bab 4. hasil dan pembahasan · pada umumnya, responden yang berusia 50 tahun keatas memilih menjadi...
TRANSCRIPT
20
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan ditunjukkan hasil perhitungan analisis data penelitian
serta pembahasannya yang meliputi gambaran umum lokasi penelitian,
karakteristik responden, uji validitas, uji reliabilitas, uji normalitas, dan uji
goodnes of fit.
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian.
Penelitian ini menggunakan data responden yang diperoleh di Desa Baran
Jurang Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang, dengan jumlah responden
sebanyak 100 petani bunga potong sedap malam. Lokasi lahan budidaya bunga
potong sedap malam yaitu, di dusun Baran Jurang, Barang Gunung dan
Ndoplang. Luas lahan pertanian yang digunakan untuk usahatani bunga potong
sedap malam adalah 315.500 m2. Varietas bunga potong sedap malam yang cocok
untuk dibudidayakan adalah Dian Arum, petani biasa menyebutnya bunga potong
sedap malam jenis Dobel.
Lahan pertanian yang digunakan untuk usahatani bunga potong sedap
malam merupakan tanah milik sendiri dan tanah bengkok carik yang dikontrak
oleh pihak kelurahan selama masa jabatan. Dari pihak kelurahan digarap oleh
petani bunga dusun Baran Jurang, Barang Gunung dan Ndoplang dengan sistem
bagi hasil. Pihak kelurahan memperoleh 20 % sedangkan petani penggarap
memperoleh 80 % dari harga kontrak bunga potong sedap malam.
Petani memulai usahatani bunga potong sedap malam sejak tahun 1990
sampai sekarang. Petani melakukan konsep pergiliran tanaman, dimana setelah
musim bunga potong sedap malam selesai, petani bercocok tanam padi sawah
basah, bergantian begitu seterusnya. Hal ini bertujuan memperoleh hasil usahatani
yang optimal baik bunga potong sedap malam maupun padi. Kondisi tanah untuk
usahatani bunga potong sedap malam adalah tanah sawah kering (lempung).
Batas wilayah desa Baran Jurang keadaan geografis sebelah utara desa
Milir, sebelah barat desa Jetis, sebelah selatan desa Pasekan, sebelah timur desa
Kranggan. Wilayah Baran Jurang merupakan lahan pertanian yang didominasi
oleh lahan persawahan yang digunakan untuk usahatani padi dan bunga potong
sedap malam. Lahan terbangun berupa pemukiman terdapat ditengah wilayah dan
berkembang secara linier mengikuti jaringan jalan.
21
Meskipun belum ada kelompok tani bunga potong sedap malam, akan
tetapi petani memiliki struktur organisasi dalam mengelola berbagai jenis
usahatani baik secara hortikultura maupun perkebunan. Adapun bentuk struktur
organisasi sebagai berikut :
Ketua : Mustakim Pemasaran : 1. Harsono
Usaha : 1. Suraji Pemasaran : 2. Ruwadi
Usaha : 2. Sujito Saprodi : 1. Rukimin
Budidaya : 1.Syahroni Saprodi : 2. Jastono
Budidaya : 2. Ponariman Pengolahan : Robi dan Saryono
4.2 Gambaran Umum Responden
Analisis deskriptif responden dimaksudkan untuk melihat karakteristik
umum responden. Seluruh responden dalam penelitian ini merupakan petani
bunga potong sedap malam di desa Baran Jurang, Baran Gunung dan Ndoplang
dengan jumlah petani sebanyak 100. Responden memiliki usia yang sangat
heterogen. Agar lebih mudah untuk melihat gambaran usia responden, maka
peneliti akan menjabarkannya ke dalam Tabel berikut.
4.2.1 Usia Responden
Tabel 4.1 Usia Responden
Usia Jumlah (%)
30-39 2 2,0
40-49 39 39,0
≥ 50 59 59,0
Total 100 100,0
Sumber : Data primer yang diolah, 2018
Pada umumnya, responden yang berusia 50 tahun keatas memilih menjadi
petani bunga potong sedap malam sebagai pekerjaan utama dengan jumlah
persentase sebesar 59 %, kondisi tersebut dikarenakan tidak memiliki alternatif
lain untuk memperoleh pekerjaan. Faktor lainnya adalah pengalaman bertani yang
lebih lama dan lebih telaten. Sementara petani yang berusia 49 tahun ke bawah,
beberapa diantaranya bertani hanya sebagai pekerjaan sampingan. Pekerjaan
utamanya adalah sebagai kuli bangunan, pegawai kelurahan, buruh pabrik,
membuka wirausaha diantaranya menjadi tengkulak bunga, membuka toko
pertanian, dan berternak baik unggas maupun ruminansia. Selain memperoleh
22
lahan pertanian dari ahli waris yang sempit karena sudah terbagi-bagi, sebagian
besar petani bunga potong sedap malam sebagai petani penggarap bengkok carik.
4.2.2 Tingkat Pendidikan Responden
Tabel 4.2 Pendidikan Terakhir Responden
Tingkat Pendidikan Jumlah (%)
Tidak Sekolah 27 27,0
SD 46 46,0
SMP 17 17,0
SMA 10 10,0
Total 100 100,0
Sumber : Data primer yang diolah, 2018
Kebanyakan kasus, bahwa tingkat pendidikan sangat mempengaruhi
pemikiran individu, sehingga mampu menggerakkan inovasi usaha. Pendidikan
yang sesuai dengan bidang yang digelutinya merupakan dasar yang sangat baik
untuk pengembangan usahanya (Hisrich dan Peters, 1992). Akan tetapi perlu
diingat bahwa tingkat pendidikan tidak selamanya linier dengan kemampuan
individu karena sangat bergantung pada proses pembelajaran yang terjadi pada
saat memperoleh pendidikkan tersebut.
Tabel 4.2 Pendidikan Terakhir Responden menunjukkan bahwa peringkat
pertama yang menduduki sebagai peminat untuk bertani bunga potong sedap
malam adalah tamatan SD dengan persentase sebesar 46% bukan tamatan sarjana,
ataupun tingkat pertama (SMP) dan tingkat atas (SMA dan SMK sederajat). Hal
ini membuktikan dan sejalan dengan pendapat (Hisrich dan Peters, 1992) secara
garis besar yaitu, tingkat pendidikan tidak selamanya linier dengan kemampuan
individu.
4.2.3 Luas Lahan
Tabel 4.3 Luas Lahan
Luas Lahan (m2) Jumlah (%)
2500 51 51,0
2600-3900 19 19,0
≥ 4000 30 30,0
Total 100 100,0
Sumber : Data primer yang diolah, 2018
23
Tabel 4.3 Luas Lahan yang digarap petani menunjukkan bahwa luas lahan
2500 m2 merupakan kategori lahan sempit sebesar 51%. Luas lahan 2600-3900 m2
termasuk dalam kategori lahan sempit, diperoleh persentase sebesar 19%. Lahan
yang luasnya lebih dari 4000 m2 merupakan kategori lahan yang luas diperoleh
persentase 30%.
4.2.4 Jalur Pemasaran
Tabel 4.4 Jalur Pemasaran
Jalur Pemasaran Jumlah (%)
Tengkulak 67 67,0
Toko Bunga 30 30,0
Online 3 3,0
Total 100 100,0
Sumber : Data primer yang diolah, 2018
Tabel 4.4 Jalur Pemasaran yang paling diminati adalah jalur pemasaran
melalui tengkulak dengan hasil persentse 67%. Kurang diminati petani bunga
ptong sedap malam adalah jalur pemasaran toko bunga. Jalur pemasaran bunga
potong sedap malam yang paling sedikit diminati petani adalah jalur pemasaran
secara online.
4.2.5 Status Kepemilikan Lahan
Tabel 4.5 Status Kepemilikan Lahan
Status Kepemilikan Lahan Jumlah (%) Luas Lahan (m2) Kategori
Bengkok Carik 51 51,0 2500 Lahan Sempit
Bengkok Carik dan Milik Sendiri 19 19,0 2600-3900 Lahan Sempit
Bengkok Carik dan Milik Sendiri 30 30,0 ≥ 4000 Lahan Luas
Total 100 100,0
Sumber : Data primer yang diolah, 2018
Tabel 4.5 Luas Lahan yang digarap petani menunjukkan bahwa luas lahan
2500 m2 merupakan kategori lahan sempit dan status lahan adalah lahan bengkok
carik. Petani bunga potong sedap malam yang menggarap lahan bengkok carik
saja sebesar 51%. Luas lahan 2600-3900 m2 termasuk dalam kategori lahan
sempit dan status kepemilikan lahan adalah lahan bengkok carik dan milik sendiri
diperoleh persentase sebesar 19%. Lahan yang luasnya lebih dari 4000 m2
merupakan kategori lahan yang luas dengan kepemilikan lahan milik sendiri dan
bengkok carik diperoleh persentase 30%.
24
4.3 Analisis Statistik Deskriptif Variabel
Analisis statistik deskriptif variabel dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui kecenderungan jawaban responden atas pernyataan yang disajikan
dalam kuisioner. Pada kuisioner tersedia lima kategori pilihan jawaban yaitu,
Sangat Tidak Setuju (STS) dengan skor 5, Tidak Setuju (TS) skor 4, Kurang
Setuju (KS) skor 3, Setuju (S) skor 2, dan Sangat Setuju (SS) skor 1.
4.3.1 Frekuensi Jawaban Variabel Faktor Internal (X1)
Frekuensi jawaban kosumen pada variabel faktor internal diharapkan dapat
menunjukkan gambaran umum responden tentang pengaruh faktor internal
terhadap fluktuasi harga dan pemasaran bunga potong sedap malam di desa Baran
Jurang. Terdapat tiga indikator faktor internal yaitu, skala usaha, kepemilikan
modal usaha, dan kepemilikan lahan pertanian. Masing-masing indikator tersebut
terdapat pernyataan yang harus diisi oleh responden. Jawaban yang dipilih oleh
responden pada setiap pernyataan menunjukkan presepsi dan pandangan setiap
individu dari petani bunga potong sedap malam di desa Baran Jurang, yang
melakukan dan merasakan secara nyata. Berikut frekuensi jawaban responden
terhadap variabel faktor internal disajikan pada Tabel 4.6 berikut.
Tabel 4.6 Faktor Internal
Indikator
Skala Pengukuran Faktor Internal Modus
1 (STS) 2 (TS) 3 (KS) 4 (S) 5 (SS)
Frek. % Frek. % Frek. % Frek. % Frek. %
Luas lahan 7 7,0 20 20,0 20 20,0 51 51,0 2 2,0 4
Kepemilikan
modal usaha 4 4,0 27 27,0 37 37,0 28 28,0 7 7,0 3
Kepemilikan
lahan pertanian 4 4,0 32 32,0 33 33,0 26 26,0 5 5,0 3
Sumber : Data primer yang diolah, 2018
Hasil Tabel 4.6 menunjukkan bahwa jawaban petani bunga potong sedap
malam di desa Baran Jurang dari pernyataan tiga indikator variabel faktor internal
memberikan respon positif dengan jawaban terbanyak pada indikator luas lahan
adalah nilai 4 (setuju) dengan pernyataan “Saya memiliki lahan pertanian
usahatani bunga potong sedap malam yang luas”. Jawaban terbanyak nilai 4
(setuju) pada indikator kepemilikan modal usaha dengan pernyataan “Saya
memiliki modal sendiri dalam menjalankan usahatani bunga potong sedap
malam” dan indikator kepemilikan lahan pertanian adalah nilai 3 (kurang setuju)
25
dengan pernyataan “Lahan pertanian yang saya gunakan dalam menjalankan
usahatani bunga potong sedap malam adalah milik sendiri”.
4.3.2 Frekuensi Jawaban Variabel Faktor Eksternal (X2)
Frekuensi jawaban kosumen pada variabel faktor eksternal diharapkan
dapat menunjukkan gambaran umum responden tentang pengaruh faktor eksternal
terhadap fluktuasi harga dan pemasaran bunga potong sedap malam di desa Baran
Jurang. Terdapat tiga indikator faktor eksternal yaitu, jarak lokasi, pupuk, dan
pestisida. Masing-masing indikator tersebut terdapat pernyataan yang harus diisi
oleh responden. Jawaban yang dipilih oleh responden pada setiap pernyataan
menunjukkan presepsi dan pandangan setiap individu dari petani bunga potong
sedap malam di desa Baran Jurang, yang melakukan dan merasakan secara nyata.
Berikut frekuensi jawaban responden terhadap variabel faktor internal disajikan
pada Tabel 4.7 berikut.
Tabel 4.7 Faktor Eksternal
Indikator
Skala Pengukuran Faktor Eksternal Modus
1 (STS) 2 (TS) 3 (KS) 4 (S) 5 (SS)
Frek. % Frek. % Frek. % Frek. % Frek. %
Jarak lokasi 0 0,0 1 1,0 9 9,0 69 69,0 21 21,0 4
Pupuk 12 12,0 38 38,0 28 28,0 9 9,0 13 13,0 2
Pestisida 0 0,0 0 0,0 12 12,0 64 64,0 24 24,0 4
Sumber : Data primer yang diolah, 2018
Hasil Tabel 4.7 menunjukkan bahwa jawaban petani bunga potong sedap
malam di desa Baran Jurang dari pernyataan tiga indikator variabel faktor
eksternal memberikan respon positif dengan jawaban terbanyak pada indikator
jarak lokasi adalah nilai 4 (setuju) dengan pernyataan “Jarak lokasi usahatani
bunga potong sedap malam dengan lokasi pemasaran strategis dan terjangkau”
dan indikator pestisida juga memberikan jawaban nilai 4 (setuju) dengan
pernyataan “Saya rutin dan terjadwal dalam mengaplikasikan pestisida ke
tanaman bunga potong sedap malam”. Jawaban terbanyak pada indikator pupuk
adalah nilai 4 (setuju) dengan pernyataan “Media pupuk yang digunakan milik
sendiri”.
.
26
4.3.3 Frekuensi Jawaban Variabel Fluktuasi Harga (Y1)
Tabel 4.8 Fluktuasi Harga Bunga Potong Sedap Malam
Indikator
Skala Pengukuran Fluktuasi Harga Modus
1 (STS) 2 (TS) 3 (KS) 4 (S) 5 (SS)
Frek. % Frek. % Frek. % Frek. % Frek. %
Harga hari
biasa 0 0,0 3 3,0 55 55,0 38 38,0 4 4,0 3
Harga hari
besar 0 0,0 2 2,0 38 38,0 13 13,0 47 47,0 5
Harga musim
panen 0 0,0 15 15,0 21 21,0 60 60,0 4 4,0 4
Sumber : Data primer yang diolah, 2018
Berdasarkan hasil pernyataan dari 100 responden petani bunga potong
sedap malam di desa Baran Jurang, menunjukkan jawaban kurang setuju pada
pernyataan keuntungan dari harga jual bunga potong sedap malam pada saat hari
biasa menjanjikan. Pernyataan kurang setuju sebesar 55%. Persentase sebesar
47% menunjukkan sangat setuju pada pernyataan keuntungan dari harga jual
bunga potong sedap malam pada saat hari besar menjanjikan. Pernyataan
keuntungan dari harga jual bunga potong sedap malam pada saat musim panen
menjanjikan sebesar 60% menunjukkan setuju. Berdasarkan pernyataan dan hasil
persentase dari pernyataan dapat diartikan secara tidak langsung bahwa terjadi
fluktuasi harga bunga potong sedap malam pada saat hari biasa, hari besar,
maupun pada saat musim panen.
Penelitian ini sejalan dengan yang dipaparkan oleh kutipan “Ambarawa
Kompas.com Jum’at tanggal 25 Juli 2014 pukul 16:58 WIB – bahkan bunga
potong jenis sedap malam per batang Rp 7.000,00, padahal sebelumnya hanya
dijual Rp 1.000,00 – Rp 2.000,00 per batangnya. Kalau lebaran ya mremo Pak,
harga bunga ya ikut mahal”. Penelitian ini semakin diperkuat dengan pemaparan
kutipan dari “Jawa Pos, Radar Semarang, pada 08 November 2017 oleh
Mustakim – mengenai harganya biasanya per batang seribu sampai 2 ribu. Tapi
kalau pada hari besar tentu mencapai 5 ribu per batangnya”.
27
4.3.4 Frekuensi Jawaban Variabel Pemasaran (Y2)
Jawaban yang dipilih oleh responden pada setiap pernyataan menunjukkan
presepsi dan pandangan setiap individu dari petani bunga potong sedap malam di
desa Baran Jurang, yang melakukan dan merasakan secara nyata. Berikut
frekuensi jawaban responden terhadap variabel pemasaran disajikan Tabel 4.9.
Tabel 4.9 Pemasaran Bunga Potong Sedap Malam
Indikator
Skala Pengukuran Pemasaran Modus
1 (STS) 2 (TS) 3 (KS) 4 (S) 5 (SS)
Frek. % Frek. % Frek. % Frek. % Frek. %
Tengkulak 0 0,0 29 29,0 31 31,0 27 27,0 6 6,0 3
Toko bunga 2 2,0 28 28,0 61 61,0 6 6,0 3 3,0 3
Online 32 32,0 53 53,0 8 8,0 7 7,0 0 0,0 2
Sumber : Data primer yang diolah, 2018
Berdasarkan Tabel 4.9 menunjukkan bahwa variabel pemasaran bunga
potong sedap malam dengan indikator yaitu, tegkulak, toko bunga, online. Petani
bunga potong sedap malam memberikan respon jawaban tebanyak nilai 3 (kurang
setuju) pada indikator tengkulak dengan pernyataan “Keuntungan dari harga jual
bunga potong sedap malam pada saat hari biasa menjanjikan”. Indikator toko
bunga juga menunjukan jawaban 3 (kurang setuju) dengan pernyataan
“Keuntungan dari harga jual bunga potong sedap malam pada saat hari besar
menjanjikan”. Jawaban responden terbanyak pada pernyataan indikator online
adalah nilai 2 (tidak setuju) dengan pernyataan “Keuntungan dari harga jual bunga
potong sedap malam pada saat musim panen menjanjikan”.
4.4 Uji Instrumen Penelitian
4.4.1 Uji Validitas
Hasil uji validitas menyatakan bahwa data indikator valid karena diperoleh
nilai rtabel sebesar 0,195 dengan signifikasi 5%. Nilai rtabel sebesar 0,256 pada
selang kepercayaan 1%. Nilai rtabel menunjukkan lebih kecil dari nilai rhitung,
artinya pertanyaan sebanyak 12 butir dinyatakan valid, dan dapat dijadikan
sebagai instrumen penelitian dilapangan. Butir soal yang valid memiliki nilai
koefisien > rtabel, dapat dilihat pada tabel 4.10 berikut.
28
Tabel 4.10 Hasil Uji Validitas
Item Pertanyaan Koefisien Validitas Keterangan
Luas Lahan 0,599** Valid
Kepemilikan Modal Usaha 0,643** Valid
Kepemilikan Lahan Pertanian 0,607** Valid
Jarak Lokasi 0,338** Valid
Pupuk 0,756** Valid
Pestisida 0,750** Valid
Harga Hari Biasa 0,303** Valid
Harga Hari Besar 0,371** Valid
Harga Musim Panen 0,669** Valid
Tengkulak 0,364** Valid
Toko Bunga 0,284** Valid
Online 0,374** Valid
Alpha-Cronbach = 0,656
Sumber : Data primer yang diolah, 2018
** = signifikan pada selang kepercayaan 1%
Valid tidaknya kuisioner penelitian juga bisa diuji menggunakan SEM
dengan melihat nilai “Estimate”. Ghozali (2013) menjelaskan bahwa indikator
dari variabel disebut valid jika nilai “Estimate” > 0,05. Tabel 4.11 menunjukkan
bahwa hasil uji Estimate sesuai dengan kriteria yang diungkapkan oleh Ghozali
(2013), artinya 12 butir pernyataan pada kuisioner dapat dikatakan valid, sehingga
boleh digunakan sebagai instrumen penelitian.
Tabel 4.11 Hasil Uji Estimate
Item Pertanyaan Nilai Estimate Keterangan
Luas Lahan 0,382 Valid
Kepemilikan Modal Usaha 0,555 Valid
Kepemilikan Lahan Pertanian 0,548 Valid
Jarak Lokasi 0,065 Valid
Pupuk 0,336 Valid
Pestisida 1,030 Valid
Harga Hari Biasa 1,016 Valid
Harga Hari Besar 0,106 Valid
Harga Musim Panen 0,104 Valid
Tengkulak 1,241 Valid
Toko Bunga 0,091 Valid
Online 0,361 Valid
Sumber : Data primer yang diolah, 2018
29
4.4.2 Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas dilakukan untuk mengukur kuisioner apakah benar-benar
merupakan indikator yang mengukur variabel. Reliabilitas dalam penelitian ini
diuji menggunakan metode Chronbach’s Alpha dan masing-masing faktor dalam
penelitian reliabel karena memiliki Alpha ≥ 0,6 seperti pada tabel 4.12 berikut.
Tabel 4.12 Hasil Chronbach’s Alpha.
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based on
Standardized Items N of Items
0,656 0,658 12
Sumber : Data primer yang diolah, 2018
Hasil uji reabilitas dengan 12 butir pertanyaan dari kuisioner penelitian
yang diajukan untuk 100 responden petani bunga potong sedap malam dinyatakan
reliabel dikarenakan memperoleh nilai Chronbach’s Alpha sebesar 0,656 dimana
nilai tersebut > 0.6 – 0.79 dikategorikan reliabilitas diterima, sehingga dapat
dikatakan bahwa semua butir pertanyaan reliabel atau dapat dipercaya untuk
digunakan sebagai instrumen penelitian (Sekaran, 2006).
4.4.3 Uji Normalitas
Tabel. 4.13 Hasil Uji Normalitas (Assessment of normality)
Variabel Min Max Skew c.r. kurtosis c.r.
Luas Lahan 1,000 5,000 -0,718 -2,929 -0,622 -1,269
Kepemilikan Modal Usaha 1,000 5,000 0,197 0,804 -0,716 -1,461
Kepemilikan Lahan Pertanian 1,000 5,000 0,186 0,760 -0,673 -1,374
Jarak Lokasi 2,000 5,000 -0,317 -1,292 1,262 2,575
Pupuk 1,000 5,000 0,528 2,155 -0,567 -1,158
Pestisida 3,000 5,000 -0,030 -0,123 -0,213 -0,435
Harga Hari Biasa 2,000 5,000 0,340 1,390 -0,065 -0,132
Harga Hari Besar 2,000 5,000 -0,249 -1,015 -1,559 -3,182
Harga Musim Panen 2,000 5,000 -0,742 -3,030 -0,229 -0,467
Tengkulak 1,000 4,000 -0,228 -1,176 -0,830 -1,694
Toko Bunga 1,000 5,000 0,475 1,940 1,611 3,289
Online 1,000 4,000 0,952 3,886 0,761 1,554
Multivariate
1,831 0,449
Sumber : Data primer yang diolah, 2018
Salah satu persyaratan yang harus dipenuhi dalam analisis SEM adalah
data yang dianalisis harus memiliki distribusi normal, hal ini sesuai dengan
persyaratan yang diperlukan dalam metode Maximum Likelihood Estimation.
30
Normalitas tersebut harus memenuhi baik untuk masing-masing variabel maupun
secara keseluruhan (multivariate). Data dikatakan normal apabila angka Critical
Ratio (c.r) skweness atau angka c.r kurtosis ada diantara -2,58 sampai 2,58.
Namun jika angka tersebut ada di bawah -2,58 atau di atas 2,58 dapat dikatakan
tidak normal (Sufren dan Natanael, 2013). Berdasarkan Tabel 4.13 secara
keseluruhan (multivariate) distribusi dikatakan normal karena angka Multivariate
Kurtosis -2,58 > 1,831 < 2,58 dan angka Multivariate Critical Ratio (c.r)
skweness -2,58 > 0,449 < 2,58.
4.5 Uji Goodnes of Fit
Hasil uji Goodnes of fit menggunakan Chi-square, CMIN/DF, GFI, AGFI,
RMSEA, TLI, CFI dan NFI ditampilkan pada tabel 4.14 berikut.
Tabel 4.14 Hasil Uji Goodnes of Fit
No. INDEKS Nilai Kritis Hasil Analisis Evaluasi
1. Chi-Square (X2) Diharapkan kecil 133,292 Good fit
2. Probabilitas ≤ 0,05 0,000 Close fit
3. CMN/DF < 2,00/3,00 2,720 Good fit
4. GFI ≥ 0,90 0,830 Fit marginal
5. AGFI ≥ 0,90 0,729 Close fit
6. RMSEA ≤ 0,08 0,132 Close fit
7. TLI ≥ 0,90 0,703 Close fit
8. CFI ≥ 0,90 0,780 Close fit
9. NFI ≥ 0,90 0,703 Close fit
Sumber : Data primer yang diolah, 2018
Hasil uji Goodness of fit bahwa belum semuanya berindikasi baik (good
fit). Hasil yang sudah menunjukkan indikasi baik adalah hasil yang sudah
memenuhi nilai kritis antara lain Chi square (R2), CMN/DF, GFI. Indikasi kurang
baik (close fit) antara lain Probabilitas, AGFI, RMSEA, TLI, CFI, dan NFI. Hasil
analisis berdasarkan tabel 4.14 menunjukkan enam kriteria Goodness of fit yang
berindikasi belum baik yaitu probabilitas, AGFI, RMSEA, TLI, CFI dan NFI.
Penelitian ini sejalan dengan pendapat Abrucle dan Wotkhe (1999) berdasarkan
prinsip rule of thumb bila terdapat satu atau dua kriteria GOF yang telah
terpenuhi, maka model dikatakan baik dan layak.
31
4.6 Uji Meansurement Model
4.6.1 Variabel Faktor Internal (X1)
Tabel 4.15 Output Variabel Faktor Internal
Indikator
Variabel C.R. P S.E. Keterangan
Luas Lahan <--- Faktor Internal - - 1,000 Signifikan
Kepemilikan
Modal Usaha <--- Faktor Internal 5,435 *** 0,169
Signifikan
Kepemilikan
Lahan Pertanian <--- Faktor Internal 4,673 *** 0,171
Signifikan
Sumber : Data primer yang diolah, 2018
Tabel 4.15 dapat dilihat, semua indikator dari variabel faktor internal (X1)
berpengaruh signifikan. Indikator pertama, luas lahan (X11) memiliki nilai
Critical Ratio (C.R) dan nilai probabilitas yang tidak diketahui. Factor loading
nya diperoleh nilai 1,000 artinya idikator luas lahan (X11) memiliki korelasi
sangat kuat dan signifikan terhadap faktor internal (X1). Berdasarkan kondisi
dilapangan lahan yang digarap petani bunga potong sedap malam berbeda. Petani
dikatakan memiliki lahan luas apabila menggarap ≥ 4000 m2 dan lahan sempit
2500 m2 – 3900 m2.
Indikator kedua, kepemilikan modal usaha (X12), hasil signifikan dan
korelasi sangat lemah terhadap faktor internal (X1), nilai Critical Ratio (C.R)
5,435 > 2,576 pada signifikansi 1% dan nilai Factor loading sebesar 0,169.
Berdasarkan pernyataan petani bahwa kepemilikan modal usaha sepenuhnya tidak
murni modal sendiri, melainkan ada subsidi pupuk dan bibit dari pihak kelurahan
desa Baran Jurang.
Indikator ketiga, kepemilikan lahan pertanian (X13), hasil signifikan dan
korelasi sangat lemah terhadap faktor internal (X1), nilai Critical Ratio (C.R)
4,673 > 2,576 pada signifikansi 1% dan nilai Factor loading sebesar 0,171.
Berdasarkan wawancara dengan petani bunga potong sedap malam bahwa lahan
untuk budidaya tidak murni lahan milik sendiri, sebagian besar adalah lahan milik
bengkok carik desa Baran Jurang yang di kotrak oleh lurah desa Baran Jurang.
32
4.6.2 Variabel Faktor Eksternal (X2)
Tabel 4.16 Output Variabel Faktor Eksternal
Indikator
Variabel C.R. P S.E. Keterangan
Jarak Lokasi <--- Faktor Eksternal - - 1,000 Signifikan
Pupuk <--- Faktor Eksternal 2,495 ,013 1,880 Signifikan
Pestisida <--- Faktor Eksternal 2,503 ,012 1,625 Signifikan
Sumber : Data primer yang diolah, 2018
Melihat tabel 4.16 indikator variabel faktor eksternal (X2) berpengaruh
signifikan. Indikator pertama, jarak lokasi (X22), memiliki nilai Critical Ratio
(C.R) dan nilai probabilitas yang tidak diketahui. Factor loading diperoleh nilai
1,000, artinya idikator jarak lokasi (X22) memiliki korelasi sangat kuat dan
berpengaruh signifikan terhadap faktor eksternal (X2). Berdasarkan penelitian
dilapangan dan pernyataan petani bunga potong sedap malam jarak lokasi lahan
dengan jarak pemasaran bunga potong sedap malam strategis. Tengkulak
langsung mengambil bunga potong sedap malam di masing – masing lahan petani.
Lokasi lahan yang jauh dari jalan utama dan kondisi lahan yang sulit dijangkau
kendaraan juga diambil sendiri oleh tengkulak.
Indikator kedua, pupuk (X23), terlihat hasil signifikan dan korelasi sangat
kuat terhadap faktor eksternal (X2) karena memiliki nilai Critical Ratio (C.R)
2,495 < 2,576 pada signifikansi 5% dan nilai Factor loading sebesar 1,880.
Berdasarkan penelitian dilapangan pupuk yang digunakan petani merupakan
pupuk bersubsidi bukan pupuk milik sendiri dalam artian bukan pupuk beli sendiri
dengan harga nomal.
Indikator ketiga, pestisida (X24), hasil signifikan dan korelasi sangat kuat
terhadap faktor ekternal (X2) karena memiliki nilai Critical Ratio (C.R) 2,503 <
2,576 pada signifikansi 5% dan nilai Factor loading sebesar 1,625. Berdasarkan
kenyataan petani melakukan pengaplikasian pestisida secara rutin 2-3 kali setiap
minggu pada kondisi kuncup mahkota bunga normal. Setiap minggu 3-4 secara
rutin ketika kondisi kuncup mahkota bunga mengalami patek bunga.
33
4.6.3 Variabel Fluktuasi Harga (Y1)
Tabel 4.17 Output Variabel Fluktuasi Harga
Indikator
Variabel C.R. P S.E. Keterangan
Harga Hari Biasa <--- Fluktuasi Harga - - 1,000 Signifikan
Harga Hari Besar <--- Fluktuasi Harga 2,319 0,020 0,675 Signifikan
Harga Musim
Panen <--- Fluktuasi Harga 2,914 0,004 1,358
Signifikan
Sumber : Data primer yang diolah, 2018
Tabel 4.17 dapat dilihat indikator variabel fluktuasi harga (Y1)
berpengaruh signifikan. Indikator pertama, harga hari biasa (Y11), memiliki nilai
Critical Ratio (C.R) dan nilai probabilitas yang tidak diketahui. Factor loading
diperoleh nilai 1,000, artinya indikator harga hari biasa (Y11) memiliki korelasi
sangat kuat dan signifikan terhadap fluktuasi harga (Y1). Sesuai pernyataan petani
akibat perubahan harga dari harga pada saat hari biasa hingga perubahan harga
pada saat hari-hari besar petani memperoleh keuntungan minimal 2-3 kali lipat.
Harga bunga pada saat hari-hari besar mencapai Rp 7.000,00 – Rp 12.000,00 per
tangkai.
Indikator kedua, harga hari besar (Y12), hasil terlihat signifikan dan
korelasi sangat kuat terhadap fluktuasi harga (Y1) karena memiliki nilai Critical
Ratio (C.R) 2,319 < 2,576 pada signifikansi 5% dan nilai Factor loading sebesar
0,675. Berdasarkan pernyataan petani, meskipun terjadi perubahan harga bunga
potong sedap malam dari penurunan perubahan harga pada saat hari-hari besar,
pada saat hari biasa, pada saat musim panen bunga petani masih memperoleh
keuntungan dengan harga jual per tangkai sebesar Rp 700,00 – Rp 1.200,00 saja.
Indikator ketiga, harga musim panen (Y13), hasil signifikan dan korelasi
sangat kuat terhadap fluktuasi harga (Y1) karena memiliki nilai Critical Ratio
(C.R) 2,914 > 2,576 pada signifikansi 1% dan nilai Factor loading sebesar 1,358.
Sesuai pernyataan petani masih menerima keuntungan dari harga jual pada saat
hari biasa meskipun harga bunga hanya mencapai Rp 1.000,00 sampai Rp
2.000,00 per tangkainya.
34
4.6.4 Variabel Pemasaran (Y2)
Tabel 4.18 Output Variabel Pemasaran
Indikator
Variabel C.R. P S.E. Keterangan
Tengkulak <--- Pemasaran - - 1,000 Signifikan
Toko Bunga <--- Pemasaran -2,392 0,017 0,085 Tidak Signifikan
Online <--- Pemasaran -5,053 *** 0,102 Tidak Signifikan
Sumber : Data primer yang diolah, 2018
Terlihat indikator variabel pemasaran (Y2) berpengaruh signifikan.
Indikator pertama, tengkulak (Y22), memiliki nilai Critical Ratio (C.R) dan nilai
probabilitas yang tidak diketahui. Factor loading sebesar 1,000 artinya indikator
tengkulak (Y22) memiliki korelasi sangat kuat dan berpengaruh signifikan
terhadap pemasaran (Y2). Sesuai dengan anggapan petani bahwa pemasaran
melalui tengkulak lebih banyak memperoleh keuntungan, semua bunga laku baik
grade A, grade B, grade C dan kualitas bunga jelek, pengangkutan, pemanenan
bunga potong sedap malam ditanggung pihak tengkulak. Petani cukup dengan
melalukan perawatan bunga potong sedap malam sampai memasuki usia panen
bunga dan menerima hasil.
Indikator kedua, toko bunga (Y23), hasil tidak signifikan dan korelasi
sangat lemah terhadap pemasaran (Y2), memiliki nilai Critical Ratio (C.R) -2,392
< 2,576 dan nilai Factor loading sebesar 0,085. Berdasarkan pernyataan bahwa
petani belum pernah mencoba menjual bunga potong sedap malam secara online.
Petani beranggapan terlalu ribet, karena kurang ahli dalam teknologi sosial media,
dalam artian petani masih gaptek sosial media. Selain pernyataan tersebut, selama
ini petani belum pernah mendapat penyuluhan dari dinas pertanian dan dinas
sosial mengenai penjualan bunga potong sedap malam secara online.
Indikator ketiga, pemasaran secara online (Y24), hasil tidak signifikan dan
korelasi sangat lemah terhadap pemasaran (Y2), nilai Critical Ratio (C.R) -5,053
< 2,576 dan nilai Factor loading sebesar 0,102. Sesuai pernyataan sebagian besar
petani bunga potong sedap malam belum berani mencoba menjual bunga potong
ke toko bunga secara mandiri. Toko bunga hanya mau membeli bunga potong
sedap malam dengan kualitas grade A dan harga yang sama di tengkulak.
35
4.7 Uji Structural Model
4.7.1 Pengaruh Faktor Internal Terhadap Fluktuasi Harga
Tabel 4.19 Pengaruh Faktor Internal Terhadap Fluktuasi Harga
Indikator
Variabel C.R. P S.E. Keterangan
Fluktuasi Harga <--- Faktor Internal -1,014 0,578 0,029 Tidak Signifikan
Sumber : Data primer yang diolah, 2018
Tabel 4.19 terlihat faktor internal signifikan dan korelasi sangat lemah
terhadap fluktuasi harga. Hasil analisis diperoleh nilai Critical Ratio (C.R) -1,014
dan factor loading 0,029, artinya tidak sejalan dengan yang dikemukakan oleh
Soekartawi (2003) pada indikator skala usaha menyatakan semakin besar skala
usaha, maka semakin besar modal yang dipakai sehingga akan berpengaruh dalam
penetapan harga atau perubahan penetapan harga dan pemasaran suatu produk.
Tidak signifikan dikarenakan petani bunga potong sedap malam
menerapkan sistem usahatani budidaya bunga potong sedap malam dengan sistem
kontrak kepada pihak aparat desa yaitu bapak carik dan bapak lurah. Mengenai
modal usaha ada subsidi dan pinjaman dari pihak kelurahan. Lahan pertanian
bukan milik petani sendiri, melainkan petani menggarap bengkok carik yang
dikontrak oleh pihak kelurahan. Terjalinnya sistem kontrak tidak merugikan
petani apabila terjadi fluktuasi harga, dikarenakan pihak kelurahan sudah menjalin
relasi pemasaran bunga potong sedap malam kepada tengkulak yang sudah
berlangganan. Kemungkinan kecil petani mengalami kerugian secara meterialistis
akibat dari fluktuasi harga. Kondisi tersebut dapat terjadi dikarenakan ada
perjanjian mengenai kondisi harga bunga potong yang berubah-ubah. Petani
memperoleh hasil jual bunga potong sedap malam sebesar 80% dan 20% pihak
kelurahan dari harga jual yang sudah bersih. Pembagian hasil ini petani biasa
menyebutnya dengan metode hasil mertelu (pembagian hasil sepertiga). Sistem
kontrak ini hanya berlaku sekali panen saja. Dalam satu tahun apabila dilakukan
perawatan dengan baik, optimalnya akan berbunga tiga kali dalam satu kali tanam
per tahun. Petani bunga potong sedap malam dalam satu tahun dapat menerima
hasil selama tiga kali, dengan menghemat biaya penggunaan bibit bunga potong
sedap malam.
36
4.7.2 Pengaruh Faktor Eksternal Terhadap Fluktuasi Harga
Tabel 4.20 Pengaruh Faktor Eksternal Terhadap Fluktuasi Harga
Indikator
Variabel C.R. P S.E. Keterangan
Fluktuasi Harga <--- Faktor Eksternal 1,910 0,056 0,406 Signifikan
Sumber : Data primer yang diolah, 2018
Melihat tabel 4.20 hasil signifikan, sependapat dengan yang dikemukakan
oleh Taringan (2006) pada indikator jarak lokasi menyatakan bahwa jarak lokasi
semakin jauh dari sasaran pasar maka akan berpengaruh terhadap penetapan
harga. Kenyataan pada saat dilapangan yang dialami oleh petani bunga potong
sedap malam desa Baran Jurang, faktor eksternal yaitu, jarak lokasi, penggunaan
pupuk dan pestisida mempengaruhi harga bunga potong sedap malam baik harga
pada saat hari biasa, hari besar, maupun harga pada saat musim panen bunga
potong sedap malam. Kondisi tersebut dikarenakan bunga potong sedap malam
yang tidak selalu baik pada saat musim tanam. Hasil wawancara dilapangan pada
saat penelitian, petani menyatakan ketika mahkota sedap malam terdapat bercak-
bercak hitam (petani biasa menyebut patek bunga), maka kondisi tersebut
membutuhkan perawatan yang lebih intensif. Petani biasanya lebih sering
menyemprotkan pestisida. Normalnya penyemprotan pestisida setiap satu minggu
2-3 kali secara rutin. Melihat kondisi bunga yang terserang patek biasanya petani
memberikan pestisida bisa 3-4 kali secara rutin setiap minggunya. Jarak lokasi
juga mempengaruhi perubahan harga, baik kondisi harga pada saat hari biasa, hari
besar maupun harga pada saat musim panen bunga potong. Semakin jauh jarak
lokasi maka semakin besar biaya operasional yang dikeluarkan oleh tengkulak.
Biasanya bunga potong sedap malam yang dibudidayakan pada lahan yang jauh
dari jalan utama lahan, maka harga bunga lebih murah. Melihat kualitas bunga
juga bisa sebagai pertimbangan penetapan harga bunga potong sedap malam.
4.7.3 Pengaruh Faktor Internal Terhadap Pemasaran
Tabel 4.21 Pengaruh Faktor Internal Terhadap Pemasaran
Indikator
Variabel C.R. P S.E. Keterangan
Pemasaran <--- Faktor Internal -2,701 0,007 0,141 Tidak Signifikan
Sumber : Data primer yang diolah, 2018
37
Tabel 4.21 dapat dilihat faktor internal tidak signifikan dan korelasinya
sangat lemah, nilai Critical Ratio (C.R) -2,701 < 2,576 dan factor loading 0,14.
Tidak sejalan dengan yang dikemukakan oleh Soekartawi (2003) pada indikator
skala usaha menyatakan semakin besar skala usaha, maka semakin besar modal
yang dipakai sehingga akan berpengaruh dalam penetapan harga atau perubahan
penetapan harga dan pemasaran suatu produk. Petani bunga potong sedap malam
mengibaratkan bahwa ada hubungan timbal balik antar petani, pihak kelurahan
dan tengkulak bunga potong sedap malam. Hubungan timbal balik memunculkan
gagasan bahwa petani bunga potong sedap malam beranggapan dan merasa
dipinjami modal berupa lahan, dan bibit bunga potong sedap malam dari pihak
kelurahan sebagai modal usaha. Petani membalas hubungan timbal balik terhadap
pihak kelurahan dengan cara petani menjual bunga potong sedap malam kepada
tengkulak yang direkomendasikan oleh pihak kelurahan. Pihak kelurahan tetap
akan menerima hasil penjualan sebesar 20 % dari harga jual yang sudah bersih.
4.7.4 Pengaruh Faktor Eksternal Terhadap Pemasaran
Tabel 4.22 Pengaruh Faktor Eksternal Terhadap Pemasaran
Indikator
Variabel C.R. P S.E. Keterangan
Pemasaran <--- Faktor Eksternal 2,372 0,018 2,074 Signifikan
Sumber : Data primer yang diolah, 2018
Tabel 4.22 terlihat faktor eksternal signifikan dan korelasi sangat kuat
terhadap pemasaran, diperoleh nilai Critical Ratio (C.R) 2,372 < 2,576 pada
signifikan 90% dan factor loading 2,074. Sejalan dengan yang dikemukakan oleh
Taringan (2006), indikator jarak lokasi menyatakan semakin jauh dari sasaran
pasar maka harga jual akan semakin mahal dan akan berpengaruh terhadap
pemasaran suatu produk. Petani tidak mengeluarkan biaya penuh dalam
menjalankan usahatani bunga potong sedap malam. Memasuki fase panen petani
tidak perlu mengeluarkan biaya transportasi untuk mengangkut dan memasarkan
bunga potong sedap malam sebab tengkulak langsung datang ke lahan dan
menetapkan harga. Harga yang ditawarkan tengkulak apabila sesuai dengan harga
yang diminta petani maka akan terjadi transaksi. Tengkulak akan melakukan
tidakan selanjutnya pemanenan dan pengangkutan bunga potong sedap malam.
Pupuk dan pestisida yang digunakan adalah bersubsidi bukan milik sendiri.
38
Kondisi tersebut dapat diartikan pemasaran bunga potong sedap malam
disebabkan oleh faktor eksternal.
4.7.5 Pengaruh Fluktuasi Harga Terhadap Pemasaran
Tabel 4.23 Pengaruh Fluktuasi Harga Terhadap Pemasaran
Indikator
Variabel C.R. P S.E. Keterangan
Pemasaran <--- Fluktuasi Harga -2,082 0,037 0,957 Tidak Signifikan
Sumber : Data primer yang diolah, 2018
Tabel 4.23 dapat dilihat fluktuasi harga berpengaruh tidak signifikan dan
korelasinya sangat kuat, nilai Critical Ratio (C.R) -2,082 < 2,576 dan Nilai factor
loading 0,957. Sejalan dengan yang dikemukakan oleh Swastha (1996) bahwa
fluktuasi harga terjadi akibat dari mekanisme pasar yang kedepannya akan
mempengaruhi pemasaran suatu produk. Kenyataannya di lapangan hal tesebut
dapat terjadi dikarenakan upaya petani dalam memasarkan bunga potong sedap
malam belum luas, masih bergantung kepada tengkulak. Sehingga harga masih
bergantung pada tengkulak. Ketika harga naik bunga potong sedap malam akan
dibeli dengan harga yang mahal, dan ketika harga bunga potong turun maka akan
dibeli dengan harga murah oleh tengkulak. Sebagian besar petani bunga potong
sedap malam belum memberanikan diri untuk menjual bunga potong sedap malam
secara mandiri, seperti ke toko bunga dan secara online. Petani masih takut
menanggung risiko yang lebih besar apabila dibandingkan dengan menjual bunga
ke tengkulak. Risiko yang dihadapi petani biasanya kebanyakan konsumen hanya
mau membeli bunga potong sedap malam yang grade A dan grade B saja. Petani
kesusahan dalam menjual bunga potong sedap malam grade C.
39
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Pembentuk fluktuasi harga bunga potong sedap malam hanya variabel faktor
eksternal saja, indikatornya adalah jarak lokasi, pupuk, dan pestisida.
2. Indikator luas lahan, kepemilikan modal usaha, kepemilikan lahan pertanian
dapat mengukur variabel faktor internal.
3. Indikator jarak lokasi, pupuk, dan pestisida dapat mengukur variabel faktor
eksternal.
4. Variabel fluktuasi harga tidak dapat mengukur variabel pemasaran bunga
potong sedap malam dan berpengaruh negatif (tidak signifikan).
5. Saluran pemasaran yang paling diminati petani adalah pemasaran melalui
tengkulak sebesar 67%, apabila dibandingkan pemasaran melalui toko bunga
sebesar 30% dan secara online hanya 3%.
5.2 Saran
Saran yang diberikan peneliti ini merupakan masukan bagi beberapa pihak
yang diharapkan dapat memberikan referensi positif bagi banyak pihak dalam
penelitian ini.
1. Bagi kalangan akademisi masih banyak hal yang dapat diteliti lebih lanjut
mengenai fluktuasi harga terhadap pemasaran bunga potong sedap malam dan
alangkah baiknya dilakukan penelitian lanjutan.
2. Bagi peneliti lanjutan saran yang dapat diberikan, yaitu perlu dilakukan
penelitian kembali dengan mengembangkan sampel, variabel amatan, maupun
indikator serta memperluas objek yang diamati, sehingga hasil penelitian
yang akan diperoleh lebih luas dan lebih maksimal dari penelitian
sebelumnya.