bab 1-4

Upload: restiumaya

Post on 04-Mar-2016

17 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

keperawatan maternitas

TRANSCRIPT

PAGE 40

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Makanan diperlukan manusia untuk kelangsungan hidup. Masalah makanan atau biasa disebut pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang sangat penting selain sandang, papan, pendidikan, dan kesehatan. Konsumsi pangan yang mengandung cukup energi dan zat gizi yang dibutuhkan tubuh akan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Zat gizi berdasarkan jumlah yang dibutuhkan oleh tubuh digolongkan menjadi dua yaitu zat gizi makro/ makronutrien (karbohidrat, protein, lemak, air) dan zat gizi mikro/ mikronutrien (vitamin dan mineral).

Makanan jajanan adalah salah satu jenis makanan yang sangat di kenal dan umum dikonsumsi oleh masyarakat, tidak terkecuali kalangan anak sekolah. Anak-anak biasanya membeli jananan dari penjaja makanan yang terdapat di kantin maupun sekitar lingkungan sekolah. Kebiasaan mengkonsumsi jajanan merupakan fenomena yang sangat mengawatirkan di kalangan anak sekolah. Di Indonesia penelitian Hermina, et al. (2000) menunjukkan bahwa sebagian anak SD yaitu sebesar 35% membeli sendiri makanan jajanan di sekolah dan dikonsumsi sebelum masuk kelas.

Perilaku konsumsi terhadap makanan (nutrition behavior) merupakan respon seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan. Perilaku ini meliputi pengetahuan, persepsi, sikap dan praktek terhadap makanan serta unsur-unsur yang terkandung didalamnya (zat gizi), pengelolaan makanan, dan sebagainya sehubungan kebutuhan tubuh kita (Notoatmodjo, 2003). Oleh karena itu, perlu adanya Peraturan Perundangan yang mendukung kegiatan sehat tersebut. Dalam UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan passal 79 menyebutkan kesehatan sekolah diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat, sehingga peserta didik dapat belajar, tumbuh dan berkembang secara harmonis serta menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. Sedangkan UU Nomor 7 tahun 1996 tentang pangan selain mengatur aspek keamanan dan mutu gizi juga mendorong terciptanya perdagangan yang jujur dan bertanggung jawab serta terwujudnya tingkat kecukupan pangan yang terjangkau sesuai kebutuhan masyarakat (Cahyadi, 2008).

Kebiasaan makan merupakan cara-cara individu atau kelompok masyarakat dalam memilih, mengkonsumsi dan menggunakan makanan yang tersedia yang dipengaruhi dari latar belakang sosial budaya tempat mereka hidup. Anak usia sekolah mempunyai kebiasaan makan makanan jajanan, kebiasaan jajan cenderung menjadi bagian budaya dalam suatu keluarga. Makanan jajanan yang kurang memenuhi syarat kesehatan dan gizi akan mengancam kesehatan anak. Nafsu makan anak berkurang dan jika berlangsung lama akan berpengaruh pada status gizi (Susanto, 2003). Permasalahan gizi merupakan masalah yang sangat menghawatirkan dikalangan masyarakat Indonesia khususnya anak sekolah. Menurut data WHO menyebutkan angka kejadian gizi buruk pada anak usia sekolah tahun 2007 meningkat menjadi 8,3% dan gizi kurang 27,5%. Serta pada tahun 2009 kejadian gizi buruk naik lagi menjadi 8,8% dan gizi kurang 28% (Dina, 2009). Walaupum makanan jajanan memiliki keunggulan luar biasa dalam menyumbang kecukupan gizi seperti karbohidrat, protein, dan lemak. Setiap harinya makanan jajanan di sekolah ternyata sangat berisiko terhadap kesehatan karena penanganannya sering tidak higienis. Dapat dikarenakan makanan jajanan telah terkontaminasi oleh mikroba beracun maupun penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang tidak diizinkan (Mudjajanto, 2005). Menurut Rahayu (2006), kasus keracunan pangan yang paling sering dilaporkan dari tahun 2004-2006 di Indonesia adalah keracunan akibat pangan jajanan dan keracunan akibat pangan olahan. Pengujian yang dilakukan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) tahun 2006 terhadap pangan jajanan diketahui bahwa pada 13.536 sampel menunjukkan 11.871 (87,69%) sampel memenuhi syarat dan 1.665 (12,31%) sampel tidak memenuhi syarat.

Pangan yang tidak memenuhi syarat disebabkan karena menggunakan pemanis buatan bukan untuk makanan diet (31%), menggunakan benzoat melebihi batas (7,93%), menggunakan formalin (8,88%), menggunakan boraks (8,05%), menggunakan pewarna bukan untuk makanan (12,67%), dan cemaran mikroba (19,10%) (Badan POM, 2007).

Dampak secara umum dari konsumsi jajanan yang tidak baik dapat menyebabkan kelainan-kelainan pada organ tubuh manusia. Seperti rhodamin B (pewarna berbahaya) bila tertelan dapat mengakibatkan iritasi saluran pencernaan, gangguan fungsi hati, dan kanker hati. Untuk methanil yellow (pewarna kuning berbahaya) bila tertelan dapat mengakibatkan mual, muntah, sakit perut, dan kanker kandung kemih (Elfansyah, 2006). Belakangan juga terungkap bahwa reaksi simpang makanan tertentu ternyata dapat mempengaruhi fungsi otak termasuk gangguan perilaku pada anak sekolah. Gangguan perilaku tersebut meliputi gangguan tidur, gangguan konsentrasi, gangguan emosi, hiperaktif dan memperberat gejala pada penderita autis. Pengaruh jangka pendek konsumsi jajanan yang mengandung zat-zat BTP (Bahan Tambahan Pangan) dapat menimbulkan gelaja-gejala yang sangat umum seperti pusing, mual, muntah, diare atau bahkan kesulitan buang air besar (Judarwanto, 2004). Hasil pemantauan BPOM tahun 2011 menunjukkan ada 35,5 % makanan jajanan anak sekolah tidak memenuhi syarat keamanan (Suratmono, 2011). Laporan Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan BPOM menunjukkan tahun 2004 diseluruh Indonesia telah terjadi Kejadian Luar Biasa keracunan pangan sebanyak 153 kejadian di 25 provinsi yang mencakup 7.347 kasus dan 45 diantaranya meninggal dunia (Depkes, 2011). Survei oleh BPOM tahun 2004 di sekolah dasar (seluruh Indonesia) dan sekitar 550 jenis makanan yang diambil untuk sampel pengujian menunjukkan bahwa 60% jajanan anak sekolah tidak memenuhi standar mutu dan keamanan. Disebutkan bahwa 56% sampel mengandung rhodamin B dan 33% mengandung boraks. Survei BPOM tahun 2007, sebanyak 4.500 sekolah di Indonesia membuktikan bahwa 45% jajanan anak sekolah berbahaya (Suci, 2009). Walaupun pemerintah sudah menetapkan peraturan mengenai penggunaan BTP, masih saja ada penjual makanan atau produsen yang menggunakan BTP. Penggunaan tersebut sudah dilarang karena dapat membahayakan kesehatan manusia. Seperti pada hasil uji BPOM yang dilakukan di 18 propinsi pada tahun 2008 diantaranya Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandar Lampung, Denpasar, dan Padang terhadap 861 contoh makanan menunjukkan bahwa 39,95% (344) tidak memenuhi syarat keamanan pangan. Dari total sampel itu, 10,45 % mengandung pewarna yang dilarang, yakni rhodamin B, methanil yellow dan amaranth (Nurdwiyanti, 2008). Pusat Pengembangan Kualitas Jasmani Depdiknas tahun 2007 pada 640 SD di 20 provinsi yang diteliti, sebanyak 40 % belum memiliki kantin. Sementara dari yang telah memiliki kantin 60 % sebanyak 84,3 % kantin belum memenuhi syarat kesehatan. Selain itu masih banyak ditemukan panaganan jajanan anak sekolah yang tidak memenuhi persyaratan mutu kebersihan, kesehatan, keamanan, sehingga dapat menimbulkan dampak yang tidak baik bagi gizi dan kesehatan anak. Penelitian Widodo (2006) menyatakan makanan jajanan kaki lima menyumbang asupan energi bagi anak sekolah sebanyak 36%, protein 29% dan zat besi 52%. Tetapi keamanan jajanan tersebut baik dari segi mikrobiologis maupun kimiawi masih dipertanyakan. Pada penelitian ini telah ditemukan Salmonella Paratyphi A di 25% - 50% sampel minuman yang dijual di kaki lima, bakteri tersebut adalah penyebab penyakit tifus pada anak. Penelitian lain yang dilakukan suatu lembaga studi di daerah Jakarta Timur mengungkapkan bahwa jenis jajanan yang sering dikonsumsi oleh anak-anak sekolah adalah lontong, otak-otak, tahu goreng, mie bakso dengan saus, es sirop, dan cilok (Widodo, 2006).

SDN Cakung Barat 22 Petang adalah sebuah sekolah negeri yang terdapat di daerah Jakarta-Timur. Hampir setiap harinya siswa/ siswi di SDN Cakung Barat 22 Petang ketika sebelum dan saat bel istirahat mengkonsumsi jajanan yang di jual di lingkungan sekolah. Selain itu, jarang siswa/ siswi di sekolah tersebut membawa bekal yang dibawa dari rumah. Di SDN Cakung Barat 22 Petang sudah memiliki kantin, tetapi standar kesehatannya masih diragukan dan disekeliling sekolah juga banyak para penjaja jajanan yang menjajakan jajanannya dengan kondisi makanan yang terbuka, dan terkontaminasi oleh polusi. Rata-rata jajanan yang ditawarkan oleh para siswa/ siswi banyak mengandung pewarna sintetik dan pemanis buatan saat dilakukan observasi awal. Terlihat pada survei awal siswa/ siswi belum dapat memilah jajanan yang baik untuk dikonsumsi atau tidak. Selain itu juga dikarenakan, belum ada penelitian sebelumya tentang perilaku anak terhadap konsumsi makanan jajanan di SDN Cakung Barat 22 Petang.B. Rumusan Masalah

Secara garis besar dampak negatif yang terjadi akibat mengkonsumsi jajanan dapat mengakibatkan kelainan-kelainan pada organ tubuh seperti gangguan pencernaan, gangguan fungsi hati, dan kanker hati. Dengan memperhatikan latar belakang di atas, ternyata jajanan bagi anak di sekolah khususnya dikalangan Sekolah Dasar (SD) belum memenuhi standar mutu dan keamanan kesehatan yang telah ditentukan oleh pemerintah.

Dengan melihat kenyataan seperti itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Anak Terhadap Konsumsi Jajanan di SDN Cakung Barat 22 Petang Tahun 2013.C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku anak terhadap konsumsi jajanan di SDN Cakung Barat 22 Petang, Tahun 2013.2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui hubungan perilaku anak terhadap konsumsi jajanan di SDN Cakung Barat 22 Petang Tahun 2013

b. Mengetahui hubungan pengetahuan gizi dengan perilaku anak terhadap konsumsi jajanan di SDN Cakung Barat 22 Petang Tahun 2013

c. Mengetahui hubungan sikap dengan perilaku anak terhadap konsumsi jajanan di SDN Cakung Barat 22 Petang Tahun 2013d. Mengetahui hubungan kebiasaan jajan dengan perilaku anak terhadap konsumsi jajanan di SDN Cakung Barat 22 Petang Tahun 2013

e. Mengetahui hubungan besaran uang jajan (ekonomi) dengan perilaku anak terhadap konsumsi jajanan di SDN Cakung Barat 22 Petang Tahun 2013f. Mengetahui hubungan pengaruh teman sebaya dengan perilaku anak terhadap konsumsi jajanan di SDN Cakung Barat 22 Petang Tahun 2013

g. Mengetahui hubungan dukungan orang tua dengan perilaku anak terhadap konsumsi jajanan di SDN Cakung Barat 22 Petang Tahun 2013.D. Manfaat Penelitian1. Bagi institusi pendidikan Diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran atau masukan dan acuan bagi ilmu pengetahuan secara umum dan dapat menindak lanjuti penelitian-penelitian selanjutnya agar menjadi penelitian yang lebih baik lagi.

2. Bagi keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi perawat serta meningkatkan wawasan pengetahuan dan sebagai tambahan referensi kepustakaan untuk penelitian lebih lanjut di bidang keperawatan.3. Bagi Sekolah Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi para guru dalam menghimbau dan menetapkan peraturan mengenai makanan jajanan yang sehat di lingkungan sekolah, bagi para anak didiknya dalam rangka mengantisipasi munculnya masalah gizi khususnya kejadian infeksi atau angka kesakitan pada anak sekolah, karena pada dasarnya, penindak lanjutan masalah keamanan jajanan anak sekolah tidak lepas dari partisipasi pihak sekolah.4. Bagi orang tua

Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan / informasi khusus untuk para orang tua tentang bahaya apa yang ada jika anaknya mengkonsumsi jajanan.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian Cross Sectional yang bertujuan untuk memperoleh perilaku anak terhadap konsumsi jajanan di SDN Cakung Barat 22 Petang Tahun 2013. Antara lain hal-hal yang akan di teliti yaitu perilaku anak terhadap konsumsi jajanan sebagai variabel dependen, sedangkan pengetahuan gizi anak, sikap, kebiasaan jajan, besaran uang jajan (ekonomi), pengaruh teman sebaya, dan dukungan orang tua sebagai variabel independen.BAB II

TINJAUAN PUSTAKAA. Perilaku Konsumsi Jajanan Anak Sekolah1. Perilaku Menurut Sarwono (2004), mengatakan perilaku menurut sudut biologi adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme yang bersangkutan, yang dapat di amati secara langsung maupun tidak langsung. Di dalam suatu perilaku pemeliharaan kesehatan, perilaku terhadap gizi, makanan, dan minuman merupakan suatu aspek yang mempunyai berperan penting. Makanan dan minuman dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan seseorang, namun di sisi lain makanan dan minuman dapat menurunkan kesehatan seseorang, bahkan dapat menyebabkan timbulnya penyakit. Hal ini tergantung pada perilaku seseorang terhadap makanan dan minuman tersebut (Notoatmodjo,2003).

Menurut Skiner dalam (Notoatmodjo 2003) perilaku merupakan respon seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Namun, respon yang diberikan sangat tergantung dengan karakteristik individu masing-masing. Oleh karena itu, walaupun stimulus yang diberikan sama tetapi respon yang timbul pada setiap orang berbeda. Faktor yang membedakannya adalah respon yang timbul pada setiap orang berbeda. Faktor yang membedakan respon itu disebut determinan perilaku, diantaranya:

a. Determinan atau faktor internal meliputi karakteristik individu yang bersifat genetik, seperti tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya. b. Determinan atau faktor esternal meliputi lingkungan baik fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003).

Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena dalam memberikan respon sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Selain itu, perilaku merupakan resultasi atau hasil bersama dari berbagai faktor, baik faktor internal (karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan seperti kecerdasan, emosional, dan jenis kelamin), dan faktor eksternal (lingkungan, baik lingkungan fisik, ekonomi, sosial, budaya, politik (Notoatmodjo, 2003).2. Perilaku Konsumsi Jajanan Anak Sekolah Menurut Devi (2012) pada anak usia sekolah, hal terkait pangan dan gizi tidak terlepas dari pusat perhatian utama. Hal ini karena pola makan yang salah diumur sebelumnya biasanya masih terbawa sampai usia ini. Selain itu, pada usia ini anak sudah mulai menentukan pilihan makanannya sendiri tidak saat balita yang sepenuhnya tergantung pada orang tuanya. Periode ini merupakan yang cukup kritis, dalam pemilihan makanan, karena dalam periode ini anak baru belajar memilih makanan dan belum mengerti makanan yang bergizi dan memenuhi kebutuhan, sehingga perlu adanya bimbingan dari guru dan orang tua. Perilaku konsumsi makanan jajanan adalah tindakan atau perbuatan mengenai sering tidaknya mengkonsumsi makanan jajanan yang dihitung perminggu (Malik, 2006). Pada dasarnya, perilaku konsumsi makanan merupakan bentuk penerapan kebiasaan makan yang dipengaruhi oleh dua faktor yaitu pengetahuan dan sikap terhadap makanan (Suhardjo, 1989). Kebiasaan dalam mengonsumsi makanan jajanan sudah umum terjadi di kalangan anak sekolah. Hasil penelitian Hermina, et al (2000) menunjukkan bahwa sebagaian murid SD (35%) membeli makanan jajanan sendiri dan dikonsumsi sebelum masuk kelas. Hal ini merupakan upaya memenuhi kebutuhan energi karena aktifitas sekolah yang tinggi (3-6 jam) pengenalan makanan jajanan akan menumbuhkan kebiasaan penganekaragaman sejak kecil, dan memberikan peningkatan rasa gengsi dihadapan teman-teman (Devi,2012).

Kebiasaan jajan pada anak-anak sekolah tidak terlepas dari iklim kehidupan ekonomi dan kebiasaan makan dalam keluarga, karena pada hakekatnya kebiasaan makan juga tidak lepas kaitannya dengan keadaan kehidupan ekonomi keluarga pada umumnya (Susanto dalam Santy, 2000). 3. Karakteristik Anak Sekolah Anak sekolah dasar adalah masa anak berumur 6-12 tahun dimana mereka sedang dalam puncak pertumbuhan. Rentang kehidupan dimulai dari 6-12 tahun memiliki berbagai label, yang masing-masing menguraikan karakteristik penting dari periode tersebut. Periode ini sering kali disebut usia sekolah atau masa sekolah. Anak-anak mulai bergabung dengan teman sebayanya, mempelajari budaya masa kanak-kanak, dan menggabungkan kedalam kelompok sebayanya, yang merupakan hubungan dekat pertama di luar kelompok keluarga (Cahyaningsih, 2011). Dalam pergaulan dengan kelompok sebaya, anak belajar aspek-aspek yang penting dalam proses sosialisasi. Seperti: belajar memenuhi aturan-aturan kelompok, belajar setia kawan, belajar tidak tergantung pada orang lain dan diterima di lingkungannya, belajar menerima tanggung jawab, belajar bersaing dengan orang lain secara sehat dan sportif (Notoatmodjo, 2003). Dapat disimpulkan bahwa karakteristik tersebut dapat mempengaruhi kebiasaan makan mereka, kegembiraan di sekolah menyebabkan anak-anak sering menyimpang dari kebiasaan waktu makan yang sudah diberikan kepada mereka (Moehji, 2003). Anak usia sekolah biasanya banyak memiliki aktivitas bermain yang menguras banyak tenaga, dengan demikian terjadi ketidak seimbangan antara energi yang masuk dengan energi yang keluar. Akibatnya tubuh anak menjadi kurus, untuk mengatasinya dengan mengontrol waktu bermain anak sehingga anak memiliki waktu istirahat yang cukup.

Kurangnya nafsu makan dapat disebabkan banyak jajan, untuk meningkatkannya dapat diberikan obat nafsu makan sesuai dosis yang dianjurkan. Makanan jajanan yang kurang mengandung nilai gizi dan kebersihannya kurang terjaga, maka akan menimbulkan dampak yang merugikan kesehatan (Lisdiana, 2004). 4. Makanan dan Minuman Jajanan

Pengertian makanan dan minuman jajanan merupaka bahan kebutuhan yang dijual oleh pedagang kaki lima atau dalam bahasa Inggris disebut street food menurut FAO didefinisikan sebagai makanan dan minuman yang dipersiapkan dan atau dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan di tempat-tempat keramaian umum lain yang langsung dimakan tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut (Iswaranti dkk, 2007). Makanan jajanan merupakan makanan dan minuman siap dimakan yang dijual di tempat umum, terlebih dahulu dipersiapkan/dimasak di tempat produksi seperti di rumah/di tempat berjualan (Fardiaz dan Fardiaz dalam Murniawan, 2006). Dalam memilih makanan dan minuman, anak memasuki masa indepedensi, yaitu kebebasan dalam memilih makanan dan minuman apa saja yang disukainya. Pemiihan makanan dan minuman jajanan tidak lagi didasarkan pada kandungan gizi makanan tersebut melainkan sekedar bersosialisasi untuk kesenangan dan supaya tidak kehilangan status (Khomsan, 2003).

Tetapi banyak makanan dan minuman jajanan yang tidak memenuhi status kesehatan yang sudah di atur oleh UU Nomor 7 Tahun 1996. Adanya penggunaan boraks, rhodamin B, formalin, pewarna sintetis, dan zat lain sebagainnya. Hal ini sangat menghawatirkan bagi pengkonsumsi makanan jajanan khususnya anak-anak sekolah.

Penelitian oleh BPOM tahun 2004 disekolah dasar (seluruh Indonesia) dan sekitar 550 jenis makanan yang diambil untuk sampel pengujian menunjukkan bahwa 60% jajanan anak sekolah tidak memenuhi standar mutu dan keamanan. Disebutkan bahwa 56% sampel mengandung rhodamin B dan 33% mengandung boraks. Penelitian BPOM tahun 2007, sebanyak 4500 sekolah di Indonesia, membuktikan bahwa 45% jajanan anak sekolah berbahaya (Suci, 2009).a. Jenis Makanan JajananJenis makanan dan minuman jajanan menurut Winarno dalam Mulyati (2003) dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu:

1) Makanan utama, seperti rames, nasi pecel, bakso, mie ayam, dan sebagainya.2) Snack atau penganan seperti kue-kue, onde-onde, pisang goreng, dan sebagainya.

3) Golongan minuman seperti cendol, es krim, es teler, es buah, es teh, dawet dan sebagainya.

4) Buah-buahan segar.

Berdasarkan M2 presswire (Coventry) 27 september 2006, makanan jajanan (snack) digolongkan menjadi 4 yaitu :

1) Healty snacks seperti : apple sauce, yoghurt, dan buah.

2) Sweet snacks seperti : cookies, kraker, dan puding.

3) Salry snacks seperti : keripik dan pop corn.

4) Savory snacks seperti : pizza, sandwich, makaroni, dan cheese.B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Terhadap Konsumsi Jajanan1. Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan dapat diperoleh melalui pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. Pengetahuan sebagai faktor predisposisi merupakan faktor yang memegang peranan penting dalam hal pembentukan tindakan seseorang (overt behavior). Tindakan seseorang yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dibandingkan tindakan yang tanpa disadari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers dalam Notoadmodjo (2003) bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni :a. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek)

b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap subjek sudah mulai terbentuk

c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi

d. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus

e. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus1) Faktor Faktor yang mempengaruhi pengetahuan. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut (Solihin, 2005) bahwa ada 2 faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang yaitu, faktor internal dan faktor eksternal yaitu:a) Faktor internal meliputi:(1) Kesehatan Status kesehatan sangat mempengaruhi status gizi seseorang.. Sehat berarti keadaan fisik, mental dan sosial anak berfungsi secara optimal dan seimbang, keseimbangan ini akan terganggu jika seseorang anak berada dalam keadaan yang tidak optimal baik fisik, mental maupun sosial.

(2) Intelegensi Intelegensi sangat besar sekali pengaruh terhadap pengetahuan anak yang mempunyai intelegensi yang lebih tinggi akan lebih berhasil dari pada yang mempunyai intelegensi rendah.(3) Perhatian Keaktifan jika yang tinggi yang semata-mata setuju pada suatu obyek. Jika perhatian anak kurang terhadap suatu materi, maka pemahaman terhadap materi tersebut akan berkurang dan menurun.(4) Minat Kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang berbagai kegiatan yang diminati anak, diperhatikan 12 terus-menerus disertai rasa senang berbeda dengan perhatian yang sifatnya sementara.(5) Bakat Kemampuan untuk belajar, kemampuan itu akan terealisasi menjadi kecakapan nyata sesudah belajar/ berlatih.b) Faktor eksternal yang mempengaruhi pengetahuan seseorang meliputi:(1) Keluarga Keluarga sangat menentukan dalam pendidikan anak karena keluarga adalah lembaga pendidikan yang utama dan pertama. Secara tradisional, ayah mempunyai prioritas utama atas jumlah dan jenis makanan tertentu dalam keluarga, dan justru golongan yang rawan terhadap masalah gizi mempunyai prioritas paling akhir yaitu wanita dan anak-anak. Jika kebiasaan budaya pembagian kebiasaan budaya pembagian pangan yang tidak merata dalam unit keluarga terus diterapkan, maka akan menyebabkan bencana baik bagi kesehatan maupun kehidupan.(2) Metode pembelajaran Metode mengajar adalah suatu cara yang harus dilalui didalam mengajar, untuk menghindari pelaksanaan cara belajar yang salah perlu suatu pembinaan. Dengan metode belajar yang tepat dan efektif, akan efektif pula hasil belajar anak.(3) Masyarakat Masyarakat merupakan faktor eksternal yang juga mempengaruhi belajar anak. Pengaruh ini terjadi karena keberadaannya dalam masyarakat adalah berhubungan dengan media massa, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat.2. Pengetahuan Gizi Pengetahuan Gizi adalah kepandaian memilih makanan yang merupakan sumber zat-zat gizi dan kepandaian dalam memilih makanan jajanan yang sehat. Pengetahuan (knowledge) adalah hasil pengetahuan dari manusia, yang sekedar menjawab pertanyaan What, misalnya apa air, apa manusia, apa alam dan sebagainya. Pengetahuan secara perorangan maupun bersama ternyata langsung dalam dua bentuk dasar yang sulit ditentukan mana kiranya yang paling asli atau mana yang paling berharga dan yang paling manusiawi. Bentuk satu adalah mengetahui saja dan untuk menikmati pengetahuan itu demi memuaskan hati manusia (Notoatmojo, 2003). Pengetahuan gizi anak sangat berpengaruh terhadap pemilihan makanan jajanan. Pengetahuan anak dapat diperoleh baik secara internal maupun eksternal. Untuk pengetahuan secara internal yaitu pengetahuan yang berasal dari dirinya sendiri berdasarkan pengalaman hidup sedangkan secara eksternal yaitu pengetahuan yang berasal dari orang lain sehingga pengetahuan anak tentang gizi bertambah (Solihin, 2005). Suatu hal yang meyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi didasarkan pada tiga kenyataan :

a. Status gizi yang cukup adalah yang penting bagi kehidupan dan kesejahteraan.

b. Setiap orang hanya akan cukup gizi makanan yang dimakannya mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal,pemeliharaan dan energi.

c. Ilmu gizi merupakan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar merupakan pangan dengan baik bagi perbaikan gizi.

Tingkat pengetahuan gizi yang tinggi dapat membentuk sikap positif terhadap masalah gizi. Pada akhirnya pengetahuan akan mendorong untuk menyediakan makanan sehari-hari dalam jumlah dan kualitas gizi yang sesuai dengan kebutuhan.3. Sikap Sikap menurut Notoatmodjo (2003) adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap menurut Sunaryo (2004) adalah kecenderungan bertindak dari individu, berupa respon tertutup terhadap stimulus ataupun objek tertentu. Jadi, sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku.

Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek dilingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. Dalam hal sikap, dapat dibagi dalam berbagai tingkatan, antaralain :a. Menerima (receiving), diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).b. Merespon (responding), yaitu dapat berupa memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan.

c. Mengharagai (valuating), yaitu dapat berupa mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah. d. Bertanggung jawab (responsible) atas segala sesuatu yang telah dipilihnya (Notoatmodjo, 2003).1) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap Suhardjo (2003), mengungkapkan bahwa sikap dalam memilih makanan jajanan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :

a) Kebudayaan mempengaruhi orang dalam memilih makanan jajanan yaitu mencangkup jenis pangan apa yang harus diproduksi, bagaimana diolah, disalurkan, dan disajikannya. Kebudayaan di mana anak hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap anak. Kebudayaan telah menanamkan jenis pengaruh sikap anak terhadap pemilihan makanan/ minumannya.b) Segi psikologi

Sikap anak terhadap makanan banyak makanan banyak dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman dan respons yang diperlihatkan oleh orang lain terhadap makanan sejak masa kanak-kanak. Pengalaman tersebut dapat mempengaruhi sikap suka atau tidak suka individu terhadap makanan/ minuman.

c) Media massa

Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi mempunyai pengaruh besar pada anak dalam memilih makanan/ minuman jajanan.

d) Lembaga pendidikan

Lembaga pendidikan sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep pada anak.

e) Pengaruh faktor emosional

Sebagai bentuk merupakan pernyataan yang didasari oleh emosional yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau penggalihan bentuk mekanisme pengetahuan EQ.

4. Kebiasaan jajan

Kebiasaan berasal dari kata biasa, yang mengandung arti pengulangan atau sering melakukan. Sesuai dengan pernyataan tersebut, maka jika suatu perbuatan atau tingkah laku yang dilakukan seseorang secara berulang-ulang dalam hal yang sama, akan menjadi suatu kebiasaan. Kebiasaan biasanya terjadi tanpa disertai kesadaran pada pihak yang memiliki kebiasaan itu. Jadi dapat di simpulkan bahwa kebiasaan itu merupakan suatu cara bertindak yang telah dikuasai yang berlangsung secara otomatis mekanis yang terjadi secara berulang-ulang (Soejono, 2008).

Pada golongan anak sekolah kebiasaan jajan merupakan suatu hal yang tidak asing lagi. Pada anak sekolah sebagian besar waktunya lebih banyak dihasilkan di luar rumah, sehingga apabila lapar siswa lebih suka jajan dari pada pulang kerumah untuk makan. Hal ini tidak akan berakibat negatif apabila siswa dapat memilih makanan jajanan yang baik nilai gizi dan kebersihannya (Puspitasari dalam Widiasari, 2011). Kebiasaan jajan merupakan salah satu bentuk dari kebiasaan makan. Kebiasaan jajan adalah istilah untuk menggambarkan kebiasaan dan perilaku manusia yang berhubungan dengan makanan dan makan seperti tata krama makan, frekuensi makan, jenis makanan, jumlah makanan, kepercayaan terhadap makanan (misalnya pantangan), distribusi makanan antar anggota keluarga, penerimaan terhadap makanan (misalnya suka atau tidak suka), dan cara pemilihan makanan yang hendak dimakan (Suhardjo dalam Novitasari 2005). Ada banyak faktor yang mempengaruhi kebiasaan jajan. Hasil Penelitian (Susanto dalam Novitasari 2005), menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi seseorang dalam memilih pangan jajanan adalah faktor psikologi, kesukaan dan pengetahuan. Selain itu terdapat faktor pembatas yaitu uang jajan dan makanan. Kebiasaan jajan ini mempunyai kebaikan dan keburukan. Kebaikan dari jajan adalah jika makanan yang dibeli sudah memenuhi syarat-syarat kesehatan, maka bisa melengkapi atau menambah kebutuhan gizi anak; mengisi kekosongan lambung; dan dapat digunakan untuk mendidik anak dalam memilih jajan menurut standar gizi empat sehat lima sempurna. Sedangkan keburukannya dapat memboroskan keuangan rumah tangga, selain itu jika jajanan tersebut tidak memenuhi syarat kesehatan akan membahayakan bagi yang mengonsumsinya. Hasil survey BPOM RI tahun 2008 bahwa 78 % anak sekolah jajan di lingkunagan sekolah, baik di kantin maupun penjaja sekitar sekolah (Robi, 2011). Frekuensi jajan makanan utama siswa/ siswi 3-5 kali/minggu sebesar 44% makanan ringan > 11 kali/minggu sebesar 66 % dan 30% siswa/ siswi memiliki frekuensi jajan minuman 6-8 kali/minggu (Fema IPB, 2011). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nofitasari (2005) menunjukkan bahwa 79% siswa/ siswi SDN Depok memiliki kebiasaan jajan mengkonsumsi jajanan tersering disekitar sekolah. Kebiasaan makan yang teratur dalam keluarga akan membentuk kebiasaan yang baik bagi anak-anak. Selanjutnya pola makan dalam keluarga harus juga diperhatikan, frekuensi makan bersama dalam keluarga, pembiasaan makan yang seimbang gizinya, tidak membiasakan makanan atau minuman manis, membiasakan banyak makan buah dan sayur diantara waktu-waktu makan dan sebagainya. Bagi anak sekolah dasar, peranan guru dan kebijaksanaan sekolah sangat berarti, karena mereka sudah tidak diawasi oleh orang tua. Misalnya bagaimana seorang guru memotivasi bahwa membawa bekal dari rumah itu lebih baik daripada jajan, kemudian memberi penerangan bekal yang baik dan sehat untuk dibawa. Hal lain yang dapat dilakukan sekolah, misalnya membatasi, menyeleksi dan memonitor pangan jajanan yang disodorkan penjual baik yang ada di kantin maupun di sekitar sekolah. Selain itu, para guru juga harus memberi teladan yang baik dalam menerapkan kebiasaan makan, misalnya tidak turut mengkonsumsi pangan jajanan sembarangan.5. Besaran uang jajan (ekonomi) Menurut Ariyanti (2005), besaran uang jajan adalah jumlah uang dalam rupiah yang diberikan orang tua siswa setiap hari untuk keperluan jajan. Uang jajan merupakan bagian dari pengalokasian pendapatan keluarga yang diberikan kepada anak untuk jangka waktu tertentu. Pemberian uang jajan sering menjadi sebuah kebiasaan, anak diharapkan belajar mengelola dan bertanggung jawab atau uang jajan yang dimilikinya (Napitu dalam Rahma, 2009).

Tersedianya berbagai jenis jajanan khususnya di kota-kota besar akan mempengaruhi pengeluaran dan penggunaan uang saku siswa. Apabila dilihat lamanya siswa berada di sekolah antara 5 6 jam, bagaimanapun juga siswa perlu untuk mengkonumsi makanan. Makanan jajanan dapat memberikan dampak positif karena akan menunjang kecukupan gizi bagi mereka, namun jika keamanannya kurang terjamin maka akan dapat memberikan dampak yang negatif (Fardiaz dan Fardia dalam Rahma, 2009). Besarnya uang saku berpengaruh terhadap frekuensi jajan pada anak, semakin besar uang jajan yang dimiliki anak maka semakin sering anak mengeluarkan uang tersebut untuk membeli makanan jajanan dan semakin beragam pada makanan jajanan yang dibelinya (Murniawan, 2006). Penghasilan keluarga juga berpengaruh terhadap besar uang jajan pada anak. Biasanya orang tua yang tingkat penghasilannya tinggi memberikan uang jajan yang lebih besar dibandingkan orang tua yang penghasilannya rendah (Wijayanti dalam Rahma, 2009).

6. Pengaruh Teman Sebaya

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, teman sebaya diartikan sebagai kawan, sahabat atau orang yang sama-sama bekerja atau berbuat (Anonim, 2002). Sementara dalam Mutadin (2002) menjelaskan bahwa teman sebaya adalah kelompok orang-orang yang seumur dan mempunyai kelompok sosial yang sama, seperti teman sekolah.

Anak usia sekolah menghabiskan waktunya diluar rumah, padahal pada periode ini merupakan periode penting dalam pertumbuhan dan perkembangan. Teman sebaya memberi pengaruh terbesar pada seorang anak dan pada situasi tertentu pengaruh teman sebaya lebih besar dibandingkan keluarga. Pengaruh teman sebaya meluas ke sikap pemilihan makanan dan pola makan pada anak. Anak secara tiba-tiba dapat meminta makanan dan menolak makanan yang biasanya sering dikonsumsi karena usulan teman (Brown, 2005). Selain itu dapat disimpulkan bahwa pola konsumsi jajanan sangat dipengaruhi oleh pola konsumsi teman sebayanya. Anak juga akan merasa senang apabila makan bersama dengan orang terdekat, dimana anak lebih banyak menghabiskan waktunya di luar rumah bersama dengan teman-teman sebayanya di dalam kelompok yang mengakibatkan pengaruh teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku lebih kuat dari pada pengaruh keluarga (Murniawan, 2006). Keluarga menjadi tidak begitu penting dibandingkan dengan lingkungan sosial dan teman-teman sebayanya (Hanseil dan Mechanic, dalam Dilapanga, 2008).

Pada umumnya dikatakan ketergantungan dan kelekatan seseorang individu dengan orang tuanya pada masa kanak-kanak dan masa awal sekolah akan berubah menjadi kesadaran dan keinginan untuk berinteraksi dengan teman-teman sebayanya pada masa sekolah, dan akhirnya akan asyik dengan penerimaan teman sebaya dan kemandirian selama masa remaja (La Greca dalam Dilapanga, 2008). 7. Dukungan Orang Tua

Keluarga merupakan lembaga pendidikan utama yang berada di luar sekolah yang memberikan andil uatam dan mendasar dalam pembentukan sikap, kepribadian dsn kebiasaan. Dukungan orang tua mengacu pada pengertian dukungan sosial menurut Sarafino (dalam Risma dan Retnaningsih, 2008).

Lingkungan keluarga merupakan satu tempat di mana anak berinteraksi sosial dengan orang tua yang paling lama sehingga upaya dalam meningkatkan prestasi belajar di fokuskan pada keluarga kemudian sekolah (Suryanto, 2008). Perilaku pada seorang siswa/ siswi sekolah dasar dalam memilih jajanan biasanya dilakukan karena adanya dukungan dari keluarga khususnya orang tua. Karena kebiasaan makan yang baik dimulai dari rumah, atas bimbingan orang tua. Peran ibu paling banyak berpengaruh terhadap pembentukan kebiasaan makan anak-anak di dalam rumah.

Dalam hal ini biasanya orangtua memberikan dukungan anaknya jajan dengan memberikan uang jajan, tidak membiasakan membawa bekal dari rumah, dan tidak membiasakan anak untuk sarapan terlebih dahulu sebelum berangkat sekolah. Dengan alasan memberikan uang saku lebih praktis kepada seorang anak, dan anak dapat memilih jajanan yang ia sukai. Padahal seorang anak belum mengetahui jajanan apa yang aman dan bergizi bagi tubuhnya, maka dari itu dukungan orang tua sangat berperan penting dalam pemilihan jajanan apa yang dikonsumsi seorang anak.

Sikap dukungan sosial yang dapat diberikan orang tua yang dapat mendorong perkembangan intelektual anak dalam berprilaku mandiri adalah sikap responsif, interaktif terhadap anak, dan pemberian perhatian atau dukungan kepada anak serta tersedianya lingkungan rumah yang kondusif untuk belajar anak.

Bentuk dukungan orangtua terhadap anak dapat dibagi menjadi beberapa bentuk, yaitu sebagai berikut (dalam Orangtua sebagai sahabat remaja, 2002) :

a. Pemberian bimbingan dan nasihat

b. Pengawasan terhadap belajar

c. Pemberian motivasi dan penghargaan

d. Pemenuhan kebutuhan belajar 8. Penelitian TerkaitPenelitian yang berhubungan dengan penelitian ini adalah:

a. Purtiantini (2010), hubungan pengetahuan dan sikap mengenai pemilihan jajanan dengan perilaku anak memilih makanan di SDIT Muhamadiyah Al-kautsar Gumpang Kartasura. Dari jumlah sampel yang dilakukan sebanyak 58 orang siswa, hasil penelitian diketahui tingkat penegetahuan anak yang mempunyai pengetahuan baik yaitu 96,6%. Sikap anak tentang pemilihan makanan jajanan sebagian besar mempunyai sikap mendukung sebanyak 60,3%. Perilaku anak dalam memilih makanan sebagian besar mempunyai perilaku baik sebanyak 43,1% dan yang mempunyai perilaku tidak baik sebanyak 56,9%.

b. Rahma Savitri (2009), Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Konsumsi Makanan Jajanan Pada Siswa Kelas VIII dan IX Sekolah Menengah Pertama (SMP) PGRI I dan SMP YMJ Ciputat. Dari jumlah sampel bahwa dari 213 siswa SMP PGRI 1 dan SMP YMJ Ciputat, terdapat 175 (82,2 %) siswa yang memiliki perilaku konsumsi makanan jajanan yang mengandung pewarna sintetik yang tidak baik dan 38 (17,8 %) siswa yang memiliki perilaku konsumsi makanan jajanan yang mengandung pewarna sintetik yang baik.c. Rina Nuzulia Fitri (2007), presepsi orang tua dan guru terhadap keamanan pangan jajanan anak sekolah dasar di kota Bogor. Sampel yang digunakan yaitu 100 orang ibu rumah tangga dan 98 orang guru. Dari hasil penelitian diketahui bahwa orang tua (71,98%) dan guru (75,63%) memiliki persepsi yang cukup bagus terhadap keamanan pangan jajanan anak sekolah. Hal ini ditunjang dengan pengetahuan, sikap dan perilaku kedua responden terhadap hal-hal yang menyangkup keamanan pangan jajanan. Sebanyak 85,78% orang tua mengetahui jenis bahan kimia berbahaya untuk pangan dan 94,97% mengetahui pengaruh yang akan timbul akibat bahan kimia berbahaya tersebut. Namun pengetahuan orang tua tentang pengaruh yang akan timbul akibat pangan yang tidak higienis masih kurang (24,57%). Sedangkan guru semuanya telah mengetahui jenis-jenis bahan kimia berbahaya untuk pangan dan 99,38% diantaranya juga mengetahui pengaruh yang akan ditimbulkan akibat pengkonsumsian bahan kimia berbahaya tersebut. Selain itu, sebanyak 70,00% guru mengetahui tentang pengaruh yang akan timbul akibat pangan yang tidak higienis.9. Kerangka TeoriModel ini secara matematis dapat digambarkan sebagai berikut:

Bagan 2.1Bagan 2.1

Sumber : Green, L. W., & Krueter, M. W., 2005, Health Program Planning, An Educational and Ecological Approach 4 th Ed, Boston,BAB III

Kerangka Konsep, Definisi Operasional,

Dan Hipotesis

A. Kerangka Konsep Kerangka konsep di bawah ini dibuat berdasarkan kerangka teori, dijabarkan dalam variabel independen/bebas (X) dan variabel dependen/terikat (Y). Kerangka konsep ini berdasarkan kerangka teori penelitian yang diangkat yaitu faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku anak terhadap konsumsi jajanan di SDN Kramat Jati 25 Pagi pada Tahun 2015. Adapun kerangka konsep yang digunakan berdasarkan teori tersebut adalah sebagai berikut:Variabel Independen (X)

Variabel Dependen (Y)

33

Bagan 3.1

B. Definisi Operasional

NOVariabelDefinisiCara

UkurHasil

UkurSkala

Ukur

1. PerilakuTindakan siswa/siswi dalam memilih jajanan yang disukainya, yang dapat dibedakan pada jajanan sehat dan tidak sehat.Mengisi Kuesioner0 = Kurang (bila nilai < dari mean 5,9)1 = Baik (bila nilai dari mean 5,9) Ordinal

2.Pengetahuan GiziPemahaman siswa/siswi tentang jajanan, meliputi makanan/minuman jajanan berupa jenis, kandungan gizi serta akibat dari mengkonsumsi makanan jajanan tersebut .Mengisi Kuesioner0 = Kurang (bila nilai < dari mean 4,9)

1 = Baik (bila nilai dari mean 4,9)

Ordinal

3.SikapReaksi siswa/siswi terhadap jajanan meliputi jenis makanan/minuman yang dikonsumsi maupun bagaimana cara mengkonsumsinya.Mengisi Kuesioner0 = Tidak

Mendukung (bila nilai < dari mean 6,4) 1 = Mendukung

(bila niali dari mean 6,4)

Ordinal

4.Kebiasaan JajanTindakan siswa/ siswi untuk mengkonsumsi jajanan di sekolah maupun di luar sekolah dalam pemilihan, frekuensi jajan, apa yang biasa dikonsumsi dan dimana biasa mereka jajan.Mengisi Kuesioner0 = Kurang (bila nilai < dari mean 5,4)

1 = Baik (bila nilai dari mean 5,4)Ordinal

5.Besaran Uang Jajan (ekonomi)Jumlah uang dalam rupiah perharinya yang dapat diterima siswa/ siswi dan dipergunakan untuk jajan.Mengisi Kuesioner0 = Besar (bila nilai dari mean 6,6) .1 = Kecil (bila niali < dari mean 6,6).

Ordinal

6.Pengaruh Teman SebayaTeman sebaya sangat mempengaruhi untuk mengkonsumsi jajanan yang ada disekitar sekolah dari pada harus membawa bekal dari rumah. Ataupun teman sebaya dapat mempengaruhi seorang anak membawa bekal dari rumah dari pada jajan.Mengisi Kuesioner0 = Tidak

Terpengaruh (bila nilai < dari mean 5,8)1 =

Terpengaruh (bila nilai dari mean 5,8)

Ordinal

7.Dukungan Orang TuaDukungan orang tua terhadap siswa/siswi untuk membawa bekal yang dibawa dari rumah, memberikan informasi tentang jajanan yang baik atau mempersiapkan makanan sebelum berangkat ke sekolah.Mengisi Kuesioner0 = Tidak

Mendukung (bila nilai < dari mean 7,0)1 = Mendukung jika (bila nilai dari mean 7,0)Ordinal

Tabel 3.2

C. Hipotesis

Hipotesis di dalam sebuah penelitian berarti suatu jawaban sementara peneliti, patokan dugaan atau dalil sementara yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut.

Menurut Setiabudi (2007) hipotesis ada dua yaitu hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (Ha). Hipotesis nol adalah hipotesis negative yang menyangkal jawaban sementara yang dirancang oleh peneliti yang harus diuji kebenarannya. Hipotesis alternatif adalah lawannya hipotesis nol, dengan pernyataan adanya perbedaan atau hubungan antara dua fenomena yang diteliti (variabel bebas dengan variabel terkait).

Sesuai dengan judul yang diambil oleh peneliti yaitu faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku anak terhadap konsumsi jajanan di SDN Kramat Jati 25 Pagi pada Tahun 2015. Maka hipotesi pada penelitian ini adalah :

1. Ada hubungan antara pengetahuan gizi dengan perilaku anak terhadap konsumsi jajanan di SDN Kramat Jati 25 Pagi pada tahun 2015.2. Ada hubungan antara sikap dengan perilaku anak terhadap konsumsi jajanan di SDN Kramat Jati 25 Pagi pada tahun 2015.

3. Ada hubungan antara kebiasaan jajan dengan perilaku terhadap konsumsi jajanan di SDN Kramat Jati 25 Pagi pada tahun 2015.

4. Ada hubungan antara besaran uang jajan (ekonomi) dengan perilaku terhadap konsumsi jajanan di SDN Kramat Jati 25 Pagi pada tahun 2015.

5. Ada hubungan antara pengaruh teman sebaya dengan perilaku terhadap konsumsi jajanan di SDN Kramat Jati 25 Pagi pada tahun 2015.

6. Ada hubungan antara dukungan orang tua dengan perilaku terhadap konsumsi jajanan di SDN Kramat Jati 25 Pagi pada tahun 2015.

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu survey analitik, hal ini sejalan dengan teori yang dikemukankan oleh Notoadmodjo (2005) bahwa penelitian survei merupakan penelitian dengan memberikan kuesioner, dengan melakukan wawancara baik secara langsung atau tidak langsung. Rancangan penelitian ini yaitu Cross Sectional, dimana variabel perilaku anak terhadap konsumsi jajanan di SDN Kramat Jati 25 Pagi, diamati pada waktu yang sama. Cross Sectional menurut Notoadmodjo (2005) merupakan rancangan penelitian dengan melakukan pengukuran atau pengamatan pada saat bersamaan (sekali waktu).B. Populasi dan sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulanya (Sugiyono, 2010). Populasi penelitian adalah keseluruhan siswa/siswi yang berada di SDN Kramat Jati 25 Pagi yaitu sebanyak 200 orang. Penelitian ini dilakukan pada siswa/siswi kelas II-VI. Disamping itu pada anak kelas tersebut telah memiliki pemahaman yang cukup baik dalam menjawab pertanyaan.2. Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2007). Sampel penilitian adalah anak sekolah kelas II-VI yang bersekolah di SDN Kramat Jati 25 Pagi pada tahun ajaran 2014/2015. Penarikan sampel ini adalah secara acak, melalui penarikan secara acak, semua anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk terambil sampel (Hastono & Sabri, 2010). Cara pengambilan sampel yang digunakan adalah proporsi random sampling. Proporsi random sampling digunakan agar semua sifat dalam populasi terwakili. Sampel diambil proposional menurut besarnya unit yang ada dialam masing-masing strata (Nursalam, 2008). Dengan demikian, penelitian mengambil sampel dengan proporsi random sampling.

Penelitian menentukkan besar sampel penelitian dengan menggunakan rumus penentuan jumlah sampel. Populasi atau jumlah siswa/siswi dari kelas II-VI di SDN Kramat Jati 25 Pagi sebesar 200 orang, rumus penentuan besar sampel untuk populasi yang diketahui adalah n = Z. [ p ( 1 p ) ]. NZ [ p (1 p) ] + (N 1) . EKeterangan :

N = Ukuran populasi

n = Ukuran sampel

Z = mengacu pada nilai Z (tingkat kepercayaan). Tingkat kepercayaan 95 % nilai Z

p = perkiraan proporsi

E = Kesalahan yang dapat ditoleransi

Peneliti menetapkan proporsi populasi adalah 50%. Hal itu dikarenakan tidak ada data pendahuluan mengenai populasi. Apabila tidak ada data pendahuluan mengenai populasi, proporsi populasi diasumsikan 50% (Erianto, Nursalam, 2008). Dengan demikian, peneliti menganggap proporsi sebesar 50%.

Peneliti menetapkan kesalahan yang dapat ditoleransi sebesar 9%. Kesalahan yang dapat ditoleransi ditetapkan sesuai dengan kehendak penelitin dan dapat ditetapkan 2%, 3% dan sebagiannya (Eriyanto, 2007). Peneliti menetapkan 9% karena peneliti tidak membahayakan nyawan responden dan disesuaikan dengan biaya, waktu, dan tenaga yang dimiliki oleh peneliti. Hastono dan Sabri (2010) juga mengungkapkan bahwa besar sampel tergantung padda biaya yang tersedia, waktu dan tenaga yang melaksanakan, variasi yang ada di dalam variabel yang diteliti, dan rencana analisi. Dengan demikian, jumlah sampel untuk penelitian adalah :

n = (1,96). 200. 0,5 . 0,5

(1,96). 0,5. 0,5 + (200-1)(0,09)

= 192,08

0,9604 . 1,6119

= 74,67 = 75 orang

Peneliti menggunakan formula untuk koreksi atau penambahan jumlah sampel. Koreksi jumlah sampel berdasarkan prediksi ssampel drop out dari penelitian. Formula yang digunakan untuk koreksi jumlah sampel adalah :

n = n

1-f

Keterangan :

n = besar sampel setelah dikoreksi

n = jumlah sampel berdasarkan estimasi sebelumnya

f = prediksi presentase sampel drop out

Sampel minimal setelah ditambah dengan perkiraan sampel drop out adalah :

n = 75

1-0,1

n = 83

Sampel yang terlibat dalam penelitian ini berdasarkan hasil perhitungan adalah sebanyak 83 orang responden. Adapun pembagian jumlah responden pada tiap tingkat kelas adalah :

Tabel 4.1 Pembagian Besar Sampel pada Tiap Kelas di SDN Kramat Jati 25 Pagi Tahun 2015KelasPopulasiJumlah Sampel

II3213

III a

III b26

2411

10

IV4419

V3715

VI3715

TOTAL200 siswa83 sampel

a. Kriteria sampel Menurut Nursalam (2003) untuk mengurangi hasil penelitian penentuan kriteria sampel sangat membantu peneliti. Kriteria sampel dapat dibedakan menjadi 2 bagian yaitu:

1) Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah krakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau yang akan diteliti. Pertimbangan ilmiah harus menjadi pedoman dalam menentukan kriteria inklusi.

a) Siswa-siswi di SDN Kramat Jati 25 Pagi kelas II-VI.

b) Memahami bahasa Indonesia.

c) Bersedia menjadi Responden.

d) Sehat jasmani.

2) Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi adalah mengeluarkan subjek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena beberapa sebab.

a) Siswa-siswi di SDN Kramat Jati 25 Pagi kelas I tidak dijadikan responden atau penelitian.b) Siswa-siswi yang sedang mengalami halangan (sakit, ataupun tidak mau dijadikan responden).C. Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SDN Kramat Jati 25 Pagi yang terletak di daerah Jakarta-Timur. Posisi SDN Kramat Jati 25 Pagi menghadap ke arah barat. Sebelah timur terdapat Toko Penjahit dan pemukiman warga, disebelah selatan terdapat pemukiman warga dan kantor PLN. Sedangkan disebelah utara terdapat pemukiman warga, lapangan tenis tidak terpakai dan tempat penampungan sampah. Rata-rata tingkat pendidikan terakhir orang tua SMA dan pekerjaannya sebagai wiraswasta. Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2015. D. Etika Penelitian

Etika penelitian yang harus diperhatikan adalah:

1. Informed Consent

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara responden penelitian dengan penelitian yaitu berupa lembar persetujuan penelitian. Sebelum memberikan lembar informed consent, terlebih dahulu peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian kepada responden.2. Anonymity (tanpa nama) Penelitian ini memberikan jaminan dengan menggunakan subjek penelitian dengan tidak mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur, namun hanya inisial responden yang dicantumkan pada lembar pengumpulan data.

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Semua informasi yang telah dikumpulkan dari reponden, dijamin kerahasiaan oleh peneliti, dan hanya kelompok data tersebut yang akan dilaporkan pada hasil penelitian.E. Alat pengumpulan data penelitian

1. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dan uji kuesioner dengan wawancara langsung pada siswa/siswi yang sekolah di SDN Kramat Jati 25 Pagi. Uji coba kuesioner dilakukan untuk mengetahui sampai sejauh mana pertanyaan-pertanyaan pada kuesioner dimengerti oleh responden. Uji coba dilakukan terhadap 83 responden siswa/siswi. Setelah dilakukan uji coba dilakukan beberapa perubahan, seperti merubah kalimat agar lebih mudah dimengerti oleh responden dan melakukan penambahan ataupun pengurangan pertanyaan sehubungan dengan kebutuhan setiap variabel yang diteliti.

Cara Penilaian Instrumen

a. Perilaku terhadap konsumsi jajanan

0 = kurang 1= baik b. Pengetahuan gizi 0 = kurang baik 1 = baik c. Sikap 0 = tidak mendukung1 = mendukungd. Kebiasaan jajan

0= tidak terbiasa

1= terbiassa

e. Besaran uang jajan (ekonomi)0 = besar

1 = kecilf. Pengaruh teman sebaya0 = tidak terpengaruh1 = terpengaruhg. Dukungan orang tua0 = tidak mendukung1 = mendukungF. Pengumpulan data1. Persiapan

Sebelum melakukan penelitian, peneliti membuat surat izin ke bagian pendidikan Universitas MH.Thamrin dan ditunjukkan ke kepala sekolah SDN Kramat Jati 25 Pagi. Setelah surat izin penelitian dikeluarkan oleh bagian pendidikan, peneliti membawa surat izin tersebut kepada kepala sekolah SDN Kramat Jati 25 Pagi.2. Tahap pelakasanaan

Penelitian menyerahkan surat izin penelitian kepada kepala sekolah SDN Kramat Jati 25 Pagi, kemudian menjelaskan maksud dan tujuan untuk melakukan penelitian dan menjelaskan tujuan penelitian tentang Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku anak terhadap konsumsi jajanan di SDN Kramat Jati 25 Pagi. Penelitian ini akan menjelaskan tujuan dari prosedur penelitian kepada responden dan surat persetujuan. Peneliti menjelaskan cara pengisian kuesioner dan memberikan kesempatan kepada responden untuk menanyakan hal-hal yang belum dimengerti. Setelah itu kuesioner dikumpulkan dan diteliti kelengkapannya oleh peneliti. Bila kuesioner belum lengkap, maka harus dilengkapi saat itu juga.G. Cara Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan komputer, untuk analisis data lebih lanjut digunakan SPSS. Pengolahan data dilakukan dengan beberapa tahap diantaranya :1. Editing Data

Pada tahap ini dimaksudkan untuk melakukan pemeriksaan terhadap data yang dikumpulkan, memeriksa kelengkapan dan kesalahan dari kuesioner yang sudah disebarkan kepada responden. Peneliti melakukan pengecekan terhadap kuesioner yang terkumpul, dan setelah dilakukan pengecekan hasilnya semua kuesioner sudah terisi dengan lengkap.2. Coding Data

Data kuesioner yang sudah dilakukan pengecekan oleh peneliti selanjutnya diberi kode sesuai yang tercantum di definisi operasional untuk memudahkan tahap pengolahan data bagi semua variabel yang dipakai peneliti.3. Scoring

Langkah berikutnya, peneliti melakukan bentuk skor sesuai yang tercantum dihasil ukur yang sudah dibuat di definisi operasional sehingga memudahkan dalam entri data.4. Entry Data

Tahap berikutnya peneliti melakukan proses pemindahan data semua kuesioner yang sudah diisi responden ke dalam media komputer agar diperoleh masukan yang siap diolah melalui SPSS.5. Tabulating

Langkah terakhir, peneliti melakukan pemindahan data jawaban kuesioner dalam bentuk kode ke dalam master tabel dengan menggunakan komputer.6. Cleaning Data

Sebelum dilakukan analisa data, maka data yang sudah masuk dil1akukan pengecekan kembali sehingga bila ditemui kesalahan pada saat entry dapat segera diperbaiki.H. Analisis Data

1. Analisis deskriptif

Analisa data deskriptif dilakukan dengan 2 cara yaitu :a. Analisis Deskriptif Univariat

Analisis univariat digunakan untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi dari variabel independen dan dependen, sehingga diketahui variasi dari masing-masing variabel.b. Analisis deskriptif Bivariat

Analisis Bivariat menggunakan uji Chi Square dengan tingkat kemaknaan 5% karena semua variabel yang diteliti merupakan data kategorik dengan skala ordinal. Analisa ini untuk mengetahui hubungan variabel dependen dengan variabel independen.

Rumus Chi Square :

keterangan :

X = Statistik Chi Square

O = Frekuensi Pengamatan

E = Frekuensi yang diharapkan

Makna nilai P adalah sebagaiberikut :

1) P value > 0,05 Ho gagal ditolak artinya tidak ada perbedaan kejadian ( mean / proporsi ) antara kelompok data yang satu dengan yang lain.2) P value 0,05 Ho ditolak artinya ada perbedaan kejadian ( mean / proporsi ) yang signfikan antara kelompok data satu dengan kelompok data yang lainPredisposing factors:

1. Knowledge

2. Beliefs

3. Value

4. Attitudes

(Selected demographic)

Health

Education

Reinforcing Factor :

Attitude and behavior of health, and personel, peers, parents

Behavior of individuals group, or community

Enabling Factors:

1. Avaibility of health resources

2.Accessibility

3. Referrals

4. Rules or laws

5. Skill

6. Engineering

Enverionment factors:

1. Physical

2. Social

3. Economic

Policy

Regulation

Organization

Faktor Predisposisi:

- Pengetahuan gizi

- Sikap

Perilaku Anak Terhadap Konsumsi Jajanan

Faktor Reinforcing :

- Kebiasaan Jajan

Faktor Enabling :

- Besaran uang jajan (ekonomi)

- Pengaruh teman sebaya

- Dukungan orang tua

PAGE Universitas MH Thamrin