bab i, ii, iii perbaikan

57
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Jepang merupakan salah satu bahasa asing yang banyak dipelajari di Sekolah Menengah Atas (SMA) di Indonesia dewasa ini. Kebutuhan akan keterampilan berbahasa asing bertambah pesat seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi yang menuntut generasi penerus bangsa mampu mengimbangi arus globalisasi saat ini. Namun, pada kenyataannya tidak semua individu mempunyai minat yang sama besar terhadap bahasa asing, terutama bahasa Jepang. Penulisan huruf yang berbeda, tata bahasa yang berbeda pola dengan bahasa ibu menjadi kesulitan tersendiri. Akan tetapi, hal tersebut bukanlah menjadi suatu halangan bagi seorang pendidik untuk mengajarkan bahasa Jepang kepada para peserta didik. Seorang pengajar sebagaimana perannya dalam mendidik

Upload: airashii-nezwa

Post on 02-Aug-2015

78 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I, II, III Perbaikan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa Jepang merupakan salah satu bahasa asing yang banyak dipelajari di

Sekolah Menengah Atas (SMA) di Indonesia dewasa ini. Kebutuhan akan

keterampilan berbahasa asing bertambah pesat seiring dengan perkembangan

zaman dan kemajuan teknologi yang menuntut generasi penerus bangsa

mampu mengimbangi arus globalisasi saat ini. Namun, pada kenyataannya

tidak semua individu mempunyai minat yang sama besar terhadap bahasa

asing, terutama bahasa Jepang. Penulisan huruf yang berbeda, tata bahasa

yang berbeda pola dengan bahasa ibu menjadi kesulitan tersendiri. Akan

tetapi, hal tersebut bukanlah menjadi suatu halangan bagi seorang pendidik

untuk mengajarkan bahasa Jepang kepada para peserta didik. Seorang

pengajar sebagaimana perannya dalam mendidik dan mencerdaskan anak

bangsa harus berfikir kreatif agar pembelajaran dapat berjalan dengan baik

dan tujuan pembelajaran pun tercapai dengan hasil optimal.

Kesulitan peserta didik dalam mempelajari bahasa asing adalah hambatan

dalam kegiatan pembelajaran yang kerap terjadi dalam dunia pendidikan.

Pengajar mempunyai andil besar dalam mengatasi kesulitan yang dialami

peserta didik dalam mempelajari bahasa asing tersebut. Salah satunya adalah

adalah dengan strategi, teknik bahkan metode pembelajaran yang tepat sebagai

1

Page 2: BAB I, II, III Perbaikan

2

jalan untuk memudahkan siswa menyerap ilmu pengetahuan sehingga tujuan

yang diharapkan dapat tercapai.

Pembelajaran bahasa asing menuntut pemelajarnya untuk aktif berbicara

sehingga dapat mendukung kemampuan verbalnya dalam menerapkan pola

kalimat dan kosakata yang telah dipelajari. Dewasa ini, guru tak hanya sebagai

pendidik namun juga harus dapat menempatkan diri sebagai fasilitator yang

bisa mendorong siswanya untuk aktif berbicara. Karena keaktifan berbicara

sangat berperan sebagai tolak ukur dalam penguasaan bahasa asing.

Tercapainya tujuan tersebut, tentu tak lepas dari metode yang digunakan yang

memotivasi siswa untuk meningkatkan kemampuan berbicara mereka.

Pemilihan metode pembelajaran yang tepat bisa mewujudkan tujuan-tujuan

yang ingin dicapai. Pada penelitian kali ini, peneliti mencoba meneliti sebuah

pengembangan metode dalam model pembelajaran kooperatif, yaitu talking

stick. Sebagai metode pembelajaran inovatif, metode talking stick merupakan

metode pembelajaran yang dapat mendorong siswanya untuk aktif sehingga

tercipta suasana pembelajaran yang menyenangkan.

Metode Talking stick sebelumnya telah diteliti oleh Dewi Setyawati Nur

Fadhillah dalam jurnal pendidikan biologinya dengan judul “Hasil Belajar

Biologi Melalui Penerapan Metode Talking Stick dalam Model Learning

Cycle Ditinjau dari Motivasi Belajar Siswa di SMA Negeri 5 Surakarta”.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Herdyna Usi Velawati dalam penelitian

eksperimennya yang berjudul “Implementasi Pembelajaran Kooperatif

Page 3: BAB I, II, III Perbaikan

3

Tipe Snowball Drilling dan Talking Stick Terhadap Prestasi Belajar

Ekonomi Ditinjau dari Motivasi Belajar Siswa”.

Dengan dilatarbelakangi hal tersebut, maka peneliti bermaksud untuk meneliti

bagaimanakah pengaruh talking stick terhadap kemampuan berbicara dan hasil

belajar bahasa Jepang siswa kelas XI di SMKN 26 Jakarta Timur dalam

penelitian eksperimen yang berjudul “PENGARUH PENERAPAN

METODE TALKING STICK DALAM MENINGKATKAN HASIL

BELAJAR BAHASA JEPANG SISWA”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka

diidentifikasi masalah sebagai berikut.

1. Adanya asumsi siswa bahwa mata pelajaran bahasa Jepang sulit.

2. Pembelajaran yang pasif di kelas membuat suasana pembelajaran menjadi

tidak menyenangkan dan kurang membuat siswa aktif.

3. Perlunya suatu metode pembelajaran yang dapat menciptakan kegiatan

pembelajaran menjadi aktif dan menyenangkan sehingga diharapkan dapat

berpengaruh terhadap hasil belajar bahasa Jepang siswa.

C. Pembatasan Masalah

Sedangkan untuk memfokuskan masalah dalam penelitian, maka dilakukan

pembatasan masalah sebagai berikut.

Page 4: BAB I, II, III Perbaikan

4

1. Penelitian ini akan meneliti tentang suatu metode pembelajaran yang

memiliki kemungkinan berpengaruh terhadap hasil belajar siswa, yaitu

metode talking stick.

2. Penelitian difokuskan pada hasil belajar bahasa Jepang siswa yang

meliputi kemampuan berbicara, mendengar dan menulis, apakah hasilnya

dipengaruhi oleh metode talking stick atau tidak.

3. Penelitian ini hanya akan meneliti apakah metode pembelajaran talking

stick ini mempunyai pengaruh dalam meningkatkan hasil belajar siswa

dalam mata pelajaran bahasa Jepang.

D. Perumusan Masalah

Bertitik tolak dari permasalahan yang peneliti kemukakan dalam penelitian

ini, maka muncul permasalahan yang akan dicarikan jalan pemecahannya.

Secara umum, yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut.

1. Adakah pengaruh pembelajaran bahasa Jepang dengan metode talking

stick dan metode konvensional tehadap hasil belajar siswa?

2. Bagaimanakah hasil belajar bahasa Jepang siswa setelah diterapkan

metode pembelajaran talking stick?

Page 5: BAB I, II, III Perbaikan

5

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian perlu dirumuskan agar hasil yang dicapai terlihat dengan

jelas. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh hasil-hasil yang objektif dari

bahan yang diteliti, yaitu:

1. Untuk mengetahui pengaruh pembelajaran bahasa Jepang siswa dengan

metode talking stick.

2. Untuk mengetahui hasil belajar bahasa Jepang siswa setelah diterapkan

metode talking stick dalam kegiatan pembelajaran.

F. Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan sebuah penelitian tentang metode pembelajaran

talking stick, dan pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa kelas XI dalam

pembelajaran bahasa Jepang di SMKN 26 Jakarta Timur. Yang dimaksud

dengan SMKN 26 Jakarta Timur sebagai lokasi penelitian ini adalah sekolah

menengah kejuruan negeri yang terdapat di Jakarta Timur dan telah

menerapkan bahasa Jepang sebagai salah satu kurikulum bahasa asing yang

harus dipelajari setiap siswanya sebagai kurikulum intrasekolah. Sedangkan

yang dimaksud dengan siswa kelas XI adalah seluruh siswa yang mempelajari

bahasa Jepang di kelas XI.

Page 6: BAB I, II, III Perbaikan

6

G. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian eksperimen ini direncanakan akan dilaksanakan di SMKN 26

Jakarta Timur, karena sekolah tersebut berdasarkan data yang peneliti

dapatkan belum pernah dilakukan penelitian sejenis. Siswa yang menjadi

objek penelitian ini adalah siswa kelas XI SMKN 26 Jakarta Timur

semester ganjil tahun ajaran 2012/2013 sebanyak 12 kelas dengan jumlah

siswa sekitar ± 30 orang tiap kelasnya.

2. Waktu Penelitian

Untuk melakukan penelitian ini, peneliti merencanakan jadwal penelitian

agar penelitian yang dilakukan dapat berlangsung secara sistematis, efisien

dan efektif. Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan pada semester

ganjil bulan Juli – Desember tahun akademik 2012/2013.

H. Manfaat Penelitian

Secara umum penelitian ini diharapkan mampu memberi manfaat bagi seluruh

civitas akademik di bidang pendidikan kebahasaan sehingga bisa diterapkan

dalam kegiatan pembelajaran. Secara khusus, dapat diuraikan sebagai berikut.

1. Bagi peneliti

Peneliti dapat memberikan sumbangan pemikiran dan pengalaman tentang

penelitian eksperimen. Setelah penelitian ini dilaksanakan, peneliti dapat

Page 7: BAB I, II, III Perbaikan

7

mengetahui pengaruh metode talking stick dalam pembelajaran bahasa

Jepang.

2. Bagi siswa

Metode ini diujicobakan untuk mempermudah dan meningkatkan hasil

belajar siswa dalam mempelajari bahasa Jepang.

3. Bagi pendidik

Hasil penelitian ini dapat dijadikan alternatif model pengajaran bahasa

Jepang sehingga pendidik dapat memilih strategi pembelajaran yang

kreatif dan bervariasi agar kegiatan pembelajaran berlangsung secara

menarik.

Page 8: BAB I, II, III Perbaikan

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teoritis

1. Pengertian Pembelajaran

Menurut UUSPN No.20 Tahun 2003 dijelaskan bahwa pembelajaran

adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar

pada suatu lingkungan belajar.

Pembelajaran menurut Surya, (2004) pembelajaran merupakan suatu

proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan

perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman

individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Knirk & Gustafson (2005) menjelaskan bahwa pembelajaran merupakan

setiap kegiatan yang dirancang oleh guru untuk membantu seseorang

mempelajari suatu kemampuan dan atau nilai yang baru dalam suatu

proses yang sistematis melalui tahap rancangan, pelaksanaan, dan evaluasi

dalam konteks kegiatan belajar mengajar.

Dari pengertian pembelajaran di atas, dapat ditarik kesimpulan mengenai

pembelajaran, bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik

dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat

Page 9: BAB I, II, III Perbaikan

9

terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran

dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik.

Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta

didik agar dapat belajar dengan baik.

A. Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran Kooperatif atau Cooperative Learning merupakan

istilah umum untuk sekumpulan strategi pengajaran yang dirancang

untuk mendidik kerja sama kelompok dan interaksi antarsiswa.1

Tujuan pembelajaran kooperatif setidak-tidaknya meliputi tiga tujuan

pembelajaran, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap

keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial.

Strategi ini berlandaskan pada teori belajar Vygotsky (1978, 1986)

yang menekankan pada interaksi sosial sebagai sebuah mekanisme

untuk mendukung perkembangan kognitif 2. Selain itu, metode ini juga

didukung oleh teori belajar information processing dan cognitive

theory of learning. Dalam pelaksanaannya metode ini membantu siswa

untuk lebih mudah memproses informasi yang diperoleh, karena

proses encoding akan didukung dengan interaksi yang terjadi dalam

Pembelajaran Kooperatif. Pembelajaran dengan metode Pembelajaran

1 Jacobsen, David A.; Eggen, Paul; Kauchak, Donald (2009). Metode-metode pengajaran. Penerbit Pustaka Pelajar, hlm 29.2 Eggen, Paul; Kauchak, Donald (2010). Educational Psychology. Pearson Education, Inc. Hlm. 56

Page 10: BAB I, II, III Perbaikan

10

Kooperatif dilandasakan pada teori Cognitive karena menurut teori ini

interaksi bisa mendukung pembelajaran.

Metode pembelajaran cooperative learning mempunyai manfaat-

manfaat yang positif apabila diterapkan di ruang kelas. Beberapa

keuntungannya antara lain: mengajarkan siswa menjadi percaya pada

guru, kemampuan untuk berfikir, mencari informasi dari sumber lain

dan belajar dari siswa lain; mendorong siswa untuk mengungkapkan

idenya secara verbal dan membandingkan dengan ide temannya; dan

membantu siswa belajar menghormati siswa yang pintar dan siswa

yang lemah, juga menerima perbedaan ini 3. Ironisnya, model

pembelajaran kooperatif belum banyak diterapkan dalam pendidikan

walaupun orang Indonesia sangat membanggakan sifat gotong royong

dalam kehidupan bermasyarakat.

Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang didasarkan pada

alasan bahwa manusia sebagai makhluk individu yang berbeda satu

sama lain sehingga konsekuensi logisnya manusia harus menjadi

makhluk sosial, makhluk yang berinteraksi dengan sesama (Nurhadi

2003: 60)

3 Yamin, Martinis; Ansari, Bansu (2008). Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual Siswa. Gaung Persada Press, hlm 56

Page 11: BAB I, II, III Perbaikan

11

Abdurrahman dan Bintoro (2000) dalam Nurhadi 2003:61 menyatakan

pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya

terdapat elemen-elemen yang saling terkait. Adapun berbagai elemen

dalam pembelajaran kooperatif adalah adanya (1) saling

ketergantungan positif, (2) interaksi tatap muka, (3) akuntabilitas

individual, dan (4) keterampilan untuk menjalin hubungan antara

pribadi atau keterampilan sosial yang secara sengaja diajarkan.

Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua kerja

kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil

yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong harus

diterapkan:

1. Saling ketergantungan positif

2. Tanggungjawab perseorangan 

3. Tatap Muka

4. Komunikasi antar anggota

5. Evaluasi proses kelompok (Anita Lie, 1999 : 30)

Model pembelajaran kooperatif sangat berbeda dengan pengajaran

langsung. Di samping model pembelajaran kooperatif dikembangkan

untuk mencapai hasil belajar akademik, model pembelajaran

kooperatif juga efektif untuk mengembangkan keterampilan sosial

siswa (Usman, 2002 : 30).

Page 12: BAB I, II, III Perbaikan

12

Jadi pola belajar kelompok dengan cara kerjasama antar siswa dapat

mendorong timbulnya gagasan yang lebih bermutu dan meningkatkan

kreativitas siswa, pembelajaran juga dapat mempertahankan nilai

sosial bangsa Indonesia yang perlu dipertahankan. Ketergantungan

timbal balik mereka memotivasi mereka untuk dapat bekerja lebih

keras untuk keberhasilan mereka, hubungan kooperatif juga

mendorong siswa untuk menghargai gagasan temannya bukan

sebaliknya.

Adapun karakteristik pembelajaran kooperatif adalah:

a. Siswa bekerja dalam kelompok untuk menuntaskan materi belajar.

b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki keterampilan tinggi,

sedang dan rendah. 

c. Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya,

suku, dan jenis kelamin yang berbeda. 

d. Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu

(Ibrahim. dkk, 2000 : 6).

Tujuan penting lain dari pembelajaran kooperatif adalah untuk

mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi.

Keterampilan ini amat penting untuk dimiliki di dalam masyarakat di

mana banyak kerja orang dewasa sebagian besar dilakukan dalam

Page 13: BAB I, II, III Perbaikan

13

organisasi yang saling bergantungan satu sama lain dan di mana

masyarakat secara budaya semakin beragam (Ibrahim, dkk, 2000 : 9).

Sedangkan menurut Linda Lungren (1994 : 120) dalam (Ibrahim, dkk.

2000 : 18) ada beberapa manfaat pembelajaran kooperatif bagi siswa

dengan prestasi belajar yang rendah, yaitu:

1. Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas

2. Rasa harga diri menjadi lebih tinggi

3. Memperbaiki sikap terhadap sekolah

4. Memperbaiki kehadiran 

5. Angka putus sekolah menjadi rendah

6. Penerimaan terhadap perbedaan individu menjadi lebih besar

7. Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil

8. Konflik antar pribadi berkurang

9. Sikap apatis berkurang

10. Pemahaman yang lebih mendalam

11. Motivasi lebih besar

12. Hasil belajar lebih tinggi 

13. Retensi lebih lama

14. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi

Jadi, pembelajaran kooperatif mencerminkan pandangan bahwa

manusia belajar dari pengalaman mereka dan partisipasi aktif dalam

Page 14: BAB I, II, III Perbaikan

14

kelompok kecil membantu siswa belajar keterampilan sosial yang

penting, sementara itu secara bersamaan mengembangkan sikap

demokrasi dan keterampilan berpikir logis.

2. Pengertian Hasil Belajar

Setiap proses belajar yang dilaksanakan oleh peserta didik akan

menghasilkan hasil belajar. Di dalam proses pembelajaran, guru sebagai

pengajar sekaligus pendidik memegang peranan dan tanggung jawab yang

besar dalam rangka membantu meningkatkan keberhasilan peserta didik

dipengaruhi oleh kualitas pengajaran dan faktor intern dari siswa itu

sendiri.

Dalam setiap mengikuti proses pembelajaran di sekolah sudah pasti setiap

peserta didik mengharapkan mendapatkan hasil belajar yang baik, sebab

hasil belajar yang baik dapat membantu peserta didik dalam mencapai

tujuannya. Hasil belajar yang baik hanya dicapai melalui proses belajar

yang baik pula. Jika proses belajar tidak optimal sangat sulit diharapkan

terjadinya hasil belajar yang baik.

Menurut Hamalik (2001:159) bahwa hasil belajar menunjukkan kepada

prestasi belajar, sedangkan prestasi belajar itu merupakan indikator adanya

derajat perubahan tingkah laku siswa.

Page 15: BAB I, II, III Perbaikan

15

Menurut Nasution (2006:36) hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi

tindak belajar mengajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang

diberikan guru.

Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjiono (2002:36) hasil belajar adalah

hasil yang ditunjukkan dari suatu interaksi tindak belajar dan biasanya

ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru.

Sebagaimana yang dikemukakan Harnalik (1995:48) hasil belajar adalah

“Perubahan tingkah laku subjek yang meliputi kemampuan kognitif,

afektif dan psikomotor dalam situasi tertentu berkat pengalamannya

berulang-ulang”. Pendapat tersebut didukung oleh Sudjana (2005:3)

“hasil belajar ialah perubahan tingkah laku yang mencakup bidang

kognitif, afektif, dan psikomotorik yang dimiliki siswa setelah menerima

pengalaman belajarnya”.

Dengan kata lain, hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh

individu setelah proses belajar berlangsung, yang dapat memberikan

perubahan tingkah laku baik pengetahuan, pemahaman, sikap dan

keterampilan siswa sehingga menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar

merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah terjadinya proses

Page 16: BAB I, II, III Perbaikan

16

pembelajaran yang ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan oleh guru

setiap selesai memberikan materi pelajaran pada satu pokok bahasan.

3. Pengertian Metode Pembelajaran

Metode adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu

pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki; cara yang

bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai

tujuan yang ditentukan (Tim Pusat Bahasa Departemen Pendidikan

Nasional, 2008 : 910).

Pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk

memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan,

sebagai hasil dari pengalaman individu dalam berinteraksi dengan

lingkungannya’. (Surya dalam Sukirman, 2007:6). Istilah pembelajaran

pada awalnya lazim disebut dengan proses belajar mengajar. Belajar dan

pembelajaran merupakan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dalam

kehidupan manusia. Dengan belajar manusia dapat mengembangkan

potensi-potensi yang dimilikinya.

Metode pembelajaran yang dmaksud dalam penelitian ini adalah prosedur,

urutan, langkah-langkah dan cara yang digunakan guru dalam mencapai

tujuan pembelajaran.

Page 17: BAB I, II, III Perbaikan

17

Sanjaya (2010:126) menyatakan bahwa “Metode adalah upaya

mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata

agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal”. Sedangkan

menurut Sudjana (2005:76) “Metode pembelajaran ialah cara yang

dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat

berlangsungnya pengajaran”. Jadi di sini jelas bahwa untuk melaksanakan

proses pembelajaran dibutuhkan suatu metode sebagai alat pencapaian

tujuan pembelajaran. Dengan metode ini diharapkan terciptanya suatu

interaksi edukatif antara guru dan siswa. Dalam interaksi ini guru berperan

sebagai penggerak atau pembimbing. Proses interaksi ini akan berjalan

baik apabila siswa banyak aktif dibandingkan dengan guru sehingga siswa

tidak merasa bosan mengikuti pembelajaran. Fujioka (2007) menyatakan

“Where the traditional style of teaching used, they feel tired and bored,

and they say they feel like their present is not needed”. Intinya jika guru

menggunakan gaya mengajar yang tradisional, siswa akan merasa bosan

dan siswa merasa kehadiran mereka tidak dibutuhkan karena proses

pembelajaran berpusat pada guru. Oleh karena itu metode mengajar yang

baik adalah metode yang dapat menumbuhkan motivasi siswa untuk ingin

mengikuti proses belajar.

Metode sangat berperan penting dalam pendidikan, karena metode

merupakan pondasi awal untuk mencapai suatu tujuan pendidikan dan asas

keberhasilan sebuah pembelajaran. Apabila metode yang dipakai dengan

baik maka hasilnya akan berdampak pada mutu pendidikan yang baik,

Page 18: BAB I, II, III Perbaikan

18

namun jika metode yang dipakai tidak baik maka hasilnya pun akan

berakibat pada mutu pembelajaran yang tidak akan baik juga. Menurut

Barizi (2009:119) dalam memahami dan memilih metode perlu

memperhatikan hal-hal berikut:

1. Tujuan yang hendak di capai.

2. Keadaan siswa yang mencakup pertimbangan tentang kecerdasan,

kematangan, gaya atau cara belajar perbedaan individual dan

sebagainya.

3. Kemampuan guru dalam menggunakan metode, sifat dan bahan

pelajaran.

4. Alat-alat yang tersedia.

5. Situasi yang melingkupi pembelajaran seperti situasi kelas, dan

lingkungan sekolah.

Apabila sebelum melaksanakan pembelajaran seorang guru

memperhatikan hal-hal tersebut, maka pembelajaran dengan metode yang

tepat akan membuat pembelajaran menjadi lebih bermakna dan hasil

belajar yang diperoleh siswa juga akan sesuai dengan target yang hendak

dicapai guru.

4. Pengertian Metode Pembelajaran Talking Stick

Metode talking stick merupakan salah satu metode dari pengembangan

model pembelajaran kooperatif. Talking Stick merupakan suatu metode

Page 19: BAB I, II, III Perbaikan

19

pembelajaran dengan bantuan tongkat, siapa yang memegang tongkat

wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah murid mempelajari materi

pokoknya (Kiranawati, 2007) 4.

Menurut Ramadhan (2010: www.tarmizi.wordpres.com) menyatakan

bahwa “Talking Stick (tongkat berbicara) adalah metode yang pada

mulanya digunakan oleh penduduk asli Amerika untuk mengajak semua

orang berbicara atau menyampaikan pendapat dalam suatu forum

(pertemuan antar suku)”.

Tongkat berbicara digunakan oleh kalangan dewan untuk memutuskan

siapa yang mempunyai hak berbicara. Pada saat pimpinan rapat mulai

berdiskusi dan membahas masalah, ia harus memegang tongkat berbicara.

Tongkat akan pindah ke orang lain apabila ia ingin berbicara atau

menanggapinya. Dengan cara ini tongkat berbicara akan berpindah dari

satu orang ke orang lain jika orang tersebut ingin mengemukakan

pendapatnya. Apabila semua mendapatkan giliran berbicara, tongkat itu

lalu dikembalikan lagi ke ketua atau pimpinan rapat.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Talking Stick dipakai

sebagai tanda seseorang mempunyai hak suara (berbicara) yang diberikan

secara bergiliran atau bergantian.

4 Kiranawati, Talking Stick (Guru Pkn Belajar Menulis), 2007, http://www.wordpress.com/html, 7 April 2010.

Page 20: BAB I, II, III Perbaikan

20

The Native Americans used talking sticks during tribal meetings to

designate who was allowed to speak. Whoever held the talking

stick had the right to speak, and all others present were to listen

silently. Many elementary teachers employ the talking stick to

teach children to take turns speaking and listening. The talking

stick can be an effective classroom management tool. (Gagnor

dalam The Talking Stick Ideas for Elementary).

Merujuk pada definisi istilahnya, metode Talking Stick dapat diartikan

sebagai metode pembelajaran bermain tongkat, yaitu pembelajaran yang

dirancang untuk mengukur tingkat penguasaan materi pelajaran oleh murid

dengan menggunakan media tongkat.

Talking stick sebagaimana dimaksudkan penelitian ini, dalam proses

belajar mengajar di kelas berorientasi pada terciptanya kondisi belajar

melalui permainan tongkat yang diberikan dari satu siswa kepada siswa

yang lainnya pada saat guru menjelaskan materi pelajaran dan selanjutnya

mengajukan pertanyaan. Saat guru selesai mengajukan pertanyaan, maka

siswa yang sedang memegang tongkat itulah yang memperoleh

kesempatan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Hal ini dilakukan

hingga semua siswa berkesempatan mendapat giliran menjawab

pertanyaan yang diajukan guru. Setelah siswa mnegikuti proses

pembelajaran dengan menggunakan metode talking stick ini diharapkan

Page 21: BAB I, II, III Perbaikan

21

siswa dapat memperoleh banyak pengetahuan dan keterampilan. Siswa

termotivasi untuk belajar lebih giat, kegiatan belajar menjadi

menyenangkan dan tidak membosankan.

a) Langkah-langkah Metode Talking Stick

Adapun langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan

metode talking stick menurut Suprijono (2011:109) adalah sebagai

berikut:

1) Guru menyiapkan sebuah tongkat.

2) Guru menjelaskan materi pokok yang akan dipelajari.

3) Kemudian siswa menbaca materi secara lengkap.

4) Guru mengambil tongkat dan memberikan tongkat kepada salah

satu siswa dan siswa yang memgang tongkat terakhir harus

menjawab pertanyaan dari guru.

5) Ketika tongkat bergulir dari siswa satu ke siswa yang lainnya

diiringi dengan lagu.

6) Tongkat diberikan kepada siswa lain dan guru memberikan

petanyaan lagi dan seterusnya.

7) Siswa diberi kesempatan untuk refleksi terhadap materi yang

telah dipelajarinya.

8) Guru memberikan ulasan terhadap seluruh jawaban yang

diberikan siswa.

9) Siswa bersama guru menrumuskan kesimpulan

Page 22: BAB I, II, III Perbaikan

22

Pada prinsipnya, metode talking stick merupakan metode

pembelajaran interaktif karena menekankan pada keterlibatan aktif

siswa selama proses pembelajaran. Dengan menggunakan metode

pembelajaran yang variatif tersebut maka siswa dapat cepat

menyerap informasi yang disampaikan oleh guru pada saat

pembelajaran.

b) Kelebihan dan Kelemahan Metode Talking Stick

Dalam metode ini terdapat beberapa kelebihan, dan kekurangan

antara lain:

Kelebihan:

1) Menguji kesiapan siswa

2) Melatih siswa memahami materi dengan cepat

3) Agar lebih giat belajar (belajar dahulu sebelum pelajaran

dimulai)

Kelemahan:

Kelemahan Talking Stick dalam kegiatan pembelajaran adalah dapat

membuat siswa senam tegang jika sebelumnya tidak mempersiapkan

atau memperhatikan materi dengan baik.

Page 23: BAB I, II, III Perbaikan

23

B. Penelitian yang Relevan

Dewi Setyawati Nur Fadhillah dalam penelitiannya yang berjudul “Hasil

Belajar Biologi Melalui Penerapan Metode Talking Stick dalam Model

Learning Cycle Ditinjau dari Motivasi Belajar Siswa di SMA Negeri 5

Surakarta” meneliti penerapan metode talking stick dan didapat analisis data

sebagai berikut:

Var Ranah P-value Kriteria Keputusan

A Kognitif 0,029 p-value >0,05 Ho ditolak

A Afektif 0,011 p-value > 0,05 Ho ditolak

A Psikomotor 0,008 p-value < 0,05 Ho ditolak

Berdasarkan tabel di atas, ada perbedaan yang signifikan rata – rata hasil

belajar biologi ranah kognitif, afektif dan psikomotor berdasarkan model

pembelajaran (kelompok kontrol dengan model pembelajaran konvensional

dan kelompok eksperimen dengan metode Talking Stick dalam model

Learning Cycle) sehingga diinterpretasikan penerapan metode Talking Stick

dalam model Learning Cycle berpengaruh terhadap hasil belajar biologi ranah

kognitif, afektif dan psikomotor.

Kemudian berdasarkan Hasil Uji Lanjut Anava (Uji Bonferroni) Pengaruh

Metode Talking Stick dalam model Learning Cycle terhadap Hasil Belajar

Biologi adalah sebagai berikut.

Page 24: BAB I, II, III Perbaikan

24

Ranah Difference

Of Means

P-Value Keputusan

Kognitif 5,226 0,0294 Ho Ditolak

Afektif 5,183 0,0109 Ho Ditolak

Psikomotor 4,194 0,0079 Ho Ditolak

Berdasarkan tabel di atas, terdapat perbedaan rata - rata yang signifikan hasil

belajar biologi ranah kognitif, afektif dan psikomotor antara metode Talking Stick

dalam model Learning Cycle dan model konvensional. Rata – rata nilai hasil

belajar biologi ranah kognitif untuk metode Talking Stick dalam model Learning

Cycle lebih tinggi dibandingkan rata – rata nilai hasil belajar biologi kognitif,

afektif dan psikomotor pada model konvensional, sehingga dapat

diinterpretasikan metode Talking Stick dalam model Learning Cycle lebih baik

dan efektif daripada model pembelajaran konvensional. Hal ini disebabkan

karena metode Talking Stick dalam model Learning Cycle dapat

meningkatkan kualitas pemahaman siswa dan mendorong peserta didik untuk

berani mengemukakan pendapat. Siswa didorong untuk menemukan

pengetahuan secara bermakna serta mengaitkan antara pengetahuan lama

dengan pengetahuan yang baru dan mengaplikasikannya dalam kehidupan

sehari – hari, sehingga terjadi kebermaknaan belajar. Siswa aktif melalui

diskusi untuk menyelesaikan masalah sehingga akan meningkatkan

keterampilan berfikir siswa baik siswa yang pandai maupun siswa yang

kurang pandai.

Page 25: BAB I, II, III Perbaikan

25

Selanjutnya talking stick pernah diteliti oleh Hardyna Usi Velawati dalam

penelitian eksperimennya yang berjudul “Implementasi Pembelajaran

Kooperatif Tipe Snowball Drilling dan Talking Stick Terhadap Prestasi

Belajar Ekonomi Ditinjau dari Motivasi Belajar Siswa” yang mana hasil

penelitiannya menggunakan α = 5% menunjukkan 1) “Ada pengaruh yang

signifikan penggunaan metode pembelajaran Snowball Drilling dan Talking

Stick terhadap prestasi belajar ekonomi” dapat diterima. Hal ini berdasarkan

analisis variansi dua jalan diketahui bahwa Fhitung > Ftabel sebesar 4,262 >

3,998 dan nilai sig. atau probabilitas sebesar 0,043 < 0,05. 2) “Ada pengaruh

yang signifikan motivasi belajar siswa terhadap prestasi belajar ekonomi”

dapat diterima. Hal ini berdasarkan analisis variansi dua jalan diketahui bahwa

Fhitung > Ftabel sebesar 26,329 > 3,148 dan nilai sig. atau probabilitas

sebesar 0,000 < 0,05. 3) “Ada interaksi antara metode pembelajaran Snowball

Drilling dan Talking Stick ditinjau dari motivasi belajar siswa terhadap

prestasi belajar ekonomi” tidak dapat diterima. Hal ini berdasarkan analisis

variansi dua jalan diketahui bahwa Fhitung > Ftabel sebesar 0,820 < 3,148 dan

nilai sig. atau probabilitas sebesar 0,445 > 0,05.

Dari kedua penelitian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa talking stick

dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran biologi, kemudian

talking stick juga mempunyai pengaruh terhadap prestasi belajar siswa dalam

pelajaran ekonomi. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti mencoba untuk

menerapkan pembelajaran dengan metode talking stick ini dalam kegiatan

Page 26: BAB I, II, III Perbaikan

26

pembelajaran bahasa Jepang, apakah mempunyai pengaruh dalam

meningkatkan hasil belajar siswa.

C. Konsep

D. Rumusan Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk

kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru

didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta yang

empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.5 Adapun hipotesis yang

dapat dirumuskan, antara lain sebagai berikut.

Ho: Metode pembelajaran Talking Stick mempunyai pengaruh dalam

meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran bahasa

jepang.

Hk: Metode pembelajaran Talking Stick tidak mempunyai pengaruh

dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran

bahasa jepang.

5 Sugiyono (2011), Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta, hlm 64

Page 27: BAB I, II, III Perbaikan

27

E. Definisi Istilah

Berikut definisi istilah yang terdapat dalam penelitian ini.

F. Definisi Operasional

Untuk memahami setiap istilah yang ada, berikut penjelasan tentang definisi

operasional yang peneliti paparkan.

1. Pembelajaran menurut Surya, (2004) pembelajaran merupakan suatu

proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu

perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari

pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya.

2. Metode pembelajaran menurut Sudjana (2005:76) “Metode

pembelajaran ialah cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan

hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran”.

3. Talking Stick merupakan suatu metode pembelajaran dengan bantuan

tongkat, siapa yang memegang tongkat wajib menjawab pertanyaan

dari guru setelah murid mempelajari materi pokoknya (Kiranawati,

2007)

4. Hasil belajar merupakan tingkat penguasaan yang dicapai oleh siswa

dalam mengikuti proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan

pendidikan yang ditetapkan (Soedijarto, 1993: 49).

Page 28: BAB I, II, III Perbaikan

28

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode dan Desain

Metode adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu

pekerjaan agar tercapai sesuai yang dikehendaki 6. Penelitian ini menggunakan

pendekatan kuantitatif, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

quasi eksperiment atau eksperimen semu. Penelitian quasi eksperimen

merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya

akibat dari “sesuatu” yang dikenakan pada subjek selidik. Jack R. Fraenkel

dan Norman E. Wallen (2008:271) dan John W. Creswell (2008:313):

“Quasi-experimental designs do not include the use of random assignment.

Reseachers who employ these design rely instead on other techniques to

control (or at least reduce) threats to internal validity. We shall describe

some of these techniques as we discuss several quasi-experimental design.

Untuk melaksanakan eksperimen secara murni maka variable yang mungkin

berpengaruh dan mempengaruhi variabel bebas harus dapat dikontrol dengan

ketat. Pengontrol yang ketat hanya mungkin dilakukan dalam eksperimen di

laboratorium. Mengingat penelitian ini bukan dalam kondisi laboratorium tapi

dalam kegiatan sehari-hari sehingga tidak dimungkinkan untuk mengontrol

semua variable bebas dan terikat secara ketat, maka bentuk penelitian ini

6 Ibid, KBBI. hal 740

Page 29: BAB I, II, III Perbaikan

29

adalah eksperimen semu (Quasi Eksperimen). Adapun jenis desain dalam

penelitian ini berbentuk desain nonequivalent (Pretest dan Posttest) Control

Group Design. Desain quasi eksperimen dapat digambarkan sebagai berikut.

Tabel 3.1

Desain Quasi Eksperimen

Kelompok Pre-test Perlakuan Post-test

Eksperimen O1 X O2

Kontrol O1 - O2

Keterangan :

O1 = Tes awal pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

O2 = Tes akhir pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

X = Perlakuan model pembelajaran dengan multimedia interaktif

Desain penelitian dengan desain Pretest + Treatment + Posttest. Thomas

Murray menjelaskan mengenai desain ini sebagai berikut:

To furnish a more convincing foundation for estimating the influence of

the text, the teacher could replace her treatment + evaluation plan with

a pretest + treatment + posttest (p + t + p) design. In this case, before

assigning students to read the chapter, she would have them take a test

(pretest) over the subject- mattertreated in the chapter. Subsequently,

after the students had completedthe reading assigment (treatment), she

would test (posttest) their grasp of the chapters content. In order to

estimate how much the textbook had added to the learners knowledge,

Page 30: BAB I, II, III Perbaikan

30

she would subtract each students pretest score from his or her postest

score and sonclude tahat the obtained difference (change score)

represented the contributions made by the book. In other words, the

experimenters judgement would be based, not on the posttest scores, but

on the extent of change from pretest to posttest (Murray, 2003:53).

Untuk memperoleh dasar yang lebih menyakinkan dalam memperkirakan

pengaruh dan suatu materi guru dapat mengganti desain pembelajaran,

yang semula menggunakan treatment + evaluation menjadi menggunakan

desain pretest + treatment + posttest. Dalam hal ini, sebelum memulai

materi yang akan dipelajari, guru harus memberikan pretest lalu setelah

mereka selesai mempelajari dengan perlakuan tertentu guru

memberikan postest untuk mengetahui prestasi belajar setelah diberi

perlakuan. Untuk mengetahui sejauh mana perolehan prestasi belajar

guru harus mengurangkan nilai postest dengan nilai pretest dan nilai akhir

yang diperoleh merupakan tanda keberhasilan atau ketidakberhasilan

perlakuan yang telah dilakukan.

Desain ini hampir sama dengan pretest-posttest control group design, hanya

pada desain ini kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol tidak dipilih

secara random. Dengan pertimbangan bahwa pengelompokan subjek

penelitian sudah terbentuk sebelumnya, jadi tidak dapat dilakukan

pengelompokan kelompok secara acak. Oleh karena itu, peneliti menggunakan

metode quasi eksperimen sesuai dengan kelompok kelas yang sudah ada tanpa

Page 31: BAB I, II, III Perbaikan

31

melakukan randomisasi yang justru akan mempersulit jalannya penelitian itu

sendiri.

Secara rinci berikut langkah-langkah penelitian yang akan dilaksanakan:

i. Mengadakan pretest terhadap siswa setelah pembelajaran dengan

metode biasa.

ii. Memberikan materi pelajaran (perlakuan) dengan menggunakan

metode hypnoteaching kepada kelas eksperimen.

iii. Memberikan materi pelajaran dengan menggunakan metode

konvensional pada kelas kontrol.

iv. Mengevaluasi kemampuan siswa setiap selesai melakukan

pembelajaran.

v. Memberikan posttest kepada siswa.

vi. Memberikan angket kepada siswa.

vii. Mengolah data hasil pretest, post test dan angket dengan

menggunakan statistik.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Bahasa Jepang di SMKN 26 Jakarta hanya dipelajari di kelas XI selama

satu tahun, berdasarkan hal tersebut maka dalam penelitian ini populasi

yang akan dijadikan sasaran penelitian adalah seluruh siswa kelas XI

SMKN 26 Jakarta Timur. Siswa kelas XI terdapat 12 kelas dengan jumlah

Page 32: BAB I, II, III Perbaikan

32

siswa per kelasnya ± 30 orang. Jadi, jumlah populasi adalah sebanyak ±

360 orang siswa.

2. Sampel

Dalam quasi eksperimen nonequivalent control group design tidak dapat

diberlakukan randomisasi, maka teknik pengambilan sampel yang dipilih

adalah purposive sample. Teknik sampel dengan pertimbangan tertentu.

Teknik purposive sample adalah pengambilan sampel berdasarkan

pertimbangan peneliti dengan maksud dan tujuan tertentu yang dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah (Sutedi, 2009:149). Dari ke 12 kelas

di SMKN 26 November akan dipilih 1 kelas sebagai kelas kontrol, dan 1

kelas sebagai kelas eksperimen. Jika peneliti hanya mengajar 3 kelas dari

12 kelas yang ada, maka hanya 2 kelas yang diambil sebagai sampel dari

populasi yang ada. Kelas yang akan dijadikan sampel penelitian adalah XI

Teknik Elektronik Industri 1 dan XI Teknik Kendaraan Ringan 1.

C. Variabel-variabel

Pada penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah metode talking stick,

yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahan pada hasil belajar sebagai

variabel terikat. Sedangkan variabel terikatnya adalah hasil belajar. Yang

mana nilainya dipengaruhi pada variabel lainnya dan menjadi akibat karena

adanya variabel bebas.

Page 33: BAB I, II, III Perbaikan

33

D. Instrument

Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Pretest dan Postest

Pretest dan posttest merupakan instrument penelitian yang digunakan

sebagai alat untuk mengetahui perbandingan hasil dari pembelajaran

bahasa Jepang yang menggunakan metode konvensional dengan

pembelajaran bahasa Jepang yang menggunakan metode talking stick.

Pretest adalah soal-soal untuk mengevaluasi materi yang diajarkan

dengan metode konvensional pada kedua kelompok sampel. Sedangkan

posttest adalah soal-soal untuk mengevaluasi materi yang diajarkan

dengan metode talking stick (pada kelompok eksperimen) dan metode

konvensional (pada kelompok kontrol).

b. Angket, digunakan untuk mendapatkan informasi bagaimana kesan dan

pendapat siswa terhadap metode ini. Dilihat dari sisi keleluasaannya

responden dalam memberikan jawabannya, angket dapat digolongkan ke

dalam angket terbuka, angket tertutup, dan kombinasi kedua macam

angket tersebut.

Angket tertutup yaitu angket yang alternatif jawabannya sudah

disediakan oleh peneliti, sehingga responden tidak memiliki keleluasaan

untuk menyampaikan jawaban dari pertanyaan yang diberikan

kepadanya.

Page 34: BAB I, II, III Perbaikan

34

Pada penelitian ini, akan digunakan angket tertutup, karena jenis angket

ini dirasakan lebih optimal dalam mendapatkan data yang dibutuhkan

oleh peneliti. Angket ini digunakan untuk mengetahui pendapat siswa

mengenai pembelajaran bahasa Jepang dengan metode talking stick

setelah dilaksanakan metode talking stick dalam kegiatan pembelajaran

bahasa Jepang.

E. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian kuantitatif menggunakan statistik.

Terdapat dua macam statistik yang digunakan untuk analisis data dalam

penelitian, yaitu statistik deskriptif, dan statistik inferensial. Statistik

Inferensial meliputi statistik parametris dan statistik nonparametris.7

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini statistik inferensial,

(sering juga disebut statistik induktif atau statistik probabilitas), adalah teknik

statistik yang digunakan untuk menganalisis data sampel dan hasilnya

diberlakukan untuk populasi. Statistik ini disebut statistik probabilitas, karena

kesimpulan yang diberlakukan untuk populasi berdasarkan data sampel itu

kebenarannya bersifat peluang (probability).

7 Loc.cid, Sugiyono, hlm.147

Page 35: BAB I, II, III Perbaikan

35

Suatu kesimpulan dari data sampel yang akan diberlakukan untuk populasi

mempunyai peluang kesalahan kebenaran yang dinyatakan dalam bentuk

prosentase.

Untuk mengetahui apakah adanya perbedaan hasil belajar siswa pada

pembelajaran bahasa Jepang menggunakan metode talking stick dan metode

konvensional, maka perlu dilakukan uji perbedaan rerata. Hasil belajar siswa

dapat diketahui menggunakan instrument berupa tes.

Setelah diperoleh data pretest dan data posttest, dibuat table pretest dan

posttest. Kemudian dihitung rerata dan standar deviasi skor pretest dan

posttest. Lalu dihitung gain ternormalisasi berdasarkan kriteria indeks gain

(Hake:1999). Dengan rumus:

Gain ternormalisasi (g) : skor ( posttest )−skor( pretest )

skor ( ideal )−skor ( pretest)

Dengan kriteria indeks gain seperti di bawah ini.

Table 3.2

Skor Gain Interpretasi

g > 0,7 Tinggi

0,3 < g ≤ 0,7 Sedang

g ≤ 0,3 Rendah

Page 36: BAB I, II, III Perbaikan

36

Penggunaan statistik parametris mensyaratkan bahwa data setiap variabel yang

akan dianalisis harus berdistribusi normal. Oleh karena itu sebelum pengujian

hipotesis dilakukan, maka terlebih dahulu akan dilakukan pengujian

normalitas data. Terdapat beberapa teknik yang dapat digunakan untuk

menguji normalitas data antara lain dengan Kertas Peluang dan Chi Kuadrat.

Pada kesempatan ini digunakan Chi Kuadrat untuk menguji normalitas data.

Langkah-langkah pengujian normalitas data dengan Chi Kuadrat adalah

sebagai berikut:

1) Merangkum data seluruh variabel yang akan diuji normalitasnya.

2) Menentukan jumlah kelas interval

3) Menentukan panjang kelas interval yaitu:

(data terbesar – data terkecil) dibagi dengan jumlah kelas interval.

4) Menyusun ke dalam tabel distribusi frekuensi

5) Menghitung frekuensi yang diharapkan (fh), dengan cara mengalikan

persentase luas tiap bidang kurva normal dengan jumlah anggota

sampel.

6) Memasukkan harga-harga fh ke dalam tabel kolom fh, sekaligus

menghitung harga-harga (fo - fh) dan dan ¿¿ dan menjumlahkannya.

Harga ¿¿ adalah merupakan harga Chi Kuadrat.

7) Membandingkan harga Chi Kuadrat hitung dengan harga Chi

Kuadrat Tabel. Bila harga Chi Kuadrat Hitung lebih kecil atau sama

dengan harga Chi Kuadrat tabel ((x¿¿h2 ≤ x t 2)¿, maka distribusi data

dinyatakan normal, dan bila lebih besar (¿¿ dinyatakan tidak normal.

Page 37: BAB I, II, III Perbaikan

37

Hipotesis yang telah dirumuskan akan diuji dengan statistik parametris.

Bila sampel berkorelasi/ berpasangan, misalnya membandingkan sebelum

dan sesudah treatment atau perlakuan, atau membandingkan kelompok

kontrol dengan kelompok eksperimen, maka digunakan independent

sample t test. Teknik ini digunakan untuk membandingkan dua kelompok

mean dari dua sampel yang berbeda (independent). Prinsipnya adalah

untuk mengetahui apakah ada perbedaan mean antara dua populasi,

dengan membandingkan dua mean sampel-nya.

Rumus Independent Simple Test

t = x1− x2

Sx−x

Keterangan:

t = nilai hitung

x1= rata-rata kelompok 1

x2= rata-rata kelompok 2

Sx-x = standard error kedua kelompok

Rumus Standard Error Kedua Kelompok

Sx-x=√S2 pooled+S2 pooled

N1 N2

Page 38: BAB I, II, III Perbaikan

38

Sx-x= standard error kedua kelompok

S2 pooled = varian dari kedua kelompok

N1= jumlah sampel kelompok 1

N2 =jumlah sampel kelompok 2

Untuk menginterpretasikan t-test terlebih dahulu harus ditentukan:

- nilai ∝

- df (degree of freedom)= N-k

Untuk independent simple t test

Df= N-2

- membandingkan nilai t-hitung dengan t-tabel

Apabila:

- t-hitung > t-tabel → berbeda secara signifikan, H0 ditolak

- t-hitung < t-tabel →tidak berbeda secara signifikan, H0 diterima.