psikologi menurut para filsuf yunani kuno

28
PSIKOLOGI MENURUT PARA FILSUF YUNANI KUNO

Upload: rian-riswanda

Post on 11-Feb-2016

81 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Psikologi Menurut Para Filsuf Yunani Kuno

TRANSCRIPT

Page 1: Psikologi Menurut Para Filsuf Yunani Kuno

PSIKOLOGI MENURUT PARA FILSUF YUNANI KUNO

Page 2: Psikologi Menurut Para Filsuf Yunani Kuno

Manusia dihadapkan pada berbagai masalah, baik yang berhubungan dengan alam atau dirinya

Page 3: Psikologi Menurut Para Filsuf Yunani Kuno

Thales (625–547 SB)

• merupakan salah satu filsuf yang paling berpengaruh pada masanya. Ia seorang naturalist yang menekankan pentingnya penjelasan alamiah, dan meminimalisir penjelasan supernatural

• Baginya, dunia merupakan sesuatu yang bisa dipahami dan dimengerti manusia. Menurut Thales “segala sesuatu yang ada di dunia terdiri dari substansi yang sifatnya alamiah, dan dikendalikan oleh prinsip-prinsip alamiah tersebut…” (Hergenhahn, 2009. hal 31).

Page 4: Psikologi Menurut Para Filsuf Yunani Kuno

• Thales berusaha mencari substansi atau elemen dasar yang mengendalikan segala sesuatu yang ada di alam semesta.

• Ia kemudian menyimpulkan bahwa elemen dasar dari segala sesuatu adalah air. Air ada dimana-mana, dan kehidupan tergantung pada air.

Page 5: Psikologi Menurut Para Filsuf Yunani Kuno

Heraclitus (540–480 B.C.)

• Heraclitus menganggap segala sesuatu, termasuk manusia, dalam proses menjadi atau becoming (lawan katanya being).

• Baginya, tidak ada suatu peristiwa pun yang konstan dan terjadi dua kali, “It is impossible to step twice into the same river” (Waterfield, 2000, p. 41).

Page 6: Psikologi Menurut Para Filsuf Yunani Kuno

• Oleh karena itu, mempelajari apapun yang mengalami perubahan secara empirik akan sulit, kecuali hanya menghasilkan kemungkinan-kemungkinan saja.

• Menurutnya, segala sesuatu berada diantara dua kutub. Tidak ada yang benar-benar panas atau dingin, malam atau siang, senang atau sedih. Suatu kutub bisa menjelaskan kutub yang lainnya, panas bisa menjelaskan dingin, dan malam bisa menjelaskan siang.

Page 7: Psikologi Menurut Para Filsuf Yunani Kuno

Parmenides (515 B.C.)

• Berbeda dengan Heraclitus, Parmenides justru menganggap bahwa segala perubahan merupakan ilusi.

• Realitas dianggapnya satu dan bisa dipahami melalui penalaran.

• Rasionalitas merupakan instrumen yang bisa dipakai untuk mendapatkan pengetahuan, sedangkan pengalaman inderawi dianggapnya sebagai tipuan.

Page 8: Psikologi Menurut Para Filsuf Yunani Kuno

Pythagoras (ca. 580–500 B.C.)

• Pythagoras mengasumsikan dunia terdiri dari dunia abstrak dan dunia fisik yang saling berinteraksi. Begitu juga dengan manusia, dianggapnya terdiri dari jiwa (mind) dan tubuh (body) yang satu sama lain terpisah (dualism).

• Jiwa merupakan sesuatu yang bersifat abstrak, tetap dan dapat diketahui oleh rasio, sedangkan tubuh merupakan sesuatu yang empiris, berubah-ubah dan dapat diketahui oleh indera.

Page 9: Psikologi Menurut Para Filsuf Yunani Kuno

Hippocrates (ca. 460–377 B.C.)• Hippocrates menyimpulkan bahwa semua penyakit, baik

mental maupun fisik, dikarenakan faktor-faktor alamiah, bukan karena faktor supernatural.

• Menurutnya, segala sesuatu termasuk manusia terdiri dari empat elemen, yaitu tanah, udara, api, dan air.

• Keempat elemen tersebut berhubungan dengan humor in the body. Keseimbangan di antara keempatnya akan menimbulkan kesehatan, sedangkan ketidakseimbangan akan menimbulkan penyakit. Selain itu, Hippocrates menyakini bahwa tubuh mempunyai kemampuan untuk mengobati dirinya sendiri.

Page 10: Psikologi Menurut Para Filsuf Yunani Kuno

Kaum SofisSeiring dengan banyaknya pandangan dan

perdebatan filosofis mengenai elemen dasar dari segala sesuatu, relasi tubuh dan jiwa, serta

kestabilan realitas untuk diamati, kaum sofis kemudian menunjukkan pandangan bahwa

kebenaran itu tidak satu. Kebenaran bersifat relatif, tergantung pada kemampuan retorika dan logika dalam menyakinkan orang-orang. Diantara kaum

sofis antara lain Protagoras (ca. 485–410 B.C.), Gorgias (ca. 485–380 B.C.).

Page 11: Psikologi Menurut Para Filsuf Yunani Kuno

Keberadaan kaum sofis disebutkan seringkali dianggap negatif. Kaum sofis meragukan kebanaran, termasuk kebenaran agama. Namun, kaum sofis mendorong revolusi

intelektual Yunani (Barten, 1990). Berkat jasa kaum sofis, filsafat mulai membahas manusia

secara serius sebagai objek bahasannya.

Page 12: Psikologi Menurut Para Filsuf Yunani Kuno

Protagoras (485–410 B.C.)• Protagoras terkenal dengan kata-katanya “Man is the measure of

all things”. Ia memandang bahwa kebenaran tergantung pada pikirannya masing-masing.

• Kebenaran objektif dianggapnya tidak ada. Implikasi dari pernyataan tersebut disebutkan Hergenhahn (2009) sebagai berikut : 1) kebenaran tergantung pada persepsi pada realitas, 2) persepsi bervariasi sesuai dengan pengalaman orang per orang, 3) kebenaran akan berbeda secara kultural karena pengalaman orang dipengaruhi budaya, 4) untuk memahami keyakinan seseorang harus memahami yang bersangkutan. Tidak jauh berbeda dengan Protagoras, Gorgias menganggap kebenaran itu bersifat subjektif, dan tidak ada alasan untuk mendapatkan pengetahuan objektif (nihilism)

Page 13: Psikologi Menurut Para Filsuf Yunani Kuno

Socrates (470–399 B.C.)

• Seperti halnya kaum Sofis, Socrates juga menganggap penting pengalaman subjektif individu, dan lebih fokus terhadap manusia daripada alam (Cosmocentric-Anthropocentric).

• Cicero, seorang fisuf dan sastrawan roma, (Barten, 1999, hal. 81) mengatakan bahwa “Socrates telah memindahkan filsafat dari langit ke atas bumi”.

Page 14: Psikologi Menurut Para Filsuf Yunani Kuno

• Socrates mulai membahas dan mempermasalahkan masalah-masalah praktis dalam kehidupan.

• Tidak seperti kaum sofis yang percaya dengan relativitas kebenaran, Socrates masih percaya dengan adanya kebenaran objektif. Dalam mencari kebenaran, Socrates menyarankan untuk mengenali diri sendiri atau “Know Thyself”.

• Pengenalan terhadap diri sendiri akan mengantarkan pada kebenaran.

Page 15: Psikologi Menurut Para Filsuf Yunani Kuno

• Ia percaya bahwa kebenaran bisa diperoleh dengan cara mencari esensi dari sesuatu.

• Esensi adalah suatu konsep yang diterima secara universal, dan dasar dari suatu pengetahuan.

• Kaum sofis lainnya percaya dengan keabstrakan dan subjektifitas esensi, sedangkan Socrates menyakini bahwa esensi merupakan pengetahuan yang dapat diterima oleh setiap golongan. Bagi Socrates, esensi merupakan pengetahuan yang akan mengarahkan perilaku seseorang.

Page 16: Psikologi Menurut Para Filsuf Yunani Kuno

• Untuk memperoleh esensi tersebut, Socrates menggunakan metode dialektika, atau percakapan.

• Socrates berdialog dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan spesifik kepada orang-orang mengenai suatu konsep tertentu, seperti kecantikan atau keadilan. Beragam pertanyaan disampaikan sampai diperoleh karakteristik umum dari konsep-konsep tersebut.

• Metode Socrates, menurut Aristoteles, merupakan metode induktif, yaitu memperoleh kesimpulan umum berdasarkan data-data khusus.

Page 17: Psikologi Menurut Para Filsuf Yunani Kuno

• Ajaran Sokrates yang juga terkenal adalah mengenai pentingnya kesejahteraan jiwa daripada kesehatan fisik.

• Jiwa dikatakan merupakan inti dari kepribadian seseorang. Kesejahteraan jiwa disini bukanlah kesejahteraan subjektif yang dirasakan secara berbeda antara satu orang dengan yang lainnya, melainkan kesejahteraan objektif yang “tidak tergantung pada perasaan subjektif” (Barten, 1990, hal. 108).

• Untuk mendapatkan kesejahteraan tersebut, Socrates mensyaratkan diperolehnya arête atau keutamaan (virtue).

Page 18: Psikologi Menurut Para Filsuf Yunani Kuno

Plato (427–347 B.C.)• Plato terkenal dengan ajarannya mengenai idea. Ajaran

mengenai Idea merupakan inti dari filsafat Plato (Barten, 1999).

• Idea disini bukan idea dalam pengertian gagasan subjektif yang berbeda antara satu orang dengan yang lain. Idea Plato adalah sesuatu yang objektif, yang berdiri sendiri, permanen, abstraks, dan dapat diketahui.

• Bagi Plato apapun merupakan manipestasi dari idea ini. Pengalaman kita merupakan hasil interaksi antara idea dan materi. Sifat dasar materi berubah-ubah karena diperoleh melalui indera, sedangkan idea mempunyai sifat permanen.

Page 19: Psikologi Menurut Para Filsuf Yunani Kuno

• Ajaran mengenai Idea merupakan pengembangan dari ajaran gurunya, Socrates, mengenai Esensi.

• Socrates menyakini bahwa pemahaman mengenai fakta-fakta spesifik akan mengantarkan kita pada pemahaman mengenai esensi dari suatu konsep. Bagi Plato, esensi mempunyai realitas yang terlepas dari fakta-fakta yang bersifat kongkrit. Fakta-fakta tersebut tidak dapat mempengaruhi esensi.

• Cara untuk mengetahui esensi adalah dengan melepaskan diri dari pengalaman inderawi, atau introspeksi. Konsep keadilan, misalnya, memiliki idea tersendiri yang terlepas dari praktek-praktek yang bisa dinilai mengandung unsur keadilan dalam kehidupan sehari-hari.

Page 20: Psikologi Menurut Para Filsuf Yunani Kuno

• Plato membagi dunia menjadi dua, yaitu dunia idea dan dunia inderawi.

• Dunia idea bersifat abadi dan tidak berubah, sedangkan dunia inderawi selalu mengalami perubahan. Dunia idea dapat diketahui dengan rasio yang akan menghasilkan pengetahuan atau episteme. Dunia inderawi dapat diketahui dengan indrawi dan akan menghasilkan doxa atau pendapat yang sifatnya tidak pasti.

Page 21: Psikologi Menurut Para Filsuf Yunani Kuno

• Seperti Socrates, Plato pun menyakini bahwa jiwa merupakan inti dari kepribadian seseorang. Bagi plato, jiwalah yang dapat mengenal idea, dan karenanya jiwa memiliki karakteristik yang sama dengan idea.

• Seperti para pengikut pemikiran pithagoras, Plato pun menganggap jiwa sebagai sesuatu yang bersifat abadi dan tidak mengalami perubahan, berbeda dengan tubuh yang fana dan mengalami kehancuran. Ketika tubuh hancur, jiwa akan tetap ada.

Page 22: Psikologi Menurut Para Filsuf Yunani Kuno

• Bahkan, jiwa dinyakininya ada sebelum tubuh. Sebelum menyatu dengan tubuh, jiwa memiliki pengetahuan yang murni, yang kemudian terkontaminasi oleh informasi-informasi inderawi.

• Menurut Plato, jiwa mempunyai tiga komponen : rasional, emotional (keberanian), dan nafsu. Komponen rasional berasal dari jiwa yang bersifat abadi, sedangkan dua komponen berikut berasal dari tubuh yang fana (immortal).

Page 23: Psikologi Menurut Para Filsuf Yunani Kuno

• Ketiga komponen tersebut hampir selalu mengalami konfliks. Kadang nafsu (lapar, haus, ngantuk), emosi (takut, malu, marah) mempunyai arah yang bertentangan dengan rasio, sehingga rasio harus berusaha mengontrol dan mengendalikan dorongan-dorongan tubuh tersebut. Namun demikian, dalam keadaan terjaga, dorongan tubuh tersebut mungkin saja bisa dikendalikan, tapi dalam keadaan tidur, dorongan tersebut bisa keluar dengan sendirinya dalam bentuk mimpi.

• Berdasarkan ketiga komponen jiwa tersebut, Plato membagi tiga karakteristik orang. Ada orang yang didominasi oleh nafsu, emosi, atau rasio.

Page 24: Psikologi Menurut Para Filsuf Yunani Kuno

Aristotle (384–322 B.C.)• Aristotle merupakan filsuf yang pertama kali secara serius

membahas topik-topik yang kemudian menjadi isu sentral dalam psikologi, seperti mengenai sensasi, memori, belajar, dan mimpi.

• Bukunya De Anima dianggap sebagai buku yang mengawali sejarah psikologi. Seperti halnya Plato, Aristotle juga tertarik dengan esensi. Aristotle menyakini keberadaan esensi dan keberadaannya tersebut bisa diketahui dengan menelitinya.

• Bagi Aristotle, pemerolehan pengetahuan bisa melalui logika (rationalism) ataupun pengalaman inderawi (empirisme). “Ia menyakini bahwa pikiran harus digunakan untuk memperoleh pengetahuan (rationalism), tapi objek rasio tersebut merupakan informasi yang diperoleh melalui indera” (Hergenhahn, 2009, hal 52).

Page 25: Psikologi Menurut Para Filsuf Yunani Kuno

• Psikologi Aristotle. Aristotle mendefinisikan jiwa (soul) dengan sangat luas. Jiwa dianggapnya sebagai sesuatu yang memberikan kehidupan. Maka, setiap makhluk hidup dianggapnya memiliki jiwa.

• Menurutnya, terdapat tiga jenis jiwa yang bersifat hierarkis : A vegetative soul. Jiwa vegetatif terdapat pada tanaman yang

membuatnya tumbuh dan bereproduksi A sensitive soul. Jiwa sensitif terdapat pada binatang. Selain bisa

tumbuh dan bereproduksi, binatang juga dapat mengalami perasaan sedih dan senang.

A rational soul. Jiwa rasional terdapat pada manusia. Dibanding tanaman dan binatang, manusia memiliki kemampuan untuk berfikir rasional dan mengembangkan peradaban.

Page 26: Psikologi Menurut Para Filsuf Yunani Kuno

• Aristotle juga menjelaskan mengenai sensasi, persepsi, memori, motivasi, dan emosi.

• Menurutnya, informasi mengenai lingkungan diperoleh melalui lima indera (penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, dan pengecapan). Diyakini bahwa gerakan dari suatu objek dapat menstimulasi fungsi indra.

• Informasi inderawi merupakan pengetahuan yang paling dasar, yang kemudian bisa meningkat menjadi common sense (synthesized experience), passive reason (utilization of synthesized experience) dan active reason (essences from synthesized experience)

Page 27: Psikologi Menurut Para Filsuf Yunani Kuno

• Persepsi indrawi kemudian akan disimpan dalam memori. Mengingat dianggapnya sebagai mengumpulkan kembali segala sesuatu yang pernah dialami dengan menggunakan hukum asosiasi (laws of association).

• Selain itu, ia menyampaikan beberapa hukum berikut : law of contiguity (ketika berfikir tentang sesuatu, kita pun akan memikirkan sesuatu yang berhubungan dengannya), law of similarity (ketika berfikir tentang sesuatu, kita pun akan memikirkan sesuatu yang mirip dengannya), law of contrast (ketika berfikir tentang sesuatu, kita pun akan memikirkan sesuatu yang menjadi lawannya), law of frequency (semakin sering suatu pengalaman dialami secara bersamaan, semakin kuat kemungkinan terjadinya asosiasi).

Page 28: Psikologi Menurut Para Filsuf Yunani Kuno

• Selain itu, menurut Aristotle, manusia mempunyai keinginan untuk mendapatkan kebahagiaan. Kebahagian tersebut memotivasi manusia untuk melakukan tindakan-tindakan. Ada kebahagian yang diperoleh dengan memenuhi kebutuhan jiwa vegetatif, sensitive, dan rasional.

• Mengalami lapar, haus (kebutuhan jiwa vegatatif), dorongan seksual, ketidaknyaman tubuh, amarah (kebutuhan sensitif), ketidaktahuan, kemiskinan (jiwa rasional) merupakan pengalaman yang tidak mengenakan.

• Ketidaknyamanan tersebut mendorong manusia untuk menguranginya. Sebagian manusia, didorong oleh motivasi untuk memenuhi kebutuhan jiwa vegetatif dan sensitif (kebutuhan biologis), sebagian lagi didorong oleh motivasi untuk memenuhi kebutuhan jiwa rasional. Namun kebahagian sejati akan diperoleh jika memenuhi kebutuah jiwa rasional dan menggunakannya untuk mengendalikan jiwa vegetatif dan sensitif.