bab i pendahuluan 1. latar belakangrepository.untag-sby.ac.id/1699/1/bab i.pdf · istilah etika...

20
1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Bertens menjelaskan, Etika berasal dari bahasa Yunani Kuno ethos dalam bentuk tunggal yang berarti adat kebiasaan, adat istiadat, akhlak yang baik. Bentuk jamak dari ethos adalah ta etha, artinya adat kebiasaan. Dari bentuk jamak ini terbentuklah istilah etika yang oleh Filsuf Yunani Aristoteles (384-322 BC) sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Berdasarkan asal-usul kata ini, maka etika berarti ilmu tentang apa yang bisa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 1998, Etika dirumuskan dalam tiga arti, yaitu: (1) Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak); (2) Kumpulan adat atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; (3) Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Bertens mengemukakan bahwa urutan arti tersebut kurang kena, sebaiknya arti ketiga ditempatkan di depan karena lebih mendasar dari pada arti pertama dan rumusannya juga bisa dipertajam lagi. Dengan demikian, menurut Bertens tiga etika dapat dirumuskan sebagai berikut: (1) Etika dipakai dalam arti: nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.

Upload: others

Post on 19-Jan-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakangrepository.untag-sby.ac.id/1699/1/Bab I.pdf · istilah etika yang oleh Filsuf Yunani Aristoteles (384-322 BC) sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat

1

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Bertens menjelaskan, Etika berasal dari bahasa Yunani Kuno ethos dalam bentuk

tunggal yang berarti adat kebiasaan, adat istiadat, akhlak yang baik. Bentuk jamak

dari ethos adalah ta etha, artinya adat kebiasaan. Dari bentuk jamak ini terbentuklah

istilah etika yang oleh Filsuf Yunani Aristoteles (384-322 BC) sudah dipakai untuk

menunjukkan filsafat moral. Berdasarkan asal-usul kata ini, maka etika berarti ilmu

tentang apa yang bisa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan Tahun 1998, Etika dirumuskan dalam tiga arti, yaitu:

(1) Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban

moral (akhlak);

(2) Kumpulan adat atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;

(3) Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.

Bertens mengemukakan bahwa urutan arti tersebut kurang kena, sebaiknya arti ketiga

ditempatkan di depan karena lebih mendasar dari pada arti pertama dan rumusannya

juga bisa dipertajam lagi.

Dengan demikian, menurut Bertens tiga etika dapat dirumuskan sebagai berikut:

(1) Etika dipakai dalam arti: nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi

pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakangrepository.untag-sby.ac.id/1699/1/Bab I.pdf · istilah etika yang oleh Filsuf Yunani Aristoteles (384-322 BC) sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat

2

Arti ini disebut juga sebagai “sistem nilai” dalam hidup manusia perseorangan

atau hidup bermasyarakat. Misalnya Etika orang Jawa, Etika agama Budha.

(2) Etika dipakai dalam arti: kumpulan atau nilai moral.

Yang dimaksud disini adalah kode etik, misalnya Kode Etik Advokat Indonesia,

Kode Etik Notaris Indonesia.

(3) Etika dipakai dalam arti: ilmu tentang yang baik atau yang buruk. Arti etika disini

sama dengan filsafat moral.

Dihubungkan dengan Etika Profesi Hukum, Etika dalam arti pertama dan kedua

adalah relevan karena kedua arti tersebut berkenaan dengan perilaku seseorang atau

kelompok profesi hukum. misalnya Advokat tidak bermoral, artinya perbuatan

advokat itu melanggar nilai-nilai dan norma-norma moral yang berlaku dalam

kelompok profesi advokat. Dihubungkan dengan arti yang kedua, Etika Profesi

Hukum berarti Kode Etik Profesi Hukum.1

Untuk menjaga dan mencegah jangan sampai harkat dan martabat serta kehormatan

profesi advokat tidak tercoreng oleh anggota advokat itu sendiri, maka disusunlah

kode etik profesi oleh organisasi advokat.

Kode etik tersebut bersifat mengikat serta wajib dipatuhi oleh mereka yang bukan

advokat/penasehat hukum sebagai pekerjaannya (sebagai mata pencahariannya)

maupun oleh mereka yang bukan advokat/penasehat hukum, akan tetapi menjalankan

fungsi sebagai advokat/penasehat hukum atas dasar kuasa insidentil atau diberikan

izin secara insidentil dari pengadilan setempat.

1. Abdul Kadir., Etika profesi hukum, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2006, h.13-14.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakangrepository.untag-sby.ac.id/1699/1/Bab I.pdf · istilah etika yang oleh Filsuf Yunani Aristoteles (384-322 BC) sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat

3

Dengan demikian, kode etik advokat merupakan kriteria prinsip profesional yang

telah digariskan, sehingga dapat diketahui dengan pasti kewajiban professional

anggota lama, baru, atau calon anggota kelompok profesi. Jadi kode etik advokat

berfungsi untuk mencegah kemungkinan terjadi konflik kepentingan antara sesama

anggota kelompok profesi, atau antara anggota kelompok profesi dan masyarakat.

Anggota kelompok profesi atau anggota masyarakat dapat melakukan kontrol melalui

rumusan kode etik profesi, apakah anggota kelompok profesi telah memenuhi

kewajiban profesionalnya sesuai dengan kode etik profesi.

Dalam Pasal 26 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 18

tahun 2003 tentang Advokat disebutkan bahwa :

(1) Untuk menjaga martabat dan kehormatan profesi advokat, disusun kode etik

profesi advokat oleh Organisasi Advokat.

(2) Advokat wajib tunduk dan mematuhi Kode Etik Profesi Advokat dan ketentuan

tentang Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.

(3) Kode Etik Profesi Advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

(4) Pengawasan atas pelaksanaan Kode Etik Profesi Advokat dilakukan oleh

Organisasi Advokat.

Bertitik tolak dari ketentuan dalam Pasal 26 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat

(4) di atas, terdapat gambaran bahwa campur tangan dari luar organisasi advokat

dalam mengawasi advokat menjalankan profesinya telah tidak diperkenankan lagi.

akan tetapi yang perlu diwaspadai jangan sampai ketentuan ini disalahgunakan oleh

kalangan advokat sendiri dalam membela anggotanya yang melakukan pelanggaran

kode etik profesi tersebut.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakangrepository.untag-sby.ac.id/1699/1/Bab I.pdf · istilah etika yang oleh Filsuf Yunani Aristoteles (384-322 BC) sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat

4

Kode etik advokat merupakan kaidah yang telah ditetapkan untuk dipedomani

oleh advokat dalam berbuat dan sekaligus menjamin mutu moral profesi dimata

masyarakat. Kode etik advokat merupakan produk etika terapan karena dihasilkan

berdasarkan penerapan pemikiran etis atas suatu profesi.

Selanjutnya menurut Rop Aun Rombe menjelaskan bahwa kode etik advokat adalah

pengaturan tentang perilaku anggota-anggota baik dalam interaksi sesama anggota

atau rekan anggota organisasi advokat lainnya maupun dalam kaitannya di mata

pengadilan, baik beracara di dalam maupun di luar pengadilan.2

Istilah hak imunitas tidak ditemukan dalam Undang-Undang Advokat tetapi,

untuk memahami pengertian hak imunitas, kita dapat memulainya dari pengertian

hak. Hak dapat didefinisikan sebagai alokasi kekuasaan kepada seseorang secara

terukur dalam arti keluasan dan kedalamnya. Dari asal-usul kata, istilah imunitas

dapat ditelusuri ke immunis, kata latin yang antara lain berarti pembebasan dari

kewajiban umum, kebebasan/pembebasan pajak/kewajiban militer/pekerjaan rodi, hak

istimewa.

Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa hak immunitas adalah

kebebasan advokat untuk melakukan atau tidak melakukan setiap tindakan atau

mengeluarkan atau tidak mengeluarkan pendapat, keterangan atau dokumen kepada

siapapun dalam melaksanakan tugasnya sehingga advokat tersebut tidak dapat

dihukum dalam melaksanakan tugasnya.

Ruang lingkup keberlakuan hak imunitas advokat sering tidak diketahui

sehingga sering terjadi kesalahpahaman antara advokat dan penyidik mengenai hal

2. Ishaq., Pendidikan Keadvokatan, Jakarta, Sinar Grafika, 2012, h.. 50-51.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakangrepository.untag-sby.ac.id/1699/1/Bab I.pdf · istilah etika yang oleh Filsuf Yunani Aristoteles (384-322 BC) sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat

5

tersebut. Munir Fuady berpendapat bahwa advokat mempunyai hak imunitasnya yang

berlaku dalam dua ruang lingkup: hak imunitas dalam sidang pengadilan dan di luar

sidang pengadilan, yaitu :

a. Hak Imunitas dalam Sidang Pengadilan

Advokat mempunyai hak imunitas dalam melakukan pekerjaannya dalam sidang

pengadilan. Hal itu dengan jelas di atur dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor

18 Tahun 2003, yang berbunyi: “Advokat bebas mengeluarkan pendapat atau

pernyataan dalam membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya di dalam

sidang pengadilan dengan tetap berpegang teguh pada ketentuan perundang-

undangan.” Dari penjelasan Pasal 14 dapat diketahui bahwa yang dimaksud

dengan “bebas” adalah tanpa tekanan, ancaman, hambatan, rasa takut, atau

perlakuan yang merendahkan martabat. Namun, kebebasan itu tetap dan harus

dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan kode etik profesi.

Dari pengaturan tersebut dapat dilihat bahwa asas kebebasan diberikan kepada

advokat, yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaannya.

Hak imunitas dalam sidang pengadilan lebih mudah dilaksanakan karena

persidangan bersifat terbuka untuk umum sehingga upaya untuk melemahkan hak

imunitas, terutama dari pihak pengadilan, akan lebih sulit diwujudkan. Akan

tetapi, hak imunitas ini belum tentu dipahami oleh advokat sehingga, dalam

persidangan, dia dapat saja tidak memberikan upaya maksimal dalam membela

kliennya.

b. Hak Imunitas di Luar Sidang Pengadilan

Dengan hanya berpedoman pada pasal 16 Undang-Undang Nomor 18 Tahun

2003, hak imunitas advokat hanya diberikan dalam melakukan pekerjaan dalam

sidang pengadilan. Hak imunitas advokat di luar pengadilan harus dikaitkan

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakangrepository.untag-sby.ac.id/1699/1/Bab I.pdf · istilah etika yang oleh Filsuf Yunani Aristoteles (384-322 BC) sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat

6

dengan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003, yang selengkapnya

berbunyi: “Advokat bebas dalam menjalankan tugasnya untuk membela perkara

yang menjadi tanggung jawabnya dengan berpegang pada kode etik profesi dan

peraturan perundang-undangan.” Dari penjelasan Pasal 15 tersebut, dapat

dipahami bahwa advokat mempunyai kekebalan dalam dua hal :

1) Kekebalan Advokat dalam Menjalankan Profesinya di Luar Sidang

Pengadilan

Mengenai kekebalan di luar sidang, sebagaimana telah dipaparkan

pada bagian terdahulu, advokat dapat melakukan pekerjaan di bidang litigasi

dan non-litigasi atau sesuai dengan bunyi undang-undang advokat,

melakukan tugas-tugas di dalam dan di luar sidang pengadilan.

Kekebalan ini diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang Udvokat yang

selengkapnya berbunyi: “Advokat adalah orang yang berprofesi memberikan

jasa hukum baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi

persayaratan berdasarkan undang-undang ini.”

Tugas advokat dalam bidang yang berkaitan dengan hal-hal yang

berpotensi untuk perkara baik perdata maupun pidana, meliputi

pendampingan klien pada saat melakukan pelaporan atas dugaan tindak

pidana, pendampingan dalam proses penyidikan pada tingkat kepolisian,

antara lain hak untuk menghubungi klien pada saat ditangkap atau ditahan

dan menghubungi tersangka pada setiap tingkat pemeriksaan. Advokat juga

dapat melakukan pendampingan pada tersangka pada penyidikan tambahan

pada kejaksaan.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakangrepository.untag-sby.ac.id/1699/1/Bab I.pdf · istilah etika yang oleh Filsuf Yunani Aristoteles (384-322 BC) sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat

7

Justru pada tingkat penyidikan di atas, ketika proses pemeriksaan

tidak terbuka untuk masyarakat umum, hak imunitas melekat pada advokat

untuk mencegah unsur subyektif penyidik terhadap advokat dalam

menjalankan tugasnya. Dengan memiliki hak imunitas, advokat akan dapat

melakukan perlindungan maksimal terhadap kliennya. Demikian juga,

masyarakat yang dibela akan merasa aman, dan terlindungi.

Sangat mungkin terjadi bahwa penyidik dapat meminta advokat

keluar dari ruang penyidikan dengan alasan bahwa advokat memberikan

komentar pada waktu penyidikan berlangsung, sesuatu yang dianggap

penyidik mengganggu proses penyidikan.

Bukankah tempat penyidikan tersebut merupakan ‘rumah polisi”?

dengan menggunakan pasal-pasal KUHAP akan dengan mudah ditafsirkan

bahwa advokat menyalahgunakan haknya dalam melakukan tugasnya. Lain

halnya, dalam persidangan di pengadilan yang terbuka untuk masyarakat

umum, meskipun unsur subyektif hakim dapat saja muncul, karena tindakan

hakim disaksikan masyarakat, kontrol, sosial masih dapat berjalan.

Di samping hal di atas, advokat menjalankan tugas untuk hal-hal di

luar pengadilan, seperti melakukan peringatan/somasi kepada perorangan,

perusahaan atau bahkan negara berdasarkan surat kuasa klien. Juga, advokat

mengambil peran sebagai salah satu profesi penunjang pasar modal

(konsultan hukum) untuk memberikan pendapat hukum ( legal opinion )

dalam rangka perluasan saham perusahaan kepada masyarakat ( go public )

sebagaimana di atur dalam Pasal 64 Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 58 tentang Pasar Modal.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakangrepository.untag-sby.ac.id/1699/1/Bab I.pdf · istilah etika yang oleh Filsuf Yunani Aristoteles (384-322 BC) sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat

8

2) Kekebalan dalam Dengar Pendapat di Lembaga Dewan Perwakilan Rakyat

Mengenai kekebalan dalam dengar pendapat di lembaga Dewan

Perwakilan Rakyat, dalam kaitan dengan kedudukannya sebagai penegak

hukum yang mandiri, advokat dapat memberikan masukan atau

mengajukan keberatan atas pembuatan undang-undang atau membicarakan

sesuatu yang berkaitan dengan masalah lain dalam bidang hukum.

Berkaitan dengan uraian pengaturan kekebalan advokat di atas,

dapat ditarik kesimpulan bahwa ada kesamaan hak pada advokat dalam

melakukan pekerjaan di luar sidang pengadilan dan memberikan pendapat

di Lembaga Dewan Perwakilan Rakyat. Munir Fuady berpendapat bahwa

advokat mempunyai hak kekebalan di luar pengadilan meskipun diakui

bahwa dengan pengaturan Pasal 16 Undang-Undang Advokat seakan-akan

hak imunitas hanya berlaku di pengadilan dan pengaturan yang tidak

sistematis dan tidak konsisten menyebabkan masalah ini membingungkan

kita.

Berdasarkan pemberian kebebasan yang sama kepada advokat pada

tugas-tugas baik di luar sidang pengadilan maupun di Lembaga Dewan

Perwakilan Rakyat, semakin jelas dapat disimpulkan bahwa advokat

mempunyai kekebalan baik di dalam maupun di luar sidang pengadilan.3

3 V.Harlen Sinaga,,Dasar-dasar Profesi Advokat,Jakarta,Erlangga,2011,h.120-125.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakangrepository.untag-sby.ac.id/1699/1/Bab I.pdf · istilah etika yang oleh Filsuf Yunani Aristoteles (384-322 BC) sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat

9

2. Rumusan Masalah

1. Kenapa seorang profesional advokat bisa dianggap melanggar hukum?

2. Apakah selama bertugas, advokat dijamin imunitasnya?

3. Tujuan Penelitian

1. Penulisan ini bertujuan untuk mengkaji pelanggaran oleh Profesional Advokat

yang menyimpang dalam suatu pedoman Etika Profesi Hukum.

2. Penulisan ini bertujuan untuk mengupas unsur-unsur delik (unsur yuridis) yang

ada pada pasal berbunyi jaminan imunitas kinerja profesi advokat pada Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003 tentang ADVOKAT.

4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Memberikan kontribusi keilmuwan di bidang Etika Profesi Hukum, khususnya

problematika sosial dalam keberanian untuk mengungkap Profesi Advokat

terhadap publik (masyarakat) dimana membutuhkan bantuan hukum.

2. Dari segi praktek, diharapkan dapat menjadi bahan masukan atau referensi bagi

calon-calon Profesi Advokat terutama mahasiswa dan mahasiswi yang sedang

menimbah ilmu di bangku pendidikan perkuliahan dibidang hukum.

5. Metode Penelitian

1. Penelitian Hukum Normatif

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan, Etika dirumuskan dalam tiga arti yaitu:

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakangrepository.untag-sby.ac.id/1699/1/Bab I.pdf · istilah etika yang oleh Filsuf Yunani Aristoteles (384-322 BC) sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat

10

(1) Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan

kewajiban moral (akhlak);

(2) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;

(3) nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.

Bertens mengemukakan bahwa urutan tiga arti tersebut kurang kena, sebaiknya

arti ketiga ditempatkan di depan karena lebih mendasar daripada arti pertama dan

rumusannya juga bisa dipertajam lagi. Dengan demikian, menurut Bertens tiga arti

Etika dapat dirumuskan sebagai berikut:

(1) Etika dipakai dalam arti: nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan

bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Arti ini

disebut juga sebagai “sistem nilai” dalam hidup manusia perseorangan atau

hidup bermasyarakat, misalnya: Etika orang Jawa, Etika agama Budha.

(2) Etika dipakai dalam arti: kumpulan asal atau nilai moral.

Yang dimaksud disini adalah Kode Etik, misalnya: Kode Etik Advokat

Indonesia, Kode Etik Notaris Indonesia.

(3) Etika dipakai dalam arti: ilmu tentang yang baik atau yang buruk. Arti Etika

disini sama dengan filsafat moral.

Dihubungkan dengan Etika prosesi hukum, Etika dalam arti pertama dan

kedua adalah relevan karena kedua arti tersebut berkenaan dengan perilaku

seseorang atau kelompok profesi hukum. misalnya: Advokat tidak bermoral,

artinya perbuatan advokat itu melanggar nilai-nilai dan norma-norma moral yang

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakangrepository.untag-sby.ac.id/1699/1/Bab I.pdf · istilah etika yang oleh Filsuf Yunani Aristoteles (384-322 BC) sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat

11

berlaku dalam kelompok profesi advokat. Dihubungkan dengan arti yang kedua,

Etika profesi hukum berarti Kode Etik Profesi Hukum.4

Ruang lingkup keberlakuan hak imunitas advokat sering tidak diketahui

sehingga sering terjadi kesalah pahaman antara advokat dan penyidik mengenai

hal tersebut. Munir Fuady berpendapat bahwa advokat mempunyai hak

imunitasnya yang berlaku dalam dua ruang lingkup: hak imunitas dalam sidang

pengadilan dan di luar pengadilan, yaitu :

a. Hak Imunitas dalam Sidang Pengadilan

Advokat mempunyai hak imunitas dalam melakukan pekerjaannya dalam

sidang pengadilan. Hal itu dengan jelas di atur dalam Pasal 14 Undang-

Undang Nomor 18 Tahun 2003, yang berbunyi: “Advokat bebas

mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang menjadi

tanggung jawabnya di dalam sidang pengadilan dengan tetap berpegang teguh

pada ketentuan perundang-undangan.” Dari penjelasan Pasal 14 dapat

diketahui bahwa yang dimaksud dengan “bebas” adalah tanpa tekanan,

ancaman, hambatan, rasa takut, atau perlakuan yang merendahkan martabat.

Namun, kebebasan itu tetap dan harus dilakukan sesuai dengan ketentuan

perundang-undangan dan kode etik profesi. Dari pengaturan tersebut dapat

dilihat bahwa asas kebebasan diberikan kepada advokat, yang berkaitan

dengan pelaksanaan pekerjaannya.

Hak imunitas dalam sidang pengadilan lebih mudah dilaksanakan

karena persidangan bersifat terbuka untuk umum sehingga upaya untuk

melemahkan hak imunitas , terutama dari pihak pengadilan, akan lebih sulit

diwujudkan. Akan tetapi, hak imunitas ini belum tentu dipahami oleh advokat

4 Abdul Kadir Muhammad,Op.Cit..h.13-14.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakangrepository.untag-sby.ac.id/1699/1/Bab I.pdf · istilah etika yang oleh Filsuf Yunani Aristoteles (384-322 BC) sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat

12

sehingga, dalam persidangan, dia dapat saja tidak memberikan upaya

maksimal dalam membela kliennya.

b. Hak Imunitas di Luar Sidang Pengadilan

Dengan hanya berpedoman pada pasal 16 Undang-Undang No. 18 Tahun

2003, hak imunitas advokat hanya diberikan dalam melakukan pekerjaan

dalam sidang pengadilan. Hak imunitas advokat di luar pengadilan harus

dikaitkan dengan Pasal 15 Undang-Undang No. 18 Tahun 2003, yang

selengkapnya berbunyi: “Advokat bebas dalam menjalankan tugasnya untuk

membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya dengan berpegang pada

kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan.” Dari penjelasan Pasal

15 tersebut, dapat dipahami bahwa advokat mempunyai kekebalan dalam dua

hal:

1) Kekebalan advokat dalam menjalankan profesinya dalam sidang

pengadilan.

2) Kekebalan dalam dengar pendapat di lembaga Dewan Perwakilan

Rakyat.5

2. Metode Pendekatan

1. Pendekatan Perundang-undangan (statute approach)

Pengawasan terhadap advokat. Tentang pengawasan ini, dalam Pasal 1 angka

5 Undang-Undang No. 18 tahun 2003 ditentukan sebagai berikut:

“Pengawasan adalah sebagai tindakan teknis dan administratif terhadap

advokat dalam menjalankan profesinya sesuai dengan kode etik profesi dan

peraturan perundang-undangan yang mengatur profesi advokat.”

5 Ibid.,h.122-123

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakangrepository.untag-sby.ac.id/1699/1/Bab I.pdf · istilah etika yang oleh Filsuf Yunani Aristoteles (384-322 BC) sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat

13

Sementara itu, siapa yang akan mengawasi ditentukan dalam Pasal 13 ayat (1)

Undang-Undang Advokat, yaitu: “Pelaksanaan pengawasan sehari – hari

dilakukan oleh komisi pengawasan yang dibentuk oleh organisasi advokat.”

Kalau Undang-Undang Advokat dibolak-balik, tidak satu pasal pun

menerangkan cakupan pengawasan teknis maupun pengawasan administraf,

selain hanya mengatur bahwa organisasi advokatlah yang akan menentukan

lebih lanjut mengenai tata cara pengaturan, namun, tentu saja jelas bahwa

maksud pengawasan tersebut adalah agar advokat dalam menjalankan

profesinya selalu menjunjung tinggi kode etik dan peraturan serta undang-

undang yang berlaku.

Menurut Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Advokat, pengawasan

sehari-hari terhadap advokat sekarang dilakukan oleh komisi pengawas, yang

terdiri atas advokat senior, ahli atau akademisi, dan masyarakat. Keberadaan

komisi pengawas merupakan hal baru dalam sejarah advokat Indonesia.

Khususnya disertakannya unsur non-advokat. Hanya saja, kesulitan tersebut

dengan jelas kemudian terjawab melalui pengaturan tentang komisi pengawas

dalam pasal 20 dan 21 Anggaran Dasar Peradi. Berdasarkan kedua pasal

tersebut, komisi pengawas dapat melakukan temuan pelanggaran KEAI (Kode

Etik Advokat Indonesia ), yang akan disampaikan kepada Dewan Pimpinan

Nasional dan Dewan Kehormatan untuk ditindak lanjuti. Pengaturan tersebut

merupakan penegasan kembali fungsi pengawas karena telah ditentukan

bahwa komisi pengawas menjadi salah satu subyek hukum pengadu

sebagaimana diatur dalam pasal 11 KEAI, yang selengkapnya meliputi:

1. Klien;

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakangrepository.untag-sby.ac.id/1699/1/Bab I.pdf · istilah etika yang oleh Filsuf Yunani Aristoteles (384-322 BC) sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat

14

2. Teman sejawat;

3. Pejabat pemerintah;

4. Anggota masyarakat;

5. Dewan Pimpinan Cabang/pusat/cabang/daerah dan organisasi profesi

dimana berada.

Sayangnya, dewasa ini belum terlihat kegiatan nyata fungsi komisi

pengawas sehingga komisi ini seyogyanya melaksanakan peran nya dengan

lebih aktif agar hasil temuan dalam pekerjaannya dapat di gunakan sebagai

salah satu sumber penegakan KEAI.6

2. Pendekatan Konseptual (conceptual approach)

a. Asal – Usul dan Pengertian Advokat

Akar kata advokat, apabila didasarkan pada Kamus Latin-

Indonesia. Dapat ditelusuri dari bahasa, yaitu advocatus, yang berarti

antara lain yang membantu seseorang dalam perkara, saksi yang

meringankan. Sedangkan, menurut Black’s Law Dictionary, kata advokat

juga berasal dari kata Latin, yaitu advocare, suatu kata kerja yang berarti

to defend, to call one’s aid, to vouch to warrant. Sebagai kata benda (

noun ), kata tersebut berarti:

”One who assits, defends, or pleads for another. One who renders

legal advice and aid and pleads the cause of another before a court or a

tribunal. A person learned in the law and duly admitted to practice, who

assists his client with advice, and pleads for him in open court. An

assistant, advicer; plead for causes.”

6 Ibid.,h.96-97.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakangrepository.untag-sby.ac.id/1699/1/Bab I.pdf · istilah etika yang oleh Filsuf Yunani Aristoteles (384-322 BC) sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat

15

Artinya seseorang yang membantu, mempertahankan, membela

orang lain. Seseorang yang memberikan nasihat dan bantuan hukum dan

berbicara untuk orang lain di hadapan pengadilan. Seseorang yang

mempelajari hukum dan telah diakui untuk berpraktek, yang memberikan

nasihat kepada klien dan berbicara untuk orang lain di hadapan

pengadilan. Seseorang yang mempelajari hukum dan telah diakui untuk

berpraktik, yang memberikan nasihat kepada klien dan berbicara untuk

yang bersangkutan di hadapan. Seorang asisten, penasihat, atau pembicara

untuk kasus – kasus.

Sedangkan menurut English Language Dictionary, advokat

didefinisikan sebagai berikut:

“An advocase is a lawyer who speaks in favour of someone or

defends them in a court of law.”

Artinya, advokat adalah seorang pengacara yang berbicara atas

nama seseorang atau membela mereka di pengadilan. Definisi atau

pengertian advokat tersebut menunjukkan bahwa cakupan pekerjaan

advokat dapat meliputi pekerjaan yang berhubungan dengan pengadilan

dan pekerjaan di luar pengadilan.

Perkataan advokat sudah dikenal sejak abad pertengahan ( abad ke

5-15 ), yang dinamakan advokat gereja ( kerkelijke advocaten, duivel

advocaten ), yaitu advokat yang tugasnya memberikan segala macam

keberatan-keberatan dan/atau nasihat dalam suatu acara pernyataan suci

bagi seorang yang telah meninggal. Pada zaman kerajaan Romawi,

advokat hanya memberikan nasihat-nasihat, sedangkan yang bertindak

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakangrepository.untag-sby.ac.id/1699/1/Bab I.pdf · istilah etika yang oleh Filsuf Yunani Aristoteles (384-322 BC) sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat

16

sebagai pembicara dinamakan patronus-procureur. Terakhir, pengertian

advokat menurut Undang-Undang Nomer 18 Tahun 2003 tentang

Advokat, dalam Pasal 1 angka ( 1 ) dikatakan:

“advokat adalah orang yang berprofesi memberikan jasa hukum

baik didalam maupun diluar pengadilan yang memenuhi persyaratan

berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini.”

Berdasarkan uraian diatas, pengertian advokat memperoleh

penekanan pada pekerjaan yang berkaitan dengan pengadilan. Sedangkan

dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003, sudah ditegaskan bahwa

advokat adalah orang yang melakukan pekerjaannya baik di dalam

maupun di luar pengadilan.

Berdasarkan pemaparan di atas, cakupan advokat meliputi mereka

yang melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar pengadilan,

Sebagaimana diatur undang-undang advokat. Berdasarkan hal tersebut

dan apabila kita mengikuti pendapat Purnadi Purbacaraka dan Soerjono

Soekanto, dari sudut ilmu hukum, cakupan advokat tersebut sebagai

politik hukukm ( legal policy ). Politik hukum yang dimaksudkan di sini

adalah mencari kegiatan untuk memilih nilai-nilai dan menerapkan nilai-

nilai.

Nilai – nilai ( value ) di atas merupakan pencerminan dari nilai-

nilai yang berlaku dalam masyarakat. Masyarakat yang dimaksud di sini

adalah pembentuk undang-undang ( pemerintah dan dewan perwakilan

rakyat ) yang mewujudkan aspirasi masyarakat, yang dalam hal ini antara

lain mencakup para praktisi hukum. Hal itu dimaksudkan antara lain agar

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakangrepository.untag-sby.ac.id/1699/1/Bab I.pdf · istilah etika yang oleh Filsuf Yunani Aristoteles (384-322 BC) sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat

17

antara para praktisi hukum yang dulu terkotak-kotak ( advokat/pengacara

dan konsultasi hukum ) kiranya dapat bersatu dan dihimpun dalam wadah

( organisasi ) yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas advokat dan

menjadi professional yang disegani pada masa mendatang.

b. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 sebagai Ius Constitutum dan

Penyebutan Advokat sebelum Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003

Berdasarkan klarifikasi hukum, dari sudut saat berlakunya hukum,

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 merupakan ius constitutum,

artinya hukum yang diterapkan berlaku sekarang ini, yang sering juga

disebut sebagai hukum positif. Lebih lanjut dapat dikatakan bahwa

hukum positif ( positive law ) dapat menunjukkan hukum yang berlaku

dan dapat dipaksakan dalam suatu daerah ( territory ) tertentu dan

penduduknya ( inhabitant ), terlepas dari apakah bangsa yang berdaulat

tersebut berbentuk demokrasi ( democracy ) atau kedikatoran (

dictatorship ).

Apabila dicari pemahaman yang lebih mendalam, hukum positif

adalah keseluruhan asas dan kaidah yang mengatur hubungan manusia

dalam masyarakat Indonesia. Penonjolan asas dan kaidah menjadi sangat

penting karena dengan memahami hal tersebut dapat diketahui dengan

pasti makna sejati atau sesungguhnya suatu hal dalam undang-undang

atau hukum.

Hukum positif dapat dilawankan dengan hukum alam ( natural

law ), yang dikatakan sebagai hukum yang secara universal berlaku di

setiap negara. Kerena itu, hukum alam ini dapat menjadi bagian dari

hukum dari setiap negara.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakangrepository.untag-sby.ac.id/1699/1/Bab I.pdf · istilah etika yang oleh Filsuf Yunani Aristoteles (384-322 BC) sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat

18

Selain ius constitutum, dikenal juga ius conctituendum, artinya

hukum yang akan datang atau hukum yang dicita-citakan. Ius constitutum

dapat diartikan sebagai hukum yang akan diberlakukan pada masa

mendatang. Hukum itu dimaksudkan untuk mengatur perubahan atau

aspirasi masyarakat dalam arti seluas-luasnya. Ius constitutum dapat

dilakukan dengan pembuatan hukum atau undang-undang baru dan dapat

juga dengan perubahan ( amandemen ) atas undang-undang yang ada.

Kembali pada penyebutan advokat sebelum Undang-Undang

Nomor 18 Tahun 2003, jauh sebelum diberlakukan Undang-Undang

Nomor 18 Tahun 2003, kita sudah mengenal istilah procureur atau pokrol

bambu dapat terdiri atas:

1 Mantan panitera pengadilan, termasuk pensiunan hakim yang tidak

mempunyai gelar penuh, tetapi mereka mempunyai hubungan erat

dengan pengadilan;

2 Mahasiswa hukum yang tidak lulus, yang dapat mempunyai klien

dan mempunyai pengalaman atas perkara yang ditanganinya;

3 Generalis amatir ( tetapi sering juga disebut ahli ), yang memiliki

kepribadian luar biasa karena dia harus siap menghadapi pejabat

tinggi.

Dapat dikatakan pokrol bamboo adalah juga pihak-pihak dalam

perkara perdata yang berwenang untuk memasukkan kesimpulan,

yaitu orang yang berwenang untuk menentukan perbuatan perkara

secara resmi seperti megajukan perkara di pengadilan, memohon

penundaan perkara, dan sebagainya.7

7 Ibid.,h.2-5.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakangrepository.untag-sby.ac.id/1699/1/Bab I.pdf · istilah etika yang oleh Filsuf Yunani Aristoteles (384-322 BC) sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat

19

3. Sumber dan Jenis Bahan Hukum

1. Bahan Hukum Primer

Yaitu bahan hukum yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan

yang sesuai dengan isu hukum (legal issue) yang diangkat oleh peneliti,

yang terdiri dari:

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003 tentang

ADVOKAT.

2. Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI).

2. Bahan Hukum Sekunder

Yaitu bahan hukum yang diperoleh dari khususnya buku-buku tetang

hukum yang terkait dengan isu hukum ( legal issue ) yang diangkat, serta

jurnal ilmiah bidang hukum.

3. Bahan Hukum Tersier

Yaitu bahan hukum yang diperoleh dari kamus, kamus hukum, dan

ensiklopedia yang berfungsi untuk mendukung bahan hukum primer dan

bahan hukum sekunder.

4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Penelitian ini dilakukan dengan membaca dan mempelajari: Undang-

Undang Republik Indonesia Nomer 18 Tahun 2003 Tentang ADVOKAT

dan Kode Etik Advokat Indonesia ( KEAI ).

5. Teknik Analisis Bahan Hukum

Dari penelitian hukum tentang Profesi Advokat Indonesia yang sudah

dikumpulkan bahan hukumnya merupakan dalam penelitian hukum

normative, teknik analisis yang bersifat preskriptif analisis secara

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakangrepository.untag-sby.ac.id/1699/1/Bab I.pdf · istilah etika yang oleh Filsuf Yunani Aristoteles (384-322 BC) sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat

20

normatif. kemudian diolah dan dianalisis secara kualitatif sehingga

menjadi uraian interprestasi hukum.

6. Pertanggung Jawaban Penelitian

Apabila dalam melakukan penelitian yang termuat dalam Skripsi ini

maka, peneliti berkewajiban akan bertanggung jawab dan berkewajiban

merevisi suatu kutipan dari sumber yang salah atau kurang tepat bagi yang

mengamati dan mempelajari tentang hukum. Guna memberikan deskripsi

normatif tentang Etika Profesi Advokat di kalangan masyarakat luas

(public).