bab i-iii
DESCRIPTION
swwsTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan neurologis
yang utama di Indonesia. Serangan otak ini merupakan kegawatdaruratan medis yang
harus ditangani secara cepat, tepat, dan cermat.1
Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif cepat,
berupa defisit neurologi fokal dan/atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih
atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak. Stroke umumnya dikenal dua macam yaitu stroke non
hemoragik (stroke iskemi) dan stroke hemoragik.1
Stroke non-hemoragik (stroke iskemi) disebabkan oleh penurunan aliran darah
ke otak dan terjadi sekitar 70% dari seluruh stroke. Berkurangnya aliran darah otak ini
dapat disebabkan oleh berbagai hal: misalnya trombus, emboli yang menyumbat salah
satu pembuluh darah, atau gagalnya pengaliran darah oleh sebab lain, misalnya
kelainan jantung (fibrilasi, asistol).2,3
Stroke hemoragik disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak terjadi
sekitar 20-25% dari seluruh stroke. Keadaan penderita stroke hemoragik umumnya
lebih parah. Dan kesadaran umumnya menurun.2,4
Di Indonesia, angka prevalensi penyakit stroke pada daerah urban sekitar 0,5%
(Darmojo , 1990) dan angka insidensi penyakit stroke pada daerah rural sekitar
50/100.000 penduduk (Suhana, 1994). Sedangkan dari data survey Kesehatan Rumah
Tangga (1995) DepKes RI, menunjukkan bahwa penyakit vaskuler merupakan
penyebab kematian pertama di Indonesia.5
Gejala utama pada stroke adalah timbulnya defisit neurologis secara
mendadak. Gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat ringannya gangguan
pembuluh darah dan lokasinya. Manifestasi klinik stroke akut dapat berupa
kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul
mendadak, gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan, gangguan bicara
(bicara pelo), gangguan penglihatan seperti melihat ganda (diplopia), mual muntah
dan sakit kepala.1
Penatalaksanaan stroke pada umumnya ditujukan terhadap fungsi vital yakni
paru, jantung, ginjal, keseimbangan elektrolit dan cairan. Terapi khusus ditujukan
1
untuk pencegahan dan pengobatan komplikasi, rehabilitasi. Tujuan terapi darurat pada
stroke ditujukan untuk mencegah cedera otak akut dengan memulihkan perfusi ke
daerah iskemik noninfark dan mencegah cedera neurologik lebih lanjut.6
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Stroke adalah suatu keadaan hilangnya sebagian atau seluruh fungsi
neurologis (defisit neurologik fokal atau global) yang terjadi secara mendadak,
berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian yang semata-mata
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak karena berkurangnya suplai darah
(stroke iskemik) atau pecahnya pembuluh darah secara spontan.7
Stroke iskemik ialah stroke yang disebabkan oleh penyumbatan lumen
pembuluh darah otak oleh trombus atau embolus, perubahan viskositas darah maupun
kualitas darah, dan gangguan aliran darah sistemik yang menimbulkan gejala serebral
fokal, terjadi mendadak, dan tidak menghilang dalam waktu 24 jam atau lebih.8
B. EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia, angka prevalensi penyakit stroke pada daerah urban sekitar 0,5%
(Darmojo , 1990) dan angka insidensi penyakit stroke pada daerah rural sekitar
50/100.000 penduduk (Suhana, 1994). Sedangkan dari data survey Kesehatan Rumah
Tangga (1995) DepKes RI, menunjukkan bahwa penyakit vaskuler merupakan
penyebab kematian pertama di Indonesia. 5
C. KLASIFIKASI STROKE
Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke. Semuanya berdasarkan atas gambaran
klinik, patologi anatomi, sistem pembuluh darah dan stadiumnya.
I. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya10
1. Stroke iskemik
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Trombosis serebri
c. Emboli serebri
2. Stroke hemoragik
3
II. Berdasarkan stadium10
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Stroke in evolution
c. Completed Stroke
III. Berdasarkan sistem pembuluh darah.10
1. Sistem karotis
2. Sistem vertebrobasiler
D. FAKTOR RESIKO
Terdapat faktor resiko timbulnya stroke dibagi dalam faktor resiko yang tidak
dapat diubah dan faktor resiko yang dapat diubah.
Yang dapat diubah : Hipertensi, DM, merokok, penyalahgunaan alkohol dan obat,
kontrasepsi oral, hematokrit meningkat, bruit karotis asimptomatis, hiperurisemia,
dislipidemia.
Yang tidak dapat diubah : Usia yang meningkat, jenis kelamin pria, ras, riwayat
keluarga, riwayat TIA, atau stroke, penyakit jantung koroner, fibrilasi atrium,
homosisitinuria homozigot atau heterozigot.
E. PATOFISIOLOGI STROKE ISKEMIK
Stroke iskemik ialah stroke yang disebabkan oleh penyumbatan lumen
pembuluh darah otak dan paling sering disebabkan oleh trombus dan embolus.6
Trombosis
Trombosis merupakan penyebab stroke yang paling sering. Biasanya ada
kaitan dengan kerusakan lokal dinding pembuluh darah akibat aterosklerosis.6
4
Stary I lesion: permukaan endotel mengekspresikan suatu molekul adhesi
yaitu molekul selektin E dan selektin P, menarik lebih banyak lagi sel
polimorfonuklear dan monosit pada ruang subendotel.11
Stary II lesion: makrofag mulai memfagosit sejumlah besar LDL (fatty streak)
Stary III lesion: karena proses terus berlanjut makrofag pada akhirnya berubah
menjadi sel foam (foam cell).11
Stary IV lesion: akumulasi lipid di ruang ekstrasel dan mulai bersatu untuk
membentuk suatu inti lipid.11
Stary V lesion: sel otot polos dan fibroblas berpindah membentuk fibroateroma
dengan di dalamnya terdapat inti lipid dan lapisan luarnya tertutupi suatu
fibrosa (fibrous cap)11
Stary VI lesion: ruptur fibrous cap menyebabkan timbulnya trombosis.11
Stary VII and VIII lesions: lesi stabil, berubah menjadi fibrokalsifikasi (Stary
VII lesion) dan akhir terjadi lesi fibrosis dengan banyak kolagen didalamnya
(Stary VIII lesion).11
5
Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada lapisan intima arteria
besar. Bagian intima arteria serebri menjadi tipis dan berserabut, sedangkan sel-sel
ototnya menghilang. Lamina elastika interna robek dan berjumbai, sehingga lumen
pembuluh sebagian terisi oleh materi sklerotik tersebut.6
Plak cenderung terbentuk pada percabangan atau tempat-tempat yang
melengkung. Hilangnya intima akan membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit
menempel pada permukaan yang terbuka sehingga permukaan dinding pembuluh
darah menjadi kasar. Trombosit akan melepaskan enzim, adenosin difosfat yang
mengawali mekanisme koagulasi. Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas dan
membentuk emboli atau dapat tetap tinggal di tempat dan akhirnya seluruh arteria itu
akan tersumbat dengan sempurna.6
Emboli
Sumber embolisasi dapat terletak di arteri karotis atau vertebralis, akan tetapi
dapat juga di jantung dan sistem vaskular sistemik12
1) Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau arteria vertebralis,
dapat berasal dari plak aterosklerotik atau dari trombus yang melekat
pada intima arteri.
2) Embolisasi kardiogenik
a. Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian
kanan dengan bagian kiri atrium atau ventrikel.
6
b. Penyakit jantung reumatoid akut atau menahun yang
meninggalkan gangguan pada katup mitralis
c. Fibrilasi atrium
d. Infark kordis akut
3) Embolisasi akibat gangguan sistemik
a. Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru
b. Embolisasi lemak dan udara atau gas N
Pengurangan aliran darah yang disebabkan oleh sumbatan atau sebab lain,
akan menyebabkan iskemia di suatu daerah otak. Terdapatnya kolateral di daerah
sekitarnya disertai mekanisme kompensasi fokal berupa vasodilatasi, memungkinkan
terjadinya beberapa keadaan berikut:10
a. Pada sumbatan kecil, terjadi daerah iskemia dalam waktu singkat dapat
dikompensasi dengan mekanisme kolateral dan vasodilatasi lokal.
Secara klinis gejala yang timbul adalah transient iscemic attack (TIA),
7
yang timbul dapat berupa hemiparesis sepintas atau amnesia umum
sepintas, yaitu selama < 24 jam.
b. Bila sumbatan agak besar, daerah iskemia lebih luas. Penurunan
cerebral blood flow (CBF) regional lebih besar, tetapi dengan
mekanisme kompensasi masih mampu memulihkan fungsi neurologik
dalam waktu beberapa hari sampai dengan 2 minggu. Mungkin pada
pemeriksaan klinik ada sedikit gangguan. Keadaan ini secara klinik
disebut RIND (Reversibel Ischemic Neurologic Deficit).
c. Sumbatan yang cukup besar menyebabkan daerah iskemia yang luas
sehingga mekanisme kolateral dan kompensasi tidak dapat
mengatasinya. Dalam keadaaan ini timbul defisit neurologis yang
berlanjut.
Pada iskemia otak yang luas, tampak daerah yang tidak homogen akibat
perbedaan tingkat iskemia, yang terdiri dari 3 lapisan area yang berbeda:10
1. Lapisan inti yang sangat iskemik (ischemic-core) terlihat sangat pucat
karena CBF-nya paling rendah. Tampak degenerasi neuron, pelebaran
pembuluh darah tanpa adanya aliran darah. Kadar asam laktat didaerah ini
tinggi dengan PO2 yang rendah. Daerah ini akan mengalami nekrosis.
2. Daerah disekitar ischemic core yang CBF-nya juga rendah, tetapi masih
lebih tinggi daripada CBF di ischemic core. Walaupun sel-sel neuron tidak
sampai mati, fungsi sel terhenti, dan terjadi function paralysis. Pada daerah
ini PO2 rendah, PCO2 tinggi dan kadar asam laktat meningkat. Tentu saja
terdapat kerusakan neuron dalam berbagai tingkat, edema jaringan akibat
bendungan dengan dilatasi pembuluh darah dan jaringan berwarna pucat.
Disebut sebagai ischemic penumbra. Daerah ini masih mungkin
diselamatkan dengan resusitasi dan manajemen yang tepat.
3. Daerah disekiling penumbra tampak berwarna kemerahan dan edema.
Pembuluh darah mengalami dilatasi maksimal, PCO2 dan PO2 tinggi dan
kolateral maksimal. Pada daerah ini CBF sangat meninggi sehingga
disebut sebagai daerah dengan perfusi berlebihan (luxury perfusion) karena
8
melebihi kebutuhan metabolik, sebagai akibat mekanisme sistem kolateral
yang mencoba mengatasi keadaan iskemia.
Meskipun aliran darah otak merupakan faktor penentu utama pada infark otak,
pengalaman klinis serta penilitian pada hewan percobaan menunjukkan bahwa pada
infark otak, pulihnya aliran darah otak ke taraf normal tidak selalu memberikan
manfaat yang diharapkan, berupa hilangnya gejala klinis secara total. Selain faktor
lamanya iskemi, ada hal-hal mendasar lain yang harus diperhitungkan dalam proses
pengobatan infark otak.
Dari percobaan pada hewan terbukti bahwa resusitasi atau reperfusi pada
penutupan/penghentian aliran darah ke otak mencetuskan beberapa reaksi kompleks
di tingkat mikrosirkulasi, iskemia berupa edema jaringan, vasospasme kapiler/arteriol,
penggumpalan sel-sel darah merah, asidosis jaringan, aliran kalsium masuk ke dalam
sel, dan dilepaskannya radikal bebas. Perubahan ini dapat demikian hebat sehingga
disebur sebagai reperfusion injury yang berakibat munculnya gejala neurologik yang
relatif menetap.
Pada dasarnya terjadi 2 perubahan sekunder pada periode reperfusi jaringan
iskemia otak:10
1. Hyperemic paska iskemik atau hiperemia reaktif yang disebabkan oleh
melebarnya pembuluh darah di daerah iskemia. Keadaan ini terjadi
pada ± 20 menit pertama setelah penyumbatan pembuluh darah otak
terutama pada iskemia global otak.
2. Hipoperfusi paska iskemik yang berlangsung antara 6-24 jam
berikutnya. Keadaan ini ditandai dengan vasokontriksi (akibat asidosis
jaringan), naiknya produksi tromboksan A2 dan edem jaringan. Diduga
9
proses ini yang akhirnya menghasilkan nekrosis dan kerusakan sel
yang diikuti oleh munculnya gejala neurologik
Pada proses iskemi fokal terjadi juga perubahan penting didaerah penumbra
pada sel-sel neuron tergantung dari luas dan lama iskemi yaitu:10
1. Kerusakan membran sel
2. Aliran masuk Ca++ ke dalam sel melalui kerusakan reseptor Ca++.
3. Meningkatnya asam arakidonat dalam jaringan, diikuti oleh naiknya kadar
prostaglandin yang menyebabkan vasokontriksi dan meningkatnya agregasi
trombosit.
4. Lepasnya neurotransmiter asam amino eksitatorik didaerah otak tertentu yang
mempunyai kepekaan selektif terhadap iskemia (selective vulnerability) yaitu
daerah-daerah talamus, sel-sel granuler dan purkinje di serebelum, serta
lapisan 3,5,6 korteks piramidalis.
Neurotransmiter glutamat banyak diimplikasikan dalam patofisiologi stroke
iskemik. Dalam keadaan normal, neurotransmiter glutamat terkonsentrasi dalam
terminal saraf (nerve terminal) dan di dalam proses transisi neuronal yang bersifat
eksitatorik. Glutamat diekspresikan di dalam ruangan ekstraseluler dengan cepat
akan di reuptake ke dalam oleh sel. Selain itu dapat terjadi gangguan akibat
disfungsi sel berupa ekses dari glutamat ini baik karena reuptake ke dalam oleh
sel.
Pada keadaan patologis, dapat terjadi gangguan akibat disfungsi sel berupa
ekses dari glutamat ini baik karena reuptake atau, kerusakan karena sel neuron
berisi glutamat juga mengalami gangguan. Selain itu dapat terjadi kebocoran
glutamat akibat kerusakan dinding sel (sitolisis) dan nekrosis dan terjadi juga
proses apoptosis dimana akan menimbulkan influks ion kalsium ke dalam sel.
Penumpukan neurotransmiter di dalam ruangan ekstra seluler menyebabkan
proses eksitotoksisitas glutamat. Selanjutnya akibat dari eksitotoksisitas terhadap
neuron adalah timbulnya edema seluler, degenerasi organel intraseluler serta
degenerasi piknotik inti sel yang diikuti kematian sel.
5. Lepasnya radikal bebas, yaitu unsur yang mempunyai elektron pada lingkar
paling luarnya tidak berpasangan, karena zat ini sangat labil dan sangat reaktif.
10
Dalam keadaaan normal, proses kimia menghasilkan radikal bebas terjadi di
dalam mitokondria sehingga tak menggangu struktur sel lainnya. Pada
kerusakan mitokondria, zat ini bebas dan merusak struktur protein dalam sel
serta menghasilakn zat-zat toksik.
Pada keadaan iskemia fokal, peranan peroksidase lipid sangat penting karena
merupakan bagian dari patofiologi iskemi fokal maupun global. Superoksida,
radikal bebas oksigen telah ditemukan pada iskemia terutama pada periode
reperfusi jaringan, yang berasal dari proses alamiah maupun sebagai tindakan
pengobatan. Radikal bebas oksigen dihasilkan dari proses lipolisis kaskade
arakidonat dalam sel-sel di daerah penumbra. Sumber lain dari superoksida ialah
aktivitas enzimatik (monoaminooksidase) dalam otooksidase dari biologiamin
(epinefrin, serotonin dan sebagainya). Pada iskemia fokal, peroksidase lipid ini
meningkat karena:10
1. Timbulnya edema otak vasogenik/seluler, telah diketahui bahwa endotelium
memproduksi nitrit oksida (NO) dan pada keadaan patologik menhasilkan
radikal bebas yang akan memperburuk timbulnya edema.
2. Pada proses disintegrasi pompa kalsium dan natrium kalium akibat kerusakan
membran sel yang berkaitan dengan pompa ion. Gangguan ini mempercepat
kalsium influks dan natrium influks ke dalam sel.
3. Peroksidasi lipid juga terlihat pada mekanisme eksitatorik neurotransmiter
glutamat. Meningkatnya aktivitas superoksida mempercepat dan memperbesar
pengeluaran neurotransmiter eksitatorik glutamat dan aspartat.
Pada infark serebri yang cukup luas, edema serebri sering timbul akibat
“energy failure” dari sel-sel otak dengan akibat perpindahan elektrolit (Na+, K+)
dan perubahan permeabilitas membran serta gradasi osmotik. Akibatnya terjadi
pembengkakan sel disebut “cytotoxic edema”. Keadaan ini terjadi pada iskemia
berat dan akut seperti hipoksia dan henti jantung. Selain itu edema serebri dapat
juga timbul akibat kerusakan sawar otak yang mengakibatkan permeabilitas
kapiler rusak dan cairan serta protein bertambah mudah memasuki ruangan
ekstraselular sehingga menyebabkan edema vasogenik.10
F. TANDA KLINIS SERANGAN
11
Tekanan perfusi otak merupakan komponen terpenting pada sirkulasi darah
otak yang merupakan integrasi fungsi jantung, pembuluh darah dan komposisi
darah. Tekanan perfusi otak menentukan Cerebral Blood Flow (CBF), dimana
penurunan CBF yang tidak lebih dari 80% masih memungkinkan sel otak untuk
pulih kembali. Sedangkan pada penurunan lebih dari 80 % sudah dipastikan
terjadi kematian sel otak. Kehidupan sel otak sangat tergantung pada sirkulasi
kolateral di otak, faktor resiko, dan perubahan metabolisme di otak.
Pada umumnya manifestasi klinis serangan otak dapat berupa:
1. Baal, kelemahan atau kelumpuhan pada wajah, lengan, atau tungkai
sesisi atau kedua sisi dari tubuh.
2. Penglihatan tiba-tiba kabur atau menurun
3. Gangguan bicara dan bahasa atau pengertian dalam komunikasi
4. Dizziness, gangguan keseimbangan, atau cenderung mudah terjatuh
5. Kesulitan menelan
6. Sakit kepala yang hebat secara tiba-tiba
7. Derilium atau kesadaran berkabut (sudden confusion)
Proses patologis yang terjadi dapat berupa perdarahan (20%) dan iskemia
(80%). Biasanya manifestasi klinis gangguan fungsi otak pada perdarahan lebih
berat oleh karena selain proses iskemi, didapatkan pula proses desak ruang
(hematoma). Amati serta pelajari manifestasi klinis gangguan fungsi otak tersebut
dan segera lakukan tata laksana kegawatdaruratan medik sedini mungkin.
Agaknya waktu antara onset dan IGD (Instalasi Gawat Darurat) di rumah sakit
dimana dapat dilakukan antisipasi medis secara tepat. Peran serta masyarakat juga
sangat menentukan apalagi bila sudah dibekali dengan bagaimana cara pengenalan
serta pemahaman serangan otak.
Diagnosis Serangan Otak
a. Definisi stroke (WHO, 1986; PERDOSSI, 1999) adalah tanda-
tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal, global,
dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau
menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskuler.
b. Diagnosis stroke ditegakkan berdasarkan temuan klinis.
12
c. CT Scan kepala tanpa kontras merupakan pemeriksaan baku
emas untuk perdarahan di otak.
d. Bila tidak memungkinkan, dapat dilakukan CT Scan maka
dapat digunakan :
Algoritme Stroke Gajah Mada
Djunaedi Stroke Score
Siriraj Stroke Score:
(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x vomitus) + (2 x nyeri kepala)+(0,1 x tekanan
diastolik) - (3 x petanda ateroma) -12
keterangan:
derajat kesadaran : 0 kompos mentis; 1 somnolen; 2 sopor/koma
vomitus : 0 tidak ada; 1 ada
nyeri kepala : 0 tidak ada; 1 ada
ateroma : 0 tidak ada; 1 salah satu atau lebih: DM, angina, penyakit
pembuluh darah
e. Pungsi lumbal dapat dilakukan bila ada indikasi khusus
f. MRI dilakukan untuk menentukan lesi patologik stroke lebih
tajam.
g. Neurosonografi untuk mendeteksi stenosis pebuluh darah
ekstrakranial dan intrakranial dalam membantu evaluasi diagnostik, etiologik,
terapeutik, dan prognostik.
Pemeriksaan Penunjang Rutin
Penanganan stroke akut memerlukan pemeriksaan kondisi yang mengiringi stroke
sehingga hasilnya bermanfaat untuk menentukan antisipasinya.
a. Laboratorium :
1. Pemeriksaan DPL, LED, hitung trombosit, masa perdarahan, masa
pembekuan.
2. Gula darah dan profil lipid
3. Ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati, dan urin lengkap
4. Bila perlu pemeriksaan gas darah dengan elektrolit (Natrium, Kalium)
b. Roentgen Toraks
c. Elektrokardiografi
13
Pemeriksaan Penunjang Khusus Atas Dasar Indikasi Dan Fasilitas
Pada kasus stroke yang tidak spesifik atau dengan indikasi pengobatan khusus, perlu
suatu eksplorasi lebih lanjut serta evaluasi khusus.
a. Bila ada dugaan gangguan faal hemostasis :
i. Dilakukan pemeriksaan masa protrombin, APTT,
fibrinogen, D-dimer, protein C dan S, dan agregasi trombosit.
ii. Bila perlu AT III, ACA, homosistein, dan lain-lain.
b. Pemeriksaan lain bila ada dugaan (Lues, HIV, TBC, autoimun, dll)
c. Ekokardiografi transtorakal dam atau transesofageal dilakukan
untuk mengetahui adanya vegetasi emboli di jantung dan aorta proksimal.
d. Angiografi serebral, DSA, MRA, atau CT Scan-Angiografi (AVM,
aneurisma, plak karotis, dan lain-lain)
e. SPECT untuk menilai reperfusi hasil pengobatan, tidak
direkomendasikan untuk pemakaian rutin kasus stroke.
f. EEG dilakukan atas dasar indikasi antara lain, kejang dan
enarterektomi karotis.
G. PENATALAKSANAAN STROKE ISKEMIK
a. Terapi umum8
Bebaskan jalan napas
Menilai pernapasan
Stabilisasi sirkulasi penting untuk perfusi organ-organ tubuh yang
adekuat
b. Terapi khusus8
Reperfusi
o Antitrombotik (antiplatelet: aspirin, dipiridamol, tiklopidin,
klopidogrel, cilostazol, dan antikoagulan: heparin, LMWH,
warfarin)
14
Pemberian aspirin dengan dosis awal 325 mg dalam 24-48 jam
setelah onset stroke dianjurkan untuk setiap stroke iskemi akut.
Pemberian antikoagulan tidak dilakukan sampai ada hasil
pemeriksaan imaging memastikan tidak ada perdarahan
intrakranial. Terhadap penderita yang mendapat pengobatan
antikoagulan perlu dilakukan monitor kadar antikoagulan
o Hemoreologik: pentoksifilin
o rtPA
Neuroproteksi: citicholin, pirasetam, nimodipin
15
BAB III
STATUS NEUROLOGIK
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. J
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 58 tahun
Pekerjaan : Pensiun
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Depok
Pendidikan : Tamat SLTA
Masuk RS : 16 Mei 2009
Pengambilan Data : 16 Mei 2009
II. ANAMNESIS (Dilakukan auto dan allo-anamnesis tanggal 16 Mei 2009)
a. KELUHAN UTAMA
Kelemahan anggota gerak kiri sejak 1 hari (SMRS).
KELUHAN TAMBAHAN : bicara pelo (+), mulu mencong (+).
b. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang dengan keluhan kelemahan anggota gerak kiri sejak 1
hari (SMRS).
Saat 1 hari SMRS, sekitar pukul 10.00 wib pasien pergi ke bank,
sepulangnya dari bank pasien pergi ke bengkel, setibanya di bengkel
pasien tiba-tiba merasa anggota gerak sebelah kiri sulit digerakkan
sehingga membuat pasien terjatuh dari motornya. Bicara tiba-tiba pelo
dan mulut menjadi mencong ke kanan. Oleh pegawai bengkel pasien
16
diantar pulang ke rumah. Saat tiba di rumah, tangan dan kaki kiri
pasien diurut menggunakan minyak dan jahe oleh istrinya.
Kaki kiri masih dapat menapak & berjalan, namun terasa berat
sehingga perlu dipapah.
Sakit kepala (-), mual (-), muntah (-), kesemutan (-), baal (-), melihat
double pada satu atau kedua mata (-), pingsan (-), riwayat trauma (-),
kejang(-), tersedak (-), mengompol (-), tidak dapat menahan buang air
besar (-).
Pasien merupakan penderita hipertensi yang tidak terkontrol sejak 1
tahun yang lalu.
Pasien memiliki kebiasaan merokok sejak muda, sehari biasanya
menghabiskan setengah bungkus rokok. Pasien menyangkal
mengkonsumsi alcohol dan obat-obatan terlarang.
c. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Hipertensi sejak 1 tahun yang lalu dan tidak terkontrol
Riwayat stroke(-)
Diabetes mellitus (-)
Penyakit jantung (-)
Riwayat trauma (-)
Penyakit paru (-)
Riwayat tumor atau keganasan (-)
d. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Diabetes mellitus (-), hipertensi (-), stroke, penyakit paru (-), penyakit
jantung (-), alergi (-).
III. PEMERIKSAAN FISIK (pada tanggal 16 Mei 2009)
Keadaan Umum: tampak sakit ringan
17
a. Kesadaran: compos mentis/ GCS:E4M6V5= 15
b. Sikap : berbaring dan duduk
c. Koperasi: kooperatif
d. Keadaan gizi: baik
e. Tekanan darah: kanan 160/100 mmHg kiri: 160/100 mmHg
f. Nadi: 64 x/menit
g. Suhu: 36,8oC
h. Pernapasan: 16 x/menit
Keadaan Lokal
a. Traumata stigmata: tidak ada
b. Pulsasi arteri carotis: reguler, equal kanan-kiri
c. Perdarahan perifer: capillary refill time < 2 detik
d. KGB: Tidak teraba pembesaran.
e. Columna vertebralis: Lurus di tengah.
Pemeriksaan KepalaMata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Pemeriksaan Leher
JVP : 5-2 cmH2O
Pemeriksaan Jantung
Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba di ICS V linea midclavcula sinistra
Perkusi : Batas kanan : ICS IV linea sternalis dekstra.
Batas kiri : ICS V 1 jari ke medial dari linea midclavicula sinistra
Pinggang jantung: ICS III linea parasternalis sinistra
Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pemeriksaan Paru :
Inspeksi : Simetris dalam keadaan statis dan dinamis
Palpasi : Vokal fremitus sama di kedua lapang paru
18
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : Suara napas vesicular ; Ronki -/-; Wheezing -/-.
Pemeriksaan Abdomen:
Inspeksi : Datar
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepatosplenomegali (-)
Perkusi : Timpani di seluruh lapangan abdomen
Auskultasi : BU (+) normal.
Pemeriksaan Ekstremitas:
o atas: akral hangat (+), edema (-)
obawah: akral hangat (+), edema (-)
IV. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
A. Rangsang Selaput Otak Kanan Kiri
Kaku Kuduk : (-)
Laseque : > 70° > 70°
Laseque Menyilang : (-) (-)
Kernig : > 135° > 135°
Brudzinski I : (-) (-)
Brudzinski II : (-) (-)
B. Peningkatan Tekanan Intrakranial (-)
C. Saraf-saraf Kranialis
N. I : Normosmia kanan dan kiri
N.II Kanan Kiri
Acies Visus : Baik Baik
Visus Campus : Baik Baik
Melihat Warna : Baik Baik
Funduskopi : Refleks fundus (+) Refleks fundus (+)
Papil bulat batas tegas Papil bulat batas
tegas
CDR 0,3 AVR 2/3 CDR 0,3 AVR 2/3
19
Refleks makula (+) Refleks makula(+)
N. III, IV, VI Kanan Kiri
Kedudukan Bola Mata : Ortoposisi Ortoposisi
Pergerakan Bola Mata
Ke Nasal : Baik Baik
Ke Temporal : Baik Baik
Ke Nasal Atas : Baik Baik
Ke Nasal Bawah : Baik Baik
Ke Temporal Atas : Baik Baik
Ke Temporal Bawah : Baik Baik
Eksopthalmus : (-) (-)
Nistagmus : (-) (-)
Pupil : Isokhor Isokhor
Bentuk : Bulat, Ø 3mm Bulat, Ø 3mm
Refleks Cahaya Langsung : (+) (+)
Refleks Cahaya Konsensual: (+) (+)
Akomodasi : Baik Baik
Konvergensi : ` Baik Baik
N. V Kanan Kiri
Cabang Motorik : Baik Baik
Cabang Sensorik
Optahalmik : Baik Baik
Maxilla : Baik Baik
Mandibularis : Baik Baik
N. VII Kanan Kiri
Motorik Orbitofrontal : Baik Baik
Motorik Orbicularis : Baik Deviasi ke kanan
Pengecap Lidah : Baik Baik
N. VIII
Vestibular
Vertigo : (-)
20
Nistagmus : (-)
Cochlear
Tes Rinne (+), Weber tidak ada lateralisasi, Schwabach sama dengan
pemeriksa
Tuli Konduktif : (-)
Tuli Perspeptif : (-)
N. IX, X
Motorik : Baik
Sensorik : Baik
N. XI Kanan Kiri
Mengangkat bahu : Baik Baik
Menoleh : Baik Baik
N. XII
Pergerakan Lidah : Deviasi ke kiri
Atrofi : (-)
Fasikulasi : (-)
Tremor : (-)
D. Sistem Motorik
Ekstremitas Atas Proksimal Distal : 5 5 5 5 3 3 3 3
Ekstremitas Bawah Proksimal Distal : 5 5 5 5 3 3 3 3
E. Gerakan Involunter
Tremor : (-)
Chorea : (-)
Atetose : (-)
Mioklonik : (-)
Tics : (-)
F. Trofik : Normotrofik
G. Tonus : Normotonus
H. Sistem Sensorik
Proprioseptif : Baik
Eksteroseptif : Baik
I. Fungsi Cerebellar dan Koordinasi
Ataxia : TVD
21
Tes Rhomberg : Tidak dilakukan
Disdiadokinesia : TVD
Jari-Jari : TVD
Jari-Hidung : TVD
Tumit-Lutut : TVD
Rebound Pheomenon : TVD
Hipotoni : (-)
J. Fungsi Luhur
Astereognosia : (-)
Apraksia : (-)
Afasia : (-)
K. Fungsi Otonom
Miksi : Baik
Defekasi : Baik
Sekresi Keringat : Baik
Ereksi : Baik
L. Refleks-refleks Fisiologis Kanan Kiri
Kornea : (+) (+)
Berbangkis : (+) (+)
Faring : (+) (+)
Bisep : (+2) (+2)
Trisep : (+2) (+2)
Radius : (+2) (+2)
Dinding Perut : (+) (+)
Otot Perut : (+) (+)
Lutut : (+2) (+2)
Tumit : (+2) (+2)
Cremaster : (+)
Sfingter Ani : Tidak diperiksa
M. Refleks-refleks Patologis Kanan Kiri
Hoffman Tromner : (-) (-)
Babinsky : (+) (+)
Chaddock : (-) (-)
Gordon : (-) (-)
22
Gonda : (-) (-)
Schaeffer : (-) (-)
Klonus Lutut : (-) (-)
Klonus Tumit : (-) (-)
N. Keadaan Psikis
Intelegensia : Baik
Tanda regresi : (-)
Demensi : (-)
V. PEMERIKSAAN LAB
Pemeriksaan Nilai Rujukan Hasil16-05-2009
HematologiHemoglobin 11,7-15,5 g/dl 11,1Hematokrit 31-45% 35Leukosit 5,0-10,0 ribu/Ul 7,1Trombosit 150-440 ribu/Ul 190Eritrosit 3,80-5,20 juta/Ul 4,02VER/HER/KHER/RDWVER 80-100 fl 87,1HER 26-34 pg 27,6KHER 32-36 g/dl 31,7RDW 11,5-14,5 % 13,6Hitung JenisBasofil Eosinofil Netrofil 50-70% 84Limfosit 20-40% 13Monosit 2-8% 4Kimia KlinikFungsi HatiSGOT 0-34 u/l 60SGPT 0-40 u/l 22Protein TotalAlbumin Globulin Fungsi Ginjal Ureum darah 20-40 mg/dl 16Creatinin darah 0,6-1,5 mg/dl 0,8Asam urat darah -DiabetesGlukosa Darah Sewaktu 70-140 mg/dl 101Glukosa Darah Puasa 80-100 mg/dl -
23
Glukosa 2 jam PP 80-145 mg/dl -LemakTrigliserida <150 mg/dl -Kolesterol Total <200 mg/dl -Kolesterol HDL 37-92 mg/dl -Kolesterol LDL <130 mg/dl -ElektrolitNatrium 135-147 mmol/l 136Kalium 3,10-5,10 mmol/l 3,7Klorida 95-108 mmol/l 103
VI. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Foto thorax:
• Jantung:
– Kedua sinus dan diafragma baik
– Tidak ada elongasi aorta
– Apeks tertanam
– CTR < 50 %
• Paru:
– Kadua hilus tidak menebal
– Corakan bronkovaskular baik
– Tulang-tulang dan soft tissue baik
Kesan : jantung dan paru dalam batas normal.
CT scan kepala pada tanggal 16 Mei 2009 potongan aksial tanpa kontras:
24
Infark basal ganglia bilateral dan para ventricle lateralis dextra.
VII. RESUME
Pasien datang dengan keluhan kelemahan anggota gerak kiri sejak 1 hari
(SMRS).
Saat 1 hari SMRS, sekitar pukul 10.00 wib pasien pergi ke bank,
sepulangnya dari bank pasien pergi ke bengkel, setibanya di bengkel
pasien tiba-tiba merasa anggota gerak sebelah kiri sulit digerakkan
sehingga membuat pasien terjatuh dari motornya. Bicara pelo (+), mulut
mencong (+). Kaki kiri masih dapat menapak & berjalan, namun terasa
berat sehingga perlu dipapah.
Sakit kepala (-), mual (-), muntah (-), kesemutan (-), baal (-), melihat
double pada satu atau kedua mata (-), pingsan (-), riwayat trauma (-),
kejang(-), tersedak (-), mengompol (-), tidak dapat menahan buang air
besar (-).
Pasien memiliki kebiasaan merokok sejak muda, sehari biasanya
menghabiskan setengah bungkus rokok. Pasien menyangkal
mengkonsumsi alcohol dan obat-obatan terlarang.
RPD : hiprtensi (+) ± 1 tahun, tidak terkontrol, DM (-), penyakit jantung
(-), riwayat stroke (-), riwayat trauma (-).
RPK : Diabetes mellitus (-), hipertensi (-), stroke (-), penyakit jantung (-).
Pemeriksaan Fisik:
25
Status generalis - KU/Kes : TSS/CM, E4M6V5- Tekanan darah : Kanan: 160/100; kiri: 160/ 100 mmHg - Nadi : 64 x/menit - Pernapasan : 16 x/menit - Suhu : 36,8oC - Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/- - Leher : KGB tidak teraba membesar, nyeri tekan (-)
JVP 5-2 cmH2O - Jantung : Dalam batas normal- Paru-paru : Dalam batas normal - Abdomen : Dalam batas normal- Ekstremitas : Dalam batas normal
Status neurologis:– GCS: E4M6V5= 15
– Pupil : Bulat, isokhor, Ø 3mm/ 3 mm, RCL +/+, RCTL +/+
– TRM : KK (-), >70o/>70o , >135o/>135o
– Peningkatan TIK : (-)
– Nervus cranialis : parese N.VII & N.XII sinistra sentral.
– Motorik : hemiparesis sinistra
– Sensorik : Baik
– Fungsi cerebellar : TVD
dan koordinasi
– Fungsi luhur : Baik
– Fungsi otonom : Baik
– Refleks fisiologis : +2/+2
– Refleks patologis : babinsky +/+
– Keadaan psikis : Baik
VIII. Pemeriksaan Penunjang:
Laboratorium: dalam batas normal.
Foto thorax
Jantung : dalam batas normal.
Pulmo : dalam batas normal.
26
CT-SCAN
Infark basal ganglia bilateral dan para ventricle lateralis dextra.
IX. DIAGNOSIS KERJA
a. Diagnosis Klinis: Parese N.VII & N.XII sinistra, Hipertensi grade II,
hemiparesis sinistra.
b. Diagnosis etiologi: Stroke iskemik e.c trombosis
c. Diagnosis topik: sub cortex.
X. TATA LAKSANA
Medikamentosa :
IVFD asering 500 cc + reotal 15 cc / 8 jam
Aspilet 1 x 80 mg
Brain Act 2 x 500 mg
Simvastatin 1 x 10 mg
Curcuma 3 x 1 tab
Pletaal 2 x 50 mg
Nexium 1 x 1 amp (iv)
Asam folat 2 x 1 tab
Non medikamentosa :
– Rehabilitasi medik: bladder training, fisioterapi pasif sedini mungkin, fisioterapi aktif bila sudah stabil
– Diet rendah lemak, purin dan garam.
XI. RENCANA PEMERIKSAAN
-
XII. PROGNOSA
27
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Daftar Pustaka
1. Mansjoer, arif, suprohaita, dkk. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2. Ed III.
Fakultas Kedokteran UI: Media Aesculapius.hal 17
2. Becker, Joseph U , Charles R Wira, Jeffrey L Arnold. Stroke, Ischemic.
Emedicine. Article Last Updated: Oct 9, 2008.
3. Jauch ,Edward C, Brett Kissela, Brian Stettler. Acute Stroke Management.
Emedicine. Article Last Updated: Feb 5, 2008.
4. Adams and Victor’s. Principles of Neurology. 8th ed. Ropper AH, Brown RH
5. PERDOSI. Standar Pelayanan Medis (SPM) dan Standar Prosedur
Operasional (SPO) Neurologi.2006. hal17.
6. RSCM. PANDUAN PELAYANAN MEDIS DEPARTEMEN
NEUROLOGI.2005.
7. Misbach, Jusuf. STROKE Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.hal:2-7,52-53.
28