bab 3 analisis hasil survey

33
BAB 3 ANALISIS TOPOGRAFI,BATHYMETRI DAN HIDRO-OCEANOGRAFI 3.1 SURVEY TOPOGRAFI Survey ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran bentuk permukaan tanah yang berupa situasi dan ketinggian serta posisi kenampakan yang ada di areal lokasi Pelabuhan Kapal Negara Kabupaten Bitung beserta areal sekitarnya. Areal survey memanjang sejajar dengan garis pantai. Hasilnya kemudian akan dipetakan dengan skala dan interval kontur tertentu. 3.1.1 Metodologi Pelaksanaan Survey Topografi A. Peralatan Survey Peralatan survey yang dipergunakan dalam survey topografi meliputi: 1. Total Station 2. Theodolite DT-100 (1 set) 3. Waterpass Wild NAK.1 (1 set) 4. Rambu ukur (4 set) 5. Pita ukur 50 m (2 buah) 6. Meteran Rol 5 m (3 buah) 7. Kalkulator (3 unit) B. Pengamatan Azimuth Astronomis Pengamatan matahari dilakukan untuk mengetahui arah/azimuth awal yaitu : 1. Sebagai koreksi azimuth guna menghilangkan kesalahan akumulatif pada sudut- sudut terukur dalam jaringan poligon.

Upload: ulans-land

Post on 28-Nov-2015

95 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

BAB 3 ANALISIS TOPOGRAFI,BATHYMETRI

DAN HIDRO-OCEANOGRAFI 3.1 SURVEY TOPOGRAFI

Survey ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran bentuk permukaan tanah yang

berupa situasi dan ketinggian serta posisi kenampakan yang ada di areal lokasi

Pelabuhan Kapal Negara Kabupaten Bitung beserta areal sekitarnya. Areal survey

memanjang sejajar dengan garis pantai. Hasilnya kemudian akan dipetakan dengan

skala dan interval kontur tertentu.

3.1.1 Metodologi Pelaksanaan Survey Topografi

A. Peralatan Survey

Peralatan survey yang dipergunakan dalam survey topografi meliputi:

1. Total Station

2. Theodolite DT-100 (1 set)

3. Waterpass Wild NAK.1 (1 set)

4. Rambu ukur (4 set)

5. Pita ukur 50 m (2 buah)

6. Meteran Rol 5 m (3 buah)

7. Kalkulator (3 unit)

B. Pengamatan Azimuth Astronomis

Pengamatan matahari dilakukan untuk mengetahui arah/azimuth awal yaitu :

1. Sebagai koreksi azimuth guna menghilangkan kesalahan akumulatif pada sudut-

sudut terukur dalam jaringan poligon.

LAPORAN DED PELABUHAN KAPAL NEGARA

III - 2

P2

P1

M T

Matahari Utara

M

T

2. Untuk menentukan azimuth/arah titik-titik kontrol/poligon yang tidak terlihat satu

dengan yang lainnya.

3. Penentuan sumbu X dan Y untuk koordinat bidang datar pada pekerjaan

pengukuran yang bersifat lokal/koordinat lokal.

Pengukuran azimuth matahari dilakukan pada jalur poligon utama terhadap patok

terdekat dengan titik pengamatan pada salah satu patok yang lain.

Dengan memperhatikan metoda pengamatan azimuth astronomis pada Gambar 3.1,

Azimuth Target (T) adalah :

T = M + atau T = M + ( T - M )

Dimana:

T = azimuth ke target

M = azimuth pusat matahari

(T) = bacaan jurusan mendatar ke

target

(M) = bacaan jurusan mendatar ke

matahari

β = sudut mendatar antara jurusan

ke matahari dengan jurusan ke

target

Gambar 3.1. Pengamatan azimuth astronomis

C. Pembuatan Titik Tetap (Bench Mark)

Sebagai titik pengikatan dalam pengukuran topografi perlu dibuat bench mark (BM)

dibantu dengan control point (CP) yang dipasang secara teratur dan mewakili kawasan

secara merata. Kedua jenis titik ikat ini mempunyai fungsi yang sama, yaitu untuk

menyimpan data koordinat, baik koordinat (X,Y) maupun elevasi (Z).

LAPORAN DED PELABUHAN KAPAL NEGARA

III - 3

Mengingat fungsinya tersebut maka patok-patok beton ini diusahakan ditanam pada

kondisi tanah yang stabil dan aman. Kedua jenis titik ikat ini diberi nomenklatur atau

kode, untuk memudahkan pembacaan peta yang dihasilkan. Disamping itu perlu pula

dibuat deskripsi dari kedua jenis titik ikat yang memuat sketsa lokasi dimana titik ikat

tersebut dipasang dan nilai koordinat maupun elevasinya.

D. Penentuan Kerangka Dasar Horizontal

Pengukuran titik kontrol horizontal (titik poligon) dilaksanakan dengan cara mengukur

jarak dan sudut menurut lintasan tertutup. Pada pengukuran poligon ini, titik akhir

pengukuran berada pada titik awal pengukuran.

Pengukuran sudut dilakukan dengan pembacaan double series, dimana besar sudut

yang akan dipakai adalah harga rata-rata dari pembacaan tersebut. Azimuth awal akan

ditetapkan dari pengamatan matahari dan dikoreksikan terhadap azimuth magnetis.

1. Pengukuran Jarak

Pengukuran jarak dilakukan dengan menggunakan pita ukur 50 meter. Tingkat

ketelitian hasil pengukuran jarak dengan menggunakan pita ukur, sangat tergantung

pada cara pengukuran itu sendiri dan keadaan permukaan tanah.

Khusus untuk pengukuran jarak pada daerah yang miring dilakukan dengan cara

seperti yang diilustrasikan pada Gambar 3.3.

Gambar 3.2. Pengukuran jarak pada permukaan miring

d1 d2

d3

A

B 2

1

LAPORAN DED PELABUHAN KAPAL NEGARA

III - 4

Jarak AB = d1 + d2 + d3

Untuk menjamin ketelitian pengukuran jarak maka sebagai koreksi dilakukan juga

pengukuran jarak optis pada saat pembacaan rambu ukur dengan theodolit.

2. Pengukuran Sudut Jurusan

Sudut jurusan sisi-sisi poligon adalah besarnya bacaan lingkaran horisontal alat ukur

sudut pada waktu pembacaan ke suatu titik. Besarnya sudut jurusan dihitung

berdasarkan hasil pengukuran sudut mendatar di masing-masing titik poligon.

Penjelasan pengukuran sudut jurusan diilustrasikan pada Gambar 3.3.

= sudut mendatar

AB = bacaan skala horisontal ke target patok B

AC = bacaan skala horisontal ke target patok C

Pembacaan sudut jurusan poligon dilakukan dalam posisi teropong biasa (B) dan luar

biasa (LB) dengan spesifikasi teknis sebagai berikut:

Jarak antara titik-titik poligon adalah 100 m.

Alat ukur sudut yang digunakan Theodolite DT-100.

Alat ukur jarak yang digunakan pita ukur 50 meter.

Jumlah seri pengukuran sudut 4 seri (B1, B2, LB1, LB2).

Selisih sudut antara dua pembacaan 5” (lima detik).

Ketelitian jarak linier (Kl) ditentukan dengan rumus berikut.

000.5:1d

ffKI

2y

2x

Dimana:

fx = jumlah ΔX dan fy = jumlah ΔY

Bentuk geometris poligon adalah loop.

Perhitungan terhadap data pengukuran kerangka dasar horisontal dilakukan dalam

bentuk spreadsheet sehingga koreksi perhitungan dapat dilakukan dengan tepat dan

LAPORAN DED PELABUHAN KAPAL NEGARA

III - 5

merata. Hasil perhitungan tersebut diplot dalam bentuk gambar grafik poligon

pengukuran.

Gambar 3.3. Pengukuran sudut antar dua patok

E. Penentuan Kerangka Dasar Vertikal

Kerangka dasar vertikal diperoleh dengan melakukan pengukuran sifat datar pada titik-

titik jalur poligon. Jalur pengukuran dilakukan tertutup (loop), yaitu pengukuran

dimulai dan diakhiri pada titik yang sama. Pengukuran beda tinggi dilakukan double

stand dan pergi pulang. Seluruh ketinggian di traverse net (titik-titik kerangka

pengukuran) telah diikatkan terhadap BM.

Penentuan posisi vertikal titik-titik kerangka dasar dilakukan dengan melakukan

pengukuran beda tinggi antara dua titik terhadap bidang referensi seperti

diilustrasikan pada Gambar 3.4.

A

B

C

AB

AC

LAPORAN DED PELABUHAN KAPAL NEGARA

III - 6

Gambar 3.4. Pengukuran Waterpass

Spesifikasi Teknis pengukuran waterpass adalah sebagai berikut:

1. Jalur pengukuran dibagi menjadi beberapa seksi.

2. Tiap seksi dibagi menjadi slag yang genap.

3. Setiap pindah slag rambu muka menjadi rambu belakang dan rambu belakang

menjadi rambu muka.

4. Pengukuran dilakukan double stand pergi pulang pembacaan rambu lengkap

Benang Atas, Benang Tengah, dan Benang Bawah.

5. Selisih pembacaan stand 1 dengan stand 2 lebih kecil atau sama dengan 2 mm.

6. Jarak rambu ke alat maksimum 75 m.

7. Setiap awal dan akhir pengukuran dilakukan pengecekan garis bidik.

8. Toleransi salah penutup beda tinggi (T) ditentukan dengan rumus berikut:

mmDT 8

Dimana :

D = Jarak antara 2 titik kerangka dasar vertikal dalam satuan km

Hasil pengukuran lapangan terhadap kerangka dasar vertikal diolah dengan

menggunakan spreadsheet sebagaimana kerangka horisontalnya. Dari hasil

pengolahan tersebut didapatkan data ketinggian relatif pada titik-titik patok terhadap

BM acuan. Ketinggian relatif tersebut pada proses selanjutnya akan dikoreksi dengan

pengikatan terhadap elevasi muka air laut paling surut (Lowest Low Water Level -

LLWL) yang dihitung sebagai titik ketinggian nol (0.00).

Bidang Referensi

Slag 1 Slag 2

b1 b2

m1m21

D D

LAPORAN DED PELABUHAN KAPAL NEGARA

III - 7

F. Pengukuran Situasi Rinci

Penentuan situasi dilakukan untuk mengambil data rinci lapangan, baik obyek alam

maupun bangunan-bangunan, jembatan, jalan dan sebagainya. Obyek-obyek yang

diukur kemudian dihitung harga koordinatnya (x,y,z). Untuk selanjutnya garis kontur

untuk masing-masing ketinggian dapat ditentukan dengan cara interpolasi.

Pengukuran rinci/situasi dilaksanakan memakai metoda tachymetri dengan cara

mengukur besar sudut dari poligon (titik pengamatan situasi) kearah titik rinci yang

diperlukan terhadap arah titik poligon terdekat lainnya, dan juga mengukur jarak optis

dari titik pengamatan situasi. Pada metoda tachymetri ini didapatkan hasil ukuran

jarak dan beda tinggi antara stasiun alat dan target yang diamati. Dengan cara ini

diperoleh data-data sebagai berikut :

1. Azimuth magnetis

2. Pembacaan benang diafragma (atas, tengah, bawah)

3. Sudut zenith atau sudut miring

4. Tinggi alat ukur

Spesifikasi pengukuran situasi adalah sebagai berikut:

1. Metode yang digunakan adalah metode tachymetri dengan membuat jalur ray,

dimana setiap ray terikat pada titik-titik poligon sehingga membentuk jalur

poligon dan waterpass terikat sempurna.

2. Pembacaan detail dilakukan menyebar ke seluruh areal yang dipetakan dengan

kerapatan disesuaikan dengan skala peta yang akan dibuat. Gundukan tanah,

batu-batu besar yang mencolok serta garis pantai akan diukur dengan baik. Juga

bangunan-bangunan yang penting dan berkaitan dengan pekerjaan desain akan

diambil posisinya.

3.1.2 Pelaksanaan Survei Topografi

Survei topografi dilaksanakan pada areal seluas ± 42 ha. Survei topografi telah selesai

dilakukan pada tanggal 2 Juni – 5 Juni 2013. Beberapa foto pelaksanaan survei

topografi dapat dilihat pada Gambar 3.5 sampai Gambar 3.6.

LAPORAN DED PELABUHAN KAPAL NEGARA

III - 8

Foto : Patok BM 1

Foto : Patok BM 2

Gambar 3.5 Titik Bench Mark

Foto : Pengukuran Topografi

Gambar 3.6 Pelaksanaan Survey Topografi

3.1.3 Pengolahan Data Survey Topografi

Berdasarkan data topografi yang diperoleh, selanjutnya melalui proses hitungan,

diperoleh Jarak datar dan beda tinggi antara dua titik yang telah diketahui

koordinatnya (X,Y,Z).

Untuk menentukan tinggi titik B dari titik A yang telah diketahui koordinat (X,Y,Z),

digunakan rumus sebagai berikut :

HTT AB

BtTAm2SinBbBa10021H

LAPORAN DED PELABUHAN KAPAL NEGARA

III - 9

Untuk menghitung jarak datar (Dd):

Dd = DOCos2 m

Dd = 100(Ba-Bb)Cos 2m

Dimana :

TA = Titik tinggi A yang telah diketahui

TB = Titik tinggi B yang akan ditentukan

H = Beda tinggi antara titik A dan B

Ba = Bacaan benang diafragma atas

Bb = Bacaan benang diafragma bawah

Bt = Bacaan benang diafragma tengah

TA = Tinggi alat

Do = Jarak optis 100Ba-Bb

m = Sudut miring

Pada pelaksanaannya kerapatan titik detail akan sangat tergantung pada skala peta

yang akan dibuat, selain itu untuk keadaan tanah yang mempunyai perbedaan tinggi

yang ekstrim dilakukan pengukuran lebih rapat. Hasil dari pengukuran berupa data ray

dari masing-masing ruas dalam jalur polygon yang menyajikan ketinggian titik-titik

tanah yang dipilih dan posisi bangunan yang dianggap penting.

Hasil perhitungan koordinat titik dalam tiap ray lalu diikatkan pada masing-masing

patoknya sehingga didapatkan posisinya terhadap bidang referensi. Secara jelas titik-

titik ini dapat dilihat pada gambar topografi yang memiliki skala rinci.

3.1.4 Hasil Survey Topografi

Hasil pengukuran topografi yang terdiri dari pengukuran kerangka horisontal,

pengukuran kerangka vertikal, pengukuran azimuth matahari, dan pengukuran situasi

rinci, hasil pengukuran ini kemudian diolah untuk memperoleh peta topografi. Peta

topografi disusun dengan menggunakan referensi elevasi acuan pasang surut LWS.

LAPORAN DED PELABUHAN KAPAL NEGARA

III - 10

Tabel 3.1 Titik Koordinat (Posisi) dan Elevasi Bench Mark Pelabuhan Kapal Negara

No. BM / CP KOORDINAT

X Y Z (m) 1 BM01 746781.000 161355.000 5.562 2 BM02 746747.127 161360.838 5.525 3 P 1 746734.058 161404.736 6.785 4 P 2 746704.376 161512.621 11.273 5 P 3 746747.189 161464.007 19.741 6 P 4 746749.679 161384.851 6.726

3.2 SURVEY BATHYMETRI

3.2.1 Metodologi Pelaksanaan Survei Bathymetri

Survey bathymetri atau seringkali disebut dengan pemeruman (sounding)

dimaksudkan untuk mengetahui keadaan topografi laut. Cara yang dipakai dalam

pengukuran ini adalah dengan menentukan posisi-posisi kedalaman laut pada jalur

memanjang dan jalur melintang untuk cross check. Penentuan posisi-posisi kedalaman

dilakukan menggunakan GPSMap. Peta lokasi rencana survei bathymetri mencakup

luas ± 60 ha. Metodologi pelaksanaan survei bathymetri ini adalah sebagai berikut:

A. Penentuan Jalur Sounding

Jalur sounding adalah jalur perjalanan kapal yang melakukan pengukuran kedalaman

dari titik awal sampai ke titik akhir dari kawasan survei. Jalur sounding dibuat dengan

jarak antara 25 – 50 meter sesuai dengan bentuk pantai dan perkiraan bentuk dasar

perairan. Untuk tiap jalur sounding dilakukan pengambilan data kedalaman perairan

setiap jarak 25 m. Titik awal dan akhir untuk tiap jalur sounding dicatat dan kemudian

di-input ke dalam alat pengukur yang dilengkapi dengan fasilitas GPS, untuk dijadikan

acuan lintasan perahu sepanjang jalur sounding.

LAPORAN DED PELABUHAN KAPAL NEGARA

III - 11

Gambar 3.7 Contoh Jalur Sounding

B. Peralatan Survei

Peralatan survei yang diperlukan pada pengukuran bathymetri adalah:

1. Echo Sounder GPSMap dan perlengkapannya. Alat ini mempunyai fasilitas GPS

(Global Positioning System) yang akan memberikan posisi alat pada kerangka

horisontal dengan bantuan satelit. Dengan fasilitas ini, kontrol posisi dalam

kerangka horisontal dari suatu titik tetap di darat tidak lagi diperlukan. Selain

fasilitas GPS, alat ini mempunyai kemampuan untuk mengukur kedalaman

perairan dengan menggunakan gelombang suara yang dipantulkan ke dasar

perairan. Gambar alat ini disajikan pada Gambar 3.11, sedangkan penempatan

alat ini dan perlengkapannya pada perahu dapat dilihat pada Gambar 3.12.

2. Notebook. Satu unit portable computer diperlukan untuk menyimpan data yang di-

download dari alat GPSMap setiap 300 kali pencatatan data.

3. Perahu. Perahu digunakan untuk membawa surveyor dan alat-alat pengukuran

menyusuri jalur-jalur sounding yang telah ditentukan. Dalam operasinya, perahu

tersebut harus memiliki beberapa kriteria, antara lain:

Perahu harus cukup luas dan nyaman untuk para surveyor dalam melakukan

kegiatan pengukuran dan downloading data dari alat ke komputer, dan lebih

baik tertutup dan bebas dari getaran mesin.

Jalur pemeruman

LOKASI

Jalur pemeruman

perahu

LAUT

LAPORAN DED PELABUHAN KAPAL NEGARA

III - 12

dasar laut

permukaan air

TAMPAK DEPAN TAMPAK SAMPING

transducer

antena

kedalaman z

transducer

antena

satelit

Perahu harus stabil dan mudah bermanuver pada kecepatan rendah.

Kapasitas bahan bakar harus sesuai dengan panjang jalur sounding.

4. Papan pasang surut. Papan pasang surut digunakan pada kegiatan pengamatan

fluktuasi muka air di laut.

5. Peralatan keselamatan. Peralatan keselamatan yang diperlukan selama kegiatan

survei dilakukan antara lain life jacket.

Gambar 3.8 GPSmap reader (kiri), Proses Survey Bathymetri

Gambar 3.9 Penempatan GPSMap (transducer, antena, reader) di perahu

LAPORAN DED PELABUHAN KAPAL NEGARA

III - 13

3.2.2 Pelaksanaan Survei Bathymetri

Survei bathymetri dilaksanakan pada areal seluas ±69 ha. Survey bathymetri telah

selesai dilakukan pada tanggal 5 Juni – 8 Juni 2013.

3.2.3 Pengolahan Data Survei Bathymetri

A. Koreksi Terhadap Kedalaman

Data yang tercatat pada alat GPSMap adalah jarak antara transducer ke dasar perairan.

Transducer tersebut diletakkan di bawah permukaan air yang terpengaruh oleh pasang

surut. Karena itu diperlukan suatu koreksi kedalaman terhadap jarak transducer ke

permukaan air dan koreksi kedalaman terhadap pasang surut. Gambar 3.10

menampilkan sketsa definisi besaran-besaran yang terlibat dalam proses koreksi

tersebut.

Gambar 3.10. Sketsa Definisi Koreksi Kedalaman

Keterangan gambar:

EMA = Elevasi muka air diukur dari nol papan duga.

Z = Kedalaman air hasil sounding (jarak dasar perairan ke transducer).

A = Jarak transducer ke muka air.

permukaan air

transducer

antena

z

dasar laut

A titik nol EMA

LAPORAN DED PELABUHAN KAPAL NEGARA

III - 14

Dari definisi-definisi di atas maka elevasi dasar laut dihitung dari nol papan duga

adalah (ED):

EMAAZED

B. Pengikatan Terhadap Titik Referensi Hasil dari koreksi pertama (koreksi terhadap jarak tranducer ke muka air dan terhadap

pasang surut) menghasilkan elevasi dasar perairan terhadap nol papan. Elevasi ini

kemudian diikatkan kepada elevasi rencana (dalam hal ini LLWL) yang dihitung pada

pengolahan data pasang surut.

Pengikatan terhadap LLWL dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut ini:

EDLWS = ED - ELWS

Dimana : EDLWS = elevasi dasar perairan relatif terhadap LWS

ED = elevasi dasar perairan relatif terhadap nol papan duga

ELWS = elevasi LWS relatif terhadap nol papan duga

Dengan demikian LWS berada pada elevasi + 0.00m.

3.2.4 Hasil Survey Bathymetri Hasil pengukuran bathymetri kemudian diolah untuk memperoleh peta bathymetri.

Peta bathymetri tersebut diolah dengan menggunakan referensi elevasi acuan pasang

surut LWS. Gambar hasil survey bisa dilihat pada lembar lampiran.

3.3 SURVEI HIDRO-OSEANOGRAFI

3.3.1 U m u m

Survei hidro-oseanografi dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran

mengenai kondisi perairan di areal sekitar lokasi pekerjaan, yaitu kondisi pasang surut.

Sehubungan hal tersebut maka pekerjaan yang dilakukan dalam survei hidro-

oseanografi ini adalah pengamatan pasang surut atau pengukuran tinggi/fluktuasi

muka air. Hasilnya kemudian akan dipetakan dengan skala dan interval kontur

tertentu.

LAPORAN DED PELABUHAN KAPAL NEGARA

III - 15

3.3.2 Pengamatan Pasang Surut

Pengamatan pasang surut (pasut) dilaksanakan selama tiga hari dengan pembacaan

ketinggian air setiap satu jam. Pengukuran dilakukan pada satu tempat yang secara

teknis memenuhi syarat. Namun untuk mendapatkan nilai representatif dari pasang

surut lokasi, analisa juga didasarkan data Jawatan Hidrooseanografi Angkatan Laut dan

pemodelan dengan program SMS (Surface Modelling Systems).

Hasil pengamatan pada papan peilschaal dicatat pada formulir pencatatan elevasi air

pasang surut yang telah disediakan. Kemudian diikatkan (levelling) ke patok

pengukuran topografi terdekat pada salah satu patok seperti Gambar 3.11, untuk

mengetahui elevasi nol peilschaal dengan menggunakan waterpass Zeiss NI-2.

Sehingga pengukuran topografi, bathymetri, dan pasang surut mempunyai datum

(bidang referensi) yang sama.

Elevasi Nol Peilschaal = T.P + BT.1 – BT.2

Dimana: T.P = Tinggi titik patok terdekat dengan peilschaal

BT.1 = Bacaan benang tengah di patok

BT.1 = Bacaan benang tengah di peilschaal

Gambar 3.11. Pengikatan peilschaal

Pengukuran pasang surut dilakukan pada tanggal 5 – 19 Juni 2013. Pengukuran pasang

surut dilakukan pada 2 (dua) titik lokasi. Foto pelaksanaan survey pengukuran pasang

surut dapat dilihat pada Gambar 3.12.

Patok

BT. 1 BT. 2

Peilschaal

Nol

Dermaga

LAPORAN DED PELABUHAN KAPAL NEGARA

III - 16

Gambar 3.12. Pemasangan Peil Pasang Surut

Pengamatan pasang surut di perairan lokasi rencana Dermaga Pelabuhan Kapal Negara

dilakukan selama 15 hari berturut-turut dan hasil pengamatan tinggi air yang

kemudian di analisis dengan menggunakan metode Admiralty sehingga menghasilkan

konstanta-konstanta harmoni pasang surut.

Pengamatan di lokasi dilakukan selama 15 hari dengan koordinat lokasi pengamatan

pasang surut adalah sebagai berikut : 0° 25’ 59,23” LS dan 130° 48’ 14,79” BT.

LAPORAN DED PELABUHAN KAPAL NEGARA

III - 17

Gambar 3.13 Diagram Alir Pengolahan Data Pasut dengan Metode Admiralty

Langkah – langkah pengolahan data dengan menggunakan Metode Admiralty :

a. Skema-I

Sebelum dilakukan pengolahan data pasut dilakukan terlebih dahulu smoothing pada

data lapangan yang diperoleh dari pengukuran alat, hal ini dilakukan untuk

menghilangkan noise, kemudian data tersebut dimasukkan ke dalam kolom – kolom di

LAPORAN DED PELABUHAN KAPAL NEGARA

III - 18

skema-I, kekanan menunjukkan waktu pengamatan dari pukul 00.00 sampai 23.00 dan

kebawah adalah tanggal selama 15 hari, yaitu mulai tanggal 05 Juni s/d 19 Juni 2013.

b. Skema-II

Isi tiap kolom – kolomp ada kema II ini dengan bantuan Tabel 3.2 yaitu dengan

mengalikan nilai pengamatan dengan harga pengali pada Tabel 3.2 untuk setiap hari

pengamatan. Karena pengali dalam daftar hanya berisi bilangan 1 dan -1 kecuali untuk

X4 ada bilangan 0 (nol) yang tidak dimasukkan dalam perkalian, makalakukan

perhitungan dengan menjumlahkan bilangan yang harus dikalikan dengan 1 dan

diisikan pada kolom yang bertanda (+) dibawahkolom X1, Y1, X2, Y1, X4, dan Y4.

Lakukan hal yang sama untuk pengali -1 dan isikan ke dalam kolom di bawah tanda (-).

Tabel 3.2 Konstanta pengali untuk menyusun Skema 2

Skema-III

Untuk mengisi kolom – kolom pada skema-III, setiap kolom pada kolom – kolom

skema-III merupakan penjumlahan dari perhitungan pada kolom – kolom pada skema-

II.

1. Untuk Xo (+) merupakan penjumlahan antara X1 (+) dengan X1 (-) tanpa

melihat tanda (+) dan (-) mulai tanggal 4 mei s/d 1 juni 2012.

2. Untuk X1, Y1, X2, Y1, X4, dan Y4 merupakan penjumlahan tanda (+) dan (-),

untuk mengatasi hasilnya tidak ada yang negative maka ditambahkan dengan

2000. Hal ini dilakukan juga untuk kolom X1, Y1, X2, Y1, X4, dan Y4.

LAPORAN DED PELABUHAN KAPAL NEGARA

III - 19

SKEMA -IV

Mengisi seluruh kolom – kolom pada skema-IV, diisi dengan data setelah penyelesaian

skema-III dibantu dengan daftar 2 (Tabel 3.3).

Arti indeks pada skema-IV :

Indeks 00 untuk X berarti X oo, Xo pada skema-III dan indeks 0 pada daftar konstanta 2

Indeks 00 untuk Y, berartiYoo, Yo pada skema-III dan indeks 0 pada daftar konstanta 2

Tabel 3.3 Daftar Konstanta 2

LAPORAN DED PELABUHAN KAPAL NEGARA

III - 20

Skema-V dan Skema-VI :

Mengisi kolom – kolom pada skema-V dan kolom – kolom pada skema-VI dengan

bantuan daftar factor analisa untuk pengamatan 15 hari skema-V mempunyai 10

kolom, kolom kedua disisi pertama kali sesuai dengan perintah pada kolom satu dan

angka – angkanya dilihat pada skema-V. Untuk kolom 3,4,5,6,7,8,9 dan 10 dengan

melihat angka – angka pada kolom 2 dikalikan dengan factor pengali sesuai dengan

kolom yang ada pada daftar factor analisa untuk pengamatan 15 hari.

Tabel 3.4 Daftar Factor Analisa Untuk Pengamatan 15 hari

LAPORAN DED PELABUHAN KAPAL NEGARA

III - 21

Skema VII

Tabel 3.5 Struktur Data untuk Skema VII

1. Baris 1 untuk V:PRcos r, merupakan penjumlahan semua bilangan pada kolom –

kolom Skema V untuk masing – masing kolom.

2. Baris 2 untukVI : PR sin r, merupakan penjumlahan semua bilangan pada kolom

– kolom Skema VI untuk masing – masing kolom.

3. Baris 3 untuk PR dicari dengan rumus : PR = (PR sin r)2 + (PR cos r)2

4. Baris 4 untuk P didapat dari daftar 3a untuk masing – masing So, M2, S2, N2,

K1, 01, M4, dan MS4.

5. Baris 5 untuk f didapatkan dari daftar (table node factor f) atau dengan

menggunakan perhitungan berikut ini.

Dapatkan nilai s, h, p dan N dari persamaan berikut :

s = 277,025 + 129,38481 (Y- 1900) + 13,17640 ( D+l )

h = 280,190 – 0,23872 (Y- 1900) + 0,98565 ( D+l )

p = 334,385 + 40,66249 (Y- 1900) + 0,11140 ( D+l )

N = 259,157 – 19,32818 (Y- 1900) – 0,05295 ( D+l )

LAPORAN DED PELABUHAN KAPAL NEGARA

III - 22

Y = tahun dari tanggal tengah pengamatan

D = jumlah hari yang berlalu dari jam 00.00 pada tanggal 1 januari tahun

tersebut sampai jam 00.00 tanggal pertengahan pengamatan.

l = bagian integral tahun= ¼ ( Y – 1901 )

Untuk mencari nilai f pada M2, K2, O1, K1, S2, P1, N2, M4, MS4 menggunakan

persamaan yang telah ditentukan :

Nilaif :

fM2 = 1,0004 – 0,0373 cos N + 0,0002 cos 2N

fK2 = 1,0241 + 0,2863 cos N + 0,0083 cos 2N – 0,0015 cos 3N

fO1 = 1,0089 + 0,1871 cos N + - 0,0147 cos 2N + 0,0014 cos 3N

fK1 = 1,0060 + 0,1150 cos N – 0,0088 cos 2N + 0,0006 cos 3N

fS2 = 1,0 (Tetap)

fP1 = 1,0 (Tetap)

fN2 = fM2

fM4 = (fM2)2

fMS4 = fM2

6. Baris 6 untuk (1+W) ditunggu dulu karena pengisiannya merupakan hasil dari

kolom - kolom pada skema-VIII.

7. Baris 7 untuk V diperoleh dari persamaan berikut :

V M2 = -2s + 2h

V k1 = h + 90

V O1 = -2s + h + 270

V K2 = 2h

V S2 = 0 (Tetap )

V P1 = -h + 270

LAPORAN DED PELABUHAN KAPAL NEGARA

III - 23

V M4 = 2(V M2)

V MS4 = VM2 = -2s +2h

8. Untuk nilai u diperoleh dari daftar atau berdasarkan persamaan berikut.

Pertama dapatka nnilai s, h, p dan N dari persamaan yang telah dijelaskan

sebelumnya pada langkah ke-5. Setelah nilai s, h, p dan N diperoleh maka nilai

u pada masing-masing komponen dapat dihitung dengan persamaan berikut:

u M2 = -2,14 sin N

u K2 = -17,74 sin N + 0,68 sin N – 0,04 sin 3N u K1 = -8,86 sin N + 0,68 sin 2N –

0,07 sin 3N

u O1 = 10,80 sin N – 1,34 sin 2N + 0,19 sin 3N

u S2 = 0 (Tetap)

u P1 = 0 (Tetap)

u M4 = 2 (uM2)

u MS4 = u M2

u N2 = u M2

9. Baris 9 untuk w diperoleh dari skema-VIII.

10. Baris 10 untuk p diisi dengan harga p yang ada di daftar 3a sesuai dengan

masing – masing kolom.

11. Baris 11 untuk r ditentukan dari : r arctan x (PR sin r / PR cos r), sedangkan

untuk harganya dilihat dari tanda pada masing – masing kuadran.

12. Baris 15 untuk g ditentukandari : g = V + u + w + p + r

13. Baris 16 untuk nx 3600 ditentukan dari kelipatan 3600 , maksudnya untuk

mencari harga kelipatan 3600 terhadap g, besaran tersebut diisikan pada baris

ke 13. Misalnya : 1181 maka n x 360 = 3 x 360 = 1080, dan harga ini masih

dibawah dari harga 1181, yang diisikan adalah 1080.

14. Baris 17 untuk A ditentukan dengan rumus : A = (PR / (pf (1+w)

15. Baris 18 untuk go ditentukan dari go = g – (n x 360)

LAPORAN DED PELABUHAN KAPAL NEGARA

III - 24

SKEMA VIII

Tabel-VIII dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu :

1) Untuk menghitung (1+W) dan w untuk S2 dan MS4.

2) Untuk menghitung (1+W) dan w untuk K1.

3) Untuk menghitung (1+W) dan w untuk N2.

Tabel 3.6 Kelompok Skema VIII

Perhitungan :

1. Untuk menghitung (1+W) dan w untuk S2 dan MS4 :

Baris 1 adalah harga V untuk K1 ;Misal : V = 146, 1

Baris 2 adalah harga u untukK1 ;Misal : u = 8,6

Baris 3 adalah penjumlahan V dan u atau (V + u ) merupakan sudut.

Baris 4 adalah w/f diperoleh dengan cara interpolasi menggunakan daftar 10.

Baris 5 adalah W/f diperoleh dengan cara interpolasi menggunakan Tabel nilai

w, W dan 1+W.

Bariske 6 adalah f diperoleh dengan sama dengan seperti Tabel-VII.

Baris 7 adalah w diperoleh dengan cara : w = w/f (baris 5) x f (baris 6)

Baris 8 adalah W diperoleh dengan cara : W = W/f (baris 5) x f(baris 6).

LAPORAN DED PELABUHAN KAPAL NEGARA

III - 25

Baris 9 adalah (1+W) diperoleh dengan cara : 1+W (baris 8)

2. Untuk menghitung (1+W) dan w untuk K1 :

Baris 1 adalah harga 2v untuk K1 (baris ke 7 skema-VII)

Baris 2 adalah harga u untuk K1 (baris ke 8 skema-VII)

Bariske 3 adalah penjumlahan 2V dan U atau (2V + u ) merupakan sudut

Baris 4 adalah wf diperoleh dengan cara interpolasi menggunakan daftar 10.

Baris 5 adalah Wf diperoleh dengan cara interpolasi menggunakan daftar 10.

Baris 6 adalah f diperoleh dengan cara interpolasi menggunakan daftar 5, cara

interpolasinya sama dengan skema-VII.

3. Untuk menghitung (1+W) dan w untuk N2 :

Baris 1 adalah harga 3V untuk M2 (Baris ke 7 skema-VII).

Baris 2 adalah harga 2V untuk N2 (Baris ke 7 skema-VII).

Baris 3 adalah selisih 3V dan 2V atau( 3V – 2V) merupakan sudut.

Baris 4 adalah w diperoleh dengan cara interpolasi menggunakan daftar 10.

Baris 5 adalah 1+ W diperoleh dengan cara interpolasi menggunakan daftar 10.

Hasil data pasang surut yang diperoleh dianalisis menggunakan metode admiralty.

Berikut ini adalah perhitungan admiralty terhadap data hasil pengamatan yang

diperoleh selama 15 hari pengamatan di lapangan:

LAPORAN DED PELABUHAN KAPAL NEGARA

III - 26

Jam 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23

5-Jun-13 120 , 150 , 170 , 180 , 180 , 170 , 150 , 130 , 110 , 100 , 90 , 90 , 90 , 100 , 110 , 120 , 120 , 120 , 110 , 100 , 80 , 80 , 80 , 100

6-Jun-13 110 , 140 , 170 , 190 , 190 , 190 , 170 , 150 , 120 , 100 , 80 , 70 , 80 , 90 , 100 , 110 , 120 , 120 , 120 , 100 , 90 , 80 , 80 , 90

7-Jun-13 100 , 130 , 160 , 190 , 200 , 200 , 190 , 170 , 140 , 110 , 80 , 70 , 60 , 70 , 90 , 100 , 120 , 120 , 120 , 110 , 100 , 80 , 80 , 80

8-Jun-13 90 , 120 , 150 , 180 , 200 , 210 , 200 , 180 , 150 , 120 , 90 , 70 , 60 , 60 , 70 , 90 , 110 , 120 , 130 , 120 , 100 , 90 , 80 , 60

9-Jun-13 80 , 110 , 140 , 170 , 200 , 210 , 210 , 200 , 170 , 140 , 100 , 70 , 90 , 50 , 60 , 80 , 100 , 120 , 130 , 120 , 110 , 100 , 80 , 70

10-Jun-13 80 , 100 , 120 , 160 , 190 , 210 , 220 , 210 , 190 , 150 , 120 , 80 , 60 , 50 , 60 , 70 , 90 , 110 , 120 , 130 , 120 , 100 , 90 , 80

11-Jun-13 80 , 90 , 110 , 140 , 170 , 200 , 210 , 210 , 200 , 170 , 130 , 100 , 70 , 60 , 60 , 70 , 90 , 110 , 120 , 130 , 120 , 110 , 100 , 80

12-Jun-13 80 , 80 , 100 , 130 , 160 , 180 , 200 , 210 , 200 , 180 , 150 , 110 , 80 , 60 , 60 , 60 , 80 , 100 , 120 , 130 , 130 , 120 , 110 , 90

13-Jun-13 90 , 80 , 90 , 110 , 140 , 170 , 190 , 200 , 200 , 180 , 160 , 130 , 100 , 70 , 60 , 60 , 70 , 90 , 110 , 120 , 130 , 130 , 120 , 110

14-Jun-13 110 , 90 , 90 , 100 , 120 , 150 , 170 , 190 , 190 , 180 , 160 , 140 , 110 , 80 , 70 , 60 , 70 , 80 , 100 , 120 , 130 , 130 , 130 , 120

15-Jun-13 130 , 100 , 100 , 100 , 120 , 130 , 150 , 170 , 180 , 170 , 160 , 140 , 120 , 100 , 80 , 70 , 70 , 80 , 90 , 110 , 120 , 130 , 140 , 130

16-Jun-13 140 , 120 , 110 , 110 , 110 , 120 , 140 , 150 , 160 , 160 , 160 , 140 , 130 , 110 , 90 , 80 , 70 , 80 , 90 , 100 , 110 , 130 , 140 , 140

17-Jun-13 150 , 140 , 130 , 120 , 120 , 120 , 130 , 130 , 140 , 140 , 140 , 140 , 130 , 120 , 100 , 90 , 80 , 80 , 80 , 90 , 100 , 120 , 130 , 140

18-Jun-13 150 , 150 , 150 , 140 , 140 , 130 , 120 , 120 , 120 , 120 , 120 , 130 , 120 , 120 , 110 , 100 , 90 , 80 , 80 , 80 , 90 , 100 , 120 , 140

19-Jun-13 150 , 160 , 170 , 160 , 160 , 140 , 130 , 120 , 110 , 110 , 100 , 110 , 110 , 110 , 110 , 110 , 100 , 90 , 90 , 80 , 80 , 90 , 100 , 120

MIN

MAX 220.0

INPUT Q-BASICTANGGAL

50.0

Tabel 3.7 Pengamatan Pasang Surut

Sedangkan elevasi-elevasi penting yang didapatkan adalah sebagai berikut :

HWS = + 250,0 cm LWS

MSL = + 125,0 cm LWS

LWS = + 0,00 cm LWS

Gambar 3.14. Grafik Elevasi Pasang Surut

LAPORAN DED PELABUHAN KAPAL NEGARA

III - 27

3.3.3 Pengukuran Arus dan Sedimentasi

A. Pengukuran Arus

Tujuan pengukuran arus adalah untuk mendapatkan besaran kecepatan dan arah arus

yang berguna dalam penentuan sifat dinamika perairan lokal yang berfungsi untuk juga

sebagai data dasar rencana dalam desain struktur bangunan di pelabuhan nantinya.

Dalam pengukuran arus laut dan pengukuran sedimen transport ini peralatan yang

dipergunakan adalah :

- Perahu motor / kapal kelotok

- Alat ukur arus / currentmeter merk A.OTT - ex Germany type C-31 lengkap dengan

peralatan lainnya a.l ; counter type Z-200 untuk membaca kecepatan arusnya dan

sounding reel untuk menggantung pemberat 15 kg yang dapat mengukur

kedalaman sampai 40 m dan walaupun arus yang cukup tinggi propeller

currentmeter tersebut dapat berputar dengan konstan.

- Stop watch untuk mengukur lamanya waktu yang diperlukan dalam pengukuran

arus sungai.

- Pengukur Jarak, untuk mengukur jarak setiap melakukan pengukuran dipergunakan

peralatan dua buah distand meter Merk Wild dan Topcon.

Pengukuran arus dilakukan pada satu lokasi dimana arus mempunyai pengaruh

penting. Penempatan titik pengamatan ini disesuaikan dengan kondisi oceanography

lokal serta ditentukan hasil studi pengamatan/survei pendahuluan (reconnaissance

survei). Yang dilakukan ialah pengukuran distribusi kecepatan, dalam hal ini

pengukuran dilaksanakan di beberapa kedalaman dalam satu penampang. Berdasarkan

teori yang ada, kecepatan arus rata-rata pada suatu penampang yang besar adalah:

V=0.25 (V0.2d + 2 x V0.6d +V0.8d)

Dimana:

V0.2d = arus pada kedalaman 0.2d

d = kedalaman lokasi pengamatan arus

LAPORAN DED PELABUHAN KAPAL NEGARA

III - 28

Pengamatan kecepatan arus dilakukan pada kedalaman 0.2d, 0.6d, 0.8d. Disamping

mengetahui besar arus, arah arus juga diamati.

Gambar 3.15. Skema pengukuran arus di lokasi survei

Data arus daerah lokasi didasarkan pada data pengukuran arus yang diambil pada

tanggal 20-21 Juni 2013. Pengukuran arus dilakukan pada 2 (dua) titik lokasi.

Pengukuran dilakukan pada 2 (dua) titik lokasi dengan posisi sebagai berikut

titik 1,dengan koordinat sebagai berikut :

X = 700737,91 m

Y = 9952048,04 m

Z = -7m LWS

titik 2, dengan koordinat sebagai berikut:

X = 700794,71 m

Y = 9952063,61 m

Z = -7m LWS

Posisi pengukuran secara vertikal adalah pada kedalaman 0,20d, 0,60d, 0,80d,

dimana d adalah kedalaman laut.

LAPORAN DED PELABUHAN KAPAL NEGARA

III - 29

Hasil pengukuran arus disajikan dalam Tabel 3.8

Tabel 3.8 Kecepatan dan Arah Arus

Kondisi Lokasi Ked ( m )

Kec. Arus m/dtk Kec. Arus m/dtk Arah Dominan

Min Rata2 Max Rata2

Neap Tide

A 0,2 d 0.010

0.010 0.025

0.026 200

0,6 d 0.010 0.026 210

0,8 d 0.009 0.026 199

B

0,2 d 0.009 0.009

0.029 0.037

196

0,6 d 0.008 0.031 219

0,8 d 0.011 0.051 196

Spring Tide

A

0,2 d 0.015

0.017

0.118

0.128

199

0,6 d 0.019 0.154 208

0,8 d 0.018 0.112 202

B

0,2 d 0.019

0.018

0.216

0.24

205

0,6 d 0.016 0.300 203

0,8 d 0.018 0.204 201

Secara umum, arus disebabkan oleh adanya pergerakan angin, dinamika gelombang

dan pasang surut, dan adanya pergerakan arus global (stream) akibat perbedaan suhu

air laut antara daerah katulistiwa dengan kutub bumi.

Arus yang timbul akibat adanya pergerakan angin akan mengakibatkan arus

permukaan menjadi lebih besar daripada arus yang terjadi pada dasar. Seperti halnya

arus yang disebabkan oleh dinamika gelombang. Hal ini tercermin jelas pada pola

pergerakan patikel dimana gerak orbit patikel lebih cepat dipermukaan dibandingkan

dengan daripada didasar. Pada laut dalam gerak orbit partikel tidak menyentuh dasar

sedangkan pada laut dangkal gerak orbit partikel yang terjadi mampu menyentuh

dasar. Seperti terlihat pada Gambar 3.16

LAPORAN DED PELABUHAN KAPAL NEGARA

III - 30

Gambar 3.16. Pola pergerakan partikel pada laut dalam dan laut dangkal

Arus juga dapat disebabkan oleh kekuatan alam lainnya yakni pasang surut dan stream

global. Dua kekuatan ini juga dapat menyebabkan adanya arus namun karena sifatnya

yang dapat membentuk gelombang yang sangat panjang menyebabkan kecepatan

arus antara bagian permukaan dan dasar dapat mendekati nilai yang seragam

sehingga besar kecepatan arus permukaan dan arus di dasar hampir sama. Arus yang

disebabkan oleh kedua kekuatan ini biasanya bersifat tidak kencang dengan

kecenderungan lamban.

Berdasarkan hasil pengukuran arus dapat diketahui bahwa lokasi berada daerah yang

tenang dengan arus, <15 cm/s, sesuai dengan letaknya yang berada pada teluk

sehingga di lokasi arus yang terjadi secara umum disebabkan oleh adanya pengaruh

pasang surut. Karena dari hasill pengukuran kecepatan arus menunjukkan hasil

dengan kecepatan yang seragam antara bagian permukaan dan bagian dasar. Hal ini

didukung juga oleh posisi lokasi yang berada di daerah teluk.

B. Pengukuran Sedimentasi Transport

Untuk mengetahui sediment transport pada lokasi rencana pelabuhan, contoh

sediment diambil pada saat pengukuran arus. Pengambilan sampel air ini dilakukan

dengan menggunakan water sample type US - DH 59 yang diambil pada kedalaman 4,3

meter dengan jarak 200 lepas pantai dan kedalaman 6.5 meter pada jarak 400 meter

Y = -½ Lc

LAPORAN DED PELABUHAN KAPAL NEGARA

III - 31

lepas pantai. Kemudian perhitungan sedimen ini menggunakan Metode Ackers dan

White ;

Ackers tahun 1972 mengembangkan tcori untuk transpor sedimen beban tetap

berdasrkan konsep kuat arus Bagnold. Analisis dimensi dan argumen phisik dalam

penjabaran bentuk dari hubungan fungsional dipakai. Ackcrs dan White meringkas

teori tersebut tahun 1973. Teori mereka dianalisis dcngan data lab dan sedikit data

lapangan. Mereka mengusulkan beban total umum yang mencntukan laju

transportdalam 3 parameter tak berdimensi: mobilitas sedirnen, ukuran butiran

dantransport sedimen.

Mobilitas sedimen diuraikan oleh rasio antara gaya geser efektif pada satuanluas dari

dasar sungai dengan berat basah dari lapisan butiran-butiran (Ackers &White, 1973

dan 1980). Mereka menyatakan bahwa hanya sebagian dari tegangangeser pada dasar

sungai yang efektif menyebabkan gerakan sedimen kasar. Untuksedimen halus,

gcrakan beban melayang mendominasi dan tegangan geser totalmemberikan

kontribusi secara efektif kepada gerakan sedimen. Oleh karcna itumobilitas sedimen

dijelaskan oleh persamaan

C

AW1 u 1-C

AW1 C AW 5 =U ---------------------- √32 log(10d/ds)

Dimana :

C AW1 tergantung pada ukuran sedimen size, menjadil nol untuk sedimen kasardan satu untuk

sedimen halus.

Variabel ukuran butiran tak berdimensi d. diuraikan dari eliminasi gayagcser dari 2

parameter Shields; atau dari koefisien tarik (drag) dan angka Reynoldsdari suatu

partikel yang mengendap dengan cara eliminasi kecepatan endap; ataurlapat

dikatakan varibel-variabelnya adalah berat basah yang berdimensi darilrutiran.

kerapatan fluida. kekentalan (Ackers & White. 1973 dan 1980). Olchknrcna itu variabel

umumnya aplikatif untuk sedirnen kasar, transisi (dari kasar kehalus) dan sedimen

halus yang diekspresikan sebagai

[ ]

LAPORAN DED PELABUHAN KAPAL NEGARA

III - 32

(G-1)g 1/3

d = ---------------------- √32 log(10d/ds)

ds u CAw1 C Aw5 CAW4 C W =C

AW2 G---- --------- ------------ - 1 d u* C Aw3

dimana :

CAw1, Caw2:, Caw3 , dan CAw4 tergantung dari diarncter partikel tak berdimensi d

Hubungan untuk Cawr, Cewz, Crwl dan Cayya yang diperoleh dari data eksperimen

untuk ukuran partikeldengan jangkauan dari 0.04 mm sampai 4.0 mm adalah

Untuk t.0 < d. < 60.0,

CAw1 = 1.0 – 0.56 log d

LogCAW2 = 2.86 log d. - (log d )2 - 3.53

0.23

CAW3 = ------- + 0.14

d 1/2

9.66

CAW4 = ------- + 1.34

d

Untuk d > 60.0,

CAwl =0. CAW2=0.025, CAW3=0.17, CAW4 = l.50,

Gerakan awal terjadi pada waktu CRw3 = Cnws. Kondisi ini sesuai dengan kriterion dari

hield untuk sedimen kasar, namun material halus kondisi berada antara Shields dan

White Julien, 1995). Untuk gerakan pasir sangat halus metodc ini cenderung

memberikan perkiraan konsentrasi yang berlcbih (averestimatel)

( ) ( )[ ]

LAPORAN DED PELABUHAN KAPAL NEGARA

III - 33

Dari hasil perhitungan sediment didapat :

Sample no. 1

Kedalaman : -2.5 mLWS

Tabel 3.9 Hasil Perhitungan sediment untuk sample no.1

No Berat Jenis Berat Volume

(gr/cm3) Kecepatan Dasar Rata2

(m/det) Laju Sedimentasi

(mm/thn)

1 2.61 1.78 0.067708 1.2

Sample no. 2

Kedalaman : -5.0 mLWS

Tabel 3.10 Hasil Perhitungan sediment untuk sample no.2

No Berat Jenis Berat Volume

(gr/cm3) Kecepatan Dasar Rata2

(m/det) Laju Sedimentasi

(mm/thn)

1 2.27 1.27 0.067708 0.9