bab 2

16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Persediaan Persediaan (inventory), dalam konteks produksi dapat diartikan sebagai sumberdaya yang menganggur (idle resource). Sumber daya menganggur ini belum digunakan karena menunggu proses lebih lanjut, yaitu proses produksi sampai dengan kegiatan pemasaran. ( rosnani ginting, 2007). Mekanisme dalam persediaan adalah pembuatan serangkaian kebijakan yang memonitor tingkat persediaan, menentukan persediaan yang harus dijaga, kapan persediaan harus di isi, dan berapa pesanan yang harus dilakukan. (teguh baroto 2002). Permasalahan persediaan yang perlu diformulasikan dalam perencanaan adalah seberapa banyak (much), dan kapan (when) persediaan barang tersebutharus disiapkan agar tiak terjadi kelangkaan (stock-out) (sritomo wignosorbroto, 2003):. Menurut sritomo wignosorbroto (2003) Persediaan (inventory) akan memiliki fungsi dan arti penting untuk menjaga

Upload: vicka-cahya-septianto

Post on 19-Jun-2015

354 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab 2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Persediaan

Persediaan (inventory), dalam konteks produksi dapat diartikan sebagai sumberdaya

yang menganggur (idle resource). Sumber daya menganggur ini belum digunakan karena

menunggu proses lebih lanjut, yaitu proses produksi sampai dengan kegiatan pemasaran.

( rosnani ginting, 2007). Mekanisme dalam persediaan adalah pembuatan serangkaian

kebijakan yang memonitor tingkat persediaan, menentukan persediaan yang harus dijaga,

kapan persediaan harus di isi, dan berapa pesanan yang harus dilakukan. (teguh baroto

2002). Permasalahan persediaan yang perlu diformulasikan dalam perencanaan adalah

seberapa banyak (much), dan kapan (when) persediaan barang tersebutharus disiapkan agar

tiak terjadi kelangkaan (stock-out) (sritomo wignosorbroto, 2003):.

Menurut sritomo wignosorbroto (2003) Persediaan (inventory) akan memiliki fungsi

dan arti penting untuk menjaga proses produksi berlangsung lancer dan terkendali. Fungsi-

fungsi tersebut meliputi :

1. Fungsi pipe-line (transit) inventories

Berfungsi sebagai penghubung antara produsen barang dengan pemasok

ataupun konsumen yang dipisahkan oleh geografis yang berjarak jauh dan

memerlukan waktu lama un tuk masa penyerahan barang, mengantisipasi dari faktor

tersebut perlu adanya extra-stock agar bias memenuhi pesanan setiap waktu

2. Economic Order Quantities

Page 2: Bab 2

Menetapkan jumlah pesanan dengan mempertimbangkan keseimbangan antara

biaya dengan jumlah pesanan dalam sekala kecil atau dalam sekala besar dengan

frekwensi pemesanan yang jarang

3. Safety / Buffer stock

Merupakan antisipasi terhadap kondisi acak, fluktuasi, ketidakpastian, dan

diluar kendali system industri yang berkaitan dengan tingkat kebutuhan /

permintaan, laju produksi, waktu yang dibutuhkan untuk penggantian, dan hal lain-

lain. Extra stocks barang harus selalu disiapkan untuk mengantisipasi segala macam

kondisi tak terduga

4. Decoupling Inventory

Seringkali disebut juga sebagai inproses inventory dimana persediaan dibuat

agar setiap tahapan produksi bias lebih bebas tidak bergantung dengan proses lain.

5. Seasonal inventories

Persediaan dibuat untuk mengantisipasi fluktuasi permintaan produk/barang

pada musim yang berbeda. Dalam hal ini dilakukan pemanfaatan kapasitas produksi

seoptimal mungkin pada musim tertentu dan dijadikan sebagai bentuk persediaan

untuk mengantisipasi melonjaknya permintaan pada musim yang lain. (sritomo

wignojosoebroto 2002)

Page 3: Bab 2

2.2. Model persediaan

Menurut Rosnani ginting (2002) Model persediaan di kelompokkan menjadi dua

yaitu secara deterministik dan probabilistik.

1. Pengendalian persediaan secara deterministik

Untuk menggunakan kebijakan yeng optimum dibutuhkan informasi mengebai

parameter-parameter berikut:

1. Perkiraan kebutuhan

2. Biaya-biaya persediaan

3. Lead time

Dalam model persediaan deterministik parameter-parameter yang berpengaruh

terhadap system persediaan dapat diketahui dengan pasti. Rata-rata kebutuhan dan biaya

persediaan diasumsi diketahui dngan pasti. Lamanya lead time diasumsikan selalu tetap.

Karena semua parameter bersifat deterministik maka tidak dimungkinkan adanya

kekurangan persediaan. Dalam dunia nyata, akan sangat jarang ditemukan dimana situasi

seluruh parameter dapat diketahui dengan pasti, oleh karena itu akan lebih masuk akal jika

menggunakan model probabilistik yang mempertimbangkan ketidak pastian pada

parameternya.

2. Model persediaan probabilistik

Parameter-parameter seperti permintaan, lead time, biaya penyimpanan, biaya

pemesanan, biaya kekurangan persediaan dan harga, dalam kenyataan sering kali

bervariasi. Untuk menghadapi variasi yang ada, terutama variasi permintaan dan lead lime,

model probabilistik biasanya dicirikan dengan adanya persediaan pengaman (safety stock).

Menurut Tersine model persediaan probabilistic dibedakan menjadi yaitu :

Page 4: Bab 2

1. Constant demand and constant lead time

2. Variable demand and constant lead time

3. Constant demand and variable lead time

4. Variable demand and variable lead time

Permintaan variable dan lead time konstan.

Asumsi lead time yang konstan sering terjadi untuk banyak item. Ketika variasi

dalam lead time kecil dalam hubungan dengan rata-rata lead time, probabilistik lead time

diperkirakan dapat ditutup oleh lead time yang konstan. Selain itu, ketentuan yang ada

dapat menyebabkan lead time hampir pasti. Ketika pasokan adalah sumber internal (satu

departemen atau divisi lain yang memasok barang untuk departemen atau divisi dari

organisasi yang sama), waktu penyelesaian dapat dikontrol.

Jika data historis distribusi permintaan tersedia, safety stock dapat ditentukan

dengan memilih safety stock lavel yang menghasilkan biaya terendah yang diharapkan.

Sangat mudah untuk menentukan persediaan pengaman dengan menggunakan metode ini.

Tujuannya adalah untuk meminimalkan jumlah holding cost, Safety stock dan biaya stock

out. saat ukuran safety stock meningkat, holding cost meningkat tapi stock out berkurang.

Ketika safety stock berkurang, stock out meningkat tetapi holding cost mengalami

penurunan.

Dengan kondisi tersebut, maka perlu untuk memodifikasi distribusi permintaan

sehingga dapat menentukan permintaan selama lead time. Teknik memodifikasi permintaan

untuk memungkinkan berbagai jangka waktu panjang disebut konvolusi.,tidak ada kerugian

penjualan, karena menunggu kedatangan pelanggan dari permintaa jika stok tidak tersedia.

Page 5: Bab 2

Safety stock yang diharapkan adalah definisikan sebagai

S=∫0

( B−M ) f ( M ) dM

=B∫0

f ( M )dM -∫0

Mf ( M ) dM=B−M

Jumlah back order yang diharapkan back order per lead time adalah :

E (M > B) = ∫0

( M−B ) f ( M ) dM

Notasi matematika yang tepat untuk distribusi kontinu bila biaya stock out pada

dasar per satuan adalah sebagai berikut :

Safety stock tahunan yang diharapkan= holding cost + stockout cost

TC = SH +ARQ

∫0

( B−M ) f ( M ) dM

H(B – M ) + ARQ

∫0

( B−M ) f ( M ) dM

H(B –M ) + AR E(M >B)

Q

Dimana :

B = M + s Titik menyusun ulang dalam satuan

S = Safety stock di unit

H = Holding cost per unit innentory per tahun

A = Backordering biaya per unit

R = Tahunan rata-rata permintaan di unit

Q = Lot size atau memesan kuantitas pada unit

Page 6: Bab 2

M = Lead time permintaan dalam unit (suatu variabel acak)

M = Lead time rata-rata permintaan di unit

f ( M ) = Fungsi tujuan Probabilitas permintaan lead time

Dengan mengambil derivatif dari perkiraan biaya tahunan dari safety stock dengan

memperhatikan titik permintaan dan pengaturannya sama dengan nol, berikut hasil dari

pengoptimalan:

P (M> B) = P(s) = HQAR

Rumus di atas dapat diterapkan untuk kedua diskret dan distribusi probabilitas yang

kontinu pada lead time permintaan. Mengetahui distribusi probabilitas memungkinkan

penentuan nilai B yang diharapkan dapat minimalkan biaya. Ketika distribusi diskrit

bekerja, kepastian probabilitas stock out optimal sering tidak dapat dicapai karena sifat

diskrit data. Ketika probabilitas stock out optimal tidak dapat tercapai, tingkat probabilitas

stock out yang lebih rendah yang dipilih.

2.3. Konsep Dasar Perencanaan Kebutuhan Material

Perencanaan kebutuhan material (material requirements planning = MRP)

adalah metode penjadwalan untuk purchased planned orders dan manufactured planned

orders. Planned manufacturing orders kemudian diajukan untuk analisis lanjutan

berkenaan dengan ketersediaan kapasitas dan keseimbangan menggunakan perencanaan

kebutuhan kapasitas ( capacity requirements planning = CRP) (Vincent gasper)

Menurut Vincent gasper Proses MRP membutuhkan lima sumber informasi utama,

yaitu :

Page 7: Bab 2

1. Master Production schedule (MPS) yang merupakan suatu pernyataan

definitive tentang produk Akhir apa yang direncanakan perusahaan untuk

diproduksi, berapa kuantitas yang dibutuhkan, pada waktu kapan dibutuhkan, dan

bilamana produk itu akan diproduksi.

2. Bill of Material (BOM) merupakan daftar dari semua material, part, dan

subasembllies, serta kuantitas dari masing-masing yang dibutuhkan untuk

memproduksi satu unit produk atau parent assembly. MRP menggunakan BOM

sebagai basis untuk perhitungan banyaknya setiap material yang dibutuhkan untuk

setiap periode waktu.

3. Item Master merupakan suatu file yang berisi informasi status tentang

material, parts, subassemblies, dan produk-produk yang menunjukkan kuantitas on-

hand, kuantitas yang dialokasikan (allocated quantity), waktu tunggu yang

direncanakan (planned lead time), ukuran lot, stock pengaman, criteria lot sizeing,

toleransi untuk scrap atau hasil, dan berbagai informasi panting lainnya yang

berkaitan dengan suatu item.

4. Pesanan-pesanan (orders) akan memberitahukan tentang berapa banyak dari

setiap item yang akan diperoleh sehingga akan meningkatkan stock-on-hand di

masa mendatang.

5. Kebutuhan-kebutuhan (requirements) akan memberitahukan tentang berapa

banyak dari masing-masing item itu dibutuhkan sehingga akan mengurangi stock-

on-hand di masa mendatang.

2.4. Input dan Output system MRP

Page 8: Bab 2

Sistem MRP adalah suatu system yang bertujuan untuk menghasilkan informasi

tepat untuk melakukan tindakan yang tepat (pembatalan pesanan, pesanan ulang,

penjadwalan ulang). Hal ini sebagai dasar perbaikan dengan membuat keputusan baru

mengenai pembelian atau produksi yang telah dibuat sebelumnya

Ada tiga input yang dibutuhkan oleh system MRP yaitu Jadwal induk produksi,

catatan keadaan persediaan, dan struktur produk. Jadwal induk produksi dibuat berdasarkan

permintaan (diperoleh dari daftar pesanan atau peramalan) terhadap semua produk jadi

yang dibuat. Catatan keadaan persediaan menggambarkan status semua item yang ada

dalam persediaan dan berisi data tentang lead time, teknik ukuran lot yang digunakan,

persediaan pengaman, catatan-catatan penting lainya dari semua item. Struktur produk

berisi informasi tentang hubungan antara komponen-komponen dalam suatu perakitan.

Struktur memuat nomor dan jumlah item yang dibutuhkan dalam setiap perakitan, dan

beberapa jumlah akhir yang harus dibuat. Disamping ketiga input diatas, MRP juga

memerlukan input lain seperti pesanan komponen perusahaan lain dan peramalan atas item

yang independent.(teguh baroto).

Output dari sistem MRP adalah berupa rencana pemesanan atau rencana produksi

yang dibuat atas dasar lead time. Lead time item yang dibeli adalah rentang waktu sejak

pesanan dilakukan sampai barang diterima. Lead time yang dibuat adalah rentang waktu

sejak perintah pembuatan sampai dengan item selesai diproses. (Teguh Baroto, 2002).

Menurut Teguh Baroto (2002) Rencana pemesanan dan rencana produksi dari

output system MRP selamjutnya akan memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut :

1. Memberikan catatan tentang pesanan penjadwalan yang harus

dilakukan/direncanakan baik dari pabrik atau dari pemasok

Page 9: Bab 2

2. Memberikan indikasi untuk penjadwala ulang

3. Memberikan indikasi untuk pembatalan pesanan

4. Memberikan indikasi untuk keadaan persediaan

1.5. Prosedur Sistem MRP

Menurut (teguh baroto 2002)Sistem MRP memiliki empat langkah utama yang

selanjutnya keempat langkah ini harus diterapkan satu persatu pada periode perencanaan

dan pada setiap item. Prosedur ini dapat dilakukan secara manual bila jumlah item yang

terlibat dalam produksi relatif sedikit. Keempat langkah tersebut adalah :

1. Netting

Netting adalah proses perhitungan untuk menetapkan jumlah kebutuhan bersih, yang

besarnya merupakan selisih antara kebutuhan kotor dengan keadaan persediaan (yang ada

dalam persediaan dan yang sedang dipesan). Data yang diperlukan dalam proses

perhitungan kebutuhan bersih ini adalah:

1. Kebutuhan kotor untuk setiap periode.

2. Persediaan yang dipunyai pada awal perencanaan

3. Rencana penerimaan untuk setiap periode perencanaan.

Perhitungan kebutuhan bersih (netting) mempunyai logika berikut :

NRi = GRi – Sr i- OHi,

dengan NR = 0 bila GR – SR - OH < 0

Dimana :

NRi : kebutuhan bersih pada periode ke-i

GRi : Kebutuhan kotor pada period eke-i

Page 10: Bab 2

Sri : Jadwal penerimaan pada periode ke-i

OHi : Persediaan ditangan pada period eke-i

2. Lotting

Lotting adalah suatu proses untuk menentukan jumlahnya pesanan optimal untuk

setiap item secara individual didasarkan pada hasil perhitungan kebutuhan bersih yang

telah dilakukan. Ada banyak alternatif metode untuk menetukan ukuran lot. Beberapa

teknik diarahkan untuk meminimalkan total ongkos set-up dan ongkos simpan. Teknik-

teknik tersebut adalah teknik Lot for lot, economic order quantity, fix order quantity, dan

fix period review, dan lain-lain.

3. Offseting

Langkah ini bertujuan untuk menetukan saat yang tepat untuk melakukan rencana

pemesanan dalam rangka memenuhi kebutuhan bersih. Rencana pemesanan diperoleh

dengan cara mengurangkan saat awal tersedia ukuran lot yang diinginkandengan besarnya

lead time. Lead time adalah besarnya waktu saat barang mulai dipesan atau diproduksi

sampai barang tersebut selesai dan diterima siap untuk dipakai.

4. Explosion

Proses explosion adalah proses perhitungan kebutuhan kotor untuk tingkat item atau

komponen yang lebih bawah. Perhitungan kebutuhan kotor ini didasarkan pada pencana

pemesanan item-item produk pada level yang lebih atas.