bab 2
DESCRIPTION
tinjauan pustakaTRANSCRIPT
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik adalah pergerakan tubuh yang menyebabkan pengeluaran
tenaga (pembakaran kalori) yang meliputi aktivitas fisik sehari-hari dan olahraga,
sedangkan menurut World Health Organization (WHO) aktivitas fisik adalah
kegiatan yang dilakukan minimal 10 menit tanpa henti. Aktivitas fisik dibagi
menjadi tiga tingkatan yakni aktivitas fisik ringan, sedang, dan berat. Aktivitas
ringan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan menggerakkan tubuh;
aktivitas fisik sedang adalah pergerakan tubuh yang menyebabkan pengeluaran
tenaga cukup besar, dengan kata lain bergerak yang menyebabkan nafas sedikit
lebih cepat dari biasanya; aktivitas fisik berat adalah pererakan tubuh yang
menyebabkan pengeluaran tenaga cukup banyak sehingga napas lebih cepat dari
biasanya (Arvianti, 2009).
Tabel 2.1 Klasifikasi Aktivitas Fisik
Klasifikasi Aktivitas
FisikPengeluaran Energi Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik ringan 2,5-4,9 kcal/menit Berjalan kaki, tenis meja,
golf, mengetik,
membersihkan kamar,
berbelanja
Aktivitas fisik sedang 5-7,4 kcal/menit Bersepeda, ski, menari,
tenis, menaiki tangga
Aktivitas fisik berat 7,5-12 kcal/menit Basket, sepak bola,
berenang, angkat beban
(Statistik Kesehatan dalam Arvianti, 2009)
4
Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas fisik yaitu:
a. Usia. Aktivitas fisik meningkat mencapai maksimal pada usia 25-30 tahun,
kemudian akan terjadi penurunan kapasitas fungsional dari seluruh tubuh sekitar
0,8-1% per tahun, tapi bila rajin melakukan aktivitas fisik maka penurunan ini
dapt dikurangi sampai setengahnya.
b. Jenis kelamin. Laki-laki mempunyai aktivitas fisik yang lebih daripada wanita.
c. Pola makan. Makanan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas.
Bila jumlah makanan dan porsinya lebih banyak maka tubuh akan mudah lelah.
Kandungan lemak dalam makanan juga berpengaruh terhadap tubuh untuk
melakukan aktivitas(Giam, 1993).
Aktif secara fisik adalah elemen penting dalam mempertahankan hidup
yang lebih lama karena itu dapat mengurangi stress. Melakukan aktivitas fisik
secara teratur adalah hal paling penting yang dapat membantu seseorang menjaga
kesehatan dengan baik. Manfaat dari melakukan aktivitas fisik secara teratur
menurut WHO (2009) adalah membantu menguatkan tulang menjadi lebih kuat
dan otot menjadi lebih lentur, hal ini dapat mengurangi terjadinya cedera fisik dan
meningkatkan perbaikan jaringan yang lebih cepat.
Tidak semua aktivitas fisik yang dilakukan akan menguntungkan bagi
kesehatan. Aktivitas fisik yang menguntungkan bagi kesehatan adalah aktivitas
fisik yang dilakukan dengan intensitas yg moderat atau kuat.
1. Aktivitas fisik dengan intensitas moderat yaitu dapat menaikkan detak
jantung dan menaikkan suhu tubuh menjadi lebih hangat dan pernapasan
sedikit terengah-engah. Itu dapat meningkatkan proses metabolism 3-6
kali dari saat beristirahat.
2. Aktivitas fisik dengan intensitas kuat atau bertenaga memungkinkan
orang berkeringat banyak dan pernapasan lebih terengah-engah serta
detak jantung lebih cepat. Ini meningkatkan proses metabolisme lebih
dari enam kali saat istirahat.
Untuk mendapatkan manfaat dari aktivitas fisik yang dilakukan yaitu :
a. Melibatkan otot-otot sekitar 40% lebih
b. Dilakukan secaras erentak dan stimultan
c. Dilakukan dengan intensitas adekuat (cukup) dan sesuai usia.
5
d. Dilakukan secara kontinu minimal 10 menit)
(Giriwijo, 2007)
Sementara menurut WHO dalam hasil penelitian tentang aktivitas fisik
yang dipublikasikan tahun 2009 mengatakan bahwa terdapat beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam melakukan aktivitas fisik agar bermanfaat bagi
kesehatan yaitu :
1. Frekuensi
Dilakukan secara teratur 3-5 kali seminggu.
2. Intensitas.
Untuk meningkatkan daya tahan jantung dan paru diperlukan intensitas 60-
80% dari denyut nadi maksimal.
3. Waktu.
Dimulai semampunya kemudian ditambah secara bertahap atau perlahan
selama 30 menit.
Beberapa hasil penelitian juga menunjukkan bahwa aktifitas fisik seperti
berjalan kaki, berenang, atau treadmill memberikan pengaruh melindungi tulang
dan menurunkan demineralisasi tulang karena pertambahan usia (Kosnayani,
2007).
2.1.1 Berenang
Berenang adalah olahraga air yang sangat popular karena semua gerakan
melibatkan hamper semua otot tubuh, sehingga sangat bermanfaat bagi kesehatan
dan menjaga tubuh tetap bugar. Olahraga di dalam air adalah pengalaman
menyenangkan karena membuat orang tetap dingin dan rileks serta badan pun
tetap fit. Olahraga renang dapat dilakukan oleh siapapun dan efektif untuk
meningkatkan derajat kesehatan manusia (Susanto, 2010).
Berikut ini dijelaskan beberapa manfaat olahraga renang (Susanto, 2010):
a. Obesitas
Obesitas atau overweight merupakan pemicus egala penyakit. Peningkatan
gizi global ternyata menyebabkan epidemik obesitas makin meluas.
Latihan fisik berupa olahraga renang ternyata juga dapat menjadi aktivitas
untuk membakar kalori. Pembakaran kalori tubuh ternyata tidak selalu
6
ditandai oleh keluarnya keringat. Saat berenang, tubuh akan terasa lebih
berat bergerak di dalam air. Otomatis energi yang dibutuhkan pun akan
menjadi lebih tinggi, sehingga dapat secara efektif membakar sekitar 24%
kalori tubuh. Ketika berenang kalori dalam tubuh terbakar sehingga secara
langsung sangat efektif membakar lemak.
b. Nyeri sendi
Saat ini nyeri sendi sering diderita banyak orang. Gaya hidup yang terlalu
banyak mendiamkan tubuh mengakibatkan nyeri sendi di bagian tertentu.
Misalnya pada lutut dan pergelangan kaki, hal tersebut dapat dialami oleh
siapapun. Namun paling rentan pada usia dewasa. Oleh sebab itu, dengan
berenang dapat menurunkan resiko cidera persendian, terutama di bagian
lutut dan pergelangan kaki bagi mereka yang kelebihan berat badan atau
mengalami gangguan persendian tulang. Penelitian menunjukkan bahwa
berolahraga di dalam air dengan ketinggian sebatas pinggang dapat
mengurangi ketegangan sendi hingga 50%, dan 75% jika dalamnya air
sebatas dada.
c. Kardiovaskuler
Salah satu akibat kurang gerak, dapat mengundang berbagai penyakit non-
infeksi, di antaranya adalah penyakit kardiovaskuler (penyakit jantung,
tekanan darah tinggi, dan stroke). Hal ini banyak dijumpai pada kelompok
usia pertengahan dan lanjut, khususnya yang tidak melakukan olahraga.
Berenang sebagai olahraga aerobik yang akan membuat paru-paru sehat,
sendi lebih lentur terutama di bagian leher, bahu dan pinggul, karena
bagian-bagian tersebut sudah digerakkan. Meningkatnya kerja dan fungsi
jantung, paru-paru, dan pembuluh darah ditandai dengan denyut nadi
istirahat menurun, kapasitas bertambah, penumpukan asam laktat
berkurang, meningkatkan HDL kolesterol, dan mengurangi aterosklerosis.
d. Asma
Asma merupakan salah satu maslah kesehatan yang bisa menyebabkan
disabilitas (ketidakmampuan) penderita. Serangan asma memang tidak
bisa ditebak dan biasanya mendadak. Begitu orang yang menderita asma
7
terkena bahan penyebab alergi, ia langsung susah bernafas. Banyak faktor
yang menimbulkan serangan asma misalnya lingkungan, bahan alergen,
infeksi saluran nafas dan polusi udara. Padahal dengan aktivitas berenang
serangan asma bisa berkurang. Gerakan berirama teratur membantu pola
pernapasannya lebih stabil.
2.2 Tulang
2.2.1 Komposisi Tulang
Tulang merupakan jaringan ikat yang terdiri atas materi antarsel berkapur,
yaitu matriks tulang dan 3 jenis sel yaitu osteosit, osteoblas dan osteoklas.
Osteoblas adalah sel yang mensintesis komponen organic matriks tulang kolagen
tipe I, proteoglikan dan glikoprotein. Osteoblas hanya terdapat pada permukaan
tulang dan letaknya bersebelahan, mirip epitel selapis. Bila osteoblas aktif
mensintesis matriks, osteoblas memiliki bentuk kuboid sampai silindris dengan
sitoplasma basofilik. Bila aktivitasnya menurun, sel tersebut menjadi gepeng dan
sifat basofilik pada sitoplasmanya akan berkurang. Osteoklas adalah sel motil
bercabang yang sangat besar. Pada daerah terjadinya resorpsi tulang, osteoklas
terdapat di dalam lekukan yang terbentuk akibat kerja enzim pada matriks. Pada
osteoklas yang aktif, matriks tulang yang menghadap permukaan terlipat secara
tak teratur. Osteoklas mensekresi kolagenase dan enzim lain yang memudahkan
perncernaan kolagen setempat dan melarutkan Kristal garam kalsium. Osteoklas
dikendalikan oleh sitokin dan hormon. Osteoklas juga memiliki reseptor untuk
kalsitonin yaitu hormone tiroid dan bukan untuk hormone paratiroid. Akan tetapi
osteoblas memiliki reseptor untuk hormone paratiroid, yang jika teraktivasi
osteoblas akan mengeluarkan sitokin yang merangsang kerja osteoklas. Osteosit
terletak di dalam lakuna terletak diantara lamena-lamena. Sel-sel ini berfungsi
untuk mempertahankan matriks tulang dan kematiannya diikuti resorpsi matriks
tersebut (Junqueira, 2007).
Matriks tulang kira-kira 50 % dari berat kering matriks tulang adalah bahan
anorganik, banyak dijumpai kalsium dan fosfor, namun ada juga bikarbonat, sitrat,
magnesium, kalium, dan natrium. Kalsium dan fosfor membentuk Kristal
8
hidroksiapatit dengan komposisi Ca10(PO)4(OH)2. Kristal hidroksiapatit tulang
tampak sebagai lempengan yang terletak di samping serabut kolagen. Bahan
organic dalam matrik tulang adalah kolagen tipe I dan substansi dasar yang
mengandung proteoglikan dan beberapa glikoprotein yang bertanggungjawab atas
kelancaran kalsifikasi matriks tulang. Gabungan mineral dan serat kolagen
memberikan sifat keras dan ketahanan pada jaringan tulang (Junqueira, 2007).
Kolagen merupakan faktor primer yang mempengaruhi kekerasan tulang.
Kolagen berfungsi meningkatkan kekerasan tulang tapi tidak mempengaruhi
peningkatan kekuatan dan kekakuan tulang. Pada penelitian yang dilakukan pada
babon, perubahan pada kolagen sangat berhubungan kekerasan fraktur pada
jaringan. Hal ini berarti kolagen adalah penghambat keretakan pada tulang dan
penghambat pertumbuhan yang merugikan pada tulang yang menyebabkan
perubahan dimensi tulang yang buruk. Penelitian pada tulang femur tikus
menyatakan bahwa kemunduran sifat mekanik pada tulang dipengaruhi oleh
stabilitas kolagen dan dengan bertambahnya umur stabilitas kolagen semakin
menurun yang ditandai dengan penurunan jumlah kolagen (Burr, 2002).
2.2.2 Proses Perkembangan Tulang
Proses perkembangan tulang terjadi dalam 2 mekanisme yaitu pembentukan
tulang intramembranus dan tulang endokondral. Jaringan tulang terbentuk oleh
proses differensiasi sel osteoprogenitor menjadi mesenchymal osteoblast dan
surface osteoblast. Mesenchymal osteoblast berperan dalam terbentuknya jaringan
tulang primer yang mempunyai susunan berkas serat kolagen yang tidak teratur
dan kadar mineral yang rendah, sedangkan surface osteoblast berperan pada
terbentuknya jaringan tulang sekunder atau lamellar yang memperlihatkan berkas
serat kolagen yang tersusun secara konsentris mengelilingi kanal vascular dan
sejajar satu dengan yang lain. Proses sintesis perawatan tulang sangat tergantung
oleh suplai darah pada tulang tersebut dan komunikasi antara sel-sel pembentuk
tulang melalui system lakuna-kanalikula. Pola matriks tulang yang berasal dari
jaringan tulang primer sampai jaringan tulang sekunder sangat penting bagi
perkembangan kekuatan tulang secara maksimal (Saphiro, 2008).
9
Gambar 2.2 Osifikasi intramembranosa (Mescher, 2011)
Gambar 2.3 Osteogenesis tulang panjang melalui osifikasi endokondral (Mescher, 2011)
2.2.3 Jenis Tulang
Berdasarkan morfologinya, tulang terbagi menjadi dua tipe yaitu tulang
kortikal dan tulang trabekular.
a. Tulang kortikal merupakan tulang yang kompak dan padat yang menyusun 80%
rangka tubuh. Tulang jenis ini membentuk lapisan terluar tulang dan dilapisi
periosteum. Tulang kortikal merupakan struktur utama, berfungsi sebagai penahan
beban pada tulang panjang. Tulang kortikal tersusun atas unit-unit silinder, yang
masing-masing memiliki kanal Havers yang mengandung saraf, pembuluh darah,
10
dan pembuluh limfe yang menyediakan nutrisi untuk tulang kortikal. Di sekeliling
kanal Havers ini terdapat lapisan kolagen yang tersusun konsentris membentuk
sistem Havers. Di dalam lapisan ini terdapat osteosit yang berada di dalam lakuna
(Launey et al., 2010).
b. Tulang trabekular atau tulang spongiosa merupakan tipe tulang yang porus dan
letaknya di anterior tulang pipih dan tulang kuboid yang saling berhubungan
membentuk material yang solid (Fratzl et al., 2004). Tulang trabekular berfungsi
dalam pengaturan sistem metabolisme tulang, juga berperan dalam meningkatkan
kekuatan tulang secara umum. Hal tersebut terjadi karena tulang trabekular
mempunyai perbandingan permukaan dan volume yang tinggi. Namun, hal itu
juga menyebabkan tulang trabekular lebih rentan terhadap penyakit yang
disebabkan oleh proses remodeling tulang, misalnya osteoporosis, daripada tulang
kortikal. Perbandingan antara tulang kortikal dan tulang trabekular sangat
signifikan, tergantung dari lokasi dan fungsi tulang (Launey et al., 2010).
Menurut bentuknya, tulang diklasifikasikan menjadi lima yaitu tulang
panjang, tulang pendek, tulang pipih, tulang ireguler, dan tulang sesamoid.
a. Tulang panjang, contohnya pada femur. Tulang berelongasi dan berbentuk
silindris. Fungsinya untuk menahan berat tubuh dan berperan dalam pergerakan.
Femur, bahasa latin yang berarti paha, adalah tulang terpanjang, terkuat, dan
terberat dari semua tulang pada rangka tubuh (Sloane, 2003).
i) Ujung proksimal femur memiliki kepala yang membulat untuk berartikulasi
dengan asetabulum. Permukaan lembut dari bagian kepala mengalami depresi,
fovea kapitis, untuk tempat perlekatan ligamen yang menyangga kepala tulang
agar tetap di tempatnya dan membawa pembuluh darah ke kepala tersebut.
(1) Femur tidak berada pada garis vertikal tubuh. Kepala femur masuk
dengan pas ke asetabulum untuk membentuk sudut sekitar 125° dari
bagian leher femur; dengan demikian, batang tulang paha dapat bergerak
bebas tanpa terhalang pelvis saat paha bergerak.
(2) Sudut femoral pada wanita biasanya lebih miring (kurang dari 125°)
karena pelvis lebih lebar dan femur lebih pendek.
11
ii) Di bawah bagian kepala yang tirus adalah bagian leher yang tebal, yang
terus memanjang sebagai batang. Garis intertrokanter yang permukaan
anterior dan krista intertrokanter pada permukaan posterior tulang membatasi
bagian leher dan bagian batang.
iii) Ujung atas batang memiliki dua prosesus yang menonjol, trokanter besar
dan trokanter kecil, sebagai tempat perlekatan otot untuk menggerakkan
persendian panggul (Sloane, 2003). Tulang kompak di batang femur paling
tebal di bagian tengah dan paling tipis di bagian ujung-ujungnya (Cameron et
al., 2006)
iv) Bagian batang permukaannnya halus dan memiliki satu tanda saja, linea
aspera, yaitu lekuk kasar untuk perlekatan beberapa otot.
v) Ujung bawah batang melebar ke dalam kondilus medial dan kondilus
lateral.
(1) Pada permukaan posterior, dua kondilus tersebut membesar dengan
fosa interkondilar yang terletak di antara keduanya. Area tringular di atas
fossa interkondilar disebut permukaan popliteal.
(2) Pada permukaan anterior, epikondilus medial dan lateral berada di atas
dua kondilus besar. Permukaan artikular halus yang terdapat di antara
kedua kondilus adalah permukaan patelar, yang berbentuk konkaf untuk
menerima patela (tempurung lutut) (Sloane, 2003).
12
Gambar 2.4 Tulang femur tampak ventral dan dorsal(Putz dan Pabst, 2010)
b. Tulang pendek, contohnya pada pergelangan tangan (karpal) dan pergelangan
kaki (tarsal). Tulang ini berstruktur kuboidal dan biasanya ditemukan
berkelompok untuk memberikan kekuatan dan kekompakan pada area yang
pergerakannya terbatas.
c. Tulang pipih, ada pada tulang tengkorak dan tulang iga. Struktur tulang yang
mirip lempeng ini memberikan suatu permukaan yang luas untuk perlekatan otot
dan memberikan perlindungan.
d. Tulang irreguler adalah tulang yang bentuknya tidak beraturan dan tidak
termasuk kategori di atas, meliputi tulang vertebra dan tulang osikel telinga.
Strukturnya sama dengan tulang pendek yaitu tulang trabekular yang dilapisi
lapisan tulang kompak yang tipis.
e. Tulang sesamoid adalah tulang kecil, bulat, yang masuk ke formasi persendian
atau bersambungan dengan kartilago, ligamen atau tulang lainnya. Salah satu
13
contoh adalah tempurung lutut (patela) yang merupakan tulang sesamoid terbesar
(Sloane, 2003).
2.2.4 Biomekanika Tulang
Tulang adalah objek yang sering terkena beban dari luar sehingga memicu
perubahan pada ketahanan internal tulang tersebut. Ketahanan internal tulang
terhadap beban eksternal yang mengenainya sering disebut stress.Definisi stress
itu sendiri adalah gaya per unit area yang dapat berupa compresive, shear, tension,
maupun kombinasinya. Gaya eksternal ini memicu perubahan bentuk dan ukuran
pada tulang. Perubahan bentuk dan ukuran tulang akibat gaya eksternal disebut
strain, dengan kata lain strain merupakan perubahan perbandingan dimensi pada
panjang tulang yang dapat berupa fraksi, persentase maupun microstrain. Sifat
mekanik tulang dapat dilihat dari tingkat struktural (ekstrinsik) ketika tulang
menerima beban dan terjadi deformasi serta tingkat material (instrinsik) berupa
stress dan strain. Sifat mekanik tulang juga tergantung dari nilai rata-rata strain
sebab tulang adalah material yang bersifat vikoelastik. Tulang dapat bertahan
terhadap tekanan pada tingkatan strain terbesar ketika rata-rata strain meningkat.
Pada rata-rata strain yang sangat tinggi tulang dapat menjadi lebih getas
(Vainiopaa, 2007).
Tulang didesain sangat kuat untuk dapat menjalankan fungsi utamanya
yaitu ketika tulang mendapat beban. Kemampuan tulang untuk dapat menahan
beban yang mengenainya tergantung pada sifat mekanik tulang. Sifat mekanik
tulang merupakan kombinasi antara kekuatan (strength) yaitu stress yang masih
bisa ditahan tanpa menimbulkan fraktur, keuletan (toughness) yaitu jumlah energi
yang diserap sebelum fraktur, kekakuan (stiffness) yaitu kemampuan tulang untuk
bertahan akibat deformasi akibat gaya yang mengenainya, dan keletihan (fatigue)
yaitu kemampuan tulang untuk bertahan terhadap beban yang berulang (Launey et
al., 2010).
Tulang dapat bertahan terhadap beban yang besar tanpa patah, bertahan
dari deformasi yang besar di bawah beban maksimal dan dapat dengan mudah
memfasilitasi pergerakan rangka apabila mengandung sejumlah material yang
mencukupi. Sifat material tulang di tingkat jaringan dan sifat struktural di tingkat
14
organ, berhubungan dengan sifat geometris tulang. Sifat material dari tulang
utamanya ditentukan oleh kalsifikasi matriks tulang dan mikrostruktur seperti
komposisi serabut kolagen dan kristal. Matriks anorganik tulang menentukan
kekakuan dan kekerasan tulang, sedangkan komponen organik tulang menentukan
elastisitas tulang. Sifat geometris tulang berhubungan dengan masa dan distribusi
dari ukuran serta desain arsitektur dari material terkalsifikasi. Sifat struktural
tulang yaitu seperti kepadatan (rigiditas) dan kekuatan struktural merupakan
kombinasi dari sifat material dan geometris tulang (Vainiopaa, 2010).
2.3 Kekuatan Impak
Impact strength (kekuatan impak) adalah kemampuan tulang
mengabsorbsi energi sebelum terjadi fraktur. Kemampuan ini dipengaruhi oleh
toughness tulang, sedangkan toughness berhubungan dengan kuantitas tulang
(massa, BMD=Bone Mineral Density) dan kualitas tulang (geometri, bentuk
arsitektur, metabolisme tulang, bone mineral content, kolagen). Kuantitas dan
kualitas tulang ditentukan oleh sifat mekanis tulang yaitu mineral dan kolagen
penyusun tulang (Burr, 2002).
Dasar pengujian impak ini adalah penyerapan energi potensial dari
pendulum beban/bandul yang berayun dari suatu ketinggian tertentu dan
menumbuk benda uji sehingga benda uji mengalami deformasi. Pada pengujian
impak ini banyaknya energi yang diserap oleh bahan untuk terjadinya perpatahan
merupakan ukuran ketahanan impak atau ketangguhan bahan tersebut. Pada
pengujian impak, energi yang diserap oleh benda uji biasanya dinyatakan dalam
satuan Joule dan dibaca langsung pada skala (dial) penunjuk yang telah
dikalibrasi yang terdapat pada mesin penguji. Kekuatan impak (Is) suatu bahan
yang diuji diberikan oleh persamaan Is = E/A, di mana E adalah energi yang
diserap dalam uji impak yang ditunjukkan pada mesin uji dan A adalah luas
penampang. Nilai E secara teoritis dapat dihitung menggunakan persamaan E =
W.l (cos ß – cos α), di mana W adalah berat bandul, l adalah panjang bandul, ß
adalah sudut yang ditunjukkan mesin setelah proses impak, dan α adalah sudut
awal sebelum impak (Yuwono, 2009).
15
Tulang yang kuat dapat mencegah terjadinya fraktur dan resiko
osteoporosis. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan tulang yaitu:
a. Usia.
Pada masa pertumbuhan, tulang terbentuk dengan cepat karena adanya
pengaruh hormon pertumbuhan hingga tulang mencapai massa puncaknya
pada usia 30 tahun dan menurun setelah usia 40 tahun. Wanita yang
mengalami menopause mengalami pengeroposan tulang lebih cepat karena
pengaruh hormon estrogen yang menurun.
b. Genetik.
Kelompok etnik orang berkulit hitam cenderung memiliki tulang yang
lebih kuat.
c. Makanan.
Kandungan kalsium dan protein dalam makanan penting untuk anak-anak
dan remaja dalam masa pertumbuhan. Kekurangan asupan kalsium dan
protein menyebabkan tulang menjadi rapuh.
d. Jenis kelamin.
Menurut beberapa penelitian, wanita memiliki tulang yang lebih rapuh
daripada laki-laki.
e. Aktivitas fisik.
Aktivitas fisik dan olahraga yang dilakukan secara teratur dapat
meningkatkan kekuatan tulang.
f. Hormon.
Kadar estrogen yang rendah pada wanita dan kadar testosteron yang
rendah pada laki-laki dapat menyebabkan kerapuhan tulang (Spencer,
2007).
2.4 Hubungan Berenang dengan Kekuatan Impak Tulang
Latihan fisik menstimulasi osteoblas dengan adanya arus listrik yang
dihasilkan ketika stress mengenai tulang, terutama bagian permukaan periosteal
tulang. Latihan fisik juga meningkatkan struktur tulang selama masa pertumbuhan
dan mengurangi kehilangan massa tulang pada individu usia lanjut (Corwin dalam
16
Nasution, 2011). Osteoblas yang terstimuli menyebabkan terbentuknya sel-sel
tulang baru sehinngga tulang tumbuh menjadi lebih panjang, padat, dan
kuat.Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas fisik seperti
berenang pada dasarnya memberikan pengaruh melindungi tulang, menurunkan
demineralisasi tulang karena pertambahan umur, serta meningkatkan kekuatan
tulang (Kosnayani, 2007).
2.5 Hipotesis
Berdasarkan uraian yang dijelaskan di atas, dapat disusun hipotesis bahwa
terjadi peningkatankekuatan impak tulang panjang tikus wistar jantan setelah
dilakukan perlakuan aktivitas fisik berenang
17