bab 1 pendahuluan - digilib.uns.ac.id/pengaruh...3 pelayanan (service quality) suatu perusahaan...

54
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri retail telah mengalami perkembangan yang cukup pesat di Indonesia. Sebagai negara dengan penduduk yang besar dengan jumlah lebih dari 220 juta jiwa Indonesia menjadi daya tarik bagi para pengusaha ritel. Hal ini ditandai dengan munculnya retailer-retailer besar baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri di kota-kota di Indonesia. Jumlah penduduk yang besar menjadi salah satu faktor pndukung keberhasilan industri retail. Retail memiliki fungsi yang sangat penting dalam rantai distribusi karena retail menjadi penghubung antara final customer, manufacturer dan wholesaler (Breman dan Evan, 2001). Usaha ritel merupakan semua aktivitas yang melibatkan penjualan barang dan jasa langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan konsumsi. Ritel mempunyai arti penjualan secara eceran. Seiring tuntutan pasar bebas, ritel pun belakangan bertambah dongan konsep ritel modern. Ritel modern ini menggunakan konsep melayani sendiri atau biasa disebut swalayan. Dalam ritel modern dikenal hypermarket, supermarket dan mini market. Persaingan antar retailer menjadi semakin ketat, retailer yang ingin berkembang harus mampu memberikan pelayanan yang dapat memberikan kepuasan kepada konsumen dan menjadikan konsumen loyal yang dapat diartikan sebagai pembelian ulang oleh konsumen. Para pelaku retail di Indonesia dihadapkan dengan rendahnya permintaan pembelian konsumen

Upload: doque

Post on 04-Apr-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Industri retail telah mengalami perkembangan yang cukup pesat di

Indonesia. Sebagai negara dengan penduduk yang besar dengan jumlah lebih

dari 220 juta jiwa Indonesia menjadi daya tarik bagi para pengusaha ritel. Hal

ini ditandai dengan munculnya retailer-retailer besar baik yang berasal dari

dalam maupun luar negeri di kota-kota di Indonesia. Jumlah penduduk yang

besar menjadi salah satu faktor pndukung keberhasilan industri retail. Retail

memiliki fungsi yang sangat penting dalam rantai distribusi karena retail

menjadi penghubung antara final customer, manufacturer dan wholesaler

(Breman dan Evan, 2001). Usaha ritel merupakan semua aktivitas yang

melibatkan penjualan barang dan jasa langsung kepada konsumen akhir untuk

penggunaan konsumsi. Ritel mempunyai arti penjualan secara eceran. Seiring

tuntutan pasar bebas, ritel pun belakangan bertambah dongan konsep ritel

modern. Ritel modern ini menggunakan konsep melayani sendiri atau biasa

disebut swalayan. Dalam ritel modern dikenal hypermarket, supermarket dan

mini market.

Persaingan antar retailer menjadi semakin ketat, retailer yang ingin

berkembang harus mampu memberikan pelayanan yang dapat memberikan

kepuasan kepada konsumen dan menjadikan konsumen loyal yang dapat

diartikan sebagai pembelian ulang oleh konsumen. Para pelaku retail di

Indonesia dihadapkan dengan rendahnya permintaan pembelian konsumen

2

karena banyaknya perusahaan retail yang berkembang di Indonesia. Trend

konsumen masa depan adalah konsumen yang memiliki ekpektasi yang lebih

tinggi, meminta lebih banyak, menginginkan kualitas yang lebih tinggi dan

konsisten, lebih banyak pilihan, toko yang lebih nyaman dan pelayanan yang

lebih bernilai, namun dengan membayar lebih murah, waktu lebih cepat,

dengan usaha dan resiko lebih rendah. Dapat diperkirakan, kompetisi

selanjutnya, tidak hanya pada harga, namun menyangkut variable lain yang

berkaitan dengan value atas pengalaman berbelanja pelanggan. Kunci untuk

dapat sukses dan bertahan dalam persaingan yang semakin ketat perusahaan

retail harus mampu memberikan kualitas pelayanan dalam level yang tinggi.

Oleh karena itu para pelaku retail akan berlomba-lomba untuk semakin

meningkatkan kualitas layanan yang bertujuan untuk mempertahankan

pelanggan lama dan menciptakan pelanggan baru.

Retailer adalah salah satu jenis industri jasa. Industri jasa mempunyai

marketing mix yang berbeda dengan industri manufaktur. Marketing mix

perusahaan jasa terdiri dari 7 poin yaitu people, proces, physical

evidence,product, price, place dan promotion. Hal ini menyebabkan kesulitan

tersendiri dalam mengukur kinerja dari perusahaan jasa. Parasuraman et.al

(1988) telah mengembangkan alat ukur kepuasan pelanggan perusahaan jasa

yaitu SERVQUAL (Service Quality).

Pemberian atau pelayanan jasa oleh perusahaan retail kemungkinan

dapat mengalami kegagalan dalam memberikan kepuasan kepada pelanggan

apabila perusahaan tidak dapat mengetahui bentuk layanan yang sebenarnya

yang diinginkan oleh pelanggan. Persepsi pelanggan terhadap kualitas

3

pelayanan (Service Quality) suatu perusahaan retail mungkin akan

memberikan kepuasan bagi pelanggan yang akan menciptakan minat untuk

melakukan pembelian ulang (Purchase Intentions).

Penelitian ini akan melihat pengaruh dari service quality perception

dengan satisfaction, sebagai moderating variabel terhadap purchase intentions

pada industri retail. Service quality perception adalah persepsi konsumen

secara keseluruhan baik keunggulan ataupun kelemahan dari organisasi dan

pelayanannya (Taylor dan Baker, 1994).

Service quality yang ditawarkan diharapkan dapat memberikan kepuasan

kepada konsumen dan mendorong konsumen untuk melakukan purchase

intentions. Dalam penelitian ini purchace intentions merupakan minat

pembelian ulang yang dilakukan oleh konsumen.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh service quality

terhadap purchase intentions dengan menggunakan satisfaction sebagai

variabel moderator. Penelitian dilakukan terhadap mahasiwa Fakultas

Ekonomi UNS yang pernah melakukan pembelian di Hypermart yang berada

di Solo Grand Mall. Alasan pemilihan Hypermart Solo Grand Mall sebagai

objek penelitian antara lain adalah Hypermart merupakan merupakan salah

satu perusahaan retail besar yang ada di Solo, selain itu Hypermart terletak di

lingkungan pusat perbelanjaan Solo Grand Mall yang merupakan Mall

terbesar di Solo. Hypermart merupakan jaringan bisnis dari PT Matahari Putra

Prima yang merupakan perusahaan yang bergerak dalam indutri retail. Sampai

saaat ini telah terdapat 18 gerai Hypermart yang tersebar di seluruh Indonesia

4

dan akan menambah sampai 11 gerai lagi. Dengan data-data di atas Hypermart

dianggap bisa merepresentasikan tujuan penelitian ini.

Hypermart sebagai pelaku dalam bisnis retail perlu memusatkan

perhatiannya kepada bagaimana memberikan kualitas pelayanan yang sesuai

dengan harapan konsumen yang mendorong konsumen untuk terus melakukan

pembelian ulang di Hypermart. Dengan banyaknya pelaku dalam industri

retail yang ada di Solo konsumen menjadi memiliki banyak pilihan dalam

melakukan pembelian sehingga Hypermart tidak hanya berkonsentrasi untuk

mencari konsumen baru tetapi lebih kepada bagaimana menjalin dan

mempertahankan pelanggan yang ada dalam jangka waktu yang lama.

Konsumen saat ini mulai kritis dalam menentukan toko dan jenis ritel dalam

memenuhi kebutuhannya.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan diatas, maka penulis tertarik

untuk mengadakan penelitan dengan judul ”Pengaruh Service Quality

Perception pada Purchase Intentions dengan Satisfaction sebagai

Variabel Moderasi (Studi pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas

Sebelas Maret yang Menjadi Pelanggan Hypermart Solo Grand Mall)”.

B. Perumusan Masalah

1. Apakah ada pengaruh service quality perception terhadap purchase

intention?

2. Apakah ada pengaruh service quality perception dan satisfaction terhadap

purchase intention?

5

3. Apakah satisfaction memoderasi hubungan service quality terhadap

purchase intention?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaruh service quality perception terhadap purchase

intention.

2. Untuk mengetahui pengaruh service quality perception dan satisfaction

terhadap purchase intention?

3. Untuk mengetahui apakah satisfaction memoderasi hubungan service

quality terhadap purchase intention.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin diperoleh dengan melakukan penelitian ini :

1. Bagi praktisi

Penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan

tentang persepsi konsumen terhadap service quality yang mempengaruhi

kepuasan konsumen dan berujung pada purchase intentions. Dengan

demikian para pelaku retailer dapat meningkatkan kualitas pelayanan

kepada konsumen mereka dan mampu mempertahankan konsumennya

dalam persaingan yang semakin ketat.

6

2. Bagi akademisi

Sebagai media untuk menambah wawasan tentang pentingnya

service quality perception terhadap satisfaction dan purchase intention,

serta penerapannya dalam bisnis.

3. Bagi peneliti lain

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan atai referensi

bagi penelitian lain yang sejenis di waktu yang akan datang.

7

BAB II TELAAH PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Kualitas Pelayanan (Service Quality)

Service Quality dikembangkan pertama kali oleh Parasuraman,

Berry dan Zeithaml (1988). Pengertian service quality adalah perbedaan

antara harapan konsumen akan jasa atau pelayanan yang diterimanya. Jika

harapan lebih tinggi dari apa yang sebenarnya diterima, maka kualitas yang

diterima kurang memuaskan dan oleh sebab itu ketidakpuasan pelanggan

terjadi (Parasuraman et al.). Konsep service quality yang dikemukakan oleh

Parasuraman, et. Al (1998) terdiri dari lima dimensi yang dapat

didefinisikan sebagai berikut :

a. Tangibles, yaitu bukti fisik atau nyata yang dapat ditunjukkan

oleh perusahaan pada pihak luar, seperti fasilitas fisik, peralatan,

dan penampilan dari personil.

b. Reliability, yaitu kemampuan dari penyedia jasa untuk

memberikan service yang telah dijanjikan secara akurat, dapat

dipercaya, dan dapat diandalkan.

c. Responsiveness, yaitu kesediaaan dan kemampuan penyedia jasa

dalam memberikan pelayanan yang tepat sesuai kebutuhan dan

keinginan konsumen serta sesuai yang dijanjikan oleh

perusahaan pemberi pelayanan.

d. Assurance, yaitu kemampuan penyedia jasa untuk dapat

menimbulkan keyakinan atau rasa percaya diri pada pelanggan

8

bahwa pihak penyedia jasa mampu memenuhi kebutuhan

konsumennya.

e. Emphaty, yaitu perhatian yang tulus dan bersifat individual yang

diberikan kepada pelanggan.

Kelima dimensi kualitas pelayanan tersebut di atas saling

mendukung dan berhubungan astu sama lain untuk memenuhi kepuasan

konsumen. Kepuasan konsumen akan terpenuhi apabila proses penyampaian

jasa kepada konsumen sesuai dengan apa yang dipersepsikan oleh

konsumen.

Kualitas jasa pelayanan merupakan sekelompok manfaat yang

berdaya guna baik secara eksplisit maupun implisit atas kemudahan untuk

mendapatkan barang mapun jasa pelayanan menurut Olsen dan Wyckoff

dalam Yamit (2001 : 22). Kualitas jasa pelayanan merupakan beda persepsi

antara harapan pelanggan terhadap jasa pelayanan yang diterima

perusahaan.

Dalam beberapa penelitian menyatakan bahwa satisfaction adalah

mediating variabel antara service quality perception dan purchase intention

( Tyalor & Baker, 1994).

2. Kepuasan Pelanggan (Satisfaction)

Kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan (feeling) seseorang

baik senang atau kecewa setelah membandingkan kinerja (hasil) yang

dirasakan pembeli dengan yang diharapkan oleh pembeli (Kotler, 2000).

Perilaku setelah pembelian akan menimbulkan sikap puas atau tidak puas

9

pada konsumen, maka kepuasan konsumen merupakan fungsi dari harapan

pembeli atas produk atau jasa dengan kinerja yang dirasakan. Harapan

merupakan suatu perkiraan atau keyakinan pelanggan terhadap apa yang

diterimanya setelah mengkonsumsi produk barang atau jasa yang dibeli.

Meskipun banyak definisi mengenai kepuasan, definisi yang dominan dan

banyak dipakai adalah definisi yang didasarkan pada disconfirmation

paradigm (Oliver, 1996). Dalam paradigma diskonfirmasi, kepuasan

pelanggan dirumuskan sebagai evaluasi purna beli, dimana persepsi

terhadap kinerja jasa yang dipilih memenuhi harapan pelanggan.

Kepuasan pelanggan ditentukan oleh kualitas pelayanan yang

diberikan oleh retailer baik secara tangiable maupun intangiable, dalam hal

ini penilaian dilakukan oleh pelanggan mengenai kategori dari jasa yang

diberikan oleh retailer. Kepuasan pelanggan merupakan evaluasi spesifik

terhadap keseluruhan pelayanan yang diberikan, dimana pengukuran atau

respon pelanggan dilakukan secara langsung atas pelayanan yang diberikan

oleh pemberi jasa, sehingga kepuasan pelanggan hanya dapat dinilai

berdasarkan pengalaman yang pernah dialami saat proses pemberian

pelayanan (Zeithaml dan Biner, 1996).

Terdapat empat (4) metode yang dapat digunakan oleh perusahaan

untuk mengukur kepuasan pelanggan dan juga memantau kepuasan

pelanggan perusahaan pesaing.

10

Berikut metode yang digunakan ( Kotler, 2000) :

a. Sistem keluhan dan saran

Sebagai perusahaan yang berorientasi pada pelanggan perlu

memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada pelanggan

untuk menyampaikan berbagai saran, keluhan dan pendapat

yang ada dalam benak mereka.

b. Survei kepuasan pelanggan

Pada umumnya penelitian mengenai kepuasan pelanggan

dilakukan dengan menggunakan metode survei. Melalui survei,

perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara

langsung dari pelanggan sekaligus juga sebagai tanda positif

bahwa perusahaan memberikan perhatian kepada pelanggannya.

c. Ghost shopping

Metode ini dilakukan dengan cara mempekerjakan beberapa

orang (ghost shopper) untuk berperan atau bersikap sebagai

pembeli pada perusahaan sendiri ataupun perusahaan pesaing.

Setelah melakukan pembelian, ghost shopper menyampaikan

kekuatan dan kelemahan perusahaan maupun perusahaan

pesaing serta menyampaikan bagaimana perusahaan dan pesaing

menjawab pertanyaan yang dilontarkan pelanggan dan

menangani keluhan pelanggannya.

11

d. Lost customer analysis

Metode ini dilakukan dengan cara perusahaan berusaha kembali

menghubungi pelanggannya yang telah berhenti atau beralih

kepada pesaing. Metode ini diharapkan dapat memberikan

informasi kepada perusahaan mengenai hal-hal apa saja yang

menyebabkan pelanggan berhenti atau beralih kepada pesaing.

Perusahaan retail perlu memonitor dan meningkatkan kepuasan

pelanggan, ini berdasarkan pada fakta bahwa mendapatkan pelanggan baru

akan membutuhkan biaya lebih banyak biaya daripada biaya yang

dikeluarkan untuk memuaskan dan mempertahankan pelanggan dan tingkat

pendapatan pelanggan cenderung meningkat sehingga diharapkan pembelian

yang dilakukan pelanggan juga semakin meningkat. Kepuasan pelanggan

merupakan suatu tujuan yang penting namun hal itu tidaklah cukup. Dalam

keadaan pasar yang sangat kompetitif, kepuasan pelanggan hanya

merupakan prediksi yang lemah terhadap pelanggan yang bertahan.

Perusahaan secara teratur tetap akan kehilangan pelanggan, oleh karena itu

perusahaan perlu memfokuskan diri pada bagaimana mempertahankan

pelanggan.

Beberapa penelitaian menyatakan bahwa stisfaction merupakan

variabel yang memoderasi antara service quality dengan purchase intentions

(Taylor dan Baker, 1994; Olsen 2002).

12

3. Pembelian Ulang (Purchase Intention)

Perilaku pembelian ulang dapat diartikan sebagai perilaku

konsumen yang melakukan pembelian berulang-ulang, tanpa menyertakan

aspek perasaan di dalamnya (Dharmaresta,1999).

Intention adalah kecenderungan untuk melakukan tindakan

terhadap objek (Asael, 1998). Menurut Dharmmesta (1999) intention terkait

dengan attitude dan behavior. Intention mengindikasikan seberap jauh

seseorang mempunyai kemauan untuk mencoba. Intention menunjukan

pengukuran kehendak seseorang dan berhubungan dengan perilaku yang

terus menerus.

Beberapa pengertian dari intention adalah :

a. Intention dianggap sebagai sebuah perantara antara faktor-faktor

motivasional yang mempengaruhi perilaku.

b. Intention mengindikasikan seberapa jauh seseorang memiliki

kemauan untuk mencoba.

c. Intention menunjukkan pengukuran kehendak seseorang.

d. Intention berhubungan dengan perilaku yang terus menerus

Menurut Assael (1998) ketika seorang konsumen melakukan

evaluasi terhadap merk mereka cenderung untuk membeli merk yang

memberikan tingkat kepuasan tertinggi.

13

4. Jasa

Jasa adalah tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh

suatu pihak kepada pihak lain, yaitu pada dasarnya bersifat intangiable

(tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. Produk

jasa bisa berhubungan dengan produk fisik maupun tidak (Kotler, 2000).

Ada empat karakteristik pokok pada jasa yang membedakannya

dengan produk fisik (Tjiptono, 1997:24-27), yaitu :

a. Intangibility

Jasa bersifat intangiable, maksudnya tidak dapat dilihat, dirasa,

dicium, didengar, atau diraba sebelum dibeli dan dikonsumsi.

b. Inseparability

Jasa umumnya terjual lebih dahulu baru kemudian diproduksi

dan dikonsumsi secara bersamaan. Interaksi antara penyedia

jasa dan pelanggan merupakan ciri khusus dalam pemasaran

jasa.

c. Variability

Jasa bersifat sangat variabel karena merupakan non-

standardized output, artinya banyak variasi bentuk, kualitas,

dan jenis, tergantung pada siapa, kapan, dan dimana jasa

tersebut dihasilkan.

14

d. Perishability

Jasa merupakan komoditas tidak tahan lama dan tidak dapat

disimpan. Misalnya kursi pesawat yang kosong, kamar hotel

yang tidak dihuni, atau jam tertentu tanpa pasien di tempat

praktik dokter gigi.

5. Model Kualitas Jasa

Tiga peneliti Amerika, Leonard L Berry A. Parasuraman, Valarie

A Zeithmal ( 1998: 44 ) melakukan penelitian mengenai customer perceived

quality pada industri jasa. Dalam penelitian tersebut mereka

mengidentifikasi 4 gap yang menyebabkan kegagalan penyampaian jasa.

Keempat gap tersebut adalah :

a. Gap antara harapan konsumen dan persepsi manajemen.

Pada kenyataanya pihak manajemen suatu perusahaan tidak

selalu dapat merasakan atau memahami apa yang diinginkan

para pelanggan secara tepat. Akibatnya manajemen tidak

mengetahui bagaimana suatu jasa seharusnya didesain, dan

jasa-jasa pendukung / sekunder apa saja yang diinginkan

konsumen.

b. Gap antara persepsi manajemen terhadap harapan konsumen

dan spesifikasi kualitas jasa.

Kadangkala manajemen mampu memahami secara tepat apa

yang diinginkan oleh pelanggan, tetapi mereka tidak menyusun

suatu standar kinerja tertentu yang jelas. Hal ini bisa

15

dikarenakan tiga faktor, yaitu tidak adanya komitmen total

manajemen terhadap kualitas jasa, kekurangan sumberdaya,

atau karena adanya kelebihan permintaan.

c. Gap antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal

Seringkali harapan pelanggan dipengaruhi oleh iklan dan

pernyataan atau janji yang dibuat oleh perusahaan. Resiko

yang dihadapi perusahaan adalah apabila janji yang diberikan

ternyata tidak dapat dipenuhi.

d. Gap antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan.

Gap ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja prestasi

perusahaan dengan cara yang berlainan, atau bisa juga keliru

mempersepsikan kualitas jasa tersebut misalnya seorang

pelayan toko mengikuti pelanggan dengan maksud untuk dapat

melayani pelanggan dengan baik akan tetapi pelanggan

menginterprestasikan secara lain, pelanggan merasa tidak

bebas dalam melakukan pembelian.

16

B. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang berhubungan dengan service quality, khusunya

yang berhubungan dengan satisfaction dan purchase intention telah dilakukan

oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Penelitian tersebut antara lain :

1. “Comparative Evaluation and the Relationship Between quality,

Satisfaction and Repurchase Loyalty”

Peneliti : Svein Ottar Olsen (2002)

Populasi :Masyarakat Norwegia

Sampel : Sampel dari penelitian ini terdiri dari 2500 orang yang dipilih secara

acak dari mayarakat Norwegia. Data didapatkan dengan mengirimkan

questioner, nama dan alamat responden diperoleh melalui buku telepon.

Variabel yang diteliti : Variabel dalam penelitian ini adalah Quality

performance sebagai variable independent, customer satisfaction sebagai

variable antara dan repurchase loyalty sebagai variable dependent.

Gambar II.1

Model Svein Ottar Olsen

Pengukuran : Perceived quality performance dalam penelitian ini

meninvestigasi hubungan positif dan negatif kualitas dari fresh seafood dan

frozen seafood. Hubungan tersebut diukur dengan rasa (enak/tidak enak),

kelembutan (kering/banyak air), penampilan (jelak/bagus).

Quality Performance

Customer Satisfaction

Repurchase Loyalty

17

Satisfaction diukur dengan 7 poin skala semantic-diferential berdasarkan pada

ketidakpuasan/kepuasan dan senang/tidak senang. Loyaty pengukuran

dilakukan dengan skala 9 poin dari suatu format, yaitu berapakali rata-rata

dalam satu tahun mengkonsumsi seafood di rumah.

Hasil Penelitian :Hubungan antara satisfaction dan loyalty signifikan dan

positif terhadap produk. Hubungan antara satisfaction dan loyalty lebih lemah

daripada hubungan antara quality performance dan satisfaction.

2.“An Assessment of the Relationship Between Service Quality and

Customer Satisfaction in the Formation of Consumer’s Purchase

Intentions”

Peneliti : Steven A. Tyalor dan Thomas L. Baker (1994)

Populasi dan sampel : Metode pemilihan sampel dengan metode convinience

sample. Data didapatkan dengan cara wawancara secara personal terhadap

individu yang dipilih di mall yang tersebar di tujuh kota di Amerika. Jumlah

quesioner yang diperoleh adalah 426.

Variabel yang diteliti : Service Quality sebagai variabel independen, costumer

satisfaction sebagai variabel moderator, dan consumer’s purchase intention

sebagai variabel dependen.

18

Gambar II.2

Model Taylor dan Baker

Pengukuran : Service quality diukur dengan 4 item pengukuran, satisfaction

diukur dengan 3 item pengukuran dan customer’s purchase intention diukur

dengan 3 item pertanyaan. Skala pengukuran yang digunakan menggunakan

skala pengukuran 7 poin.

Hasil penelitian : Interaksi antara satisfaction dan service quality adalah

signifikan pada tiga industri (komunikasi, travel dan rekreasi), sedangkan pada

industri kesehatan menunjukkan tidak signifikan.

Purchase Intentions

Service Quality Perception

Satisfaction

19

C. Kerangka Penelitian

Kerangka pemikiran dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

Service quality perception (persepsi kualitas pelayanan) yang

diterima konsumen mempengaruhi purchase intention yang dilakukan oleh

konsumen, tetapi pengaruh tersebut tidak secara langsung namun

dipengaruhi (diperkuat atau diperlemah) oleh satisfaction (kepuasan

pelanggan).

Kerangka pemikiran ini merupakan replikasi dari hasil

penelitian Steven Taylor and Thomas L. Baker, 1994. “ An Assessment of

the Relationship Between Service Quality and Customer Satisfaction in

the Formation of Customer’s Purchase Intentions.”

Purchase Intentions

Service Quality Perception

Satisfaction

20

D. Hipotesis

Hipotesis didasarkan pada beberapa penelitian sebelumnya

sehingga diharapkan dapat cukup valid. Hipotesis merupakan jawaban

sementara atas masalah penelitian/pernyataan sementara tentang

pengaruh/hubungan dua variabel atau lebih. Berdasarkan kerangka

penelitaian tersebut, maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut :

1. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan adalah

service quality. Jika kualitas layanan diperhatikan, akan lebih mudah

memperoleh pelanggan yang loyal. Penelitian yang dilakukan Svein Ottar

Olsen di Norwegia terhadap pelanggan supermarket yang melakukan

pembelian produk seafood menyimpulkan bahwa service quality

berpengaruh secara signifikan terhadap purchase intentions. Penelitian

lain yang dilakukan Steven A. Tyalor dan Thomas L. Baker terhadap

pelanggan mal di tujuh kota di Amerika menyimpulkan bahwa service

quality berpengaruh sinifikan terhadap purchase intentions. Berdasarkan

uraian diatas maka disusun hipotesis sebagai berikut :

H1 : service quality perception berpengaruh signifikan terhadap

purchase intensions

2. Kepuasan konsumen akan memberikan pengaruh positif terhadap

loyalitas dan bertahannya pelanggan. Hal ini akan terjadi selama

penyedia jasa mampu mengenali dimensi pelayanan apa saja yang

memberikan pengaruh terhadap kepuasan konsumen. Penelitian yang

dilakukan oleh Steven A. Tyalor dan Thomas L. Baker mengemukakan

21

satisfaction memberikan pengaruh positif terhadap purchase intentions.

Berdasarkan uraian diatas disusun hipoptesis sebagai berikut :

H2 : service quality perception dan satisfaction berpengaruh

signifikan terhadap purchase intentions.

3. Penelitian yang dilakukan Steven A. Tyalor dan Thomas L. Baker

menyimpulkan variabel service quality perception, satisfaction sebagai

variabel moderasi terhadap purchase intentions. Penelitian ini diterapkan

pada jasa komunikasi, transportasi, rekreasi dan kesehatan. Hasil yang

diperoleh menunjukan variabel satisfaction merupakan variabel moderasi

pada tiga bidang jasa yaitu jasa komunikasi, transportasi dan rekreasi.

Sedangkan pada bidang jasa kesehatan variabel satisfaction bukan

merupakan variabel moderasi. Berdasarkan uraian diatas disusun

hipotesis sebagai berikut :

H3 : service quality perception berpengaruh signifikan terhadap

purchase intentions dengan satisfaction sebagai variabel moderasi

22

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini dirancang untuk memperoleh data tentang tanggapan atau

persepsi responden yang dalam hal ini mahasiswa Fakultas Ekonomi UNS

terhadap kualitas layanan (service quality) Hypermart Solo Grand Mall.

Variabel konsekuensinya berupa purchase intentions, sedangkan variabel

satisfaction merupakan variabel mediator. Menurut metoda yang digunakan,

penelitian ini merupakan penelitian survei. Desain dalam penelitian survei ini

menggunakan desain statistical study, yaitu dengan mencari data mengenai

objek penelitian untuk dianalisis secara statistik.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi mengacu pada sekelompok orang, kejadian, atau sesuatu

yang menarik yang ingin diselidiki oleh peneliti (Sekaran, 2000). Menurut

Djarwanto (2000) populasi adalah jumlah keseluruhan dari satuan-satuan

atau individu-individu yang karakteristiknya hendak diduga. Populasi yang

menjadi objek dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi

UNS yang pernah melakukan pembelian di Hypermart Solo Grand Mall.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang digunakan untuk

memperkirakan karakteristik populasi (Sumarni dan Wahyuni, 2005).

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah non-

probability sampling, dengan cara convenience sampling. Non-probability

23

sampling adalah metode pemilihan sampel secara tidak acak, sedangkan

convenience sampling merupakan suatu metode sampling yang memilih

sampel dari populasi yang datanya mudah diperoleh peneliti. Data

diperoleh dengan menyebarkan kuesioner kepada responden yang mudah

ditemui. Elemen populasi yang dipilih sebagai subyek sampel adalah tidak

terbatas sehingga peneliti memiliki kebebasan memilih sampel yang paling

cepat dan murah (Indriantoro dan Supomo, 1999). Jumlah sampel adalah

100 orang, penentuan jumlah sampel tersebut berdasarkan pada teori

Djarwanto (2001), sebagai berikut :

22

41

úûù

êëé

E=

azn

n : jumlah sampel

z : angka yang menunjukkan penyimpangan nilai variabel mean

E : error

Dari nilai a (level significance) yang akan digunakan

dalam penelitian ini adalah 0,05 diharapkan bahwa biasanya kesalahan

dalam pengunaan sampel tidak lebih dari 0,1, maka jumlah sampel

dapat ditentukan sebagai berikut:

2205,0.

41

úûù

êëé

E=

zn

2

1,096,1

41

úû

ùêë

é=n

04,96=n

24

Dari hasil perhitungan tersebut didapatkan jumlah 96,04 dan

dibulatkan menjadi 100 orang.

Data dikumpulkan dengan cara menyebarkan kuesioner

kepada mahasiswa Fakultas Ekonomi UNS, kuesioner disebar pada

bulan Januari 2009 di lingkungan Fakultas Ekonomi UNS. Syarat

untuk menjadi sampel dalam penelitian ini adalah pernah melakukan

pembelian lebih dari satu kali di Hypermart Solo Grand Mall. Oleh

karena itu sebelum kuesioner diberikan kepada mahasiswa yang akan

dijadikan sampel diberi pertanyaan apakah pernah melakukan

pembelian lebih dari satu kali di Hypermart Solo Grand Mall.

C. Definisi Operasional

1. Persepsi Kualitas Pelayanan ( Service Quality Perception)

Service quality perception adalah persepsi kosumen secara

keseluruhan baik keunggulan ataupun kelemahan dari organisasi dan

pelayanannya (Tyalor&Baker, 1994). Dalam penelitian ini service quality

perception dugunakan untuk mengukur persepsi pelanggan terhadap

kualitas pelayanan keseluruhan yang diberikan oleh perusahaan retail

kepada pelanggan. Service Quality Perception diukur dengan skala likert

dengan skala satu sampai tujuh(1=Sangat ridak setuju-7=Sangat setuju) .

Dalam pengukuran servise quality digunakan tiga butir pertanyaan tentang

kualitas yang diberikan oleh Hypermart Solo Grand Mall kepada

pelanggannya. Pertanyaan yang diajukan adalah saya percaya kualitas

pelayanan dari Hypermart Solo Grand Mall rendah ,saya percaya kualitas

25

pelayanan dari Hypermart Solo Grand Mall tinggi dan saya percaya

kualitas pelayanan dari Hypermart Solo Grand Mall biasa-biasa saja

2. Kepuasan (Satisfaction)

Kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan (feeling) seseorang

baik senang atau kecewa setelah membandingkan kinerja (hasil) yang

dirasakan pembeli dengan yang diharapkan oleh pembeli (Kotler, 2000).

Satisfaction merupakan evaluasi spesifik terhadap keseluruhan pelayanan

yang diberikan, dimana pengukuran atau respon pelanggan dilakukan

secara langsung atas pelayanan yang telah diberikan pemberi jasa.

Satisfaction diukur dengan empat butir pertanyaan tentang kepuasan yang

diterima pelanggan Hypermart Solo Grand Mall, pengukuran

menggunakan skala likert dengan skala tujuh(1=Sangat ridak setuju-

7=Sangat setuju). Pertanyaan yang duajukan adalah pertama jika saya

menginginkan layanan retail, saya percaya akan terpuaskan oleh layanan

Hypermart Solo Grand Mall. Kedua secara keseluruhan, dalam berbelanja

ecaran, saya akan senang dengan pelayanan Hypermart Solo Grand Mall.

Ketiga saya percaya pelayanan dari Hypermart Solo Grand Mall selalu

memuaskan. Keempat perasaan saya terhadap layanan Hypermart Solo

Grand Mall adalah? (1=Sangat tidak puas-7=Sangat puas).

3. Pembelian Ulang (Purchase Intention)

Intention adalah kecenderungan untuk melakukan tindakan

terhadap objek (Assel,1998). Purchase intention adalah perilaku yang

26

muncul sebagai respon terhadap objek. Dalam penelitian ini purchase

intention diartikan sebagai minat pembelian ulang yang menunjukkan

keinginan pelanggan untuk melakukan pembelian ulang di Hypermart Solo

Grand Mall untuk waktu yang akan datang. Purchase Intention diukur

dengan tiga butir pertanyaan dengan skala likert dengan skala

tujuh(1=Sangat ridak setuju-7=Sangat setuju). Pertanyaan yang diajukan

berisi tentang keinginan pelanggan dalam memilih untuk berbelanja di

Hypermart Solo Grand Mall. Pertanyaan tersebut adalah pada saat saya

menginginkan layanan retail saya akan memilih Hypermart Solo Grand

Mall, jika saya menginginkan layanan retail tahun setahun yang lalu, saya

akan memilih Hypermart Solo Grand Mall dan jika saya menginginkan

layanan retail tahun depan, saya akan memilih Hypermart Solo Grand

Mall.

D. Sumber Data

1. Kuesioner

Untuk memperoleh data primer dalam penelitian ini, peneliti

melakukan penyebaran kuesioner kepada responden. Kuesioner berisi

daftar pertanyaan tentang service quality perception, satisfaction dan

purchase intention dengan alternatif jawaban sudah tersedia. Service

quality perception terdiri dari dua butir pertanyaan, satisfaction terdiri dari

tiga butir pertanyaan, dan purchase intention terdiri dari tiga butir

pertanyaan. Alternatife jawaban menggunakan skala yang terdiri dari 7

poin dimulai dari sangat tidak setuju sampai sangat setuju.

27

2. Kepustakaan

Untuk melengkapi penelitian ini peneliti selain menggunakan data

primer juga menggunakan data sekunder. Untuk memperoleh data

sekunder peneliti mengambil dari studi pustaka dan sumber-sumber lain

yang relevan dengan penelitian ini baik berupa buku, jurnal, majalah, dan

lain-lain.

E. Pengukuran Variabel

Pengukuran variabel menggunakan skala likert dengan skala satu

sampai tujuh.

1-------------2-------------3------------4------------5------------6-----------7

sangat tidak setuju sangat setuju

Service quality perception diukur dengan 2 butir pertanyaan,

satisfaction diukur dengan 3 butir pertanyaan dan purchase intention diukur

dengan 3 butir pertanyaan. Skala pengukuran berdasrkan pada skala

pengukuran yang dikembangkan Taylor&Baker (1994) yaitu skala 7 poin

dimulai dari sangat setuju sampai dengan sangat tidak setuju.

F. Metode Pengumpulan Data

Data dikumpulkan melalui metode survei yang dilakukan dengan

penyebaran kuesioner yang berisi daftar pertanyaan kepada responden yaitu

mahasiswa Fakultas Ekonomi UNS yang pernah melakukan pembelian di

Hypermart Solo Grand Mall. Kuesioner disebar pada bulan Januari 2009 di

lingkungan Fakultas Ekonomi UNS

28

G. Metode Analisis Data

1. Uji Validitas dan Reliabilitas

Pengujian validitas dan reliabilitas diperlukan dalam penelitian ini

untuk mengetahui ketepatan alat ukur yang digunakan dalam penelitian

yang berupa kuesioner. Uji validitas digunakan untuk mengukur ketepatan

dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Sumarni

dan Wahyuni, 2005). Suatu kuesioner dikatakan valid apabila pertanyaan

pada suatu kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang diukur

oleh kuesioner tersebut. Metode yang untuk menuji validitas adalah

Korelasi Product Moment Pearson.

( ){ } ( ){ }[ ]2222 å åå åå å å

--

-=

yynxxn

yxxynrxy

Dimana:

rxy = kolerasi produk moment

y = skor total tiap responden

x = skor tiap butir pertanyaan

n = jumlah sampel

taraf signifikansi yang digunakan adalah 5%

Uji reliabilitas digunakan untuk menguji sejauh mana suatu alat

ukur dapat dipercaya dan dapat diandalkan. Uji reliabilitas juga digunakan

untuk menunjukkan bahwa alat ukur bias atau tidak bias dan sejauh mana

konsistensi suatu instrumen penelitian dalam mengukur gejala yang sama

dalam latar penelitian yang berbeda. Uji reliabilitas yang digunakan dalam

penelitian ini adalah Cronbach Alpha.

( ) ïþ

ïýü

ïî

ïíì-

þýü

îíì

-= å

2

2

11 St

Si

kk

ri

dimana:

ri : Koefisien korelasi Alpha Cronbach

k : banyaknya butir pertanyaan

∑Si2 : jumlah butir varians

29

St : varians total

Semakin tngggi koefisien reliabilitasnya maka semakin baik alat ukur

yang digunakan.

2. Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis menggunakan hierarchical regression

analysis, pengujian digunakan untuk menguji tiga model secara bertahap

yaitu:

( ) exxbxbxbaY

eXbXbaY

eXbaY

+-+++=+++=

++=

2132211

2211

11

Dimana :

Y = Purchase Intentions (variabel dependent)

1X = Service Quality Perception (variabel independent)

2X = Satisfaction (variabel moderator)

21 XX - =Interaksi antara Service Quality Perception dengan satisfaction

yang diukur dengan nilai absolut perbedaan antara 1X dan 2X

a = Koefisien konstanta

b1, b2, b3 = Koefisien variabel

e = Error term

3. Pengujian Koefisien Regresi Simultan (Uji F) / Uji Model

Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independen

terhadap variabel dependen secara simultan/bersama-sama.

Langkah-langkah untuk melakukan pengujian adalah :

30

a. Menentukan hipotesis

Ho : b1 = b2 = b3

Ha : b1 ¹ b2 ¹ b3

b. Menentukan Ftabel dengan tingkat signifikansi 0,05

c. Menghitung Fhitung dengan SPSS dan kemudian

membandingkannya dengan Ftabel.

Kriteria pengujiannya adalah :

· Ho diterima Ha ditolak yaitu apabila Fhitung < Ftabel berarti variabel

independen secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap

variabel dependen atau dapat dikatakan bahwa model regresi tidak

signifikan.

· Ho ditolak Ha diterima yaitu apabila Fhitung > Ftabel berarti variabel

independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel

dependen atau dapat dikatakan bahwa model regresi signifikan.

c. Pengujian Koefisien Regresi Parsial (Uji t)

Uji t digunakan untuk mengetahui apakah variabel bebas

secara parsial mempengaruhi variabel terikat dengan asumsi variabel

independen lainnya konstan.

Langkah-langkah untuk melakukan pengujian adalah :

a. Menentukan hipotesis

Ho : bi = 0

Ha : bi ¹ 0

b. Menentukan ttabel dengan tingkat signifikansi 0,05

31

c. Menghitung thitung dengan SPSS dan kemudian

membandingkannya dengan ttabel.

Dengan kriteria pengujian :

· Ho diterima Ha ditolak yaitu apabila thitung < ttabel, berarti variabel

independen secara individual tidak berpengaruh terhadap variabel

dependen.

· Ho ditolak Ha diterima yaitu apabila thitung > ttabel, berarti variabel

independen secara individual berpengaruh terhadap variabel

dependen.

d. Uji Asumsi Klasik

1. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam

model regresi terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada

periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1

(sebelumnya). Autokorelasi muncul karena observasi yang

berurutan sepanjang waktu berkaitan satu dengan yang lain

(Ghozali,2005). Masalah ini timbul karena residual (kesalahan

pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya.

Salah satu cara untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi dengan

menggunakan Durbin-Watson. Apabila nilai Durbin-Watson lebih

besar dari batas atas (du) dan kurang (dari 4-du), maka dapat

disimpulkan tidak ada autokorelasi positif maupun negatif.

32

2. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah

dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu

pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varian satu dari residual

satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap maka disebut

homoskedastisitas, dan jika varian satu dari residual satu

pengamatan ke pengamatan yang lain berbeda maka disebut

heteroskedastisitas. Ada beberapa cara untuk mendeteksi ada atau

tidaknya heteroskedasitisitas, salah satunya dengan melihat grafik

scaterplot. Dasar analisisnya adalah : (Ghozali,2005)

a. Jika ada pola tertentu seperti titik-titik yang membentuk

pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar

kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah

terjadi heteroskedastisitas.

b. Jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar

diatas dan di bawah angka nol pada sumbu Y, maka

tidak terjadi heteroskedastisitas.

3. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam

model regresi, variabel dependent dan independent keduanya

mempunyai distribusi normal ataukah tidak. Model regresi yang

baik adalah memiliki distribusi normal atau mendekati normal.

Untuk menguji apakah distribusi data normal ataukah tidak dapat

dilakukan dengan analisis grafik. Pada prinsipnya normalitas dapat

33

diditeksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu

diagonal pada grafik probability plot atau dengan melihat

histogram dari residualnya. Dasar pengambilan

keputusan :(Ghozali, 2005)

a. Jika data menyebar disekitar garis probability ploy

diagonalnya dan mengikuti arah garis diagonal atau

garis histogramnya menunjukan pola distribusi normal,

maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.

b. Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau

mengikuti arah garis grafik probability plot diagonal,

atau grafik histogram tidak menunjukan pola distribusi

normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi

normalitas.

4. Uji Linearitas

Uji ini digunakan untuk melihat spesifikasi model yang

digunakan sudah benar atau tidak. Apakah fungsi yang digunakan

dalam suatu uji empiris sebainya berbentuk linear, kuadrat atau

kubik. Dengan uji linearitas akan diperoleh informasi apakah

model empiris sebaiknya berbentuk linear, kuadrat atau kubik.

Salah satu cara untuk menguji spesifikasi modelnya adalah dengan

cara uji Durbin-Watson. Uji ini biasanya dilakukan untuk melihat

ada atau tidaknya autokorelasi dalam suatu model regresi. Dasar

pengambilan keputusannya adalah : (Ghozali,2005).

34

a. Apabila model Durbin-Watson dalam model utama

berada diatas nilai tabel d1, maka dapat disimpulkan

tidak terdapat autokorelasi positif dan model utama

spesifikasinya benar.

b. Apabila model Durbin-Watson dalam model utama

berada dibawah nilai tabel d1, maka dapat

disimpulkan terdapat autokorelasi positif dan model

utama spesifikasinya salah.

35

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Subjek Penelitian

Bagian ini membahas gambaran umum tentang subjek penelitian,

mencakup sampel yang digunakan serta distribusi frekuensi dari sampel

tersebut.

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa FE UNS

yang telah melakukan pembelian di Hypermart Solo Grand Mall. Adapun

distribusi frekuensi dari sampel tersebut adalah sebagai berikut :

Tabel IV. 1

Distribusi Jenis Kelamin

Informasi Kriteria Frekuensi

Jenis Kelamin Laki-laki 49

Perempuan 51

Sumber : Data primer diolah, 2009

Dari tabel IV. 1 diketahui bahwa yang menjadi sampel penelitian ini laki-

laki dengan jumlah 49 responden (49%) dan perempuan berjumlah 51

responden (51%).

36

Tabel IV. 2

Distribusi Umur

Umur 18 tahun-19 tahun 42

20 tahun-21 tahun 44

22 tahun-23 tahun 14

Sumber : Data Primer yang diolah tahun 2009

Dari tabel IV. 2 dapat diketahui umur responden dalam rentang 18 tahun

sampai 23 tahun. Dengan distribusi sebagi berikut umur 18-19 tahun

berjumlah 42 orang, umru 20-21 tahun 44 orang dan umur 22-23 tahun

berjumlah 14 orang.

B. Pengujian Instrumen Penelitian

1. Uji Validitas

Uji validitas dilakukan untuk menunjukkan sejauh mana ketepatan,

kesesuaian, atau kecocokan suatu alat ukur untuk mengukur apa yang

akan duikur. Uji validitas dalam penelitian ini dengan mengunakan metode

Pearson Corelation (Product Moment) dengan taraf signifikansi 0,05.

Validitas alat ukur diuji dengan menguji korelasi antara skor item dengan

skor total test. Dalam hal ini koefisien korelasi tinggi menunjukkan

kesesuaian antara fungsi item dengan dengan alat ukur secara keseluruhan.

Uji validitas dan reliabilitas dalm penelitian ini dilakukan terhadap 100

responden.

Dalam penelitian ini taraf signifikansi yang dipilih adalah 05,0=a .

Dari hasil uji validitas dengan menggunakan SPSS untuk dimensi service

37

quality, satisfaction dan purchase intention dinyatakan valid. Hasil uji

validitas adalah sebagai berikut :

Tabel IV. 3

Uji validitas dimensi service quality

Pertanyaan Nilai r hitung Keterangan

SQ 1 0,845* Valid

SQ 2 0,827* Valid

SQ 3 0,570* Valid

* valid pada tarf signifikansi 0,01* Sumber : Data primer diolah 2009

Tabel IV.4

Uji validitas dimensi satisfaction

Pertanyaan Nilai r hitung Keterangan

S 1 0,732* Valid

S 2 0,687* Valid

S 3 0,633* Valid

S 4 0,625* Valid

*valid pada taraf signifikansi 0,01 Sumber : Data primer diolah 2009

38

Tabel IV. 5

Uji validitas dimensi purchase intention

Pertanyaan Nilai r hitung Keterangan

PI 1 0,766* Valid

PI 2 0,720* Valid

PI 3 0,834* Valid

*valid pada taraf signifikansi 0,01 Sumber : Data primer diolah 2009

2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui sejauh mana alat ukur

dalam hal ini kuesioner konsisten atau memiliki kemantapan dan dapat

digunakan dalam penelitian. Menurut Sekaran (2000) reliabilitas suatu alat

pengukuran mencerminkan apakah suatu pengukurab terbebas dari

masalah atau error sehingga memberikan hasil pengukuran yang konsisten

pada kondisi yang berbeda-beda. Uji reliabilitas ini digunakan untuk

mengetahui bagaimana konsistensi alat ukur dari variabel-variabel yang

digunakan tersebut. Variabel yang digunakan adalah service quality

sebagai variabel bebas, variabel purchase intention sebagai variabel

dependent serta variabel satisfaction sebagai variabel moderasi. Teknik

pengujian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Alpha Cronbach.

Koefisien Alpha Cronbach yang mendekati 1 menandakan reliabilitas

konsistensi internal yang tinggi, koefisien Alpha Cronbach yang kurang

dari 0,60 menandakan reliabilitas yang buruk. Reliabilitas yang dapat

diterima berada di range 0,60-0,79 dan reliabilitas yang baik adalah yang

39

melebihi 0,80 (Sekaran 2000). Dengan bantuan program SPSS, maka

berdasarkan hasil pengujian reliabilitas variabel didapatkan nilai Alpha

Cronbach pada masing-masing variabel dapat dilihat pada tabel IV.5

Tabel IV. 6

Tabel hasil uji reliabilitas

Variabel Nilai uji reliabilitas Keterangan

Service Quality 0,624 Baik

Sarisfaction 0,661 Baik

Purchase Intention 0,665 Baik

Sumber : Data primer diolah 2009

Dari data tabel IV. 5 dapat diketahui bahwa variabel service

quality,satisfaction dan purchase intention memiliki nilai Alpha Cronbach

yang melebihi 0,60 sehingga sehingga dapat dikategorikan baik. Hal ini

dapat bearti bahwa variabel service quality, satisfaction, dan purchase

intention nenberikan hasil yang konsisten pada kondisi objek penelitian

yang berbeda-beda.

40

C. Pengujian Hipotesis

1. Uji Regresi Bertingkat

a. Pengaruh service quality perception terhadap purchase intentions.

Tabel IV.7

Hasil U ji Regresi

Model Summary

Model R R Square Adjusted R

Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson

1 .265(a) .070 .061 2.15142 1.809

a Predictors: (Constant), SQ b Dependent Variable: total PI

ANOVA

Model Sum of

Squares df Mean Square F Sig. Regression 34.358 1 34.358 7.423 .008(a) Residual 453.602 98 4.629

1

Total 487.960 99

a Predictors: (Constant), SQ b Dependent Variable: total PI Coefficients

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients t Sig.

Model B Std. Error Beta B Std. Error (Constant) 12.557 1.275 9.851 .000 1

SQ .210 .077 .265 2.725 .008

a Dependent Variable: PI

Regresi linier digunakan untuk mengetahui pengaruh service quality

perception terhadap purchase intentions. Dari tabel diatas dapat diperoleh

persamaan :

XY 210,0557,12 +=

41

Tampilan out put SPSS menunjukan besarnya nilai adjusted 2R

sebesar 0,61 hal ini berarti 61% variasi Purchase Intentions dapat

dijelaskan oleh Service Quality. Sedangkan sisanya sebesar (100%-61%=

39%) dijelaskan oleh sebab-sebab lain diluar model.

Uji Anova atau F test menghasilkan nilai F hitung sebesar 7,423

dengan tingkat signifikansi 0.008 karena probabilitas signifikansi jauh

lebih kecil dari 0.05 maka model regresi dapat digunakan untuk

memprediksi Purchase Intentions atau dapat dikatakan Service Quality

berengaruh terhada Purchase intentions.

Nilai koefisien service quality (b = 0,210) bertanda positif, hal ini

menandakan hubungan bahwa jika service quality semakin tinggi maka

purchase intention juga akan semakin tinggi.

Berdasar pada uji t pada tabel IV.6 dengan kriteria pengujian

t hitung > t tabel pada tingkat signifikansi 0,05 dapat diketahui bahwa untuk

variabel service quality didapat t hitung = 2,275 dengan nilai probabilitas t

hitung = 0,008 lebih kecil dari 0,05, dapat disimpulkan bahwa terdapat

signifikansi nilai koefisien regresi variabel service quality terhadap

variabel purchase intention. Dari analisis ini hipotesis 1 menyatakan

bahwa service quality perception berpengaruh terhadap purchase

intention terbukti. Hasil ini membuktikan bahwa semakin tinggi service

quality yang diberikan maka akan semakin tinggi purchase intention.

42

b. Pengaruh service quality perception dan satisfaction terhadap purchase

intentions.

Tabel IV.8

Uji Linear Berganda

Model Summary

Model R R Square Adjusted R

Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson

1 .355(a) .126 .108 2.09672 1.819

a Predictors: (Constant), total_S, total_SQ b Dependent Variable: total_PI

ANOVA

Model Sum of

Squares df Mean Square F Sig. Regression 61.526 2 30.763 6.998 .001(a) Residual 426.434 97 4.396

1

Total 487.960 99

a Predictors: (Constant), total_S, total_SQ b Dependent Variable: total_PI

Coefficients

Model Unstandardized

Coefficients Standardized Coefficients t Sig. Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF B Std. Error 1 (Constant) 9.037 1.884 4.798 .000 total_SQ .192 .075 .243 2.548 .012 .991 1.009 total_S .200 .081 .237 2.486 .015 .991 1.009

a Dependent Variable: total_PI

Berdasar pada hasil pengujian pada tabel diatas dapat diperoleh

persamaan:

21 200,0192,0037,9 XXY ++=

Berdasar pada analisis menggunakan SPSS diperoleh nilai adjusted

2R sebesar 0,108 atau 10,8%. Hal ini berarti variasi purchase intentions

43

dapat dijelaskan oleh variabel Service Quality dan variabel Satisfaction.

Sedangkan sisanya sebesar 90,2% dijelaskan eloh variabel lain diluar

model.

Nilai koefisien regresi variabel service quality yang bertanda

positif menunjukkan bahwa variabel service quality berpengaruh positif

terhadap variabel purchase intention. Nilai koefisien variabel satisfaction

yang bertanda positif juga menunjukkan bahwa variabel satisfaction

berpengaruh positif terhadap purchase intention.

Sedangkan berdasarkan pada uji t diperoleh nilai untuk variabel

service quality sebesar 2,548 dengan nilai probabilitas t hitung = 0,012 yang

lebih kecil dari 0,05. dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat

signifikansi nilai koefisien regresi variabel service quality terhadap

variabel purchase intention. Untuk variabel satisfaction diperoleh nilai t

hitung = 2,486 dengan nilai probabilitas 0,015 yang lebih kecil dari 0,05.

Hasil tersebut menunjukkan variabel satisfaction berpengaruh signifikan

terhadap variabel purchase intention. Dari hasil analisis tersebut dapat

disimpulkan bahwa secara parsial variabel service quality dan variabel

satisfaction berpengaruh signifikan terhadap purchase intention.

Berdasar penghitungan anova atau F test dengan SPSS diperoleh

nilai F hitung sebesar 6,998 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,001 yang

probabilitasnya dibawah 0,05 maka dapat disimpulkan secara bersama-

sama atau simultan variabel service quality perceptions dan variabel

satisfaction berpengaruh signifikan terhadap variabel purchase intention.

44

Dari analisis tersebut maka hipotesis 2 yang menyatakan service

quality perception dan satisfaction berpengaruh terhadap purchase

intentions terbukti.

c. Satisfaction memperkuat hubungan service quality terhadap purchase

intention.

Model regresi yang digunakan sebagai dasar aakah hipotesis yang

dikemukakan didukung atau tidak didukung adalah Uji nilai selisih

mutlak. Dengan melakukan analisia menggunakan model tersebut dapat

diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel IV.9

Hasil Uji Nilai Selisih Mutlak

Model Summary

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate Durbin-Watson

1 .357(a) .127 .100 2.10604 1.796

a Predictors: (Constant), x1_x2, Zscore(tSQ), Zscore(tS) b Dependent Variable: tPI

ANOVA

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Regression 62.160 3 20.720 4.671 .004(a) Residual 425.800 96 4.435

1

Total 487.960 99

a Predictors: (Constant), x1_x2, Zscore(SQ), Zscore(tS) b Dependent Variable: PI

45

Coefficients

Model Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients t Sig. Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 15.877 .345 45.980 .000

Zscore(tSQ) .554 .216 .249 2.563 .012 .960 1.042 Zscore(tS) .502 .222 .226 2.260 .026 .908 1.101 x1_x2 .099 .263 .038 .378 .706 .898 1.114

a Dependent Variable: PI Dari hasil tabel diatas daat dieroleh persamaan sebagai berikut :

( )2121 099.0502,0554,0877,15 XXXXY -+++=

Dari tampilan out put SPSS diatas menunjukan nilai Adjusted

2R sebesar 0.100 atau 10 % yang berarti variabel Purchase Intentions

dapat dijelaskan oleh variabel Service Quality(ZSQ), Satisfaction(ZS) dan

21 XX - sebesar 10% dan sisanhya sebesar 90% dijelaskan oleh variabel

lain diluar model.

Hasil Anova atau F test menunjukan bahwa nilai F hitung sebesar

4,671 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.004 jauh dibawah 0.05. hal ini

berarti variabel Service Quality(ZSQ), Satisfaction(ZS) dan 21 XX - secara

barsama-sama atau simultan mempengaruhi Purchase Intentions.

Hasil tampilan SPSS menunjukan bahwa secara individu variabel

Service Quality(ZSQ) memberikan nilai koefisien 2,563 dengan

probabilitas 0.012, variabel ini disimpulkan dapat mempengaruhi

Purchase Intentions. Variabel Satisfaction(ZS) memberikan nilai koefisien

sebesar 2,260 dengan probabilitas 0.026 yang lebih rendah dari 0.05 hal ini

menunjukkan bahwa variabel Satisfaction(ZS) signifikan. Kedua variabel

tersebut dapat disimpulkan berpengaruh terhadap Purchase Intentions.

46

Variabel moderating 21 XX - menunjukan nilai koefisien sebesar

0,378dengan signifikansi sebesar 0.706 yang lebih tinggi dari 0.05

menunjukan variabel tersebut tidak signifikan. Jadi dapat disimpulkan

bahwa variabel satisfaction tidak memoderasi pengaruh variabel service

quality terhadap variabel purchase intention tapi merupakan variabel

independen. Dari analisis tersebut maka hipotesis 3 yang menyatakan

service quality perception berpengaruh signifikan terhadap purchase

intention dengan satisfaction sebagai variabel moderasi tidak

terbukti.

2. Uji Asumsi Klasik

a. Uji Auto Korelasi

Tabel IV.10

Model Summary

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate Durbin-Watson

1 .357(a) .127 .100 2.10604 1.796

a Predictors: (Constant), x1_x2, Zscore(tSQ), Zscore(tS) b Dependent Variable: tPI

Nilai Durbin Watson adalah sebesar 1,796. Dibandingkan dengan

nilai tabel dengan taraf signifikansi 0,05 maka diperoleh nilai tabel sebesar

1,74 oleh karena niali Durbin Watson sebesar 1,796 lebih besar dari nilai

tabel maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada autokorelasi positif atau

negatif.

47

b. Uji Heteroskedastisitas

Dari grafik scatterplot terlihat titik-titk menyebar secara acak, serta

tersebar baik diatas maupun dibawah angka nol pada sumbu Y. Dengan

hasil tersebut maka dapat disimpulkan tidak terjadi Heteroskedastisitas

pada model regresi sehingga model regresi layak untuk memprediksi.

-4 -3 -2 -1 0 1 2 Regression Standardized Predicted Value

-4

-2

0

2

4

Regression Studentized R esidual

Dependent Variable: PI

Scatterplot

48

c. Uji Normalitas

-3 -2 -1 0 1 2 3 Regression Standardized Residual

0

2

4

6

8

10

12

14

Frequency

Mean = -6.77E-17 Std. Dev. = 0.985 N = 100

Dependent Variable: PI

Histogram

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 Observed Cum Prob

0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

Expected Cum Prob

Dependent Variable: PI

Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual

49

Dengan tampilan garfik histogram maupun grafik normal plot

dapat disimpulakn bahwa grafik histogram memberikan pola distribusi

yang normal. Sedangkan pada grafik normal plot terlihat disekitar garis

dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik. Kedua grafik diatas dapat

menunjukan bahwa model regresi memenuhi asumsi normalitas.

d. Uji Linearitas

Tabel IV.9

Model Summary(b)

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate Durbin-Watson

1 .357(a) .127 .100 2.10604 1.796

a Predictors: (Constant), x1_x2, Zscore(tSQ), Zscore(tS) b Dependent Variable: tPI

Oleh kerena nilai Durbin Watson model utama adalah 1,796 berada

diatas nilai Durbin Watson tabel dl = 1,61 dengan n = 100 dan k = 3, maka

dapat disimpulkan tidak terdapat auto korelasi pada model regresi dan

spesifikasi model utama adalah benar.

50

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bagian ini akan dipaparkan kesimpulan, saran dan keterbatasan serta

implikasi yang diharapkan dapat berguna bagi semua pihakyang berkepentingan

sebagai bagian akhir dari penulisan penelitian ini. Kesimpulan yang diambil

berdasarkan pada hasil analisis data yang telah dilakukan dari penelitian dan akan

menjawab permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya sesuai dengan tujuan

penelitian ini.

A. Kesimpulan

Penelitian yang telah dilakukan mengenai analisis pengaruh faktor

service quality perception dan satisfaction sebagai variabel moderasi terhadap

purchase intentions (studi pada Hypermart Solo Grand Mall) dan berdasarkan

hasil analisis yang telah dilakukan peneliti pada Bab IV, maka dapat

disimpulkan bahwa :

1. Hasil analisis menunjukkan bahwa service quality perception berpengaruh

signifikan terhadap purchase intentions, sehingga hipotesis 1 yang

menyatakan service quality perception berpengaruh terhadap purchase

intentions didukung dalam penelitian ini.

51

2. Hasil analisis menunjukkan service quality perception dan satisfaction

berpengaruh signifikan terhadap purcahse intentions. Hasil tersebut

menunjukkan hipotesis 2 yang menyatakan bahwa service quality

perception dan satisfaction berpengaruh terhadap purchase intentions

didukung dalam penelitian ini.

3. Service quality perception dan satisfaction sebagai variabel moderasi tidak

signifikan terhadap purchase intentions, dengan demikian hipotesis 3 tidak

didukung dalam penelitian ini. Penelitian ini menunjukan hasil yang

berbeda dengan model yang dikemukakan Yaylor dan Baker (1994) yang

menyatakan bahwa variabel satisfaction memoderasi hubungan anatara

varaiabel service quality perception terhadap variabel purchase intentions.

B. Implikasi Manajerial

Perusahaan seperti Hypermart Solo Grand Mall harus menyadari ada

sebagian pelanggan yang memiliki persepsi yang berbeda-beda tentang

kepuasan. Kemungkinan kepuasan bagi mereka adalah dari aspek yang lain

seperti harga, lokasi dan atribut produk. Untuk melayani segmen tersebut

perusahaan perlu mempertimbangkan karakteristik konsumen dari berbagai

sisi seperti umur , jenis kelamin, pendapatan dan tempat tinggal.

52

C. Keterbatasan dan Saran Untuk Penelitian Selanjutnya

1. Untuk penelitian selanjutnya disarankan menambah area subjek yang

diteliti tidak hanya terpaku pada satu perusahaan akan tetapi menggunakan

banyak perusahaan yang masih dalam satu area dengan harapan hasil yang

diperoleh menjadi lebih akurat dan dapat dijadikan sebagai tolok ukur bagi

perusahaan dalam menetapkan standar pelayanan.

2. Penelitian yang selanjutnya dapat memasukkan variabel independen yang

lain seperti misalnya aspek harga dan lokasi. Hal ini dikarenakan kepuasan

yang muncul dari konsumen kemungkinan dapat muncul dari variabel lain

selain service quality.

53

DAFTAR PUSTAKA

Assael, Henry (1998), Consumer Behavior and Marketing Action, 6th Edition, International Thompson Publishing, New York.

Breman, Barry dan Joel R. Evans. 2001. Retail Management A Strategic

Approach. Prentica Hall. New Jersey Dharmmesta, Basu. S dan Umi Khasanah (1999). Theory of Planned Bahavior:

An Aplication to Transporter Service Consumers. Gajah Mada Internasional Journal of Business. Vol 1 (1).

Djarwanto, P.S., 2001, Statistik Sosial Ekonomi, Yogyakarta: BPFE Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo, 1999, Metodologi Penelitian Bisnis untuk

Akuntansi dan Manajemen, Yogyakarta, BPFE Yogyakarta. Kotler, Philip, 2000. Marketing Management, 10th ed., Upper Saddle River, New Jersey: Prentice Hall, Inc Olsen, Svein Ottar. 2002. Comparative Evaluation and the Relationship Between

Quality, Satisfaction, and Repurchase Loyalty. Journal of the Academy of Marketing Science. Vol 30 (3)

Oliver, Richard L. 1999. ”When Consumer Loyalty”. Journal of Marketing. Vol

63 Special Issue, pp. 33-34. Parasuraman. A, Valerie A, Zaithaml dan Leonard L Berry (1988). Serqual : A

Multi Item Scale for Measuring Consumer Perception of Quality. Journal of Retailing Vol 64 (1).

Parasuraman. A, Valarie A. Zeithmal and Leonard L. Berry. 1998. ”Delivering

Quality service : Balancing Customer Perceptions and Expectations “. New York : The Free Press.

Sekaran, Uma, 2000, Research Method of Business. Hermitage Publishing Sevice Sumarni, Murti dan Salamah Wahyuni. 2005, Metodologi Penelitian Bisnis,

Yogyakarta: Penerbit Andi. Taylor, Steven and Thomas L. Baker. 1994. An Assessment of the Relationship

Between Service Quality and Customer Satisfaction in the Formation of Customer’s Purchase Intentions. Journal of Retailing. Vol 70 (2)

Tjiptono, Fandy, 1997. Prinsip-prinsip Total Quality Service. Penerbit: BPFE,

Yogyakarta.

54

Yamit, Zulian, 2001. Manajemen Kualitas Produk dan Jasa. Penerbit: Ekonisia,

Yogyakarta. Zeithaml, V. A. Dan Bitner, M.J. (1996). Service Marketing, The Mc Graw Hill

Companies, Inc, Singapore.