bab 2 tinjauan pustaka 2.1 chronic kidney disease...

24
5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Chronic Kidney Disease (CKD) 2.1.1 Definisi Adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversible, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Kriteria CKD seperti yang tertulis di Tabel 2.1. Tabel 2.1 Kriteria CKD 1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan structural atau fungsional, dengan atau tanpa manfaat penurunan Glomerulus Filtration Rate (GFR), dengan manifestasi: - kelainan patologis - terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging test) 2. Laju GFR kurang dari 60 ml/menit/1,73m 2 selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal (Sudoyo et al, 2009) Pada keadaan tidak terdapat kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan, dan LG sama atau lebih dari 60 ml/menit/1,73m 2 , tidak termasuk kriteria CKD. 2.1.2 Klasifikasi Klasifikasi CKD didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar derajat ( stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar GFR, yang dihitung menggunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut:

Upload: dinhthuan

Post on 14-Mar-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Chronic Kidney Disease (CKD)eprints.umm.ac.id/41658/3/jiptummpp-gdl-yessikarti-48859-3-bab2.pdf · terhadap 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Chronic Kidney Disease (CKD)

2.1.1 Definisi

Adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam,

mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya

berakhir dengan gagal ginjal. Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang

ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversible, pada suatu derajat yang

memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi

ginjal. Kriteria CKD seperti yang tertulis di Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Kriteria CKD

1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan structural atau

fungsional, dengan atau tanpa manfaat penurunan Glomerulus Filtration Rate

(GFR), dengan manifestasi:

- kelainan patologis

- terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah

atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging test)

2. Laju GFR kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan, dengan atau tanpa

kerusakan ginjal

(Sudoyo et al, 2009)

Pada keadaan tidak terdapat kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan, dan LG

sama atau lebih dari 60 ml/menit/1,73m2, tidak termasuk kriteria CKD.

2.1.2 Klasifikasi

Klasifikasi CKD didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar derajat (stage)

penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi.

Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar GFR, yang dihitung

menggunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut:

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Chronic Kidney Disease (CKD)eprints.umm.ac.id/41658/3/jiptummpp-gdl-yessikarti-48859-3-bab2.pdf · terhadap 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di

6

GFR pria(ml/menit/1,73 m2) = (140−𝑢𝑚𝑢𝑟) 𝑋 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛

72 𝑋 𝑘𝑟𝑒𝑎𝑡𝑖𝑛𝑖𝑛 𝑝𝑙𝑎𝑠𝑚𝑎 (𝑚𝑔

𝑑𝑙)

GFR wanita(ml/menit/1,73 m2) = (140−𝑢𝑚𝑢𝑟) 𝑋 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛

72 𝑋 𝑘𝑟𝑒𝑎𝑡𝑖𝑛𝑖𝑛 𝑝𝑙𝑎𝑠𝑚𝑎 (𝑚𝑔

𝑑𝑙)

𝑥 0,85

Tabel 2.2 Klasifikasi CKD berdasarkan Derajat Penyakit

Derajat Penjelasan GFR (ml/mnt/1.73m2)

1 Kerusakan ginjal dengan

GFR normal atau

meningkat

≥ 90

2 Kerusakan ginjal dengan

GFR menurun ringan

60 - 89

3 Kerusakan ginjal dengan

kerusakan GFR menurun

sedang

30 - 59

4 Kerusakan ginjal dengan

kerusakan GFR menurun

berat

15 - 29

5 Gagal Ginjal < 15 atau dialisis

(Sudoyo et al, 2009)

2.1.3 Epidemiologi

Di Amerika serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidens CKD

diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini meningkat

sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta diperkirakan

terhadap 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di Negara-negara

berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta

penduduk per tahun. (Sudoyo et al., 2009)

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Chronic Kidney Disease (CKD)eprints.umm.ac.id/41658/3/jiptummpp-gdl-yessikarti-48859-3-bab2.pdf · terhadap 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di

7

2.1.4 Etiologi

Etiologi CKD sangat bervariasi antara satu Negara dengan Negara lain.

Diagram 1 menunjukkan penyebab gagal ginjal dari pasien yang menjalani

hemodialisis di Indonesia pada tahun 2011 (Pernefri, 2011)

(Pernefri, 2011)

Gambar 2.1

Etiologi gagal ginjal dari pasien yang hemodialisis di Indonesia pada tahun 2011

2.1.5 Patofisiologi

Patofisiologi CKD pada awalnya tergantung pada penyakit yang

mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang

lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi structural dan

fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya

kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth

factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh

peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini

berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sclerosis

nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi

E114%

E227%

E31%

E434%

E51%

E62%

E78%

E86%

E96%

E101%

Keterangan: E1= Glumeropati Primer

E2= Nefropati Diabetika

E3= Nefropati lupus

E4= Penyakit Ginjal Hipertensi E5= Ginjal Polikistik

E6= Nefropati Asam Urat E7= Nefropati Obstruksi E8= Pielonefritis Chronic

E9= lain-lain

E10= tidak diketahui

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Chronic Kidney Disease (CKD)eprints.umm.ac.id/41658/3/jiptummpp-gdl-yessikarti-48859-3-bab2.pdf · terhadap 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di

8

nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya

peningkatan aktifitas renin-angiotensin-aldosteron intrarenal , ikut memberikan

kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sclerosis dan progresifitas tersebut.

Aktivitas jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai

oleh growth factor seperti transforming growth factor 𝛽 (TGF- 𝛽).

Pada stadium paling dini CKD, terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal

reserve), pada keadaan mana basal GFR masih normal atau malah meningkat.

Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang

progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum.

Sampai pada GFR sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan

(asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum.

Sampai pada GFR sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti,

nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berab badan.

Sampai pada GFR dibawah 30% pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia

yang nyata seperti, anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolism

fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga

mudah terkena infeksi seperi infeksi saluran kemih infeksi saluran napas, maupun

infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo

atau hypervolemia, gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hypervolemia,

gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada GFR di

bawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah

memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain

dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada

stadium gagal ginjal. (Sudoyo et al., 2008)

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Chronic Kidney Disease (CKD)eprints.umm.ac.id/41658/3/jiptummpp-gdl-yessikarti-48859-3-bab2.pdf · terhadap 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di

9

2.1.6 Penatalaksanaan

Tabel 2.3 Rencana tatalaksana CKD sesuai dengan derajatnya

Derajat GFR (ml/mnt/1,73 m2) Rencana tatalaksana

1 ≥90 Terapi penyakit dasar,

kondisi komorbid, evaluasi

pemburukan fungsi ginjal,

memperkecil resiko

kardiovaskular

2 60-89 Menghambat pemburukan

fungsi ginjal

3 30-59 Evaluasi dan terapi

komplikasi

4 15-29 Persiapan untuk terapi

pengganti ginjal

5 <15 Terapi pengganti ginjal

(Suwitra, 2009)

Penatalaksanaan CKD meliputi:

1. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya

2. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid

3. Memperlambat pemburukan fungsi ginjal

4. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi

5. Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal

Perencanaan tatalaksana CKD sesuai dengan derajatnya, dapat dilihat pada

tabel berikut iniWaktu yang paling tepat untuk menerapi penyakit dasar adalah

pada saat penurunan GFR belum terjadi atau pada saat fungsi ginjal belum terjadi

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Chronic Kidney Disease (CKD)eprints.umm.ac.id/41658/3/jiptummpp-gdl-yessikarti-48859-3-bab2.pdf · terhadap 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di

10

pemburukan. Pada ukuran ginjal. Apabila GFR sudah menurun sampai 20-30%

dari normalnya maka terapi untuk penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat.

Oleh karena itu, penting sekali untuk mngikuti dan mencatat penurunan GFR

beserta kecepatan penurunannya. Karena dengan melihat hal ini dapat mengetahui

kondisi komorbid yang dapat memperburuk pasien. Oleh karena itu lebih baik

untuk mengetahui kondisi-kondisi komorbid ini sejak dini untuk memberikan

upaya pencegahan dan terapi apabila sudah terjadi kondisi komorbid seperti

gangguan keseimbangan cairan, obstruksi traktus urinarius, obat-obatan

nefrotoksik, atau peningkatan aktivitas penyakit lainnya. Selain itu terapi untuk

gagal ginjal kronis lainnya adalah dengan menghambat faktor utama penyebab

perburukan fungsi ginjal seperti hiperfiltasi glomerulus yang dpat terjadi karena

nefropati, peran angiotensin II, dan hipertensi sistemik.

Pembatasan asupan protein merupakan salah satu cara untuk mengurangi

terjadinya hiperfiltrasi glomerulus. Pembatasan asupan protein mulai dilakukan

saat GFR ≤ 60 ml/mnt. Protein diberikan 0,6-0,8/kgBB/hari, dengan 0,35-0,50 gr

di antaranya merupakan protein dengan nilai biologi yang tinggi.Selama

pembatasan ini harus dilakukan pemantauan yang teratur terhadap kondisi nutrisi

pasien. Apabila terjadi malnutrisi, jumlah asupan kalori dan protein dapat

ditingkatkan. Pembatasan asupan protein ini merupakan terapi yang penting pada

penderita CKD, karena apabila konsumsi protein berlebihan dapat menyebabkan

penimbunan substansi nitrogen dan ion anorganik lain, sehingga menyebabkan

gangguan klinis dan metabolic yang disebut sindrom uremik. Selain itu konsumsi

protein yang berlebih dapat mengakibatkan peningkatan aliran darah dan tekanan

intraglomerulus pada ginjal sehingga menyebabkan progesifitas pemburukan

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Chronic Kidney Disease (CKD)eprints.umm.ac.id/41658/3/jiptummpp-gdl-yessikarti-48859-3-bab2.pdf · terhadap 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di

11

fungsi ginjal. Selain dengan membatasi asupan protein, terapi farmakologis

seperti pemberian obat-obatan antihipertensi juga dapat menghambat terjadinya

pemburukan fungsi ginjal. Obat-obatan antihipertensi terutama Penghambat

Enzim Konverting Angiotensin (Ace Inhibitor) dapat mengurangi terjadinya

hipertensi intraglomerulus dan sebagai antiproteinuria sehingga dapat

menghambat pemburukan fungsi ginjal.

Tabel 2.4 Pembatasan Asupan Protein dan Fosfat pada CKD

GFR

(ml/menit)

Asupan Protein

(g/kg/hari)

Fosfat

(g/kg/hari)

≥ 60 Tidak dianjurkan Tidak dibatasi

25-60 0,6-0,8/kg/hari, termasuk ≥0,35 gr/kg/hari

nilai biologi tinggi

≤ 10 g

5-25 0,6-0,8/kg/hari, termasuk ≥0,35 gr/kg/hari

protein nilai biologi tinggi atau tambahan 0,3

g asam amino esensial atau asam keton

≤ 10 g

< 60 (sindrom

nefrotik)

0,8/kg/hari (+1 gr protein/ g proteinuria atau

0,3 g/kg tambahan asam amino esensial atau

asam keton

≤ 9 g

(Suwitra K., 2009)

Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular juga merupakan

tata laksana yang penting karena kematian sebagian penderita CKD disebabkan

oleh penyakit kardiovaskuler. Pengendalian diabetes, hipertensi, dyslipidemia,

anemia, hiperfosfatemia, dan terapi kelebihan cairan merupakan usaha

pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskuler dan komplikasi CKD

secara keseluruhan. Apabila derajat CKD pasien telah memasuki stadium akhir

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Chronic Kidney Disease (CKD)eprints.umm.ac.id/41658/3/jiptummpp-gdl-yessikarti-48859-3-bab2.pdf · terhadap 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di

12

atau stadium 5 dengan GFR <15 ml/menit, maka terapi yang dapat diberika

kepada pasien adalah terapi pengganti ginjal. Terapi pengganti ginjal dapat berupa

hemodialisis, peritoneal dialisis, atau transplantasi ginjal. (Suwitra K., 2009)

2.1.7 Komplikasi

Komplikasi yang umumnya dialami oleh penderita CKD adalah anemia.

Anemia terjadi pada 80-90% pasien CKD. Anemia ini disebabkan karena

defisiensi dari eritropoietin. Defisiensi besi, kehilangan darah atau masa hidup

darah yang pendek sehingga mengakibatkan hemolisisi, defisiensi asam folat,

penekanan sumsum tulang oleh substansi uremik dan proses inflamasi yang aku

mapun kronik merupakan pencetus terjadinya anemia. Evaluasi terhadap anemia

dilakukan saat kadar hemoglobin ≤ 10g% atau hematocrit ≤ 30%, dengan

mengevaluasi serum iron, total iron binding capacity, mencari apabila ada usmber

perdarahan, melihat morfologi eritrosit dan mencari kemungkinan penyebab

hemolysis lainnya. Penatalaksanaan untuk anemia selain dari mencari factor

penyebabnya adlaah dengan pemberian eritropoeitin (EPO). Transfusi darah dapat

dilakukan dengan indikasi yang tepat dan pada pasien CKD harus dilakukan

secara hati-hati dengan pemantauan yang cermat. Karena transfuse darah yang

dilakukan dengan tidak cermat dapat menyebabkan kelehbihan cairan tubuh,

hyperkalemia, sehingga memperburuk fungsi ginjal.

Berikut adalah daftar-daftar komplikasi yang banyak dialami oleh pasien CKD

menurut derajatnya pada tabel 2.5

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Chronic Kidney Disease (CKD)eprints.umm.ac.id/41658/3/jiptummpp-gdl-yessikarti-48859-3-bab2.pdf · terhadap 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di

13

Tabel 2.5 Komplikasi CKD

Derajat Penjelasan GFR

(ml/menit)

Komplikasi

1 Kerusakan ginjal

dengan GFR normal

≥90

2 Kerusakan ginjal

dengan penurunan

GFR ringan

60 - 89 Tekanan darah mulai

3 Penurunan GFR

sedang

30-59 - Hiperfosfatemia

- Hipokalcemia

- Anemia

- Hiperparatiroid

- Hipertensi

- Hiperhomosistinemia

4 Penurunan GFR

berat

15-29 - Malnutrisi

- Asidosis metabolic

- Hiperkalemia

- Dislipidemia

5 Gagal Ginjal <15 - Gagal jantung

- Uremia

(Suwitra K, 2009)

2.2 Terapi Pengganti Ginjal

Terapi pengganti ginjal dilakukan pada CKD stadium 5, yaitu pada GFR

kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis

peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2009).

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Chronic Kidney Disease (CKD)eprints.umm.ac.id/41658/3/jiptummpp-gdl-yessikarti-48859-3-bab2.pdf · terhadap 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di

14

2.2.1 Dialisis Peritoneal

2.2.1.2 Definisi

Dialisis peritoneal (DP) adalah salah satu bentuk dialisis untuk membantu

penanganan pasien CKD maupun pasien gagal ginjal akut, dengan menggunakan

membrane peritoneum yang semipermeable.

2.2.1.3 Cara Kerja Dialisis Peritoneal

DP biasa menggunakan styletcatheter (kateter peritoneum) untuk dipasang

pada abdomen hingga masuk kedalam kavum peritoneum, sehingga ujung kateter

memasuki kavum Douglasi. Kateter tersebut dimasukkan dengan cairan dialisat

sebanyak 2 liter setiap kali waktu dilakukannya DP Membran peritoneum

bertinfak sebagai membrane dialisis yang memisahkan antara cairan dialisis

dalam kavum peritoneum dan plasma darah dalam pembuluh darah di peritoneum.

Pada keadaan faal ginjal yang terganggu, sisa-sisa metabolisme seperti ureum,

kreatinin, kalium, dan toksin laik akan tertimbun dalam plasma darah. Karena

kadarnya yang tinggi akan mengalami difusi melalui membrane peritoneum dan

akan masuk dalam cairan dialisat dan dari sana akan dikeluarkan dari tubuh.

Sementara itu setiap waktu cairan dialisat dikeluarkan dengan cairan dialisat yang

baru.

2.2.1.4 Perbedaan DP dan HD

Dialisis pada pasien dengan gagal ginjal akut dapat dilakukan dengan DP

atay HD tergantung pada kondisi atau keadaan pasien dan fasilitas yang tersedia.

Pada pasien dengan gagal ginjal akut ditemukan bahwa 20% lebih baik dilakukan

DP, 20% lebih baik dilakukan HD, dan 60% lainnya sama baiknya apabila

dilakukan DP dan HD.

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Chronic Kidney Disease (CKD)eprints.umm.ac.id/41658/3/jiptummpp-gdl-yessikarti-48859-3-bab2.pdf · terhadap 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di

15

Tindakan pada DP lebih sederhana, baik alat, maupun prosedur

pelaksanaannya. Cepat dilakukan dengan tanpa persiapan sebelumnya dan dapat

dilakukan beberapa menit setelah dilakukan keputusan untuk melakukan dialisis.

2.2.2 Hemodialisis

2.2.2.1 Definisi

Hemodialisis merupakan suatu proses terapi pengganti ginjal dengan

membuang elemen tertentu dari darah dengan memanfaatkan perbedaan kecepatan

difusi melalui membran semipermeabel yang dilakukan menggunakan

hemodialyzer (Suwitra K, 2009)

2.2.2.2 Epidemiologi

Menurut Indonesian Renal Registry pada laporan tahunan 2014,

didapatkan bahwa di Indonesia telah terdapat 358 unit renal yang terdaftar di IRR.

Total jumlah pasien yang terdaftar di Indonesia adalah sebanyak 11.689 pasien

aktif. Dengan jumlah 55,77% adalah pasien laki-laki dan 44,23% adalah pasien

perempuan. Lebih dari setengah pasien tersebut berusia ≥ 50 tahun. Pada unit-unit

tersebut pelayanan yang diberikan untuk terapi pengganti ginjal adalah

Hemodialisis (82%), kemudian, transplantasi (2,6%), dan CAPD (12,8%) serta

CRRT (2,3%). (Pernefri, 2014)

Untuk melakukan hemodialisis dibutuhkan alat dialiser, di Indonesia per

tahun 2014 jumlah dialiser baru yang terpakai mencapai 23000 dialiser. Angka

pemakaian dialiser baru ini selalu meningkat tiap tahunnya dan sesuai dengan

pertambahan pasien HD baru. Sedangkan durasi tindakan HD yang paling banyak

digunakan di Indonesia adalah 3-4 jam. Hal ini masih dibawah standar durasi HD

yang sebaiknya dilakukan selama 5 jam dengan frekuensi 2 kali seminggu.

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Chronic Kidney Disease (CKD)eprints.umm.ac.id/41658/3/jiptummpp-gdl-yessikarti-48859-3-bab2.pdf · terhadap 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di

16

2.2.2.3 Indikasi Hemodialisis

Indikasi hemodialisis dibedakan menjadi 2 yaitu : hemodialisis emergency

atau hemodialisis segera dan hemodialisis kronik. Keadaan akut tindakan dialisis

dilakukan pada : Kegawatan ginjal dengan keadaan klinis uremik berat,

overhidrasi, oliguria (produksi urine <200 ml/12 jam), anuria (produksi urine <50

ml/12 jam), hiperkalemia (terutama jika terjadi perubahan EKG, biasanya K >6,5

mmol/I), asidosis berat (PH <7,1 atau bikarbonat <12 meq/I), uremia (BUN >150

mg/dL), ensefalopati uremikum, neuropati/miopati uremikum, perikarditis

uremikum, disnatremia berat (Na>160 atau <115 mmol/I), hipertermia, keracunan

akut (alkohol, obat-obatan) yang bisa melewati membran dialisis. (Daugirdas et

al., 2007)

Indikasi hemodialisis kronis adalah hemodialisis yang dilakukan

berkelanjutan seumur hidup penderita dengan menggunakan mesin hemodialisis,

dialisis dimulai jika GFR <15 ml/mnt, keadaan pasien yang mempunyai GFR <15

ml/mnt tidak selalu sama, sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai jika

dijumpai salah satu dari : 1) GFR <15 ml/mnt, tergantung gejala klinis, 2) gejala

uremia meliputi: lethargi, anoreksia, nausea dan muntah, 3) adanya malnutrisi

atau hilangnya massa otot, 4) hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan

cairan, 5) komplikasi metabolik yang refrakter (Daugirdas et al., 2007; Levy, J et

al., 2016).

2.2.2.4 Cara Kerja Hemodialisis

Pada CKD, hemodialisis dilakukan dengan mengalirkan darah ke dalam

suatu tabung ginjal buatan yang dinamakan dialiser. Dialiser terbagi dalam dua

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Chronic Kidney Disease (CKD)eprints.umm.ac.id/41658/3/jiptummpp-gdl-yessikarti-48859-3-bab2.pdf · terhadap 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di

17

kompartemen yang terpisah. Darah pasien dipompa dan dialirkan ke kompartemen

darah yang dibatasi oleh selaput semipermeabel buatan (artifisial) dengan

kompartemen dialisat. Kompartemen dialisat dialiri cairan dilaisis yang bebas

priogen, berisi larutan dengan komposisi elektrolit mirip serum normal dan tidak

mengandung sisa metabolisme nitrogen. Cairan dialisis dan darah yang terpisah

akan mengalami perubahan konsentrasi karena zat terlarut berpindah dari

konsentrasi yang tinggi ke arah konsentrasi yang rendah sampai terjadi difusi

sehingga konsentrasi zat terlarut sama di kedua kompartemen. Pada proses

dialisis, air juga dapat berpindah dari kompartemen darah ke kompartemen cairan

dialisat dengan cara menaikkan tekanan hidrostatik negatif pada kompartemen

cairan dialisat. Perpindahan air ini disebut ultrafiltrasi yang dapat dilihat pada

gambar 2.2

(Rahardjo et al., 2009)

Gambar 2.2

Ultrafiltrasi

Besar pori pada selaput akan menentukan besar molekul zat terlarut yang

berpindah. Molekul dengan berat molekul lebih besar akan berdifusi lebih lambat

dibanding molekul dengan berat molekul lebih rendah. Kecepatan perpindahan zat

terlerut tersebut makin tinggi bila:

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Chronic Kidney Disease (CKD)eprints.umm.ac.id/41658/3/jiptummpp-gdl-yessikarti-48859-3-bab2.pdf · terhadap 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di

18

1. Perbedaan konsentrasi di kedua kompartemen makin besar

2. Diberi tekanan hidrolik di kompartemen darah

3. Tekanan osmotik di kompartemen cairan dialisis lebih tinggi

Cairan dialisis ini seperti pada gambar 2.3 mengalir berlawanan arah

dengan darah untuk meningkatkan efisiensi Perpindahan zat terlarut pada awalnya

berlangsung cepat etatpi kemudian melambat samapi konsentrasinya sama di

kedua kompartemen. (Rahardjo et al,. 2009; Levy et al,. 2016)

(Rahardjo et al,. 2009)

Gambar 2.3

Bagan Hemodialisis

Pada saat melakukan hemodialisis, pasien akan menggunakan dua jarum

dengan fungsi yang berbeda yang tertera pada gambar 2.4. Terdapat jarum untuk

mengalirkan darah sebelum masuk ke dialiser dan setelah masuk ke dialiser.

Darah akan dipompa menuju dialiser menggunakan pompa darah dengan tujuan

untuk mengambil darah tiap satu ons pada satu waktu.

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Chronic Kidney Disease (CKD)eprints.umm.ac.id/41658/3/jiptummpp-gdl-yessikarti-48859-3-bab2.pdf · terhadap 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di

19

(NIDDK, 2016)

Gambar 2.4

Hemodialisis

2.2.2.5 Komplikasi Hemodialisis

Hemodialisis merupakan tindakan untuk mengganti sebagian dari fungsi

ginjal. Tindakan ini rutin dilakukan pada penderita penyakit ginjal tahap akhir

stadium akhir. Walaupun tindakan hemodialisis saat ini mengalami perkembangan

yang cukup pesat, namun masih banyak penderita yang mengalami masalah medis

saat menjalani hemodialisis. Komplikasi yang sering terjadi pada penderita yang

menjalani hemodialisis adalah gangguan hemodinamik. Tekanan darah umumnya

menurun dengan dilakukannya ultrafiltrasi atau penarikan cairan saat

hemodialisis. Hipotensi intradialitik terjadi pada 5-40% penderita yang menjalani

hemodialisis regular, namun sekitar 5-15% dari pasien hemodialisis tekanan

darahnya justru meningkat. Kondisi ini disebut hipertensi intradialitik atau

intradialytic hypertension (Agarwal & Light, 2010).

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Chronic Kidney Disease (CKD)eprints.umm.ac.id/41658/3/jiptummpp-gdl-yessikarti-48859-3-bab2.pdf · terhadap 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di

20

2.2.2.5.1 Komplikasi Akut

Komplikasi akut hemodialisis adalah komplikasi yang terjadi selama

hemodialisis berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi diantaranya adalah

hipotensi, kram otot, mual dan muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit punggung,

gatal, demam, dan menggigil (Bieber & Himmelfarb, 2013; Sudoyo et al., 2009).

2.2.2.5.2 Komplikasi kronik

Komplikasi kronik yang terjadi pada pasien hemodialisis yaitu penyakit

jantung, malnutrisi, hipertensi/volume excess, anemia, Renal osteodystrophy,

Neurophaty,disfungsi reproduksi, komplikasi pada akses, gangguan perdarahan,

infeksi, amiloidosis, dan Acquired cystic kidney disease. Terjadinya gangguan

pada fungsi tubuh pasien hemodialisis, menyebabkan pasien harus melakukan

penyesuaian diri secara terus menerus selama sisa hidupnya. Bagi pasien

hemodialisis, penyesuaian ini mencakup keterbatasan dalam memanfaatkan

kemampuan fisik dan motorik, penyesuaian terhadap perubahan fisik dan pola

hidup, ketergantungan secara fisik dan ekonomi pada orang lain serta

ketergantungan pada mesin dialisa selama sisa hidup. (Bieber & Himmelfarb,

2013)

2.2.2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan HD

Keberhasilan hemodialisis terpengaruh dari adekuat atau tidaknya suatu

proses hemodialisis dan kepatuhan dari pasien sendiri. Adekuasi hemodialisis

berkaitan dengan frekuensi hemodialisis, durasi hemodialisis, luas permukaan

dialyzer (ginjal pengganti), kecepatan aliran dialisat dan kecepatan aliran darah

yang maksimal. Sedangkan kepatuhan pasien berhubungan dengan faktor-faktor

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Chronic Kidney Disease (CKD)eprints.umm.ac.id/41658/3/jiptummpp-gdl-yessikarti-48859-3-bab2.pdf · terhadap 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di

21

seperti usia, lama menjalani hemodialisis, motivasi pasien serta dukungan sosial

dari lingkungan sekitar pasien tersebut

2.2.2.6.1 Adekuasi Hemodialisis

Adekuasi hemodialisis dapat dilihat dengan mengukur RRU. RRU adalah

presensi nilai ureum yang turun pada setiap tindakan hemodialisis. Nilai minimal

RRU yang disarankan oleh PERNEFRI dan NDDKI adalah 65%. Berikut adalah

beberapa faktor yang dapat mempengaruhi adekuasi dari hemodialisis:

1. Luas membran dialyzer

NIDDK menyatakan luas permukaan membran dialyzer berpengaruh

terhadap pembersihan ureum, agar adekuasi meningkat maka harus

meningkatkan pula luas permukaan membran dialyzer

2. Kecepatan aliran darah

Kecepatan aliran darah dalam hemodialisis juga memiliki peran dalam

keberhasilan suatu proses HD. Menurut NIDDK Kecepatan aliran darah

diatas 300 ml/menit merupakan kecepatan aliaran darah yang ideal untuk

mencapai adekuasi hemodialisis yang diharapkan yaitu Kt/V > 1,2 dan

RRU > 65%.

3. Kecepatan dialisat

Kecepatan cairan dialisat yang lebih tinggi juga dapat meningkatkan RRU

sehingga adekuasi hemodialisis lebih tinggi. Pada sebuah penelitian

didapatkan bahwa dengan meningkatkan kecepatan dialisat dari 500

Page 18: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Chronic Kidney Disease (CKD)eprints.umm.ac.id/41658/3/jiptummpp-gdl-yessikarti-48859-3-bab2.pdf · terhadap 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di

22

mL/menit menjadi 800 mL/menit menunjukan adanya peningkatan pada

RRU sehingg adekuasi juga meningkat.

4. Frekuensi dan durasi hemodialisis

Frekuensi menjalani tindakan hemodialisis yang sering akan menurunkan

angka mortalitas pasien CKD karena bisa mengontrol kondisi kelebihan

cairan, kekurangan albumin, hipertensi dan hyperphosphatemia.Pernefri

merekomendasikan waktu minimal tindakan hemodialisis yang baik setiap

minggu adalah antara 10 samapi dengan 15 jam yang terbagi minimal

dalam 2 kali tindakan hemodialisis

2.2.2.6.2 Kepatuhan Pasien

Kepatuhan pasien juga merupakan faktor yang dapat menentukan

adekuasi hemodialisis. Kepatuhan pasien dapat dipengaruhi dari usia pasien, lama

menjalani hemodialisis, motivasi, dan dukungan sosial. Sebuah penelitian

menyatakan bahwa semakin bertambahnya usia maka akan semakin meningkat

pula kedewasaannya atau kematangannya baik secara teknis, psikologis, maupun

spiritual, sehingga meningkatkan pula kemampuan seseorang dalam mengambil

keputusan dan berfikir rasional. Dengan demikian semakin bertambahnya usia

juga dapat mempengaruhi seseorang dalam memberika keputusan dalam program-

program terapi yang berdampak untuk kesehatannya. Pada pasien hemodialisis

didapatkan hasil riset yang memperlihatkan perbedaan kepatuhan pada pasien

yang sakit kurang dari 1 tahun dengan yang lebih dari 1 tahun. Semakin lama

sakit yang diderita, maka resiko penurunan tingkat kepatuhan semakin tinggi.

Motivasi tinggi yang berasal dari diri pasien juga dapat meningkatkan kepatuhan

Page 19: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Chronic Kidney Disease (CKD)eprints.umm.ac.id/41658/3/jiptummpp-gdl-yessikarti-48859-3-bab2.pdf · terhadap 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di

23

pasien dalam menjalani proses terapi. Sedangkan dukungan sosial dari lingkungan

sekiatr pasien seperti keluarga, teman, maupun petugas kesehatan di sekitar pasien

dapat meningkatkan kepatuhan pasien, umumnya di negara-negara dengan tingkat

sosial yang tinggi seperti Indonesia.

2.2.2.7 Outcome HD

Hasil yang diharapkan dalam melakukan hemodialisis yang adekuat adalah

pasien merasa lebih nyaman setelah melakukan hemodialisis sehingga pasien

merasa ada peningkatan dalam kondisi fisiknya seperti saat sebelum mengikuti

HD, kualitas hidup pasien meningkat. Menjalani hemodialisis yang adekuat dapat

meningkatkan angka harapan hidup pasien CKD. Akan tetapi HD sendiri

memiliki komplikasi seperti elektrolit penting yang ada dalam tubuh ikut keluar

bersama darah saat melalui proses HD, sehingga menyebabkan kesehatan fisik

pasien tidak berangsur membaik secara signifikan sehingga menyebabkan pasien

yang semakin lama menjalani HD maka kualitas hidupnya juga akan semakin

buruk karena kesehatan fisiknya semakin terganggu. (Jaar, 2013)

2.3.2 Transplantasi Ginjal

2.3.2.1 Definisi

Merupakan salah satu terapi pengganti utama pada pasien gagal ginjal tahap

akhir dengan mentransplantasi ginjal penderita untuk diganti dengan ginjal lain

yang berasal dari donor. Transplantasi ginjal dapat memanfaatkan ginjal donor

yang sehat ataupun ginjal donor jenazah.

2.3.2.2 Keuntungan Transplantasi Ginjal

Page 20: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Chronic Kidney Disease (CKD)eprints.umm.ac.id/41658/3/jiptummpp-gdl-yessikarti-48859-3-bab2.pdf · terhadap 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di

24

Manfaat dari transplantasi ginjal sudah jelas terbukti dalam meningkatkan

kualitas hidup pada pasien CKD dibandingkan dengan dialisis. Karena dialisis

hanya mengatasi sebagian akibat dari penurunan fungsi ginjal. Selain itu

transplantasi ginjal juga meningkatkan harapan hidup dari pasien CKD khususnya

pada pasien usia muda dan pasien dengan diabetes mellitus. Akan tetapi

transplantasi ginjal juga memiliki beberapa kerugian seperti, biaya yang

dikeluarkan untuk melakukan transplantasi cukup banyak, susah untuk

mendapatkan donor hidup ataupun donor yang tepat bagi resipien. Transplantasi

ginjal juga memiliki komplikasi yaitu besarnya angka infeksi pada resipien,

dikarenakan pasca operasi resipien harus meminum obat immunosupresan.

Kemudian transplantasi ginjal tersebut dapat menjadi gagal atau tidak berhasil

karena apabila membran sel ginjal transplan memiliki antigen yang tidak sesuai

dengan resipien, akan terjadi destruksi sel ginjal transplan oleh sel limfosit T

sehingga dapat menyebabkan thrombosis pembuluh darah.

Tabel dibawah ini menunjukkan keuntungan dari transplantasi ginjal

dibandingkan dengan hemodialisis kronik

Tabel 2.6 Keuntungan Transplantasi Ginjal Dibandingkan dengan Hemodialisis

Kronik

Transplantasi ginjal Hemodialisis kronik

Prosedur Satu kali (biasanya) Seumur hidup

Kualitas hidup (jika

berhasil)

Baik sekali Cukup baik

Ketergantungan pada

fasilitas medik

Minimal Besar

Jika gagal Dapat dihemodialisis atau

transplantasi ulang

Meninggal

Angka kematian per tahun 4-8% 20-25%

(Susalit, E. 2009)

Page 21: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Chronic Kidney Disease (CKD)eprints.umm.ac.id/41658/3/jiptummpp-gdl-yessikarti-48859-3-bab2.pdf · terhadap 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di

25

2.4 Kualitas hidup

2.4.1 Definisi

Setiap individu memiliki kualitas hidup yang berbeda tergantung dari

masing-masing individu dalam menyikapi permasalahan yang terjadi dalam

dirinya. Jika menghadapi dengan positif maka akan baik pula kualitas hidupnya,

tetapi lain halnya jika menghadapi dengan negatif maka akan buruk pula kualitas

hidupnya. Kualitas hidup diartikan sebagai persepsi individu mengenai

keberfungsian mereka di dalam bidang kehidupan. Lebih spesifiknya adalah

penilaian individu terhadap posisi mereka di dalam kehidupan, dalam konteks

budaya dan system nilai dimana mereka hidup dalam kaitannya dengan tujuan

individu, harapan, standar serta apa yang menjadi perhatian individu (Nofitri,

2009).

Kualitas hidup didefenisikan sebagai persepsi individu sebagai laki-laki

atau wanita dalam hidup, ditinjau dari konteks budaya dan system nilai dimana

mereka tinggal, dan berhubungan dengan standar hidup, harapan, kesenangan, dan

perhatian mereka.Hal ini merupakan konsep tingkatan, terangkum secara

kompleks mencakup kesehatan fisik, status psikologis, tingkat kebebasan,

hubungan social dan hubungan kepada karakteristik lingkungan mereka (WHO,

1994)

Di dalam bidang kesehatan dan aktivitas pencegahan penyakit, kualitas

hidup dijadikan sebagai aspek untuk menggambarkan kondisi kesehatan. Kualitas

hidup adalah tingkatan yang menggambarkan keunggulan seorang individu yang

Page 22: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Chronic Kidney Disease (CKD)eprints.umm.ac.id/41658/3/jiptummpp-gdl-yessikarti-48859-3-bab2.pdf · terhadap 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di

26

dapat dinilai dari kehidupan mereka. Kualitas hidup individu tersebut biasanya

dapat dinilai dari kondisi fisiknya, psikologis, hubungan sosial dan lingkungannya

(Larasati, 2012)

Kualitas hidup ditetapkan secara berbeda dalam penelitian lain. Namun

dalam penelitian ini kualitas hidup adalah tingkatan yang menggambarkan

keunggulan kualitas hidup seorang individu yang dapat dinilai berdasarkan

konsep WHOQOL Group (1998) dari kesehatan fisik, psikologis, hubungan sosial

dan lingkungan. (Larasati, 2012)

2.4.2 Faktor-faktor Kualitas Hidup

1. Usia

Usia adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup. Usia

terkait dengan aspek-aspek kehidupan yang penting bag indinvidu.

Individu dengan usia dewasa mengekspresikan kesejahteraan yang lebih

tinggi daripada usia madya dan pada faktor usia tua memiliki kontribusi

terhadap kualitas hidup (Campos et al., 2014; Nofitri 2009)

2. Kesehatan fisik (physical health)

Hal-hal yang terkait didalamnya meliputi: aktivitas sehari-hari,

ketergantungan pada bahan-bahan medis atau pertolongan medis, tenaga

dan kelelahan, mobilitas, rasa sakit dan ketidaknyamanan, tidur dan

istirahat, serta kapasitas bekerja.

Page 23: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Chronic Kidney Disease (CKD)eprints.umm.ac.id/41658/3/jiptummpp-gdl-yessikarti-48859-3-bab2.pdf · terhadap 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di

27

3. Kesehatan psikologis (psychological health)

Seperti body image dan penampilan, perasaan-perasaan negatif dan positif,

kepercayadirian, spiritualitas/kepercayaan personal, pikiran, belajar,

memori dan konsentrasi.

4. Hubungan sosial (social relationship)

Meliputi hubungan personal, hubungan sosial serta dukungan sosial dan

aktivitas seksual. Dukungan sosial adalah keberadaan, kesediaan,

kepedulian dari orang-orang yang dapat diandalkan, menghargai, dan

menyayangi kita. Dukungan sosial yang diterima seseorang dalam

lingkungannya, baik berupa dorongan semangat, perhatian, penghargaan,

bantuan maupun kasih sayang membuatnya akan memiliki pandangan

positif teradap diri dan lingkungannya.

5. Lingkungan (environment)

Berhubungan dengan sumber-sumber finansial; kebabasan, keamanan dan

keselamatan fisik; perawatan kesehatan dan sosial (aksesibilitas dan

kualitas); lingkungan rumah; kesempatan untuk memperoleh informasi

dan belajar keterampilan baru; berpartisipasi dan kesempatan untuk

rekreasi atau memiliki waktu luang; lingkungan fisik (polusi, kebisingan,

lalu lintas, iklim); serta transportasi.

2.5 Penelitian Yang Sejenis

Penelitian tentang hemodialisis dan kualitas hidup telah dilakukan

dibeberapa negara. Penelitian yang dilakukan oleh Cooper BA dilakukan pada

pasien dengan CKD di Australia dan Selandia Baru. Sample disini dilihat secara

acak dengan 2 kelompok yaitu pasien yang memulai dialisis dengan lebih awal

Page 24: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Chronic Kidney Disease (CKD)eprints.umm.ac.id/41658/3/jiptummpp-gdl-yessikarti-48859-3-bab2.pdf · terhadap 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di

28

dan pasien yang memlulai dialisis lebih terlambat, didefinisikan sebagai GFR

pada masing-masing kelompok diperkirakan antara 10-14 ml / menit / 1,73 m2

dan 5-7 ml / menit / 1,73 m2, pmasing-masing. Hasil dari penelitian tersebut

didapatkan diantara dua kelompok tersebut tidak terdapat perbedaan dalam hal

kelangsungan hidup atau efek samping, termasuk komplikasi dialisis terkait,

infeksi, dan kejadian kardiovaskular. Selain itu dari penelitian ini didapatkan hasil

tidak ada perbedaan kualitas hidup diantara 2 kelompok sample tersebut. (Cooper

BA, 2010; Cohen SD, 2013)

Penelitian lain yang menyangkut kualitas hidup pada pasien yang

menjalani hemodialisis adalah penelitian yang dilakukan oleh Mandoorah dengan

hasil penelitian didapatkan bahwa pasien yang berumur lebih dari 60 tahun

memiliki kualitas hidup yang paling rendah. Pada penelitianya juga didaptkan

bahwa kualitas hidup pasien hemodialisis berkorelasi dengan umur pasien.

Kemudian, penelitian yang dilakukan oleh Gerasimoula di Yunani pada tahun

2015 memberikan hasil bahwa durasi pasien menjalani hemodialisis juga

berkorelasi dengan kualitas hidup sample pada penelitian tersebut. (Mandoorah,

2014; Gerasimoula K, 2015)