh dikatakan, tidak ada suatu perkara
pidana yang luput dari pembuktian keterangan alat bukti saksi. Hampir semua
pembuktian perkara pidana, selalu dilakukan adanya pemeriksaan keterangan
saksi. Sekurang-kurangnya disamping pembuktian dengan alat bukti yang lain,
masih tetap selalu diperlukan pembuktian dengan alat bukti keterangan saksi9.
Pengertian saksi yang diberikan didalam ketentuan umum Pasal 1 angka
26 KUHAP adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan
penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia
dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri. Sedangkan pengertian
keterangan saksi didalam Pasal 1 angka 27 adalah salah satu alat bukti dalam
perkara pidana yang berupa keterangan yang dari saksi mengenai suatu peristiwa
pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan
menyebut alasan dari pengetahuan itu.
Syarat yang harus dipenuhi agar keterangan saksi dapat dikatakan sah
adalah:
a. Syarat formil
9 M.Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHP Jilid II, Ctk.
Ketiga, Pustaka Kartini, Jakarta, 1993, hlm. 808.
12
1) seorang saksi harus mengucapkan sumpah dan janji baik sebelum maupun
setelah memberikan keterangan (Pasal 160 ayat 3 dan 4 KUHAP);
2) seorang saksi telah mencapai usia dewasa yang telah mencapai usia 15
tahun atau lebih atau sudah menikah. Sedangkan orang yang belum
mencapai usia 15 tahun atau belum menikah dapat memberikan keterangan
tanpa disumpah dan dianggap sebagai keterangan biasa (Pasal 171 butir a
KUHAP);
b. Syarat materil
1) melihat, mendengar, atau mengalami sendiri suatu persitiwa pidana (Pasal
1 butir 26 atau 27 KUHAP);
2) seorang saksi harus dapat menyebutkan alasan dari kesaksiannya itu
(Pasal 1 butir 27 KUHAP);
3) keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan kesalahan
terdakwa. Asas ini terkenal dengan sebutan unus testis nullus testis (Pasal
185 ayat 2 KUHAP).
Kitab Hukum Acara Pidana mengandung beberapa landasan asas satu
prinsip, yang diartikan sebagai dasar patokan hukum yang melandasi dalam
penerapan dan penegakan KUHAP. Asas-asas atau prinsip hukum inilah tonggak
pedoman bagi aparat penegak hukum dalam menerapkan pasal-pasal KUHAP.
Bukan saja hanya kepada aparat penegak hukum saja asas atau prinsip hukum
yang dimaksud menjadi patokan dan landasan tetapi juga bagi setiap anggota
masyarakat yang terlibat dan berkepentingan atas pelaksanaan tindakan yang
13
menyangkut KUHAP. Apabila menyimpang dari prinsip-prinsip hukum yang
terdapat dalam KUHAP, berarti orang yang bersangkutan telah sengaja
mengabaikan hakikat kemurnian yang dicita-citakan KUHAP. Salah satu prinsip
KUHAP tersebut adalah pemeriksaan hakim yang langsung dan lisan.
Pemeriksaan di sidang pengadilan dilakukan oleh hakim secara langsung artinya
langsung kepada terdakwa dan para saksi10
. Jadi menurut prinsip ini seorang
terdakwa dan para saksi harus dilakukan pemeriksaan didalam proses di
pengadilan harus secara langsung kepada terdakwa dan para saksi, dimana hakim
akan berhadapan secara langsung kepada terdakwa dan saksi untuk dapat
memberikan pertanyaan secara lisan. Ketentuan dalam prinsip ini berhubungan
dengan Pasal 185 ayat (1) berbunyi: ”Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa
yang saksi nyatakan di sidang pengadilan.” Kesaksian yaitu suatu keterangan
dengan lisan di muka hakim dengan sumpah tentang hal-hal mengenai kejadian
tertentu yang didengar, dilihat dan dialami sendiri, bukan merupakan keterangan
yang diperoleh dari orang lain atau testimonium de auditu. Sering terjadi pula
keterangan saksi itu tidak lisan melainkan tertulis, akan tetapi tulisan itu harus
dibacakan (dengan lisan) di muka hakim dan sesudahnya surat mana diserahkan
kepada hakim itu11
.
Keterangan saksi yang tertulis dibuat oleh penyidik Kepolisian yang
berwenang melakukan penyidikan dalam bentuk Berita Acara Pemeriksaan Saksi.
Berdasarkan ketentuan Pasal 162 KUHAP yang berbunyi :
10
Andi Hamzah, Hukum…op.cit.,hlm. 22. 11
M Karjadi dan R.Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Dengan
Penjelasan Resmi Dan Komentar, Politeia, Bogor, 1997, hlm. 164.
14
Ayat (1) Jika saksi sesudah memberi keterangan dalam penyidikan
meninggal dunia atau karena halangan yang sah tidak dapat hadir di sidang
atau tidak dipanggil karena jauh tempat kediaman atau tempat tinggalnya
atau karena sebab lain yang berhubungan dengan kepentingan negara,
maka keterangan yang telah diberikannya itu dibacakan.
Ayat (2) Jika keterangan itu sebelumnya telah diberikan di bawah sumpah,
maka keterangan itu disamakan nilainya dengan keterangan saksi di bawah
sumpah yang diucapkan di sidang.
KUHAP juga menganut asas peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan.
KUHAP berusaha mempercepat terciptanya suatu putusan terhadap tindakan yang
telah dilakukan seseorang yang sedang mengalami proses pembuktian
dipersidangan pidana dengan hasil akhir putusan yang membuktikan bersalah
tidaknya seseorang. Asas ini berusaha melindungi hak asasi manusia terdakwa
dari suatu proses persidangan yang akan memakan waktu sangat lama. Sehingga
agar jangan sampai suatu proses pembuktian memakan waktu lama karena saksi
tidak dapat hadir dalam persidangan maka didalam Pasal 162 KUHAP tersebut
memberikan ketentuan agar keterangan yang telah diberikan saksi ketika di
penyidikan dibacakan dipersidangan. Jika keterangan itu sebelumnya dibawah
sumpah maka keterangan itu disamakan nilainya dengan keterangan saksi di
bawah sumpah yang diucapkan di sidang. Penyumpahan terhadap saksi pada
proses penyidikan didalam Pasal 116 diatur bahwa saksi diperiksa dengan tidak
disumpah kecuali apabila ada cukup alasan untuk diduga bahwa ia tidak akan
dapat hadir dalam pemeriksaan di pengadilan.
Adanya ketentuan Pasal 162 KUHAP yang dinilai menguntungkan
terdakwa karena mempercepat proses persidangan terhadap dirinya tetapi telah
15
merugikan terdakwa di dalam proses pembuktian. Pasal 162 KUHAP hanya diatur
bahwa keterangan saksi yang dapat dibacakan didalam persidangan hanyalah
keterangan saksi yang diberikan didalam penyidikan. Dimana dalam Pasal 1
angka 2 penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut
cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan
bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi
dan guna menemukan tersangkanya. Sehingga didalam proses penyidikan yang
dilakukan penyidik akan mencari keterangan yang dapat mendukung pembuktian
tindak pidana yang dilakukan tersangka sehingga dapat segera dilimpahkan ke
jaksa penuntut umum untuk dilakukan penuntutan. Hal ini jelas merugikan
terdakwa dengan adanya keterangan saksi a charge yang diberikan dipenyidikan
dibacakan di persidangan karena ketidakhadirannya dipersidangan yang
disamakan nilainya dengan keterangan saksi di bawah sumpah yang diucapkan di
sidang. Padahal terdakwa masih mempunyai hak untuk memberikan tanggapan
terkait keterangan yang telah diberikan saksi sesuai yang diatur didalam Pasal 164
ayat (1), selain itu penasihat hukum terdakwa dapat mengajukan pertanyaan
kepada saksi yang akan bersifat meringankan terdakwa.
Seorang saksi yang diperiksa pada proses penyidikan memberikan
keterangan yang dicatat dengan teliti oleh penyidik dalam berita acara
pemeriksaan. Prinsip pencatatan keterangan saksi dicatat sesuai dengan kata-kata
dan kalimat yang dipergunakan oleh saksi. Pendapat ini didasarkan pada
sistematika Pasal 117, yakni pada ayat (1) dijelaskan keterangan tersangka dan
atau saksi kepada penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapapun atau dalam
16
bentuk apapun. Ayat (2) memang tidak dirangkai lagi dengan saksi, tapi hanya
menyebutkan tersangka saja, yang menentukan prinsip, agar keterangan tersangka
dicatat dengan teliti oleh penyidik sesuai dengan kata yang dipergunakan
tersangka sendiri. Ditinjau dari segi sistematika antara ayat (1) dan (2) Pasal 117,
kedua ayat ini sama-sama ditujukan kepada pemeriksaan tersangka dan saksi, lagi
pula tidak mungkin dibedakan prinsip pencatatan keterangan tersangka dengan
saksi. Seandainya prinsip pencatatan keterangan yang disebutkan tidak berlaku
kepada pencatatan keterangan saksi, dan hanya kepada tersangka saja, hal ini pasti
menimbulkan kesewenangan dan kecurangan dalam mencatat keterangan saksi.
Bahkan akan menjurus kepada pemeriksaan saksi untuk menandatangani
keterangan yang bukan diberikannya, sebab dia disudutkan pada suatu posisi
harus menandatangani berita acara yang lain dari apa yang dikehendaki12
. Apabila
hal semacam ini terus banyak terjadi di lingkungan penegakkan hukum di
Indonesia tentulah tidak akan tercapai suatu keadilan yang diharapkan melainkan
suatu penegakkan hukum yang dijalankan oleh kekuasaan.
E. METODE PENELITIAN
1. Fokus Penelitian
Berupa hal-hal yang akan di teliti sebagaimana yang tertuang
dalam rumusan masalah, yaitu:
12
M.Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHP Penyidikan
Dan Penuntutan, Ctk. Kelima, Sinar Grafika Offset, Jakarta, 2003, hlm. 143.
17
1. Bagaimana kekuatan pembuktian dari pembacaan berita acara
pemeriksaan (BAP) saksi dalam penyidikan di sidang
pengadilan bagi pertimbangan hakim di dalam putusannya.?
2. Apakah pembacaan berita acara pemeriksaan (BAP) saksi
untuk pembuktian dalam penyidikan di sidang pengadilan
dapat merugikan hak-hak terdakwa di dalam proses
persidangan ?
2. Nara Sumber
Berupa pihak pihak yang bisa memberikan pendapat, informasi
atau keterangan terhadap masalah yang diteliti. Dalam tulisan ini
penulis mengambil 2 pihak untuk dijadikan subyek penelitian, yaitu:
a. Mohammad Assegaf,S.H., (pengacara Muchdi Purwopranjono)
memberikan pandangan penerapan Pasal 162 KUHAP dari sudut
pandang penasihat hukum.
b. Sapawi,S.H. (Hakim Pengadilan Negeri Jogjakarta) memberikan
pandangan penerapan PAsal 162 KUHAP dari sudut pandang
hakim.
3. Bahan Hukum
Bahan-bahan hukum yang digunakan didalam penelitian ini yaitu :
a) Bahan hukum primer
18
Undang -Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum
Acara Pidana atau KUHAP, Putusan Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan No.1488/Pid.B/2008/PN.Jkt.Sel atas nama terdakwa
Muchdi Purwopranjono.
b) Bahan hukum sekunder:
Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, buku-
buku literatur, dokumen-dokumen, makalah hasil seminar, jurnal
ilmiah hukum, karya tulis dari ahli hukum, hasil-hasil penelitian,
serta artikel-artikel yang terkait.
c) Bahan hukum tersier:
Kamus, dan ensiklopedia yang berkaitan dengan obyek penelitian.
4. Cara Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah :
a) Studi pustaka, yakni dengan mengkaji jurnal, hasil penelitian
hukum , dan literatur yang berhubungan dengan obyek penelitian.
b) Studi dokumen, yakni dengan mengkaji berbagai dokumen resmi
institusional yang berupa peratuan perundang-undangan, putusan
pengadilan, risalah sidang dan lain-lain yang berhubungan dengan
obyek penelitian.
19
c) Wawancara, yakni dengan mengajukan pertanyaan kepada nara
sumber baik secara bebas maupun terpimpin.
5. Metode Pendekatan
Metode pendekatan dalam penelitian ini dilakukan dengan
pendekatan sebagi berikut:
a) Pendekatan yuridis normatif, yaitu mengkaji permasalahan dari
segi hukum yang terdapat dalam berbagai peraturan perundang-
undangan, doktrin-doktrin dasar, dan dari pustaka yang relefan
dengan pokok bahasan.
b) Pendekatan konseptual adalah pendekatan yang beranjak dari
pandangan pandangan dan doktrin dalam ilmu hukum yang
berhubungan dengan obyek penelitian13
.
6. Analisis Data
Analisis data yang digunakan adalah deskriptif-kualitatif. Yaitu
menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematik sehingga dapat
lebih mudah untuk difahami dan disimpulkan. Kesimpulan yang
diberikan selalu jelas dasar faktualnya sehingga semuanya selalu dapat
dikembalikan langsung pada data yang diperoleh14
.
13
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2005, hlm. 93. 14
Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, ctk. kedua, Pustaka pelajar, Yogyakarta, 1999,
hlm 6.
20
F. PERTANGGUNGJAWABAN SISTEMATIKA
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
B. Rumusan masalah
C. Tujuan penelitian
D. Tinjauan pustaka
E. Metode penelitian
F. Sistematika penulisan
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBUKTIAN DAN
KETERANGAN SAKSI
A. Pembuktian
B. Keterangan Saksi
BAB III ANALISIS PENERAPAN PASAL 162 KUHAP BAGI
KEDUDUKAN TERDAKWA DI SIDANG PENGADILAN
A. Pemeriksaan Keterangan Saksi Yang Berhalangan Hadir Di
Persidangan berdasarkan Pasal 162 KUHAP
B. Pembacaan Berita Acara Pemeriksaan Saksi Di Persidangan Pada
Kasus Peradilan Pembunuhan Munir
C. Analisis Penerapan Pasal 162 KUHAP Bagi Kedudukan Terdakwa Di
Sidang Pengadilan
21
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran