bab 2

57
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Keluarga 2.1.1 Pengertian Menurut Bussard and Ball (1966) dalam Setiyadi (2008), keluarga merupakan lingkungan sosial yang sangat dekat hubungannya dengan seseorang. Di keluarga itu seseorang dibesarkan, bertempat tinggal, berinteraksi satu dengan yang lain, dibentuknya nilai- nilai, pola pemikiran, dan kebiasaannya dan berfungsi sebagai saksi segenap budaya luar, dan mediasi hubungan anak dengan lingkungannya. Depkes RI (1988) dalam Andarmoyo (2012), mendefinisikan bahwa keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yaitu terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan. 2.1.2 Ciri-Ciri Keluarga 7

Upload: ninamustika

Post on 02-Dec-2015

218 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

tugas akhir

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Keluarga

2.1.1 Pengertian

Menurut Bussard and Ball (1966) dalam Setiyadi (2008), keluarga

merupakan lingkungan sosial yang sangat dekat hubungannya dengan seseorang.

Di keluarga itu seseorang dibesarkan, bertempat tinggal, berinteraksi satu dengan

yang lain, dibentuknya nilai-nilai, pola pemikiran, dan kebiasaannya dan

berfungsi sebagai saksi segenap budaya luar, dan mediasi hubungan anak dengan

lingkungannya.

Depkes RI (1988) dalam Andarmoyo (2012), mendefinisikan bahwa

keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yaitu terdiri atas kepala keluarga dan

beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah satu atap

dalam keadaan saling ketergantungan.

2.1.2 Ciri-Ciri Keluarga

Menurut Mac Iver dan Charles Horton dalam Setiadi (2008), membagi ciri

keluarga menjadi 5 yaitu :

1. Keluarga merupakan hubungan perkawinan.

2. Keluarga berbentuk suatu kelembagaan yang berkaitan dengan hubungan

perkawinan yang sengaja dibentuk atau dipelihara.

3. Keluarga mempunyai suatu sistem tata nama atau Nomen Clatur termasuk

perhitungan garis keturunan.

7

Page 2: BAB 2

8

4. Keluarga mempunyai fungsi ekonomi yang dibentuk oleh anggota-

anggotanya berkaitan dengan kemampuan untuk mempunyai keturunan dan

membesarkan anak.

5. Keluarga merupakan tempat tinggal bersama, rumah atau rumah tangga.

2.1.3 Tipe Keluarga

Tipe keluarga menurut Setiadi (2008) adalah :

1. Tipe Keluarga Tradisional

a. Keluarga inti atau Nuclear family

Keluarga yang hanya terdiri dari ayah, ibu dan anak yang diperoleh dari

keturunannya atau adopsi atau keduanya.

b. Keluarga besar atau Extended family

Keluarga inti ditambah anggota keluarga lain yang masih mempunyai

hubungan darah seperti kakek, nenek, paman, bibi, saudara sepupu.

c. Keluarga Bentukan Kembali atau Dyadic family

Keluarga baru yang terbentuk dari pasangan yang telah cerai atau

kehilangan pasangannya.

d. Orang tua tunggal atau single parent family

Keluarga yang terdiri dari salah satu orang tua dengan anak-anak akibat

perceraian atau ditinggal pasangannya.

e. Single adult living alone

Orang dewasa yang tinggal sendiri tanpa pernah menikah.

f. The un married teenage mother

Ibu dengan anak tanpa perkawinan.

Page 3: BAB 2

9

g. Keluarga Usila atau niddle age/ Aging Couple

Suami sebagai pencari uang, istri di rumah atau kedua-duanya bekerja atau

tinggal di rumah, anak-anaknya sudah meninggalkan rumah karena

sekolah, perkawinan, meniti karir.

2. Tipe Keluarga Non Tradisional

a. Communal family

Lebih satu keluarga tanpa pertalian darah hidup serumah.

b. Orang tua atau ayah dan ibu yang tidak ada ikatan perkawinan dan anak

hidup bersama dalam satu rumah.

c. Gay and Lesbian Family

Keluarga yang dibentuk oleh pasangan yang berjenis kelamin sama.

2.1.4 Struktur Keluarga

Dalam Gusti (2013), struktur keluarga terdiri dari :

1. Patrilineal

Keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam

beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah.

2. Matrilineal

Keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam

beberapa generasi di mana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu.

3. Matrilokal

Sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah istri.

4. Patrilokal

Sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah suami.

Page 4: BAB 2

10

5. Keluarga kawinan

Hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembina keluarga, dan

beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya

hubungan dengan suami atau istri.

2.1.5 Fungsi keluarga

Fungsi keluarga menurut Friedman (1998) dikutip dalam Gusti (2013)

adalah sebagai berikut :

1. Fungsi Afektif

Fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu untuk

mempersiapkan anggota keluarga berdampingan dengan orang lain.

2. Fungsi Sosialisasi dan Tempat Bersosialisasi

Fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak untuk berkehidupan sosial

sebelum meninggalkan rumah untuk berdampingan dengan orang lain di luar

rumah.

3. Fungsi Reproduksi

Keluarga berfungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga

kelangsungan keluarga.

4. Fungsi Ekonomi

Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan

tempat untuk mengembangkan kemampuan individu meningkatkan

penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Page 5: BAB 2

11

5. Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan

Fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar

tetap mempunyai produktivitas tinggi.

2.1.6 Tugas Keluarga dalam Bidang Kesehatan

Menurut Freeman (1981) dalam Setiadi (2008), membagi 5 tugas keluarga

dalam bidang kesehatan antara lain :

1. Mengenal masalah kesehatan setiap anggota keluarga.

2. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi keluarga.

3. Memberikan perawatan kepada anggota keluarganya yang sakit.

4. Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan kesehatan dan

perkembangan kepribadian anggota keluarga.

5. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga-

lembaga kesehatan atau pemanfaatan fasilitas kesehatan yang ada.

2.1.7 Peran Keluarga

Menurut Setiadi (2008), berbagai peranan yang terdapat di dalam keluarga

adalah sebagai berikut :

1. Ayah

Ayah sebagai pemimpin keluarga mempunyai peran sebagai pencari nafkah,

pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman bagi setiap anggota keluarga dan

juga sebagai anggota masyarakat kelompok sosial tertentu.

2. Istri

Ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh

dan pendidik anak-anaknya, pelindung keluarga dan juga sebagai anggota

Page 6: BAB 2

12

masyarakat kelompok sosial tertentu.

3. Anak-anak

Anak-anak melaksanakan peranan sebagai pelaku psikososial sesuai dengan

tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial, dan spiritual.

2.1.8 Perawatan Kesehatan Keluarga

Perawatan kesehatan keluarga adalah tingkat perawatan kesehatan

masyarakat yang ditujukan atau dipusatkan pada keluarga sebagai unit atau

kesatuan yang dirawat, dengan sehat sebagai tujuan melalui perawatan sebagai

saran atau penyalur (Gusti, 2013).

Menurut Ruth B Freemen (1981) dalam Setiadi (2008) Alasan Keluarga

sebagai Unit Pelayanan :

1. Keluarga sebagai unit utama masyarakat dan merupakan lembaga yang

menyangkut kehidupan masyarakat.

2. Keluarga sebagai suatu kelompok yang dapat menimbulkan, mencegah,

mengabaikan atau memperbaiki masalah kesehatan dalam kelompoknya.

3. Masalah kesehatan dalam keluarga akan saling mempengaruhi terhadap

anggota keluarga lainnya.

4. Keluarga berperan sebagai pengambil keputusan dalam memelihara kesehatan

para anggotanya.

5. Keluarga merupakan perantara yang efektif dan mudah untuk berbagai upaya

kesehatan masyarakat.

Page 7: BAB 2

13

2.2 Konsep TB Paru

2.2.1 Pengertian TB Paru

TB Paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru-paru

yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat juga

menyebar ke bagian tubuh lain seperti meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe

(Somantri, 2009).

TB paru atau Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang di

sebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini menyebar

melalui droplet orang yang telah terinfeksi basil tuberkulosis (Kemenkes RI,

2013).

2.2.2 Etiologi

Tuberkulosis paru disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, sejenis

kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/um, dan tebal 0,3-0,6/um.

Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak, sehingga kuman lebih tahan asam

dan lebih kuat terhadap gangguan kimia dan fisik (Harrison, 2013).  Kuman TB

cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa

jam ditempat yang gelap dan lembab. Didalam jaringan tubuh kuman ini

dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun (Judarwanto, 2009).

2.2.3 Faktor Resiko TB Paru

Menurut Rab (2010), faktor resiko TB paru yaitu :

1. Berasal dari Negara berkembang

2. Anak-anak dibawah umur 5 tahun atau orang tua

3. Pecandu alkohol atau narkotik

Page 8: BAB 2

14

4. Infeksi HIV

5. Diabetes Mellitus

6. Penghuni rumah beramai-ramai

7. Imunosupresi

8. Hubungan intim dengan pasien yang mempunyai sputum positive

9. Kemiskinan dan malnutrisi

2.2.4 Klasifikasi

Menurut Kemenkes RI (2011), klasifikasi TB paru antara lain :

1. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena :

a. Tuberkulosis paru

Tuberkulosis yang menyerang jaringan atau parenkim paru, tidak termasuk

pleura atau selaput paru dan kelenjar pada hilus.

b. Tuberkulosis ekstra paru

Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya

pleura, selaput otak, selaput jantung atau perikardium, kelenjar limfe,

tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, dan lain-lainnya.

2. Klasifikasi TB paru berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu :

a. Tuberkulosis paru BTA positif.

1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA

positif.

2) Spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto thoraks dada

menunjukkan gambaran tuberculosis.

3) 1 spesimen dahak SPS hasilnya positif dan biakan kuman TB positif.

Page 9: BAB 2

15

4) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak

pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada

perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

b. Tuberkulosis paru BTA negatif.

Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria

diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:

1) Paling tidak 3 spesimen dahak hasilnya BTA negatif.

2) Foto thoraks abnormal menunjukkan gambaran tuberculosis.

3) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

4) Ditentukan atau dipertimbangkan oleh dokter untuk diberi

pengobatan.

3. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi

beberapa tipe pasien, yaitu :

a. Kasus Baru

Pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan

OAT kurang dari satu bulan atau 4 minggu.

b. Kasus yang sebelumnya diobati

1) Kasus kambuh atau Relaps

Pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan

tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,

didiagnosis kembali dengan BTA positif.

2) Kasus setelah putus berobat atau Default

Page 10: BAB 2

16

Pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan

BTA positif.

3) Kasus setelah gagal atau Failure

Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali

menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

c. Pindahan atau Transfer In

Pasien yang dipindahkan dari fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki

register TB lain untuk melanjutkan pngobatannya.

d. Lain-lain

Semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini

termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih

BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.

2.2.5 Patofisiologi

Seseorang yang dicurigai menghirup basil Mycobacterium tuberculosis.

Bakteri menyebar melalui jalan napas ke alveoli, dimana pada daerah tersebut

bakteri tertumpuk dan berkembang biak. Penyebaran basil ini bisa juga melalui

sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain seperti ginjal, tulang, korteks

serebri, dan area paru-paru lainnya atau lobus atas (Somantri, 2009).

Sistem kekebalan tubuh memberi respon dengan melakukan reaksi

inflamasi. Neutrofil dan makrofag memfagositosis atau menelan bakteri. Limfosit

yang spesifik terhadap tuberkulosis menghancurkan atau melisiskan basil dan

jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan terakumulasinya eksudat

Page 11: BAB 2

17

dalam alveoli yang menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya timbul

dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar bakteri (Somantri, 2009).

Interaksi antara M. tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh pada masa

awal infeksi membentuk sebuah masa jaringan baru yang disebut granuloma.

Yang berisi gumpalan basil hidup dan yang mati, dikelilingi oleh makrofag yang

membentuk dinding. Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi massa

jaringan fibrosa. Bagian tengah dari masa tersebut disebut Ghon tubercle. Materi

yang terdiri atas makrofag dan bakteri menjadi nekrotik, membentuk pengkejuan

atau disebut necrotizing caseosa. Setelah itu akan terbentuk klasifikasi,

membentuk jaringan kolagen kemudian bakteri menjadi non aktif (Somantri,

2009).

Penyakit akan berkembang menjadi aktif setelah infeksi awal, karena

respon sistem imun tidak adekuat. Penyakit aktif dapat juga timbul akibat infeksi

ulang atau aktifnya kembali bakteri yang tidak aktif. Pada kasus ini, terjadi

ulserasi pada ghon tubercle mengalami ulserasi sehingga menghasilkan

pengkejuan. Tuberkel yang ulserasi mengalami proses penyembuhan membentuk

jaringan parut. Paru-paru yang terinfeksi kemudian meradang, Mengakibatkan

bronkopneumonia, pembentukan tuberkel dan seterusnya. Pneumonia seluler ini

dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus dan bacillus di fagosit

atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui kelenjar getah

bening. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian

bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit

membutuhkan 10-20 hari. Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan

Page 12: BAB 2

18

granulasi yang dikelilingi sel epitel dan fibroblast akan menimbulkan respon

berbeda dan akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel

(Somantri, 2009).

2.2.6 Manifestasi Klinik

Menurut Harrison (2013), gambaran klinis TB paru antara lain :

1. Gejala sistemik

a. Demam biasanya timbul pada sore dan malam hari disertai dengan

keringat mirip demam influenza yang segera mereda. Demam seperti

ini dapat hilang timbul dan makin lama makin panjang masa

serangannya, sedangkan masa bebas serangan makin pendek. Demam

dapat mencapai suhu tinggi.

b. Gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksi dan

berat badan menurun.

c. Gejala ekstraparu, tergantung dari organ yang terlibat, misalnyapada

pleuritis TB terdapat gejala sesak dan nyeri dada pada sisi yang

terlibat.

2. Gejala respiratorik

a. Batuk lebih dari 2 minggu

Batuk baru timbul apabila proses penyakit telah melibatkan bronkus.

Batuk mula-mula terjadi karena iritasi bronkus yang selanjutnya

akibat peradangan pada bronkus, batuk menjadi produktif. Dahak

dapat bersifat mukoid atau purulen.

b. Batuk darah

Page 13: BAB 2

19

Terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya tergantung

dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.

c. Sesak napas

Gejala ini ditemukan pada penyakit yang lanjut dengan kerusakan paru

yang cukup luas. Pada awal penyakit gejala ini tidak pernah terjadi.

d. Nyeri dada

Gejala ini timbul apabila sistem persarafan yang terdapat di pleura

terkena, gejala ini dapat bersifat lokal atau pleuritik

2.2.7 Penatalaksanaan

Menurut Kemenkes RI (2011), pengobatan TB paru yaitu :

a. Tujuan Pengobatan

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,

mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah

terjadinya resistensi kuman terhadap Obat anti tuberkulosis atau OAT.

Tabel 2.1 Pengelompokan OATGolongan dan Jenis Obat

Golongan-1 Obat LiniPertama

Isoniazid (H) Ethambutol (E)

Pyrazinamide (Z) Rifampicin (R) Streptomycin (S)

Golongan-2 / Obatsuntik/ Suntikan lini kedua

Kanamycin (Km) Amikacin (Am) Capreomycin (Cm)

Golongan-3/ Golongan Floroquinolone

Ofloxacin (Ofx) Levofloxacin (Lfx)

Moxifloxacin (Mfx)

Golongan-4 / Obatbakteriostatik lini kedua

Ethionamide (Eto) Prothionamide (Pto) Cycloserine (Cs)

Para amino salisilat (PAS)

Terizidone (Trd)Golongan-5 / Obat yangbelum terbukti efikasinya dan tidakdirekomendasikan oleh WHO

Clofazimine (Cfz) Linezolid (Lzd) Amoxilin-Clavulanate

(Amx-Clv)

Thioacetazone (Thz) Clarithromycin (Clr) Imipenem (Ipm).

Page 14: BAB 2

20

b. Prinsip Pengobatan

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :

1) OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam

jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan

gunakan OAT tunggal atau monoterapi. Pamakaian OAT-Kombinasi

Dosis Tetap atau disebut OAT-KDT lebih menguntungkan dan sangat

dianjurkan.

2) Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan

langsung Directly Observed Treatment oleh pengawas menelan obat.

3) Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu

a) Tahap awal atau intensif

(1) Pada tahap awal atau intensif pasien mendapat obat setiap hari

dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya

resistensi obat.

(2) Bila pengobatan tahap intensif tersebut itu diberikan secara

tepat. Biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam

kurun waktu 2 minggu.

(3) Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negative

atau konversi dalam 2 bulan.

b) Tahap Lanjutan

(1) Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit,

namun dalam jangka waktu yang lebih lama.

Page 15: BAB 2

21

(2) Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister

sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

c. Panduan OAT yang Digunakan di Indonesia

1) Panduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan

Tuberkulosis di Indonesia (2011), yaitu :

a) Kategori 1 : 2HRZE / 4(HR)3

b) Kategori 2 : 2HRZES / (HRZE) / 5(HR)3E3

Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan OAT sisipan : HRZE.

2) Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket

berupa Obat Kombinasi Dosis Tetap atau OAT-KDT. Tablet OAT-

KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet.

Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas

dalam satu paket untuk satu pasien.

3) Paket kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid,

Rifampicin, Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk

blister. Paduan obat ini disediakan program untuk digunakan dalam

pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT-KDT.

4) Paduan OAT disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk

memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan atau

kontinuitas pengobatan sampai selesai. Satu paket untuk satu pasien

dalam satu masa pengobatan.

Menurut Kemenkes RI (2011), KDT mempunyai beberapa keuntungan

dalam pengobatan TB, yaitu :

Page 16: BAB 2

22

a) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga

menjamin efektifitas obat dan mengurangi efek samping.

b) Mencegah penggunaan obat tunggal sehingga menurunkan resiko

terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan

penulisan resep.

c) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian

obat menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien.

5) Paduan OAT dan peruntukannya :

a) Kategori 1 atau 2 HRZE / 4 H3R3

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru, yaitu :

(1) Pasien baru TB paru BTA positif.

(2) Pasien TB paru BTA negatif foto thoraks positif.

(3) Pasien TB ekstra paru.

5. Efek Samping Obat dan Penatalaksanaanya

Menurut Kemenkes RI (2011), efek samping OAT ringan maupun berat yaitu :

Tabel 2.2 Efek samping ringan OATEfek Samping Penyebab Penatalaksanaan

Tidak ada nafsu makan, mual, sakit perut

Rifampicin Semua OAT diminum malam sebelum tidur

Nyeri Sendi Pirasinamid Beri AspirinKesemutan s/d rasa terbakar di kaki

INH Beri vitamin B6 (piridoxin) 100mg per hari

Warna kemerahan pada air seni (urine)

Rifampicin Tidak perlu diberi apa-apa, tapi perlu penjelasan kepada pasien

Sumber : Kemenkes RI, (2011)

Page 17: BAB 2

23

Tabel 2.3 Efek samping berat OATEfek Samping Penyebab Penatalaksanaan

Gatal dan kemerahan kulit

Semua jenis OAT

Ikuti petunjuk penatalaksanaan dibawah *)

Tuli Streptomicin Streptomicin dihentikanGangguan keseimbangan Streptomicin Streptomicin dihentikan, ganti

etambutolIkterus tanpa penyebab lain

Hampir semua OAT

Hentikan semua OAT sampai ikterus menghilang

Bingung, muntah-muntah (permulaan ikterus-karena obat)

Hampir semua OAT

Hentikan semua OAT, segera lakukan tes fungsi hati

Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan etambutolPurpura dan renjatan (syok)

Rifampicin Hentikan rifampicin

Sumber : Kemenkes RI, (2011)

2.2.8 Pemeriksaan Diagnostik

1. Pemeriksaan foto rontgen thoraks

Untuk mengevaluasi hasil pengobatan dan ini bergantung pada tipe

keterlibatan dan kerentanan bakteri tuberkel terhadap OAT. Biasanya Sering

didapatkan adanya suatu lesi sebelum ditemukan adanya gejala subjektif awal dan

sebelum pemeriksaan fisik menemukan kelainan pada paru. Bila pemeriksaan

rontgen menemukan suatu kelainan, tidak ada gambaran khusus mengenai TB

paru awal kecuali lokasi dilobus bawah dan biasanya berada disekitar hilus

(Muttaqin, 2008).

2. Uji Mantoux atau tuberkulin

Pemeriksaan ini digunakan untuk menegakkan diagnosa terutama anak-

anak. Biasanya diberikan suntikan Purified Protein Derivat  atau PPD melalui

intra cutan 0,1 ml lokasi penyuntikan umumnya pada ½ bagian atas lengan bawah

sebelah kiri bagian depan. Hasilnya dapat dilihat 48-72 jam setelah penyuntikan

Page 18: BAB 2

24

mengukur dari pembengkakan atau indurasi. Indurasi 0-5 mm : negative, Indurasi

6-9 mm : meragukan dan Indurasi 0-5 mm : Positif (Manurung, 2009).

3. Needle biopsy og long tissue

Positif untuk granuloma TB, adanya sel-sel besar yang mengidentifikasi

nekrosis (Somantri, 2009).

4. BGA

Mungkin abnormal, bergantung pada lokasi, berat, dan sisa kerusakan paru

(Somantri, 2009).

5. Bronkografi

Untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru karena TB

(Somantri, 2009).

6. Laboratorium

a Darah

Biasanya ditemukan peningkatan leukosit dan laju endap darah

(Somantri, 2009).

b Pemeriksaan dahak mikroskopis

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menemukan kuman tuberculosis,

menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.

Pemeriksaan dahak juga untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan

mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari

kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu atau SPS.

Page 19: BAB 2

25

1) S atau Sewaktu : dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang

berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah

pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.

2) P atau Pagi : dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua,

segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan kepada

petugas di Fasyankes.

3) S atau Sewaktu : dahak dikumpulkan di Fasyankes pada hari kedua,

saat menyerahkan dahak pagi. (Kemenkes RI, 2011)

2.2.9 Komplikasi

Menurut Manurung (2009), komplikasi yang dapat timbul pada TB paru

mencakup :

1. Malnutrisi

2. Empiema.

3. Efusi pleura

4. Hepatitis, Ketulian, dan gangguan gastrointestinal sebagai efek samping

obat-obatan.

2.3 Konsep Resiko Terjadinya Penularan TB Paru

2.3.1 Definisi resiko terjadinya penularan

Keadaan dimana seorang individu berisiko untuk menyebarkan agen-agen

pathogen atau oportunistik kepada orang lain (Carpenito, 2006).

2.3.2 Faktor yang berhubungan dengan resiko penularan

a. Patofisiologi

Berhubungan dengan:

Page 20: BAB 2

26

1) Pemajanan penularan melalui udara

2) Pemajanan penularan kontak (langsung, tidak langsung, kontak dengan

droplet)

3) Pemajanan penularan melalui alat

b. Situasional (Personal, Lingkungan)

Berhubungan dengan:

1) Kondisi tempat tinggal yang tidak bersih (pembuangan limbah,

pencahayaan, higiene pribadi).

2) Kurang pengetahuan tentang sumber-sumber atau cara pencegahan

penularannya.

2.3.3 Cara penularan

Menurut Kemenkes RI (2011), cara penularan TB paru antara lain :

1. Sumber Penularan adalah pasien TB BTA positif.

2. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam

bentuk percikan dahak atau disebut Droplet Nuclei. Sesekali batuk dapat

menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.

3. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada

dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,

sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan

dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan

lembab.

Page 21: BAB 2

27

4. Daya penularan seseorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang

dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil

pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.

5. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh

konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut

2.3.4 Resiko penularan TB paru

Menurut Kemenkes RI (2011), resiko penularan TB paru antara lain :

1. Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak.

2. Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko

3. penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif.

4. Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of

Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko

terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh)

orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun.

5. Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi

positif.

2.3.5 Pencegahan penularan TB paru

Menurut Depkes RI (2009), tindakan pencegahan TB agar tidak menularkan

ke orang lain adalah :

a Menelan OAT secara lengkap dan teratur sampai sembuh.

b Menutup mulutnya dengan sapu tangan pada waktu bersin dan batuk dan

mencuci tangan.

Page 22: BAB 2

28

c Tidak membuang dahak di sembarang tempat, tetapi dibuang tempat khusus

dan tertutup yang sudah diberi air sabun.

d Buanglah dahak ke lubang WC atau timbun ke dalam tanah di tempat yang

jauh dari keramaian.

e Perilaku hidup bersih dan sehat atau PHBS diantaranya : menjemur alat tidur,

membuka pintu dan jendela setiap pagi agar udara dan sinar matahari masuk

karena sinar matahari langsung dapat mematikan kuman TB, makanan

bergizi, tidak merokok, mencuci pakaian hingga bersih, buang air besar di

jamban/WC, mencuci tangan hingga bersih di air yang mengalir setelah

selesai buang air besar, sebelum dan sesudah makan, beristirahat cukup, dan

jangan tukar menukar peralatan mandi.

2.4 Asuhan Keperawatan Keluarga pada Klien TB Paru dengan Masalah Resiko

Terjadinya Penularan

2.4.1 Pengkajian

1. Data Umum

a. Identitas kepala keluarga

Pada kasus TB paru menyerang golongan usia produktif yaitu 15-50

tahun, serta golongan sosial ekonomi lemah. Berdasarkan jenis kelamin,

penderita penyakit TB paru ternyata lebih banyak menyerang laki-laki

sebesar 54% dibandingkan perempuan sebesar 46% (Dinkes Jatim,

2013). Berdasarkan usia, kasus baru yang ditemukan paling banyak pada

kelompok usia 25-34 tahun yaitu sebesar 21,72%, diikuti dengan usia

Page 23: BAB 2

29

35-44 tahun sebesar 19,38%, kelompok usia 45-54 tahun sebesar 19,26 %

(Kemenkes RI, 2013).

b. Komposisi keluarga

No NamaJenis Hubungan Umur Pendidikan Status

Kelamin Keluarga     Imunisasi

 

 

                  

c. Genogram.

Pada keluarga yang salah satu anggotanya menderita tuberkulosis paru

genogram terutama yang tinggal serumah dengan pasien perlu dikaji

karena adanya risiko tinggi penularan (Setiadi, 2008).

d. Tipe Keluarga

Berisi mengenai tipe keluarga serta masalah yang terjadi dengan jenis

tipe keluarga tersebut (Setiadi, 2008).

e. Suku bangsa

Pada kasus TB paru biasanya cenderung terdapat di negara berkembang

(Rab, 2010).

f. Agama

Mengkaji agama yang dianut oleh keluarga serta kepercayaan yang dapat

mempengaruhi kesehatan (Setiadi, 2008).

g. Status sosial ekonomi

TB paru sering diderita pada golongan ekonomi menengah ke bawah

(Somantri, 2009).

Page 24: BAB 2

30

h. Aktifitas rekreasi keluarga

Notoamodjo (2007) menyatakan TV, radio atau surat kabar merupakan

sumber informasi nonformal. Menonton TV dan mendengarkan radio

selain sebagai sarana rekreasi keluarga, juga akan meningkatkan

pengetahuan seseorang tentang pencegahan penularan dan pengobatan

TB paru.

2. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga

a. Tahap Perkembangan Keluarga Saat Ini

Tahap perkembangan keluarga ditentukan dengan anak tertua dari

keluarga inti (Setiadi, 2008).

b. Tahap Perkembangan Keluarga yang Belum Tercapai

Adanya salah satu anggota keluarga yang menderita tuberkulosis

kemungkinan akan menganggu perkembangan keluarga (Mubarak,

2009).

c. Riwayat Kesehatan Keluarga Inti

Menjelaskan mengenai riwayat kesehatan pada keluarga inti, yang

meliputi riwayat penyakit keturunan, riwayat kesehatan masing-masing

anggota keluarga, perhatian terhadap pencegahan penyakit atau status

imunisasi, sumber pelayanan kesehatan yang biasa digunakan keluarga

serta pengalaman-pengalaman terhadap pelayanan kesehatan (Setiadi,

2008). Vaksinasi BCG untuk pencegahan TB. (Muttaqin, 2008).

Page 25: BAB 2

31

d. Riwayat Kesehatan Keluarga Sebelumnya

Dikaji apakah ada anggota keluarga dari pihak suami atau istri yang

menderita tuberkulosis (Mubarak, 2009).

3. Data Lingkungan

a. Karakteristik Rumah

Keadaan rumah yang sempit, ventilasi kurang, udara yang lembab,

kurangnya cahaya matahari yang masuk ke rumah termasuk rumah

dengan kondisi di bawah standart kesehatan merupakan salah satu faktor

yang bisa menyebabkan kuman tuberculosis bertahan hidup (Wulandari,

2013).

b. Karakteristik Rumah dan Komunitas RW

Pada TB paru biasanya timbul di lingkungan rumah dengan kepadatan

tinggi sehingga cahaya matahari masuk ke dalam rumah sangat minim

(Somantri, 2009).

c. Mobilitas Keluarga

Perlu dikaji mobilitas geografis keluarga ke tempat dengan risiko tinggi

tuberkulosis misalnya keluarga pernah tinggal didaerah yang banyak

penderita tuberkulosis dan pemukiman padat penduduk (Wulandari,

2013).

d. Perkumpulan Keluarga dan Interaksi dengan Masyarakat

TB paru memberikan dampak buruk secara sosial yaitu adanya stigma

bahkan dikucilkan oleh masyarakat karena penyakit menular (Kemenkes

RI, 2011).

Page 26: BAB 2

32

e. Sistem Pendukung Keluarga

Sistem pendukung keluarga yang baik akan meningkatkan status

kesehatan penderita TB sehingga mampu mendukung proses

penyembuhan (Setiadi, 2008).

4. Struktur Keluarga

a Pola Komunikasi keluarga.

Komunikasi yang terjadi secara terbuka dan dua arah akan sangat

mendukung bagi penderita TB paru. Saling mengingatkan dan

memotivasi penderita untuk terus melakukan pengobatan dapat

mempercepat proses penyembuhan (Setiadi, 2008).

b Struktur Kekuatan Keluarga

Adanya dukungan sosial keluarga internal yaitu dukungan dari suami-

istri atau saudara kandung dapat berperan penting dalam memelihara

keadaan psikologis individu yang mengalami tekanan, sehingga

menimbulkan pengaruh positif yang dapat mengurangi gangguan

psikologis seperti penderita TB yang berpotensi penuh dengan stres,

sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan psikologis karena adanya

perhatian dan pengertian akan menimbulkan perasaan memiliki,

meningkatkan harga diri (Setiadi, 2008).

c Struktur Peran

Penderita TB paru tidak bisa menjalankan fungsi perannya dengan baik,

seperti kepala rumah tangga yang menderita TB maka akan kehilangan

Page 27: BAB 2

33

pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30% (Kemenkes RI,

2011).

d Nilai dan Norma Keluarga

Sistem nilai yang ada dalam masyarakat berpengaruh dengan proses

penyembuhan penderita TB. Perlakuan yang tidak baik pada penderita

TB akan membuat takut bila diketahui menderita TB sehingga memilih

untuk berdiam diri dan tidak berusaha untuk memeriksakan diri bila

gejala TB sudah mulai timbul (Mubarak, 2009).

5. Fungsi Keluarga

a. Fungsi Afektif

Keluarga saling mengasah dan memberikan cinta kasih, serta saling

menerima dan mendukung seperti mendukung ketaatan dalam program

pengobatan menjadi PMO yang bertanggung jawab mengawasi pasien

menelan obat. Dan menciptakan suasana lingkungan yang mendukung

proses penyembuhan pasien (Rahajoe, 2007).

b. Fungsi Sosialisasi

Keluarga bisa mengingatkan pasien untuk selalu menutup mulut saat

batuk dan bersin, tidak meludah disembarang tempat untuk mencegah

penularan dan mengingatkan menggunakan masker (Depkes RI, 2009).

c. Fungsi Perawatan Keluarga

Menjelaskan sejauh mana keluarga menyediakan makanan, pakaian,

perlindungan serta merawat anggota keluarga yang sakit khususnya

menderita tuberkulosis. Sejauh mana pengetahuan keluarga mengenai

Page 28: BAB 2

34

tuberkulosis. Kesanggupan keluarga di dalam melaksanakan perawatan

kesehatan dapat dilihat dari kemampuan keluarga melaksanakan 5 tugas

kesehatan keluarga, yaitu keluarga mampu mengenal masalah kesehatan,

mengambil keputusan untuk melakukan tindakan, melakukan perawatan

terhadap anggota keluarga yang sakit, menciptakan lingkungan yang

dapat meningkatkan kesehatan, dan keluarga mampu memanfaatkan

fasilitas kesehatan yang terdapat dilingkungan setempat (Setiadi, 2008).

d. Fungsi Reproduktif

Berisi mengenai jumlah anak, Metode yang digunakan keluarga dalam

upaya mengendalikan jumlah anggota keluarga (Setiadi, 2008). Pada

penyakit TB tidak ada gangguan pada fungsi ini (Mubarak, 2009).

e. Fungsi Ekonomi

Fungsi ekonomi pada keluarga yang salah satu anggotanya menderita

tuberkulosis akan mengalami gangguan. Seorang pasien tuberkulosis

paru dewasa diperkirakan akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3

sampai 4 bulan sehingga berakibat pada kehilangan 20-30% pendapatan

tahunan rumah tangganya dan jika ia meninggal maka keluarga akan

kehilangan pendapatan sekitar 15 tahun (Kemenkes RI, 2011).

6. Stres dan Koping Keluarga

a. Stress Jangka Pendek dan Jangka Panjang

Anggota keluarga yang menderita tuberkulosis bisa menjadi sumber

stressor bagi keluarga (Mubarak, 2009).

Page 29: BAB 2

35

1) Stresor jangka pendek yaitu stresor yang dialami keluarga yang

memerlukan penyelesaian dalam waktu ± 6 bulan. Pada pasien TB

biasanya merasa dikucilkan karena penyakit menular, tidak dapat

berkomunikasi dengan bebas karena setiap hari menggunakan

masker (Kemenkes RI, 2011).

2) Stresor jangka panjang yaitu stresor yang dialami keluarga

yang memerlukan penyelesaian dalam waktu lebih dari 6

bulan. Dari segi ekonomi, pasien TB paru dewasa diperkirakan

akan kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-

30% (Kemenkes RI, 2011).

b. Kemampuan Keluarga dalam Berespon Terhadap Situasi/Stressor

Hal yang perlu dikaji adalah sejauh mana keluarga berespon

terhadap situasi atau stresor (Setiadi, 2008).

c. Strategi Koping yang Digunakan

Pada pasien TB dalam menghadapi masalah biasanya berupa

pendekatan religius dan berdiskusi dengan anggota keluarga lainnya

(Mubarak, 2009).

d. Strategi Adaptasi Disfungsional

Pada pasien TB paru biasanya menarik diri karena merasa dikucilkan

oleh masyarakat (Kemenkes RI, 2011).

Page 30: BAB 2

36

7. Pemeriksaan fisik pada anggota keluarga dengan TB paru

a Keadaan umum

Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan TB paru biasanya

didapatkan peningkatan suhu tubuh secara signifikan, frekuensi napas

meningkat apabila disertai sesak napas, denyut nadi biasanya meningkat

seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernapasan, dan

tekanan darah biasanya sesuai dengan adanya penyakit penyulit seperti

hipertensi (Muttaqin, 2008).

b Head to toe (Rambut sampai ujung kaki)

1) Kepala

Pada pasien TB Paru biasanya tidak ditemukan kelainan, bentuk

kepala normal (Mubarak, 2009).

2) Mata

Pada pasien TB Paru dengan hemaptoe massif dan kronis biasanya

didapatkan adanya konjungtiva anemis, dan sclera ikterik pada TB

paru dengan gangguan fungsi hati (Muttaqin, 2008).

3) Hidung

Pada pasien TB Paru biasanya didapatkan Bentuk simetris, tidak

terdapat sekret, tidak ada lesi dan nyeri tekan, perdarahan hidung

tidak ada (Mubarak, 2009).

4) Mulut

Pada pasien TB Paru biasanya didapatkan Bentuk simetris, mukosa

bibir kering (Mubarak, 2009).

Page 31: BAB 2

37

5) Telinga

Pada pasien TB Paru biasanya pendengarannya berkurang karena

efek obat-obatan (Mubarak, 2009).

6) Leher

Pada pasien TB Paru biasanya tidak Nampak bendungan vena

jugularis, tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid (Mubarak, 2009).

7) Thorak

a) Paru-paru

(1) Inspeksi

Klien dengan TB paru biasanya didapatkan batuk produktif yang

disertai peningkatan produksi secret dan sekresi sputum yang

purulent, tampak kurus sehingga terlihat adanya penurunan proporsi

diameter bentuk dada antero-posterior dibandingkan proporsi

diameter lateral. Apabila ada penyulit dari TB paru dengan efusi

pleura yang massif, maka terlihat adanya ketidaksimetrisan rongga

dada, pelebaran intercostals space pada sisi yang sakit. TB paru yang

disertai atelektasi paru membuat bentuk dada menjadi tidak simetris,

mengalami penyempitan intercostals space pada sisi yang sakit

(Muttaqin, 2008).

TB paru minimal dan tanpa komplikasi, biasanya gerakan

pernapasan tidak mengalami perubahan. Jika terdapat komplikasi

yang melibatkan kerusakan luas pada parenkim paru biasanya klien

Page 32: BAB 2

38

akan terlihat mengalami sesak napas, peningkatan frekuensi napas,

dan menggunakan otot bantu napas (Muttaqin, 2008).

(2) Palpasi

Palpasi trakea. Adanya pergeseran trakea Pada TB Paru yang

disertai adanya efusi pleura massif dan pneumothoraks akan

mendorong posisi trakea kearah berlawanan dari sisi sakit (Muttaqin,

2008).

Gerakan dinding thorak anterior pernapasan. TB paru tanpa

komplikasi pada saat dilakukan palpasi, gerakan dada saat bernafas

biasanya normal dan seimbang antara bagian kanan dan kiri. Adanya

penurunan gerakan dinding pernapasan biasanya ditemukan pada

klien TB paru dengan kerusakan parenkim paru yang luas (Muttaqin,

2008).

Getaran suara atau fremitus vocal. Adanya penurunan taktil

fremitus pada klien TB paru biasanya ditemukan dengan komplikasi

efusi pleura massif, sehingga hantaran suara menurun karena

transmisi getaran suara harus melewati cairan yang berakumulasi

dirongga pleura (Muttaqin, 2008).

(3) Perkusi

Pada klien pada TB paru minimal tanpa komplikasi, biasanya

akan didapatkan bunyi responan atau sonor pada seluruh lapang

paru. Pada klien dengan TB paru yang disertai komplikasi serta efusi

pleura akan didapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi yang

Page 33: BAB 2

39

sakit sesuai banyaknya akumulasi cairan dirongga pleura. Apabila

disertai pneumothoraks, maka didapatkan bunyi hiperresonan

terutama jika pneumothoraks ventil yang mendorong posisi paru ke

sisi yang sehat (Muttaqin, 2008).

(4) Auskultasi

Pada klien TB paru didapatkan bunyi napas tambahan (ronkhi)

pada sisi yang sakit, vesikuler melemah bila terdapat penebalan

pleura. dan pada klien TB paru yang disertai komplikasi seperti efusi

pleura dan pneumothorak didapatkan penurunan resonan vocal pada

sisi yang sakit (Muttaqin, 2008).

b) Jantung

Inspeksi, adanya parut dan keluhan kelemahan fisik. Palpasi,

denyut nadi perifer melemah. Perkusi, batas jantung mengalami

pergeseran pergeseran pada TB paru dengan efusi pleura massif

mendorong ke sisi sehat. Auskultasi, tekanan darah biasanya

normal. Bunyi jantung tambahan biasanya tidak didapatkan

(Muttaqin, 2008).

8) Abdomen

Pada pasien TB Paru biasanya tidak didapatkan pembesaran hepar,

tidak kembung, pergerakan peristaltik usus baik (Mubarak, 2009).

Page 34: BAB 2

40

9) Ekstremitas

Pada pasien TB Paru biasanya pada ekstremitas atas dan bawah tidak

terdapat odem, tidak terjadi kelumpuhan mampu menggerakkan,

mengangkat persendian (Mubarak, 2009).

10) Genetalia

Pada pasien dengan TB paru didapatkan urin berwarna jingga pekat

berbau yang menandakan fungsi ginjal masih normal sebagai eksresi

karena meninum OAT terutama Rifampicin (Muttaqin, 2008).

8. Harapan Keluarga

Keluarga berharap salah satu anggota keluarga sembuh dari penyakitnya

sehingga dapat melakukan aktifitas sehari-hari dengan nyaman

(Mubarak, 2009)

2.4.2 Diagnosis Keperawatan

Menurut Carpenito (2006), faktor yang berhubungan dengan masalah

keperawatan resiko terjadinya penularan meliputi :

1. Patofisiologi

Berhubungan dengan:

a. Pemajanan penularan melalui udara

b. Pemajanan penularan kontak (langsung, tidak langsung, kontak dengan

droplet)

c. Pemajanan penularan melalui alat

2. Situasional (Personal, Lingkungan)

Berhubungan dengan:

Page 35: BAB 2

41

a. Kondisi tempat tinggal yang tidak bersih (pembuangan limbah,

pencahayaan, higiene pribadi).

b. Kurang pengetahuan tentang sumber-sumber atau cara pencegahan

penularannya.

Faktor-faktor di atas sebagai etiologi dari masalah keperawatan yang

dihubungkan dengan lima tugas keluarga dalam bidang kesehatan, antara lain :

(Santun.2008)

1. Mengenal masalah kesehatan setiap anggota keluarga.

2. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi keluarga.

3. Memberikan perawatan kepada anggota keluarganya yang sakit.

4. Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan kesehatan dan

perkembangan kepribadian anggota keluarga.

5. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga-

lembaga kesehatan atau pemanfaatan fasilitas kesehatan yang ada.

2.4.3 Intervensi

Menurut Mubarak (2009), intervensi keperawatan pada masalah resiko

terjadinya penularan yaitu :

a. Tujuan dan kriteria evaluasi:

1. Menunjukkan tidak terjadi penularan, dan dibuktikan dengan keluarga

dan klien dapat mengidentifikasi tindakan untuk mencegah atau

menurunkan resiko penularan pada anggota keluarga lainnya.

2. Menunjukkan keluarga dapat merawat anggota keluarga

a) Keluarga dan klien menjelaskan tentang cara penularan TB paru.

Page 36: BAB 2

42

b) Menyebutkan upaya untuk mencegah terjadinya penularan.

c) Klien dan keluarga menunjukkan perubahan pola hidup untuk

meningkatkan lingkungan yang aman.

b. Intervensi Keperawatan

1. Kaji pengetahuan keluarga

Rasional : untuk mengetahui tingkat pemahaman keluarga.

2. Berikan pendidikan kesehatan kepada keluarga tentang cara pencegahan

dan penularan TB paru.

Rasional : Pendidikan kesehatan dapat membawa akibat terhadap

perubahan perilaku sasaran (Machfoeda, Ircham 2005). .

3. Anjurkan untuk memakai masker, menutup mulut dengan sapu tangan

ketika batuk atau bersin.

Rasional : Agar saat batuk kuman TB tidak menyebar ke udara dan dapat

menyebabkan penularan.

4. Anjurkan keluarga untuk menyediakan wadah khusus untuk pembuangan

dahak

Rasional : Tempat khusus untuk dahak pasien TB paru perlu disediakan

agar kuman TB yang terkandung dalam dahak tidak tersebar dan

mengakibatkan penularan ke anggota keluarga yang sehat

5. Anjurkan untuk memisahkan alat makan dan menjemur alat-alat tidur

Rasional : Alat makan yang dipakai penderita dapat menyebabkan terjadi

penularan TB paru, menjemur alat tidur perlu dilakukan untk membunuh

kuman TB yang mungkin tertinggal pada kasur

Page 37: BAB 2

43

2.4.4 Implementasi

Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana

keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan, dimana tindakan yang

diberikan kepada keluarga dapat bersifat Independent, interdependent maupun

dependent (Setiadi, 2008).

2.4.5 Evaluasi

Evaluasi merupakan kegiatan membandingkan antara hasil implementasi

dengan kriteria evaluasi yang telah ditetapkan pada intervensi untuk melihat

keberhasilannya. Pada tahap ini di evaluasi menggunakan SOAP secara

operasional dengan tahapan sumatif yang dilakukan selama proses keperawatan

maupun evaluasi akhir atau disebut formatif (Setiadi, 2008). Pada masalah resiko

terjadinya penularan diharapkan evaluasi yang akan muncul yaitu:

1. Keluarga dan klien dapat mengidentifikasi tindakan untuk mencegah atau

menurunkan resiko penularan pada anggota keluarga lainnya

2. Keluarga dan klien menjelaskan tentang cara penularan TB paru.

3. Menyebutkan upaya untuk mencegah terjadinya penularan.

4. Klien dan keluarga menunjukkan perubahan pola hidup untuk meningkatkan

lingkungan yang aman (Mubarak, 2009).