proposal bab i bernomor 1.5 perbaikan ii

28
 1 PROPOSAL TESIS POLIGAMI PEGAWAI NEGERI SIPIL (Kajian terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 kaitannya dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010) A. Latar Belakang Masalah Tidak dapat dipungkiri bahwa bahtera rumah tangga seseorang yang digalang de ngan ikatan perkawinan tidak selalu da pat mengaru ngi samudera kehidupan dengan mulus, tetapi kadang-kadang tertimpa dan tergulung oleh gelombang cobaan yang menggoyang keutuhan bahtera rumah tangga tersebut. Pada umumnya, sepasang lelaki dan perempuan yang telah melaksanakan ijab kabul tentu saja menginginkan segera diberikan momongan oleh Allah Swt. Akan t etapi, kadang-kadang muncul persoalan ketika sang istri tidak dapat melahirkan anak, sementara sang suami sangat mendambakannya. Pada saat yang sama, suami begitu menyayangi istrinya dan tidak ingin menceraikannya. Adapula keadaan ketika seorang istri menderita sakit parah sehingga menyebabkan ia tidak dapat melaksanakan kewajibannya sebagai ibu dan istri, sedangkan sang suami sangat menyayanginya. Ia tetap ingin merawat istrinya dan tidak ingin menceraikannya. Akan tetapi, di sisi lain ia membutuhkan perempuan lain yang dapat melayani kebutuhan-kebutuhannya termasuk kebutuhann biologis. Adapula kemungkinan lain bahwa di dunia ini ada sebagian lelaki yang tidak cukup hanya dengan satu istri saja, karena ia memiliki syahwat yang lebih besar dibandingkan dengan lelaki lain pada umumnya. Jika ia hanya mengawini satu orang perempuan justru akan dapat menyakiti atau menyebabkan kesulitan bagi sang istri untuk melayaninya. Beberapa keadaan

Upload: ahmad-muzamil

Post on 18-Jul-2015

242 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

5/16/2018 Proposal Bab I Bernomor 1.5 Perbaikan II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/proposal-bab-i-bernomor-15-perbaikan-ii 1/28

1

PROPOSAL TESIS

POLIGAMI PEGAWAI NEGERI SIPIL(Kajian terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990

kaitannya dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Peraturan

Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010)

A.  Latar Belakang Masalah

Tidak dapat dipungkiri bahwa bahtera rumah tangga seseorang yang

digalang dengan ikatan perkawinan tidak selalu dapat mengarungi samudera

kehidupan dengan mulus, tetapi kadang-kadang tertimpa dan tergulung oleh

gelombang cobaan yang menggoyang keutuhan bahtera rumah tangga tersebut.

Pada umumnya, sepasang lelaki dan perempuan yang telah

melaksanakan ijab kabul tentu saja menginginkan segera diberikan momongan

oleh Allah Swt. Akan tetapi, kadang-kadang muncul persoalan ketika sang istri

tidak dapat melahirkan anak, sementara sang suami sangat mendambakannya.Pada saat yang sama, suami begitu menyayangi istrinya dan tidak ingin

menceraikannya.

Adapula keadaan ketika seorang istri menderita sakit parah sehingga

menyebabkan ia tidak dapat melaksanakan kewajibannya sebagai ibu dan istri,

sedangkan sang suami sangat menyayanginya. Ia tetap ingin merawat istrinya

dan tidak ingin menceraikannya. Akan tetapi, di sisi lain ia membutuhkan

perempuan lain yang dapat melayani kebutuhan-kebutuhannya termasuk 

kebutuhann biologis.

Adapula kemungkinan lain bahwa di dunia ini ada sebagian lelaki

yang tidak cukup hanya dengan satu istri saja, karena ia memiliki syahwat yang

lebih besar dibandingkan dengan lelaki lain pada umumnya. Jika ia hanya

mengawini satu orang perempuan justru akan dapat menyakiti atau

menyebabkan kesulitan bagi sang istri untuk melayaninya. Beberapa keadaan

5/16/2018 Proposal Bab I Bernomor 1.5 Perbaikan II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/proposal-bab-i-bernomor-15-perbaikan-ii 2/28

2

inilah yang lumrah menjadi alasan seorang suami untuk kawin lagi atau

poligami.

Persoalan poligami benar-benar telah menyedot perhatian banyak 

orang sejak dulu hingga sekarang, karena pandangan mereka yang berbeda-

beda tentang hukum kebolehan poligami tersebut.

Kata poligami berasal dari bahasa Yunani yaitu  poly atau polus yang

berarti banyak dan gamein atau gamos yang berarti kawin atau perkawinan.

Jadi secara bahasa poligami berarti suatu perkawinan yang banyak atau suatu

perkawinan yang lebih dari seorang, baik laki-laki maupun perempuan.

Poligami dibagi atas poliandri dan poligini. Poliandri adalah perkawinan

seorang perempuan dengan lebih dari seorang laki-laki. Sedangkan poligini

adalah perkawinan seorang laki-laki dengan lebih dari seorang perempuan.

Poligini semenjak dulu telah dilakukan secara luas dengan tidak ada

pembatasan jumlah perempuan yang boleh diperisteri oleh seorang laki-laki.

Seorang laki-laki boleh mengawini setiap perempuan yang dikehendakinya. Ini

dilakukan baik oleh kalangan orang-orang Hindu, bangsa Persia, bangsa Arab

Jahiliyah, bangsa Romawi maupun bangsa-bangsa yang mendiami berbagai

daerah Eropa dan Asia Barat (misalnya bangsa Thracia dan bangsa Lidia).

Sebagai salah satu sistem perkawinan, poligini1

membawa nasib yang

menyedihkan bagi kaum perempuan, derajat kaum perempuan dianggap lebih

rendah dari derajat kaum laki-laki (Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, 2002:

107).

Ketetapan hukum mengenai kebolehan poligami sampai hari ini masih

terjadi silang pendapat, pro dan kontra. Teks al-Qur‟an yang dijadikan sebagai

dasar legitimasi kebolehan poligami adalah QS. an-Nisa : 3

1Kata poligini untuk selanjutnya tidak digunakan dalam karya tulis ini dan yang digunakan adalah

kata poligami karena sudah umum digunakan untuk menunjukkan perkawinan seorang laki-laki

dengan lebih dari seorang perempuan (penulis).

5/16/2018 Proposal Bab I Bernomor 1.5 Perbaikan II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/proposal-bab-i-bernomor-15-perbaikan-ii 3/28

3

 Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-

hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah

 perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Tetapi jika kamu

khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja atau

hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat 

agar kamu tidak berbuat zalim”. 

Di samping itu, Nabi Muhammad sebagai uswah hasanah juga melakukannya,

meskipun poligami yang dilakukan oleh beliau memiliki misi dakwah dan

bukan karena untuk memuaskan hasrat seksual semata seperti yang

dipraktekkan oleh kebanyakan orang. Poligami yang dilakukan oleh beliau

memiliki tujuan-tujuan yang agung. Kalau tujuannya adalah untuk pemuasan

nafsu seksual, bagaimana mungkin beliau mengawini Saudah binti Zam‟ah

seorang janda tua dari perkawinannya yang keenam, bagaimana mungkin

beliau mengawini Sayyidah binti Zaenab binti Khuzaimah seorang janda

 berumur enam puluh tahun setelah ditinggal mati syahid suaminya „Ubaidah

bin al-Haris bin Abdul Muthalib dalam perang Badar, bagaimana mungkin

Nabi mengawini Ummu Salamah yang sudah lanjut usia setelah ditinggal mati

syahid suaminya dalam perang Uhud dan menjadi tulang punggung

keluarganya. Kalau itu tujuannya pasti beliau akan memilih gadis-gadis yang

tercantik dari kaumnya (Ath-Thahhan, Musthafa, 2008: 24-25).

Poligami yang dalam literatur fiqih dikenal dengan ta„ addud az-zaujât  

adalah diperbolehkan oleh Allah, tetapi dibatasi hanya dengan empat orangisteri dan harus adil pada mereka dalam hal pangan, sandang dan papan. Jika

5/16/2018 Proposal Bab I Bernomor 1.5 Perbaikan II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/proposal-bab-i-bernomor-15-perbaikan-ii 4/28

4

seorang laki-laki takut tidak mampu berbuat adil, maka haram hukumnya

melakukan poligami (Sâbiq, as-Sayyid, tt: Jilid II, 98).

Sementara itu, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan yang pada prinsipnya menganut asas monogami juga masih

memberikan peluang kepada suami untuk melakukan poligami dengan syarat-

syarat yang ketat sebagaimana disebutkan dalam pasal 3, pasal 4 dan pasal 5.

Dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 disebutkan:

(1) Pada asasnya seorang pria hanya boleh memiliki seorang isteri dan seorangwanita hanya boleh memiliki seorang suami.

(2) Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih

dari seorang, apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.

Dalam pasal 4 disebutkan:

(1) Dalam hal seorang suami akan beristri lebih dari seorang, sebagaimana

tersebut dalam pasal 3 ayat (2), maka ia wajib mengajukan permohonan ke

Pengadilan di daerah tempat tinggalnya.

(2) Pengadilan yang dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) tersebut hanya memberi

izin kepada suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila:

a. Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri.

b. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.

c. Istri tidak dapat melahirkan keturunan.

Dalam pasal 5 ayat (1) disebutkan bahwa untuk dapat mengajukan permohonan

ke Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) Undang-undang

ini harus memenuhi syarat-syarat berikut:

a. Adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri.

b. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan

hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka.

c. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan

anak-anak mereka.

5/16/2018 Proposal Bab I Bernomor 1.5 Perbaikan II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/proposal-bab-i-bernomor-15-perbaikan-ii 5/28

5

Dengan demikian, pengaturan tentang kebolehan poligami dalam

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 ini tidak bertentangan dengan teks

al-Qur‟an, bahkan lebih ketat dan rinci.

Adapun mengenai pengaturan poligami khusus untuk Pegawai Negeri

Sipil diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990

tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil yang

merubah beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun

1983.

Yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil dalam tulisan ini adalah

sama dengan Pegawai Negeri sebagaimana yang dimaksud Undang-Undang

Nomor 43 Tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.2 

Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah kesanggupan Pegawai Negeri

Sipil untuk mentaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan

dalam peraturan perundang-undangan dan/atau peraturan kedinasan yang

apabila tidak ditaati atau dilanggar akan dijatuhi hukuman disiplin.3 

Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah PNS

Pusat dan PNS Daerah.4

Pelanggaran disiplin adalah setiap ucapan, tulisan,

atau perbuatan PNS yang tidak menaati kewajiban dan/atau melanggar

larangan ketentuan disiplin PNS, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar

2Pegawai Negeri adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi

syarat yang ditentukan, diangkat oleh Pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam

suatu jabatan negeri atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji menurut peraturan

perundang-undangan yang berlaku. (Lihat Bab I pasal 1 Undang-Undang Nomor 43

Tahun1999).

3

Lihat Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Bab I Pasal1 ayat (1).4 Lihat Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Bab I Pasal1 ayat (2). 

5/16/2018 Proposal Bab I Bernomor 1.5 Perbaikan II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/proposal-bab-i-bernomor-15-perbaikan-ii 6/28

6

 jam kerja.5

Hukuman disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan kepada PNS

karena melanggar peraturan disiplin PNS.6 

Dalam pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 yang

berisi tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983

Tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil dinyatakan

bahwa Peraturan Pemerintah ini merubah beberapa pasal dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian

bagi Pegawai Negeri Sipil.

Adapun perubahan dimaksud yang ada kaitannya dengan penelitian ini

terdapat pada pasal 4, pasal 5 dan pasal 15.

Perubahan dalam pasal 4 berbunyi :

(1) Pegawai Negeri Sipil pria yang akan beristri lebih dari seorang, wajib

memperoleh izin lebih dahulu dari Pejabat;

(2) Pegawai Negeri Sipil wanita tidak diizinkan untuk menjadi istri kedua/ 

ketiga/keempat;

(3) Permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan secara

tertulis.

(4) Dalam surat permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), harus

dicantumkan alasan yang lengkap yang mendasari permintaan izin untuk 

 beristri lebih dari seorang.” 

Perubahan dalam pasal 5 ayat (2) berbunyi:

Setiap atasan yang menerima permintaan izin dari Pegawai Negeri Sipil dalam

lingkungannya, baik untuk melakukan perceraian dan atau untuk beristri lebih

dari seorang wajib memberikan pertimbangan dan meneruskannya kepada

pejabat melalui saluran hierarki dalam jangka waktu selambat-lambatnya tiga

bulan terhitung mulai tanggal ia menerima permintaan izin dimaksud.

5 Lihat Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Bab I Pasal1 ayat (3).

6 Lihat Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Bab I Pasal1 ayat (4). 

5/16/2018 Proposal Bab I Bernomor 1.5 Perbaikan II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/proposal-bab-i-bernomor-15-perbaikan-ii 7/28

7

Ketentuan pasal 15 dirubah dan dijadikan pasal l4 yang berbunyi:

“Pegawai Negeri Sipil dilarang hidup bersama dengan wanita yang bukan

isterinya atau dengan pria yang bukan suaminya sebagai suami tanpa ikatan

 perkawinan yang sah.“ 

Selanjutnya dalam pasal 15 ayat (1) disebutkan:

Pegawai Negeri Sipil yang melanggar salah satu atau lebih kewajiban/ 

ketentuan pasal 2 ayat (1) dan ayat (2), pasal 3 ayat (1), pasal 4 ayat (1) dan

pasal 14, tidak melaporkan perceraiannya dalam jangka waktu selambat-

lambatnya satu bulan terhitung mulai terjadinya perceraian, dan tidak 

melaporkan perkawinannya yang kedua/ketiga/keempat dalam jangka waktu

selambat-lambatnya satu tahun terhitung sejak perkawinan tersebut

dilangsungkan, maka dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat  berdasarkan

Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun l980 tentang Peraturan Disiplin

Pegawai Negeri Sipil yang kemudian diganti dengan Peraturan Pemerintah

Nomor 53 Tahun 2010, karena sudah tidak sesuai dengan kebutuhan dan

perkembangan keadaan.

Pada dasarnya Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tidak 

melarang PNS untuk melakukan poligami, hanya saja Peraturan Pemerintah

tersebut mengatur agar poligami itu sesuai dengan persyaratan yang

ditetapkan oleh Pemerintah. Namun pada kenyataannya banyak PNS yang

melakukan praktek poligami tanpa melalui prosedur sebagaimana ditetapkan

dalam Peraturan Pemerintah tersebut, yakni poligami itu dilakukan tanpa

memperoleh izin terlebih dulu dari pejabat di atasnya dan bahkan dilakukan

secara sembunyi-sembunyi (sirri).

Peraturan Pemerintah yang sesungguhnya memiliki daya paksa untuk 

menekan agar PNS tidak mudah melakukan poligami itu ternyata tidak ditaati,

padahal sebagai unsur aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat PNS

dalam melaksanakan tugas-tugasnya diharapkan tidak terganggu oleh urusan

kehidupan rumah tangga/keluarganya.

5/16/2018 Proposal Bab I Bernomor 1.5 Perbaikan II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/proposal-bab-i-bernomor-15-perbaikan-ii 8/28

8

Poligami yang dilakukan oleh Warga Negara Indonesia termasuk 

PNS secara sembunyi-sembunyi disamakan kedudukannya oleh Anshary, HM.,

MK (2010: 27-28) dengan perkawinan di bawah tangan. Menurutnya,

perkawinan di bawah tangan pada prinsipnya adalah perkawinan yang

menyalahi hukum, yakni perkawinan yang dilakukan di luar ketentuan hukum

perkawinan yang berlaku secara positif di Indonesia. Sesuai dengan pasal 2

ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, perkawinan yang telah

memenuhi syarat dan rukun sebagaimana yang diatur dalam hukum Islam,

maka perkawinan itu sah. Namun dalam ayat (2) dinyatakan bahwa tiap-tiap

perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang

berlaku, maka perkawinan di bawah tangan secara yuridis tidak diakui

Pemerintah, sehingga tidak memiliki kekuatan hukum, karenanya perkawinan

tersebut tidak dilindungi hukum dan bahkan dianggap tidak pernah ada.

Persoalan inilah yang menarik perhatian penulis untuk melakukan

penelitian lebih mendalam dalam sebuah karya tulis yang berupa tesis. Sebagai

data awal, penulis telah menemukan beberapa praktek poligami yang dilakukan

oleh beberapa PNS di Kabupaten Demak secara sembunyi-sembunyi tanpa

melalui prosedur sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45

Tahun 1990 dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, yakni tanpa izin

tertulis pejabat atasannya, tanpa persetujuan dari isteri pertamanya dan tidak 

melalui pengajuan permohonan ke Pengadilan Agama, seperti poligami sirri

yang dilakukan oleh seorang Kepala Sekolah Dasar dengan seorang janda yang

dulu pernah menjadi selingkuhannya, poligami sirri yang dilakukan olehseorang guru dengan mantan pembantunya yang kemudian dirumahkan di

daerah lain, poligami sirri yang dilakukan oleh salah satu pejabat di Kantor

Kementerian Agama, poligami sirri yang dilakukan oleh pegawai di Kantor

Kementerian Agama dan masih banyak lagi contoh-contoh lainnya.

B. Rumusan Masalah

Dari paparan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan-

permasalahan sebagai berikut:

5/16/2018 Proposal Bab I Bernomor 1.5 Perbaikan II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/proposal-bab-i-bernomor-15-perbaikan-ii 9/28

9

1.  Mengapa PNS melakukan praktek poligami secara sembunyi-sembunyi dan

bagaimana implikasi normatif dari praktek poligami yang demikian itu?

2.  Mengapa izin tertulis dari pejabat harus menjadi syarat poligami PNS dan

sejauh mana ketentuan izin itu dapat dibenarkan?

C.  Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan sebab-sebab dan

alasan PNS yang lebih memilih melakukan praktek poligami secara sembunyi-

sembunyi daripada menempuh jalan legal, berikut implikasinya terhadap

karirnya sebagai PNS.

Di samping itu penulis juga akan menganalisis sebagian dari pasal-

pasal Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 khusus tentang izin tertulis

dari pejabat yang harus menjadi syarat poligami PNS dan sejauh mana

ketentuan izin itu dapat dibenarkan untuk menjadi dasar hukum dalam

menetapkan permohonan poligami seorang PNS.

D.  Tinjauan Pustaka

Kajian dan penelitian tentang poligami PNS secara khusus belum

banyak dilakukan orang. Kebanyakan kajian-kajian tentang poligami dibahas

secara umum. Demikian juga kajian-kajian tentang PNS pun belum ada yang

mengaitkan dengan praktek poligami termasuk tulisan/penelitian berupa tesis.

Di antara karya tesis yang membahas tentang poligami secara umum

adalah tesis saudara M. Mushonef Yahya (2006) yang  berjudul “Poligami dan

Misi Kemanusiaan (Analisis Feminisme terhadap Pemikiran Muhammad

Syahrur mengenai Syarat-syarat Poligami)”. Saudara M. Mushonef Yahya

mengawali penelitiannya dengan memaparkan kajian tentang poligami oleh

beberapa penulis, baik klasik maupun kontemporer. Pada bab akhir ia

menyimpulkan bahwa menurut Syahrur poligami tidak hanya diperbolehkan,

tetapi bahkan dianjurkan dengan dua syarat:

1.  Isteri kedua, ketiga dan keempat harus janda yang memiliki anak yatim,

5/16/2018 Proposal Bab I Bernomor 1.5 Perbaikan II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/proposal-bab-i-bernomor-15-perbaikan-ii 10/28

10

2.  Terdapat kekhawatiran tidak dapat berbuat adil terhadap anak yatim

tersebut, jika tidak mengawini ibunya. Ini berbeda dengan mainstream

ulama yang membolehkan bahkan mensunnahkan poligami. Pendapat

Syahrur juga berbeda dengan kebanyakan feminis Islam yang menganggap

poligami bertentangan dengan semangat awal ajaran Islam (yang ingin

membebaskan perempuan), karena poligami merupakan bentuk dari

pelegalan penindasan terhadap perempuan.

Sementara itu, saudara Saifuddin (2008) dalam tesisnya yang berjudul

“Fenomena Poligami Tanpa Izin Pengadilan Agama ( Studi Kasus di Wilayah

Kantor Urusan Agama Kecamatan Pedurungan Kota Semarang Tahun 1994-

2007)” juga tidak terkait secara khusus dengan PNS. Ia menyimpulkan bahwa

praktek poligami masyarakat Pedurungan yang dilakukan tanpa izin dari

Pengadilan Agama dan tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama memiliki

implikasi yang cukup kompleks dalam kehidupan berkeluarga maupun

bermasyarakat, baik sosiologis, ekonomis maupun psikologis.

Adapun karya tulis yang membahas tentang PNS juga belum ada

yang mengaitkan secara khusus dengan praktek poligami. Saudara Mursid

misalnya (2005), dalam tesisnya yang berjudul “Perceraian Pegawai Negeri

Sipil (Kajian terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 Kaitannya

dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974)” hanya mengkaji praktek 

perceraian PNS di Kabupaten Blora. Karya saudara Mursid ini hanya meneliti

putusan hakim di Pengadilan Agama Kabupaten Blora yang dalam menentukan

nafkah untuk bekas isteri seorang PNS memenangkan Peraturan Pemerintah

Nomor 45 Tahun 1990 daripada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang

berarti hakim tidak menerima adanya sistem hierarkhis dalam peraturan

perundang-undangan di Indonesia karena tentunya Undang-undang lebih tinggi

tingkatannya dibandingkan dengan Peraturan Pemerintah.

Tesis saudara M. Mushonef Yahya membahas dan menganalisis

pemikiran Muhammad Syahrur mengenai syarat-syarat poligami, tesis saudara

Saifuddin meneliti fenomena poligami tanpa izin Pengadilan Agama khusus

5/16/2018 Proposal Bab I Bernomor 1.5 Perbaikan II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/proposal-bab-i-bernomor-15-perbaikan-ii 11/28

11

yang terjadi di wilayah Kecamatan Pedurungan Kota Semarang dan tesis

saudara Mursid yang meneliti tentang PNS khusus mengenai perceraian, itupun

dengan mengambil sampel putusan hakim di Pengadilan Agama Kabupaten

Blora. Jadi, ketiga tesis yang dipaparkan di atas tidak ada satu pun yang sama

kajiannya dengan penelitian penulis yang mendeskripsikan dan menganalisis

sebagian isi dari Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 dan beberapa

praktek poligami yang dilakukan oleh PNS di Kabupaten Demak tanpa

memperoleh izin tertulis pejabat atasannya, tanpa persetujuan dari isteri

pertamanya dan tidak melalui pengajuan permohonan ke Pengadilan Agama

E.  Metode Penelitian

Kerja penelitian, tak terkecuali penelitian hukum, pada prinsipnya

memiliki pretensi memburu kebenaran ilmiah yang diyakini terdapat pada

setiap gejala dan peristiwa. Secara lebih operasional, aktivitas penelitian

bertujuan membentuk, mengembangkan atau sekurang-kurangnya meng-update

ilmu pengetahuan. Dengan tujuan penelitian yang demikian, maka mata rantai

ilmu pengetahuan menjadi tidak putus lantaran terus diperbaharui sesuai

konteks kebutuhan masyarakat yang memiliki watak  changeable, yaitu dapat

berubah mengikuti irama perubahan tempat dan waktu (Yasid, Abu, 2010: 1).

Sama dengan kerja penelitian lainnya, penelitian hukum yang akan

penulis lakukan ini pun memiliki pretensi memburu kebenaran ilmiah yang

terdapat pada setiap gejala dan peristiwa dalam masyarakat yang memerlukan

ketentuan dan panduan hukum. Paling tidak penelitian ini akan meng-update pengetahuan selama ini tentang aturan hukum poligami khususnya bagi PNS. 

Sebuah penelitian mengandung metode atau cara yang harus dilalui.

Metode pada setiap kegiatan penelitian didasarkan pada cakupan ilmu

pengetahuan yang mendasari kegiatan penelitian. Adapun metode penelitian

yang akan penulis gunakan adalah sebagai berikut :

1.  Jenis Penelitian

5/16/2018 Proposal Bab I Bernomor 1.5 Perbaikan II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/proposal-bab-i-bernomor-15-perbaikan-ii 12/28

12

Menurut jenisnya penelitian ini termasuk jenis penelitian socio legal dengan

pendekatan normatif empiris atau lebih tepatnya penelitian ini merupakan

kombinasi antara penelitian hukum formal dan praktek hukum masyarakat,

penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan.

a.  Penelitian Lapangan (Field Research) dengan metode kualitatif, yakni

 jenis penelitian yang dalam penyajian data empirik dan analisisnya tidak 

diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya, namun

analisisnya bersifat kualitatif. Metode kualitatif dapat digunakan untuk 

mengungkap dan memahami sesuatu di balik fenomena yang sedikit pun

belum diketahui atau baru sedikit diketahui dan dapat memberi rincian

yang kompleks tentang fenomena yang sulit diungkap oleh metode

kuantitatif (Strauss, Anselm & Juliet Corbin, 2003: 4-5). Dengan kata

lain, kesimpulan yang dituangkan adalah dalam bentuk pernyataan dan

tulisan.

b.  Penelitian Kepustakaan (Library Research) 

Data yang diperoleh dalam penelitian kepustakaan ini adalah bahan-

bahan normatif yang mencakup perundang-undangan yang menjadi

sumber hukum yang berlaku di Indonesia, yakni Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974 tentang Pewrkawinan, Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun

1990 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil, dan

Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun l980 tentang Peraturan Disiplin

Pegawai Negeri Sipil yang kemudian diganti dengan Peraturan

Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010, dan peraturan perundang-undangan

lainnya yang mendukung.

2.  Metode Pengumpulan Data

Sebagaimana disebutkan di atas bahwa penelitian ini adalah kombinasi

antara penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Sebagai Penelitian

kepustakaan (library research), maka data-data akan dihimpun dari sumber-sumber

kepustakaan yang dianggap mewakili (representatif ) dan terkait (relevant ) yakni

peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang poligami PNS dan peraturan

5/16/2018 Proposal Bab I Bernomor 1.5 Perbaikan II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/proposal-bab-i-bernomor-15-perbaikan-ii 13/28

13

tentang disiplin PNS. Kemudian sebagai penelitian lapangan, pengumpulan

datanya akan digunakan metode:

a.  Wawancara (Interview)

Menurut Sugiyono (2009: 72) yang mengutip dari Esterberg (2002)

bahwa wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk 

bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat

dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.

Penulis menggunakan wawancara sebagai metode pengumpulan data

untuk studi pendahuluan, yakni untuk menemukan permasalahan yang

harus diteliti dan untuk mengetahui hal-hal dari responden yang lebih

mendalam.

Adapun jenis wawancara yang penulis gunakan dalam penelitian ini

adalah wawancara semi terstruktur, sebagaimana yang dikemukakan

oleh Sugiyono (2009 : 73-74) bahwa wawancara semi terstruktur  

(semistructure interview), adalah jenis wawancara yang termasuk dalam

kategori in dept interview yang pelaksanaannya lebih bebas bila

dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuannya adalah untuk 

menemukan permasalahan secara lebih terbuka, di mana pihak yang

diajak wawancara dimintai pendapat dan ide-ide, kemudian peneliti

mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang dikemukakan oleh

informan tersebut.

b.  Observasi (pengamatan)

Menurut Arikunto, Suharsimi (2002: 205) bahwa mengamati adalah

menatap kejadian, gerak atau proses.

Mengamati bukanlah pekerjaan yang mudah karena manusia banyak 

dipengaruhi oleh minat dan kecenderungan-kecenderungan yang ada

padanya, maka pengamatan harus obyektif, apalagi pengamatan penulis

ini terkait dengan persoalan-persoalan pribadi dan rahasia, maka

observasi yang penulis lakukan dengan menggunakan cara terang-

terangan (langsung) dan tersamar (tidak langsung) agar semua data

yang penulis perlukan termasuk data yang dirahasiakan dapat diperoleh.

5/16/2018 Proposal Bab I Bernomor 1.5 Perbaikan II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/proposal-bab-i-bernomor-15-perbaikan-ii 14/28

14

3.   Metode Analisis Data

Data yang terkumpul baik dari hasil penelitian lapangan maupun penelitian

kepustakaan akan penulis analisis dengan menggunakan metode deskriptif 

analitis serta dengan menggunakan pola pikir deduktif dan induktif.

Proses analisis yang demikian ini meniscayakan pergulatan peneliti dengan

data, mensintesiskan, menemukan pola-pola, mencari pokok-pokok 

persoalan yang penting untuk kemudian disajikan dalam tulisan.

Pola pikir yang deduktif ditempuh untuk menjelaskan data-data dari

peraturan perundang-undangan. Sedangkan pola pikir induktif ditempuh

untuk menganalisis data yang diperoleh dari lapangan untuk selanjutnya

dikembangkan menjadi hipotesis. Dari hipotesis yang dirumuskan

berdasarkan data tersebut selanjutnya dicarikan data lagi secara berulang-

ulang sehingga dapat disimpulkan apakah hipotesis itu diterima atau ditolak 

berdasarkan data yang terkumpul. Bila berdasarkan data yang dapat

dikumpulkan secara berulang-ulang ternyata hipotesis diterima, maka

hipotesis tersebut berkembang menjadi teori.

F.  Sistematika Penulisan

Sistematika merupakan uraian tentang kronologi berpikir dalam

pencarian kebenaran suatu penelitian, maka untuk mempermudah dalam

memahami kronologi pemikiran penulis, maka perlu disampaikan sistematika

penulisan sebagai berikut:

Bab I sebagai pendahuluan merupakan garis besar dari kerangka

berpikir penulis. Dalam bab pendahuluan ini diuraikan latar belakang masalah

yang di dalamnya tertuang alasan pemilihan judul dan bagaimana pokok 

permasalahannya. Setelah dirumuskan pokok permasalahannya, maka

dikemukakan tujuan dengan mengacu pada perumusan masalah tersebut,

sehingga diketahui seberapa jauh signifikansi penelitian ini. Kemudian

dikemukakan juga tinjauan pustaka dan metode yang digunakan dalam

penelitian ini.

5/16/2018 Proposal Bab I Bernomor 1.5 Perbaikan II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/proposal-bab-i-bernomor-15-perbaikan-ii 15/28

15

Dalam bab II akan diuraikan beberapa teori hukum kaitannya dengan

kesadaran dan ketaatan hukum warga negara.

Bab III berisi uraian dan analisis terhadap beberapa praktek poligami

PNS yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi, dalam hal ini penulis akan

menyampaikan hasil wawancara dan observasi kasus yang terjadi di Kabupaten

Demak, sehingga dapat diketahui sebab-sebab dan alasan mengapa PNS lebih

memilih melakukan praktek poligami secara sembunyi-sembunyi daripada

menempuh jalan legal berikut implikasinya terhadap karirnya sebagai PegawaiNegeri Sipil.

Dalam bab IV penulis akan menganalisis sebagian dari pasal-pasal

Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 khusus tentang izin tertulis dari

pejabat yang harus menjadi syarat poligami PNS, sejauh mana ketentuan izin

itu dapat dibenarkan untuk menjadi dasar hukum dalam menetapkan

permohonan poligami PNS kaitannya dengan ketaatan terhadap Peraturan

Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS.

Bab V sebagai bab terakhir akan disampaikan kesimpulan dari hasil

penelitian, saran-saran yang bermanfaat dan penutup.

5/16/2018 Proposal Bab I Bernomor 1.5 Perbaikan II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/proposal-bab-i-bernomor-15-perbaikan-ii 16/28

16

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim, Khalil, 2003,  Al-Judzûr at-Târikhiyyah li asy- syarî‟ah al -

 Islâmiyyah, terj. Kamran As‟at, Syari‟ah, Sejarah, Perkelahian,

Pemaknaan, Yogyakarta: LKiS

Anshary, H.M. MK., 2010,  Hukum Perkawina di Indonesia, Masala-masalah

Krusial, Yogyakarta: Pustaka Pelaja.

Arikunto, Suharsimi, 2002, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek ,

Jakarta: Rineka Cipta.

Ath-Thahan, Musthafa, 2008, Ummahat al- Mu‟minin fi Madrasah an-Nubuwwah

terj. Mastiah,SS , Isteri-Isteri Pilihan, Yogyakarta: Pustaka Fahima.

Danim, Sudarwan, 2002, Menjadi Peneliti Kualitatif , Bandung: Pustaka Setia.

Departemen Agama RI, 2007, Al-Qur‟an d an Terjemahnya.

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, 2002,  Ensiklopedi Islam 4, cet.10, Jakarta:

Ichtiar Baru van Hoeve.

Inpres Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam.

Kansil, C.S.T., 1986, Pengantar ILmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia,

Jakarta: Balai Pustaka.

Mertokusumo, Sudikno: 2010, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Yogyakarta,

Liberty.

Mulia, Siti Musdah, 2007, Islam Menggugat Poligami, Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama.

Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 Tentang Peraturan Disiplin Pegawai

Negeri Sipil.

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 Tentang Ijin Perkawinan dan

Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil.

5/16/2018 Proposal Bab I Bernomor 1.5 Perbaikan II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/proposal-bab-i-bernomor-15-perbaikan-ii 17/28

17

Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 Tentang Perubahan atas Peraturan

Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 Tentang Ijin Perkawinan dan

Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil.

Sugiyono, 2009, Memahami Penelitian Kualitatif , Bandung: Alfabeta.

Strauss, Anselm & Juliet Corbin, 2003,  Basics of Qualitative Research, alih

bahasa Muhammad shodiq & Imam Muttaqin, Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-pokok Kepegawaian.

Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan atas Undang-undang

Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-pokok Kepegawaian.

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.

Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

Yasid, Abu, 2010, Aspek-aspek Penelitian Hukum, Hukum Islam – Hukum Barat ,

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

5/16/2018 Proposal Bab I Bernomor 1.5 Perbaikan II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/proposal-bab-i-bernomor-15-perbaikan-ii 18/28

18

OUTLINE TESIS

BAB I : PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang

B.  Rumusan Permasalahan

C.  Tujuan Penelitian

D.  Tinjauan Pustaka

E.  Metode Penelitian

F.  Sistematika Penulisan

BAB II : HASRAT MANUSIA AKAN PERKAWINAN DAN

PENGATURANNYA

A.  Hasrat Manusia akan Perkawinan

B.  Prinsip-prinsip Perkawinan dalam al-Qur‟an, al-Hadis dan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

C.  Ketentuan Poligami dalam al-Qur‟an, al-Hadis dan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974D.  Pencatatan Perkawinan dalam Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974

BAB III : POLIGAMI PEGAWAI NEGERI SIPIL ANTARA CITA

DAN REALITA

A.  Prosedur Poligami Pegawai Negeri Sipil dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990

B.  Beberapa contoh praktek poligami secara sembunyi-

sembunyi yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil di

Kabupaten Demak dan Faktor-faktor penyebabnya

C.  Poligami dan Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil

BAB IV : KAJIAN TERHADAP PERATURAN PEMERINTAH

NOMOR 45 TAHUN 1990 KAITANNYA DENGAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 53 TAHUN 2010

5/16/2018 Proposal Bab I Bernomor 1.5 Perbaikan II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/proposal-bab-i-bernomor-15-perbaikan-ii 19/28

19

A.  Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990

kaitannya dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

dan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010

B.  Praktek poligami Pegawai Negeri Sipil yang dilakukan

secara sembunyi-sembunyi dan implikasinya

BAB V : PENUTUP

A.  Kesimpulan

B.  Saran-saran

C.  Penutup

Ibn al-Atsir (Jâmi‟ al-Ushûl, juz XII

PP nomor 10 tahun 1983 jo PP no 45 tahun 1990 dan surat Edaran kepala BAKN

nomor 08/SE/1983 jo Surat Edaran kepala BAKN Nomor 48/SE/1990 ttg izin

perkawinan dan perceraian bagi PNS 

Setidaknya ada empat kasus yang dapat penulis temukan untuk 

menjadi social situation dalam penelitian ini. Kasus yang pertama, dilakukan

oleh seorang Kepala Sekolah di sebuah Sekolah Dasar Negeri yang berada di

wilayah Kecamatan Wonosalam, sebut saja namanya Salim. Kisah pak Salim

dengan isteri keduanya Zaenab (nama samaran) merupakan kisah lama. Dulu,

keduanya adalah tetangga satu desa yang saling menaksir, meskipun masing-

masing sudah memiliki keluarga. Zaenab adalah seorang penyanyi panggung

yang bersuamikan kru panggung juga. Kehidupan di atas panggung yang

gemerlap ternyata tidak membuat gemerlap kehidupan rumah tangganya,

bahkan kehidupan rumah tangga Zaenab dapat dikatakan broken home.

Suaminya sering pulang tengah malam sambil mabuk dan membawa

perempuan lain ke rumah. Jenuh melihat suaminya yang semakin tidat waras,

Zaenab ikut-ikutan edan dengan main selingkuh dengan seorang pria

tetangganya yang tak lain adalah pak Salim yang sudah memiliki isteri dan

anak-anak. Dapat ditebak apa yang terjadi selanjutnya, kehidupan rumah

tangga Zaenab pun berakhir dengan perceraian dan dia tetap menjalin

5/16/2018 Proposal Bab I Bernomor 1.5 Perbaikan II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/proposal-bab-i-bernomor-15-perbaikan-ii 20/28

20

hubungan cinta dengan pak Salim. Tentu saja isteri dan anak-anak pak Salim

setelah mendengar perselingkuhan suami dan ayah kebanggaan mereka merasa

kecewa, maka ketegangan dalam rumah tangga pun tak dapat dihindari hingga

akhirnya pak Salim mengaku dan bertobat. Namun rupanya hubungan cinta

terlarang antara dirinya dengan Zaenab yang sudah terpatri sulit untuk 

dipisahkan, maka secara sembunyi-sembunyi dia yang merupakan seorang

Pegawai Negeri Sipil mengawini Zaenab yang sudah janda menjadi isteri

keduanya tanpa izin tertulis pejabat atasannya, tanpa persetujuan dari isteri

pertamanya dan tidak melalui pengajuan permohonan ke Pengadilan Agama.

Perkawinan yang dilangsungkan pada tahun 2008 itu rupanya tidak semulus

yang direncanakan. Pak Salim sempat mendapatkan teror dari teman-teman

kerjanya hingga diketahui oleh Diknas Kabupaten Demak dan Diknas pun

kemudian melayangkan surat panggilan. Pak Salim memang pandai

memainkan peran, dia mengelak dan memang tidak ditemukan bukti-bukti.

Karena tidak bisa dibuktikan, maka karirnya pun tidak terhambat dan dia tak 

bisa dijatuhi sanksi. Sekarang ini Zaenab masih dikontrakkan di sebuah rumah

yang terletak di wilayah Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan dan

dibelikan sebuah kios di pasar Kecamatan.

Kasus yang kedua adalah kasus perkawinan poligami illegal antara

seorang PNS senior yang pernah menduduki jabatan eselon IV di Kabupaten

Demak. Nasib PNS ini sungguh tragis. Dia sekarang hanya menjadi staf biasa

dan tak lagi menjadi seorang pejabat . Dalam kehidupan rumah tangga,

terutama dalam hal ekonomi dirasakan berat olehnya, karena dia harusmenanggung nafkah dua isteri dan anak-anak. Gajian bulanan yang semestinya

menjadi harapan tidak lagi banyak yang tersisa, karena dia mengambil hutang

dari bank yang pembayarannya dipotongkan dari gajinya tersebut.

Kasus ketiga merupakan kasus poligami seorang guru negeri dengan

pembantunya yang masih ada hubungan saudara jauh dengannya. Tak berbeda

dengan dua kasus sebelumnya, kehidupan rumah tangga pak guru ini

mengalami ketegangan hebat. Meski dengan isteri pertamanya dia tidak 

5/16/2018 Proposal Bab I Bernomor 1.5 Perbaikan II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/proposal-bab-i-bernomor-15-perbaikan-ii 21/28

21

bercerai, namun dia tidak lagi serumah. Bahkan setelah dimutasi di sebuah

sekolah yang agak jauh, sekarang dia mengontrak bersama isteri keduanya,

sementara hubungannya dengan isteri pertama dan anak-anaknya sudah tidak 

harmonis, karena tatkala dia pulang ke rumah yang dihuni oleh isteri pertama

dan anak-anaknya, mereka tidak lagi mengubris alias membiaarkannya .

Dari ketiga kasus poligami PNS di atas, dapat ditarik kesimpulan

sementara bahwa PNS yang menghendaki kawin lagi hanya cenderung kepada

ketentuan dalam fiqih yang membolehkan poligami dan sebaliknya dia

menghindar dari kaedah hukum yang mengaturnya sebagai PNS, padahal

tindakannya itu merupakan pelanggaran terhadap PP Nomor 53 Tahun 2010

tentang Disiplin PNS sebagai pengganti dari PP Nomor 30 Tahun 1980.

Seharusnya dia berkewajiban untuk mentaati Peraturan Pemerintah

sebagaimana ditulis oleh Shiddiqi, Nourouzzaman (1997: 170) yang mengutip

pendapat ayahnya Hasbi ash-Shiddieqy bahwa “Negara adalah masalah

duniawi atau siyasah. Dengan demikian ia bisa berubah-ubah menurut dimensi

ruang dan waktu atas dasar kehendak rakyat yang diwakili oleh lembaga ûlî al-

amri atau ahl al-hall wa al-aqd, Lembaga Permusyawaratan Rakyat. Yang

terpokok dalam pembentukan sebuah negara adalah pemerintahan sebagai

pemangku amanah rakyat yang diselenggarakan atas azas musyawarah. Islam

tidak mengenal hak mutlak pada seseorang penguasa. Kewajiban negara adalah

menyelenggarakan kehendak rakyat, mewujudkan kesejahteraan lahir dan batin

serta menegakkan keadilan dalam setiap aspek kehidupan rakyat. Pemerintah

yang memenuhi persyaratan dan melakanakan tugasnya sesuai dengankemauan rakyat dan tidak bertentangan dengan perintah Allah dan Rasul-Nya

wajib ditaati.

Dalam pasal 29 UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian

sebagaimana telah diubah dengan UU No. 43 Tahun 1999 dinyatakan bahwa " Dengan

tidak mengurangi ketentuan dalam peraturan perundang-undangan pidana, maka

5/16/2018 Proposal Bab I Bernomor 1.5 Perbaikan II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/proposal-bab-i-bernomor-15-perbaikan-ii 22/28

22

untuk menjamin tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas, diadakan Peraturan

 Disiplin Pegawai Negeri Sipil".

Disiplin PNS merupakan salah satu faktor yang sangat diperlukan

untuk mencapai tujuan suatu organisasi pemerintah. Dengan mematuhi dan

mentaati peraturan, prosedur, maupun kebijakan yang ada, maka dapat

menghasilkan kinerja yang baik dan dari hasil kinerja yang baik akan dicapai

tujuan yang diharapkan. Sebaliknya apabila peraturan tentang disiplin itu

dilanggar, maka dapat mengganggu hasil kinerja yang tentu saja dapat

mengganggu pencapaian tujuan tersebut. Dalam UU Nomor 8 Tahun 1974

tentang Pokok-Pokok Kepegawaian dinyatakan bahwa dalam rangka usaha

mencapai tujuan nasional untuk mewujudkan masyarakat madani yang taat

hukum, berperadaban moderen, demokratis, makmur, adil dan bermoral tinggi,

diperlukan PNS yang merupakan unsur aparatur negara yang bertugas sebagai

abdi masyarakat yang menyelenggarakan pelayanan secara adil dan merata,

menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dengan penuh kesetiaan kepada

Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945.

Pelanggaran disiplin adalah setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan PNS

yang tidak menaati kewajiban dan/atau melanggar larangan ketentuan disiplin

PNS, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja. Pelanggaran

terhadap peraturan disiplin akan dijatuhi sanksi berupa hukuman disiplin.

Hukuman disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan kepada PNS karena

melanggar peraturan disiplin PNS.7 

Disiplin Pegawai Negeri Sipil mencakup unsur-unsur ketaatan, kesetiaan,

kesungguhan dalam menjalankan tugas dan kesanggupan berkorban, dalam arti

mengorbankan kepentingan pribadi dan golongan untuk kepentingan negara dan

masyarakat.

7Lihat PP Nomor 53 Tahun 2010 Bab I Pasal1 (3 dan 4). 

5/16/2018 Proposal Bab I Bernomor 1.5 Perbaikan II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/proposal-bab-i-bernomor-15-perbaikan-ii 23/28

23

Di sisi lain, persyaratan poligami yang terdapat dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tersebut apabila diterapkan akan

bertentangan dengan ketentuan poligami yang terdapat dalam Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974, karena dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

cukup mengajukan permohonan ke Pengadilan Agama di daerah tempat tinggalnya

tanpa harus ada penilaian dan memperoleh izin lebih dahulu dari pejabat. Padahal

dalam sistem perundang-undangan dikenal adanya hierarchie, yakni peraturan

perundang-undangan ada yang memiliki tingkatan lebih tinggi dan ada yang

lebih rendah. Perundang-undangan suatu Negara merupakan suatu sistem yang

tidak menghendaki atau membenarkan atau membiarkan adanya pertentangan

atau konflik di dalamnya. Peraturan perundang-undangan yang tingkatannya

lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan yang lebih tinggi yang mengatur

hal yang sama. Kalau sampai terjadi konflik, maka peraturan perundang-

undangan yang lebih tinggi akan melumpuhkan peraturan perundang-undangan

yang lebih rendah. Ini merupakan azas yang dikenal dengan adagium yang

berbunyi lex superior derogat legi inferiori (Mertokusumo, Sudikno: 2010,

120-121).

4.  Jenis Penelitian

Menurut jenisnya penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan dan

penelitian lapangan.

c.  Penelitian Kepustakaan (Library Research) 

Data yang diperoleh dalam penelitian kepustakaan ini adalah bahan-

bahan normatif yang mencakup perundang-undangan yang menjadi

sumber hukum yang berlaku di Indonesia, yakni Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974 tentang Pewrkawinan, Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun

1990 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan

dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil, Peraturan Pemerintah Nomor 30

Tahun l980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil yang

5/16/2018 Proposal Bab I Bernomor 1.5 Perbaikan II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/proposal-bab-i-bernomor-15-perbaikan-ii 24/28

24

kemudian diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010,

dan peraturan perundang-undangan lainnya yang mendukung.

d.  Penelitian Lapangan (Field Research) dengan metode kualitatif, yakni

 jenis penelitian yang dalam penyajian data empirik dan analisisnya tidak 

diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya, namun

analisisnya bersifat kualitatif. Metode kualitatif dapat digunakan untuk 

mengungkap dan memahami sesuatu di balik fenomena yang sedikit pun

belum diketahui atau baru sedikit diketahui dan dapat memberi rincian

yang kompleks tentang fenomena yang sulit diungkap oleh metode

kuantitatif (Strauss, Anselm & Juliet Corbin, 2003: 4-5).

5.  Situasi Sosial (Social Situation) dan sampel

Dalam hal penelitian lapangan penulis tidak menggunakan istilah populasi

seperti dalam penelitian kuantitatif, tetapi sebagaimana dikemukakan oleh

Spradley yang dikutip Sugiyono (2009 : 49-52) dinamakan "social

situation" atau situasi sosial yang terdiri dari tiga elemen, yaitu place

(tempat), actors (pelaku) dan activity (aktivitas) yang berinteraksi secara

sinergis. Peneliti memasuki situasi sosial tertentu, melakukan observasi dan

wawancara kepada orang-orang yang dianggap tahu tentang situasi sosial

tersebut. Penentuan sumber data pada orang yang diwawancarai dilakukan

secara  purposive, yaitu dipilih dengan pertimbangan dan tujuan tertentu.

Hasil penelitian tidak akan digeneralisasikan ke populasi karena sampel

tidak diambil secara random. Hasil penelitian dengan metode kualitatif 

hanya berlaku untuk kasus situasi sosial tersebut. Hasil penelitian tersebut

dapat ditransferkan atau dapat diterapkan ke situasi sosial lain, apabila

situasi sosial lain tersebut memiliki kemiripan atau kesamaan dengan situasi

sosial yang diteliti.

Adapun situasi sosial dalam penelitian ini adalah praktek poligami yang

dilakukan oleh beberapa Pegawai Negeri Sipil secara sembunyi-sembunyi di

Kabupaten Demak.

Adapun ciri utama dari jenis penelitian lapangan ini adalah :

5/16/2018 Proposal Bab I Bernomor 1.5 Perbaikan II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/proposal-bab-i-bernomor-15-perbaikan-ii 25/28

25

a.  Memiliki setting alami sebagai sumber data langsung dan peneliti adalah

instrumen utamanya.

b.  Bersifat deskriptif, yakni data yang terkumpul berbentuk kata-kata,

gambar bukan angka, kalaupun ada angka-angka hanya sebagai

penunjang.

c.  Lebih menekankan proses kerja.

d.  Cenderung menggunakan pendekatan induktif.

e.  Memberi titik tekan pada makna, yakni fokus penelaahan terpaut

langsung dengan masalah kehidupan manusia (Danim, Sudarwan, 2002:

51).

6.  Pendekatan

Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa pendekatan:

a.  Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach)

Pendekatan Perundang-undangan dianggap penting dalam penelitian ini

karena sejatinya ketentuan hukum itu diproduk tak lain adalah untuk 

diterapkan. Dengan mengacu pada sistem perundang-undangan tertentu

maka materi hukum yang dihasilkan akan lebih sesuai dengan perasaan

keadilan masyarakat. Produk hukum tidak sekedar dibangun untuk ruang

yang kosong, tetapi harus dapat menyelesaikan pesoalan yang muncul.

(Yasid, Abu, 2010: 86).

b.  Pendekatan Historis (Historical Approach).

Penggunaan pendekatan ini dimaksudkan untuk memahami filosofi

aturan hukum yang berkembang dalam sejarah, karena hukum pada masa

kini dan hukum pada masa lampau merupakan satu kesatuan yang

berhubungan erat, sambung menyambung dan tidak putus, sehingga

sebagaimana dikemukakan Yasid, Abu ( 2010: 73) bahwa kita dapat

memahami hukum pada masa kini dengan mempelajari sejarah.

c.  Pendekatan Kasus (Case Approach)

Pendekatan kasus dalam penelitian ini bertujuan untuk mempelajari

penerapan kaedah norma-norma atau kaedah hukum yang dilakukan

5/16/2018 Proposal Bab I Bernomor 1.5 Perbaikan II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/proposal-bab-i-bernomor-15-perbaikan-ii 26/28

26

dalam praktik hukum, sehingga diperoleh gambaran terhadap dampak 

dimensi penormaan dalam suatu aturan hukum dan praktik hukum serta

hasil analisisnya dapat digunakan untuk bahan masukan (input) dalam

eksplanasi hokum. (Yasid, Abu, 2010: 75).

A.  Metode Penelitian 

1.  Sumber Data Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kepustakaan (library

research), di mana data-data yang dihimpun berasal dari sumber-sumber

kepustakaan yang dianggap mewakili (representatif ) dan terkait (relevant )

dengan metode-metode penentuan arah kiblat. Sumber-sumber

kepustakaan itu berupa sumber primer ( primary sources) dan sumber

sekunder (secondary sources). Sumber data primer yang digunakan

penulis dalam penelitian ini adalah buku-buku dan kitab-kitab tentang

metode-metode penentuan arah kiblat. Sumber data sekunder (secondary

sources) yang digunakan yaitu buku-buku teori trigonometri bola, teori

navigasi, teori geodesi, dan buku-buku fiqh tentang menghadap kiblat.

2.  Sifat Penelitian

Disertasi ini bersifat analitis – matematis.  Analitis matematis

dimaksudkan agar penelitian ini selalu memperhatikan segi matematik 

(perhitungan) dari metode-metode penentuan arah kiblat yang ada, dengan

berupaya melakukan perhitungan matematis dengan menerapkan teori-

toeri yang dibandingkan yakni teori trigonometri bola, teori geodesi dan

teori navigasi. Juga melakukan perhitungan metamatis dengan

5/16/2018 Proposal Bab I Bernomor 1.5 Perbaikan II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/proposal-bab-i-bernomor-15-perbaikan-ii 27/28

27

memperhitungkan cakupan sudut akurasi dalam penerapan perhitungan

pada metode-metode penentuan arah kiblat yang ada.

3.  Teknik pengumpulan data

Penelitian ini menggunakan metode pustaka, sehingga teknik 

pengumpulan datanya menggunakan teknik membaca buku atau kitab

yang membahas tentang menghadap kiblat, buku-buku tentang teori-teori

yang terkait dengan penentuan arah kiblat yang teori trigonometri, teori

geodesi dan teori navigasi, dan juga tentang metode-metode penentuan

arah kiblat yang ada dalam perpustakaan pribadi, perpustakaan umum dan

 juga library digital, kemudian mencatatnya dan mengklasifikasinya

(Nyoman Kutha Ratna, 2010: 200), terutama di perpustakaan prodi Ilmu

Falak di program Pasca Sarjana dan Fakultas Syari‟ah IAIN Walisongo

Semarang, perpustakaan Fakultas Astronomi ITB Bandung, Boscha,

perpustakaan pondok pesantren yang mengembangkan ilmu falak, dan

perpustakaan Fakultas Geodesi UNDIP Semarang.

4.  Metode Analisis Data

Disertasi ini menggunakan metode analisis komparatif, yakni dengan menggunakan

logika perbandingan atau komparasi. Yakni melakukan perbandingan teori

trigonometri bola, teori geodesi dan teori navigasi dalam penerapannya dalam

perhitungan arah kiblat. Dan juga melakukan perbandingan pada perhitungan

akurasi metode-metode penentuan arah kiblat dengan rujukan kiblat pada titik 

koordinat Ka‟bah, titik koordinat masjidil haram dan titik koordinat mekah. Dari

komparasi tersebut dapat dibandingkan dan dapat dianalisis bahwa definisi arah

yang dikehendaki oleh fiqh menghadap kiblat adalah relevan dengan teori yang

mana, apakah teori trigonometri, ataukah teori geodesi ataukah teori navigasi.

Dengan komparasi juga dapat dihasilkan perhitungan akurasi dari metode-metode

 penentuan arah kiblat dengan rujukan kiblat pada titik koordinat Ka‟bah, titik 

5/16/2018 Proposal Bab I Bernomor 1.5 Perbaikan II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/proposal-bab-i-bernomor-15-perbaikan-ii 28/28

28

koordinat masjidil haram dan titik koordinat mekah. Dengan data komparatif 

dapat mengarah ditemukannya keragaman, dan selanjutnya bukan mustahil

menghasilkan modifikasi teori atau menemukan teori baru (Noeng Muhadjir,

123). Dengan menganalisis penerapan teori-teori penentuan arah kiblat tersebut

tidak menutup kemungkinan menghasilkan modifikasi teori atau menemukan

teori baru.