bab i pendahuluan a. latar belakang...

25
BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Perkembangan kota di Indonesia saat ini semakin maju, seperti pembangunan pusat-pusat perbelanjaan modern yang sering kita sebut ‘Mal’ terus menjamur di mana-mana, penambahan jumlah kendaraan bermotor seperti mobil dan sepeda motor terus bertambah banyak seiring dengan itu kebutuhan tempat penitipan kendaraan atau yang biasa di sebut tempat ‘parkir’ kendaraan juga meningkat. Bagi mereka yang memiliki kendaraan pasti pernah menggunakan sarana parkir. Parkir diartikan sebagai suatu keadaan tidak bergerak suatu kendaraan bersifat sementara (Pasal 1huruf g Peraturan daerah kota Yogyakarta nomor 17 tahun 2002 tentang penyelenggaraan perparkiran). Parkir sudah menjadi kebutuhan bagi pemilik kendaraan, terutama pada kota-kota besar, oleh sebab itu masalah parkir diatur dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang lalulintas angkutan jalan. Keberadaan tempat parkir sangat membantu masyarakat khususnya bagi mereka yang memiliki kendaraan, sehingga lahan parkir selalu disediakan pada tempat-tempat umum seperti Mal. Hal inilah yang membuat lahan parkir dapat dijadikan suatu bisnis yang sangat menguntungkan, kerena setiap orang yang yang memiliki kendaraan pasti membutuhkan tempat parkir dan setiap Mal pasti akan menyediakan tempat parkir untuk pengunjungnya, ditambah lagi jumlah kendaraan bermotor yang terus bertambah.

Upload: hakhanh

Post on 06-Feb-2018

224 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/410/SK/I/0/00/000/000639/uii-skripsi-02410714... · Bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen dalam perjanjian baku

BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan kota di Indonesia saat ini semakin maju, seperti pembangunan

pusat-pusat perbelanjaan modern yang sering kita sebut ‘Mal’ terus menjamur di

mana-mana, penambahan jumlah kendaraan bermotor seperti mobil dan sepeda motor

terus bertambah banyak seiring dengan itu kebutuhan tempat penitipan kendaraan

atau yang biasa di sebut tempat ‘parkir’ kendaraan juga meningkat.

Bagi mereka yang memiliki kendaraan pasti pernah menggunakan sarana

parkir. Parkir diartikan sebagai suatu keadaan tidak bergerak suatu kendaraan bersifat

sementara (Pasal 1huruf g Peraturan daerah kota Yogyakarta nomor 17 tahun 2002

tentang penyelenggaraan perparkiran). Parkir sudah menjadi kebutuhan bagi pemilik

kendaraan, terutama pada kota-kota besar, oleh sebab itu masalah parkir diatur dalam

Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang lalulintas angkutan jalan. Keberadaan

tempat parkir sangat membantu masyarakat khususnya bagi mereka yang memiliki

kendaraan, sehingga lahan parkir selalu disediakan pada tempat-tempat umum seperti

Mal. Hal inilah yang membuat lahan parkir dapat dijadikan suatu bisnis yang sangat

menguntungkan, kerena setiap orang yang yang memiliki kendaraan pasti

membutuhkan tempat parkir dan setiap Mal pasti akan menyediakan tempat parkir

untuk pengunjungnya, ditambah lagi jumlah kendaraan bermotor yang terus

bertambah.

Page 2: BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/410/SK/I/0/00/000/000639/uii-skripsi-02410714... · Bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen dalam perjanjian baku

Dari paparan diatas jelas bahwa bisnis parkir adalah bisnis yang sangat

menggiurkan. Namun dalam hal lain konsumen pengguna jasa parkir juga sering

menjadi korban dari bisnis ini. Menurut data dari Yayasan Lembaga Konsumen

Indonesia (YLKI) periode april-mei 2000 sendiri 80% pengaduan adalah mengenai

penetapan oleh pengguna jasa parkir yang semena-mena dan pada tahun 2006 saja

YLKI telah menerima pengadaun resmi hilangnya mobil dan motor sebanyak 5

laporan.1

Di Yogyakarta para pelaku usaha parkir yang berada dalam area Mal sering

mengunakan klausula baku dalam setiap perjanjian. Kontrak baku selalu disiapkan

oleh pengelola parkir (kreditur) secara sepihak. Di dalam kontrak itu lazimnya syarat-

syarat yang membatasi kewajiban kreditur, syarat-syarat itu dinamakan eksonerasi

klausules atau ezemption claus. Syarat ini sangat merugikan konsumen (debitur),

tetapi debitur tidak dapat membantah syarat tersebut, karena kontrak itu hanya

memberi dua alternatif, diterima atau ditolak oleh debitur. Melihat kebutuhan yang

mendesak dari debitur maka debitur akan secara diam-diam debitur menyetujuinya.

Ketidakberdayaan konsumen dalam menghadapi pelaku usaha ini jelas sangat

merugikan kepentingan masyarakat. Pada umumnya pelaku usaha berlindung di balik

standard conrtract atau perjanjian baku yang telah disepakati oleh kedua belah pihak

(antara pelaku usaha dengan konsumen ).

1 David M. L. Tobing, Parkir & Perlindungan hukum komsumen,ctk. Pertama, PT Toko

Gunung Agung Tbk, Jakarta,2007, Hlm. 6

Page 3: BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/410/SK/I/0/00/000/000639/uii-skripsi-02410714... · Bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen dalam perjanjian baku

Meningkatnya kebutuhan konsumen akan barang dan/atau jasa mengakibatkan

kedududkan pelaku usaha dan konsuman tidak seimbang. Konsumen selalu berada

pada posisi yang lemah karena menjadi objek dalam aktifitas bisnis mereka dalam

mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya. Berdasarkan kondisi tersebut maka

pada tanggal 20 April 1999 Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan dan

mengundangkan Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan

konsumen yang diharapkan dapat mendidik konsumen untuk menyadari hak dan

kewajibamya.

Sebelum ada Undang-undang perlindungan konsumen, sudah ada beberapa

Undang-undang yang sebelumnya secara subtansi melindungi konsumen. Dengan

berlakunya Undang-undang perlindungan konsumen maka Undang-undang ini

menjadi lexgeneralis dari Undang-undang yang mengatur secara khusus (lex

spesialis). Hal ini dapat dilihat dari ketentuan peralihan dalam Undang-undang

perlindungan konsumen (UUPK) yaitu segala ketentuan peraturan perundang-

undangan yang bertujuan melindungi konsumen yang telah ada pada saat Undang-

undang itu di undangkan, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak diatur secara

khusus dan/atau tidak bertentangan dengan Undang-undang ini.

Beberapa Undang-undang yang meterinya melindungi kepentingan konsumen

antara lain :

a. Undang-undang Nomor 10 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah

Penganti Undang-undang Nomor 1 tahun 1961 tentang barang menjadi

Undang-undang;

Page 4: BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/410/SK/I/0/00/000/000639/uii-skripsi-02410714... · Bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen dalam perjanjian baku

b. Undang-undang Nomor 2 tahun 1966 tentang tentang Higiene;

c. Undang-undang Nomor 5 tahun 1974 Tentang pokok-pokok

Pemerintahan Daerah;

d. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang metrologi legal;

e. Undang-undang Nomor 3 tahun 1982 tentang wajib daftar perusahaan;

f. Undang-undang Nomor 5 tahun 1984 tentang perindustrian;

g. Undang-undang Nomor 15 tahun 1985 tentang ketenagalistrikan;

h. Undang-undang Nomor 1 tahun 1987 tentang kamar dagang dan

industri;

i. Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan;

j. Undang-undang Nomor 7 tahun 1994 tentang Agreement Establishing

the World Trade organization (Persetujuan Pembuntukan Organisasi

Perdagangan Dunia);

k. Undang-undang Nomor 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (PT);

l. Undang-undang Nomor 9 tahun 1995 tentang usaha kecil;

m. Undang-undang Nomor 7 tahun 1996 tentang pangan;

n. Undang-undang Nomor 12 tahun 1997 tentang perubahan Undang-

undang hak cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang

Nomor 7 tahun 1987;

o. Undang-undang Nomor 13 tahun 1997 tentang perubahan atas

Undang-undang Nomor 6 tahun 1989 tentang paten;

Page 5: BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/410/SK/I/0/00/000/000639/uii-skripsi-02410714... · Bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen dalam perjanjian baku

p. Undang-undang Nomor 14 tahun 1997 tentang perubahan atas

Undang-undang Nomor 19 tahun 1989 tentang merek;

q. Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 tentang pengelolaan

lingkungan hidup;

r. Undang-undang Nomor 24 tahun 1997 tentang penyiaran;

s. Undang-undang Nomor 25 tahun 1997 tentang ketenaga kerjaan;

t. Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan atas

Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbangkan.2

Keberadaan Undang-undang perlindunagan konsumen tersebut pada dasarnya

bermanfaat bagi konsemen sebagai pihak yang sering dirugikan oleh pelaku usaha.

Hal ini sebagai mana tampak dari tujuan undang-undang tersebut, yaitu :

(1).Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk

melindungi diri, (2).mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara

menghindarkanya dari akses negatif pemakaian barang dan/atau jasa,

(3).Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan

menuntut haknya sebagai konsumen, (4).Menciptakan sistem perlindungan konsumen

yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses

untuk mendapatkan informasi, (5).Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang

menjamin kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen (Pasal 3

undang-undang nomor 8 tahun 1999) . Dalam undang-undang ini secara tegas dan

2 Gunawan widjaja dan Ahmad yani, Hukum tentang Perlindungan Konsumn, PT.Gramedia

pustaka utama Jakarta, 2000, hlm. 20-21

Page 6: BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/410/SK/I/0/00/000/000639/uii-skripsi-02410714... · Bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen dalam perjanjian baku

jelas mengatur mengenai hak dan kewajiban konsumen, selain itu juga mengatur

mengenai hak dan kewajiban konsumen, dan juga mengatur mengenai hak dan

kewajiban pelaku usaha serta larangan-larangan bagi pelaku usaha.

Dalam Undang-undang nomer 8 tahun 1999 tentang perlindaungan konsumen,

sebenarnya memperbolehkan adanya perjanjian baku yang memuat klausula baku di

dalam setiap dokumen dan/atau perjanjian transaksi usaha perdagangan barang

dan/atau jasa. Namun tidak boleh mencantumkan ketentuan-ketentuan yang

tercantum dalam pasal 18 ayat (1) dan ayat (2) undang-undang perlindungan

konsumen.

Pasal 18 undang-undang perlindungan konsumen mengatur mengenai

ketentuan pencantuman klausula baku, dimana ada ayat (1) berbunyi : Pelaku usaha

dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditunjukan untuk perdagangan dilarang

membuat atau mencantuman klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian

apabila :

a. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha,

b. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali

barang yang di beli konsumen,

c. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali

uang yang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli

konsumen,

d. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha

baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakuakan segala

Page 7: BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/410/SK/I/0/00/000/000639/uii-skripsi-02410714... · Bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen dalam perjanjian baku

tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang di beli oleh

konsumen secara angsuran,

e. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya penggunaan barang atau

pemanfaatan jasa yang di beli oleh konsumen,

f. Memberikan hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa

atau mengurangi harta kekayaan yang menjadi jual beli jasa,

g. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa

aturan baku, tambahan, lanjutan dan/atau penggabungan lanjutan yang

dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen

memanfaatkan jasa yang dibelinya,

h. Menyatakan bahwa konsumen memmberi kuasa kepada pelaku usaha

untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan

terhadap barang yang akan dibeli oleh konsumen secara angsuran.

Pada pasal 18 ayat (2) undang-undang perlindungan konsumen mengatur

mengenai pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau

bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat terbaca secara jalas atau pengungkapannya

sulit di mengerti.

Lebih lanjut dalam pasal 18 ayat (3) mengatur mengenai konsekuensi apabila

melanggar ketentuan pada ayat (1) dan (2) maka dapat dinyatakan batal demi hukum.

Pada pasal 18 ayat (4) mengatakan para pelaku usaha wajib untuk menyesuikan

klausula baku yang bertentangan dengan undang-undang ini.

Page 8: BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/410/SK/I/0/00/000/000639/uii-skripsi-02410714... · Bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen dalam perjanjian baku

Namun yang menjadi permasalahan, pada jasa parkir yang ada pada saat ini,

pelaku usaha selalu menggunakan klusal baku pada setiap karcis/tanda parkir, klasul

baku menjadi pilihan dari pelaku usaha jasa parkir karena akan memudahkan dalam

menjalankan bisnisnya. Meskipun undang-undang No.8 tahun 1999 tentang

perlindungan konsumnen telah dikeluarkan pada masa peralihan 1 (satu) tahun namun

masih banyak pelaku usaha yang belum mengubah atau bahkan enggan untuk

mengubah ketentuan klausula baku dalam karcis/bukti penerimaan. Hal ini

disebabkan oleh kebutuhan akan sistem administrsi yang standar, cepat dan efisien.

Pada masa sebelumnya telah menjadi budaya para pelaku usaha secara bebas dapat

menentukan isi suatu perjanjian secara sepihak.3 Penerapan klusal baku oleh pelaku

usaha jasa parkir belum menyesuaikan dengan peraturan yang ada menyebabkan

kerugian harus dihadapi oleh konsumen.

Bentuk-bentuk klusal baku sering digunakan oleh para pelaku usaha parkir

Mal adalah sebagai berikut;

1. Tarif parkir yang berlaku adalah sebagaimana tercantum pada rambu

tarif

2. Jika tiket ini hilang, maka petugas berwenang memeriksa STNK dan

indentitas pengendara, dan dikenakan denda sebesar Rp 10.000 untuk

sepeda motor dan Rp 10.000 untuk mobil

3. Segala kerusakan ataupun kehilangan dari (bagian dari) kendaraan

menjadi tanggung jawab dari pengendara.

3 Republika online/http://www.Republa.co.id./berita/05 oktober 2002

Page 9: BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/410/SK/I/0/00/000/000639/uii-skripsi-02410714... · Bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen dalam perjanjian baku

4. Mohon tiket dibawa dan jangan di tinggalkan barang berharga di pada

kendaraan.

5. Untuk keluhan dan saran, mohon hubungi customer service Sunparking

di (021) 5630203-5649849.

Bentuk klausula baku diatas secara jelas mengandung klausula eksonerasi

atau klausul pelapasan tanggung jawab yang melanggar ketentuan pasal 18 angka (1)

huruf (a). Bentuk klausula eksonerasi dalam nota tersebut seperti: “Segala kerusakan

ataupun kehilangan dari (bagian dari) kendaraan menjadi tanggung jawab dari

pengendara”. Selain klausul baku; jika tiket ini hilang, maka petugas berwenang

memeriksa STNK dan indentitas pengendara, dan dikenakan denda sebesar Rp

10.000 untuk sepeda motor dan Rp 10.000 untuk mobil. Selain klusal seperti diatas,

pelaku usaha sering melakukan pelanggaran terhadap ketentuan pasal 18 ayat (2)

dimana masih terdapat klusal baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak

dapat terbaca secara jelas atau menggunakan pengungkapan yang sulit di mengerti.

Dengan bentuk klusul-klausul baku seperti diatas maka selama ini konsumen

selalu dirugikan apabila terjadi sengketa yang terjadi terhadap kendaraannya. Pelaku

usaha parkir sering berlindung di balik perjanjian baku yang dibuat secara sepihak.

Perjanjian yang di buat oleh pelaku usaha parkir merupakan sebuah bentuk

pelanggaran yang dapat merugikan konsumen.

B. Rumusan Masalah

Page 10: BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/410/SK/I/0/00/000/000639/uii-skripsi-02410714... · Bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen dalam perjanjian baku

Dengan mengacu pada latar belakang yang telah disampaikan, maka rumusan

masalah penelitian ini adalah:

1. Bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen dalam perjanjian baku pada

jasa parkir Mal (pusat-pusat pembelanjaan modern) di wilayah Yogyakarta?

2. Bagaimana penyelesaian sengketa dalam perjanjian baku pada jasa parkir

Mal (pusat-pusat pembelanjaan modern) di wilayah Yogyakarta?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan penelitian ini adalah

1. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap konsumen, apabila pelaku

usaha parkir menggunakan perjanjian baku.

2. Untuk mengetahui bagaimana upaya penyelesaian sengketa konsumen.

D. Tinjauan Pustaka

Dalam sebuah kegiatan bisnis, setidaknya terjadi hubungan antara dua pihak

yaitu pelaku usaha dan konsumen. Pelaku usaha mengharapkan keuntungan atau laba

dari barang dan/atau jasa yang ditawarkan, sementara konsumen mengharapkan akan

mendapat manfaat dan kepuasan dari barang dan/atau jasa tersebut.

Pada tanggal 20 april 1999 Pemerintah Republik Indonesia telah

mengeluarkan dan mengundangankan Undang-undang nomer 8 tahun 1999 tentang

perlindaungan konsumen. Undang-undang tentang perlindaungan konsumen ini di

Page 11: BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/410/SK/I/0/00/000/000639/uii-skripsi-02410714... · Bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen dalam perjanjian baku

harapkan dapat mendidik masyarakat Indonesia untuk lebih menyadari akan segala

hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang dimiliki terhadap pelaku usaha.4

Sebelum adanya Undang-undang nomer 8 tahun 1999 tentang perlindaungan

konsumen. Belum pernah ada di dalam peraturan Perundangan-undangan yang secara

eksplisit memberikan pengertian tentang konsumnen adalah “setiap orang pemakai

barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri

sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak dan tidak untuk di

perdagangkan”. Sedangkan pelaku usaha didalam pasal 1 angka (3) Undang-undang

perlindaungan konsumen adalah “setiap perseorangan atau badan usaha, baik yang

berbentuk badang hukum maupun bukan badan hukumyang didirikan dan kedudukan

atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik

sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha

dalam berbagai bidang ekonomi’.

Fenomena konsumen di Indonesia yaitu, konsumen tidak hanya di hadapkan

pada persoalan ketidak-mengertian dirinya ataupun kejelasan akan pemanfaatan,

pengguna maupun pemakai barang dan/atau jasa yang di sediakan oleh pelaku usaha,

karena kurang atau terbatasnya informasi yang di seadiakan, melainkan juga terhadap

bargaining position yang kadang kala sangat tidak seimbang, yang pada umumnya

tercermin dalam perjanjian baku yang siap untuk di tandatangani maupun dalam

4 Gunawan widjaja dan Ahmad yani, op.,cit, hlm.2

Page 12: BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/410/SK/I/0/00/000/000639/uii-skripsi-02410714... · Bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen dalam perjanjian baku

bentuk klausala, atau kententuan baku yang sangat informatif, serta tidak dapat

ditawar-tawar oleh konsumen maupun.5

Didalam Undang-undang Perlindungan Konsumen tidak terdapat definisi

perjanjian baku tetapi merumuskan klausula baku. Klausal baku dalam Undang-

undang Perlindungan Konsumen adalah setiap aturan atau ketentuan-ketentuan dan

syarat-syarat yang telah disiapkan dan di tetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh

pelaku usaha yang di tuangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang

mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.

Perjanjian baku disebut juga perjanjian standar, dalam bahasa inggris disebut

standard contrac, standart agreement. Kata baku atau standar artinya tolak ukur yang

di pakai sebagai patokan. Dalam hubungn ini, perjanjian baku artinya perjanjian yang

menjadi tolak ukur yang di pakai sebagai patokan atau pedoman bagi konsumen yang

mengadakan hubungan hukum dengan pengusaha. Yang di bakukan dalam perjanjian

baku ialah meliputi model, rumusan dan ukuran.6 Sehingga apabila pelaku usaha

mengagunakan perjanjian baku, maka model, rumusan dan ukuran tidak dapat di

rubah lagi, karena sudah berbentuk nota atau formulir yang dibuat secara sepihak oleh

pelaku usaha.

Suatu ketentuan dalam perjanjian disebut sebagai klausula baku apabila

perjanjian tersebuat dibuat secara sepihak oleh pelaku usaha, konsumen tidak

dilibatkan dalam menentukan isi perjanjian, di buat dalam bentuk tertulis dan bersifat

5 Ibid hlm. 3

6 Abdulkadir Muhamad, perjanjian baku dalam praktekperusahaan perdagangan, Ctk

pertama, P.T Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992, hlm 6

Page 13: BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/410/SK/I/0/00/000/000639/uii-skripsi-02410714... · Bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen dalam perjanjian baku

massal. Konsumen terpaksa menerima karena didorong oleh keperluan/kebutuhan, di

dalamnya juga terdapat klausula eksonerasi yang membatasi tanggung jawab pelaku

usaha.7

Perjanjian berdasarkan pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata

adalah suatu perbuatan yang mengikat dirinya antara satu orang atau lebih terhadap

satu orang lain atau lebih. Hukum perjanjian menganut asas hukum kebebasan

berkontrak, sistemnya terbuka dan merupakan hukum pelengkap.8

Suatu perjanjian dapat dikatakan sebagai perjanjian yang sah apabila telah

memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam pasal 1320 kitab Undang-undang Hukum

perdata.9 Syarat-syarat tersebut antara lain:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3. Suatu hal tertentu;

4. Suatu sebab yang halal.

Buku III KUHPerdata menganut azas “kebebasan” dalam hal membuat

perjanjian (beginsel der contractsvrijheid). Azas ini dapat di simpulkan dari pasal

1338 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Perdata ditegaskan bahwa: “semua

persetujuan yang telah dibuat secara sah adalah berlaku sebagai Undang-undang bagi

mereka yang membuatnya”

7 Republika online/http://www.Republika,co.id/berita/05 oktober 2002

8 Republika online/ http/://www.Republika.co.id./berita/05 oktober 2002

9 Az. Nasition, hukum perlindungan Konsumen Sebuah Pengantar, Cet. Pertama, Daya

Widya, Jakarta, 1999, hlm 46

Page 14: BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/410/SK/I/0/00/000/000639/uii-skripsi-02410714... · Bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen dalam perjanjian baku

“Semua” mengandung arti meliputi seluruh perjanjian, baik yang namanya

dikenal oleh Undang-undang. Azas kebebasan berkontrak (contractvrijheid)

berhubungan dengan isi perjanjian, yaitu kebebasan menentukan “apa” dan dengan

“siapa” perjanjian itu diadakan. Perjanjian yang dibuat sesuai Pasal 1320

KUHPerdata mempunyai kekuatan mengikat. Dengan demikian maka, kebebasan

berkontrak adalah salah satu asas yang penting di dalam hukum Perjanjian.

Kebebasan ini adalah perwujudan dari kehendak bebas, pancaran hak asasi manusia.10

Asas kebebasan berkontrak memberi kebebasan bagi para pihak untuk

menentukan dengan siapa melakukan perjanjian ataupun tidak melakukan perjanjian

ataupun tidak melakukan perjanjian ataupun tidak melakukan perjanjian, bebas

menentukan objek perjanjian, isi dan bentuk perjanjian. Apabila asas kebebasan

berkontrak digunakan, maka posisi para pihak akan seimbang karena berawal dari

kesepakatan ke dua belah pihak. Semua orang bebas melakukan perjanjian asalkan

tidak boleh melanggar Undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan, tetapi pada

umumnya juga di perbolehkan menyampingkan peraturan-peraturan yang dalam buku

III itu.

Peraturan-peraturan yang di tetapkan dalam buku III B.W itu hanya di

sediakan dalam hal para pihak berkontrak tidak membuat peraturan sendiri. Dengan

kata lain peraturan-peraturan dalam buku ke III, pada umumnya hanya merupakan

10

Mariam darus badrulzaman dkk, Kompilasi Hukum Perikatan, Ctk pertama,PT Citra aditya,

Bandung, 2001. hlm. 84

Page 15: BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/410/SK/I/0/00/000/000639/uii-skripsi-02410714... · Bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen dalam perjanjian baku

“hukum pelengkap” (aanvullend rech), bukan hukum keras atau hukum memaksa.11

Sehingga aturan umum yang secara tegas mengatur mengenai perjanjian baku atau

klausula baku adalah Undang-undang Perlindungan Konsumen.

Dengan asas kebebasan berkontrak, sistem terbuka dan bahwa hukum

perjanjian itu merupakan hukum pelengkap saja, lengkaplah suatu kebebasan setiap

orang untuk mengadakan perjanjian, termasuk perjanjian yang di paksakan

kepadanya. Kalau yang mengadakan perjanjian adalah mereka yang seimbang

kedudukan ekonomi, tingkat pendidikan dan/atau kemampuan daya saingnya,

mungkin masalah menjadi lain. Tetapi dalam keadaan sebaliknya, yaitu para pihak

tidak seimbang, pihak yang lebih kuat akan dapat memaksakan kehendak atas pihak

yang lemah.12

Dalam Hukum Islam terdapat asas-asas dari suatu perjanjian. Asas ini

berpengaruh pada status akad. Ketika asas ini tidak terpenuhi, maka akan

mengakibatkan batal atau tidaksahnya perikatan/perjanjian yang dibuat. Adapun

Asas-asasnya adalah:13

Al-Hurriyah (kebebasan), Al-Musawah (persamaan), Al-

Adilah (keadilan), Al-Ridha (kerelaan), Ash-Shidq (Kejujuran dan kebenaran) dan

Al-Kitabah (tertulis).

11

Subekti, pokok-pokok hukam Perdata, Cet. 29, PT Interrnasa, jakarta 2001, hlm 128 12

Az. Nasution, loc.cit. 13

Mariam darus badrulzaman dkk, op.cit, hlm 249

Page 16: BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/410/SK/I/0/00/000/000639/uii-skripsi-02410714... · Bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen dalam perjanjian baku

Asas kebebasan dan persamaan pada asas-asas dalam perjanjian syariah diatas

menunjukan kebebasan dari para pihak dalam menentukan isi maupun bentuk

perjanjian sehingga dapat mewujudkan keseimbangan. Asas kebebasan dalam hukum

islam dibatasi dengan ketentuan syariah Islam.

Dengan adanya Undang-undang nomer 8 Tahun 1999 tentang perlindungan

konsumen maka konsumen secara hukum memiliki kekuatan untuk melaksanakan

seluruh hak-hak yang dimilikinya. Perlindungn konsumen diselenggarakan sebagai

upaya atau usaha bersama berdasarkan 5(lima) asas yang relevan, yaitu:14

a. Asaa manfaat

Asas manfaat dimaksud untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam

penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-

besarnya bagi kepentingan konsumen.

b. Asas keadilan

Asas keadilan dimaksusd agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan

secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada kosumen dan pelaku usaha

untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibanya.

c. Asas keseimbangan

Asas keseimbangan dimaksud untuk memberikan keseimbangan antara

kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil maupun

spiritual.

14

Penjelasan Pasal 2, undang-undang Nomer 8 tahun 1999

Page 17: BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/410/SK/I/0/00/000/000639/uii-skripsi-02410714... · Bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen dalam perjanjian baku

d. Asas keamanan dan keselamataan konsumen

Asas keamanan dan keselamatan kosumen dimaksud untuk memberikan

jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan,

pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang di konsumsi dan digunakan.

e. Asas kepastian hukum

Asas kepastian hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun

konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan

perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

Sedangkan tujuan dari Undang-undang Nomer 8 tahun 1999 tentang

perlindungan konsumen adalah:

a Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk

melindungi diri,

b Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara

menghindarkanya dari akses negatif pemakaian barang dan/atau jasa,

c Meningkatkan pemberdayaan dalam memilih, menentukan dan menuntut

hak-haknya sebagai konsumen,

d Menciptakan sistem perlindungan yang menghandung unsur kepastian

hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan

informasi,

e Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai kepentinganya

perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan

bertanggung jawab dalam berusaha,

Page 18: BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/410/SK/I/0/00/000/000639/uii-skripsi-02410714... · Bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen dalam perjanjian baku

f Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan

usaha produsi barang dan atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan

dan keselamatan konsumen.

Pemerintah telah membuat Undang-undang yang bertujuan untuk melindungi

konsumen, khususnya dari ketentuan klausula baku pada setiap perjanjian yang di

buat secara sepihak oleh pelaku usaha. Aturan mengenai ketentuan pencantuman

klausula baku pada setiap perjanjian yang di buat secara sepihak oleh pelaku usaha.

Aturan mengenai ketentuan pencantuman klausula baku terdapat pada pasal 18

Undang-undang perlindungan konsumen. Larangan ini dimaksudkan untuk

menempatkan kedudukan konsumen setara dengan pelaku usaha berdasarkan prinsip

kebebasan berkontrak (Penjelasan pasal 18, Undang-undang nomor 8 Tahun 1999) .

Pasal 18 Undang-undang perlindungan konsumen terdapat ketentuan

pencantuman klausula baku yaitu:

1. Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditunjukan

untuk di perdagangkan dilarang membuat dan mencantumkan klausula

baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila:

a. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha,

b. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyeraha kembali

barang yang di beli konsumen,

c. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali

uang yang di bayarkan atas barang yang di beli konsumen,

Page 19: BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/410/SK/I/0/00/000/000639/uii-skripsi-02410714... · Bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen dalam perjanjian baku

d. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha

baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala

tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang di beli oleh

konsumen secara angsuran,

e. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau

pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen,

f. Memberikan hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa

atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual

beli jasa,

g. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa

aturan baku, tambahan, lanjutan dan/atau penggabungan lanjutan yang

dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen

memanfaatkan jasa yang di belinya,

h. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha

untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan

terhadap barang yang di beli oleh konsumen secara angsuran.

2. Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau

bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat terbaca secara jelas, atau yang

mengungkapkanya sulit dimengerti

3. Setiap klausula baku yang telah di tetapkan oleh pelaku usaha pada

dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentauan sebagai dimaksud

pada ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum

Page 20: BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/410/SK/I/0/00/000/000639/uii-skripsi-02410714... · Bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen dalam perjanjian baku

4. Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertantangan

dengan undang-undang ini.

Dengan adanya pencantuman klausula baku, maka larangan tersebut dijadikan

parameter untuk menuntukan suatu perjanjian baku atau klausula baku yang akan

dibuat oleh pelaku usaha.

Apabila konsumen mengalami kerugian, maka konsumen dapat meminta

pertanngungjawaban dan sekaligus ganti rugi atas kerugian yang dideritanya.

Undang-undang nomor 8 tahun 1999 dalam pasal 23 mengatakan apabila pelaku

usaha tidak memberikan tangapan dan/atau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan

konsumen, maka konsumen diberikan hak untuk menggugat melalui Badan

Penyelesaian Konsumen (BPSK) atau Badan peradilan di tempat kedudukan

konsumen.

Penyelesaian sengketa melaluai Badan Penyelesaian Konsumen adalah

sederhana dalam arti langsung menunjuk pada pasal-pasal dalam undang-undang

perlindungan konsumen atau undang-undang sektor lain. Disamping itu. Cara

penyelesaian bervariasi antara arbitrase, mediasi, perdamaian dan konsiliasi.15

Parkir merupakan salah satu perjanjian yang terkait dengan perlindungan

konsumen. Seiring dengan pertambahan jumlah kendaraan di perkotaan kebutuhan

15

Inosentius samsul, Perlindngan Konsumnen kemungkinan penerapan tanggung jawab

mutlak, Ctk. Pertam, Progaram pasca sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, jakarta, 2004,

hlm 203

Page 21: BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/410/SK/I/0/00/000/000639/uii-skripsi-02410714... · Bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen dalam perjanjian baku

jasa parkir juga semakin bertambah dan menjadi bagian yang sangat penting pada

setiap bangunan di perkotaan.

Pada penerapanya parkir terbagi menjadi dua, yang pertama adalah parkir

Onstreet (pada bahu jalan) atau retribusi yaitu tempat parkir yang berada di tepi jalan

umum tertentu dan telah di teteapkan oleh walikota sebagai tempat parkir kendaraan

yang di kelola oleh pemerintah daerah (Pasal 1 huruf i Peraturan daerah kota

Yogyakarta nomor 17 tahun 2002 tentang penyelenggaraan perparkiran) dan juga

parkir off street (diluar bahu jalan) atau tempat parkir khusus yaitu Tempat khusus

parkir adalah tempat pemberhentian kendaraan yang secara khusus di mililiki oleh

pemerintah daerah, orang pribadi atau badan yang meliputi gedung parkir, taman

parkir dan pelataran, yang dapat di kelola oleh swasta (Pasal 1 dan 2 huruf j Peraturan

daerah kota Yogyakarta nomor 17 tahun 2002 tentang penyelenggaraan perparkiran).

Dari paparan di atas, parkir mall adalah termasuk pada golongan parkir pada

tempat khusus parkir yang dapat di kelola oleh swasta dan sesuai dengan

yurisprudensi Mahkamah Agung RI No 3416K/Pdt/1985, yang menyatakan bahwa

hubungan hukum antara pemilik barang dengan pengusaha parkir in casu pengelola

parkir mall lembuswana (samarinda) yang menangani parkir adalah perjanjian

penitipan barang dan putusan pengadilan tinggi Yogyakarta pada tanggal 31

desember 1984 No.19/1983/Pdt/P.T.Y., yang dalam pertimbanganya Pengadilan

Tinggi menyatakan bahwa hubungan hukum antara pemilik barang dengan pengusaha

parkir, i.c.P.D. Argajasa adalah perjanjian penitipan yang juga di perkuat dengan

Page 22: BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/410/SK/I/0/00/000/000639/uii-skripsi-02410714... · Bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen dalam perjanjian baku

Yurisprudensi Mahkamah Agung dalam perkara No.3416K/Pdt/1985,jo.Perkara

No.19/1983/Pdt/P.T.Y., jo Perkara No.1/1982/Pdt/G/PN.Slm. Maka hubungan hukum

antara pengelola parkir dengan konsumen adalah perjanjian penitipan barang.

Usaha jasa parkir adalah usaha dimana pelaku usaha di berikan tugas untuk

menjaga kendaraan konsumen. Sehingga harus dilihat juga perjanjian untuk

melakukan pekerjaan. Undang-undang membagi perjanjian untuk melakukan

pekerjaan dalam tiga macam, yaitu;16

a. Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu;

b. Perjanjian kerja/perburuhan; dan

c. Perjanjian pemborongan pekerjaan.

Hubungan antara konsumen dan pelaku usaha jasa parkir termasuk perjanjian

untuk melakukan jasa-jasa tertentu. Hukum perdata tidak menjelaskan apa yang

dimaksud dengan perjanjian untuk melakuakan jasa-jasa yang tertentu. Menurut

Prof.R Subekti, S.H. perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu adalah suatu pihak

menghendaki dari pihak lawanya dilakukan suatu pekerjaan untuk mencapai suatu

tujauan, untuk mana ia bersedia membayar upah, sedangkan apa yang dilakukan

untuk mencapai tujauan tersebut terserah kepada pihak lawan itu.17

Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu diatuar oleh ketentuen-

ketentuan yang khusus untuk itu (misalnya advokat dan klien diatur dalam pasal-

16

R. Subekti, aneka perjanjian, Ctk. Kedelapan, P.T Citra Aditya Bakti, Bandung, 1989, hlm

57 17

R. Subekti, op.cit., hlm 57-58

Page 23: BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/410/SK/I/0/00/000/000639/uii-skripsi-02410714... · Bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen dalam perjanjian baku

pasal mengenai perjanjian pemberi kuasa), oleh syarat-syarat yang di perjanjiakan

dan oleh kebiasaan.

E. Metode Penelitian

1. Objek Penelitian

Perlindungan hukum konsumen dalam perjanjian baku pada jasa

penitipan kendaraan atau parkir di wilayah kota Yogyakarta khususnya pada

Mal (pusat-pusat pembelanjaan modern) yang mennggunakan parkir Off

Street (di luar bahu jalan)

2. Subjek Penelitian

a. Pengguna jasa penitipan kendaraan parkir di Yogyakarta pada Mal

atau pusat-pusat pembelanjaan modern

b. Pelaku usaha penitipan kendaraan parkir di Yogyakarta pada Mal

atau pusat-pusat pembelanjaan modern

3. Sumber data

a. Data primer, yaitu data yang di peroleh secara langsung dari

subjek penelitian.

b. Data sekunder yang berupa bahan hukum, yaitu data yang di

peroleh dari penelitian kepustakaan (library research) yang

terdiri dari atas

1. Bahan hukum primer, yaitu berupa peraturan

perundang-undangan.

Page 24: BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/410/SK/I/0/00/000/000639/uii-skripsi-02410714... · Bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen dalam perjanjian baku

2. Bahan hukum sekunder, yaitu berupa literatur yang

berhubungan dengan objek penelitian dan hasil

penelitian terdahulu.

3. Bahan hukum tersier, yaitu berupa kamus.

1. Teknik Pengumpulan Data

a Data primer, dilakukan dengan cara:

1. Wawancara : dengan mengajukan pertanyaan pada subjek

penelitian untuk memperoleh data-data.

2. Observasi : yang berupa observasi langsung (partisipan)

dan tidak langsung (non partisipan)

b Data sekunder, dilakukan dengan cara :

1. Studi kepustakaan, yakni dengan mengkaji berbagai peraturan

perundang-undangan atau literatur yang berhubungan dengan

pelaksanaan penelitian.

2. Studi dokomentasi, yaitu dengan mengkaji berbagai dokumen

resmi internasional yang berupa putusan pengadilan, risalah

sidang dan lain-lain yang berhubungan dengan permasalahan

penelitian.

5. Metode Pendekatan

Pendekatan penelitian ini adalah menggunakan pendekatan yuridis

normatif, yaitu gejala dan fakta yang akan di tinjau dari segi hukum.

Page 25: BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/410/SK/I/0/00/000/000639/uii-skripsi-02410714... · Bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen dalam perjanjian baku

6. Analisis Data

Setelah data yang di peroleh, selanjutnya di analisis secara deskriptif

kualitatif, yaitu data-data yang diperoleh di sajikan secara deskriptif dan di

analisa secra kualitatif dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Data penelitian diklasifikasikan sesuai dengan permasalahan

penelitian,

b. Hasil klasifikasi selanjutnya disistematisasikan,

c. Data yang telah di sistematisasikan kemudian dianalisis untuk

dijadikan dasar dalam mengambil kesimpulan

BAB II

A.Tinjauan Umum mengenai perjanjian

1. Pengertian Perjanjian Secara Umum