bab 2

39
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN A. Konsep Stres 1. Pengertian Stres adalah suatu keadaan yang dihasilkan oleh perubahan lingkungan yang diterima sebagai suatu hal yang menantang, mengancam atau merusak terhadap keseimbangan (Smeltzer dan Bare, 2002). Stres adalah segala situasi dimana tuntutan non spesifik mengharuskan seorang individu untuk berespon atau melakukan tindakan (Selye, 1976 dikutip dari Potter & Perry, 2005). 2. Model Stres Model stres terdiri dari beragam jenis yang dikemukakan oleh beberapa ahli seperti dikutip oleh Potter dan Perry (2005), yaitu : a. Model stress berdasarkan respon menurut Mechanic (1962) 7

Upload: oweyayu

Post on 09-Aug-2015

38 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab 2

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Konsep Stres

1. Pengertian

Stres adalah suatu keadaan yang dihasilkan oleh perubahan lingkungan

yang diterima sebagai suatu hal yang menantang, mengancam atau merusak

terhadap keseimbangan (Smeltzer dan Bare, 2002).

Stres adalah segala situasi dimana tuntutan non spesifik mengharuskan

seorang individu untuk berespon atau melakukan tindakan (Selye, 1976

dikutip dari Potter & Perry, 2005).

2. Model Stres

Model stres terdiri dari beragam jenis yang dikemukakan oleh

beberapa ahli seperti dikutip oleh Potter dan Perry (2005), yaitu :

a. Model stress berdasarkan respon menurut Mechanic (1962)

Model adaptasi menunjukan bahwa terdapat empat faktor yang

menentukan kemampuan untuk menghadapi stres:

1) Pengalaman seseorang dengan stresor yang sama, sistem pendukung,

dan persepsi seseorang terhadap suatu peristiwa.

2) Norma kelompok yang sebaya dengan individu yang mengalami

stres.

3) Dampak dari lingkungan sosial dalam membantu individu beradaptasi

terhadap stresor.

4) Sumber yang dapat digunakan untuk mengatasi stresor

7

Page 2: Bab 2

8

b. Model stres berdasarkan stimulus

Model stres menurut McNett (1989) memfokuskan pada asumsi

berikut:

1) Peristiwa perubahan dalam kehidupan adalah normal, dan perubahan

ini membutuhkan tipe dan durasi penyesuaian yang sama.

2) Individu adalah resipien pasif dari stres, dan persepsi mereka

terhadap peristiwa adalah tidak relevan.

3) Semua orang mempunyai ambang stimulus yang sama, dan penyakit

dapat terjadi pada setiap titik setelah ambang tersebut.

c. Model stress berdasarkan transaksi menurut Lazarus dan Folkman.

Model ini memandang individu dan lingkungan dalam hubungan

yang dinamis, resiprokal, dan interaktif.

3. Tahapan Stres

Menurut Lazarus dan Launier (1978) dalam Leila (2002,p.3-7), ada

beberapa tahapan-tahapan proses stres yaitu :

a. Stage of Alarm

Tahapan ini merupakan tahap dimana individu mulai

mengidentifikasi suatu stimulus yang membahayakan. Identifikasi

terhadap stressor akan meningkatkan kesiapsiagaan sehingga orientasi

individu terarah kepada stimulus tersebut.

b. Stage of Appraisals

Individu mulai melakukan penilaian terhadap stimulus yang

mengenainya. Penilaian ini dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman

individu tersebut. Tahapan penilaian terdiri dari :

Page 3: Bab 2

9

1) Primary Cognitive Appraisal

Tahap Primary Cognitive Appraisal merupakan proses mental yang

berfungsi mengevaluasi suatu situasi atau stimulus dari sudut

implikasinya terhadap individu. Implikasi dapat menguntungkan,

merugikan, atau membahayakan individu tersebut.

2) Secondary Cognitive Appraisal

Tahap Secondary Cognitive Appraisal merupakan evaluasi terhadap

sumber daya yang dimiliki individu dan berbagai alternatif cara

mengatasi situasi tersebut. Proses ini dipengaruhi oleh pengalaman

individu pada situasi serupa, persepsi individu terhadap kemampuan

dirinya dan lingkungannya serta berbagai sumberdaya pribadi dan

lingkungan.

3) Stage of Searching for a Coping Strategy

Konsep ‘coping’ diartikan sebagai usaha-usaha untuk mengelola

tuntutan-tuntutan lingkungan dan tuntutan internal serta mengelola

konflik karena berbagai tuntutan tersebut. Tingkat kekacauan yang

dibangkitkan oleh satu stresor (sumber stres) akan menurun jika

individu memiliki antisipasi tentang cara mengelola atau menghadapi

stresor tersebut, yaitu dengan menerapkan strategi ‘coping’ yang tepat.

Strategi yang akan digunakan ini dipengaruhi oleh pengalaman atau

informasi yang dimiliki individu serta konteks situasi dimana stres

tersebut berlangsung.

Page 4: Bab 2

10

4) Stage of The Stress Response

Pada tahap ini individu mengalami kekacauan emosional yang akut,

seperti sedih, cemas, marah, dan panik. Mekanisme pertahanan diri

yang digunakan menjadi tidak adekuat, fungsi-fungsi kognisi menjadi

kurang terorganisasikan dengan baik, dan pola-pola neuroendokrin

serta sistem syaraf otonom bekerja terlalu aktif. Reaksi-reaksi seperti

ini timbul akibat adanya pengaktifan yang tidak adekuat dan reaksi-

reaksi untuk menghadapi stres yang berkepanjangan.

4. Stres Kerja

Leila (2002,p.3-7) mengemukakan bahwa lingkungan kerja,

sebagaimana lingkungan-lingkungan lainnya, juga menuntut adanya

penyesuaian diri dari individu yang menempatinya, sehingga dalam

lingkungan kerja individu memiliki kemungkinan untuk mengalami suatu

keadaan stres. Stres kerja dapat dirumuskan sebagai suatu keadaan tegang

yang dialami di dalam suatu organisasi. Stres ini dapat merupakan akibat

dari lingkungan fisik, sistem dan teknik dalam organisasi, interaksi sosial

interpersonal, isi atau struktur pekerjaan, tingkah laku individu sebagai

anggota, dan aspek-aspek organisasi lainnya.

Baron & Greenberg dalam Yulianti (2000) seperti dikutip oleh

Andraeni (2005) mendefinisikan stres sebagai reaksi-reaksi emosional dan

psikologis yang terjadi pada situasi dimana tujuan individu mendapat

halangan dan tidak bisa mengatasinya. Penjelasan senada dikemukakan

Robbins dalam Dwiyanti (2001) bahwa stres kerja merupakan suatu kondisi

Page 5: Bab 2

11

dinamis di mana individu dihadapkan pada kesempatan, hambatan dan

keinginan dan hasil yang diperoleh sangatlah penting tetapi tidak dapat

dipastikan.

5. Faktor Penyebab Stres Kerja

Faktor utama dari proses stres kerja seperti dinyatakan oleh Liu dkk

(2003, p. 481) adalah sumber potensial dari stressor, perbedaan individual

(mediator-mediator), dan konsekuensi dari stres (strain) seperti tampak pada

skema di bawah ini. Stressor atau sumber stres (meliputi hal-hal yang terkait

dengan pekerjaan atau di luar organisasi) adalah kejadian-kejadian objektif,

sedangkan stres adalah pengalaman subjektif dari kejadian tersebut dan

ketegangan atau tekanan (strain) merupakan respon yang buruk terhadap

stres. Merujuk pada pernyataan di atas, dampak dari stres dapat dengan

mudah dipahami seperti beberapa dari keadaan di lingkungan sekitar dapat

menjadi stressor yang selanjutnya diinterpretasikan oleh individu sehingga

memicu timbulnya stres.

Page 6: Bab 2

12

Skema 2.1Model Stres di Lingkungan Kerja

.

Sumber : Cooper, C. L., Marshall, J. (1976) dalam Rahman dkk (2012), Sumber-Sumber Stres Kerja : Tinjauan Literatur berkaitan dengan Penyakit Jantung Koroner dan Gangguan Kesehatan Mental, dari Journal of occupational psychology, Vol. 49, No. 1, page 12.

Individu Level ansietas

Level of neurositismeTolerasi dari ambiguitas

Pola dari Prilaku

Sumber Stres dari Luar Organisasi

Masalah-masalan dalam Keluarga

Krisis-krisis KehidupanKesulitasn Finansial

Tekanan DarahLevel KolesterolDetak Jantung

Merokok Depressive mood

Melarikan diri dengan Minuman

Ketidakpuasan KerjaBerkurangnya

Aspirasi

Penyakit Jantung Koroner

Gangguan Jiwa

Sumber Stres Karakteristik Individual

Gejala-Gejala dari Penyakit karena

PekerjaanFaktor Intrinsik KerjaKondisi fisik kerja yang rendahBeban kerja berlebihanTekanan waktuKeadaan fisik yang berbahaya

Peraturan dalam organisasiPeran yang tidak jelas Konflik peranTanggung jawab terhadap manusiaKonflik sebagai hambatan dalam organisasi (dari dalam dan luar), dan lain-lain

Pengembangan KarirPromosi berlebihanKurang promosiHilangnya kenyamanan kerjaHilangnya ambisi, dan lain-lain

Hubungan di Tempat KerjaHubungan yang buruk dengan nos di tempat kerjaBawahan atau teman sekerjaKesulitan pendelegasian TugasTanggung jawab.

Struktur dan iklim Organisasi dan Partisipasi rendah atau tidak ada dalam pembuatan keputusanPembatasan PrilakuKebijakan instansi Kuranngnya konsultasi

Page 7: Bab 2

13

Leila (2002,p.3-7) menyatakan secara umum terdapat tiga buah

pendekatan untuk membahas masalah yang dapat menyebabkan stres kerja

dalam ruang lingkup organisasi. Pendekatan pertama berorientasi pada

karakteristik obyektif dari berbagai situasi kerja yang dapat menimbulkan

stres. Pendekatan kedua mengacu pada karakteristik individu sebagai

penyebab utama stres, dan pendekatan ketiga meninjaunya melalui acuan

interaksi antara situasi obyektif dan karakteristik individu.

a. Karakteristik Obyektif Situasi Kerja

Pendekatan ini bertolak dari konsep stres sebagai suatu

kondisi/situasi yang mampu menimbulkan pergolakan, kekacauan, atau

perubahan yang bersifat reaktif dalam diri individu. Pendekatan ini

mengacu kepada konsep stres sebagai stimulus. Ada atau tidaknya stres

dan bobot stres dapat diduga dari karakteristik stimulus yang dihadapi

individu. Stimulus yang mampu menimbulkan stres ini biasa disebut

stresor.

Konsep stres sebagai stimulus secara umum, digunakan untuk

menerangkan situasi-situasi yang memiliki karakteristik baru, intense

(kuat), berubah-ubah dengan cepat, dan terjadi tanpa diduga sebelumnya.

Situasi lain yang dapat menjadi stresor memiliki karakteristik sebagai

berikut :

1) Stimulus deficit (kurangnya stimulasi lingkungan)

2) Absence of expected stimuli (ketidakhadiran stimulus yang

diharapkan).

3) Highly persistent stimulations (stimulasi monoton).

Page 8: Bab 2

14

4) Kelelahan

5) Kejenuhan

Konsep stres sebagai suatu stimulus dalam lingkungan kerja, sering

digunakan untuk membahas situasi-situasi kerja yang dapat menimbulkan

stres pada para pekerja. Situasi-situasi tersebut adalah sebagai berikut :

1) Karakteristik fisik lingkungan kerja

a) Situasi kerja yang berpolusi

b) Noise (kebisingan)

c) Terlalu panas atau terlalu dingin

d) Rancangan sistem manusia-mesin yang buruk

e) Situasi kerja yang mengancam keselamatan fisik

2) Karakteristik Waktu Kerja

a) Pekerjaan-pekerjaan yang waktunya tidak menentu

b) Terlalu sering lembur

c) Deadlines (batas waktu).

d) Time pressures

3) Karakteristik Lingkungan Sosial dan Organisasi

a) Iklim politis yang kurang sehat

b) Kualitas supervisi yang buruk

c) Relasi atasan-bawahan yang buruk

d) Tugas-tugas monoton

e) Machine pacing (kecepatan mesin)

f) Beban kerja yang berlebihan

g) Tanggung jawab yang terlalu besar

Page 9: Bab 2

15

h) Kurang penghargaan terhadap hasil kerja

4) Karakteristik Perubahan Dalam Pekerjaan

a) Pemutusan hubungan kerja

b) Pensiun

c) Demosi

d) Adanya perubahan kualitatif dalam jabatan

e) Promosi yang terlalu dini

f) Perubahan pada pola shift

g) Situasi dimana tidak ada perubahan sama sekali

b. Karakteristik Pekerja

Pendekatan ini bertolak dari pendapat bahwa individu memiliki

ambang stres yang berbeda, sehingga karakteristik individu akan

mempengaruhi kadar stres yang dihayatinya. Faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi ambang stres seseorang, berdasarkan beberapa penelitian

yaitu :

1) Usia

2) Jenis kelamin

3) Kebangsaan dan suku bangsa

4) Taraf hidup

5) Banyaknya perubahan yang dialami semasa hidup

6) Kecenderungan work addict

7) Kecenderungan neurotik dan depresi

8) Fleksibilitas kepribadian

9) Mekanisme pertahanan diri yang dipergunakan

Page 10: Bab 2

16

10) Self esteem

11) Makna pekerjaan bagi individu

Salah satu teori yang berlandaskan pada teori ini adalah yang

diajukan oleh Rosenman dan Friedman (1974) yang menggolongkan

individu kedalam dua pola perilaku yaitu individu tipe A dan individu tipe

B, yang dikaitkan dengan kerentanan individu terhadap penyakit jantung .

Individu dengan pola perilaku tipe A lebih mudah terserang

penyakit jantung (CHD) terlepas dari faktor-faktor fisik dan jenis

pekerjaan. Dua karakteristik utama individu dengan pola perilaku tipe A

adalah adanya suatu dorongan yang besar untuk bersaing dan perasaan

menetap tentang pentingnya waktu. Individu dengan pola perilaku tipe A

sangat ambisius dan agresif, selalu bekerja untuk mencapai sesuatu,

berlomba dengan waktu, beralih dengan cepat dari suatu pekerjaan kelain

pekerjaan, dan terlibat penuh pada tugas-tugas pekerjaannya. Hal

mengakibatkan individu dengan pola perilaku tipe A selalu berada dalam

keadaan tegang dan stres, meskipun pekerjaan yang dilakukan relatif

bebas dari sumber-sumber stres. Individu dengan karakteristik

kepribadian ini akan selalu mengalami stres pada saat bekerja maupun

pada saat senggang.

Individu dengan pola perilaku tipe B mungkin sama ambisiusnya

dengan individu tipe A, tetapi mereka lebih santai dan menerima situasi

seadanya. Individu tipe B bekerja dengan nyaman tanpa usaha untuk

memerangi situasi ynag mereka hadapi secara kompetitif dan dalam

menghadapi tekanan waktu, bersikap lebih santai sehingga jarang

Page 11: Bab 2

17

mengalami masalah-masalah yang berhubungan dengan stres. Individu

tipe B dengan demikian dapat bekerja sebaik yang dilakukan oleh tipe A

tetapi lebih sedikit mengalami akibat-akibat yang menyakitkan dari stres.

Pembagian pola perilaku ini sebenarnya tidak menunjukkan ciri

kepribadian yang statis, akan tetapi lebih menggambarkan gaya perilaku

yang disertai dengan beberapa reaksi kebiasaan seseorang dalam

menghadapi situasi disekitarnya. House (1973) menambahkan bahwa ciri

psikis utama individu tipe A adalah keinginan untuk mencapai prestasi

sosial (social achievement) yang dapat dianalogikan dengan mencari

status (status seeking). Glass (1977) menduga bahwa faktor utama yang

menyebabkan timbulnya pola perilaku tipe A adalah keinginan atau obsesi

untuk mengendalikan lingkungan sehingga permasalahan yang dihadapi

oleh individu tipe A tidak terletak pada ketidakmmapuan melakukan

sesuatu sama sekali (inactivity). Individu tipe A akan menghayati stres

yang relatif lebih besar jika mereka dibiarkan tanpa diberikan pekerjaan

atau aktivitas.

c. Pendekatan Interaksi

Teori-teori yang didasari oleh pendekatan ini berpendapat bahwa

stres tidak semata-mata disebabkan oleh situasi lingkungan kerja atau

semata-mata oleh karakteristik pekerja yang bersangkutan melainkan oleh

interaksi antara kedua faktor tersebut. Cox dan Mackay (1979)

berdasarkan pendekatan interaksi ini, mengatakan bahwa stres merupakan

hasil penafsiran seseorang mengenai keterlibatannya dalam

lingkungannya, baik secara fisik maupun secara psikososial. Stres atau

Page 12: Bab 2

18

ketegangan timbul sebagai suatu hasil ketidakseimbangan antara persepsi

orang tersebut mengenai tuntutan yang dihadapinya dan persepsinya

mengenai kemampuannya untuk menanggulangi tuntutan tersebut.

Pernyataan ini berarti bahwa tidak ada stresor yang berifat universal.

Stimulus yang sama dapat menyebabkan intensitas stres yang berbeda

atau bahkan tidak menyebabkan stres sama sekali pada individu yang

mempersepsikan dirinya mampu menghadapi stres tersebut. Fokus

bahasan teori ini dengan demikian adalah persepsi individu terhadap

situasi dan partisipasi aktif individu dalam interaksi yang berlangsung

atau dengan perkataan lain, cara individu menghadapi stres lebih penting

daripada frekwensi dan kadar stres itu sendiri.

Salah satu model teori interaksi yang cukup populer berasal dari

French (1982), yaitu “the Person Enviromental fit Model”. Menurut

French, stress terdapat pada kotak G dalam model P-E nya, yaitu sebagai

“Subjective Person-Environment Fir”.

Penggambaran stres menurut model P-E yaitu stress tidak timbul

akibat stressor lingkungan semata melainkan merupakan hasil persepsi

individu terhadap kemampuan dan motivasinya untuk menghadapi

stressor tersebut. Faktor persepsi dalam model tersebut merupakan faktor

yang paling menentukan bobot stres dari suatu situasi. Persepsi dalam

model P-E tersebut individu, dipengaruhi oleh karakteristik lingkungan

(Objective Social Environment) dan karakteristik individu (Objective

Person), dimana bila salah satu dari kedua hal ini berubah, persepsi

Page 13: Bab 2

19

individu pun akan berubah, sehingga pada akhirnya bobot stres yang

dihayati akan berubah pula.

French juga mengemukakan bahwa stress yang dipersepsi dapat

dikurangi melalui dua mekanisme, yaitu “Social Support” dan “Ego

Defence”, yang berarti jika individu memperoleh dukungan sosial yang

memadai dari lingkungan atau menggunakan ego defence yang tepat,

stress dapat menurun intensitasnya.

Sumber stres kerja menurut Hurrel dalam Sunyoto (2001) seperti

dikutip Andraeni (2005) yang menyebabkan seseorang tidak berfungsi

optimal atau yang menyebabkan seseorang jatuh sakit dari dari banyak

faktor. Faktor-faktor pekerjaan yang menimbulkan stres dapat

dikelompokkan dalam lima kategon besar yaitu :

a. Faktor-faktor Intrinsik dalam Pekerjaan

Faktor yang dikategorikan dalam faktor ini adalah tuntutan fisik dan

tuntutan tugas. Tuntutan fisik diantarnya faktor kebisingan. Sedangkan

faktor-faktor tugas mencakup: kerja malam, beban kerja, dan penghayatan

dari resiko dan bahaya.

1) Tuntutan fisik

Kondisi fisik kerja mempunyai pengaruh terhadap faal dan psikologis

diri seorang tenaga kerja. Kondisi fisik dapat merupakan pembangkit

stres (stressor). Suara bising selain dapat menimbulkan gangguan

sementara atau tetap pada alat pendengaran dapat merupakan sumber

stres yang menyebabkan peningkatan kesiagaan dan

ketidakseimbangan psikologis. Kondisi demikian memudahkan

Page 14: Bab 2

20

timbulnya kecelakaan. Lebih jauh Ivancevich & Matteson (dalam

Munandar, 2001, p.381-383) bependapat bahwa bising yang berlebih

(sekitar 80 desibel) serta berulangkali dalam jangka waktu yang lama,

dapat menimbulkan stres. Dampak psikologis dari bising yangberlebih

ialah mengurangi toleransi dari tenaga kerja terhadap pembangkit stres

yang lain, juga terhadap motivasi kerja.

2) Tuntutan tugas

Penelitian menunjukkan bahwa shift/kerja malam merupakan sumber

utama. Keluhan yang sering disampaikan individu yang menjalani atau

bekerja malam adalah kelelahan yang berlebihan dan gangguan perut

serta berdampak pada kebiasaan makan. Gangguan ini lebih intens

dibandingkan pada pekerja shift pagi/siang. Shift kerja terkait dengan

beban kerja yang diterima dimana pada malam hari, individu merasa

beban kerja yang lebih berat.

Everly & Girdano (dalam Munandar, 2001) menambahkan

kategori lain dari beban kerja, yaitu kombinasi dari beban kerja

berlebih kuantitatif dan kuahtatif. Beban berlebih secara fisikal

ataupun mental, yaitu harus melakukan terlalu banyak hal, merupakan

kemungkinan sumber stress pekerjaan. Unsur yang menimbulkan

beban berlebih kuantitatif ialah desakan waktu, yaitu setiap tugas

diharapkan dapat diselesaikan secepat mungkin secara tepat dan

cermat.

Page 15: Bab 2

21

b. Peran Individu dalam Organisasi

Individu yang mampu bekerja sesuai dengan perannya dalam

organisasi, artinya mampu melakukan tugas yang harus dilakukan sesuai

dengan aturan-aturan yang ada dan sesuai dengan yang diharapkan oleh

atasannya akan terhidnar dari stres. Sebaliknya ketidak berhasilan untuk

memainkan peran dapat menimbulkan berbagai konflik yang dapat

berakhir dengan timbulnya stres. Konflik peran seperti pertentangan

antara tugas-tugas dan tanggung jawab yang harus dilakukan, melakukan

tugas yang dipersepsikan bukan sebagai tugasnya, tuntutan-tunlutan yang

bertentangan dari atasan, rekan, atau orang lain yang dinilai penting bagi

dirinya. pertentangan dengan nilai-nilai dan keyakinan pekerja selama

melakukan tugasnya. Konflik peran lainnya yang rentan menimulkan

masalah bagi pekerja adalah keraguan peran. Hal ini timbul bila individu

tidak memiliki cukup informasi untuk dapat melaksanakan tugasnya, atau

tidak mengerti atau merealisasi harapan-harapan yang berkaitan dengan

peran tertentu. Faktor-faktor yang dapat keraguan peran meliputi

ketidakjelasan dari saran-saran (tujuan-tujuan) kerja, kesamaran tentang

tanggung jawab, ketidakjelasan tentang prosedur kerja, kesamaran tentang

yang diharapkan dari tugas yang dilakukannya, kurang adanya umpan

balik, atau ketidakpastian tentang produktifitas kerja.

c. Pengembangan Karir

Unsur-unsur penting pengembangan karir meliputi peluang untuk

menggunakan ketrampilan jabatan sepenuhnya, peluang mengembangkan

ketrampilan yang baru, dan penyuluhan karir untuk memudahkan

Page 16: Bab 2

22

keputusan-keputusan yang menyangkut karir. Hal-hal menyangkut karir

yang dapat menjadi pemicu stres kerja yaitu :

1) Job Insecurity

Reorganisasi yang dilakukan karena perubahan-perubahan lingkungan

yang menimbulkan masalah baru bagi suatu organisasi dapat menjadi

sumber stres. Hal ini dikarenakan tugas baru terkadang memerlukan

ketrampilan dan penyesuaian diri yang baik sehingga ketidakmampuan

dapat mengakibatkan perasaan tertekan disamping reorganisasi sering

menimbulkan ketidakpastian pekerjaan.

2) Over dan Under-promotion

Organisasi mempunyai kecepatan tumbuh yang berbeda. Salah satu

akibat dari proses pertumbuhan ini ialah tidak adanya kesinambungan

mobilitas vertikal dari pekerja. Peluang dan kecepatan promosi yang

diterima pekerja tidak sama setiap saat. Peluang promosi yang kecil,

baik karena keadaan tidak mengizinkan maupun karena dilupakan,

dapat merupakan pembangkit stres bagi tenaga kerja yang rnerasa

sudah waktunya mendapatkan promosi. Perilaku yang mengganggu,

semangat kerja yang rendah dan hubungan antarpribadi yang bermutu

rendah, berkaitan dengan stres dari kesenjangan yang dirasakan antara

kedudukannya di organisasi dengan kedudukan yang diharapkan.

Sedangkan stres yang timbul karena over-promotion memberikan

kondisi beban kerja yang berlebihan serta adanya tuntutan pengetahuan

dan ketrampilan yang lidak sesuai dengan bakatnya.

Page 17: Bab 2

23

d. Hubungan dalam Pekerjaan

Hubungan kerja yang tidak baik tampak dari gejala-gejala adanya

kepercayaan yang rendah, dan minat yang rendah dalam pemecahan

masalah dalam organisasi. Ketidakpercayaan secara positif berhubungan

dengan ketaksaan peran yang tinggi, yang mengarah ke komunikasi antar

pribadi yang tidak sesuai antara pekerja dan ketegangan psikologikal

dalam bentuk kepuasan pekerjaan yang rendah, penurunan dari kodisi

kesehatan, dan rasa diancam oleh atasan dan rekan-rekan kerjanya.

e. Struktur dan iklim Organisasi

Faktor stres yang dikenali dalam kategori ini adalah terpusat pada

sejauh mana tenaga kerja dapat terlihat atau berperan serta pada support

sosial. Kurangnya peran serta atau partisipasi dalam pengambilan

keputusan berhubungan dengan suasana hati dan perilaku negatif.

Peningkatan peluang untuk berperan serta menghasilkan peningkatan

produktivitas, dan peningkatan taraf dari kesehatan mental dan fisik.

f. Tuntutan dari Luar Organisasi/Pekerjaan

Kategori pembangkit stres potensial ini mencakup segala unsur

kehidupan seseorang yang dapat berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa

kehidupan dan kerja di dalam satu organisasi, dan dapat memberi tekanan

pada individu. Isu-isu tentang keluarga, krisis kehidupan, kesulitan

keuangan, keyakinan-keyakinan pribadi dan organisasi yang

bertentangan, konflik antara tuntutan keluarga dan tuntutan tempat kerja,

dapat merupakan tekanan bagi individu dalam bekerja seperti halnya stres

Page 18: Bab 2

24

dalam pekerjaan mempunyai dampak yang negatif pada kehidupan

keluarga dan pribadi.

g. Ciri-ciri Individu

Menurut pandangan interaktif dari stres, stres ditentukan pula oleh

individunya sendiri, sejauh mana kemmapuannya melihat situasi sebagai

stres. Reaksi-reaksi psikologis, fisiologis, dan dalam bentuk perilaku

terhadap stres adalah hasil dari interaksi situasi dengan individunya,

mencakup ciri-ciri kepribadian yang khusus dan pola-pola perilaku yang

didasarkan pada sikap, kebutuhan, nilai-nilai, pengalaman masa lalu,

keadaan kehidupan dan kecakapan (antara lain inteligensi, pendidikan,

pelatihan, pembelajaran). Faktor-faktor dalam diri individu berfungsi

sebagai faktor pengaruh antara rangsang dari lingkungan yang merupakan

pembangkit stres potensial dengan individu. Faktor pengubah ini yang

menentukan bagaimana, dalam kenyataannya, individu bereaksi terhadap

pembangkit stres potensial.

1) Kepribadian :

Individu yang berkepribadian introvert bereaksi lebih negatif dan

menderita ketegangan yang lebih besar daripada mereka yang

berkepribadian extrovert, pada konflik peran. Kepribadian yang

flexible (orang yang lebih lerbuka terhadap pengaruh dari orang lain

sehingga lebih mudah mendapatkan beban yang berlebihan)

mengalami ketegangan yang lebih besar dalam situasi konflik,

dibandingkan dengan mereka yang berkepribadian rigid.

Page 19: Bab 2

25

2) Kecakapan

Hal ini merupakan variabel yang ikut menentukan stres tidaknya suatu

situasi yang sedang dihadapi. Individu yang menghadapi masalah yang

dirasakan tidak mampu dipecahkan, sedangkan situasi tersebut

mempunyai arti penting bagi dirinya, akan dirasakan sebagai keadaan

yang mengancam dirinya sehingga mengalami stres. Ketidakmampuan

menghadapi situasi menimbulkan rasa tidak berdaya. Sebaliknya jika

merasa mampu menghadapi situasi inidvidu akan merasa ditantang dan

motivasinya akan meningkat.

3) Nilai dan kebutuhan

Organisasi mempunyai kebudayaan masing-masing. Kebudayaan yang

terdiri dari keyakinan-keyakinan, nilai-nitai dan norma-norma perilaku

yang menunjang organisasi dalam usahanya mengatasi masalah-

masalah adaptasi ekstemal dan internal. Tata nilai yang dianut sebuah

organisasi ini diharapkan dapat diterapkan oleh seluruh individu yang

berkerja yang terkadang dapat menimbulkan berbagai masalah.

B. Konsep Perawat Pelaksana

1. Pengertian

Menurut Undang-Undang Kesehatan no. 23 tahun 1992, perawat

adalah seseorang yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan

tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya yang diperoleh

melalui pendidikan keperawatan (Gaffar, 1999, p.7).

Page 20: Bab 2

26

Perawat pada saat ini didefinisikan sebagai pemberi pelayanan

keperawatan. Pelayanan keperawatan adalah bagian integral dari pelayanan

kesehatan yang diberikan kepada masyarakat, keluarga, kelompok khusus,

individu, dan sebagainya, pada setiap tingkat, sepanjang siklus kehidupan

pasien (Susanto 2001).

Perawat mempunyai fungsi yang unik yaitu, membantu individu baik

yang sehat maupun sakit, dari lahir hingga meninggal agar dapat

melaksanakan aktifitas sehari-hari secara mandiri, dengan menggunakan

kekuatan, kemauan atau pengetahuan yang dimiliki. Fungsi itu menyebabkan

perawat berupaya menciptakan hubungan baik dengan pasien untuk

menyembuhkan ataupun meningkatkan kemandiriannya. Bila perawat tidak

berhasil menciptakan kemandirian maka perawat membantu mengatasi

hambatan, sedangkan pada penyakit yang tidak dapat disembuhkan dimana

pasien akhirnya meninggal dunia, maka perawat berupaya agar pasien dapat

meninggal dengan tenang (Henderson 1980 dikutip dari Ali, 2002, p.31).

Fungsi perawat yang beragam dan unik dalam upaya memenuhi

kebutuhan pasien dibagi dalam beberapa jenjang jabatan dengan tujuan

mempermudah pelaksanaan tugas agar kegiatan di sebuah instansi kesehatan

seperti Rumah Sakit berjalan lancar. Salah satu jabatan perawat di ruang

rawat adalah perawat pelaksana. Menurut DepKes RI (1999) perawat

pelaksana adalah seorang tenaga keperawatan yang diberi wewenang untuk

melaksanakan pelayanan/asuhan keperawatan di ruang rawat.

2. Persyaratan

Page 21: Bab 2

27

Syarat menjadi perawat pelaksana yaitu memiliki ijazah formal

keperawatan/kebidanan dari semua jenjang pendidikan yang disahkan oleh

pemerintah/yang berwenang dan sehat jasmani derta rohani (DepKes RI,

1999).

3. Tanggung Jawab

Menurut DepKes RI (1999) tanggung jawab perawat pelaksana

dalam menjalankan tugasnya di ruang rawat terhadap Kepala

Ruangan/Kepala Instansi adalah sebagai berikut:

a. Kebenaran dan ketepatan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai

standar.

b. Kebenaran dan ketepatan dalam mendokumentasikan pelaksanaan asuhan

keperawatan/kegiatan lain yang dilakukan.

4. Wewenang

Wewenang perawat pelaksana di ruang rawat dalam melaksanakan

tugasnya menurut DepKes RI (1999) adalah :

a. Meminta informasi dan petunjuk kepada atasan.

b. Memberikan asuhan keperawatan kepada pasien sesuai dengan

kemampuan dan batas kewenangannya.

5. Uraian Tugas

DepKes RI (1999) mendeskripsikan beberapa tugas yang menjadi

kewajiban perawat pelaksana yang bertugas di ruang rawat yaitu :

a. Memellihara kebersihan ruang rawat dan lingkungannya.

b. Menerima pasien baru sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku.

Page 22: Bab 2

28

c. Memelihara peralatan keperawatan dan medis agar selalu dalam keadaan

siap pakai.

d. Melakukan pengkajian keperawatan dan menentukan diagnosa

keperawatan, sesuai batas kewenangannya.

e. Menyusun rencana keperawatan sesuai dengan kemampuannya.

f. Melakukan tindakan keperawatan kepada pasien sesuai kebutuhan dan

batas kemampuannya antara lain :

1) Melaksanakan tindakan pengobatan sesuai program pengobatan.

2) Memberikan penyuluhan kesehatan kepada pasien dan keluarganya

mengenai penyakitnya.

g. Melatih/membantu pasien untuk melakukan latihan gerak.

h. Melakukan tindakan darurat kepada pasien (antara lain panas tinggi,

kolaps, perdarahan, keracunan, henti nafas dan henti jantung) sesuai

protap yang berlaku. Selanjutnya segera melaporkan tindakan yang telah

dilakukan kepada dokter ruang rawat/dokter jaga.

i. Melakukan evaluasi tindakan keperawatan sesuai batas kemampuannya.

j. Mengobservasi kondisi pasien, selanjutnya melakukan tindakan yang

tepat berdasarkan hasil observasi tersebut, sesuai batas kemampuannya.

k. Berperan serta dengan anggota tim kesehatan dalam membahas kasus dan

upaya meningkatkan mutu asuhan keperawatan.

l. Melaksanakan tugas pagi, sore, malam dan hari libur secara bergilir sesuai

jadwal dinas.

m. Mengikuti pertemuan berkala yang diadakan oleh kepala ruang rawat.

Page 23: Bab 2

29

n. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan di bidang keperawatan,

antara lain melalui pertemuan ilmiah dan penataran atas izin/persetujuan

atasan.

o. Melaksanakan system pencatatan dan pelaporan asuhan keperawatan yang

tepat dan benar sesuai standar asuhan keperawatan.

p. Melaksanakan serah terima tugas kepada petugas pengganti secara lisan

maupun tertulis, pada saat penggantian dinas.

q. Memberikan penyuluhan kesehatan kepada pasien dan keluarganya sesuai

dengan keadaan dan kebutuhan pasien mengenai :

1) Program diet

2) Pengobatan yang perlu dilanjutkan dan cara penggunaannya.

3) Pentingnya pemeriksaan ulang di rumah sakit, puskesmas atau institusi

kesehatan ini.

4) Cara hidup sehat, seperti pengaturan istirahat, makanan yang bergizi

atau bahan pengganti sesuai dengan keadaan sosial ekonomi.

r. Melatih pasien menggunakan alat bantu yang dibutuhkan, seperti :

1) Rollstoel

2) Tongkat penyangga

3) Protesa

s. Melatih pasien untuk melaksanakan tindakan keperawatan di rumah

misalnya :

1) Merawat luka

2) Melatih anggota gerak

Page 24: Bab 2

30

t. Menyiapkan pasien yang akan pulang, meliputi menyediakan formulir

untuk penyelesaian administratif seperti surat izin pulang, surat

keterangan istirahat sakit, petunjuk diet, resep obat untuk di rumah (jika

diperlukan), surat rujukan atau pemeriksaan ulang dan lain-lain.