bab i-1

76
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah investasi jangka penjang yang memperluas usaha dan dana yang cukup besar, hal ini diakui oleh semua orang atau suatu bangsa demi kelangsungan masa depannya. Demikian halnya dengan bangsa Indonesia menaruh harapan besar terhadap pendidikan dalam perkembangan masa depan bangsa ini, karena dari sanalah tunas muda harapan bangsa sebagai generasi penerus dibentuk. Meski diakui bahwa pendidikan adalah investasi besar jangka pangjang yang harus ditata, disiapkan dan diberikan sarana maupun prasarananya dalam arti modal material yang cukup besar, tetapi sampai saat ini Indonesia masih berkutat pada problematika (permasalahan) klasik dalam hal ini yaitu kualitas pendidikan. Problematika ini setelah dicoba untuk dicari akar permasalahannya adalah bagaikan sebuah

Upload: yus-diansyah

Post on 11-Jul-2016

216 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

bab 1

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I-1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah investasi jangka penjang yang memperluas usaha dan

dana yang cukup besar, hal ini diakui oleh semua orang atau suatu bangsa demi

kelangsungan masa depannya. Demikian halnya dengan bangsa Indonesia

menaruh harapan besar terhadap pendidikan dalam perkembangan masa depan

bangsa ini, karena dari sanalah tunas muda harapan bangsa sebagai generasi

penerus dibentuk.

Meski diakui bahwa pendidikan adalah investasi besar jangka pangjang

yang harus ditata, disiapkan dan diberikan sarana maupun prasarananya dalam

arti modal material yang cukup besar, tetapi sampai saat ini Indonesia masih

berkutat pada problematika (permasalahan) klasik dalam hal ini yaitu kualitas

pendidikan. Problematika ini setelah dicoba untuk dicari akar permasalahannya

adalah bagaikan sebuah mata rantai yang melingkar dan tidak tahu darimana

mesti harus diawali.

Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di sekolah merupakan

saran berpikir ilmiah yang sangat diperlukan untuk mengembangkan cara

berpikir logis, kritis, sistematis dan kreatif. Oleh karena itu, kualitas pelajaran

perlu mendapat perhatian yang sunguh-sungguh. Sesuai tuntutan tersebut guru

SD harus mampu menyampaikan pelajaran dengan baik, karena mutu

pendidikan sangat erat kaitannya dengan mutu pembelajaran. Kunci

keberhasilan pembelajaran diataranya ditentukan oleh faktor guru sebagai

Page 2: BAB I-1

pengelola kegiatan belajar mengajar, oleh karena itu untuk meningkatkan mutu

pendidikan perlu ditekankan pula pada upaya peningkatan mutu guru. Guru

harus mampu menguasai dan memilih metode yang tepat, karena tidak jarang

siswa yang asalnya menyenangi pelajaran matematik menjadi tidak

menyenanginya. Mungkin salah satu penyebabnya adalah cara mengajar guru

yang tidak cocok.

Salah satu metode yang dapat digunakan pada pembelajaran Ilmu

Pengetahuan Alam adalah alat peraga. Metode ini memberikan pengalaman

belajar pada siswa lebih bermakna, karena siswa terlibat langsung pada

penggunaan dan pengotak-atikan alat peraga. Suherman dkk., (2001: 209)

mengemukakan bahwa: “Alat peraga merupakan perlengkapan dari strategi

mengajar dan belajar dimana siswa mengeksploitasi ide Ilmu Pengetahuan

Alam melalui banyak cara dari aktivitas pengontrolan siswa dalam

laboratorium Ilmu Pengetahuan Alam”.

Sedangkan Rusefendi (1988: 318) menjelaskan bahwa:

Mengajar dengan alat peraga ialah mengajar yang memberikan

kesempatan kepada siswa untuk memahami suatu obyek langsung Ilmu

Pengetahuan Alam dengan jalan mengkaji, menganalisis, menanamkan secara

induktif melalui inkuiri, merumuskan dan mengetes hipotesis dan membuat

kesimpulannya dari benda-benda kongkrit atau modelnya dilakukan di

laboratorium Ilmu Pengetahuan Alam (LABMAT).

Pendapat di atas dikuatkan oleh Buner (dalam Rusefendi, 1993: 109)

bahwa:

Page 3: BAB I-1

Dalam proses belajar sebaiknya siswa diberikan untuk memanipulasi

benda-benda (alat peraga). Dengan alat peraga tersebut siswa dapat melihat

langsung bagaimana keteraturan serta pola yang terdapat dalam benda yang

sedang diperhatikannya. Keteraturan tersebut kemudian oleh siswa

dihubungkan dengan keteraturan intuitif yang telah melekat pada dirinya.

Alat peraga membuat siswa aktif dalam belajar, karena dapat melakukan

kegiatan mengotak-atik (manipulasi) benda konkrit (nyata), bahkan mengkaji,

menyebenda tiruanki, menyusun hipotesis, mencoba, menemukan,

merumuskan, memeriksa dan membuat kesimpulan tentang obyek Ilmu

Pengetahuan Alam, sehingga membuat hasil belajar lebih lama tersimpan

dalam ingatan. Hal ini sejalan dengan pendapat Rusefendi (2002: 189) yang

menyatakan bahwa: “Belajar melalui berbuat lebih baik pada melalui mata dan

melalui telinga”. Kenyataan di SD selama ini masih menggunakan cara

mengajar konvensional (pembelajaran terpusat pada guru). Untuk mencapai

tujuan itu diperlukan suatu usaha, salah satunya dengan menggunakan metode

mengajar yang tepat sehingga siswa aktif dalam pembelajaran (pembelajaran

terpusat pada siswa).

Pemahaman siswa pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam masih

kurang. Terdapat beberapa permasalahan yang sering dihadapi dalam proses

pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam, antara lain:

1. Siswa kurang menguasai pengetahuan dasar-dasar Ilmu Pengetahuan Alam.

2. Guru perlu melatih diri untuk menggunakan alat peraga media benda tiruan.

3. Motivasi belajar siswa untuk mempelajari Ilmu Pengetahuan Alam

cenderung kurang.

Page 4: BAB I-1

4. Penjelasan tentang materi pelajaran kurang dapat dimengerti siswa.

5. Guru kurang memberikan perhatian kepada siswa secara individu.

6. Metode mengajar yang digunakan hanya ceramah sehingga anak belajar

cenderung jemu dan kurang menarik.

Pemahaman siswa pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam masih

kurang. Melihat tuntutan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam pada

kurikulum 2004 dimana mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam harus dapat

menumbuhkembangkan kemampuan bernalar yaitu berpikir sistematis, logis

dan kritis dalam mengkomunikasikan gagasan atau dalam pemecahan masalah.

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul: “Efektivitas Pembelajaran Ilmu

Pengetahuan Alam dengan Menggunakan Media Benda Tiruan di Kelas VI SD

Negeri 4 Rancah Kabupaten Sukabumi”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas dan hasil

refleksi awal penelitian di lapangan, ditemukan suatu kesulitan dalam

pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di kelas VI. Hal ini ditunjukkan dengan

lemahnya pemahaman siswa terhadap Ilmu Pengetahuan Alam. Dengan fakta

ini guru perlu merancang pembelajaran yang tepat yang disesuaikan dengan

sarana yang ada dan meningkatkan kemampuannya dalam menyampaikan

pembelajaran agar hasil belajar siswa kelas VI meningkat. Salah satunya

dengan menggunakan alat peraga berupa media benda tiruan.

Page 5: BAB I-1

Dengan demikian maka secara umum rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah: “Bagaimana pelaksanaan alat peraga media benda tiruan

pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam agar pemahaman siswa

meningkat?”

Agar penelitian lebih terfokus dan efektif, maka rumusan masalah

dikhususkan sebagai berikut:

1. Bagaimana perencanaan pembelajaran dengan menggunakan alat peraga

media benda tiruan pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam agar

meningkatkan pemahaman siswa di kelas VI SDN Pasantren?

2. Bagaimana proses pembelajaran dengan menggunakan alat peraga media

benda tiruan pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam agar meningkatkan

pemahaman siswa di kelas VI SDN Pasantren?

3. Bagaimana peningkatan pemahaman siswa setelah mengikuti proses

pembelajaran dengan alat peraga media benda tiruan pada pembelajaran

Ilmu Pengetahuan Alam bagi siswa kelas VI SDN Pasantren?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan pemahaman

siswa pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dengan menggunakan alat

peraga media benda tiruan di kelas VI SDN Pasantren Kecamatan

Kebonpedes Kabupaten Sukabumi.

Page 6: BAB I-1

2. Tujuan Khusus

Secara khusus tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Meningkatkan kemampuan guru dalam merencanakan penggunaan alat

peraga media benda tiruan pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam

agar pemahaman siswa di Kelas VI SDN Pasantren meningkat.

b. Memperoleh gambaran tentang proses pembelajaran dengan menggunakan

alat peraga media benda tiruan pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam

agar pemahaman siswa di Kelas VI SDN Pasantren Kabupaten Sukabumi

meningkat.

c. Memperoleh data peningkatan pemahaman siswa melalui penggunaan alat

peraga media benda tiruan pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di

Kelas VI SDN Pasantren Kabupaten Sukabumi.

1.3 Manfaat Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilakukan peneliti

(guru) dari hasil refleksi pada kegiatan belajar mengajar. Penelitian ini memiliki

manfaat diantaranya:

1. Manfaat Teoritis

Manfaat secara teoritis kegiatan penelitian ini adalah mengembangkan

model pembelajaran tentang penggunaan alat peraga media benda tiruan pada

pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di Kelas VI Sekolah Dasar.

2. Manfaat Praktis

Page 7: BAB I-1

Manfaat secara praktis kegiatan penelitian ini adalah memberikan

wawasan pengetahuan dan pengalaman kepada guru dan siswa dalam

memecahkan permasalahan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam, khususnya

tentang pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di Kelas VI Sekolah Dasar.

Page 8: BAB I-1

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Belajar dan Pembelajaran

Belajar dan pembelajaran adalah suatu kegiatan yang tidak terpisahkan

dari kehidupan manusia. Secara umum pengertian belajar merupakan suatu

kegiatan yang mengakibatkan terjadinya perubahan tingkah laku (Darsono, 2000:

24).

Pengertian balajar menurut Fortana (Suherman: 2003, 7-8) adalah suatu

proses perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil dari

pengalaman.

Jean Piaget menyebut bahwa struktur kognitif sebagai schemata

(schemas), yaitu kumpulan dari skema-skema. Seorang individu dapat mengikat,

memahami, dan memberikan respon terhadap stimulus disebabkan karena

bekerjanya skemata ini. Skemata ini berkembang secara kronologis, sebagai hasil

interaksi antara individu dengan lingkungannya. Dengan demikian seorang

individu yang lebih dewasa memiliki struktur kognitif yang lebih lengkap

daripada ketika ia masih kecil.

Berdasarkan penelitiannya, Piaget mengemukakan ada empat tahap

perkembangan kognitif dari setiap individu yang berkembang secara kronologis,

yaitu:

a. Tahap Sensor-motor

Tahap ini dicapai anak umur 2 tahun. Karakteristiknya merupakan gerakan-

gerakan sebagai akibat reaksi langsung. Anak belum mempunyai kesadaran

Page 9: BAB I-1

adanya konsep objek yang tetap. Bila objek tersebut disembunyikan, maka

anak itu tidak akan mencarinya. Karena anak secara kontinu bertambah

pengalaman terhadap lingkungannya, pada akhir periode sensori-motor, anak

menyadari bahwa objek yang disembunyikan masih ada dan ia berusaha

mencarinya.

b. Tahap Pra-Operasional

Tahap ini dicapai anak umur 2-7 tahun. Operasi adalah suatu proses berfikir

logis, dan merupakan aktivitas mental bukan aktivitas sensorimotor. Pada

tahap pra-operasional siswa dalam berfikirnya tidak didasarkan kepada

keputusan yang logis, melainkan didasarkan kepada keputusan yang dapat

dilihat seketika. Tahap ini adalah tahap persiapan untuk pengorganisasian

operasi konkret.

c. Tahap Operasi Konkret

Tahap ini kira-kira dicapai pada usia 7-11 tahun atau 12 tahun. Tahap ini

ditandai dengan permulaan berfikir matematik logis. Siswa dalam periode ini,

di dalam berfikirnya dikatakan menjadi operasional. Tahap ini disebut operasi

konkret sebab berfikir logisnya didasarkan atas manipulasi fisik dari objek-

objek. Dengan perkataan lain, pengerjaanpengerjaan logis dapat dilakukan

dengan berorientasi ke objek-objek atau peristiwa-peristiwa yang langsung

dialami. Secara singkat dapatlah dikatakan bahwa operasi pada periode ini

terikat kepada pengalaman pribadi. Siswa masih belum mampu menguasai

materi abstrak.

d. Tahap Operasi Formal

Page 10: BAB I-1

Periode terakhir adalah tahap berfikir formal atau disebut juga periode operasi

hipotetik deduktif. Dengan perkataan lain, tahap ini adalah tahap tertinggi dari

perkembangan intelektual siswa. Biasanya tahap ini belum tercapai pada usia

11-12 tahun. Anak pada tahap ini sudah mampu melakukan penalaran dengan

menggunakan hal-hal yang abstrak. Penggunaan benda-benda konkret tidak

diperlukan lagi.

Berdasarkan usia yang berhubungan erat dengan pengajaran Ilmu

Pengetahuan Alam di sekolah, baik SD, SMP maupun SMA, anak berada pada

tahap operasi konkret dan tahap operasi formal. Namun pada kenyataannya, anak

masih banyak yang mempunyai kesukaran untuk menangkap abstraksi verbal.

Piaget mengatakan bahwa tahap operasi formal akan tercapai antara anak berusia

15-20 tahun. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa penelitian pada kultur

Barat dan kultur di luar Barat hasil tidak selalu sama seperti pada teori Piaget.

Nampak objek penelitian Piaget yang menghasilkan toerinya adalah untuk anak-

anak Barat yang tingkat sosialnya cukup tinggi, bahkan mungkin anak-anak

pilihan.

Oleh karena itu kita tidak boleh gegabah untuk menganggap bahwa anak-

anak sekolah di Indonesia sebagian besar sudah sampai pada tahap operasi formal

karena ternyata masih banyak anak sekolah yang masih berada pada tahap operasi

konkret. Oleh karena itu menurut Hardi Suyitno, pengajaran Ilmu Pengetahuan

Alam masih memerlukan bantuan benda-benda konkret atau alat peraga. Menurut

Bell, bagi siswa sekolah, topik baru dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam

sebaiknya dikenalkan melalui contoh-contoh benda konkret. Dikatakan

Page 11: BAB I-1

selanjutnya bahwa intuisi dan eksperimentasi memegang peranan penting untuk

menentukan strategi mengajarkan konsep baru.

Seorang psikologi terkenal, Brunner mengatakan bahwa: “Bagi anak

berumur antara 7 sampai dengan 17 tahun, untuk mendapat daya serap dan daya

tangkap yang meliputi ingatan, pemahaman, dan penerapan masih memerlukan

mata dan tangan”. Mata berfungsi untuk mengamati, sedang tangan berfungsi

untuk meraba. Dengan demikian dalam pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam

dituntut adanya benda-benda konkret yang merupakan model dari ide-ide Ilmu

Pengetahuan Alam. Benda-benda konkret itu biasa disebut dengan media. Sejalan

dengan pendapat Brunner, ada pepatah lama dari negeri Cina yang berbunyi :

“Saya mendengar saya lupa, saya melihat saya ingat, dan saya melakukan saya

mengerti” (Tim Istruktur PKG Ilmu Pengetahuan Alam SMU, 1987: 1).

Piaget menerangkan bahwa seorang anak itu berfikir sepanjang ia berbuat.

Tanpa perbuatan berarti anak itu tidak berfikir. Oleh karena itu agar anak berfikir

sendiri, maka harus diberi kesempatan untuk berbuat sendiri. Berfikir pada taraf

verbal baru akan timbul setelah anak itu berfikir pada taraf berbuat (Sardiman,

2001: 35)

Sedangkan pembelajaran merupakan upaya penataan lingkungan yang

memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal.

Dengan demikian proses belajar bersifat internal dan unik dalam diri individu

siswa, sedangkan proses pembelajaran bersifat eksternal yang sengaja

direncanakan dan bersifat rekayasa perilaku (Suherman, 2003: 7).

2.2 Pengertian Hasil Belajar

Page 12: BAB I-1

Hasil belajar adalah penguasaan pengetahuan/ketrampilan yang

dikembangkan oleh mata pelajaran yang biasanya ditunjukkan dengan nilai tes

atau angka nilai yang diberikan guru.

Hasil belajar merupakan hal yang penting yang akan dijadikan sebagai

tolak ukur keberhasilan siswa dalam belajar dan sejauh mana sistem pembelajaran

yang diberikan guru berhasil atau tidak. Suatu proses belajar mengajar dikatakan

berhasil apabila kompetensi dasar yang diinginkan tercapai.

Untuk mengetahui tercapai tidaknya kompetensi tersebut, guru

mengadakan tes setelah selesai menyajikan pokok bahasan kepada siswa. Dari

hasil tes ini diketahui sejauh mana keberhasilan siswa dalam belajar. Hasil belajar

dalam periode tertentu dapat dinilai dari nilai raport, yang secara nyata dapat

dilihat dalam bentuk angka-angka. Siswa yang belajar dengan baik akan

mendapatkan hasil yang lebih baik dibanding siswa yang cara belajarnya asal-

asalan atau tidak secara teratur.

2.3 Pengertian Metode Pengajaran

Berdasarkan informasi yang diperoleh dan APKG 1 dan 2 serta data hasil

ulangan siswa yang menunjukkan tingkat keberhasilan siswa hanya mencapai

67,4% untuk mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Serta hasil pengamatan

selama proses belajar mengajar berlangsung diketahui siswa cenderung pasif,

kurang merespon pertanyaan yang diajukan guru, cenderung tidak terjadi interaksi

antara siwa dengan guru, motivasi berlajar siswa kurang, metode dan teknik

mengajar tidak bervariatif, sehingga timbul kejemuan bagi siswa.

Page 13: BAB I-1

Masalah-masalah tersebut akan ditindaklanjuti dengan mencarikan solusi

pemecahannya. Apabila siswa belajar cenderung pasif, salah satunya mungkin

sebagai akibat cara mengajar guru monoton, kurang selektif. Semakin efektif guru

mengajar maka proses belajar siswapun akan lebih efektif pula. Sebagaimana

dikatakan Slameto (1991: 92) bahwa: “Mengajar yang efektif adalah mengajar

yang dapat membawa belajar siswa yang lebih efektif pula”. Lebih lanjut

dikatakan Slameto (1991: 92-94) dalam bukunya Belajar dan Faktor-faktor yang

mempengaruhinya bahwa untuk mengajar secara efektif diperlukan syarat-syarat

sebagai berikut:

1. Belajar secara aktif, baik mental maupun fisik. Dalam belajar siswa

harus mengalami aktivitas mental.

2. Guru harus menggunakan banyak metode pada waktu mengajar.

Variasi metode mengakibatkan penyajian bahan pengajaran lebih

menarik perhatian siswa, mudah diterima siswa, dan kelas menjadi

hidup, metode penyajian yang selalu sama akan membosankan siswa.

3. Motivasi, hal ini sangat berperan pada kemajuan, perkembangan siswa

selanjutnya melalui proses belajar.

4. Kurikulum yang baik dan seimbang.

5. Guru perlu mempertimbangkan perbedaan individual, guru tidak cukup

hanya merencanakan pengajaran klasikal.

6. Guru akan mengajar secara efektif bila selalu membuat perencanaan

sebelum mengajar.

7. Pengaruh guru yang sugestif perlu diberikan pula kepada siswa.

Sugesti yang kuat akan merangsang siswa untuk lebih giat belajar.

Page 14: BAB I-1

8. Seorang guru harus memiliki keberanian dalam menghadapi siswa-

siswinya, juga masalah yang timbul waktu proses belajar mengajar

berlangsung.

9. Guru harus mampu menciptakan suasana yang demokratis di sekolah.

10. Guru mampu memberikan masalah-masalah yang dapat merangsang

berpikir siswa.

11. Semua pelajaran yang diberikan kepada siswa perlu diintegrasikan,

sehingga siswa memiliki pengetahuan yang terintegrasi.

12. Pelajaran di sekolah perlu dihubungkan dengan kehidupan nyata di

masyarakat.

13. Dalam interaksi belajar mengajar, guru harus banyak memberi

kebebasan pada siswa, untuk dapat menyebenda tiruanki sendiri.

Mengamati sendiri, belajar sendiri, mencari pemecahan sendiri. Hal

mana itu akan menumbuhkan rasa tanggungjawab yang besar terhadap

apa yang dikerjakannya dan kepercayaan pada diri sendiri, sehingga

siswa tidak selalu menggantungkan diri pada orang lain.

14. Pengajaran remedial, banyak faktor penyebab kesulitan belajar, guru

perlu menetilit faktor-faktor itu, agar dapat memberikan diagnosa

kesulitan belajar dan menganalisis kesulitan-kesulitan itu. Dan sebab

itu guru harus menyusun perencanaan pengajaran remedial pula, dan

dilaksanakan bagi siswa yang memerlukan.

Siswa dalam belajar kurang bergairah timbul kebosanan dalam menerima

pelajaran dari guru. Maka guru harus mengusai dan menggunakan berbagai

Page 15: BAB I-1

metode mengajar artinya guru tidak hanya menggunakan satu metode ceramah

saja, melainkan variasikan dengan metode yang lainnya dengen pertimbangan

sesuai dengan kompetensi dasar, situasi, dan tingkat perkembangan siswa. Jika

guru terampil menggunakan metode mengajar yang bervariasi maka proses belajar

mengajar akan lebih menarik bagi siswa.

Sejalan dengan hal tersebut, bahwa seorang guru yang cakap dan disegani

adalah guru yang menguasai setiap metode sehingga para siswa terangsang untuk

terus belajar (Seri Peningkatan Mutu 1, 1996: 45). Pendapat lain dikemukakan

dalam buku Peningkatan Mutu Proses Belajar Mengajar bahwa metode mengajar

yang digunakan hendaknya disesuaikan dengan tujuan dan bahan yang telah

ditetapkan sebelumnya.

Keberhasilan program pembelajaran akan dijembatani oleh metode yang

sesuai dengan tingkat perkembangan dan pengetahuan siswa. Selanjutnya Andrian

(1997: 11) mengemukakan bahwa:

Metode mengajar yang dimiliki pendidikan usahakan divariasikan, agar

siswa-siswi dalam kelas yang tipe belajarnya pasti beragam itu dapat

menerima, mencerna, menguasai materi yang diberikan oleh pendidik

seefisien dan seefektif mungkin.

2.4 Pengertian Alat Peraga Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam

Pada dasarnya anak belajar melalui benda/objek konkret. Untuk

memahami konsep abstrak, anak-anak memerlukan benda-benda konkret (riil)

sebagai perantara atau visualisasinya. Konsep abstrak itu dicapai melalui tingkat-

tingkat belajar yang berbeda-beda. Bahkan orang dewasa pun yang pada

Page 16: BAB I-1

umumnya sudah dapat memahami konsep abstrak, pada keadaan tertentu sering

memerlukan visualisasi.

Belajar anak akan dapat meningkat bila ada motivasi. Karena itu dalam

pengajaran diperlukan faktor-faktor yang dapat memotivasi anak belajar, bahkan

untuk pengajar. Misalnya : pengajaran supaya menarik, dapat menimbulkan

minat, sikap guru dan penilaian baik, suasana sekolah menyenangkan, ada

imbalan bagi guru yang baik, dan lain-lain. Selanjutnya konsep abstrak yang baru

dipahami siswa itu akan melekat dan tahan lama bila siswa belajar melalui

perbuatan dan dapat dimengerti, bukan hanya mengingat fakta. Karena itulah

dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam kita sering menggunakan alat

peraga. Dengan menggunakan alat peraga maka:

1) Proses belajar mengajar termotivasi. Baik siswa maupun guru, dan terutama

siswa, minatnya akan timbul. Ia akan senang, terangsang, tertarik dan karena

itu akan bersikap positif terhadap pengajaran Ilmu Pengetahuan Alam.

2) Konsep abstrak Ilmu Pengetahuan Alam tersajikan dalam bentuk konkret dan

karena itu dapat dipahami dan dimengerti, dapat ditanamkan pada tingkat-

tingkat yang lebih rendah.

3) Hubungan antara konsep abstrak Ilmu Pengetahuan Alam dengan benda-benda

di alam sekitar akan lebih dapat dipahami.

4) Konsep-konsep abstrak yang tersajikan dalam bentuk konkret, yaitu dalam

bentuk model matematik yang dapat dipakai sebagai objek penelitian maupun

sebagai alat untuk meneliti ide-ide baru dan relasi baru bertambah banyak.

(Suherman, 2003: 7)

Page 17: BAB I-1

Russefendi (1994: 132) memberikan definisi alat peraga, yaitu alat untuk

menerangkan/mewujudkan konsep Ilmu Pengetahuan Alam. Menurut Anderson,

alat peraga sebagai media atau perlengkapan yang digunakan untuk membantu

para pengajar.

Piaget (Suherman, 2003: 40) berpendapat bahwa siswa yang tahap

berfikirnya masih pada tahap konkret mengalami kesulitan untuk memahami

operasi logis dan konsep Ilmu Pengetahuan Alam tanpa alat bantu dengan alat

peraga. Menurut Brunner (Suherman, 2003: 43) dalam proses belajar anak

sebaiknya diberi kesempatan untuk memanipulasi benda-benda (alat peraga).

Penggunaan alat peraga dalam Ilmu Pengetahuan Alam oleh Brunner dijelaskan

bahwa dalam proses belajar mengajar, siswa diberi kesempatan untuk

memanipulasi benda-benda konkret/alat peraga, sehingga siswa langsung dapat

berfikir bagaimana, serta pola apa yang terdapat dalam benda-benda yang sedang

diperhatikannya.

Dari beberapa uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa alat peraga

mempunyai peranan yang sangat dominan dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan

Alam guna mewujudkan konsep, menguasai teori dan definisi, sehingga siswa

akan memiliki penguatan yang tahan lama, juga dengan alat peraga siswa

dilibatkan sebagai subjek dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam.

Menurut Sugiarto dan Hidayah (2004: 5), penggunaan media dalam

pembelajaran mempunyai arti penting, yaitu:

a. Mampu mengatasi keterbatasan perbedaan pengalaman pribadi siswa,

b. Mampu mengatasi keterbatasan ruang kelas,

c. Mampu mengatasi keterbatasan ukuran benda,

Page 18: BAB I-1

d. Mampu mengatasi keterbatasan kecepatan gerak benda,

e. Mampu mempengaruhi motivasi belajar siswa,

f. Mampu mempengaruhi abstraksi siswa, dan

g. Memungkinkan pembelajaran yang lebih bervariasi.

Adapun persyaratan umum memanfaatkan media atau alat peraga dalam

pembelajaran adalah sebagai berikut:

a. Tahan lama,

b. Bentuk dan warna menarik,

c. Dapat menyajikan dan memperjelas konsep,

d. Ukuran sesuai dengan kondisi fisik anak/siswa,

e. Fisibel,

f. Tidak membahayakan siswa, dan

g. Mudah disimpan saat digunakan

Agar pemanfaatan media/alat peraga dalam pembelajaran efektif, maka

strategi pendayagunaannya harus memperhatikan kesesuaian media/alat peraga

dengan:

a. Tujuan pembelajaran,

b. Materi,

c. Strategi pembelajaran,

d. Kondisi ; ruang kelas, waktu, banyak siswa, dan

e. Kebutuhan siswa.

BAB III

Page 19: BAB I-1

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian tindakan

kelas (PTK). Penelitian ini merupakan penelitian kaji tindak (action research)

yang dilaksanakan di kelas. Tujuan penelitian tindakan kelas ini untuk

memperbaiki efektifitas dan efisiensi praktek pendidikan, terutama yang terjadi di

sekolah dasar. Artinya berdasarkan hasil refleksi/perenungan, peneliti merasakan

ada sebuah masalah di kelas yang harus diatasi. Dengan demikian peneliti harus

melakukan sebuah tindakan, agar masalah tersebut dapat dipecahkan. Penelitian

yang dimaksud di sini dilakukan dalam dunia pendidikan, khususnya di sekolah

dasar. Penelitian dalam dunia pendidikan ini merupakan suatu strategi pemecahan

masalah yang berfungsi mencari tindakan yang dianggap tepat untuk memperbaiki

kinerja pembelajaran di sekolah, khususnya di kelas-kelas yang belum mencapai

tujuan yang diharapkan. Kemmis dan Carr (Kas Bolah, 1998: 13) menyatakan

bahwa:

Penelitian tindakan kelas merupakan suatu bentuk penelitian yang bersikap

reflektif yang dilakukan oleh pelaku dalam masyarakat sosial dan

bertujuan untuk memperbaiki pekerjaannya memahami pekerjaan ini serta

situasi dimana-mana pekerjaan-pekerjaan ini dilaksanakan.

Lebih lanjut definisi penelitian tindakan kelas (PTK) di kemukakan oleh

Wibawa (2003: 9) menyatakan bahwa:

Page 20: BAB I-1

Penelitian tindakan kelas adalah suatu penelitian yang dilakukan secara

sistematis reflektif terhadap berbagai aksi atau tindakan yang dilakukan

oleh guru oleh pelaku mulai dari perencanaan sampai dengan penilaian

terhadap tindakan nyata di dalam kelas yang berupa kegiatan belajar

mengajar untuk memperbaiki kondisi pembelajaran yang berlaku.

Penelitian ini terdapat du aktivitas yang dilakukan secara simultan yaitu

aktivitas tindakan (action) dan aktivitas itu dapat dilaksanakan oleh orang yang

sama atau oleh orang yang berbeda tetapi bekerjasama secara kolaboratif.

Penelitian ini akan melibatkan sebuah tim yang terdiri dari peneliti sendiri sebagai

pendidik, kepala sekolah dan rekan sejawat sebagai observer.

Oleh karena itu PTK secara singkat didefinisikan sebagai bentuk

penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu

agar dapat memperbaiki dan atau meningkatkan praktek-praktek pembelajaran

dikelas secara lebih professional.

3.1.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain intervensi tindakan/rancangan siklus

yang mengacu pada model Kemmis dan McTarggart. Desain penelitian tindakan

kelas dalam penelitian ini dirancang untuk dapat menyelesaikan satu pokok

bahasan yang akan dilaksanakan secara berkelanjutan dengan menggunakan dua

siklus. Setiap siklus dilaksanakan sesuai dengan hasil belajar yang ingin di capai.

Prosedur penelitian tindakan kelas ini terdiri dari dua siklus, tiap siklus

dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai, seperti apa yang telah

Page 21: BAB I-1

didesai dalam faktor yang disebenda tiruanki, menurut Kemmis dan McTarggart

(Warnengsih, 2006: 30) tahap penelitian tindakan kelas terdiri atas: “Perencanaan

(planning), pelaksanaan tindakan (action), pengamatan (observing), refleksi

(reflection), dan seterusnya sampai diselesaikannya refleksi dan rencana tindakan

kelas berikutnya (replanning)”.

Siklus ini akan dimodifikasikan lalu diaktualisasikan dalam tindakan dan

pengamatan, begitu seterusnya sehingga membentuk siklu. Penelitian ini

dilaksanakan sampai dua siklus dan setiap siklus kemungkinan dapat terdiri dari

satu atau beberapa pertemuan, tergantung dari tingkat ketercapaian dari kriteria

keberhasilan yang ditetapkan.

3.1.2 Model Penelitian

Model tindakan kelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah model

siklus secara berulang dan berkelanjutan (spiral) yang berarti semakin lama

diharapkan semakin meningkatkan perubahan atau pencapaian hasilnya. Model

yang ingin dikembangkan adalah mdoel proses siklus putaran/spiral yang

mengacu pada model Kemmis dan McTarggart yang dalam satu siklus terdiri dari

empat komponen yaitu perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi dari putaran

ke putaran atau dari siklus ke siklus dengan target atau harapan agar kualitas

pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam semakin meningkat.

Sistematika rencana tindakan yang dilakukan untuk mengatasi masalah

dalam rencana perbaikan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di kelas III SDN

2 Linggasari Kecamatan Sukabumi Kabupaten Sukabumi dengan pokok bahasan

pengoperasian angka.

Page 22: BAB I-1

Observasi Awal

Rencana I

Refleksi

Tindakan dan Observasi

Rencana II

Refleksi

Tindakan dan Observasi

Rencana Selanjutnya

Langkah-langkah yang ditempuh untuk melaksanakan perbaikan

pembelajaran adalah sebagai berikut:

Gambar 3.1

Alur Penelitian

1) Perbaikan Pembelajaran Siklus I

Page 23: BAB I-1

Dalam menerapkan materi pembelajaran harus diawali dengan

penanaman pemahaman tentang konsep dasar dan materi yang akan diajarkan,

hal ini penting sebagai langkah kesiapan diri siswa dalam menerima pelajaran

berikutnya. Menurut pendapat Brunet dalam Gunawan Undang dkk., (1997:

10) mengatakan bahwa proses belajar terjadi dalam tiga episode, yaitu:

a. Informasi,

b. Transformasi, dan

c. Evaluasi.

Keterampilan menjelaskan termasuk pada episode informasi,

merupakan proses penjelasan, penguraian, pengarahan mengenai prinsip-

prinsip struktur pengetahuan kedalam diri anak. Masalah kurangnya

pengetahuan dasar perkalian bagi siswa dapat diatasi apabila guru memiliki

keterampailan menjelaskan, karena alasannya dikemukakan oleh Uzer Usman

dalam bukunya Menjadi Guru Profesional (2001: 89) yaitu:

1. Meningkatkan keefektifan pembicaraan agar benar-benar

merupakan penjelasan yang bermakna bagi siswa, karena pada

umumnya pembicaraan lebih didominasi oleh guru daripada siswa.

2. Penjelasan yang diberikan guru kadang-kadang tidak jelas bagi

siswanya, tetapi hanya jelas bagi guru sendiri. Hal ini tercermin

dalam ucapan guru: “Sudah jelas bukan?” atau “Dapat dipahami,

bukan?” oleh karena itu, kemampuan mengelola tingkat

pemahaman murid sangat penting dalam memberikan penjelasan.

Page 24: BAB I-1

3. Tidak semua murid dapat menggali sendiri pengetahuan dari buku

atau dari sumber lainnya. Oleh karena itu, guru perlu membantu

menjelaskan hal-hal tertentu.

4. Kurangnya sumber yang dapat dimanfaatkan oleh murid dalam

belajar. Guru perlu membantu murid dengan cara memberikan

informasi lisan berupa penjelasan yang cocok dengan materi yang

diperlukan.

2) Perbaikan Pembelajaran Siklus 2

Terjadinya interaksi belajar mengajar yang efektif, yakni terjadinya

komunikasi dua arah antara guru dengan siswanya. Ketika guru memberikan

pertanyaan, maka siswa segera merespon dengan jawaban yang tepat. Namun

kadang siswa sama sekali tidak memberikan jawaban atas pertanyaan guru

tersebut. kelas menjadi kurang bergairah, guru tidak merasa nyaman dalam

mengajar. Juga para siswa yang mengikuti pelajaran belum tentu dapat

menangkap apa yang disampaikan oleh guru. Sering kali guru tidak

memberikan respon terhadap tingkah laku siswa di dalam kelas. Sebagaimana

dikemukakan oleh Cece Wijaya (1991: 4) bahwa: “Kalau murid tidak dapat

memahami apa yang dikatakan atau disampaikan oleh guru atau apabila guru

tidak dapat berkomunikasi dengan murid, maka besar kemungkinan murid

tidak dapat menguasai mata pelajaran yang diajarkan guru”. Jika hal itu terjadi

maka Cece Wijaya (1991: 4) menyarankan agar kemampuan guru dalam

proses belajar mengajar dapat dirasakan dan dipantau oleh siswa dalam

bentuk-bentuk:

Page 25: BAB I-1

a. Siswa dapat mengkuti penyajian guru.

b. Penyajian bahan tidak terlalu cepat.

c. Contoh-contoh dan soal-soal pelatihan diberikan secara cukup.

d. Guru membantu siswa mengingat pelajaran-pelajaran yang pernah

diperoleh.

e. Guru berusaha menjawab pertanyaan siswa seandainya siswa

belum mengerti.

f. Guru membahas soal-soal pelatihan (tes) yang tidak dapat

dipecahkan oleh siswa.

3.2 Subjek dan Lokasi Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VI SDN Pasantren

Kabupaten Sukabumi yang berjumlah 20 orang.

3.3 Instrumen Penelitian

Ada dua jenis instrument yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

instrumen pembelajaran dan instrumen pengumpulan data. Instrumen

pembelajaran yang diguankan dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di

antaranya adalah:

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang didalamnya menggunakan

LKS (Lembar Kerja Siswa) yang dibuat sedemikian rupa yang

mencermintakan bahan ajar pendekatan konstruktivisme yang menuntut siswa

untuk berpikir kreatif dan evaluasi.

Page 26: BAB I-1

2. Silabus didalamnya mencakup gambaran dari kegiatan yang dilakkan dari

siklus I sampai dengan siklus II, dalam instrumen pembelajaran ini mengacu

pada kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) sekolah dasar.

Instrumen pengumpulan data yang digunakan disesuaikan dengan jenis

data yang akan dijaring. Untuk perolehan data penelitian (research) maka

digunakan butir soal. Sedangkan untuk memperoleh data pemantau tindakan

(action) digunakan instrumen lembar sikap siswa dalam pembalajaran, tindakan

guru dalam pembelajaran dan suasana kelas maupun aspek lain yang dipandang

perlu dan memiliki andil dalam meningkatkan proses pembelajaran.

1. Instrumen Tes

Tes diberikan kepada seluruh siswa berupa Lembar Kerja Siswa (LKS). Tes

ini digunakan untuk mengukur dan memperoleh gambaran tentang prestasi

belajar siswa secara individu setelah dilakukan tindakan. LKS dirancang untuk

mengarahkan aktivitas belajar siswa kepada pemahaman dalam memecahkan

masalah dalam penerapan teori konstruktivisme. Dari kegiatan evaluasi

individu dan kelompok memperoleh sejumlah data tentang prestasi belajar

siswa sekaligus gambaran tarap serap dan tingkat keberhasilan terhadap materi

pembelajaran yang diberikan dan dapat mengukur tingkat keberhasilan guru

dalam mengajar.

2. Non Tes

a. Lembar observasi

Lembar observasi digunakan untuk mengumpulkan berabgai informasi

tentang situasi atau peristiwa selama proses pembelajaran berlangsung.

Page 27: BAB I-1

Lembar observasi yang digunakan dibuat dalam dua format. Format yang

pertama digunakan untuk mengamati aktivitas guru dan format yang kedua

untuk mengamati aktivitas dan sikap siswa yang muncul selama proses

pembelajaran berlangsung. Butir-butir pengamatan yang menjadi kriteria

dalam lembar observasi dirancang sesuai dengan teori konstruktivisme

yang diterapkan pada penelitian ini.

b. Lembar wawancara

Lembar wawancara digunakan untuk menambah informasi yang telah

terkumpul. Wawancara dilakukan diantara guru dengan siswa diawal

observasi dan akhir proses penelitian.

Page 28: BAB I-1

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

1. Tahap Orientasi

Berdasarkan pengalaman mengajar peneliti selama 3 tahun, diperoleh

informasi sebagai berikut:

a. Metode yang digunakan oleh guru di SDN Pasantren masih menggunakan

metode satu arah, seperti metode ceramah dan tanya jawab sehingga tidak

memunculkan kreativitas berpikir siswa, siswa hanya mendengarkan

penjelasan yang disampaikan oleh guru.

b. Siswa belum berani bertanya kepada guru atau mengungkapkan pendapatnya

karena malu atau juga takut salah.

c. Guru tidak pernah menggunakan alat peraga dalam pembelajaran Ilmu

Pengetahuan Alam ataupun mata pelajaran yang lain dengan alasan tidak ada

dana dan waktu untuk membuat alat peraga, selain itu alat peraga yang

tersedia di sekolah pun kurang lengkap, bahkan telah rusak.

d. Nilai mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam yang diperoleh siswa masih

rendah dibandingkan dengan nilai mata pelajaran yang lain.

Dari informasi-informasi yang telah didapatkan, dijadikan bahan bagi

mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dengan menerapkan Penelitian Tindakan

Kelas. Sebelum melakukan penelitian, peneliti berkonsultasi dengan guru kelas VI

yang lain mengenai alat peraga yang akan digunakan dalam penelitian ini. Dengan

menggunakan alat peraga dalam pembelajaran diharapkan dapat merubah

Page 29: BAB I-1

pembelajaran yang membosankan bagi siswa menjadi pembelajaran yang

menyenangkan, dengan begitu siswa bisa lebih aktif dan berani sehingga hasil

belajar siswa dapat meningkat.

Dalam penelitian ini diterapkan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Dalam

PTK ini akan dilakukan 2 siklus. Pada setiap siklus dilakukan dua pertemuan,

setiap pertemuan dilakukan tes untuk mengetahui sejauhmana siswa mengerti apa

yang disampaikan peneliti dengan menggunakan media benda tiruan. Pada setiap

akhir siklus dilakukan tes formatif, untuk mengetahui tingkat keberhasilan

penelitian sekaligus sebagai alat untuk menentukan perbaikan yang harus

dilakukan pada siklus berikutnya. Dan pada akhir semua siklus atau pada akhir

penelitian, dilakukan tes sub sumatif, untuk mengetahui hasil dari penelitian ini.

2. Tahap Persiapan

Berdasarkan pengalaman dan peneliti mengetahui permasalahan yang

dihadapi dalam pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam, peneliti melakukan berbagai

persiapan. Persiapan tersebut diantaranya menetapkan pokok bahasan yang akan

digunakan dalam penelitian, merancang dan menyusun RPP, menyusun

instrument penelitian yang akan digunakan, konsultasi kepada dosen pembimbing,

dan merevisi instrument yang diperlukan.

Dalam menetapkan pokok bahasan yang akan digunakan dalam penelitian,

peneliti mengobservasi pokok bahasan yang belum dikuasai oleh siswa atau

pokok bahasan yang belum dimengerti oleh siswa. Pokok bahasan yang dipilih

oleh peneliti yaitu tentang Ilmu Pengetahuan Alam, karena pada pokok bahasan

inilah masih banyak siswa yang belum mengerti.

Page 30: BAB I-1

Setelah menentukan pokok bahasan yang akan digunakan dalam

penelitian, peneliti merancang dan menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran

sehingga proses pembelajaran dapat lebih terarah untuk mencapai tujuan dari

pembelajaran. Karena kelas yang akan diteliti adalah kelas VI, maka peneliti

menyusun RPP tematik dengan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam yang lebih

ditonjolkan.

Karena pelaksanaan pembelajaran telah dirancang dan disusun, maka

langkah selanjutnya yaitu menyusun instrument penelitian yang akan digunakan

dalam penelitian ini. Instrument yang digunakan dalam penelitian ini ada dua jenis

isntrumen, yaitu instrument pembelajaran dan instrument pengumpulan data.

Instrument pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini antara lain

rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang telah disusun sebelumnya, dan

silabus. Sedangkan instrument pengolahan data yang digunakan pada penelitian

ini adalah instrument tes (tes uraian), dan instrument non tes. Instrument non tes

yang digunakan antara lain lembar observasi yang diisi oleh observer ketika

pembelajaran sedang berlangsung, jurnal harian yang diisi oleh siswa pada setiap

akhir pembelajaran dan juga wawancara kepada siswa yang dilakukan di luar jam

pelajaran.

4.1.1 Siklus I

1. Perencanaan Siklus I

Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan di kelas VI SDN Pasantren

Kabupaten Sukabumi. Siklus I dilaksanakan dalam dua kali pertemuan.

Pertemuan pertama pada siklus I dilaksanakan pada haru Rabu, 16 Maret

2011, dan pertemuan kedua pada hari Rabu, 23 Maret 2011.

Page 31: BAB I-1

Sebelum dilaksanakan PTK, terlebih dahulu peneliti menyusun

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan menggunakan alat peraga

media benda tiruan, dimana peneliti sebagai guru dalam kelas. Materi

pembelajaran yang dipilih sesuai dengan kesepakatan antara peneliti dan

observer, yaitu dengan standar kompetensi mata pelajaran Ilmu Pengetahuan

Alam.

Soal-soal yang diberikan pada setiap siklus berbentuk uraian soal

tematik dengan lebih menonjolkan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam.

Soal-soal yang diberikan menggambarkan pemahaman siswa terhadap

pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dengan menggunakan alat peraga

media benda tiruan. Melalui soal-soal tersebut diharapkan siswa lebih

mengerti dan hasilnya lebih baik dibandingkan dengan tidak menggunakan

alat peraga.

2. Pelaksanaan Siklus I

Pembelajaran pada siklus I, pertemuan pertama dilaksanakan pada hari

Rabu tanggal 16 Maret 2011 dengan alokasi waktu 1 jam pelajaran (1 x 35

menit) dengan kompetensi dasar yaitu Ilmu Pengetahuan Alam. Pada

pertemuan pertama ini siswa yang hadir 20 orang siswa. Kegiatan yang

dilakukan pada pertemuan pertama yaitu:

Page 32: BAB I-1

1) Guru melakukan tanya jawab dengan siswa tentang Ilmu Pengetahuan

Alam dan tentang macam-macam pekerjaan yang berhubungan dengan

materi yang akan dipelajari.

2) Melakukan apersepsi untuk mengingatkan kembali pada siswa tentang

Ilmu Pengetahuan Alam dan ciri-ciri pekerjaan. Serta menyampaikan

tujuan dan prosedur pembelajaran yang akan dilaksanakan oleh siswa.

3) Guru bercerita tentang sebuah keluarga yang ayahnya bekerja sebagai

pedagangan buah-buahan.

4) Guru memberikan contoh soal cerita yang lain untuk member kesempatan

siswa yang lain untuk menggunakan alat peraga media benda tiruan.

5) Guru memberikan penjelasan tentang materi yang dipelajari.

6) Siswa mengerjakan evaluasi yang diberikan oleh guru berupa soal cerita

dan pembagian jurnal harian yang diisi oleh siswa.

Berdasarkan kegiatan yang dilakukan pada pertemuan ini, banyak

kejadian-kejadian yang terjadi. Adapun hal-hal yang terjadi, yaitu respon

siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan alat peraga cukup baik.

Mereka cukup senang melakukan pembelajaran dengan menggunakan alat

peraga media benda tiruan, akan tetapi masih ada beberapa siswa yang kurang

respon terhadap pembelajaran, mungkin hal ini disebabkan mereka tidak

dilibatkan dalam penggunaan alat peraga tersebut. Selain itu ada beberapa

siswa yang belum mengerti dengan materi yang diberikan, mungkin ini

disebabkan anak belum terbiasa belajar dengan menggunakan alat peraga.

3. Data Hasil Penelitian Siklus I

Page 33: BAB I-1

Proses pengumpulan data hasil penelitian siklus I, mulai dari

pertemuan pertama sampai dengan pertemuan kedua diperoleh melalui hasil

observasi, hasil evaluasi serta hasil jurnal harian.

a. Hasil observasi

Berdasarkan hasil observasi pada tindakan pembelajaran siklus I, diketahui

masih banyak siswa yang belum memahami materi yang disampaikan. Hal

ini ditunjukkan dengan adanya beberapa siswa yang bertanya tentang

maksud dari soal-soal dalam lembar kerja siswa. Banyak siswa yang

mengeluh karena tidak kebagian menggunakan alat peraga di depan kelas.

b. Hasil evaluasi

Soal yang dicantumkan dalam evaluasi pada pertemuan pertama berbentuk

isian dan pada pertemuan yang kedua berbentuk isian yang masing-masing

berjumlah 5 butir soal. Nilai rata-rata evaluasi pada siklus I yang

menggambarkan kemampuan siswa setelah mengikuti kegiatan proses

pembelajaran dengan menggunakan alat peraga adalah 5,70. Nilai rata-rata

tersebut diperoleh dari jumlah nilai tes formatif I dibagi jumlah siswa.

Tabel 4.1

Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus I

No Nama Murid Nilai

1. S 1 4

2. S 2 5

3. S 3 5

4. S 4 8

Page 34: BAB I-1

5. S 5 6

6. S 6 5

7. S 7 6

8. S 8 7

9. S 9 4

10. S 10 5

11. S 11 7

12. S 12 7

13. S 13 6

14. S 14 5

15. S 15 4

16. S 16 4

17. S 17 6

18. S 18 7

19. S 19 8

20. S 20 5

Jumlah 114

Nilai Rata-rata 5,70

Dari hasil tes formatif pada siklus I tersebut terdapat 2 orang siswa (10%)

yang kemampuan tinggi, 8 orang siswa (40%) yang berkemampuan sedang

dan 10 orang siswa (50%) yang berkemampuan rendah. Berikut adalah

table hasil belajar yang dilihat dari hasil evaluasi siswa pada siklus I:

Tabel 4.2

Page 35: BAB I-1

Tingkat Perkembangan Hasil Belajar

Berdasarkan Hasil Tes Formatif Siklus I

No Tingkat Kemampuan Persentase (%)

1

2

3

Tinggi

Sedang

Rendah

10%

40%

50%

Kemampuan tinggi, kemampuan sedang, dan kemampuan rendah di atas

berdasarkan atas kriteria ketuntasan minimal (KKM) mata pelajaran Ilmu

Pengetahuan Alam yaitu 5,70. Tingkat kemampuan tersebut

dikelompokkan dalam skala:

8,0 – 10,0

6,0 – 7,75

0 – 5,57

= Kemampuan tinggi

= Kemampuan sedang

= Kemampuan rendah

Sedangkan yang menentukan siswa mempunyai kemampuan tinggi,

sedang, dan rendah adalah berdasarkan hasil jawaban dari soal evaluasi

yang diberikan oleh guru pada saat pembelajaran sedang berlangsung. Dari

data di atas, hasil belajar yang diperoleh siswa pada kegiatan siklus I

masih banyak kekurangan dan belum menunjukkan peningkatan yang

sesuai dengan yang diharapkan.

c. Hasil jurnal harian

Jurnal harian berisi tentang kesan-kesan dan hal-hal yang perlu diperbaiki

oleh peneliti dalam proses belajar mengajar. Jurnal harian ini diisi oleh

Page 36: BAB I-1

siswa pada setiap akhir pembelajaran. Jurnal harian ini dilakukan untuk

memperoleh data tentang respon siswa terhadap pembelajaran Ilmu

Pengetahuan Alam dengan menggunakan alat peraga, serta untuk

mengetahui hal-hal apa saja yang harus diperbaiki pada siklus berikutnya.

Berikut ini merupakan tabel yang menunjukkan respon siswa terhadap

pembelajaran dengan menggunakan alat peraga pada siklus I, yang

diperoleh dari jurnal harian siswa.

Tabel 4.3

Respon Siswa terhadap Pembelajaran Siklus I

Berdasarkan Jurnal Harian Siswa

Respon Positif Respon Negatif

1. Saya sangat senang belajar hari

ini.

2. Belajar hari ini sangat

menyenangkan dan mudah

dimengerti.

3. Saya lebih suka belajar yang

seperti tadi.

4. Sangat senang karena belajarnya

memakai benda tiruan.

1. Contoh soalnya kurang banyak.

2. Kurang senang soalnya saya

tidak kebagian ke depan.

3. Soalnya kurang dimengerti.

4. Saya belum mengerti pelajaran

hari ini.

Dari jurnal harian siswa secara keseluruhan, diperoleh data jumlah siswa

yang memberikan respon terhadap pembelajaran dengan menggunakan

alat peraga yang disajikan dalam table 4.4 berikut ini:

Page 37: BAB I-1

Tabel 4.4

Jumlah Respon Siswa terhadap Pembelajaran pada Siklus I

Respon Siswa Jumlah Siswa Persentase (%)

Positif

Negatif

13

7

73,08

26,92

4. Analisis dan Refleksi Siklus I

Berdasarkan kegiatan belajar mengajar pada siklus I dari pertemuan

yang pertama dan pertemuan yang kedua, peneliti dan observer melakukan

analisis dan refleksi kegiatan yang telah dilakukan, untuk mengetahui

keberhasilan dan kekurangan terhadap pembelajaran yang telah dilakukan.

Dalam pelaksanaan siklus I ini ada beberapa hal yang harus diperbaiki,

diantaranya:

a. Contoh soal yang digunakan untuk menggunakan alat peraga harus lebih

banyak lagi agar siswa tidak merasa iri terhadap temannya yang

menggunakan alat peraga, serta untuk membuat siswa lebih mengerti

terhadap materi yang disampaikan.

b. Kalimat yang digunakan dalam soal harus menggunakan kalimat yang

mudah pahami oleh siswa sehingga siswa dapat mengerti dan bisa

menyelesaikan soal dengan baik.

c. Memberikan motivasi kepada siswa untuk berani maju ke depan kelas

untuk menggunakan alat peraga.

Page 38: BAB I-1

d. Waktu yang digunakan dalam kegiatan belajar ini belum efektif, sehingga

perlu dilakukan pengaturan waktu yang tepat dan maksimal agar dapat

berjalan dengan efektif.

e. Nilai rata-rata kelas yang diperoleh siswa belum sesuai dengan yang

diharapkan yaitu hanya 5,70 sehingga harus mempertahankan keberhasilan

yang telah dicapai pada siklus I dan juga memperbaiki kekurangan siklus I

pada kegiatan siklus II.

4.1.2 Siklus II

1. Perencanaan Siklus II

Pembelajaran pada siklus II dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan

dengan kompetensi dasar tentang Ilmu Pengetahuan Alam. Pertemuan pertama

dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 16 Maret 2011 dan pertemuan yang

kedua pada hari Rabu tanggal 23 Maret 2011.

2. Pelaksanaan Siklus II

a. Pertemuan Pertama

Pelaksanaan pertemuan pertama dilaksanakan pada haru Rabu

tanggal 16 Maret 2011 dengan waktu 1 jam pelajaran dengan pembahasan

tentang pembagian. Pada pertemuan pertama ini, siswa diajak untuk

mengingat kembali tentang Ilmu Pengetahuan Alam.

Contoh soal ditempelkan pada sterofom dengan menggunakan

media benda tiruan. Dalam menjawab, siswa menggunakan alat peraga

yang disediakan oleh guru berupa benda tiruan.

Page 39: BAB I-1

Setelah mengerjakan contoh soal yang diberikan oleh guru, siswa

mengerjakan soal evaluasi yang telah disediakan oleh guru. Kemudian,

siswa diberikan jurnal harian untuk diisi. Setelah guru memberikan

penguatan pada materi yang telah disampaikan.

b. Pertemuan Kedua

Pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 23 Maret

2011 dengan alokasi waktu 1 jam pelajaran dengan materi pecahan yang

merupakan lanjutan dari pertemuan yang pertama.

Dalam pertemuan yang kedua ini, guru melakukan apersepsi

tentang materi yang telah dipelajari sebelumnya dengan bertanya jawab

tentang Ilmu Pengetahuan Alam. Setelah melakukan apersepsi, guru

menjelaskan kembali tentang konsep dasar pembagian untuk

mengingatkan kembali siswa pada Ilmu Pengetahuan Alam.

Kemudian guru memberikan beberapa contoh soal pada sterofom

seperti pada pertemuan yang pertama. Dalam mengerjakan contoh soal ini,

siswa diminta untuk menghitung soal pembagian dengan menggunakan

alat peraga media benda tiruan yang disediakan oleh guru kemudian

hasilnya diperlihatkan. Kemudian siswa lain diminta untuk mencarikan

contoh yang lain mengenai Ilmu Pengetahuan Alam dengan menggunakan

media peraga yang disediakan dan ditempelkan dan diperlihatkan kepada

guru. Setelah mengerjakan beberapa contoh soal, siswa mengerjakan soal

evaluasi yang disediakan oleh guru, serta mengisi jurnal harian.

Page 40: BAB I-1

3. Data Hasil Penelitian Siklus II

Proses pengumpulan data hasil penelitian siklus II, mulai dari

pertemuan pertama sampai dengan pertemuan kedua diperoleh melalu

observasi, hasil evaluasi dan hasil jurnal harian.

a. Hasil observasi

Berdasarkan hasil pengamatan peneliti dan lembar observasi yang diisi

oleh observer, bahwa pembelajaran pada siklus yang kedua ini mengalami

peningkatan walaupun masih ada beberapa orang siswa terlihat jenuh

dengan pembelajaran manggunakan alat peraga. Akan tetapi, secara

keseluruhan siswa sangat tertarik dan senang belajar dengan menggunakan

alat peraga.

b. Hasil evaluasi

Nilai rata-rata evaluasi pada siklus II yang menggambarkan kemampuan

siswa setelah mengikuti kegiatan proses pembelajaran dengan

menggunakan alat peraga adalah 6,70. Nilai rata-rata tersebut diperoleh

dari jumlah nilai tes formatif II dibagi jumlah siswa.

Page 41: BAB I-1

Tabel 4.5

Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus II

No Nama Murid Keterangan

1. S 1 6

2. S 2 6

3. S 3 5

4. S 4 9

5. S 5 7

6. S 6 6

7. S 7 6

8. S 8 7

9. S 9 6

10. S 10 6

11. S 11 8

12. S 12 7

Page 42: BAB I-1

13. S 13 7

14. S 14 6

15. S 15 6

16. S 16 7

17. S 17 6

18. S 18 8

19. S 19 8

20. S 20 7

Jumlah 134

Nilai Rata-rata 6,70

Dari hasil evaluasi tersebut terdapat 4 orang siswa (20%) yang

berkemampuan tinggi, 15 orang siswa (75%) yang berkemampuan sedang,

dan 1 orang siswa (5%) yang berkemampuan rendah. Berikut adalah tabel

hasil belajar yang dilihat dari hasil evaluasi siswa pada siklus II:

Tabel 4.6

Tingkat Perkembangan Hasil Belajar

Berdasarkan Hasil Tes Formatif Siklus II

Page 43: BAB I-1

No Tingkat Kemampuan Persentase (%)

1

2

3

Tinggi

Sedang

Rendah

20%

75%

5%

Dari tabel di atas, terjadi peningkatan hasil belajar siswa dari siklus

pertama. Siswa yang berkemampuan tinggi pada siklus pertama hanya

10% dan meningkat pada siklus kedua menjadi 20%. Siswa yang

berkemampuan sedang pada siklus pertama 40% dan pada siklus kedua

menjadi 75% serta siswa yang berkemampuan rendah pada siklus pertama

50% dan pada siklus kedua 5%.

c. Hasil jurnal harian

Hasil jurnal harian pada siklus II ini dikelompokkan dalam dua respon,

yaitu respon positif dan respon negatif. Hasil jurnal harian ini dinyatakan

dalam tabel 4.7 berikut ini:

Tabel 4.7

Respon Siswa terhadap Pembelajaran Siklus II

Berdasarkan Jurnal Harian Siswa

Respon Positif Respon Negatif

1. Pelajaran hari ini sangat

menyenangkan.

2. Sangat senang, karena hari ini

saya dapat giliran kedepan.

1. Masih ada yang belum saya

mengerti.

2. Sedikit sulit.

Page 44: BAB I-1

3. Menyenangkan karena gurunya

baik.

Dari jurnal harian siswa secara keseluruhan, diperoleh data jumlah siswa

yang memberikan respon terhadap pembelajaran dengan menggunakan

alat peraga yang disajikan dalam table 4.8 berikut ini:

Tabel 4.8

Jumlah Respon Siswa terhadap Pembelajaran pada Siklus II

Respon Siswa Jumlah Siswa Persentase (%)

Positif

Negatif

19

1

95

5

4. Analisis dan Refleksi Siklus II

Berdasarkan pembahasan pada siklus II baik pada pertemuan pertama

sampai pertemuan kedua ada beberapa hal yang menyebabkan hasil belajar

siswa yang masih kurang, diantaranya:

a. Kurang teliti dalam membaca dan memahami soal yang diberikan.

b. Masih ada siswa yang belum memahami dan mengerti terhadap materi

yang diajarkan.

c. Masih ada siswa yang malu untuk bertanya atau menjawab pertanyaan.

d. Ada siswa yang jenuh dengan pembelajaran yang menggunakan alat

peraga yang sama, walaupun alat peraganya ditambah.

Page 45: BAB I-1

Selain kurangnya yang disebutkan di atas, respon siswa terhadap

pembelajaran dengan alat peraga ini sangat positif walaupun ada satu orang

siswa yang merespon negatif. Siswa sangat antusias dalam mengikuti

pembelajaran dengan menggunakan alat peraga ini, serta ada peningkatkan

hasil belajar yang diperoleh siswa. Sebagai kegiatan refleksi akhir

pembelajaran bahwa pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dengan

menggunakan alat peraga baik untuk diterapkan dalam pembelajaran sehari-

hari. Dalam hal ini yang perlu diperhatikan oleh kita semua agar pembelajaran

itu berjalan efektif dan supaya belajar siswa sesuai dengan yang kita harapkan,

yaitu dengan menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan yang

melibatkan siswa agar mereka tidak jenuh dalam belajar. Salah satunya

dengan cara menghubungkan materi dengan yang dialami atau dilihat siswa

sehari-hari dengan menggunakan alat peraga.

4.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil diskusi dengan teman sejawat pembelajaran yang

dilakukan sudah menunjukkan kemajuan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya

siswa yang menjawab pertanyaan bahkan berani mengajukan pertanyaan kepada

guru. Serta mempunyai hasil yang memuaskan sebagaimana yang diharapkan

guru sebagai tenaga ajar di sekolah. Proses pembelajaran dalam mata pelajaran

Ilmu Pengetahuan Alam sudah menunjukkan kemajuan. Hal ini terlihat peserta

didik sudah berani dengan tidak ragu-ragu lagi untuk mengajukan atau menjawab

pertanyaan yang diajukan oleh guru. Perbaikan yang terjadi guru tidak lagi hanya

menggunakan satu metode mengajar melainkan menggunakan metode dan

Page 46: BAB I-1

pendekatan mengajar yang cukup berpartisipasi dan guru sudah menguasai dalam

menggunakan alat peraga media benda tiruan.

Tabel 4.9

Perolehan Nilai Ilmu Pengetahuan Alam

Kelas VI SDN Pasantren

Tahun Pelajaran 2010/2011

No Nama MuridNilai Tiap Siklus

I II

1. Apendi 4 6

2. Agus Supriatna 5 6

3. Abdul Latif Nurudin 5 5

4. Adif Purnama 8 9

5. Anisa Rahmawati 6 7

6. Budi Hidayah 5 6

7. Chika Reza Azzahkra 6 6

8. Dedeh Kurniawati 7 7

9. Didi Rohendi 4 6

10. Dini Pebriany 5 6

11. Pauziah Rahayu 7 8

12. Idid Sirojudin 7 7

13. Lala Komala 6 7

14. Maya Rismayanti 5 6

15. Nopi Nuroktapiani 4 6

16. Siti Nurhalimah 4 7

Page 47: BAB I-1

17. Suci Daraswati 6 6

18. Tanti Sulastri 7 8

19. Windi Apriyani 8 8

20. Dimas Arya Kamandanu 5 7

Jumlah 114 134

Nilai Rata-rata 5,70 6,70

Grafik 4.1

Perolehan Nilai Ilmu Pengetahuan Alam

Kelas VI SDN Pasantren

Tahun Pelajaran 2010/2011

Page 48: BAB I-1

SIKLUS I SIKLUS II5.2

5.4

5.6

5.8

6

6.2

6.4

6.6

6.8

Nilai Rata-Rata

Berdasarkan data di atas diperoleh rata-rata penguasaan siswa terhadap

materi pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam mengalami peningkatan dari siklus

pertama ke siklus selanjutnya. Pada siklus pertama rata-rata nilai 5,70, siklus

kedua meningkat menjadi 6,70 dari jumlah peserta didik 20 siswa. Dengan

demikian proses perbaikan pembelajaran dinyatakan berhasil, karena upaya guru

dalam melaksanakan perbaikan pembelajaran menunjukkan kenaikkan yang

signifikan.

Program perbaikan pembelajaran memiliki pengaruh positif dalam

meningkatkan daya serap peserta didik terhadap materi pelajaran yang telah

disampaikan guru. Dan hasil pengamatan diperoleh keterangan bahwa awalnya

siswa pasif dalam belajar, tidak mampu menjawab pertanyaan yang diajukan guru,

dan tidak berani menjawa pertanyaan guru, dan tidak berani bertanya kepada guru.

Namun berkat upaya guru melalui perbaikan pembelajaran, maka dapat diperoleh

hasil yang memuaskan harapan, karena proses belajar mengajar setelah perbaikan

terjadi perubahan yang ditunjukkan dengan peserta didik semakin terlibat aktif

dalam proses belajar mengajar.

Page 49: BAB I-1

Tindakan yang dilakukan untuk mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam

disesuaikan dengan kemampuan taraf berpikir peserta didik. Menurut Piaget

“Perkembangan berpikir anak berada pada tahap operasional konkret”. Oleh

karena itu, pembelajaran harus dimulai dan yang konkret ke abstrak, dan yang

mudah ke sukar. Sedangakan untuk mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam

penjelasan dengan menggunakan alat peraga konkret menurut Brunner “Alat

peraga konkret lebih bermakna sedangkan pada alat peraga abstrak apalagi dengan

ilustrasi mengakibatkan peserta didik menjadi verbalisme”.

Page 50: BAB I-1

BAB V

KESIMPULAN, SARAN DAN TINDAKLANJUT

5.1 Kesimpulan

Dari hasil perbaikan pembelajaran yang telah dilaksanakan di Kelas VI

SDN Pasantren Tahun Pelajaran 2010/2011 dapat ditarik kesimpulan sebagai

berikut:

1. Para siswa dan pengajar secara bersama-sama melakukan perencanaan

pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam menggunakan alat peraga media benda

tiruan dengan baik.

2. Penggunaan alat peraga media benda tiruan sangat membantu siswa untuk

meningkatkan motivasi dan perhatian siswa terhadap pembelajaran, maka guru

dalam menyajikan program pembelajaran hendaknya menggunakan alat dan

metode yang bervariasi. Siswa sudah mampu menjawab pertanyaan dari guru,

bahkan siswa sudah berani mengajukan pertanyaan. Siswa dapat

menyimpulkan hasil pembelajaran melalui bimbingan guru.

3. Dengan penggunaan alat peraga media benda tiruan, motivasi belajar siswa

meningkat, hal ini dapat dilihat dari kenyataan bahwa peserta didik semakin

antusias dalam belajar. Siswa menunjukkan terlibat aktif dalam proses

pembelajaran mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Peserta didik

menunjukkan rasa senang belajar Ilmu Pengetahuan Alam.

Page 51: BAB I-1

5.2 Saran dan Tindaklanjut

Berdasarkan kesimpulan tersebut, beberapa hal yang sebaiknya dilakukan

guru dalam meningkatkan kualitas pembelajaran adalah:

1. Dalam melakukan penyusunan rencana pembelajaran, pengajar harus

penggunaan alat peraga yang sesuai dengan materi dan tingkat kemampuan

peserta didik. Merencanakan perbaikan pembelajaran dengan tujuan yang

jelas, dan langkah-langkah pembelajaran yang tepat dengan masalah yang

dihadapi. Penjelasan materi harus disertai dengan contoh-contoh yang konkret

dan menggunakan media pembelajaran yang tepat.

2. Perhatian guru hendaknya tidak hanya kepada peserta didik yang pandai saja,

sehingga siswa yang kurang pandai merasa tidak terperhatikan. Terapkan

teknik-teknik memotivasi siswa dalam belajar.

Guru diharapkan dapat memberikan motivasi kepada siswa yang kurang memiliki

motivasi belajar, sehingga mereka terdorong untuk berpartisipasi aktif dalam

pembelajaran.