bab 2 tinjauan pustakaeprints.umm.ac.id/48007/6/bab 2.pdf5 bab 2 tinjauan pustaka 2.1. obat...

43
5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Obat Antidepresan Obat antidepresan adalah obat-obatan yang mampu memperbaiki suasana jiwa (mood) dengan meringankan gejala keadaan murung (Tjay T.H, Rahardja, K, 2010). Pemberian obat antidepresan merupakan salah satu aspek dalam menangani penderita depresi, obat diharapkan dapat menghilangkan atau menurunkan emosi-emosi negatif dan memperbaiki mood bagi penderita depresi. Sebagian besar obat antidepresan dalam klinis, menghambat baik secara langsung maupun tidak langsung kerja dari serotonin dan/atau norepinefrin dalam otak (Richard, A.H, 2011). Antidepresan yang tersedia saat ini terdiri dari beragam tipe kimiawi. Perbedaan ini menjadi dasar untuk membedakan beberapa subgolongan yaitu Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI), SerotoninNorepinephrine Reuptake Inhibitors (SNRI), Tetrasiklik (TCA), dan Inhibitor Monoamin Oksidase (MAOI) (Katzung, B.G, 2012). 2.2 SelectiveaSerotoninaReuptakeaInhibitors (SSRI) SelectiveaaSerotoninaaReuptakeaaInhibitors (SSRI) merupakan suatu kelompok obataaantidepresan dengan molekul kimia yang secara spesifik menghambat pengangkut serotonin (serotonin transporter, SERT) (Chisholm, M.A, 2013). SSRI memiliki sensitivitas terhadap pengangkutan serotonin sebanyak 300 hingga 3000 kali lebih besar dibandingkan pengangkut noerepinefrin (Richard, A.H, 2011). Saat ini terdapat enam SSRI yang paling

Upload: others

Post on 31-Dec-2019

65 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Obat Antidepresan

Obat antidepresan adalah obat-obatan yang mampu memperbaiki suasana

jiwa (mood) dengan meringankan gejala keadaan murung (Tjay T.H, Rahardja, K,

2010). Pemberian obat antidepresan merupakan salah satu aspek dalam

menangani penderita depresi, obat diharapkan dapat menghilangkan atau

menurunkan emosi-emosi negatif dan memperbaiki mood bagi penderita depresi.

Sebagian besar obat antidepresan dalam klinis, menghambat baik secara

langsung maupun tidak langsung kerja dari serotonin dan/atau norepinefrin dalam

otak (Richard, A.H, 2011).

Antidepresan yang tersedia saat ini terdiri dari beragam tipe kimiawi.

Perbedaan ini menjadi dasar untuk membedakan beberapa subgolongan yaitu

Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI), Serotonin–Norepinephrine

Reuptake Inhibitors (SNRI), Tetrasiklik (TCA), dan Inhibitor Monoamin Oksidase

(MAOI) (Katzung, B.G, 2012).

2.2 SelectiveaSerotoninaReuptakeaInhibitors (SSRI)

SelectiveaaSerotoninaaReuptakeaaInhibitors (SSRI) merupakan suatu

kelompok obataaantidepresan dengan molekul kimia yang secara spesifik

menghambat pengangkut serotonin (serotonin transporter, SERT) (Chisholm,

M.A, 2013). SSRI memiliki sensitivitas terhadap pengangkutan serotonin

sebanyak 300 hingga 3000 kali lebih besar dibandingkan pengangkut

noerepinefrin (Richard, A.H, 2011). Saat ini terdapat enam SSRI yang paling

6

sering digunakan dalam klinis, yaitu fluoksetin, sertralin, sitalopram, paroksetin,

fluvoksamin, dan esitalopram (Potter, Z., B.G,2012).

Berdasarkanapembanding standar DiagnosingaandaTreating Depression

Adult-PrimaryaCare ClinicalaPractice Guidelinea(CPG) Septemberatahun 2013,

daftar obat SSRI dapat dilihat pada tabel I berikut:

Table 2.1 Daftar Dosis Obat Golongan SSRI

Obat Dosis

Selective Serotonin Reuptake Inhibitor

(SSRI)

Citalopram

Escitalopram

Fluoxetin Paroxetin

Sertralin

Trazodone

20-40mg

10-20mg

10-80mg 10-60mg

50-200mg

150-600mg

Source: DiagnosingaandaTreating Depression -Adult- PrimaryaCareaClinical

Practice Guidelinea(CPG), (Gautam, 2013)

2.2.1 Mekanisme

Serotonin diproduksi dalam neuron presinaptik secara hidroksilasi dan

dekarboksilasi dari Ltriptopan. Serotonin kemudian masuk ke dalam vesikel, yang

akan disimpan sampai diperlukan untuk neurotransmisi. Setelah adanya stimulasi

axon, serotonin dilepaskan menuju intrasinaptik, reseptor serotonin presinaptik

berfungsi untuk menghambat exocytosis vesikel. Serotonin berikatan dengan

reseptor postsinaptik untuk memberi efek neurotransmisi (Lattimore K. A., et al,

2005).

Mekanisme reuptake mengembalikan serotonin ke dalam sitoplasma

neuron presinaptik yang kemudian disimpan di vesikel. Serotonin dimetabolisme

oleh monoamin oksidase subtipe A (MAO-A) menjadi asam hidroksiindolasetik

yang diekskresikan melalui urin (Lattimore K. A., et al, 2005).

7

SSRI bekerja memblokir serotonin agar tidak diserap kembali oleh sel

saraf (saraf biasanya mendaur ulang neurotransmitter ini). Hal ini menyebabkan

peningkatan konsentrasi serotonin (Lattimore K. A., et al, 2005).

Gambar 2.1 Mekanisme SSRI Diagram skematis menunjukkan mekanisme aksi SSRI. Agen-agen ini memblokir pengambilan

kembali serotonin pada membran presinaptik, sehingga meningkatkan konsentrasinya pada membran terminal saraf postsinaptik.

(Lattimore K. A., et al, 2005)

2.2.2 Farmakokinetik

Absorbsi: diabsorbsi dengan baik. Kadar puncak dicapai rata-rata 5 jam.

Hanya sertraline yang mengalami metabolisme lintas pertama.

Distribusi: semua obat didistribusi dengan baik. Kebanyakan SSRI nemiliki

waktu paruh plasma antara 16-36 jam.

Ekskresi: SSRI secara primer diekskresikan melalui ginjal, kecuali paroxetine

dan sertraline, yang juga mengalami ekskresi melalui feses (35-50%). Dosis

semua obat SSRI harus disesuaikan pada pasien dengan gangguan hati

(Lattimore K. A., et al, 2005).

8

1. Fluoksetin

Efek: Fluoksetin merupakan contoh antidepresan yang selektif

menghambat ambilan serotonin. Obat ini sama manfaatnya dengan

antidepresan triksiklik dalam pengobatan depresi mayor. Obat ini bebas

dari efek samping antidepresan triksiklik, terutama antikolinergik,

hipotensi ortostatik dan peningkatan berat badan.

Penggunaan dalam terapi: indikasi utama fluoksetin, yang lebih unggul

daripada antidepresan triksiklik, adalah depresi. digunakan pula untuk

mengobati bulimia nervosa dan gangguan obsesi kompulsif. Untuk

berbagai indikasi lain, termasuk anoreksia nervosa, gangguan panik, nyeri

neuropati diabetik dan sindrom premenstrual.

Dosis: Dosis diberikan secara oral. Dosis awal dewasa 20mg/hari

diberikan setiap pagi, bila tidak diperoleh efek terapi setelah beberapa

minggu, dosis dapat ditingkatkan 20mg/hari hingga 30mg/hari.

Farmakokinetik: Fluoksetin dalam terapi terdapat sebagai campuran R dan

enantiomer S yang lebih aktif. Kedua senyawa mengalami demetilasi

menjadi metabolit aktif, norfluoksetin. Fluoksetin dan norfluoksetin

dikeluarkan secara lambat dari tubuh dengan waktu paruh 1 sampai 10 hari

untuk senyawa asli dan 3-30 hari untuk metabolit aktif. Fluoksetin

merupakan inhibitor kuat untuk isoenzim sitokrom P-450 hati yang

berfungsi untuk eliminasi obat antidepresan triksiklik, obat neuroleptika

dan beberapa obat antiaritmia dan antagonis -adrenergik (Gunawan,

2007).

9

2. Paroksetin

Dimetabolisme oleh CYP 2D6, masa paruh 22 jam. Obat ini dapat

meningkatkan kadar klozapin, teofilin dan warfarin. Iritabilitas terjadi pada

penghentian obat secara mendadak (Potter, Z., 2012).

3. Sertralin

Suatu SSRI serupa fluoksetin, tetapi bersifat lebih selektif terhadap SERT

(transporter serotonin) dan kurang selektif terhadap DAT (transporter

dopamine). sama dengan fluoksetin dapat meningkatkan kadar benzodiasepin,

klozapin dan warfarin (Potter, Z., 2012).

4. Fluvoksamin

Efek sedasi dan efek muskariniknya kurang dari fluoksetin. Obat ini

cenderung meningkatkan metabolit oksidatif benzodiazepin, klozapin, teofilin,

dan warfarin, karena menghambat CYP 1A2, CYP 2C19 dan CYP 3A3/4

(Potter, Z., 2012).

5. R-S-SITALOPRAM dan S-SITALOPRAM

Selektivitasnya terhadap SERT paling tinggi. Tidak jelas apakah berarti

secara klinis. Metabolismenya oleh CYP 3A4 dan CYP 2C19 meningkatkan

interaksinya dengan obat lain (Potter, Z., 2012).

6. Trazodon

Trazodon menghambat ambilan serotonin di saraf, ambilan norepinefrin

dan dopamine tidak dipengaruhi. Trazodon berguna bagi pasien depresi

disertai ansietas. Obat ini menimbulkan hipotensi otrostatik, namun biasanya

hilang dalam 4-6 jam (Potter, Z., 2012).

10

Pada pemberian oral, diabsorpsinya secara cepat, biovabilitasnya

sempurna, waktu pencapaian kadar puncak plasma pada keadaan

puasa, kira-kira 1,5 jam (0,5-2 jam). Pada yang tidak puasa kira-kira

2,5 jam. Dianjurkan pemberian setelah makan untuk mengurangi rasa

ngantuk.

Dosis: dosis oral bagi pasien dewasa di RS 150mg/hari dalam dosis

terbagi, dinaikkan 50 mg/hari tiap 3-4 hari. Bagi yang depresi berat

400-600 mg/hari. Dosis oral untuk dewasa rawat jalan 150mg/hari

dalam dosis terbagi. Diberikan mala hari, dapat dinaikkan 50 mg/hari

setiap minggu hingga terlihat perbaikan klinik. Pasien tua dan anak-

anak, dosis awal 25-50mg/hari, dinaikkan hingga 100-150 mg/hari

dalam dosis terbagi begantung terhadap responsnya (Potter, Z., 2012).

2.2.3 Indikasi

Indikasi primer SSRI adalah untuk depresi, yang sama efektifnya dengan

antidepresan trisiklik. Sejumlah gangguan psikiatrik lainnya juga memberikan

respon yang baik terhadap SSRI, meliputi gangguan obsesif-kompulsif (indikasi

satu-satunya untuk fluoxamine), GAD, PTSD, PMDD, gangguan panik, bulimia

nervosa, gangguan kepribadian ambang (Goodman and Gilman, 2012).

Kepopuleran SSRI terutama berasal dari kemudahan pemakaiannya,

keamanannya pada kelebihan dosis, toleransi yang relatif, biaya dan spektrum

pemakaian yang luas (Potter, Z., B.G,2012).

2.2.4 Interaksi obat

Interaksi farmakodinamik yang berbahaya akan terjadi bila SSRI

dikombinasikan dengan penghambat MAO, yaitu akan terjadi peningkatan efek

11

serotonin secara berlebihan yang disebut sindrom serotonin (Kaplan, 2010).

Gejala berupa hipertermia, kekakuan otot, kejang, kolaps kardiovaskular dan

gangguan perilaku serta gangguan tanda vital.

Trazodon mengantagonis efek hipotensif klonidin dan metildopa dan

menaikkan kada plasma fenitoin dan digoksin. Berhubung efek sedatifnya harus

digunakan hati-hati bersama dengan depresi SSP yang lain, termasuk alkohol

(Potter, Z., 2012).

Gambar 2.2 Interaksi Obat dengan SSRI

12

2.2.5 Efek Samping Obat Golongan SSRI

a. Disfungsi Seksual

Inhibisi seksual merupakan efek samping SSRI yang paling lazim

ditemukan dengan insiden antara 50 dan 80%. Semua SSRI tampak sama

besar kemungkinannya untuk menimbulkan disfungsi seksual. Keluhan

yang paling lazim adalah hambatan orgasme dan menurunnya libido, yang

bergantung dosis. Tidak seperti sebagian besar efek samping SSRI lain,

inhibisi seksual tidak pulih pada minggu-minggu pertama penggunaan tetapi

biasanya berlanjut selama obat dikonsumsi.

Terapi untuk disfungsi seksual yang ditimbulkan oleh SSRI mencakup

pengurangan dosis dan mengganti ke obat yang kurang menimbulkan

disfungsi seksual, seperti bupropion, obat tertentu seperti Yohimbine

(Yocon), cyproheptadine (Periactin), atau agonis reseptor dopamine, dan

mengantagonis efek samping seksual.

Laporan menjelaskan keberhasilan terapi pada disfungsi seksual

yang ditimbulkan SSRI dengan sildenafil (Viagra). Belum jelas mengapa

sildenafil, yang bekerja pada fase eksitasi siklus seksual, dapat melawan

inhibisi fase orgasme akibat SSRI. Mungkin, dorongan positif eksitasi

seksual yang kuat akibat sildenafil memungkinkan keadaan mental lebih

konduktif untuk mendapatkan orgasme. Amphetamine 5 mg juga dilaporkan

memulihkan anorgasmia. Injeksi alprostadil (Caverject) juga efektif

(Kaplan, 2010).

13

b. Efek samping pada Gastrointestinal

Semua SSRI dapat menimbulkan efek samping pada gastrointestinal.

Keluhan gastrointestinal yang paling lazim adalah mual, diare, anoreksia,

muntah, dan dyspepsia. Data menunjukkan bahwa mual dan diare terkait

dosis dan bersifat singkat, biasanya pulih dalam beberapa minggu.

Anoreksia paling lazim terjadi akibat flouxetine, tetapi beberapa orang

bertambah berat badannya saat mengkonsumsi flouxetine. Hilangnya nafsu

makan yang ditimbulkan oleh flouxatine serta turunnya berat badan dimulai

segera setelah obat dikonsumsi dan memuncak pada 20 minggu, setelahnya

berat badan sering kembali ke awal.

Berat badan bertambah. Meskipun sebagian besar pasien awalnya

mengalamim penurunan berat badan, hingga sepertiga orang yang

megkonsumsi SSRI akan bertambah berat badannya, kadang-kadang lebih

dari 10 kg. Paroxetine memiliki aktivitas antikolinergik dan merupakan

SSRI yang paling sering menyebabkan penambahan berat badan. Pada

beberapa kasus, penambahan berat badan terjadi akibat penggunaan obat itu

sendiri atau meningkatnya nafsu makan akibat mood yang lebih baik.

Sakit kepala. Insiden sakit kepala pada terapi dengan SSRI sebesar

18-20%, hanya 1% lebih tinggi dibandingkan dengan angka placebo.

Fluoxetine adalah yang paling cenderung menyebabkan sakit kepala.

Sebaliknya, semua SSRI merupakan profilaksis yang efektif melawan

migraine dan sakit kepala tipe tension pada banyak orang (Kaplan, 2010).

14

c. Efek samping pada Sistem Saraf Pusat

Ansietas. Fluoxetine adalah SSRI yang paling besar kemungkinannya

untuk menimbulkan ansietas, terutama pada minggu-minggu pertama.

Meskipun demikian efek awal ini biasanya memberikan cara untuk

pengurangan keseluruhan ansietas setelah beberapa minggu. Meningkatnya

ansietas jauh lebih jarang disebabkan oleh SSRI lain, yang mungkin dapat

menjadi pilihan yang lebih baik jika sedasi diinginkan, seperti pada

campuran ansietas dan gangguan depresif.

Insomnia dan Sedasi. Efek utama SSRI pada insomnia dan sedasi

adalah perbaikan tidur karena terapi depresi dan ansietas. Meskipun

demikian, sebanyak seperempat orang yang mengkonsumsi SSRI

memperlihatkan adanya kesulitan tidur atau somnolen yang berlebihan.

Flouxetine paling besar kemungkinan untuk menimbulkan insomnia

sehingga seringnya diberikan pada pagi hari. SSRI lain secara seimbang

memiliki kecendrungan menimbulkan insomnia serta somnolen, dan

citalopram, escitalopram, dan paroxetine lebih besar kemungkinannya

menimbulkan somnolen dibandingkan insomnia. Dengan paroxetine, orang

biasanya melaporkan bahwa mengkonsumsi obat sebelum istirahat tidur

membantu mereka untuk tidur lebih baik, tanpa somnolen residual di siang

hari.

Insomnia yang dicetuskan SSRI dapat diterapi dengan

benzodiazepine, trazodone (Desyrel) (klinisi harus menjelaskan risiko

terjadinya priapismus), atau obat sedasi lain. Somnolen signifikan yang

15

dicetuskan oleh SSRI sering membutuhkan pergantian ke SSRI lain atau

bupropion.

Gejala Ekstrapiramidal. Tremor ditemukan pada 5-10% orang yang

mengkonsumsi SSRI, suatu frekuensi 2-4 kali lebih tinggi dibandingkan

yang ditemukan pada placebo. SSRI dapat jarang menimbulkan akatisia,

distona, tremor, rigiditas roda pedati, tortikolis, opistotonus, gangguan

melangkah, dan bradikinesia. Kasus diskinesia tardive yang jarang juga

telah dilaporkan. Orang dengan penyakit Parkinson yang terkontrol dengan

baik dapat mengalami perburukan akibat gejala motorik ketika mereka

mengkonsumsi SSRI. Efek samping ekstrapiramidal sangat terkait dengan

penggunaan fluoxetine, terutama pada dosis lebih dari 40 mg per hari, tetapi

dapat terjadi kapanpun saat perjalanan terapi. Bruksisme juga telah

dilaporkan yang berespons dengan buspirone dosis kecil (Kaplan, 2010).

d. Efek Antikolinergik

Meskipun aktivitas antikolinergik SSRI mungkin hanya seperlima dari

aktivitas antikolinergik obat trisiklik, SSRI menyebabkan mulut kering pada

15-20% pasien. (Kaplan, 2010).

Penelitian yang dilakukan di Miami Veteran Affair Eye Clinic tahun

2010-2011, melaporkan bahwa antidepresan golongan SSRI memiliki

hubungan yang signifikan dengan kejadian sindroma mata kering.

Hubungan antara anti depresan dan sindroma mata kering masih belum

jelas, tetapi beberapa penjelasan diantaranya efek samping anti depresi yaitu

antikolinergik, terutama pada SSRI, telah lama diakui memberikan reaksi

terhadap mata, salah satunya sindrom mata kering. Selain itu, perubahan

16

level serotonin akibat pemakaian anti depresan mempengaruhi ambang

sensitifitas nervus di kornea (Cristina et al, 2013).

e. Efek samping Hematologis

SSRI mempengaruhi fungsi trombosit dan dapat meningkatkan

kemungkinan terjadinya memar. Paroxetine dan flouxetine jarang

menyebabkan timbulnya neytropenia reversible, terutama jika diberikan

bersamaan dengan clozapine (Kaplan, 2010)..

f. Gangguan Elektrolit dan Glukosa

SSRI jarang menyebabkan penurunan konsentrasi glukosa, sehingga

pasien diabetic harus dimonitor dengan teliti. Kasus hiponatremia yang

jarang dan terkait dengan SSRI serta sekresi hormone antidiuretik yang

tidak sesuai (SIADH) ditemukan pada pasien yang diterapi dengan diuretic

dan kekurangan air (Kaplan, 2010).

g. Reaksi Alergi dan Endokrin

SSRI dapat meningkatkan kadar prolaktin dan menyebabkan

mamoplasia serta galaktorea pada laki-laki dan perempuan. Perubahan

payudara bersifat reversible pada penghentian obat, tetapi dapat

membutuhkan waktu beberapa bulan.

Berbagai tipe ruam muncul pada kira-kira 4% pasien. Pada

sekelompok kecil pasien ini, reaksi alergi dapat menyeluruh dan meliputi

system paru, sehingga dapat (jarang) menimbulkan kerusakan fibrotic serta

dispnea. Terapi SSRI dapat dihentikan pada pasien dengan ruam akibat obat

(Kaplan, 2010).

17

h. Sindrom serotonin

Pemberian SSRI secara bersamaan dengan MAOI, L-tryptophan, atau

lithium dapat meningkatkan konsentrasi serotonin plasma hingga kadar

toksik, sehingga menimbulkan kumpulan gejala yang disebut sindrom

serotonin. Sindrom stimulasi berlebihan serotonin yang serius dan mungkin

fatal ini terdiri atas, dalam urutan timbulnya hingga memburuk: (1) diare,

(2) gelisah, (3) agitasi berat, hiperrefleksia, dan ketidakstabilan otonom

dengan kemungkinan fluktuasi cepat tanda vital, (4) mioklonus, bangkitan,

hipertrmia, menggigil yang tidak dapat dikendalikan, dan rigiditas, serta (5)

delirium, koma, status epileptikus, kolaps kardiovaskular, dan kematian.

Terapi sindrom serotonin terdiri atas menyingkirkan agen yang

menimbulkannya serta segera memberikan perawatan suportif yang

komprehensif dengan nitrogliserin, cyproheptadine (Periactin),

methysergide (Sansert), selimut pendingin, chlorpromazine (Thorazin),

dantrolene (Dantrium), benzodiazepine, antikonvulsan, ventilasi mekanis,

dan agen pembuat paralisis (Kaplan, 2010).

i. Putus Zat SSRI

Penghentian penggunaan SSRI secara tiba-tiba, terutama SSRI dengan

waktu paruh singkat, seperti paroxetine dan fluvoxamine, menyebabkan

timbulnya sindrom putus zat yang dapat mencakup pusing, lemah, mual,

sakit kepala, depresi rebound, ansietas, insomnia, konsentrasi buruk, gejala

pernapasan atas, parastesia, dan gejala mirip migraine. Gejala ini biasanya

tidak timbul sampai setelah sedikitya 6 minggu terapi dan biasanya pulih

spontan dalam 3 minggu. Orang yang mengalami efek samping sementara

18

pada minggu pertama mengkonsumsi SSRI lebih cenderung mengalami

sindrom penghentian zat.

Flouxatine merupakan SSRI yang paling kecil kemungkinannya

menyebabkan sindrom ini, karena waktu paruh metabolitnya lebih dari 1

minggu dan kadarnya secara efektif turun dengan sendirinya. Dengan

demikian, flouxatine telah digunakan pada beberapa kasus untuk menerapi

sindrom penghentian zat akibat penghentian SSRI lain (Kaplan, 2010).

2.3 AnatomiaKelopakaMata

Palpebra superior danainferior adalah modifikasiaalipatan kulit yang

menutup dan melindungiaabola mata bagianaaanterior. Berkedipamembantu

menyebarkanalapisan tipisaair mata yang melindungiakornea danakonjungtiva

dari dehidrasi. Palpebra superioraberakhir pada alisamata, sedangkan palpebra

inferior menyatuadengan pipia(Salmon, 2007).

Kelopakamata terdiri darialima jaringanautama. Dariasuperfisial ke dalam

terdapatalapisan kulit, ototarangka (orbicularisaoculi), jaringanaareolar, jaringan

fibrosa (lempengatarsus), danalapisanamembran mukosa (konjungtiva palpebralis)

(Salmon, 2007).

2.3.1 Struktur Palpebra

Struktur palpebra adalah sebagai berikut (Salmon, 2007):

a. LapisanaKulit

Kulit palpebraaberbeda dari kulit di bagian tubuh lain karenaatipis, longgar

danaaelastis, dengan sedikit folikelaarambut dan tanpa lemakaasubkutan

(Salmon, 2007).

19

b. MuskulusaOrbicularisaOculi

Fungsi dari muskulusaorbicularis oculi adalahamenutup palpebra. Serat-serat

otot ini mengelilingiafissura palpebra secara konsentrisadan menyebaradalam

jarakaapendekaamengelilingiaatepiaorbita. Orbicularisaoculiadipersarafi oleh

nervusafascialis (Salmon, 2007).

c. JaringanaAreolar

Jaringanaaareolar yang terdapat di bawah musculusaaorbicularis oculi

berhubungan denganalapisan subaponeurotikakulit kepala (Salmon, 2007).

d. Tarsus

Strukturapenyokongapalpebra yang utamaaadalah lapisanajaringan fibrosa

padatabersama sedikit jaringan elastik disebutalempeng tarsus (Salmon,

2007).

e. KonjungtivaaPalpebra

Bagian posteriorapalpebra dilapisiaselapis membran mukosa, konjungtiva

palpebra, yang melekataerat padaatarsus. (Salmon, 2007).

2.3.2 Tepian Palpebra

Panjang tepian palpebraaadalah 25-30mm dan lebarnya 2mm. Tepianaini

dipisahkan oleh sambunganamukokutan menjadi tepianaanterior danaposterior

(Salmon, 2007).

a. Tepianaanterior

1. Bulu Mata: Bulu mataamuncul dari tepianapalpebra danatersusun tidak

teratur.

2. Glandula Zeis: Glandula Zeis adalah modifikasiakelenjar sebaseaakecil

yangabermuara ke dalamafolikel rambutapadaadasar buluamata.

20

3. Glandula Moll: Glandula Moll adalah modifikasi dari kelenjarakeringat

yang bermuaraamembentuk satu barisanadekat buluamata (Salmon,

2007)

b. TepianaPosterior

Tepianapalpebraaposterior berkontak denganabola mata danasepanjang tepian

ini terdapataamuara-muara kecil kelenjarasebasea yang telahadimodifikasi

(glandula Meibomaatau tarsal) (Salmon, 2007).

c. PunctumaLakrimal

Pada ujungamedial tepianaposterior palpebra terdapatapenonjolan kecil

denganalubang kecil di pusat yang terlihatapada palpebraasuperior dan

inferior. Punctum iniaberfungsi menghantarkan airamata keabawah (Salmon,

2007).

Gambara2.3 AnatomiaKelopakaMata (James, et al, 2003)

21

2.4 AiraMata

Airamata membentuk lapisanatipis setebal 7-10µm yangamenutupiaepitel

kornea danakonjungtiva. Fungsialapisan ultra tipis ini adalah (1)amembuat kornea

menjadi permukaanaoptik yang licinadengan meniadakanaketidakteraturan

minimal diapermukaan epitel; (2)amembasahi dan melindungiapermukaan epitel

korneaaadan konjungtiva yang lembut; (3)amenghambat pertumbuhan

mikroorganismeadengan pembilasan mekanikadan efekaantimikroba; dan (4)

menyediakanakornea berbagai substansianutrien yang diperlukana(Salmon, 2007).

2.4.1 Lapisan-LapisanaFilmaAir Mata

Filmaair mata terdiriadari tigaalapisan (Salmon, 2007):

1. Lapisanaasuperfisial adalah filmaalipid monomolekularayangaberasal dari

kelenjarameibom.aDidugaaalapisan ini menghambataapenguapan dan

membentuk sawarakedap air saatapalpebra ditutupa(Salmon, 2007).

2. Lapisanaakueosa tengah yangadihasilkan oleh kelenjaralakrimalamayor dan

minor;amengandung substansi larutaair (garamadan protein)a(Salmon, 2007).

3. Lapisanamusinosa dalam terdiriadari glikoproteinadan melapisiasel-sel epitel

korneaadan konjungtiva. Membranasel epitel terdiriaatas lipoproteinadan

karenanya relatifahidrofobik. Permukaan yangademikian tidak dapatadibasahi

dengan larutanaberair saja. Musin diadsorpsi sebagian padaamembran sel-sel

epitelapermukaan. Ini menghasilkanapermukaan hidrofilikabaru bagi lapisan

akueosaauntuk menyebar secaraamerata ke bagianayang dibasahinya dengan

caraamenurunkan tegangan permukaana(Salmon, 2007).

22

2.5 Sistem Saraf Otonom Pada Mata

Saraf simpatis dan parasimpatis menyekresikan hanya satu di antara

substansi neurotransmiter, yaitu asetilkoline atau norepinefrine. Serat yang

menyekresikan asetilkoline disebut kolinergik dan serat yang menyekresikan

norepineprine dikenal sebagai adrenergik. Semua preganglion merupakan

kolinergik baik pada sistem saraf simpatis maupun parasimpatis. Sedangkan pada

postganglion saraf simpatik adalah adrenergik dan postganglion pada parasimpatis

adalah kolinergik (Hall JE, 2016).

Asetilkoline memiliki dua tipe reseptor, yaitu reseptor muskarinik dan

nikotinik. Reseptor muskarinik ditemukan pada semua sel efektor yang

distimulasi oleh postganglion kolinergik dari sistem parasimpatis sedangkan

reseptor nikotinik ditemukan pada ganglia otonom pada sinaps di antara

preganglion dan postganglion dari sistem parasimpatik. Norepinefrine atau

adrenaline memiliki dua reseptor yaitu reseptor alfa dan reseptor beta. Reseptor

beta dibagi menjadi reseptor beta satu dan beta dua dan reseptor alfa dibagi

menjadi reseptor alfa satu dan alfa dua (Snell RS, 2010).

Sistem saraf otonom pada mata berperan pada fungsi lakrimasi dan ukuran

pupil yang dikontrol oleh keseimbangan persarafan simpatis di otot dilator iris dan

persarafan parasimpatis pada spinkter iris. Saraf simpatis juga mempersarafi otot

retraktor asesoris dan otot muller di kelopak mata atas (Remington LA, 2012).

2.6 Sistem Lakrimal

Airamata melewati empataproses yaitu produksiadari aparatusaatau sistem

sekretorialakrimalis, distribusiaoleh berkedip,aevaporasi dari permukaanaokular,

dan drainaseamelalui aparatusaatau sistem ekskretorialakrimalis. Abnormalitas

23

salahasatu saja dariakeempataproses iniadapat menyebabkanamataakering (Kanski

et al,a2011).

Sistem lakrimal terdiri dari 2 sistem, yaitu (Salmon, 2007):

1. Sistem Sekresi

2. Sistem Ekresi

2.6.1 SistemaSekresiaAiraMata

Sistemalakrimasi terdiri dariastruktur-struktur yang terlibatadalam produksi

dan drainaseaairamata. Komponen sekresiaaterdiri dari kelenjaraayang

menghasilkanaberbagai unsur pembentukacairanaair mata yang disebarkan diaatas

permukaanamata oleh kedipanamata. Kanalikuli,asaccusalacrimalis,adan ductus

nasolacrimalisamerupakanakomponen ekskresiasistem ini yang mengalirkan

sekret ke dalamahidung (Salmon, 2007).

Volumeaterbesar air mataadihasilkan oleh kelenjaralakrimal yangaterletak

di fossaaglandula lacrimalisadi kuadran temporalaatas orbita. Kelenjarayang

berbentuk kenariaini dibagi olehakornu lateralaaponeurosis levatoramenjadi lobus

orbitaayang lebih besaradan lobus palpebraayang lebihakecil, masing-masing

dengan sistemaduktulusnya yang bermuaraake forniksatemporalasuperior. Lobus

palpebraakadang-kadang dapat dilihatadengan membalikkanapalpebraasuperior.

Persarafanakelenjar utama datangadari nukleus lacrimalisadi ponsamelalui nervus

intermediusadan menempuhasuatu jaras rumitacabang maksilaris nervus

trigeminusa(Salmon, 2007).

Kelanjaralakrimal aksesoriusamemiliki peranan penting. Strukturakelenjar

KrauseadanaWolfring identik denganakelenjar utama, tetapiatidak memiliki

duktulus. Sel-selagoblet uniseluler,ayang juga tersebar diakonjungtiva,

24

mensekresiaglikoprotein dalam bentukamusin. Modifikasiakelenjarasebasea

meibomadan zeisaditepian palpebra memberi lipid padaaair mata (Salmon, 2007).

KelenjaraMoll adalah modifikasiakelenjar keringat yangaikut membentuk

filmaairamata. Sekresiakelenjar lakrimal dipicuaoleh emosi atauairitasi fisikadan

menyebabkan airamata mengalir berlimpahamelewati tepian palpebra. Kelenjar

lakrimalaaksesorius dikenalasebagai ”pensekresiadasar”. Sekretayang dihasilkan

normalnyaacukup untuk memeliharaakesehatanakornea. Hilangnyaasel goblet

berakibatamengeringnya korneaameskipun banyakaair mataadari kelenjar lakrimal

(Salmon, 2007).

2.6.2aSistemaEkskresiaAiraMata

Bilaasudah memenuhi saccusakonjungtivalis, airamata akan memasuki

punctaasebagian karena sedotanakapiler. Denganamenutup mata, bagianakhusus

orbicularisapratarsal yang mengelilingiaampula akan mengencangauntuk

mencegahnya keluar.aBersamaan dengan ituaapalpebra ditarikakearah crista

lakrimalisaposterior, dan traksiafascia yang mengelilingiasaccus lakrimalis

berakibatamemendeknya kanalikulusadan menimbulkanatekanan negatif diadalam

saccus. Kerjaapompa dinamikaini menarik airamata ke dalamasaccus, yang

kemudianaberjalan melalui ductusanasolakrimalis karena pengaruhagaya berat

dan elastisitasajaringan, ke dalamameatus inferiorahidung (Salmon, 2007)

Kelenjar utama lakrimalis dan sebagian kecil kelenjar lakrimalis

aksesoris menyekresi air mata dengan dipantau oleh sistem saraf

parasimpatis lalu dengan bantuan kedipan mata oleh muskulus orbikularis

okuli maka air mata akan menyebar ke seluruh permukaan mata sehingga

dapat menjaga kelembaban mata (Remington LA, 2012).

25

Sekresi kelenjar lakrimal dipengaruhi reflek lakrimasi yang dipicu

oleh iritasi pada permukaan bola mata. Reseptor sensori merespon kondisi

permukaan bola mata pada kornea dan konjungtiva. Reseptor ini selanjutnya akan

mengirimkan sinyal aferen ke sistem saraf pusat yang kemudian akan memberikan

impuls eferen berupa parasimpatis dan simpatis pada kelenjar lakrimal

(Remington LA, 2012).

Sistem saraf parasimpatis sekretomotor mempersarafi kelejar lakrimal

berasal dari nukleus lakrimalis dari nervus fasialis. Serabut preganglion mencapai

ganglion pterigopalatin melalui nervus intermedius dan cabang petrosal besar,

kemudian melalui nervus kanalis pterygoid. Serabut post ganglion bergabung

dengan nervus maksilaris kemudian melalui cabang zigomatik dan nervus

zigomatikotemporal. Serabut saraf parasimpatis mencapai kelenjar lakrimal di

dalam nervus lakrimalis.

Serabut sistem saraf simpatis berasal dari ganglion servikalis superior

membentuk pleksus di sekeliling arteri karotis interna, bergabung dengan nervus

petrosal profunda, nervus analis pterygoid, nervus maksilaris, nervus zigomatik,

nervus zigomatikotemporal, dan akhirnya mencapai nervus lakrimalis (Remington

LA, 2012).

26

Gambara2.4aSistemaekskresiaair mata. (American Optometric Association, 2006)

2.7 Kelainan pada Sistem Lakrimasi

Gangguan pada kontrol saraf lakrimasi meliputi penyakit serebral, lesi

pada saraf trigeminal, dan pada jaras parasimpatis dari pons ke glandula

lakrimalis. Gangguan yang terjadi pada sistem lakrimasi dapat dibagi menjadi

tiga, yaitu hipolakrimasi, hiperlakrimasi, dan lakrimasi yang tidak tepat. Contoh

kelainan sistem lakrimasi yaitu SUNCT syndrome (short-lasting unilateral

neuralgiform headache attacks with conjungtival injection and tearing). Sindroma

tersebut dikarakteristikan sebagai serangan unilateral sedang berat dari terbakar

atau nyeri tertusuk pada area orbita dan periorbital berkaitan dengan lakrimasi

berlebih (Dressler, 2013).

27

2.8 Dry Eye Syndrome

2.8.1aDefinisi

Sindrom mata kering atau keratoconjunctivitis sicca (KCS) adalah

penyakit mata yang ditandai dengan kualitas atau jumlah produksi air mata yang

berkurang dan penguapan film air mata yang meningkat (Salmon, 2007). Definisi

dry eye merupakan penyakit air mata multifaktorial dan permukaan okular, yang

menghasilkan gejala ketidaknyamanan, gangguan visual, dan ketidakstabilan air

mata, dengan kerusakan potensial terhadap permukaan okular. Hal ini disertai

dengan meningkatnya osmolaritas film air mata dan inflamasi pada permukaan

okular (Lemp, 2008)

Sindromaamata keringa(keratokonjungtivitis sika) dapat disebabkanaoleh

penyakit yangaberkaitan dengan defisiensiakomponen-komponen airamata yaitu

akuosa,amusinosa, ataualipid, kelainanapermukaan palpebra, atauakelainan-

kelainan epitel.aWalaupun terdapataberbagai bentuk keratokonjungtivitisasika,

yangaberhubungan dengan arthritisarheumatoid dan penyakitaautoimun lainnya

biasanyaadikategorikan sebagai sindromaSjorgen (Salmon, 2007).

2.8.2aEpidemiologi

Ellweinadkk menemukan angkaakejadian kasus mataakering pera100

pembayaran pelayananapengobatan meningkat sebesar 57,4%adari 1,22apada

1991 menjadia1,92 padaa1998 (Ellwein, et al, 2007). Sejumlaha17% daria2127

pasien rawatajalan didiagnosisadengan mata keringadiketahui dengan

pemeriksaanaayang komprehensif. Sedangkanapada populasi 2520 lansia

(65atahun ataualebih) penduduk Maryland, 14,6 %amengeluhkan satu ataualebih

gejala mataakering sering atauasepanjang waktu. Padaapopulasi di USausia 65-84

28

tahunadiperkirakan mencapai 1ajuta dari 4,3 jutaaorang mengalamiamata kering

(American Optometric Association, 2006).

Gejalaakeratokonjungtivitis sika didapatiasebanyak 20%apada wanitaadan

15% padaapria antara usiaa45 sampai 54atahun. Sedangkanaantara usia

55asampai 60 tahunadidapati sebanyaka22% wanita dana10% pria yang

mengalami gejalaakeratokonjungtivitisasika (Schlote, et al, 2006).

2.8.3 Faktor Resiko

BerdasarkanaInternationalaDryaEyeaWorkshop (DEWS) tahun 2007,

faktor resikoadry eyeasyndrome adalah berikut:

Table 2.2 Faktor Resiko Dry Eye Syndrome

Konsistena Mungkina Belum Jelasa

Usiaatua

Wanitaa

Terapi estrogen pasca

menopause

Diet rendah asam lemak Omega 3

Pengobatan antihistamin

Penyakit sistemik

LASIK

Terapi radiasi

Transplantasi

hematopoietik stem sel

Defisiensi vitamin A

Infeksi hepatitis C

Defisiensi androgen

RasaAsia

Pengobatan:a

Tricyclic antidepresan,

selective serotonin

reuptake inhibitor, diuretik dan beta

bloker

Diabetes melitus

Infeksi

HIV/HTLV1

Kemoterapi

sistemik

Insisi luas ECCE dan keratoplasty

Isotretinoin

Sarcoidosis

Disfungsi ovarium

Merokoka

Pengobatan:

antikolinergik, anxiolytics,

antipsikosis

Penggunaan

alkohol

Menopause

Injeksi botulinum

toksin

Asam urat

Kontrasepsi oral

Hamil

Source: EpidemiologyaSubcommittee of theaInternational DryaEyeaWorkshop.

Theaepidemiology of dryaeyeadisease: reportaof the EpidemiologyaSubcommittee

of theaInternational Dry EyeaWorkshopa(2007). OculaSurfa2007;5:99.3

2.8.4 Etiologi

International Dry Eye Workshop (DEWS) tahun 2007 menjelaskan bahwa

etiologi dry eye syndrome digolongkan menjadi 2 kelompok yaitu produksi air

29

mata yang berkurang (aqueous tear deficiency, ATD) dan penguapan air mata

yang berlebihan (evaporate tear dysfunction, ETD) (DEWS, 2007).

Table 2.3 Klasifikasi Penyebab Dry Eye Syndrome

Aqueous Tear Deficiency Evaporate Tear Dysfunction

Non - Sjogren syndrome

Kelainan-kelainan lakrimal

(primer atau sekunder)

Kelainan obstruksi lakrimal

Reflek hiposekresi

Lain - lain (misal:neuromatosis

multiple)

Sjogren syndrome

Primer

Sekunder

Kelainan glandula meibom

Disfungsi glandula meibom

Peningkatan ukuran paperura

palpebra

Ketidaksesuaian kelopak

mata/bola mata

Penggunaan lensa kontak

Source: American Academy of Ophthalmology, 2013

2.8.5 Patofisiologi

Secaraaumum, mataakering disebabkan olehagangguan padaaunit fungsi

lakrimala(UFL), mencakupaintegrasi sistem glandulaalakrimal, permukaanaocular

dan kelopakaamata, danaasaraf motorikadanasensorik yangaamenyambungkan

mereka. Unitafungsional ini mengaturakomponen utamaafilm airamata dalam

regulasiadan beresponapada pengaruh lingkungan,aendokrin danakortikal.

Keseluruhanafungsi iniauntuk memprosesaintegritas filmaair mata, kejernihan

korneaadan kualitas gambarayang diproyeksikanakearetina. Ketikaapenyakit dan

kerusakanapada komponenaUFL dapat menyebabkanamataakering, mekanisme

intiadari mata keringadikendalikan oleh hiperosmolaritasaair mata dan

ketidakstabilanafilm airamata (Lemp, 2008).

30

Gambara2.5 MekanismeaMataaKering (Lemp, 2008)

Hiperosmolaritasaair mataamenyebabkan kerusakan padaapermukaan epitel

denganamengaktifkan kaskade inflamasiapada permukaan okularadan melepaskan

mediatorainflamasi kedalam airamata. Kerusakanaepitel melibatkan kematianasel

denganaapoptosis, hilangnyaasel goblet danagangguan paparanamusin, memicu

ketidakstabilanaafilm airaamata. Ketidakstabilanafilm airaamata mengeksaserbasi

hiperosmolaritas pada permukaanaokular dan menciptakan lingkaran setan.

Ketidakstabilan film airamata dapat dimulai,atanpa kehadiran hiperosmolaritasaair

mata, oleh beberapa etiologi, sepertiaalergi okular, xeroptalmia,

penggunaanatopikal dan pemakaianalensa kontak (Lemp, 2008).

Pada tahap awal mata kering, iritasi mata mengakibatkan stimulasi refleks

kelenjar lakrimal. Namun, seiring berjalannya waktu, peradangan yang disertai

disfungsi sekretorik kronis dan penurunan sensasi kornea akhirnya menurunkan

respons refleks dan menghasilkan ketidakstabilan film air mata yang lebih besar.

31

Kerusakanaepitel disebabkanaoleh mata keringayang menstimulasi akhir

persarafanakornea, mengarahkanapada gejala ketidaknyamanan,ameningkatkan

penutupanamata dan secaraapotensial mengkompensasi refleksasekresi airamata.

Hilangnyaamusin normal padaapermukaan okularaberkontribusi pada gejala

peningkatanaresistensi gesekan antaraakelopak mata danabola mata (Lemp, 2008).

Halaautama yang diakibatkanaoleh hiperosmolaritasaair mata adalah

berkurangnyaaaliran akuosaair mata, menghasilkanakegagalan lakrimal, dan atau

meningkatkanaevaporasi filmaair mata. Peningkatanaevaporasi dipengaruhiaoleh

kondisi lingkunganayang rendah kelembabanadan tingginya aliranaudara dan

menyebabkanaasecara klinis disfungsiaaglandula meibom (DGM), yang

menyebabkanaketidakstabilan lapisanalipid air mata.aKualitas minyakakelopak

mata dimodifikasiaoleh aksi esteraseadan lipase yangadilepaskan oleh flora

komensaladi kelopak mata,ayang jumlahnyaaameningkat pada blepharitis.

Penurunanaaliran akuos airamata adalah akibataterganggunya pengirimanacairan

lakrimal keasaccusakonjungtiva. Masihabelum jelas apakahahal ini diakibatkan

kejadian yanganormal pada penuaan,atetapi ini dapatadipicu olehaobat-obatan

sistemik tertentu,aseperti antihistamin danaagen antimuskarinik.aHal utama yang

palingaumum menyebabkan kerusakanainflamasi lakrimal,aterlihat pada kelainan

autoimunaaseperti sindroma Sjorgenaadan juga non-Sjorgen.aaInflamasi

menyebabkan kerusakanajaringan dan hambatananeurosekretorik yangareversibel.

Penghambatanaareseptor dapat jugaaadisebabkan oleh sirkulasiaaantibodi di

reseptoraM3 (Lemp, 2008).

Pengirimanaair mata dapataterhambat oleh sikratiksakonjungtiva akibat luka

atauapenurunan refleksasensorik ke glandulaalakrimal dari permukaanaokular.

32

Akhirnya,akerusakan permukaan yangaakronik dari mataaakering mengarahkan

pada agagalnyaasensitivitasa korneaadan penurunan refleksasekresi airamata.

Berbagaiaetiologi dapat menyebabkanamata kering,aoleh mekanisme blok

refleksasekresi, termasukaoperasi refraksia(LASIK), pemakaianalensa kontak dan

penyalahgunaanaanastesi topikalayang kronik (Lemp, 2008).

Gambara2.6 Imunopatogenesis Dry Eye Syndome (Stephen, 2008)

Imunopatogenesis pada dry eye syndrome terjadi dalam beberapa tahap.

Imunopatogenesis Dry Eye Syndome sebagai berikut:

1. Respon Autoimun Aferen

Stres pada permukaan air mata memicu awal terjadinya reaksi

autoimun yaitu menginduksi faktor-faktor proinflamasi (sitokin,

kemokin, dan metaloproteinase matriks (MMP) dan dimulai melalui

sinyal transduksi, kemudian sitokin memberikan reflek akut dengan

mengaktifkan mediator inflamasi seperti interleukin IL-1α, IL-1β dan

33

Tumor Necrosis Alpha (TNF-α), dan IL-6. Hal tersebut meningkat pada

penderita dry eye syndrome (Chauhan, 2009)

2. Aktivasi Eferen Limfosit Autoreaktif

Dalam kelenjar getah bening, Antigen Precenting Cells (APCs)

merangsang sel T (Th0) yang menyebabkan perluasan sekresi IL-17

oleh sel Th-17 dan perluasan sekresi interferon (IFN)-γ oleh sel Th-1.

IL-17 merupakan antagonis dari sel T regulasi (Treg) yang berfungsi

untuk mempermudah perluasan lebih lanjut dari sel Th17, yang dapat

berkolaborasi dengan sel Treg untuk berubah menjadi Transforming

Growth Factor (TGF)-β (Chauhan, 2009)

3. Kerusakan Permukaan Okular

Setelah melalui proses aktivasi eferen yang dihasilkan dalam limfosit

tersebut beralih ke permukaan okular dan mengeluarkan sitokin efektor.

Interaksi IL-17 dengan reseptor permukaan okular menyebabkan

kerusakan epitel melalui peningkatan sekresi metaloproteinase matriks

(MMP) dan sitokin inflamasi. Selain apoptosis dan metaplasia dari

epitel permukaan okular, IFN-γ menyebabkan peningkatan regulasi

kemokin dan molekul adhesi (CAM), yang dapat menyebabkan

meningkatkan masuknya sel imun pada jaringan permukaan okular

sehingga menyebabkan kerusakan jaringan secara langsung (Chauhan,

2009).

2.8.6 ManifestasiaKlinis

Pasienadengan mataakering paling seringamengeluhkan tentangairitasi,

sensasiaterbakar, benda asinga(berpasir), ketidaknyamanan okularayang tidak

34

spesifik, mataamerah, fotosensitivitas, sakit, airamata berlebihana(refleks

lakrimasi) dari hanyaaakibat lingkungan yangakecil seperti tiupanaangin,

kelembaban rendah, dingin, atau membacaadalam waktu yangalama (Khurana,

2007). Padaakebanyakan pasien, ciriapaling luar biasaapada pemeriksaan mata

adalahaatampilan yang nyata-nyataaanormal. Ciriaayang paling khasaapada

pemeriksaan slitlampaadalah terputus atauatiadanya meniskus airamata di tepian

palpebraainferior. Benang-benangamukus kental kekuning-kuningan kadang-

kadang terlihatadalam fornix conjungtivaeainferior. Pada konjungtivaabulbi tidak

tampak kilauanayang normal dan mungkinamenebal, beredemaadan hiperemik

(Salmon, 2007).

Epitelakornea terlihat bertitikahalus pada fissuraainterpalpebra. Sel-sel

epitelakonjungtiva dan korneaayang rusak terpulasadengan bengalarose 1% dan

defek padaaepitel kornea terpulasadengan fluorescein. Padaaatahap lanjut

keratokonjungtivitiaasika tampak filamen-filamen dimanaasatu ujung setiap

filamenamelekat pada epitelakornea dan ujungalain bergerakabebas. Pada pasien

denganasindrom Sjorgen, kerokanadari konjungtiva menunjukkanapeningkatan

jumlah selagoblet. Pembesaranakelenjar lakrimal kadang-kadang terjadiapada

sindromaSjorgen (Salmon, 2007).

2.8.7 Diagnosis

Diagnosisadan penderajatan keadaan mataakering dapat diperolehadengan

teliti memakaiacara diagnostikaberikut: (Kanski, 2007).

a. TesaSchirmer

Tes ini dilakukan dengan mengeringkan film air mata dan memasukkan

strip Schirmer (kertas saring Whatman No. 41) kedalam cul de sac konjungtiva

35

inferior pada batas sepertiga tengah dan temporal dari palpebra inferior. Bagian

basah yang terpapar diukur 5 menit setelah dimasukkan. Panjang bagian basah

kurang dari 10 mm tanpa anestesi dianggap abnormal (Kanski, 2007).

Bila dilakukan tanpa anestesi, tes ini mengukur fungsi kelenjar lakrimal

utama, yang aktivitas sekresinya dirangsang oleh iritasi kertas saring itu. Tes

Schirmer yang dilakukan setelah anestesi topikal (tetracaine 0.5%) mengukur

fungsi kelenjar lakrimal tambahan (pensekresi basa). Kurang dari 5 mm dalam 5

menit adalah abnormal (Kanski, 2007).

Tes Schirmer adalah tes saringan bagi penilaian produksi air mata. Dijumpai

hasil false positive dan false negative. Hasil rendah kadang-kadang dijumpai pada

orang normal, dan tes normal dijumpai pada mata kering terutama yang sekunder

terhadap defisiensi musin (Kanski, 2007).

Gambar 2.7 Tes Schirmer (Franklin W. the A.D.A.M. Editorial team)

b. Tearafilm break-upatime

Pengukuranaatear film break-upaatime kadang-kadang bergunaauntuk

memperkirakan kandunganamusin dalam cairanaair mata. Kekuranganamusin

36

mungkin tidakamempengaruhi tes Schirmeranamun dapat berakibataatidak

stabilnya filmaair mata. Iniayang menyebabkan lapisanaitu mudah pecah. Bintik-

bitikakering terbentuk dalamafilm air mata,asehingga memaparkan epitelakornea

atau konjungtiva. Prosesaini pada akhirnyaamerusak sel-sel epitel, yangadapat

dipulas dengan bengalarose. Sel-selaepitel yang rusakaadilepaskan kornea,

meninggalkanadaerah-daerah kecil yangadapat dipulas, bilaapermukaan kornea

dibasahiaflourescein (Kanski, 2007).

Tearafilm break-up timeadapat diukur denganameletakkan secarik keras

berfloureseinapada konjungtiva bulbiadan meminta pasienaberkedip. Film air

mataakemudian diperiksa denganabantuan saringan cobaltaapada slitlamp,

sementaraapasien diminta agaratidak berkedip. Waktuasampai munculnya titik-

titikakering yang pertamaadalam lapisan floureseinakornea adalah tearafilm

break-upatime. Biasanyaawaktu ini lebihadari 15 detik, namunaakan berkurang

nyataaoleh anestetikalokal, memanipulasi mata, atau denganamenahan palpebra

agaratetap terbuka. Waktuaini lebih pendek padaamata dengan defisiensiaair pada

airamata dan selalu lebihapendek dari normalnyaapada mata denganadefisiensi

musin (Kanski, 2007).

c. TesaFerningaMata

Sebuahaates sederhana danamurah untuk menelitiamukus konjungtiva

dilakukan denganamengeringkan kerokan konjungtivaadi atas kaca obyekabersih.

Arborisasi (ferning)aamikroskopik terlihat pada mataanormal. Padaapasien

konjungtivitis yangameninggakan parut (pemphigoidamata, sindrom stevens

johnson, parutakonjungtiva difus), arborisasiaberkurang atau hilang (Kanski,

2007).

37

d. SitologiaImpresi

Sitologiaaimpresi adalah cara menghitungaadensitas sel gobletaapada

permukaan konjungtiva. Padaaorang normal, populasi selagoblet paling tinggiadi

kuadranaainfra-nasal. Hilangnyaaasel goblet ditemukan padaaakasus

keratokonjungtivitisasika, pemphigoidamata sikatriks, trachoma, sindrom stevens

johnson,aavitaminosis A (Kanski, 2007).

e. PemulasanaFlouresein

Menyentuhakonjungtiva dengan secarikakertas kering berfloureseinaadalah

indikator baikauntuk derajat basahnyaamata, dan meniskusaair mata mudah

terlihat. Floureseinaakan memulas daerah-daerah tererosiadan terluka selainadefek

mikroskopik pada epitelakornea (Kanski, 2007).

f. PemulasanaBengalaRose

Bengalarose lebih sensitifadari flouresein. Pewarnaaini akan memulas

semuaasel epitel non-vitalayang mengering dariakornea konjungtivaa(Kanski,

2007).

Gambara2.8 PemulasanaBengalaRose (Oliver, 1997)

g. PengujiaKadaraLisozimaAiraMata

Penurunanaakonsentrasi lisozimaaair mata umumnya terjadi pada awal

perjalanan sindromaSjorgen dan berguna untukamendiagnosis penyakitaini. Air

38

mataaditampung pada kertasaSchirmer dan diujiakadarnya. Caraapaling umum

adalah pengujian secaraaspektrofotometri (Kanski, 2007).

h. OsmolalitasaAiraMata

Hiperosmolitasaair mata telah dilaporkan pada keratokonjungtivitisasika

dan pemakaian kontakalens dan didugaasebagai akibat berkurangnyaasensitivitas

kornea. Laporan-laporan menyebutkanabahwa hiperosmolalitasaadalah tes paling

spesifik bagi keratokonjungtivitisasika. Keadaanaini bahkan dapat ditemukan

padaapasien dengan Schirmeranormal dan pemulasan bengalarose normal

(Kanski, 2007).

i. Laktoferina

Laktoferinaadalam cairan airamata akan rendah padaapasien dengan

hiposekresi kelenjaralakrimal. Kotak pengujiadapat dibeli dipasarana(Kanski,

2007).

J. OSDI (Ocular Surface Disease Index)

OSDI adalah sebuah alat yang valid dan dapat digunakan untuk mengukur

sindrom mata kering (normal, ringan, sedang, berat) dan efek terhadap fungsi

penglihatan (American Optometric Association, 2011).

39

Tabel 2.4 OSDI (Ocular Surface Disease Index)

Apakahaandaapernah mengalami hal-hal di bawahaini selama 1 minggu yang lalu :

Sepanjang

Waktu

Sering Kadang-

kadang

Jarang Tidak

Sama

Sekali Sensitif terhadap

cahaya?

4 3 2 1 0

Merasa Berpasir? 4 3 2 1 0 Nyeri atau sakit mata? 4 3 2 1 0

Pandangan Kabur? 4 3 2 1 0

Pandangan menurun? 4 3 2 1 0

Jumlah (A) (jumlah skor)

Apakah hal-hal diatas mengganggu aktifitas anda :

Sepanjang

Waktu

Sering Kadang-

kadang

Jarang Tidak

Sama

Sekali Membaca? 4 3 2 1 0

Berkendara Malam

hari?

4 3 2 1 0

Bekerja dengan

komputer ?

4 3 2 1 0

Menonton tv? 4 3 2 1 0

Jumlah (B) (jumlah skor)

Apakah mata anda terasa tidak nyaman pada kondisi dibawah ini :

Sepanjang

Waktu

Sering Kadang-

kadang

Jarang Tidak

Sama Sekali

Kondisi berangin? 4 3 2 1 0

Tempat atau area

dengan kelembapan yang rendah?

4 3 2 1 0

Tempat berAC? 4 3 2 1 0

Jumlah (C) (jumlah skor)

Jumlahkan A,B,C untuk mendapatkan D

(D = hasil skor untuk semua pertanyaan yang dijawab)

Total nomor yang telah dijawab

(Tidak termasuk pertanyaan yang tidak dijawab)

OSDI adalah sebuah taksiran pada skala dari 0 sampai 100, dengan skor

yang lebih tinggi untuk menggambarkan ketidakmampuan yang besar. Indeks

tersebut menunjukkan kepekaan dan kespesifikan dalam membedakan antara

subyek yang normal dengan pasien yang menderita sindrom mata kering

(Schiffman et al, 2011).

(D)

(E)

40

Penilaian menggunakan OSDI, yaitu gunakan jawaban (D) dan (E) anda

untuk membandingkan jumlah skor untuk semua pertanyaan yang telah di jawab

(D) dan nomer pertanyaan yang dijawab (E) dengan grafik di bawah ini. Temukan

dimana skor pasien anda berada. Cocokkan warna merah koresponden untuk

kunci dibawah untuk menentukan apakah skor pasien anda menunjukkan dry eye

syndrome yang normal, ringan, sedang, atau berat (Schiffman et al, 2011).

Gambar 2.9 Penilaian Sindrom Mata Kering (Schiffman et al,2011)

Nilai untuk menentukan beratnya penyakit dry eye dapat dihitung dengan

menggunakan rumus OSDI : Jumlah skor x 25

(Pertanyaan yang telah dijawab)

Berdasarkan Skor OSDI, Pasien dapat dikategorikan normal jika skor

OSDI-nya (0-12 point), ringan (13-22 point), sedang (23-32), dan berat (33-100

point) (Schiffman et al, 2011).

41

2.8.8. Talaksana

Mataakering biasanya tidak dapatadisembuhkan dan penangananaberupa

mengontrol gejala danamencegah kerusakan permukaan. Pilihan terapi bergantung

padaatingkat keparahanapenyakit (Kanski, 2007).

1. Suplementasiadengan substitusi airamata. Airamata artifisial tetapamenjadi

pengobatan mataakering. Tersediaaadalam bentuk tetesaadan salap.

Mengandung derivataselulosa atau polyvinylaalkohol (1,4%) (Kanski, 2007).

2. Siklosporinaatopikal (0,05%,a0,1%) dilaporkan sebagaiaobat yang sangat

efektifauntuk mata keringadi banyak studiaterbaru. Iniaamembantu

mengurangi inflamasiacell-mediated pada jaringanalakrimal (Kanski, 2007).

3. Mukolitikaadipakai 4aakali sehari membantu menyebarkanamukus dan

menurunkanaviskositas airamata (Kanski, 2007).

4. Retinoid topikal baru-baru ini dilaporkan bermanfaat menunda perubahan

selular (metaplasia skuamosa) yang terjadi di konjungtiva pada pasien mata

kering (Kanski, 2007).

5. Menurunkanaevaporasi dan drainase. Evaporasiadapat dikurangi dengan

menurunkanasuhu ruangan,amenggunakan ruang lembabadanakacamata

proteksi (James, 2007).

6. Oklusiapunktal. Mengurangiadrainase dan dapatamenyelamatkan air mata

alamiadan memperpanjang efek artificialatears. Iniasangat bermanfaat pada

pasienadengan keratokonjungtivitisasedang hingga beratayang tidak berespon

pada pengobatanaatopikal. Oklusiadapat dilakukan denganamenginsersi

kolagen ke dalamakanalikuli (Kanski, 2007).

42

2.8.9 Komplikasi

Pada penderita dry eye syndrome dapat mengalami komplikasi sebagai

berikut:

a. Infeksi mata. Air mata melindungi permukaan mata dari infeksi. Tanpa

air mata yang cukup akan memungkin memiliki resiko infeksi mata yang

meningkat.

b. Kerusakan pada permukaan mata. Jika tidak diobati, mata kering yang

parah dapat menyebabkan peradangan mata, abrasi permukaan kornea,

ulkus kornea dan masalah penglihatan.

c. Kualitas hidup menurun. Mata yang kering dapat mempersulit melakukan

aktivitas sehari-hari, seperti membaca (Elisabeth, 2015)

2.9 Efek Obat Golongan SSRI Sebagai Faktor Resiko Dry Eye Syndrome

2.9.1 Efek Antikolinergik

Kelenjar utama lakrimalis dan sebagian kecil kelenjar lakrimalis

aksesoris menyekresi air mata dengan dipantau oleh sistem saraf

parasimpatis lalu dengan bantuan kedipan mata oleh muskulus orbikularis

okuli maka air mata akan menyebar ke seluruh permukaan mata sehingga

dapat menjaga kelembaban mata (Remington LA, 2012). Gangguan pada

kontrol saraf lakrimasi meliputi penyakit serebral, lesi pada saraf trigeminal,

dan pada jaras parasimpatis dari pons ke glandula lakrimalis.

Efek samping dari antidepresan berhubungan dengan berbagai reseptor

dalam sistem saraf. Kebanyakan antidepresan, terutama golongan Trisiklik

berfungsi sebagai antagonis dari reseptor muskarinik kolinergik. Pada sistem

parasimpatis, memblok reseptor muskarinik menyebabkan mulut kering, mata

43

kering, konstipasi, retensio urin, dan berbagai efek lainnya. Penglihatan kabur

mungkin terjadi (Lenox & Frazer, 2002).

Meskipun aktivitas antikolinergik SSRI mungkin hanya seperlima dari

aktivitas antikolinergik obat trisiklik, SSRI menyebabkan mulut kering pada

15-20% pasien (Kaplan, 2010).

Penelitian yang dilakukan di Miami Veteran Affair Eye Clinic tahun

2010-2011, melaporkan bahwa antidepresan golongan SSRI memiliki

hubungan yang signifikan dengan kejadian sindroma mata kering. Hubungan

antara anti depresan dan sindroma mata kering masih belum jelas, tetapi

beberapa penjelasan diantaranya efek samping anti depresi yaitu antikolinergik,

terutama pada SSRI, telah lama diakui memberikan reaksi terhadap mata, salah

satunya sindrom mata kering (Cristina et al, 2013).

Aktivitas antikolinergik SSRI menyebabkan menurunkan fungsi sistem

parasimpatis pada mata dan memblokade nuerosecretory kelenjar lakrimal. Hal

ini menyebabkan hiposekresi air mata sehingga terjadi defisiensi akuous pada

mata. Hal ini menyebabkan hiperosmolaritas air mata sehingga menyebabkan

dry eye syndrome (Lemp, 2008).

2.9.2 Efek Serotonergik

SelectiveaaSerotoninaaReuptakeaaInhibitors (SSRI) merupakan suatu

kelompok obataaantidepresan dengan molekul kimia yang secara spesifik

menghambat pengangkut serotonin (serotonin transporter, SERT). Hal ini

menyebabkan peningkatan konsentrasi serotonin. (Chisholm, M.A, 2013).

Penelitian yang dilakukan di Miami Veteran Affair Eye Clinic tahun

2010-2011, melaporkan bahwa antidepresan golongan SSRI memiliki hubungan

44

yang signifikan dengan kejadian sindroma mata kering. Selain itu, perubahan

level serotonin akibat pemakaian obat SSRI mengakibatkan perubahan pada

ambang sensitivitas nervus di kornea (Cristina et al, 2013).

Penelitianayang dilakukan baru-baru ini melaporkan adanya efek obat

golongan SSRI pada permukaan kornea. Xiaozhao Zhang (2018) melaporkan

bahwa SSRI adalah faktor resiko yang penting pada Dry Eye Disease (DED).

SSRI meningkatkan level serotonin air mata sehingga menyebabkan terganggunya

barier epitel kornea, menginduksi respon inflamasi, dan apoptosis sel pada sel

epitel kornea dengan mengaktifkan persinyalan NF-κB (NF-κB pathway). NF-

κB (nuclear factor kappa-light-chain-enhancer of activated B cells) adalah

protein kompleks mengontrol transkripsi DNA, produksi sitokin, dan cell

surivival. 5-HT bertindak melalui 5-HTR untuk mengaktifkan pensinyalan NF-

κB. Reseptor serotonin (HTR), terutama HTR1B, 1D, 2B, 2C, 3A, 4, dan 5A,

banyak ditemukan pada sel epitel kornea. Hasil ini menunjukkan bahwa

penggunaan obat SSRI dapat merusak permukaan okuler (Zhang, 2018).

45

Gambar 2.10 Mekanisme SSRI terhadap NF-κB pathway (Zhang, 2018)

Regulasi serotonin pada inflamasi dan apoptosis sel di permukaan okular

memperburuk DED. Asenapine maleate dapat meningkatkan DED yang

disebabkan oleh SSRI. JSH-23, yang merupakan inhibitor pensinyalan NF-jB

tertentu, menyelamatkan sebagian fenotip pada sel epitel kornea. Dalam jalur

pensinyalan NF-jB, sitokin proinflamasi, lipopolisakarida, dan molekul lain dapat

mengaktifkan kompleks IjB kinase (IKK). Selanjutnya, IKKbphosphorylates IjBa,

menargetkan ubiquitinasi IjBafor dan degradasi proteasomal. Dengan demikian,

kelebihan IjBa berkurang, yang dapat digunakan sebagai biomarker untuk

pensinyalan NF-jB (Zhang, 2018).

Dengan sinyal lokalisasi nuklir p65 tidak lagi tersumbat oleh IjBa, NF-jB/

Rel (p50/p65) bertranslokasi ke dalam nukleus di mana ia mengikat ke situs DNA

untuk mengaktifkan ratusan gen antimikroba dan proinflamasi. Tingkat fosforilasi

p65 (subunit NF-jB) meningkat secara signifikan, diiringi penurunan yang jelas

46

pada IjBaprotein, dengan pengobatan serotonin. NF-jB sangat penting untuk

mengaktifkan TLR4 downstream signaling dan kekebalan bawaan (innate

immunity) (Zhang, 2018).

TLR4 memulai pensinyalan melalui pembelahan kompleks NF-jB. NFjB

yang terpecah bertranslokasi ke nukleus dan mengaktifkan transkripsi downstream

genes. TLR4 meningkat. NF-jB dapat mempromosikan transkripsi TLR4 melalui

pengikatan langsung ke promotor. Peningkatan TLR4 selanjutnya dapat

mengaktifkan pensinyalan downstream dan pada gilirannya membelah lebih

banyak NF-jB. Umpan balik positif yang disebabkan oleh serotonin meningkatkan

sitokin inflamasi dan kadar protein proapoptotik, menghasilkan respons inflamasi

yang lebih serius dan apoptosis sel (Zhang, 2018).

47

2.10 Kerangka Teori

Obat Golongan SSRI

Serotonin

Medikame

ntosa

Antikolinergik

Hiposekresi air mata

Kelembaban mata

Asetilkolin

Fungsi kelenjar lakrimal

Defisiensi Akuos

Level Serotonin

air mata

Apoptosis sel di kornea

dan konjungtiva

Dry Eye Syndrome

Aktivasi NF-κB

pathway

Keterangan:

: Menyebabkan

Menginduksi faktor-

faktor proinflamasi

Produksi sel goblet menurun

Ketidakstabilan lapisan air mata

Hiperosmolaritas Air Mata

Fungsi saraf parasimpatis