bab i pendahuluan 1.1. latar belakangrepository.untag-sby.ac.id/1105/2/bab i.pdf · 2018. 12....

30
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelayanan kesehatan yang baik merupakan kebutuhan bagi setiap orang. Semua orang ingin dilayani dan mendapatkan kedudukan yang sama dalam pelayanan kesehatan. Dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 28 dan Pasal 34 menyatakan negara menjamin setiap warga negara mendapatkan hidup sejahtera, tempat tinggal, kesehatan dan pelayanan kesehatan yang ada di Indonesia, namun sering terjadi dikotomi dalam upaya pelayanan kesehatan, pelayanan kesehatan yang baik hanya diberikan bagi kalangan masyarakat yang mampu sedangkan masyarakat yang kurang mampu tidak mendapatkan perlakuan yang adil dan proporsional (Info Askes, 2010). Pelayanan kesehatan yang diminta oleh pemerintah dalam upaya mendukung pemerintah mewujudukan Visi Indonesia 2025 yaitu menjadi negara maju pada tahun 2025. Namun Pemerintah juga sepenuhnya menyadari bahwa kualitas sumber daya manusia (SDM) masih menjadi suatu tantangan dalam mewujudkan visi dimaksud. Para pakar dibidang SDM menyatakan bahwa kualitas SDM secara dominan ditentukan oleh kemudahan akses pada pendidikan dan fasilitas kesehatan yang berkualitas. Pertimbangan tingkat urgensi dari kesehatan, maka Pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah telah melakukan beberapa upaya untuk meningkatkan kemudahan akses pada fasilitas kesehatan. Di antaranya adalah dengan menerbitkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004

Upload: others

Post on 09-Nov-2020

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.untag-sby.ac.id/1105/2/BAB I.pdf · 2018. 12. 12. · 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Adanya undang-undang

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pelayanan kesehatan yang baik merupakan kebutuhan bagi setiap orang.

Semua orang ingin dilayani dan mendapatkan kedudukan yang sama dalam

pelayanan kesehatan. Dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 28 dan

Pasal 34 menyatakan negara menjamin setiap warga negara mendapatkan hidup

sejahtera, tempat tinggal, kesehatan dan pelayanan kesehatan yang ada di

Indonesia, namun sering terjadi dikotomi dalam upaya pelayanan kesehatan,

pelayanan kesehatan yang baik hanya diberikan bagi kalangan masyarakat yang

mampu sedangkan masyarakat yang kurang mampu tidak mendapatkan perlakuan

yang adil dan proporsional (Info Askes, 2010).

Pelayanan kesehatan yang diminta oleh pemerintah dalam upaya

mendukung pemerintah mewujudukan Visi Indonesia 2025 yaitu menjadi negara

maju pada tahun 2025. Namun Pemerintah juga sepenuhnya menyadari bahwa

kualitas sumber daya manusia (SDM) masih menjadi suatu tantangan dalam

mewujudkan visi dimaksud. Para pakar dibidang SDM menyatakan bahwa

kualitas SDM secara dominan ditentukan oleh kemudahan akses pada pendidikan

dan fasilitas kesehatan yang berkualitas. Pertimbangan tingkat urgensi dari

kesehatan, maka Pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah telah melakukan

beberapa upaya untuk meningkatkan kemudahan akses pada fasilitas kesehatan.

Di antaranya adalah dengan menerbitkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.untag-sby.ac.id/1105/2/BAB I.pdf · 2018. 12. 12. · 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Adanya undang-undang

2

tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) dan Undang-Undang Nomor

24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

Adanya undang-undang dimaksud, Pemerintah diwajibkan untuk

memberikan lima jaminan dasar bagi seluruh masyarakat Indonesia yaitu jaminan

kesehatan, kecelakaan kerja, kematian, pensiun, dan tunjangan hari tua. Jaminan

dimaksud akan dibiayai oleh perseorangan, pemberi kerja, dan/atau Pemerintah.

Dengan demikian, Pemerintah akan mulai menerapkan kebijakan Universal

Health Coverage dalam hal pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat,

dimana sebelumnya Pemerintah (Pusat) hanya memberikan pelayanan kesehatan

bagi Pegawai Negeri Sipil dan ABRI-Polisi. Kebijakan ini umumnya diterapkan

di negara-negara yang menganut paham welfare state yaitu negara di Eropa Barat

dan negara jajahan mereka serta beberapa negara Amerika Latin.

Perubahan kebijakan dalam layanan kesehatan dimaksud tidak terlepas

dari himbauan World Health Assembly (WHA), pada sidang ke-58 pada tahun

2005 di Jenewa, agar setiap negara anggota memberikan akses terhadap pelayanan

kesehatan kepada seluruh masyarakat khususnya bagi yang kurang mampu. Ada

pun mekanisme yang digunakan adalah mekanisme asuransi kesehatan sosial. Hal

ini pun sudah sejalan dengan 2 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan yang menyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang

sama dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan

terjangkau. Adanya keputusan 2 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan, pemerintah akan membentuk dua Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial (BPJS) yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan

akan menyelenggarakan program jaminan kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.untag-sby.ac.id/1105/2/BAB I.pdf · 2018. 12. 12. · 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Adanya undang-undang

3

akan menyelenggarakan program jaminan atas kecelakaan kerja, kematian,

pensiun dan hari tua. Selanjutnya semua program jaminan kesehatan yang

diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertahanan, Tentara

Nasional Indonesia, Kepolisian Republik Indonesia, PT Jamsostek (Persero), dan

PT Askes (Persero) akan diambil alih oleh BPJS Kesehatan. Jaminan Kesehatan

yang di mulai pada tahun 2014 yang secara bertahap menuju ke Universal Health

Coverage. Hal itu menuntut tenaga kesehatan untuk memberikan pelayanan

keperawatan kepada pasien peserta BPJS baik di Rumah Sakit Negeri ataupun

Rumah Sakit Swasta yang telah ditunjuk. Tujuan Jaminan Kesehatan secara

umum yaitu mempermudah masyarakat untk mengakses pelayanan kesehatan

yang bermutu.

Pelayanan kesehatan merupakan salah satu hak mendasar masyarakat yang

penyediaannya wajib diselenggarakan oleh pemerintah sebagaimana telah

diamanatkan dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat (1) “Setiap orang

berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan

lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan

kesehatan” dan Pasal 34 ayat (3) “Negara bertanggung jawab atas penyediaan

fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”.

Salah satu bentuk fasilitas pelayanan kesehatan untuk masyarakat yang di

selenggarakan oleh pemerintah adalah puskesmas dan Rumah Sakit. Fasilitas

pelayanan kesehatan ini merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat

dalam membina peran serta masyarakat juga memberikan pelayanan secara

menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat.

Puskesmas dan Rumah Sakit mempunyai wewenang dan tanggung jawab

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.untag-sby.ac.id/1105/2/BAB I.pdf · 2018. 12. 12. · 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Adanya undang-undang

4

atas pemeliharaan kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya. Pelayanan

kesehatan yang diberikan puskesmas adalah pelayanan kesehatan menyeluruh

yang meliputi pelayanan: kuratif (pengobatan), preventif (upaya pencegahan),

promotif (peningkatan kesehatan), dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan).

Pelayanan tersebut ditujukan kepada semua penduduk, tidak membedakan jenis

kelamin dan golongan umur, sejak pembuahan dalam kandungan sampai tutup

usia. Dalam konteks pelayanan, pemerintah memang sudah harus menerapkan

sistem jemput bola, dan bukan hanya menunggu bola. Dalam pelaksanaan

pelayanan kesehatan bagi masyarakat dibutuhkan pembiayaaan kesehatan yang

cukup, guna memenuhi hak mendasar masyarakat tersebut.

Pemerintah bertanggung jawab atas pelaksanaan jaminan kesehatan

masyarakat melalui program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Usaha ke

arah itu sebenarnya telah lama dirintis pemerintah dengan menyelenggarakan

beberapa bentuk jaminan sosial di bidang kesehatan, diantaranya adalah melalui

PT. Askes (Persero) dan PT. Jamsostek (Persero) yang melayani antara lain

pegawai negeri sipil, TNI, penerima pensiun, veteran, dan pegawai swasta. Untuk

masyarakat miskin dan tidak mampu, pemerintah memberikan jaminan melalui

skema Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan

Daerah (Jamkesda). Namun demikian, skema-skema tersebut masih

terfragmentasi, terbagi-bagi sehingga biaya kesehatan dan mutu pelayanan

menjadi sulit dikendalikan. Untuk mengatasi hal tersebut, pada tahun 2004

dikeluarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan

Sosial Nasional (SJSN). Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 ini

mengamanatkan bahwa program jaminan sosial wajib bagi seluruh penduduk

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.untag-sby.ac.id/1105/2/BAB I.pdf · 2018. 12. 12. · 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Adanya undang-undang

5

termasuk program Jaminan Kesehatan melalui suatu badan penyelenggara

jaminan sosial.

Badan penyelenggara jaminan sosial telah diatur dengan Undang-Undang

Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

yang terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Untuk program

Jaminan Kesehatan yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan, implementasinya

telah dimulai sejak awal tahun 2014. Program tersebut selanjutnya disebut

sebagai program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Respon masyarakat

terhadap JKN sangat positif. Hal ini dapat dilihat dari jumlah kunjungan layanan

kesehatan yang meningkat tajam. Sejak diberlakukannya Jaminan Kesehatan

Nasional/JKN per tanggal 1 Januari 2014, pesertanya bertambah terus. Menurut

Direktur Kepesertaan dan Pemasaran BPJS Kesehatan, Sri Endang Tidarwati

Wahyuningsih, sampai dengan tanggal 10 Desember 2014 total peserta BPJS

telah mencapai 131,9 juta peserta. Jumlah peserta yang cukup besar ini berdampak

kepada aspek pendanaan yang harus disediakan oleh pemerintah. Pelaksanaan

lebih lanjut program JKN dituangkan dalam pengalokasian dana jaminan

kesehatan/JKN, sebesar Rp.33 Triliun atau 3,7% pada APBN 2014.

Salah satu upaya pemerintah untuk mengimplementasikan kebutuhan

masyarakat akan pelayanan kesehatan yang telah diamanatkan dalam Undang

Undang Dasar 1945 adalah Undang Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang

Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Undang Undang Sistem Jaminan Sosial

Nasional merupakan undang-undang yang mengatur jaminan atau perlindungan

sosial untuk seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang

layak diselenggarakan oleh beberapa badan penyelenggaraan jaminan sosial.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.untag-sby.ac.id/1105/2/BAB I.pdf · 2018. 12. 12. · 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Adanya undang-undang

6

Dalam undang-undang ini, jenis program jaminan sosial meliputi jaminan

kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan

jaminan kematian. Jaminan kesehatan diberikan pada seluruh warga negara yang

telah membayar iuran atau iurannya dibayarkan oleh pemerintah (Info Askes,

2010).

BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk

menyelenggarakan program kesehatan yang didirikan pada tanggal 1 Januari 2014

oleh suatu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang sesuai dengan

tujuan Organisasi Kesehatan Dunia dalam mengembangkan jaminan kesehatan

untuk semua penduduk. Tujuan dari BPJS adalah memberikan jaminan

terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan atau

anggota keluarganya (BPJS Kesehatan, 2014).

Sistem kesehatan di Indonesia menunjukkan bahwa derajat kesehatan di

Indonesia saat ini masih tertinggal dari negara-negara lain. Berdasarkan laporan

Human Development Report dari United Nations Development Programme

(UNDP), yang dirilis pada Oktober 2009, peringkat Human Development Index

(Indeks Pembangunan Manusia/IPM) Indonesia pada tahun 2009 menurun dari

posisi ke-107 pada 2006 menjadi peringkat ke-111. Penilaian indeks ini dilakukan

terhadap 182 negara. Bahkan, untuk kawasan ASEAN pun, Indonesia hanya

unggul dari Vietnam, Laos, Myanmar, Kamboja, dan Timor Leste. Indonesia

tertinggal dibandingkan dengan Singapura yang menduduki peringkat ke-23,

Brunei (30), Malaysia (66), Thailand (86), dan Filipina (105). Angka IPM

Indonesia adalah sebesar 0,734 pada tahun 2009 (publikasi UNDP terbaru ini

didasarkan pada data tahun 2007). Semua ini menjadikan Indonesia masuk dalam

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.untag-sby.ac.id/1105/2/BAB I.pdf · 2018. 12. 12. · 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Adanya undang-undang

7

kategori sedang. Karena itu, diperlukan upaya yang lebih memadai bagi

peningkatan derajat kesehatan Indonesia.

Pembangunan kesehatan yang telah dilaksanakan selama ini telah

mengalami kemajuan yang cukup berarti bagi peningkatan derajat kesehatan

masyarakat Indonesia. Walaupun demikian, jika dibandingkan dengan status

kesehatan penduduk negara-negara tetangga misalnya maka status kesehatan

penduduk Indonesia masih jauh tertinggal yang ditunjukkan dengan masih

tingginya Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI)

dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Laporan World Health

Organization (WHO) tahun 2000 menunjukkan bahwa angka kematian bayi di

Indonesia pada tahun 1998 masih 48 per 1.000 kelahiran hidup. Angka kematian

bayi tersebut jauh lebih tinggi dari angka kematian bayi di Muangtai (29), Filipina

(36), Srilanka (18) dan Malaysia (11). Berbagai studi, termasuk yang dilaporkan

dalam World Health Report 2000, menunjukkan bahwa rendahnya angka

kematian bayi dan kinerja sistem kesehatan lainnya mempunyai korelasi

yang kuat dengan pembiayaan kesehatan. Laporan WHO tersebut menempatkan

kinerja sistem kesehatan Indonesia pada urutan ke-92, yang jauh lebih rendah

dari kinerja sistem kesehatan negara tetangga seperti Malaysia (urutan ke 49),

Muangtai (urutan ke 47) dan Filipina (urutan ke 60). Secara rata-rata, laporan

tersebut menunjukkan bahwa pembiayaan kesehatan Indonesia menurut nilai

tukar yang berlaku pada tahun 1997 adalah US$ 18 per kapita per tahun.

Sementara negara-negara tetangga seperti Filipina, Malaysia dan

Muangthai sudah menghabiskan berturut-turut sebesar US$ 40, US$ 110, dan

US$ 133. Pengeluaran kesehatan perkapita Indonesia tidak sampai separuh dari

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.untag-sby.ac.id/1105/2/BAB I.pdf · 2018. 12. 12. · 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Adanya undang-undang

8

yang dikeluarkan masyarakat Filipina tahun 1997, sedangkan pendapatan per

kapita Filipina tahun 2001 sebesar US$ 1.069 tidak lebih dari dua kali lipat dari

PDB per kapita Indonesia yaitu US$ 670 (WHO, 2000). Hal ini menunjukkan

bahwa tingkat investasi Indonesia memang jauh lebih rendah dari tingkat

investasi negara tetangga tersebut, sehingga dapat dimaklumi jika tingkat

kesehatan Indonesia juga jauh di bawah. Pengeluaran kesehatan Indonesia yang

rendah tersebut, baik yang bersumber dari masyarakat maupun yang bersumber

dari pemerintah, diduga tidak mengalami kenaikan berarti selama ini. Banyak

laporan menyampaikan bahwa pemerintah mempunyai kontribusi sebesar 20-30%

dari pembiayaan kesehatan secara keseluruhan. Sementara pembiayaan kesehatan

oleh sektor swasta, yang pada umumnya merupakan pengeluaran yang

dibayarkan langsung dari kantong sebdiri (out of pocket) kepada pemberi

pelayanan kesehatan (PPK) mencapai 60%-70% (Depkes, 2002).

Tingginya pengeluaran out of pocket ini bersifat regresif, yakni semakin

berat dirasakan oleh mereka yang berpendapatan rendah dibandingkan dengan

mereka yang berpendapatan tinggi. Sistem pembiayaan yang regresif ini dikenal

sebagai sistem pembiayaan yang tidak adil (unfair) dalam konsep equity

egalitarian karena justru memberatkan penduduk golongan bawah. Penelitian

yang dilakukan Thabrany dan Pujiyanto (2000) menunjukkan bahwa penduduk

10% terkaya mempunyai akses rawat inap di rumah sakit yang 12 kali lebih besar

dari penduduk 10% termiskin. Keadaan ini sudah berlangsung lebih dari satu

dekade dan tanpa upaya yang sistematik dan serius, kesenjangan tersebut akan

terus berlangsung. Untuk melihat tingkat keadilan pembiayaan ini, WHO

mengembangkan indeks keadilan pembiayaan kesehatan (fairness in health care

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.untag-sby.ac.id/1105/2/BAB I.pdf · 2018. 12. 12. · 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Adanya undang-undang

9

financing). Dalam indeks inilah Indonesia berada jauh di bawah negara-negara

tetangga yang memang telah memiliki infrastruktur pembiayaan kesehatan yang

jauh lebih baik. Berbagai Penelitian menunjukkan bahwa kesenjangan pelayanan

(inequity) dapat diperkecil dengan memperbesar porsi pembiayaan publik atau

asuransi kesehatan publik. Sayangnya, cakupan asuransi kesehatan yang

sustainable di Indonesia masih rendah yaitu berkisar pada 16% penduduk

(Thabrany, 2002)

Rendahnya pendanaan kesehatan dan cakupan asuransi kesehatan sosial di

Indonesia sangat dipengaruhi oleh ketidaktahuan dan ketidakpedulian

pemerintah dalam melindungi penduduknya dari proses pemiskinan karena

mahalnya biaya kesehatan (Thabrany, 2008). Untuk penduduk miskin telah

terjamin oleh program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) yang

dananya berasal dari Anggaran Pemerintah Belanja Negara (APBN) dan Jaminan

Kesehatan Masyarakat Daerah (Jamkesmasda) yang dananya berasal dari

Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Pamekasan. Akibat

diberlakukan kebijakan pelayanan kesehatan gratis ternyata menimbulkan

implikasi-implikasi dalam pelaksanaannya antara lain dengan digratiskannya

pelayanan kesehatan di puskesmas menimbulkan dorongan masyarakat untuk

memanfaatkan pelayanan kesehatan secara berlebih di puskesmas sehingga

menimbulkan ketidakpuasan pasien dalam menggunakan layanan BPJS. Hal ini

juga sebagia akibat adanya pelayanan publik yang harus diperhatikan oleh

pemerintah.

Pelayanan publik merupakan proses pemenuhan kebutuhan melalui

aktivitas orang lain secara langsung, dimana pelayanan tersebut memiliki sasaran

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.untag-sby.ac.id/1105/2/BAB I.pdf · 2018. 12. 12. · 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Adanya undang-undang

10

akhir yaitu keputusan bagi pihak yang dilayani, sehingga pada akhirnya kepuasan

masyrakat dapat tercapai. Kepuasan masyarakat dapat tercapai apabila kebutuhan,

keinginan, dan harapan masyarakat dapat terpenuhi.

Reformasi birokrasi dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dan

pelayanan publik diarahkan untuk menciptakan kinerja birokrasi yang

professional dan akuntabel. Birokrasi dalam melakukan berbagai kegiatan

perbaikan pelayanan diharapkan lebih berorientasi pada kepuasan pelanggan,

yakni masyarakat dan pengguna jasa tersebut dapat dicapai apabila birokrasi

pelayanan menempatkan masyarakat sebagai pengguna jasa dalam pemberian

pelayanan. Perubahan Paradigma pelayananan kepada publik, melalui instrument

pelayanan yang memiliki orientasi pelayanan lebih cepat, lebih baik dan lebih

murah (Dwiyanto,2006:224).

Reformasi pelayanan publik di Indonesia sendiri masih tertinggal

dibanding reformasi di berbagai bidang lainnya. Regulasi pelayanan publik yang

masih tersebar dalam banyak peraturan yang sifatnya sektoral, menjadikan

pelayanan publik di Indonesia berada pada kondisi yang belum managable.

Definisi dari reformasi itu sendiri adalah perubahan administrasi yang

menggambarkan perbaikan dalam praktek administrasi, organisasi, prosedur, dan

proses. Artinya setiap perubahan prosedur dapat dikategorikan sebagai reformasi

administrasi. Konsep dari reformasi itu sendiri peningkatan sistemik kinerja

operasional sektor publik secara terencana (Caiden, 1991:44). Sementara tujuan

dari reformasi adalah perbaikan administrasi, seperti perbaikan produk dan

layanan, struktur, proses, dan teknologi dan perbaikan tingkat politik, seperti

perbaikan peraturan, dukungan, legitimasi (Caiden, 1991:45). Kondisi iklim

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.untag-sby.ac.id/1105/2/BAB I.pdf · 2018. 12. 12. · 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Adanya undang-undang

11

investasi, kesehatan, dan pendidikan saat ini sangat tidak memuaskan, sebagai

akibat tidak jelasnya dan rendahnya kualitas pelayanan yang ditawarkan oleh

institusi-institusi pemerintahan. Ketidakpastian hukum khususnya, sidang

pengadilan yang berlarut-larut dan penuh praktek korupsi, membuat para investor

berpaling. Pegawai negeri hanya memiliki sedikit insentif untuk memperbaiki

pelayanan. Hal ini, digabung dengan administrasi yang berbelit-belit dan

ketinggalan zaman, berakibat pada ketidakpuasan masyarakat. Karena

administrasi yang berbelit dan prosedur yang rumit serta pelayanan yang kurang

baik dapat menyebabkan ketidakpuasan masyarakat terhadap penanggapan

pelayanan tersebut, maka hendaknya kualitas pelayanan dapat diperbaruhi

sehingga masyarakat atau pelanggan merasa puas dengan pelayanan tersebut.

Menurut Kotler (dalam Lupiyoadi, 2013) kepuasan adalah hasil

perbandingan atas kinerja produk jasa yang diterima dengan yang diharapkan oleh

individu. Apabila kinerja produk atau jasa tidak sesuai dengan yang diterima atau

yang diharapkan maka akan menimbulkan perasaan kecewa pada individu.

Sebaliknya, apabila kinerja produk atau jasa sesuai dengan yang diterima atau

yang diharapkan maka akan menimbulkan perasaan puas atau senang dan individu

tersebut akan menggunakan jasa atau produk kembali di masa yang akan datang.

Kepuasan adalah evaluasi terhadap produk/ jasa yang didasarkan pada

apakah barang/ jasa dapat memenuhi kebutuhan dan harapan (Zeithaml and

Bitner, 1996). Adamson, et al., (2003) mengemukakan bahwa “Dalam melakukan

pemasaran, bank memiliki beberapa sasaran yang hendak dicapai. Artinya, nilai

penting pemasaran bank terletak dari tujuan yang ingin dicapai tersebut dalam hal

meningkatkan mutu pelayanan dan menyediakan ragam produk yang sesuai

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.untag-sby.ac.id/1105/2/BAB I.pdf · 2018. 12. 12. · 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Adanya undang-undang

12

dengan keinginan dan kebutuhan. Untuk mencapai sasaran tersebut maka bank

perlu : (1) menciptakan produk yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan nya;

(2) memberikan nilai lebih terhadap produk yang ditawarkan dibandingkan

dengan produk pesaing; (3) menciptakan produk yang memberikan keuntungan

dan keamanan terhadap produknya; (4) memberikan informasi yang benar-benar

dibutuhkan dalam hal keuangannya pada saat dibutuhkan; (5) memberikan

pelayanan yang maksimal mulai dari calon hingga menjadi bank yang

bersangkutan; (6) berusaha menarik minat konsumen untuk menjadi bank; (7)

berusaha untuk mempertahankan yang lama dan berusaha mencari baru baik dari

segi jumlah maupun kualitas; (8) berusaha terus menerus meningkatkan kualitas

produk dan kepuasan pelanggan atau produk yang bagus tetapi tidak diikuti

dengan layanan yang memuaskan akan kalah dalam persaingan. Kualitas layanan

barang dan jasa merupakan faktor utama untuk memenangkan persaingan.

Parasuraman et al., (1985) mengembangkan definisi dari kualitas dengan

memasukkan lima aspek dari kualitas: reliability, responsiveness, assurance,

empathy, dan tangibles. Skala SERVQUAL sesuai yang dikemukakan oleh

Parasuraman et al., (Schiffman dan Kanuk, 2004:188) merupakan desain

kesenjangan pengukuran antara harapan pelanggan tentang layanan dan persepsi

mereka tentang layanan yang sesungguhnya. Selain kualitas layanan, harapan

konsumen dan nilai (value) juga merupakan faktor yang mempengaruhi kepuasan.

Penyampaian layanan yang berkualitas dewasa ini dianggap suatu strategi

yang esensial agar instansi/perusahaan sukses dan dapat bertahan (Buttle, F.,

1996). Penerapan manajemen kualitas dalam industri jasa menjadi kebutuhan

pokok apabila ingin berkompetisi di pasar domestik apalagi di pasar global

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.untag-sby.ac.id/1105/2/BAB I.pdf · 2018. 12. 12. · 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Adanya undang-undang

13

(Fornel and Wernefelt, 1987). Hal ini disebabkan kualitas pelayanan dapat

memberi kontribusi pada kepuasan pelanggan, pangsa pasar dan profitabilitas.

Oleh karena itu, perhatian saat ini lebih diprioritaskan pada pemahaman dampak

kualitas layanan terhadap keuntungan dan hasil-hasil financial yang lain dalam

instansi/perusahaan (Geykens, et al., 1999).

Kualitas pelayanan merupakan salah satu faktor kunci bagi

keberhasilan instansi/perusahaan jasa dan tidak dapat dipungkiri dalam dunia

bisnis saat ini, karena tidak ada yang lebih penting lagi bagi sebuah

instansi/perusahaan jasa kecuali menempatkan masalah kepuasan dan kepuasan

terhadap konsumen melalui pelayanan sebagai salah satu komitmen bisnisnya.

(Parasuraman, 1997) Selain dari instansi/perusahaan asuransi yang mengelola jasa

secara murni, setiap instansi/perusahaan asuransi dengan produk apapun baik

disadari maupun tidak disadari, pasti bersinggungan dengan jasa. Komponen

jasa tersebut bahkan dapat menjadi bagian penting walaupun hanya menjadi

bagian minor dari keseluruhan kegiatan instansi/perusahaan.

Berdasarkan hakekat bisnis jasa yang mana inti dari bisnis ini adalah

bagaimana memuaskan konsumen, yakni dengan cara memberikan layanan yang

berkualitas. Banyak faktor yang mendukung atau dapat dikatakan berpengaruh

pada kualitas pelayanan. Faktor-faktor tersebut akan dibahas satu persatu secara

detail pada penelitian ini. Hal tersebut menjadi sangat penting dan menarik untuk

dibahas sebab dalam bidang jasa, kepuasan pelanggan sangat bergantung atau

bahkan bergantung sepenuhnya terhadap kualitas layanan yang diberikan. Apabila

kita kaji lebih dalam, kepuasan pelanggan tersebut akan berdampak lebih jauh lagi

pada kepuasan pelanggan terhadap instansi/perusahaan. Dengan kepuasan

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.untag-sby.ac.id/1105/2/BAB I.pdf · 2018. 12. 12. · 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Adanya undang-undang

14

pelanggan, dapat dikatakan bahwa hal tersebut adalah wujud nyata dari

keberhasilan suatu instansi/perusahaan jasa dalam menjalankan segala

kegiatannya.

Kualitas pelayanan berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan

keinginan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan

konsumen. Ada dua faktor yang mempengaruhi kualitas jasa yaitu expected

service dan perceived service (Gronroos, 1984). Kualitas harus dimulai dari

kebutuhan konsumen dan berakhir pada persepsi konsumen. Hal ini berarti citra

kualitas yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang atau persepsi penyedia

jasa melainkan berdasarkan sudut pandang atau persepsi konsumen. Baik

buruknya kualitas pelayanan menjadi tanggung jawab seluruh bagian organisasi

instansi/perusahaan.

Penelitian yang dilakukan Crosby dan Stephens (1987) pada industri jasa

menyebutkan bahwa ketidakpuasan merupakan salah satu penyebab beralihnya

konsumen. Penelitian lain Fornel (1992) juga menyebutkan bahwa konsumen

yang puas cenderung menjadi konsumen yang loyal. Sehingga apabila tingkat

kepuasan pelanggan meningkat akan diikuti tingkat kepuasan pelanggan. Menurut

Ho and Wu, (1999) dalam Saha and Zhao, (2005) hal-hal yang membentuk

kepuasan pelanggan adalah logistical support, technical characteristhics,

information characteristhics, home page presentation dan product

characteristhics. Sedangkan penelitian Selnes (1993), Goodman, et al., (1995)

dan Geykens, et al., (1999) menyatakan bahwa indikator yang membentuk

kepuasan pelanggan adalah rasa senang, kepuasan terhadap pelayanan, kepuasan

terhadap sistem dan kepuasan finansial.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.untag-sby.ac.id/1105/2/BAB I.pdf · 2018. 12. 12. · 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Adanya undang-undang

15

Semakin tingginya intensitas persaingan bisnis serta semakin homogennya

produk serta pelayanan membuat instansi/perusahaan asuransi, baik yang

bergerak dalam bidang kerugian maupun jasa, saat ini mengalami kesulitan untuk

menerapkan strategi agar unggul dari para pesaing mereka untuk mencapai

kinerja yang diharapkan. Pekerjaan marketing tidak lagi sesederhana dulu,

konsumen zaman sekarang sangat mudah mendapat informasi dan

membandingkan beberapa tawaran dari produk serupa (Kertajaya, 2010:3)

Kecenderungan yang ada adalah bahwa kegiatan pemasaran sudah tidak lagi

ditujukan untuk pertukaran atau transaksi yang terjadi sekali saja, tetapi sudah

mulai mengarah pada pertukaran yang terus menerus dan berkesinambungan. Jika

pada masa lalu proses pemasaran berakhir ketika transaksi jual beli telah terjadi,

dimana barang berpindah kepemilikan dari penjual ke pembeli, maka sekarang

agar dapat merangkul perubahan ini, pemasar di seluruh dunia memperluas konsep

marketing untuk berfokus pada emosi manusia, mereka memperkenalkan konsep

baru seperti, emotional marketing, relationship marketing, experiential marketing

dan brand equity yang berpandangan bahwa pemasaran seharusnya

memberikan perhatian pada transaksi yang sedang berlangsung dan

memanfaatkannya sebagai dasar untuk hubungan pemasaran yang berkelanjutan

di masa depan (Kertajaya, 2010:29). Dengan demikian sebenarnya yang penting

pada masa sekarang adalah bagaimana menciptakan kepuasan pelanggan.

Bloemer, et al., (1998) dalam penelitiannya menekankan akan arti

pentingnya pembentukan kepuasan instansi/perusahaan sebagai dasar bagi

instansi/perusahaan untuk bertahan dan menghadapi persaingan. Menurutnya

kepuasan pelanggan terhadap suatu instansi/perusahaan dapat tumbuh disebabkan

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.untag-sby.ac.id/1105/2/BAB I.pdf · 2018. 12. 12. · 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Adanya undang-undang

16

oleh beberapa faktor, seperti citra baik yang dimiliki instansi/perusahaan tersebut,

kualitas pelayanan yang diberikan dan kepuasan terhadap instansi/perusahaan.

Faktor-faktor tersebut memegang peran penting dalam meningkatkan posisi

persaingan instansi/perusahaan. Dick and Basu (1994) menyatakan bahwa

Kepuasan pelanggan dipandang sebagai kekuatan hubungan antara sikap relatif

individu dan dukungan ulang. Hubungan anatara penjual dan pembeli menjadi

mediasi antara sosial norma dan faktor situasional. Kognitif, afektif, dan konatif

anteseden dari sikap relatif diidentifikasikan sebagai kontributor terhadap

kepuasan, bersama dengan konsekuensi motivasi, persepsi, dan perilaku dalam

menciptakan kepuasan pelanggan.

Masalah kepuasan dalam penelitian ini dikaitkan dengan pengaruh kualitas

layanan dokter terhadap pasien BPJS Kesehatan. Kepuasan pasien adalah tingkat

perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja produk atau hasil yang pasien

rasakan dengan harapannya. Adanya kepuasan pasien terhadap suatu

penggunaan jangka panjang, menyebabkan rasa puas pasien akan

mempengaruhi tindakan yang didasarkan pada pengalaman masa lalu dimana

selanjutnya mereka tidak akan mudah berpindah jasa karena stimulasi pemasaran.

Era Globalisasi telah menjanjikan suatu peluang dan tantangan bisnis baru

bagi rumah sakit yang beroperasi di Indonesia. Di satu sisi era globalisasi

memperluas pasar baik produk atau jasa dari rumah sakit di Indonesia dan di sisi

lain keadaan tersebut memunculkan persaingan yang semakin ketat baik antar

rumah sakit domestik maupun dengan rumah sakit asing (Tjiptono, 2002).

Pesatnya pertumbuhan ekonomi serta tantangan era perdagangan menyebabkan

semakin ketatnya kompetisi dalam dunia bisnis, begitu juga dengan bisnis dalam

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.untag-sby.ac.id/1105/2/BAB I.pdf · 2018. 12. 12. · 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Adanya undang-undang

17

pelayanan kesehatan khususnya rumah sakit, yang dituntut untuk dapat memenuhi

kebutuhan dan keinginan pelanggan yang tidak hanya terbatas pada pelayanannya

saja (Kuncoro, 2000). Dalam rangka menjaga kesetiaan pasien, rumah sakit yang

ingin berkembang atau paling tidak bertahan hidup harus dapat memberikan

kepada para pasien berupa jasa pelayanan yang bermutu lebih baik, harga

lebih murah dari pesaingnya. Pasien merasa tidak puas atau mutu pelayanan

yang diberikan oleh pihak rumah sakit tersebut kurang baik, maka pasien akan

pindah ke rumah sakit lain yang dapat memberikan pelayanan lebih bermutu

dan kepuasan yang jauh lebih baik, agar suatu rumah sakit dapat bertahan

memenangkan persaingan tersebut, maka rumah sakit harus memiliki pasien yang

setia (customer loyalty) untuk mencapai maka rumah sakit harus melakukan

reformasi program demi mendapatkan pasien yang setia.

Tingkat kepuasan pasien juga dipengaruhi berbagai faktor lainnya

seperti sikap pemberi pelayanan seperti dokter dan perawat, kondisi ruangan,

kelengkapan sarana dan fasilitas, termasuk didalamnya hak pasien dari hak atas

badan sendiri/hak privasi yang timbul dari TROS (The Right Of Self

determination) (Fred, 1988). Faktor yang mempengaruhi tingkat kepuasan pasien

adalah kebutuhan dan keinginan, pengalaman masa lalu, pengalaman dari

teman-teman dan komunikasi melalui iklan pemasaran. Selain itu faktor umur,

pendidikan, jenis kelamin, kepribadian, suku dan latar belakang budaya, serta

kasus penyakit turut mempengaruhi persepsi dan ekspektasi pasien (Nelson dan

Brown). Saat ini kenyataannya sebagian besar rumah sakit di Indonesia belum

memberikan pelayanan yang memuaskan seperti yang diharapkan oleh pasien /

konsumen. Mengingat begitu banyak masalah yang dialami pasien ketika pertama

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.untag-sby.ac.id/1105/2/BAB I.pdf · 2018. 12. 12. · 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Adanya undang-undang

18

kali datang ke rumah sakit antara lain pelayanan awal, sikap perawat dan dokter

dalam menangani pasien, sarana yang tersedia, kelengkapan obat-obatan dan

kebersihan rumah sakit, dan akhirnya pasien akan pindah ke rumah sakit lain yang

memberikan pelayanan yang lebih bagus.

Salah satu wilayah di Indonesia yang mengalami permasalahan tentang

layanan kesehatan berkaitan dengan sistem BPJS Kesehatan adalah Kabupaten

Pamekasan Provinsi Jawa Timur. Salah satu kabupaten di Jawa Timur yang

berada di pulau Madura yang merupakan daerah yang kering dengan ketersediaan

air yang sangat terbatas. Kondisi ini membuat warga rentan terhadap serangan

wabah penyakit. Belum lagi ancaman berbagai persoalan kesehatan lain yang kini

menggerogoti masyarakat seperti penyakit menular baru dan yang kembali

bermunculan, kedaruratan kesehatan masyarakat, perubahan iklim, serta krisis

energi dan pangan. Rendahnya kesadaran masyarakat akan pola hidup sehat,

ketersediaan fasilitas kesehatan termasuk obat-obatan yang terbatas dan

langkanya tenaga kesehatan memperburuk situasi itu.

Kondisi ini menyebabkan kendala dalam masalah pelayanan kesehatan

yang mengakibatkan ketidakpuasan pasien bagi rumah sakit dan puskesmas.

Ketidakpuasan ini juga didukung dengan beberapa fenomena yang terjadi dalam

kesehatan di Indonesia berkaitan dengan pelayanan BPJS Kesehatan seperti Tabel

1.1.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.untag-sby.ac.id/1105/2/BAB I.pdf · 2018. 12. 12. · 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Adanya undang-undang

19

Tabel 1.1 Hasil Survey Awal Ketidakpuasan Pasien BPJS Kesehatan

No Masalah Keterangan

1. Peningkatan pasien secara

berlebih khususnya yang

telah terdaftar

menggunakan Kartu

BPJS Kesehatan.

Menurut BPS (Badan Pusat Statistik)

Pamekasan, bahwa peserta jamkesmas di

Kabupaten Pamekasan bertambah, dari

sebelumnya 305.834 jiwa menjadi 444.737

jiwa di tahun 2014 dan terus meningkat sampai

awal tahun 2015 menjadi 504.000 jiwa.

Meningkatnya peserta secara drastis ini terjadi

setelah diberlakukanya kebijakan mengenai

kesehatan gratis (BPJS)

2. Pelayanan yang kurang

maksimal.

Kurangnya pelayanan yang diberikan oleh

Petugas Puskesmas dalam memberikan resep

obat dimana pasien tidak hanya diberikan obat

yang bersifat pengobatan tetapi juga yang

bersifat pencegahan dan selain itu juga pasien

yang berobat seharusnya mendapatkan obat

yang sesuai penyakit yang dideritanya.

3. Tidak adanya sistem data

yang Akurat

Masih adanya Puskesmas yang tidak memiliki

data yang valid mengenai pasien yang terdaftar

tidaknya sebagai pasien yang tidak mampu.

Hal ini disebabkan karena kurangnya

komunikasi dengan BPS setempat yang

menimbulkan kurangnya data yang akurat di

setiap puskesmas.

4. Perilaku tenaga kesehatan

yang bersikap kurang

ramah.

Adanya tenaga atau petugas kesehatan yang

masih bersikap kurang professional dalam

menjalankan tugasnya. Misalnya masih

membeda-bedakan antara pengguna BPJS

Kesehatan dengan pasien umumnya.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.untag-sby.ac.id/1105/2/BAB I.pdf · 2018. 12. 12. · 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Adanya undang-undang

20

No Masalah Keterangan

5. Pembagian kelas pada

pengguna BPJS

Kesehatan.

Perbedaan Kelas pada pengguna BPJS

Kesehatan membuat pengguna merasa dibeda-

bedakan dalam pelayanan, khususnya pada

pemberian obat yang diberikan.

6 Kurang pahamnya cara

mendaftar program BPJS

Kesehatan.

Kurangnya sosialisasi dari pemerintah,

sehingga kurang mengerti dalam cara

mendaftar dan mengakses layanan BPJS

Kesehatan.

7 Kurangnya petugas dan

Infrastruktur

Adanya perbedaan antar pasien umum dan

pasien BPJS Kesehatan. Dimana para pasien

sering kali diterlantarkan oleh petugas nya

sendiri selain itu juga adanya pembatasan

waktu rawat inap bagi pasien BPJS Kesehatan,

dan terbatasnya kuota kamar untuk pasien

program BPJS Kesehatan.

Sumber: hasil survey awal di Kabupaten Pamekasan, 2017

Hal ini dapat terlihat dengan adanya peningkatan jumlah kunjungan pasien

yang cukup tinggi bila dibandingkan sebelum dilaksanakan kebijakan ini.

Sebenarnya indikator keberhasilan program pelayanan kesehatan gratis dapat

dilihat dengan meningkatnya akses masyarakat untuk datang memeriksakan

kesehatannya di puskesmas yang kian meningkat. Dengan adanya implikasi dari

pelaksanaan kebijakan pelayanan kesehatan gratis di Kabupaten Pamekasan

seperti peningkatan kunjungan pasien yang dilayani di puskesmas dan

keterlambatan pada mekanisme pembayaran pengganti jasa medis dikhawatirkan

dapat berakibat terhadap kinerja dari petugas kesehatan sehingga dapat

mempengaruhi pula mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang

memanfaatkan pelayanan kesehatan gratis di Kabupaten Pamekasan. Penjelasan

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.untag-sby.ac.id/1105/2/BAB I.pdf · 2018. 12. 12. · 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Adanya undang-undang

21

tentang pelayanan kesehatan gratis di sini adalah bahwa mereka peserta BPJS

Kesehatan tidak dipungut biaya lagi (iur biaya) selama masih sesuai dengan

ketentuan pemakaian obat dan alat kesehatan serta jenis kamar rawat inap yang

telah ditentukan dalam kerjasama antara fasilitas kesehatan dengan BPJS

Kesehatan.

Tabel 1.2 Permasalahan Layanan BPJS Kesehatan di Kabupaten Pamekasan

No Data Masalah Jumlah

1 Pasien Gratis Meningkatnya pasien secara drastis

yang menggunakan program BPJS.

dari 305.834 jiwa

menjadi

444.737 jiwa di

tahun 2014 dan

meningkat

menjadi

504.000 jiwa di

awal 2015.

2 Keluhan

Masyarakat

a. Adanya pembeda-bedaan kelas

antara pasien pengguna BPJS

dengan pasien pada umumnya.

b. Mekanisme pengambilan obat

dimana sering terjadinya antrian

panjang ketika proses. pengambilan

obat

c. Profesionalitas dari tenaga atau

petugas kesehatan, dimana masih

adanya petugas yang bersikap

kurang ramah dalam melayani

pasien.

3 Obat-obatan Pemberian obat tidak sesuai dengan

penyakit yang diderita pasien.

Harus mengeluarkan uang untuk

membayar obat yang tidak ada.

Sering terjadi kekosongan obat

sehingga pasien harus membeli obat di

tempat lain seperti di apotek.

Sumber: hasil survey awal di Kabupaten Pamekasan, 2017

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.untag-sby.ac.id/1105/2/BAB I.pdf · 2018. 12. 12. · 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Adanya undang-undang

22

Menurut data BPS (2015), Kabupaten Pamekasan masyarakat yang

mendaftar untuk menjadi pasien pengguna BPJS Kesehatan meningkat setiap

tahunnya dimana pada tahun 2014 terjadi kenaikan dari 305.834 jiwa menjadi

444.737 jiwa dan terus meningkat hingga awal 2015 yaitu menjadi 504.000 jiwa.

Bahkan pada laporan terakhir BPJS Kesehatan Cabang Pamekasan sampai

dengan bulan Juli 2017 sudah tercatat 661.287 peserta BPJS Kesehatan di

Kabupaten Pamekasan dari jumlah penduduk 869.636 jiwa, dengan demikian

masih ada 208.349 orang yang belum terdaftar (Tabel 4.8).

Akibat dampak dari kunjungan pasien yang cukup tinggi banyak pasien

yang seharusnya mendapatkan haknya tetapi tidak dapat terpuaskan, itu

dikarenakan puskesmas tidak memiliki sistem data yang akurat disetiap

puskesmas di Kabupaten Pamekasan tentang berapa jumlah pasien yang dilayani

oleh jaminan kesehatan nasional oleh Pemerintah Kabupaten baik di tingkat

pelayanan kesehatan dasar (puskesmas) maupun pada tingkat pelayanan

kesehatan lanjutan (Rumah Sakit).

Selain itu juga sikap dan perilaku tenaga kesehatan harus diperhatikan

dalam penyelenggaraan jaminan kesehatan bagi masyarakat. Profesionalitas

seorang petugas kesehatan juga perlu diperhatikan sebab dalam prakteknya

seorang tenaga atau petugas kesehatan yang melayani pasien harus bersikap adil,

dimana adil disini yaitu tanpa adanya pandang bulu antar sesama pasien baik itu

pasien yang menggunakan program kesehatan nasional ataupun pasien umum.

Perlu ditegaskan juga bahwa pelayanan kesehatan nasional tidak berarti bahwa

tenaga kesehatan tanpa imbal jasa dalam memberikan pelayanan kesehatan gratis

pada pasien. Pasienlah yang mendapat pelayanan kesehatan nasional yang

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.untag-sby.ac.id/1105/2/BAB I.pdf · 2018. 12. 12. · 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Adanya undang-undang

23

sifatnya gratis karena tidak mengeluarkan sepeserpun untuk pelayanan kesehatan

yang diterimanya, karena biaya tersebut ditanggung oleh Pemerintah Kabupaten

Pamekasan, yang membayarkannya melalui pagu dana yang telah disiapkan

baik pada tingkat puskesmas maupun pada tingkat rumah sakit dan juga pasien

berhak mendapatkan pelayanan secara maksimal tanpa membandingkan satu sama

lain antara yang mendapatkan pelayanan kesehatan gratis ataupun dengan pasien

yang berobat secara normal/pasien umum.

Dalam era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ini jenis pembayaran

keikutsertaan adalah sebagai berikut ada tiga yaitu: 1) Iuran Jaminan Kesehatan

bagi peserta PBI Jaminan Kesehatan dibayar oleh pemerintah, 2) Iuran Jaminan

Kesehatan bagi penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah dibayar oleh

Pemerintah Daerah. Iuran Jaminan Kesehatan bagi peserta pekerja penerima upah

dibayar oleh pemberi kerja dan pekerja, dan 3) Iuran Jaminan Kesehatan bagi

peserta pekerja bukan penerima upah dan peserta bukan pekerja dibayar oleh

peserta yang bersangkutan.

Tabel 1.3 Rekapan Keluhan Atau Ketidakpuasan Peserta BPJS Kesehatan di

Pamekasan Terhadap Layanan Di FKTP/FKTL Tahun 2015 dan 2016

No Fasilitas Tahun 2015 Tahun 2016

Kesehtan

Klasifikasi Keluhan/

Ketidakpuasan

Klasifikasi Keluhan/

Ketidakpuasan

(FASKES)

Admi-

nistrasi

Iur

Biaya

Non

Medis Medis

Admi-

nistrasi

Iur

Biaya

Non

Medis Medis

1 FKTP 9 7 3 1 8 11 1 1

2 FKTL 3 5 0 1 6 5 2 0

Jumlah 12 12 3 2 14 16 3 1

Sumber: hasil survey awal di Kabupaten Pamekasan, 2017

Keluhan yang menyangkut administrasi seperti antara lain ketidakjelasan

informasi, kartu peserta yang tidak aktif, permintaan penggantian kartu

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.untag-sby.ac.id/1105/2/BAB I.pdf · 2018. 12. 12. · 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Adanya undang-undang

24

askes/jamkesmas ke kartu BPJS Kesehatan, klaim (ditolak), sikap petugas,

rujukan (ditolak). Keluhan yang menyangkut iur biaya seperti penarikan biaya

kepada pemegang kartu BPJS Kesehatan yang terjadi di UGD, Laboratorium, poli

pelayanan, dan apotik menyuruh membeli obat, sedangkan keluhan non medis dan

medis menyangkut ketidak hadiran dokter, keterlambatan pelayanan oleh dokter

dan tenaga kesehatan lain seperti perawat.

Salah satu layanan yang dapat berkaitan dengan kepuasan pasien

pengguna BPJS adalah kualitas layanan dokter. Indikator yang dapat digunakan

sebagai objektif dalam kepuasan pasien adalah jumlah keluhan pasien atau

keluarga, kritik dalam kolom surat pembaca, pengaduan mal praktek, laporan dari

staf medik dan perawatan. Dalam pengalaman sehari-hari, ketidakpuasan pasien

yang paling sering dikemukakan dalam kaitannya dengan sikap dan prilaku

petugas rumah sakit yaitu, keterlambatan pelayanan dokter dan perawat, dokter

sulit ditemui, dokter yang kurang komunikatif dan informatif, lamanya proses

masuk, dan lain-lain. Diantara bentuk jasa layanan kesehatan di rumah sakit

antara lain mampu menangani penyakit yang diderita pasien dengan cepat dan

akurat, oleh karena itu dibutuhkan keramahan para dokter, kecepatan pelayanan

para perawat dan juga pegawai di rumah sakit yang bersangkutan, sehingga

diharapkan akan terbentuk kepuasan dan loyalitas pada pengguna jasa rumah sakit

dan pasien akan menaruh kepercayaan dan komitmen terhadap rumah sakit dan

akhirnya akan kembali menggunakan jasa di rumah sakit dan puskesmas.

Berdasarkan hasil penelitian yang diberitakan dalam Kompas (2017)

menjelaskan sisi empati dari para tenaga kesehatan dirasakan kurang di mata para

pasien Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Riset yang

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.untag-sby.ac.id/1105/2/BAB I.pdf · 2018. 12. 12. · 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Adanya undang-undang

25

dilakukan oleh Perkumpulan Prakarsa di 11 kabupaten/kota yang melibatkan

1.344 responden rumah tangga menunjukkan beragam keluhan yang dirasakan

dalam prosedur pemeriksaan dokter. Keluhan pertama yaitu kurang pedulinya

dokter pada pasien BPJS Kesehatan. Sebesar 50,57 persen responden merasa

bahwa dokter kurang peduli. Sebesar 14,94 persen merasa tenaga kesehatan

kurang komunikatif, dan sebesar 12,64 persen merasa dokter tidak datang tepat

waktu sehingga harus menunggu lama. Salah satu temuan menarik dari peneltiian

tersebut adalah adanya kuota yang ditetapkan oleh pihak dokter atau fasilitas

kesehatan untuk menerima pasien yang menggunakan Jaminan Kesehatan

Nasional (JKN). Penelitian ini menjelaskan kondisi itu menyebabkan terbatasnya

jumlah layanan yang dapat dimanfaatkan oleh pasien. Menanggapi banyaknya

keluhan terhadap sisi empati dokter itu, Kepala Bidang Evaluasi Ekonomi

Pembiayaan Kesehatan, Kementerian Kesehatan Armansyah mengatakan para

tenaga kesehatan memang perlu mengubah cara pandang mereka terhadap peserta

BPJS Kesehatan.Polling yang dilakukan salah satu media daring menyebutkan,

kepuasan peserta BPJS kesehatan tak lebih dari 39 persen. Keluhan yang diterima

oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengenai BPJS antara lain

penolakan rumah sakit terhadap pasien BPJS, kesulitan prosedur, pengobatan

yang tidak tuntas, pelayanan dokter yang tidak maksimal, antrian yang panjang

pada unit gawat darurat, serta tidak dibayarkan fasilitas laboratorium.

Pada dasarnya semua warga Indonesia sama dimata pemerintah, tidak

membeda-bedakan status sosial, kasta ataupun derajat dimana telah diamanatkan

dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat (1) yang berbunyi “setiap

orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.untag-sby.ac.id/1105/2/BAB I.pdf · 2018. 12. 12. · 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Adanya undang-undang

26

lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan

kesehatan” dan Pasal 34 ayat (3) yang isinya “Negara bertanggung jawab atas

penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang

layak”.

Jelas bahwa apa yang telah tertulis di dalam Undang-Undang Dasar 1945

pada dasarnya semua warga masyarakat Indonesia mendapatkan pelayanan

kesehatan yang maksimum tanpa terkecuali dan pemerintah pun wajib

memberikan pelayanan yang maksimum kepada masyarakatnya dengan tanpa

terkecuali.

1.2. Perumusan Masalah

Menurut Tjiptono (2006: 46), kepuasan pelanggan adalah respon

konsumen terhadap evaluasi persepsi atas perbedaan antara harapan awal sebelum

pembelian dan kinerja aktual setelah memakai atau mengkonsumsi produk / jasa

yang bersangkutan. Bagi perusahaan, kepuasan pelanggan terhadap kualitas

layanan akan membawa pengaruh bagi kelangsungan hidup perusahaan jasa itu

sendiri. Oleh karena itu, kualitas layanan harus mendapat perhatian lebih, guna

untuk mewujudkan harapan-harapan konsumennya.

Kepuasan pelanggan harus diwujudkan bagi setiap organisasi perusahaan.

Konsep ini hampir pasti selalu hadir di buku teks standar yang mengupas strategi

bisnis dan pemasaran. Slogan dan motto perusahaan juga menyinggungnya.

Adanya kepuasan akan mempertahankan kepuasan pelanggan. Menurut Tjiptono

(2008:169), kepuasan pelanggan juga berpotensi memberikan sejumlah manfaat

spesifik, diantaranya: (1) berdampak positif terhadap loyalitas konsumen; (2)

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.untag-sby.ac.id/1105/2/BAB I.pdf · 2018. 12. 12. · 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Adanya undang-undang

27

berpotensi menjadi sumber pendapatan masa depan, terutama melalui pembelian

ulang; (3) menekan biaya transaksi konsumen di masa depan, terutama biaya-

biaya komunikasi pemasaran, penjualan, dan jasa konsumen; (4) menekan resiko

berkenaan dengan prediksi aliran kas masa depan. Kepuasan pelanggan berkaitan

erat dengan kualitas layanan. Jika kenyataan jasa lebih dari yang diharapkan,

maka dapat dikatakan bermutu. Sebaliknya jika kenyataan kurang dari yang

diharapkan dapat dikatakan kurang bermutu.

Menurut Parasuraman dalam Tjiptono (1999), penilaian pasien terhadap

kualitas ditentukan oleh dua hal, yaitu harapan pasien terhadap kualitas (expected

quality) dan persepsi pasien atas kualitas (perceived quality). Berdasarkan

pertimbangan tersebut, maka pengukuran keberhasilan suatu sarana kesehatan

seperti Rumah Sakit dan Puskesmas lebih banyak ditentukan oleh penilaian dan

persepsi pasien tentang kualitas pelayanan yang diberikan. Persepsi pasien tentang

pelayanan memegang peranan yang sangat penting. Kualitas pelayanan akan

terpenuhi apabila proses penyampaian pelayanan dari pemberi jasa kepada pasien

sesuai dengan apa yang dipersepsikan oleh pasien. Lebih lanjut Welch dalam

Kotler (2002) menyatakan bahwa kualitas layanan merupakan jaminan terbaik

untuk menciptakan dan mempertahankan kesetiaan konsumen dan benteng

pertahanan dalam menghadapi persaingan global.

Parasuraman, et al. (1994) menyatakan bahwa kualitas layanan merupakan

konsep yang terdiri dari lima dimensi, yaitu tangible, reliability, responsiveness,

assurance dan empaty. Lima dimensi ini sangat berperan dalam membentuk

tingkat kepuasan pelanggan.

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.untag-sby.ac.id/1105/2/BAB I.pdf · 2018. 12. 12. · 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Adanya undang-undang

28

Model SERVQUAL (service quality) yang dikembangkan Zeithalm dan

Parasuraman (1990) banyak dipakai sebagai landasan konsep penelitian tentang

kepuasan pasien di banyak tempat. Model ini menyebutkan bahwa pertanyaan

mendasar yang cukup sensitif untuk mengukur pengalaman konsumen

mendapatkan pelayanan tercakup dalam lima dimensi kualitas pelayanan yaitu: 1)

reliability (keandalan): kemampuan untuk menampilkan pelayanan yang

dijanjikan dengan segera dan akurat, 2) responsiveness (ketanggapan atau

kepedulian): kemampuan untuk membantu konsumen dan meningkatkan

kecepatan pelayanan, 3) assurance (jaminan kepastian): kompetensi yang dimiliki

sehingga memberikan rasa aman, bebas dari bahaya, risiko atau keraguan dan

kepastian yang mencakup pengetahuan, perilaku dan sifat yang dapat dipercaya,

4) empathy (perhatian): sifat dan kemampuan untuk memberikan perhatian penuh

kepada pasien, kemudahan melakukan kontak dan komunikasi yang baik, 5)

tangibles (wujud nyata/penampilan): penampilan fisik dari fasilitas, peralatan,

sarana informasi atau komunikasi dan petugas atau pegawai.

Dari uraian di atas, maka dilakukan penelitian tentang pengaruh kualitas

layanan dalam Sistem BPJS Kesehatan terhadap kepuasan pasien BPJS Kesehatan

di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Slamet Martodirdjo Pamekasan dan

Puskesmas se-Kabupaten Pamekasan. Pemilihan Rumah Sakit Umum Daerah Dr.

H. Slamet Martodirdjo Pamekasan dan Puskesmas se-Kabupaten Pamekasan

sebagai obyek penelitian ini didasarkan atas pertimbangan bahwa pasien BPJS

Kesehatan akan dirujuk ke rumah sakit tersebut dan juga semua pasien BPJS

Kesehatan yang terdaftar di puskesmas pasti berobat ke puskesmas masing-

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.untag-sby.ac.id/1105/2/BAB I.pdf · 2018. 12. 12. · 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Adanya undang-undang

29

masing bila menggunakan kartu BPJS Kesehatan sesuai dengan fasilitas kesehatan

(FASKES) yang tertera di kartu BPJS Kesehatan tersebut.

Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah:

a. Bagaimana pengaruh kualitas layanan dokter terhadap Sistem BPJS

Kesehatan di RSUD Dr. H. Slamet Martodirdjo Pamekasan dan Puskesmas

se Kabupaten Pamekasan?

b. Bagaimana pengaruh layanan dokter terhadap kepuasan pasien BPJS

Kesehatan di RSUD Dr. H. Slamet Martodirdjo Pamekasan dan Puskesmas

se Kabupaten Pamekasan?

c. Apakah ada pengaruh Sistem BPJS Kesehatan terhadap kepuasan pasien

BPJS Kesehatan di RSUD Dr. H. Slamet Martodirdjo Pamekasan dan

Puskesmas se Kabupaten Pamekasan?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui pengaruh kualitas layanan dokter terhadap Sistem BPJS

Kesehatan di RSUD Dr. H. Slamet Martodirdjo Pamekasan dan Puskesmas

se Kabupaten Pamekasan.

b. Untuk mengetahui pengaruh layanan dokter terhadap kepuasan pasien BPJS

Kesehatan di RSUD Dr. H. Slamet Martodirdjo Pamekasan dan Puskesmas

se Kabupaten Pamekasan.

Page 30: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.untag-sby.ac.id/1105/2/BAB I.pdf · 2018. 12. 12. · 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Adanya undang-undang

30

c. Untuk mengetahui pengaruh Sistem BPJS Kesehatan terhadap kepuasan

pasien BPJS Kesehatan di RSUD Dr. H. Slamet Martodirdjo Pamekasan dan

Puskesmas se Kabupaten Pamekasan

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini;

a. Manfaat teoritis, diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi

positif bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya pada bidang

administrasi mengenai pentingnya pengelolaan terhadap variabel-variabel

yang dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan, Service Quality dan dapat

dijadikan sebagai tambahan referensi atau bahan pembanding bagi penelitian

sejenis selanjutnya.

b. Manfaat praktis, diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan

pemikiran dalam bidang administrasi yang berkaitan baik bagi Pemerintah,

BPJS Kesehatan, Rumah Sakit atau Puskesmas.