bab 2
DESCRIPTION
bab 2TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Odontogenesis
2.1.1 Pengertian Odontogenesis
Odontogenesis adalah proses terbentuknya jaringan gigi. Proses ini tidak terjadi
pada waktu yang bersamaan untuk semua gigi. Gigi dibentuk dari lapisan ektoderm,
yaitu dari jaringan ektomesenkim. Ektomesenkim ini dibentuk dari ‘neural crest cells’.
Sel ini terdapat pada sepanjang sisi lateral dari neural plate (Behrman dkk, 2000).
Gigi secara embriologi berasal dari dua jaringan, yaitu ektoderm yang akan
membentuk enamel dan mesoderm yang akan membentuk pulpa dan sementum. Gigi
terdiri dari mahkota yang dikelilingi oleh enamel dan dentin serta akar yang tidak
ditutupi oleh enamel. Gigi terdiri dari pulpa yang vital (terdapat persarafan) yang
didukung oleh ligamen periodontal (Behrman dkk, 2000).
2.2 Siklus kehidupan gigi
Setiap gigi mengalami tahap yang berturut-turut dari perkembangan selama siklus
kehidupannya, yaitu (Itjingningsih, 2012):
a. Tahap pertumbuhan
1) Tahap inisiasi adalah permulaan pembentukan kuntum gigi (bud) dari jaringan
epitel mulut (epitelial bud stage).
3
4
2) Tahap ploreferasi adalah spesialisasi dari sel-sel dan perluasan dari organ enamel
(cap stage).
3) Tahap histodeferensiasi adalah spesialisasi dari sel-sel, yang mengalami
perubahan histologi dalam susunannya (sel-sel epitel bagian dalam dari organ
enamel menjadi ameloblast, sel-sel perifer dari organ dentin pulpa menjadi
odontoblast).
4) Tahap morfodeferensiasi adalah susunan dari sel-sel pembentuk sepanjang
dentino enamel dan dentino cemental junction yang akan datang, yang memberi
5
garis luar dari bentuk dan ukuran korona dan akar yang akan datang
(Itjingningsih, 2012).
b. Erupsi intraoseus
1) Tahap aposisi adalah pengendapan dari matriks enamel dan dentin dalam lapisan
tambahan (Itjingningsih, 2012).
2) Tahap kalsifikasi adalah pengerasan dari matriks oleh pengendapan garam-garam
kalsium (Itjingningsih, 2012).
c. Erupsi
Erupsi gigi adalah munculnya tonjolan gigi atau tepi insisal gigi menembus
gingiva. Erupsi gigi dapat terjadi pada gigi susu maupun gigi permanen (Purba,
2004).
Erupsi gigi terjadi secara bervariasi pada setiap anak. Variasi ini bisa terjadi dalam
setiap periode dalam proses pertumbuhan dan perkembangan gigi, terutama pada
periode transisi pertama dan kedua. Variasi ini masih dianggap sebagai suatu
keadaan yang normal jika lamanya perbedaan waktu erupsi gigi masih berkisar
antara 2 tahun (Purba, 2004).
Tahap erupsi gigi dapat dibagi menjadi 3 tahap yaitu (Purba, 2004):
1) Tahap praerupsi
Tahap praerupsi dimulai saat pembentukan benih gigi sampai mahkota selesai
dibentuk. Pada tahap praerupsi rahang mengalami pertumbuhan pesat di bagian
6
posterior dan permukaan lateral yang mengakibatkan rahang mengalami peningkatan
panjang dan lebar ke arah anterior dan posterior. Benih gigi bergerah ke arah oklusal
untuk menjaga hubungan yang konstan dengan tulang rahang yang mengalami
pertumbuhan (Purba, 2004).
2) Tahap prafungsional
Tahap prafungsional dimulai dari pembentukan akar sampai gigi mencapai
daratan oklusal. Pada tahap prafungsional gigi bergerak lebih cepat ke arah vertikal.
Selain bergerak kearah vertikal, pada tahap prafungsional gigi juga bergerak miring
dan rotasi. Gerakan miring dan rotasi dari gigi ini bertujuan untuk memperbaiki
posisi gigi berjejal di dalam tulang rahang yang masih mengalami pertumbuhan
(Purba, 2004).
3) Tahap fungsional
Tahap ini dimulai sejak gigi difungsikan dan berakhir ketika gigi telah tanggal.
Selama tahap fungsional gigi bergerak ke arah oklusal, mesial dan proksimal.
Pergerakan gigi pada tahap funfsional ini bertujuan untuk mengimbangi kehilangan
substansi gigi yang terpakai selama berfungsi sehingga oklusi dan titik kontak
proksimal dari gigi dapat dipertahankan (Purba, 2004).
Kegagalam erupsi
Kegagalan erupsi adalah gigi yang erupsinya terhalang oleh sesuatu sebab
sehingga gigi tersebut tidak keluar dengan sempurna mencapai oklusi yang
normal di dalam deretan susunan gigi geligi (Purba, 2004).
a. Faktor yang mempengaruhi kegagalan erupsi
- Faktor-faktor kegagalan erupsi yang berasal dari gigi yaitu:
1) Kelainan dalam perkembangan benih gigi
Pada kondisi kelainan perkembangan benih gigi ini, benih gigi yang sudah
terbentuk tidak mengalami perkembangan dengan sempurna sehingga gigi
gagal dalam bererupsi (Purba, 2004).
2) Kegagalan dalam pergerakan praerupsi dan prafungsional
Pada kondisi ini, pembentukan gigi berlangsung dengan sempurna tetapi gigi
yang sudah terbentuk tidak mengalami pergerakan selama tahap praerupsi dan
7
prafungsional sehingga gigi tetap pada tempatnya di dalam tulang alveolar
(Purba, 2004).
3) Letak benih yang abnormal
Letak benih yang abnormal seperti letak benih yang terlalu miring ke arah
lingual, bukal dapat menyebabkan gigi tersebut mengalami kesulitan dalam
pergerakan erupsi sehingga gigi gagal bererupsi (Purba, 2004).
- Faktor-faktor kegagalan gigi yang berasal dari sekitar gigi
1) Tulang yang tebal dan padat
Gagalnya gigi bererupsi pada kondisi ini disebabkan konsistensi tulang yang
sangat keras dan padat sehingga tekanan erupsi normal tidak mencukupi untuk
menembus tulang yang tebal dan padat tersebut (Purba, 2004).
2) Tempat untuk gigi tersebut kurang
Kurangnya tempat untuk gigi yang disebabkan oleh berbagai hal seperti ukuran
yang terlalu besar, tulang rahang yang tidak berkembang juga dapat
menyebabkan gigi tidak muncul di rongga mulut (Purba, 2004).
3) Posisi gigi tetangga menghalangi erupsi gigi tersebut
Posisi gigi tetangga yang menghalangi jalanya erupsi dapat menyebabkan gigi
tidak muncul kepermukaan (Purba, 2004).
4) Adanya gigi susu yang persistensi
Gigi susu yang tidak tanggal pada waktunya dapat menyebabkan kegagalan
erupsi pada gigi permanen. Kegagalan erupsi gigi permanen pada kondisi gigi
persistensi ini disebabkan oleh tidak tersedianya ruangan untuk gigi permanen
yang akan erupsi menggantikan gigi susu yang persistensi tersebut (Purba,
2004).
- Faktor-faktor lain yang mempengaruhi erupsi gigi
1) Faktor keturunan (genetik)
Faktor keturunan dapat mempengaruhi kecepatan waktu erupsi gigi. Faktor
genetik mempunyai pengaruh terbesar dalam menentukan waktu dan urutan
erupsi gigi, termasuk proses kalsifikasi. Pengaruh faktor genetik terhadap
erupsi gigi adalah sekitar 78% (Moyers, 2001).
2) Faktor ras
8
Perbedaan ras dapat menyebabkan perbedaan waktu dan urutan erupsi gigi
permanen. Waktu erupsi gigi orang Eropa dan campuran Amerika dengan
Eropa lebih lambat daripada waktu erupsi orang Amerika berkulit hitam dan
Amerika Indian. Orang Amerika, Swiss, Perancis, Inggris, dan Swedia
termasuk dalam ras yang sama yaitu aukasoid dan tidak menunjukkan
perbedaan waktu erupsi yang terlalu besar (Moyers, 2001).
3) Jenis kelamin
Waktu erupsi gigi permanen rahang atas dan bawah terjadi bervariasi pada
setiap individu. Pada umumnya waktu erupsi gigi anak perempuan lebih cepat
dibandingkan laki-laki. Perbedaan ini berkisar antara 1 hingga 6 (Moyers,
2001).
4) Faktor lingkungan
Pertumbuhan dan perkembangan gigi dipengaruhi oleh faktor lingkungan tetapi
tidak banyak mengubah sesuatu yang telah ditentukan oleh faktor keturunan.
Pengaruh faktor lingkungan terhadap waktu erupsi gigi adalah sekitar 20%
(Moyers, 2001).
- Faktor-faktor yang termasuk ke dalam faktor lingkungan antara lain:
a. Sosial ekonomi
Tingkat sosial ekonomi dapat mempengaruhi keadaan nutrisi, kesehatan
seseorang dan faktor lainnya yang berhubungan. Anak dengan tingkat
ekonomi rendah cenderung menunjukkan waktu erupasi gigi yang lebih
lambat dibandingkan anak dengan tingkat ekonomi menengah (Moyers,
2001).
b. Nutrisi
Faktor pemenuhan gizi dapat mempengaruhi waktu erupsi gigi dan
perkembangan rahang. Nutrisi sebagai faktor pertumbuhan dapat
mempengaruhi erupsi dan proses kalsifikasi. Keterlambatan waktu erupsi
gigi dapat dipengaruhi oleh faktor kekurangan nitrisi, seperti vitamin D dan
9
gangguan kelenjar endokrin. Pengaruh faktor nutrisi terhadap
perkembangan gigi adalah sekitar 1% (Moyers, 2001).
4) Faktor penyakit
Gangguan pada erupsi gigi permanen dapat disebabkan oleh penyakit sistemik
dan beberapa sidroma, seperti down syndrome, cleidocranial dysostosis,
hypothyroidism, hypopituitarism, beberapa tipe dari craniofscial synostostosis
dan hemifacial atrophy (Moyers, 2001).
5) Faktor lokal
Faktor-faktor lokal yang dapat mempengaruhi erupsi gigi adaah jark gigi ke
tempat erupsi, malformasi gigi, adanya gigi berlebih, trauma dari benih gigi,
mukosa gigi yang menebal, dan gigi sulung yang tanggal sebelum waktunya
(Moyers, 2001).
d. Atrisi
Yaitu ausnya permukaan gigi karena lamanya pemakaian waktu berfungsi
(Itjingningsih, 2012).
e. Resobsi
Yaitu penghapusan dari akar-akar gigi susu oleh aksi dari osteoclast
(Itjingningsih, 2012).
2.3 Pertumbuhan dan perkembangan gigi
2.3.1 Pembentukan dental lamina, dental papila, dan enamel organ
1. Proses primary ephitelial thicketing
Selama minggu keenam dari perkembangan embrionik, epithelium ektodermal
rongga mulut (stomodeum) mengalami proliferasi ke arah ektomesenkim yang berada di
bawahnya kemudian menebal untuk membentuk primary epithelial band. Pada minggu
keenam sampai minggu kedelapan primary epithelial band mulai berkembang.
Perkembangan primary epithel band kearah bukal membentuk vestibulum dan gingival.
Sedangkan perkembangan primary epithelial lingual ke dalam ektomesenkim
membentuk dental lamina. Dental lamina berkembang pada region yang akan ditempati
gigi sulung berlanjut kea rah posterior pada region permanen molar. Dental lamina juga
10
mengarah ke distal dan bersama epithelium di atasnya membentuk tuberositas
maksilaris dan ramus mandibula (Itjingningsih, 2012).
2. Tahap bud stage, cup stage, dan bell stage
a. Bud stage
Tahap bud stage atau inisiasi merupakan derivat dari ectoderm of the first
branchial arch and the ectomesenchyme of the neural crest. Terbentuk dari 3 bagian,
yaitu enamel organ, dental papilla and dental follicle. Tahap ini terjadi pada minggu
ke-7. Dental lamina terlihat sebagai suatu penebalan jaringan epitel pada tepi lateral
dari stomodeum, dan pada saat dimana membrane oropharingeal pecah. Di bawah
enamel organ terdapat kondensasi ektomesenkim berkembang menjadi dental papilla
dan follicular sac. Enamel organ, dental papilla, follicular sac akan membentuk
benih gigi (Itjingningsih, 2012).
b. Cup stage
Proliferasi adalah gejala dimana proyeksi dari lamina gigi meluas sampai ke
dasar mesenkim pada tempat yang khusus dan membentuk primordial dari gigi
primer (organ enamel). Sewaktu sel-sel membiak organ gigi bertambah besar
ukurannya. Pada tahap ini enamel organ terdiri dari (Itjingningsih, 2012):
1. Outer enamel epithelium (OEE)
2. Inner enamel epithelium (IEE)
3. Stellate reticulum
Tahap ini terjadi pada minggu ke-9. Jaringan mesoderm mendorong jaringan
epitel sehingga terbentuk topi (cap stage/clock form) (Itjingningsih, 2012).
c. Bell stage
Perubahan bentuk organ gigi dari bentuk topi ke lonceng terjadi karena
kegiatan inti sel membelah diri (mitotic) dan terjadi diferensiasi, yaitu (Itjingningsih,
2012):
1. Sel tua berdiferensiasi pada daerah puncak mahkota
2. Sel immature pada regio proliferative cervical loop
Hasil proliferasi cervical loop akan membentuk bentukan mahkota gigi.
Cervical loop sendiri memiliki tahapan, antara lain IEE dan OEE bergabung di
cervical loop (bagian enamel organ yang masuk ke mesenkim), pada region coronal,
11
sel mature ameloblast dan stratum intermedium, (antara IEE dan stellate reticulum)
kemudian transport nutrisi ke ameloblast (Itjingningsih, 2012).
2.3.2 Pembentukan dentin
1. Odontoblast
Odontoblast adalah sel yang terpolarisasi yang hanya menghasilkan matriks
organik pada permukaan dentin. Sel-sel inti memiliki struktur sel penghasil sekret
terpolarisasi dengan granul sekresi yang mengandung prokolagen, sitoplasma sel ini
mengandung sebuah inti pada basisnya. Odontoblast mempunyai cabang sitoplasma
halus yang menerobos secara tegak lurus terhadap lebar dentin yaitu juluran
odontoblast. Juluran-juluran halus ini secara berangsur memanjang seiring dengan
menebalnya dentin, berjalan dalam saluran halus disebut tubulus dentin yang bercabang
dekat batas dentin dan email. Juluran odontoblast berangsur menipis kearah ujung
distalnya. Matriks yang dihasilkan odontoblast belum mengandung mineral dan disebut
predentin (Itjingningsih, 2012).
2. Pembentukan matriks dentin
Pada saat preodontoblast berdiferensiasi menjadi odontoblast, predentin mulai
didepositkan menjadi dentin. Odontoblast nucleus meninggalkan sekretory end of the
cell tempat deposisi predentin, kemudian odontoblast mengeluarkan tonjolan-tonjolan
protoplasma kearah dentino-enamel junction yang terbenam dalam dentin matriks dan
bergerak mundur.
Setelah itu akan timbul sabut-sabut kolagen dari dental papilla yang berjalan
spiral diantara odontoblast dan pada membrana pre-formativa, menyebar seperti kipas
yang disebut sabut von koff (Itjingningsih, 2012).
3. Mineralisasi dentin
Mineralisasi dari dentin yang berkembang dimulai bila vesikel bermembran
(vesikel matriks) mulai muncul, mengandung kristal hidroksiapatit halus yang tumbuh
dan berfungsi sebagai tempat nukleasi bagi pengendapan mineral selanjutnya pada
serabut kolagen sekitarnya. Berbeda dengan tulang, dentin menetap sebagai jaringan
bermineral untuk waktu yang lama setelah musnahnya odontoblast sehingga
dimungkinkan untuk mempertahankan gigi dan pulpa serta odontoblast yang telah
dirusak oleh infeksi. Gigi orang dewasa, pengerusakan email penutup oleh erosi akibat
12
pemakaian atau karies dentin (lubang gigi) biasanya memicu reaksi dalam dentin yang
menyebabkan membuat komponen-komponennya (Itjingningsih, 2012).
Kalsium, fosfor dan vitamin D merupakan protein yang tidak dapat dipisahkan.
Vitamin D punya peranan penting dalam penyerapan kalsium dan fosfor di duodenum
serta usus halus, sehingga defisiensi atau kekurangan vitamin D akan menimbulkan
penyakit rakhitis, yaitu terjadinya mobilisasi kalsium dari tulang untuk memenuhi
kebutuhan tubuh karena absorpsi di usus terhambat (Itjingningsih, 2012).
Flour merupakan zat gizi yang sangat penting pada proses mineralisasi gigi.
Kecukupan fluor pada masa pertumbuhan gigi pra-erupsi akan meningkatkan kualitas
gigi dalam menangkal terjadinya karies dentis di kemudian hari. Fluor sendiri
diperlukan pada masa praerupsi, yaitu pada masa mineralisasi berlangsung
(Itjingningsih, 2012).
4. Struktur dan fungsi dentin
Dentin adalah jaringan yang mengapur mirip tulang tetapi lebih keras karena
kandungan garam kalsiumnya lebih tinggi (70% dari berat kering). Dentin terdiri atas
serat kolagen tipe 1, glikosaminoglikan dan garam kalsium dalam bentuk kristal
hidroksiapatit. Matriks organic dentin dihasilkan oleh odontoblast, sel yang melapisi
permukaan dalam gigi, memisahkan dari rongga pulpa.
Dentin lebih lembut daripada email, oleh karena itu dentin membusuk lebih cepat
dan menjadi sasaran lubang jika tak dirawat sebagaimana mestinya. Namun tetap
berlaku sebagai lapisan protektif dan menyokong mahkota gigi (Itjingningsih, 2012).
Dentin merupakan jaringan konektif termineralisasi dengan matriks organic
protein berkolagen. Komponen anorganik dentin terdiri atas dahllite. Dentin
mengandung struktur mikroskopis yang disebut pipa dentin yang merupakan kanal
berukuran kecil yang menyebar ke luar melalui dentin dari lubang pulpa pada batas
semen luar. Kanal-kanal itu memiliki konfigurasi berbeda antara lain dalam jarak
diameter antara 0,8 dan 2,2 mikrometer. Panjangnya tergantung radius gigi
(Itjingningsih, 2012).
Dentin dan sementum berasal dari jaringan mesoderm yang mempunyai susunan
dan asal yang sama dengan jaringan tulang. Perbedaan sementum dan dentin dalam
susunan kimia yaitu dentin lebih keras daripada semen karena dentin banyak
13
mengandung bahan-bahan kimia anorganik. Dentin bila ditinjau dalam susunan
histology, di dalam dentin terdapat pembuluh-pembuluh yang sangat halus, yang
berjalan mulai batas rongga pulpa sampai ke batas email dan semen. Pemubuluh-
pembuluh ini berjalan memencar ke seluruh permukaan dentin yang disebut tubula
dentin (Itjingningsih, 2012).
2.3.3 Pembentukan Enamel
1. Ameloblast
Selama tahap lonceng (bell stage), lamina gigi kehilangan kelanjutannya oleh
invasi mesenkim dari jaringan pengikat di sekitarnya, tetapi lamina gigi berpoliferasi
terus secara teratur pada ujung distalnya untuk membentuk primordial dari gigi tetap.
Jaringan epitel merangsang jaringan mesoderm dan jaringan mesoderm mendorong
jaringan epitel selama perkembangan dari organ enamel, sebuah rangkaian dari
perubahan sel ini menghasilkan 4 lapisan (Itjingningsih, 2012):
a. Epitel bagian luar dari organ enamel
b. Stellate reticulum
Epitel bagian dalam dan organ enamel pecah menjadi (Itjingningsih, 2012):
a. Stratum intermediare
b. Ameloblast
2. Pembentukan matriks enamel
Permulaan dari pembentukan matriks enamel dan dentin hanya terjadi ketika
preodontoblast telah berdiferensiasi ke dalam odontoblast dan membentuk hubungan
dengan ameloblast dari epitel enamel bagian dalam. Odontoblast mulai mengeluarkan
matriks predentin di antara odontoblast dan ameloblast. Matriks ini mengandung
vesikel-vesikel yang berisi RNA menurut perubahan induksi di basal lamina dari
ameloblast. Matriks vesikel dari preodontoblast dihadapi oleh membran sel dasar
preameloblast dan tampak berubah. Kontak dan induksi ini merangsang produksi dan
pengeluaran dari matriks enamel oleh ameloblast (Itjingningsih, 2012).
3. Mineralisasi enamel
Mineralisasi enamel terjadi dalam dua tingkat. Pertama, mineralisasi terjadi segera
setelah terbentuk segmen pertama dan bahan interprismatiknya. Terjadi pengapuran
30% dan terbentuk kristal apatit. Kedua, maturasi enamel dengan pengapuran 100%.
14
Proses mineralisasi dan maturasi ini dimulai dari puncak mahkota kearah servikal dan
dentino-enamel junction kearah perifer, kemudian terjadi integrasi dari dua proses
tersebut (Itjingningsih, 2012).
4. Struktur dan fungsi enamel
Perkembangan organ enamel berfungsi untuk membentuk jaringan pengikat
bawah, yang akan berkembang dan menjadi padat untuk membentuk dental papilla.
Dengan cara serupa jaringan pengikat mengelilingi organ enamel dan dental papilla
menjadi padat dan membentuk organ periodontal (Itjingningsih, 2012).
2.4 Biokimia komponen gigi
komponen gigi terdiri dari 3 jaringan yang termineralisasi, yaitu (Rensburg, 2007):
1. Enamel
Terdiri dari jutaan enamel roods/prisma. (DEJ-permukaaan mahkota). Paling
keras dan klasifikasi tinggi.
Komposisi kimia:
a) 96%-97% bahan anorganik: hydroxyapatite
b) 4% bahan organik
c) 3%-4% air (Rensburg, 2007).
2. Dentin
Terdiri dari jaringan termineralisasi
Tubuli dentin: pulpa-menembus DEJ (permukaan mahkota)
Terdiri dari proc. Sitoplasmik odontoblas dalam pulpa
Komposisi kimia:
a) 70% bahan anorganik
b) 18%bahan organik
c) 12%air (Rensburg, 2007).
3. Cementum
Sama dengan tulang dilihat dari banyak aspek. Perbedaan dengan tul;amh
pada vaskularisasinya cementum mengandung sel tertutup (cementosit),
identik dengan osteosit dari tulang. Mengadakan pelekatan dengan ligamen
periodontal (Rensburg, 2007).
15
Komposisi kimia:
a) 65% bahan anorganik
b) 23% bahan organik
c) 12 air
4. Pulpa gigi
Ruangan dibagian tengah gigi terdiri dari jaringan ikat halus, saraf,
pembuluh darah dan limfe. Bagian tepi dibatasi odontoblas. Terdapat satu
atau lebih lubang akhir (foramen apikalis) yang berhubung dengan jaringan
periapikal (Rensburg, 2007).
2.5 Bagian Mikroskopis dan Makroskopis dari gigi
Bagian gigi secara makroskopis dan mikroskopis
1. Secara makroskopis dilihat menurut letak email dan sementum
a. Mahkota (korona) adalah bagian gigi yang dilapisi jaringan enamel
email dan normal terletak diluar jaringan gusi atau gingival (Abidin,
2011).
b. Akar atau radix ialah bagian gigi yang dilapisi jaringan sementum dan
ditopang oleh tulang alveolar dari maksila danmandibula (Abidin, 2011).
c. Garis servikal atau semento-enamel junction ialah batas antara jaringan
sementum dan email yang merupakan pertemuan mahkota dan akar gigi
(Abidin, 2011).
d. Ujung akar/apeks ialah titik yang terujung dari suatu benda yang runcing
atau yang berbentuk kerucut seperti akar gigi (Abidin, 2011).
e. Tepi insisal ialah suatu tonjolan kecil dan panjang bagian korona dari
gigi insisivus yang merupakan sebagaian dari permukaan insisivus dan
yang digunakan untuk memotong makanan. Tonjolan atau cusp ialah
tonjolan pad bagian korona gigi kaninus dan gigi posterior yang
merupakan sebagian dari permukaan oklusal (Abidin, 2011).
2. Secara mikroskopis
a. Jaringan keras. Ialah jaringan yang mengandung bahan kapur , terdiri
dari jaringan email, jaringan dentin atau tulang gigi, dan jaringan
16
sementum. Email dan sementum merupakan bagian luar yang
melindungi dentin (Abidin, 2011).
b. Jaringan lunak yang menyokong gigi dikenal dengan gusi. Dibagian
bawah gusi terdapat rongga-rongga tempat melekatnya gigi yang disebut
tulang gigi. Bagian gigi yang melekat pada tulang gigi disebut akar gigi,
dibagian dalam akar gigi ada rongga yang disebut pulpa gigi. Jaringan
pulpa ialah jaringan yang terdapat dalam rongga sampai foramen apikal,
umunya mengandung bahan dasar (gronsubsten), bahan perekat, sel saraf
yang peka sekali terhadap rangsangan mekanis, termis dan kimia,
jaringan limfe (cairan getah bening), jaringan ikat dan pembuluh darah
arteri dan vena (Abidin, 2011).
c. Rongga pulpa
Terdiri dari :
1) Tanduk pulpa yaitu ujung ruang pulpa
2) Ruang pulpa yaitu ruang pulpa di korona gigi
3) Saluran pulpa saluran di akar gigi
4) Foremen apical yaitu lubang di apeks gigi tempat masuknya
jaringan pulpa ke rongga pulpa (Abidin, 2011).
2.6 Perbedaan gigi sulung dan gigi permanen
Bila dibandingkan dengan gigi permanen, mahkota gigi sulung lebih kecil dalam
segala ukuran dan dimensi. Memiliki cervical ridge yang lebih menonjol dengan leher
lebih sempit, warna lebih cerah dan memiliki akar yang lebih menyebar. Selain itu
terdapat beberapa perbedaan sebagai berikut: (Harshanur, 2006).
GIGI SULUNG GIGI PERMANEN
1 Tanduk pulpa lebih tinggi dan
ruang lebih lebar.
2 Ukuran mesio-distal korona gigi
sulung lebih lebar daripada
ukuran serviko-insisalnya, kecuali
incisivus sentral, lateral, kaninus
bawah, dan incisivus lateral atas.
1 Tanduk pulpanya lebih rendah dan
ruang pulpanya lebih sempit.
2 Ukuran mesio-distal korona gigi
permanen lebih sempit daripada
ukuran serviko-insisalnya.
3 Ukuran mesio-distal akar-akar gigi
permanen depan lebar.
17
3 Ukuran mesio-distal akar-akar
gigi susu depan sempit
4 Pada gigi susu tidak ada gigi
premolar atau gigi yang
menyerupai premolar.
5 Akar-akar dan korona molar susu
mesio-distal dan sepertiga
servikal lebih sempit
6 Akar-akar molar susu relatif lebih
sempit/ramping, panjang dan
lebih divergen (memancar).
7 Akar-akar gigi susu mengalami
resorpsi.
8 Gigi geligi susu lebih putih.
9 Pada gigi susu tidak terbentuk
sekunder dentin.
10 Permukaan fasialnya lebih licin.
4 Pada gigi permanen terdapat gigi
premolar.
5 Akar-akar dan korona molar
permanen mesio-distal dan
sepertiga servikal lebih lebar.
6 Akar-akar molar permanen lebih
lebar , pendek, dan lebih konvergen
.
7 Akar-akar gigi permanen tidak
mengalami resorpsi.
8 Gigi geligi permanen lebih kuning.
9 Pada gigi permanen terbentuk
sekunder dentin.
10 Permukaan fasialnya lebih kasar.
2.7 Perbedaan Gigi dan Tulang
Gigi dan tulang keras, putih dan mengandung calsium. Tetapi, itu tidak membuat
keduanya sama. Gigi sangat berbeda dengan tulang tubuh. Gigi terdiri dari kalsium,
fosfor, dan mineral lainya. Tulang mengandung kalsium, fosfor, natrium, dan mineral
lainya. Namun sebagian besar terdiri dari kolagen protein. Kolagen itu hidup dan
memberikan kerangka yang fleksibel sehingga memungkinkan tulang untuk menahan
tekanan. Sedangkan kalsium mengisi ruang disekitar kerangka itu dan membuat tulang
cukup kuat untuk menompang berat tubuh (Sherwood, 2001).
Bagian luar tulang terdiri dari periosteum. Sebuah membran padat, halus dan licin
yang melapisi permukaan terluar tulang periosteum mengandung oesteoblas atau sel
yang dapat memproduksi pertumbuhan baru dan perbaikan tulang tidak sekuat gigi.
Gigi, sebagian besar terdiri dari jaringan klasifikasi yang disebut dentin. Dentin gigi
tercakupdalam email yang keras. Tidak seperti tulang, gigi tidak dapat menyembuhkan
18
diri sendiri atau tumbuh kembali jika rusak. Sedangkan tulang, ketika patah, sel-sel
tulang baru terburu buru untuk mengisi kesenjangan dan memperbaikinya (Sherwood,
2001).
Perbedaan lain antar gigi dan tulang adalah sum-sum tulang menghasilkan sel
darah merah dan putih. Sementara gigi tidak. Tulang menerima suplai darah dari
sejumlah arteri yang melalaui periosteum. Meskipun ketika gigi berdarah gigi
menimbulkan sesuatu yang terlihat seperti sum-sum, itu sebenarnya sesuatu yang
disebut pulpa gigi, bagian hidup setiap gigi yang mengandung saraf, arteri dan vena
yang membujur hingga ke tulang rahang. Saraf itulah yang menyebabkan kita merasa
sakit gigi. Perbedaan terahir adalah gigi telanjang. Sedangkan tulang tersimpan di
bawah kulit (Sherwood, 2001).
2.8 Kelainan pertumbuhan dan perkembangan gigi
Kelainan pertumbuhan dan perkembangan gigi tergantung pada saat terjadinya
gangguan yang dihubungkan dengan tahap pertumbuhan dan perkembangan gigi yang
sedang berlangsung. Penyebab utama kelaianan pertumbuhan dan perkembangan gigi
adalah faktor herediter, ganguan perkembangan, dan ganguan metabolik. Kelainan ini
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Kelainan jumlah gigi
a. Supernumerary teeth, adalah bentuk gigi tambahan di antara dua gigi dengan
bentuk dan ukuran yang tidak normal (Itjingningsih, 2012).
b. Anodontia, adalah tidak berkembangnya sebagian atau keseluruhan gigi.
Anodontia dapat ditemukan suebagai:
- Anodontia total (oligodontia), pada rahang tidak ada gigi susu dan gigi
permanen.
- Anodontia parsial, pada rahang tidak ada gigi susu maupun gigi tetap.
Seing terjadi pada gigi tetap daripada gigi sulung (Itjingningsih, 2012).
2. Kelainan bentuk gigi
a. Dilaserasi, adalah penyimpangan pertumbuhan gigi sehingga hubungan
aksial antara akar dan mahkota berubah (Itjingningsih, 2012).
19
b. Hipersementosis, adalah sementum yang berlebihan di sekitar akar gigi
karena kelainan lokal atau sistemik, misalnya karena inflamasi pulpa atau
ganguan metabolik (Itjingningsih, 2012).
c. Mutiara enamel, adalah suatu endapanemail kecil di sekitar apikal dentin
akibat pertautan sementum dan email seperti mutiara (Itjingningsih, 2012).
3. Kelainan warna gigi
a. Gigi kuning, karena pemakaian tetrasiklin, pigmentasi pada kelahiran
prematur, kistik fibrosis, atau porfiria (Itjingningsih, 2012).
b. Gigi coklat, karena pemakaian tetrasiklin, amelogenesis imferfecta,
dentinogenesis imferfecta, pigmentasi pada kelahiran prematur, kistik
fibrosis, atau porfiria (Itjingningsih, 2012).
c. Gigi biru sampai biru kehijauan, pada eritoblastosis fetalis.
d. Gigi putih atau opak kekuningan, pada amelogenesis imferfekta.
e. Gigi dengan daerah putih yang khas, karena fluorosis.
f. Gigi coklat kemerahan pada profiria.
g. Gigi coklat keabu-abuan pada dentinogenesis imferfekta (Itjingningsih,
2012).
4. Kelainan erupsi gigi
a. Erupsi prematur, erupsi yang terjadi sebelum waktu yang seharusnya.
Terdapat gigi sulung dan gigi tetap pada waktu bayi dilahirkan atau pada
usia beberapa hari (Djoharnas, 2000).
b. Erupsi lambat, erupsi gigi yang terjadi melewati waktu yang seharusnya.
Masih belum diketahui etiologinya walaupun dapat dihubungkan dengan
keadaan sistemik seperti riketsia, kretinisme, dan kleidokrania disostosis.
Keadaan lokal juga dapat jadi penyebab, seperti fibromatosus gingiva
(Djoharnas, 2000).
c. Ankilosis, adalah tidak terdapatnya membran periodontal di antara akar gigi
dan tulang, sehingga gigi langsung melekat pada tulang. Penyebabnya
diperkirakan karena trauma atau infeksi (Djoharnas, 2000).
20
5. Kelainan ukuran gigi
Kelainan ukuran gigi terjadi selama masa diferensiasi morfologi pada stadium bel dan
berkaitan dengan faktor genetik (Itjingningsih, 2012).
a. Mikrodontia, adalah ukuran gigi yang lebih kecil dari normal. Terbagi dua,
yaitu:
- True mikrodontia, terjadi pada seluruh gigi penderita dwarfisme
- False mikrodontia, terjadi pada gigi insisivus lateral atas dan molar tiga.
b. Makrodontia, ukuran gigi lebih besar daripada gigi normal. Terbagi dua
yaitu:
- True makrodontia, terjadi pada seluruh gigi penderita gigantisme.
- False macrodontia, terjadi pada beberapa gigi biasanya pada insisivus
dan kaninus (Itjingningsih, 2012).
2.9 Peranan Kalsium dalam Odontogenesis
Dalam pembentukan gigi, kalsium mempunyai peranan pada bagian dentin dan
email gigi. Kalsium sangat diperlukan selama proses pembentukan gigi, boleh
dikatakan gigi tidak mampu memperbaiki diri setelah keluar dari rongga mulut.
Kekurangan kalsium selama masa pembentukan gigi dapat menyebabkan
kerentanan terhadap kerusakan gigi (Rinda, 2007).
Menjaga kesehatan gigi dan gusi (Rinda, 2007).
Kalsium akan melindungi gigi dan menjaga tulang rahang yang kuat dan kokoh
sepanjang hidup yang akhirnya gigi akan rapat dimana bakteri tidak akan dapat
berkembang (Rinda, 2007).
Pembentukan gigi (Rinda, 2007).
Mineral yang membentuk dentin dan email yang merupakan bagian tengah dan
luar gigi adalah yang sama dengan pembentukan tulang, yaitu hidroksiapatik.
Namun, kristal dalam gigi lebih padat dan kadar airnya lebih rendah (Rinda,
2007).
Protein dalam email gigi adalah keratin sedangkan dalam dentin adalah
kolagen. Pertukaran antara kalsium gigi dan kalsium tubuh berlangsung lambat
dan terbatas dalam kalsium yang terdapat pada lapisan dentin. Sedikit
21
pertukaran mungkin juga terjadi di antara saliva dan email gigi. Kekurangan
kalsium selama masa pembentukan gigi dapat menyebabkan meningkatkan
kerentanan terhadap kerusakan gigi (Rinda, 2007).
2.10 Pengaruh kekurangan nutrisi pada pertumbuhan gigi:
Menurut Almatsier ( 2003), pengaruh kekurangan nutrisi pada pertumbuhan dan
perkembangan gigi adalah:
1. pertumbuhan semen akar (bahan pembentukan email gigi)terganggu (concrescence).
Concrescence adalah bersatunya semen akar setelah terjadi pertumbuhan
gigi,biasanya kelainan ini di sebabkan oleh faktor traumatic, seperti terjadinya
kecelakaan atau jatuh pada saat kehamilan.kelainan ini akan mengakibatkan cepat
rapuhnya gigi anak walaupun proses pembentukan gigi baru berbentuk (Almatsier,
2003).
2. kelainan monogenic pada jaringan atau struktur gigi
Gangguan monogenic adalah gangguan yang terjadi pada jaringan atau struktur gigi
saja.berdasarkan penyebabnya kelainan monogenic terdiri dari 2 tipe saja:
a.amelogenesis imperpecta yaitu kelainan keturunan akibat kekurangan
enzim.kelainan ini terbagi menjadi 2bagian yaitu hipomineralisasi dan
hipoplastik.biasanya kelainan ini menyerang lapisan email gigi mengakibatkan
warna gigi menjadi biru kehitaman (Almatsier, 2003).
b.dentigenesis imperpecta seperti halnya amelo genesis imperpecta kelainan ini di
sebabkan oleh kurang enzim sehingga warna dentin berubah menjadi cokelat
(Almatsier, 2003).
2.11 Mineralisasi, demineralisasi, dan remineralisasi
Mineralisasi merupakan proses penambahan bahan mineral pada jaringan tubuh,
khususnya penambahan ion-ion mineral kedalam struktur hidroksiapatit.
Demineralisasi merupakan proses hilangnya ion-ion mineral dari email gigi. Pada
lingkungan netral, hidroksiapatit seimbang dengan lingkungan saliva yang menyatu
dengan ion Ca2+ dan PO43-. HA reaktif terhadap ion hidrogen dengan pH < 5,5 yang
merupakan pH kritis untuk HA. H+ bereaksi dengan kelompok fosfat dalam
lingkungan saliva yang dekat dengan permukaan kristal secara cepat (Sugiarto, 2007).
22
Proses itu dapat dideskripsikan sebagai konversi PO43- menjadi HPO4
2- dengan
tambahan H+ dan pada waktu yang sama H+ (mengalami buffering). HPO42- kemudian
tidak dapat berkontribusi terhadap keseimbangan HA normal sehingga kristal HA larut
(Abidin, 2011).
C10(PO4)6(OH)2 + 8H+ 10Ca2+ + 6HPO4- + 2H2O
Remineralisasi merupakan proses pengembalian ion-ion mineral ke dalam
struktur hidroksiapatit dan dapat dikembalikan apabila pH netral dan terdapat ion Ca2+
dan PO43- yang cukup dilingkungan (Sugiarto, 2007).