b web viewkonflik, stres, kecemasan, dan frustrasi; bahkan timbul pelarian dari masalah melalui...
TRANSCRIPT
BAB IIIHAKEKAT BIMBINGAN DAN KONSELING HAKEKAT BIMBINGAN DAN KONSELING
DI SEKOLAH DASARDI SEKOLAH DASAR
Pendidikan (pedagosis) diartikan sebagai suatu proses bantuan yang
diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai
kedewasaan. Dewasa berarti bisa hidup mandiri terlepas dari ketergantungan pada
orang lain. Proses pendidikan dapat dilaksanakan secara formal, informal dan non
formal.
Untuk mencapai kedewasaan bukanlah hal yang mudah. Oleh karena itu
anak akan banyak membutuhkan bantuan orang dewasa. Dalam proses menjadi
dewasa itu ia berinteraksi dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik (alam)
maupun lingkungan sosiokultural. Berinteraksi berarti dituntut menyesuaikan diri
dengan lingkungan. Dalam berinteraksi dengan lingkungan sosiokultural ia
mendapat pengaruh sosikultural yang bermanfaat bagi tercapainya perkembangan
individu secara optimal.
Sekolah sebagai lembaga yang menyelenggarakan pendidikan formal
mempunyai peranan yang sangat penting dalam usaha mendewasakan anak dan
menjadikannya sebagai anggota masyarakat yang berguna. Kenyataan sekarang
menunjukkan bahwa dalam dunia pendidikan telah mengalami perubahan-
perubahan, seperti; perubahan sistem pendidikan, kurikulum, metode mengajar,
perluasan pendidikan dan sebagainya, yang kesemuanya itu akan menimbulkan
berbagai masalah khususnya bagi siswa serta pihak yang berkecimpung dalam
pendidikan.
Kemajuan berpikir dan kesadaran manusia akan diri dan dunianya telah
mendorong terjadinya globalisasi. Situasi global membuat kehidupan semakin
kompetitif dan membuka peluang bagi manusia untuk mencapai status dan tingkat
kehidupan yang lebih baik. Dampak positif dari kondisi global telah mendorong
manusia untuk terus berpikir, meningkatkan kemampuan, dan tidak puas terhadap
apa yang dicapainya pada saat ini. Adapun dampak negatif dari globalisasi
tersebut adalah: meningkatnya keresahan hidup di masyarakat karena banyaknya
11
konflik, stres, kecemasan, dan frustrasi; bahkan timbul pelarian dari masalah
melalui jalan pintas yang bersifat sementara dan adiktif seperti penggunaan obat-
obat terlarang.
Untuk menangkal dan mengatasi masalah tersebut perlu dipersiapkan
insan dan sumber daya manusia Indonesia yang bermutu yaitu manusia yang
harmonis lahir dan batin, sehat jasmani dan rohani, bermoral, menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi secara profesional, serta dinamis dan kreatif.
Pendukung utama bagi tercapainya sasaran pembangunan manusia
Indonesia yang bermutu adalah pendidikan yang bermutu. Pendidikan yang
bermutu tidak cukup dilakukan melalui transformasi ilmu pengetahuan dan
teknologi, tetapi harus didukung oleh peningkatan profesionalisasi dan sistem
manajemen tenaga kependidikan serta pengembangan kemampuan peserta didik
untuk menolong diri sendiri dalam memilih dan mengambil keputusan demi
pencapaian cita-citanya.
Kemampuan yang demikian tidak hanya menyangkut aspek akademis
tetapi juga menyangkut aspek perkembangan pribadi, sosial, kematangan
intelektal, dan sistem nilai. Oleh karena itu pendidikan yang bermutu di
lingkungan pendidikan haruslah merupakan pendidikan yang seimbang, mampu
menghantarkan peserta didik pada pencapaian standar kemampuan profesional
dan akademis, tetapi juga mampu membuat perkembangan diri yang sehat dan
produktif. Para peserta didik di lingkungan pendidikan umumnya adalah orang-
orang yang sedang mengalami proses perkembangan yang memiliki karakteristik,
kebutuhan, dan tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi. Pencapaian
standar kemampuan profesional/akademis dan tugas-tugas perkembangan peserta
didik memerlukan kerjasama yang harmonis antara para pengelola dan pelaksana
manajemen pendidikan, pengajaran, dan bimbingan karena ketiganya merupakan
bidang-bidang utama dalam pencapaian tujuan pendidikan.
12
Keterkaitan ketiga bidang tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.
Bidang Administrasidan Kepemimpinan
Bidang Pembinaan Pribadi Siswa
Kebutuhan akan bimbingan merupakan hal yang universal, bimbingan
dibutuhkan pada masa kanak-kanak, remaja dan dewasa. Penekanan Bimbingan
dapat berubah-ubah sesuai dengan perubahan kebutuhan anak dalam proses
perkembangannya. Namun proses yang terpenting dalam bimbingan adalah proses
penemuan diri sendiri. Penemuan dan pemahaman diri harus sudah diproses sejak
awal di sekolah dasar, karena itu akan membantu anak mengadakan penyesuaian-
penyesuaian terhadap situasi baru, mengembangkan kemampuan anak untuk
memahami diri sendiri dan menerapkannya dalam situasi mendatang. Bimbingan
bukan hanya suatu tindakan yang bersifat mengatasi krisis yang dihadapi anak,
tetapi juga merupakan suatu bantuan terhadap perkembangan anak sebagai pribadi
dengan segala kebutuhan, minat, dan kemampuannya yang terus berkembang.
Pandangan ini menitikberatkan bimbingan yang bersifat preventif dan kesehatan
mental serta pengembangan diri. Pelaksanaannya dilakukan sejak awal di sekolah
dasar atau pengalaman awal anak dalam pendidikan.
Dinkmeyer dan Caldwell (Ahman, 1998,22) ada beberapa faktor penting
yang membedakan bimbingan di sekolah dasar dan bimbingan di sekolah
menengah, yaitu:
Bidang Pengajaran
Administrasi
dan
Bimbingan dan Layanaan Pribadi
lainnya
Pengajaran Kurikuler; Pendidikan jabatanPendidikan khususPendidikan remedial
Tujuan:Perkembangan optimal siswa menurut kemampuan dan minatnya dalam arti filosofi
Gambar 1 : Proses Pendidikan( diadopsi dari : Mortensen and Schmuler, 1976:24 )
13
1. Bimbingan di sekolah dasar lebih menekankan akan pentingnya peran guru
dalam fungsi bimbingan. Dengan sistem guru kelas, guru memiliki waktu
yang cukup untuk mengenal anak lebih mendalam sehingga memiliki peluang
untuk menjalin hubungan yang lebih efektif.
2. Fungsi bimbingan di sekolah dasar lebih menekankan pada pengembangan
pemahaman diri, pemecahan masalah, dan kemampuan berhubungan secara
efektif dengan orang lain.
3. Bimbingan di sekolah dasar lebih banyak melibatkan orang tua, mengingat
pentingnya pengaruh orang tua dalam kehidupan anak selama di sekolah
dasar.
4. Bimbingan di sekolah dasar hendaknya memahami kehidupan anak secara
unik.
5. Program bimbingan di sekolah dasar hendaknya peduli terhadap kebutuhan
dasar anak, seperti kebutuhan untuk matang dalam penerimaan dan
pemahaman diri, serta memahami keunggulan dan kelemahan dirinya.
A. Pengertian Bimbingan dan Konseling
1. Pengertian Bimbingan
Dalam literatur asing kata guidance sering disamakan dengan kata helping.
Oleh karena itu, secara harfiah bimbingan dapat diartikan sebagai suatu “tindakan
menolong” atau “memberikan bantuan.” Pertolongan atau bantuan yang
dimaksudkan dalam bimbingan bukan dalam arti memberikan sesuatu yang
dibutuhkan, seperti memberi makanan kepada individu yang lapar atau menuntun
anak untuk menyeberang jalan. Bantuan atau pertolongan yang dimaksud dalam
bimbingan adalah memampukan individu agar ia dapat memenuhi kebutuhannya
sendiri. Kebutuhan itu sendiri banyak ragamnya yang antara lain dapat berupa
kebutuhan untuk berteman, kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan untuk
mengaktualisasikan diri, kebutuhan untuk memperoleh penghargaan, kebutuhan
untuk menyesuaikan diri, dsb. Agar individu mampu untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhannya sendiri maka ia perlu memiliki pengetahuan dan keterampilan yang
relevan. Untuk itu, bimbingan dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk
14
memberdayakan individu agar dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya sendiri
dengan cara memberikan pengetahuan-pengetahuan dan membelajarkan nilai-
nilai, sikap, dan keterampilan.
Banyak ahli dan penulis dalam bidang bimbingan dan konseling juga telah
memberikan definisi konseptual tentang bimbingan. Berdasarkan hasil survei
yang dilakukan oleh para mahasiswa konseling di Amerika, ditemukan lebih dari
100 definisi bimbingan dalam literatur (Shetzer & Stone, 1981). Definisi-definisi
tersebut umumnya memperlihatkan beberapa perbedaan tergantung dari sudut
pandang ahli yang merumuskannya, meskipun tujuan secara substansial
mengandung tujuan yang sama. Untuk memberikan gambaran yang lebih
memadai tentang konsep bimbingan, berikut ini adalah beberapa contoh definisi
tentang bimbingan.
Suatu definisi yang tergolong klasik menyatakan bahwa Bimbingan adalah
bantuan yang diberikan oleh seseorang yang telah terlatih dengan baik dan
memiliki kepribadian dan pendidikan yang memadai kepada individu dari
berbagai kelompok usia agar individu tersebut dapat mengelola kehidupannya
sendiri, mengembangkan pandangan hidupnya sendiri, membuat keputusan
sendiri, dan menanggung sendiri konsekuensi dari pilihan atau keputusan hidup
yang telah dibuatnya (Crow & Crow, 1960).
Dalam penerapannya di sekolah, bimbingan didefinisikan sebagai, Suatu
sistem yang komprehensif dari fungsi, pelayanan, dan program sekolah yang
dirancang untuk mempengaruhi perkembangan pribadi dan kompetensi psikologis
peserta didik. Jelas bahwa definisi ini menegaskan kedudukan bimbingan sebagai
komponen pendididikan. Sebagai komponen pendidikan, maka bimbingan
meliputi penerapan seperangkat perlakuan yang dirancang untuk membantu
peserta didik mencapai hasil-hasil perkembangan dan pendidikan secara optimal.
Demikian pula, sebagai suatu bentuk pelayanan pendidikan, bimbingan, seperti
halnya pengajaran, berisikan sejumlah fungsi dan tindakan-tindakan yang dapat
dimanfaatkan oleh peserta didik untuk mencapai hasil-hasil perkembangan dan
pendidikan (Aubrey, 1979; dalam Pietrofesa, dkk., 1981).
15
Shertzer & Stone (1981) memberikan definisi yang tampak sederhana
namun jika definisi itu dijabarkan akan mengandung pengertian yang sangat luas.
Mereka mendefinisikan bimbingan sebagai proses membantu individu untuk
memahami dirinya dan lingkungannya. Untuk memberikan pemahaman yang
benar, maka Shertzer & Stone memberikan penjelasan berkenaan dengan konsep-
konsep kunci yang ada di dalam definisi tersebut. Konsep kunci yang pertama
adalah proses. Proses diartikan sebagai suatu gejala yang memperlihatkan
perubahan yang terus-menerus dari waktu-ke waktu. Penggunaan kata proses
dalam konteks ini untuk menyatakan bahwa bimbingan melibatkan serangkaian
tindakan atau langkah-langkah progresif menuju pencapaian tujuan tertentu.
Konsep kunci yang kedua adalah bantuan. Apa yang dimaksid bantuan dalam
konteks ini? Bantuan adalah suatu bentuk bimbingan natau pertolongan. Dalam
konteks klinis atau intervensi psikologis, bantuan atau pertolongan memiliki
tujuan untuk melakukan pencegahan, perbaikan, dan perbaikan kesulitan. Kata
individu dalam definisi bimbingan menunjuk kepada siswa atau peserta didik .
lebih khusus, bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa normal
– yakni peserta didik yang membutuhkan bantuan untuk menghadapi atau
menangani peristiwa-peritiwa yang terjadi selama perkembangan normal. Terkhir,
apa yang dimaksud dengan frase memahami diri dan lingkungan? Itu berarti
bahwa siswa menjadi sadar tentang sispa dirinya sebagai individu – menyadari
identitas pribadinya dan memiliki persepsi yang jelas tentang karakteristik
pribadinya. Jika itu terjadi maka pada akhirnya siswa/individu akan mengalami
secara penuh dan lebih mendalam pengalaman dan peristiwa-peristiwa
lingkungannya serta orang-orang dengan siapa mereka berinteraksi.
Dalam sistem pendidikan di Indonesia, pengertian bimbingan dapat dilihat
antara lain dalam undang-undang yang mengatur pelaksanaan bimbingan dan
konseling di sekolah seperti Undang-Undang Nomor 21 tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah No. 28 dan Nomor 29 tahun
1990 masing-masing tentang Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.
Sebagai contoh, dalam PP No. 28 disebutkan secara ekpslisit bahwa pelayanan
bimbingan oleh tenaga pendidik yang kompeten merupakan bagian dari
16
penyelenggaraan pendidikan. Selanjutnya dalam pasal 25 disebutkan bahwa
bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa (peserta didik) dalam
rangka menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan masa
depan.
2. Pengertian Konseling
Kata konseling – diterjemahkan dari bahasa Inggris “counseling” -
merupakan suatu bentuk model pendekatan dalam bidang pelayanan atau
intervensi psikologis. Berikut ini adalah satu contoh definisi konseling dari Burks
dan Steffler yang oleh para ahli konseling di negara Barat dipandang memberikan
gambaran yang cukup memadai. Burks dan Steffler (George dan Cristiani, 1981;
McLeod, 2003) mendefinisikan konseling sebagai berikut:
Konseling merupakan suatu hubungan profesional antara seorang konselor
yang terlatih dan klien. Hubungan itu selalu bersifat antar pribadi (person-to-
person), meskipun seringkali dapat melibatkan lebih dari dua orang. Hubungan
tersebut dirancang untuk membantu klien memperoleh pemahaman tentang
kehidupannya, dan untuk belajar mencapai tujuan-tujuan yang ditetapkannya
sendiri dengan cara memanfaatkan sumber-sumber informasi yang terpercaya dan
melalui pemecahan masalah-masalah emosiuonal dan interpersonal.
Definisi tersebut menegaskan bahwa konseling merupakan hubungan yang
bersifat profesional dan pribadi antara konselor dan klien untuk maksud
mendorong perkembangan pribadi klien dan membantu memecahkan masalah
yang sedang dihadapinya. Konselor adalah profesional yang memiliki
kewenangan untuk memberikan konseling, sedangkan klien adalah individu yang
diberi bantuan. Masalah yang dipecahkan dapat bervariasi secara luas, mulai dari
masalah pribadi hingga masalah sosial, dan bisa bersifat preventif atau kuratif.
Terdapat ahli lain yang memiliki kewenangan untuk memberikan konseling
sepanjang ia memiliki latar belakang pendidikan dan pengalaman yang
dipersyaratkan, seperti psikoterapis, psikolog, atau pekerja sosial.
Dalam Model Pengembangan Diri yang dikeluarkan oleh Pusat Kurikulum
Balitbang Depdiknas (2007) konseling didefinisikan sebagai suatu pelayanan
17
untuk peserta didik yang dapat dilaksanakan secara individual maupun kelompok,
untuk membantu peserta didik agar mencapai kemandirian dan berkembang secara
optimal dalam hubunganya dengan kehidupan pribadi, akademik, sosial, dan karir,
dan pelayanan ini dilaksanakan melalui berbagai jenis layanann dan kegiatan
pendukung berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Salah satu problem yang dihadapi oleh para praktisi konseling adalah
membedakan antara konseling dan psikoterapi (psychotherapy). Beberapa praktisi
beranggapan bahwa mereka tidak perlu membedakan antara konseling dan
psikoterapi dan menggunakan kedua istilah tersebut secara sama. Sedangkan
beberapa praktisi yang lain merasa perlu untuk memisahkan antara keduanya. Ini
boleh jadi benar khususnya untuk para konselor sekolah yang umumnya bukan
psikoterapis. Banyak ahli juga menegaskan bahwa konseling dan psikoterapi tak
dapat benar-benar dipisahkan; konselor mempraktekkan apa yang dikatakan oleh
psikoterapis sebagai psikoterapi, dan psikoterapis mempraktekkan apa yang
dipandang oleh konselor sebagai konseling (Hahn, dalam George & Cristiani,
1981).
3. Keterkaitan antara istilah bimbingan dan istilah konseling
Persamaan antara konsep bimbingan dan konsep konseling dapat dilihat
dari tujuan yang hendak dicapai, yakni mendorong terjadinya perkembangan yang
optimal bagi setiap peserta didik. Keduanya juga dapat memusatkan perhatian
pada pengembangan kemampuan akademik, pengembangan pribadi,
pengembangan relasi sosial, dan pengembangan karir. Dalam prakteknya,
khususnya di sekolah, bimbingan dan konseling diperlakukan sebagai dua metode
atau pendekatan yang saling melengkapi dan hampir tak bisa dipisahkan.
Beberapa ahli menyatakan bahwa konseling merupakan inti dari kegiatan
bimbingan. Itulah mengapa banyak ditemukan literatur-literatur dengan judul
“Bimbingan dan Konseling” (dalam literatur berbahasa Indonesia) atau Guidance
and Counseling (dalam literatur berbahasa Inggris).
Belakangan ini terdapat wacana lain berkenaan dengan penggunaan kedua
istilah tersebut. Dalam praktek bimbingan dan konseling di Indonesia, tepatnya
18
sejak diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), hanya
digunakan istilah konseling (bukan bimbingan dan konseling) untuk menyebut
berbagai kegiatan bimbingan dan konseling berkenaan dengan pengembangan
pribadi peserta didik. Demikian pula dalam Model Pengembangan Diri yang
dikeluarkan oleh pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas (2007) juga hanya
menyebut kata konseling untuk menunjuk serangkaian kegiatan bimbingan dan
konseling. Meskipun demikian, tampaknya tidak semua pihak setuju untuk
menggunakan kata konseling guna menggantikan istilah bimbingan dan
konseling. Menurut Prof. Dr. Sunaryo Kartadinata, Ketua Umum Asosiasi
Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) saat ini, penggunaan kata
konseling dirasa kurang tepat karena lebih condong psikologi dan bukan
pedagogi (pendidikan). Menurutnya, bimbingan dan konseling di sekolah
seharusnya lebih bersifat pedagogi meskipun menerapkan teori-teori psikologi
dalam program intervensinya.
Meskipun kegiatan bimbingan dan konseling merupakan satu kesatuan,
keduanya memiliki beberapa perbedaan. Perbedaan itu terletak pada prosedur
yang digunakan dan tenaga yang melaksanakannya. Dilihat dari prosedur yang
digunakan, bimbingan dapat diberikan melalui layanan informasi dan orientasi,
layanan penempatan dan penyaluran, layanan bimbingan kelompok, dan layanan
konsultasi; sedangkan konseling menggunakan berbagai pendekatan konseling.
(jika penggunaan istilah konseling untuk menggantikan istilah bimbingan dan
konseling disetujui, maka tentunya tidak ada perbedaan menyangkut prosedur
yang digunakan karena layanan informasi, layanan penempatan, layanan
konsultasi dapat menjadi bagian dari kegiatan konseling). Dilihat dari tenaga yang
melaksanakannya, bimbingan dapat dilaksanakan oleh guru, wali kelas, orang tua,
dan kepala sekolah; sedangkan konseling hanya boleh dilaksanakan oleh tenaga
yang telah terlatih dalam pemberian layanan konseling, yakni konselor. Untuk
memberikan wawasan yang lebih luas berikut ini akan diberikan contoh definisi
tentang bimbingan dan konseling
B. Tujuan Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar
19
Apa yang menjadi tujuan bimbingan? Tujuan itu bimbingan dan konseling
pada dasarnya dapat kita ketahui secara tersurat dalam definisi bimbingan.
Sebagai contoh, jika kita menggunakan definisi bimbingan dari Shertzer & Stone
seperti dikemukakan pada bagian definisi bimbingan, membantu siswa agar
memahami diri dan lingkungannya jelas merupakan tujuan yang ingin dicapai dari
setiap kegiatan bimbingan. Namun, karena sifatnya yang masih membutuhnya
penjelasan lebih lanjut sehingga tujuan itu merupakan bentuk-bentuk perilaku
yang dapat diamatai, maka tujuan tersebut (memahami diri dan lingkungan) masih
merupakan tujuan yang bersifat umum. Mengapa siswa harus memhami diri dan
lingkungannya? Ini didasarkan pada asumsi atau dasar pemikiran bahwa individu
yang memahami dirinya sendiri dan lingkunganya akan dapat bertindak dengan
cara yang lebih efeektif, efisien, produktif, dan pada akhirnya menjadi manusia
yang sejahtera (bahagia) dalam hidupnya. Individu yang dapat memehami diri dan
lingkungannya cenderung dapat mengelola kehidupannya dengan lebih baik dan
perilakunya selalu memiliki tujuan yang jelas. Melalui bimbingan individu akan
mencapai kesadaran yang lebih besar bukan hanya tentang siapa dirinya tetapi
juga apa yang dapat dilakukannya dan dapat menjadi apa dirinya.
Beberapa dekade yang telah silam, Carl Rogers (1962), seorang ahli
bimbingan dan konseling dari pendekatan humanistik yang terkenal – suatu
pendekatan yang lebih memanusiawikan manusia, yang mengakui bahwa setiap
manusia memiliki kemampaun untuk mengarahkan dirinya sendiri jika mereka
berada pada konteks lingkungan yang tepat/kondusif untuk mendorong
perkembangannya – berpendapat bahwa tujuan dari banyak profesi bantuan,
termasuk di dalamnya bimbingan dan konseling, adalah untuk meningkatkan
perkembangan pribadi dan pertumbuhan psikologis klien (peserta didik).
Lebih belakangan, Smith (1974) merumuskan suatu tujuan bimbingan
tanpa memperhatikan orientasi teoretiknya. Menurut Smith, para profesional
bimbingan harus memberikan pengalaman fasilitatif kepada para individu yang
dibimbing pada suatu kontinum “penuh gairah – produktif – kasihan. Pengalaman
positif tersebut akan memfasilitasi perkembangan pribadi individu yang bersifat
20
penuh gairah (menerima, menikmati, memahami, dan terbuka terhadap diri).
Bimbingan juga mengarahkan individu untuk dapat bertindak secara produktif
dalam hubungannya dengan lingkungannya (inteligen, efisien, kreatif, benar-benar
efektif, efisien, menyenangkan orang lain, dan dapat menyesuiakan diri dengan
tugas/pekerjaan). Bimbingan juga perlu membentuk kepribadian welas asih¸yakni
kasihan pada orang lain yang diwujudkan dalam bentuk sikap dan perilaku altruis,
menyayangi, sensitif, membantu dengan tulus, dan menjadi fasilitator
perkembangan yang efektif.
Secara umum tujuan layanan Bimbingan dan Konseling adalah membantu
siswa mengenal bakat, minat, dan kemampuannya serta memilih dan
menyesuaiakan diri dengan kesempatan pendidikan dan merencanakan karier
yang sesuai dengan tuntutan kerja. Sedangkan secara khusus layanan bimbingan
dan konseling bertujuan untuk membantu siswa agar dapat mencapai tujuan-
tujuan perkembangan meliputi aspek pribadi-sosial, belajar, dan karier.
Bimbingan pribadi-sosial dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan tugas
perkembangan pribadi-sosial dalam mewujudkan pribadi yang taqwa, mandiri,
dan bertanggung jawab. Dalam aspek pribadi-sosial, BK membantu siswa agar: 1)
memiliki kesadaran diri dan dapat mengembangkan sikap positif, 2) membuat
pilihan secara sehat, 3) menghargai orang lain, 4) mempunyai rasa tanggung
jawab, 5) mengembangkan keterampilan hubungan antar pribadi (interpersonal),
6) menyelesaikan konflik, 7) membuat keputusan secara efektif
Bimbingan belajar dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan tugas
perkembangan pendidikan. Dalam aspek tugas perkembangan belajar, BK
membantu siswa agar: 1) dapat melaksanakan keterampilan/teknik belajar secara
efektif, 2) dapat menentukan tujuan & perencanaan pendidikan, 3) mampu belajar
secara efektif, 4) memiliki keterampilan & kemampuan dalam menghadapi ujian
Bimbingan karier dimaksudkan untuk mewujudkan pribadi pekerja dan
produktif. Dalam aspek tugas perkembangan karier, BK membantu siswa agar: 1)
dapat membentuk identitas karier, 2) dapat merencanakan masa depan, 3) dapat
membentuk pola karier, 4) mengenali keterampilan, kemampuan, & minat dalam
dirinya
21
Menurut Kurikulum 1975, tujuan khusus bimbingan di sekolah dasar
adalah membantu murid agar mampu : 1) mengatasi kesulitan dalam memahami
dirinya sendiri, 2) mengatasi kesulitan dalam memahami lingkungannya yang
meliputi lingkungan sekolah, keluarga, dan kehidupan masyarakat yang lebih luas,
3) mengatasi kesulitan dalam mengidentifikasi masalah dan memecahkan masalah
yang dihadapinya, 4) mengatasi kesulitan dalam menyalurkan kemampuan, minat,
dan bakatnya dalam bidang pendidikan dan kemungkinan pekerjaan secara tepat.
Sementara itu, Mapiare (1984) menyatakan bahwa tujuan bimbingan di
sekolah dasar adalah 1) menguasai bahan belajar tuntutan kurikuler, 2) membuat
pilihan dan menentukan bahan belajar yang cocok, 3) memiliki sikap-pandangan
belajar yang mendukung, 4) mempunyai pola-laku belajar yang mendukung, 5)
memilih teman bergaul, dan membentuk kelompok belajar yang serasi, 6)
memecahkan masalah-masalah belajar yang dihadapinya.
C. Fungsi Bimbingan dan Konseling
Beberapa ahli memberikan berbagai fungsi BK yang berbeda-beda.
Sejumlah fungsi BK dapat dikemukakan sebagai berikut.
1. Fungsi pemahaman, yaitu fungsi BK yang akan menghasilkan pemahaman
siswa tentang diri & lingkungannya.
2. Fungsi pencegahan, yaitu fungsi BK dalam upaya mencegah siswa agar tidak
menemui permasalahan yang akan dapat mengganggu, menghambat atau
menimbulkan kesulitan dalam proses perkembangannya.
Fungsi pencegahan atau fungsi prefentif berkenaan dengan upaya-upaya
menghindarkan peserta didik dari kemungkinan mengalami kesulitan atau
hambatan perkembangan. Berkaitan dengan fungsi ini, bimbingan dan
konseling sekolah harus merancang dan mengembangkan program-program
untuk membentuk kepribadian dan lingkungan belajar sedemikian rupa
sehingga peserta didik dapat terhindar dari kemungkinan mengalami kesulitan
akademik, pribadi, karir, maupun sosial. Sebagai contoh, untuk mencegah
peserta didik dari penyalahgunaan narkoba, bimbingan dan konseling di
sekolah dapat merancang dan mengadministrasikan berbagai program berikut:
22
memberikan layanan informasi tentang jenis-jenis dan efek merusak narkoba
pada fisik dan mental; memberikan pendidikan dan pelatihan untuk
mengembangkan harga diri (self-esteem) dan konsep diri positif pada diri
peserta didik; mendorong peserta didik untuk berteman dengan orang yang
tidak terlibat dalam penyalahgunaan narkoba; memberikan latihan asertif pada
peserta didik agar mereka mampu berkata ‘tidak” terhadap ajakan untuk
menggunakan narkoba. Demikian pula, untuk menghindarkan peserta didik
dari kemungkinan mengalami kesulitan belajar, bimbingan dan konseling
sekolah dapat merancang dan melaksanakan program berikut: pemberian
layanan informasi dan orientasi tentang kurikulum sekolah; pemberian
informasi tentang cara belajar efektif; pemberian informasi tentang studi
lanjut; memberikan konsultasi kepada sekolah untuk menciptakan lingkungan
sekolah yang kondusif untuk belajar dan bermain; memberikan konsultasi
kepada guru untuk memilih metode pembelajaran yang dapat merangsang
motivasi belajar peserta didik.
3. Fungsi perbaikan, yaitu fungsi BK dalam membantu siswa mengatasi berbagai
permasalahan yang dihadapi.
Fungsi perbaikan sering juga disebut dengan fungsi kuratif, pengentasan,
pemecahan, atau penanggulangan. Keberadaan bimbingan dan konseling di
sekolah diharapkan dapat menjadi komponen sekolah yang efektif untuk
membantu peserta didik menangani atau memecahkan berbagai kesulitan yang
dihadapinya, baik kesulitan yang bersifat pribadi, akademik, sosial, maupun
karir. Meskipun telah dilakukan upaya-upaya pencegahan, itu tidak berarti
semua peserta didik dapat terhindar dari permasalahan atau kesulitan. Selalu
saja dapat ditemukan sejumlah peserta didik yang memperlihatkan gejala
perilaku yang mengindikasikan adanya kesulitan. Fungsi penanganan dapat
diwujudkan melalui layanan konseling, layanan konsultasi, atau layanan
bimbingan kelompok.
4. Fungsi pemeliharaan, yakni fungsi BK untuk menjaga agar perilaku siswa
yang sudah menjadi baik jangan sampai rusak kembali.
23
5. Fungsi pengembangan, yaitu fungsi BK dalam mengembangkan seluruh
potensi dan kekuatan yang dimiliki siswa.
Bimbingan dan konseling tidak hanya diberikan kepada peserta didik yang
mengalami kesulitan saja, tetapi kepada semua peserta didik. Ini sesuai dengan
tujuan umum dari penyelenggaraan pendidikan sekolah, yakni membantu
setiap peserta didik agar dapat berkembang secara optimal sesuai dengan
potensi yang dimilikinya. Bimbingan dan konseling sekolah harus dapat
memberikan kontribusi kepada sekolah untuk mencapai tujuan tersebut. Ini
dapat dilakukan dengan cara mengembangkan program-program
pengembangan kepribadian siswa, program penempatan dan penyaluran siswa
pada berbagai kegiatan intra dan ekstra kurikuler sesuai dengan bakat, minat,
dan karakteristik kepribadiannya; atau merancang kegiatan ekstrakuler dan
kegiatan bimbingan yang lain untuk tujuan menyalurkan minat dan
mendorong realisasi potensi dan bakat-bakat khusus peserta didik.
6. Fungsi penyaluran, merupakan fungsi BK dalam membantu siswa untuk
memilih dan memantapkan penguasaan karier yang sesuai dengan bakat,
minat, keahlian, dan ciri-ciri kepribadiannya.
7. Fungsi penyesuaian, yaitu fungsi BK dalam membantu siswa menemukan
penyesuaian diri dan perkembangannya secara optimal.
8. Fungsi adaptasi, yaitu fungsi BK dalam membantu staf sekolah untuk
mengadaptasikan program pengajaran dengan minat, kemampuan, serta
kebutuhan siswa
D. Prinsip Bimbingan dan Konseling
Selama beberapa tahun sejumlah prinsip-prinsip dasar telah dikembangkan
di dalam bidang bimbingan dan konseling sekolah. Prinsip-prinsip tersebut
dipandang sebagai suatu landasan bagi pengembangan dan praktek model-model
24
bimbingan (Pietrofesa, dkk., 1981), atau sebagai suatu kerangka kerja filosofis di
dalam mana program-program diorganisasikan dan kegiatan-kegiatan bimbingan
dikembangkan (Gibson & Mitchell, 1995; Shertzer & Stone, 1981). Prinsip-
prinsip dasar bimbingan merupakan suatu pedoman yang berakar dari pengalaman
dan nilai-nilai profesi, serta mewakili pandangan dari mayoritas anggota profesi.
Dapat dikatakkan, prinsip-prinsip dasar bimbingan merupakan suatu asumsi
mendasar atau suatu sistem keyakinan berkenaan dengan profesi (peran, fungsi,
dan kegiatan) bimbingan dan konseling.
Sejumlah penulis buku-buku bimbingan dan konseling telah
mengemukakan beberapa prinsip dasar bimbingan dan konseling. Meskipun
terdapat sedikit keragaman dalam mengemukakan jumlah dan nama prinsip,
namun secara substansial pada hakekatnya sama. Berikut ini adalah contoh
tentang prinsip-prinsip dasar bimbingan untuk sekolah yang dikemukakan oleh
Shertzer & Stone (1981) dan Gibson & Mitchell (1995). Shertzer & Stone (1981)
mengemukakan enam prinsip bimbingan berikut:
Prinsip 1: Bimbingan berkenaan terutama dengan perkembangan pribadi
individu. Umumnya upaya pendidikan sekolah memuatkan perhatian pada
perkembangan intelektual. Komponen emosi dan pribadi menerima perhatian
hanya jika laju perkembangan intelektual terhambat. Kehas (1970) sangat
merekomendasikan bahwa pengembangan pribadi menjadi perhatian utama
bagi para praktisi bimbingan dan pengembangan intelektual menjadi fokus
utama bagi para guru. Karakteristik program bimbingan, dengan demikian
harus diarahkan untuk membantu siswa memperoleh pengetahuan tentang
dirinya dan memahami pengalamannya. Dengan cara demikian, bimbingan
dapat dikonseptualisasikan sebagai program sekolah yang memampukan
setiap peserta didik untuk menciptakan makna bagi kehidupannya.
Prinsip 2: bimbingan memuatkan perhatian pada dunia subyektif peserta
didik. Karena bimbingan berkenaan dengan perkembangan pribadi siswa,
maka pusat perhatian bimbingan adalah pada dunia pribadi peserta didik. Para
pembimbing/konselor menggunakan berbagai teknik asesmen dan data peserta
25
didik guna memahami dunia internal mereka. Oleh karena itu proses dan
praktek bimbingan harus dirancang untuk membantu peserta didik memhami
dunia pribadi (dunia subyektif) dan kondisi lingkungan eksternalnya dengan
lebih baik.
Prinsip 3: bimbingan diarahkan pada kerjasama, bukan paksaan. Para peserta
didik tak dapat dipaksa untuk menerima bimbingan. Sebaliknya, bimbingan
harus dilaksanakan atas dasar persetujuan dan kerelaan dari individu-individu
yang terlibat. Persetujuan tersebut harus dinyatakan secara eksplisit dan
implisit. Jika peserta didik tidak bersedia untuk menerima menerima bantuan
atau mengikuti rujukan oleh guru atau orang tua, maka menjadi tugas
pembimbing untuk menangani keengganan atau penolakan peserta didik
tersebut. Bimbingan selalu tergantung pada motivasi individu untuk
menerima bantuan dan keinginan untuk berubah alih-alih pada tekanan,
paksaan, atau ancaman eksternal.
Prinsip 4: Setiap manusia memiliki kesanggupan untuk mengembangkan
dirinya sendiri. Banyak ahli dan praktis bimbingan belakangan, khususnya
yang menggunakan pendekatan humanistik, mengakui bahwa individu
memiliki kemampuan untuk mengaktualisasikan dirinyadan bahwa perilaku
dan sikap-sikap tertentu mempengaruhi dan dipengaruhi oleh semua bidang
(aspek) individu. Perubahan perilaku peserta didik paling baik terjadi melalui
keterlibatan aktif peserta didik.
Prinsip 5: bimbingan didsarkan pada hak-hak dan nilai-nilai pribadi individu
di samping kebebabsan individu untuk memilih. Setiap individu adalah unik
dan memiliki nilai-nilai, hak-hak pribadi, dan kebebasan untuk membuat
pilihan dan menentukan jalan hidupnya sendiri. Ini harus diterima dan
dihargai oleh para pembimbing. Penekanannya adalah pada nilai tertinggi dan
posisi sentral individu. Individu harus diberi kesempatan seluas-luasnya untuk
memilih tujuan hidupnya sendiri dan memilih cara untuk men capai tujuan
tersebut. Inti dari kebebasan adalah mandiri dalam membuat pilihan dan/atau
keputusan (self-determined). Kebebasan untuk membuat pilihan dan
26
melakukan aktivitas sesuai dengan pilihan tersebut aalah esensial bagi
perkembangan pribadi. Dengan menggunakan kebebasan itu maka anak akan
mengembangkan suatu perasaan tanggung jawab dan pengendalian diri.
Prinsip 6: bimbingan erupakan suatu proses pendidikan yang berkelanjutan
dan terus-menerus. Bimbingan harus dimulai dari jenjang sekolah dasar
hingga perguruan tinggi bahkan terus berlangsung sepanjang hayat hidup
individu. Untuk itu bimbingan harus diintegrasikan ke dalam pfogram sekolah
secara keseluruhan.
Gibson & Mitchell (1995) mengemukakan prinsip-prinsip dasar yang lebih
banyak, yakni 15 prinsip sebagai berikut:
1. Program-program bimbingan dan konseling sekolah harus dirancang untuk
melayani semua kebutuhan perkembangan dan penyesuaian dari semua
peserta didik.
2. Program bimbingan an konseling harus berkenaan dengan perkembangan
total dari setiap peserta didik yang dilayani. Program ini harus didasarkan
pada suatu pengakuan bahwa perkembangan individu merupakan suatu
proses yang terus-menerus dfan berkelanjutan; dan oleh karena itu
program bimbingan dan konseling sekolah harus bersifat perkembangan.
3. Bimbingan dan konseling untuk peserta didik harus dipandang sebagai
suatu proses yang berkelanjutan dari sejak anak diterima sebagai perserta
didik hingga lulus.
4. Bimbingan dan konseling harus diberikan oleh tenaga (personil) yang
terlatih dan kompeten (profesional) dalam bidang bimbingan dan
konseling (ini tidak berarti bahwa paraprofesional tak dapat memberikan
kontribusi dalam bidang pelayanan bimbingan dan konseling).
5. Keefektifan suatu program bimbingan dan konseling merupakan hal yang
esensial, dan oleh karena itu setiap program bimbingan dan konseling
harus direncanakan dan dikembangkan secara khusus atas dasar prinsip-
prinsip ilmiah. (perlu diingat bahwa kegagalan suatu program tidak hanya
27
membuang waktu, tenaga, dan biaya tetapi dapat merugikan peserta didik
dalam arti mereka dapat menjadi lebih parah dan menderita).
6. Setiap program bimbingan dan konseling harus merefleksikan keunikan
dari kelompok populasi dan lingkungan yang dilayani. Jadi, seperti halnya
perbedaan individual, setiap program harus berbeda antara program yang
satu dengan lainnya.
7. Berkaitan dengan prinsip nomor tujuh di atas, setiap program bimbingan
dan konseling harus didasarkan pada atau didahului oleh suatu asesmen
yang sistematis tentang kebutuhan dan masalah peserta didik beserta
dengan seluruh latar belakangnya.
8. Suatu program pembelajaran yang efektif di sekolah mempersyaratkan
suatu program bimbingan dan konseling yang efektif. Pendidikan yang
baik dan bimbingan yang baik adalah saling berkaitan dan merupakan satu
kesatuan. Program pendidikan dan program bimbingan saling mendukung
dan saling mengisi satu sama lain untuk mendorong perkembangan setiap
peserta didik.
9. Guru merupakan komponen yang ikut memainkan peran penting dalam
memfasilitasi dan mengefektifkan program-program bimbingan dan
konseling untuk peserta didik.
10. Program bimbingan dan konseling sekolah harus dapat dipertanggung
jawabkan (accountable) dengan cara memperlihatkan/memberikan bukti-
bukti obyektif tentang nilai dan hasil-hasil yang dicapai dari setiap
program bimbingan dan konseling.
11. Personil bimbingan (pembimbing atau konselor) sekolah adalah anggota
tim. Artinya, para pembimbing/konselor sekolah harus berbagai atau
membicarakan masalah-masalah peserta didik dan program yang
dikembangkannya dengan personil sekolah yang lain seperti guru, kepala
sekolah, psikolog sekolah (jika ada), perawat sekolah (jika ada), dan
tenaga kependidikan yang lain yang ada di sekolah tempat bimbingan dan
konseling dilaksanakan.
28
12. Program bimbingan dan konseling harus mengakui hak-hak dan
kemampuan dari setiap peserta didik yang dibantu khususnya yang
berkenaan dengan pembuatan rencana dan pengambilan keputusan.
13. Program bimbingan dan konseling sekolah harus menghargai nilai-nilai
dan martabat dari dari setiap peserta didik yang dilayanai.
14. Program bimbingan dan konseling sekolah harus mengakui keunikan dari
setiap perserta didik dan hak-hak bagi keunikan tersebut.
15. Pembimbing/konselor sekolah harus menjadi model peran bagi hubungan
manusia yang positif – hubungan yang peniuh penerimaan, tidak bias, dan
setara.
Dalam Kurikulum 1975 buku III C dimuat juga prinsip-prinsip
pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah yaitu:
1. Bimbingan adalah suatu proses membantu individu (siswa) agar mereka dapat
membantu dirinya sendiri dalam memecahkan masalah yang dihadapinya.
2. Bimbingan hendaknya bertitik tolak (berfokus) pada individu yang dibimbing.
3. Bimbingan diarahkan pada individu (siswa), dan tiap siswa memiliki
karakteristik tersendiri oleh karena itu pemahaman keragaman dan
kemampuan siswa yang dibimbing sangat diperlukan dalam pelaksanaan
bimbingan dan konseling.
4. Masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh tim pembimbing lingkungan
lembaga pendidikan hendaknya diserahkan kepada ahli atau lembaga yang
berwewenang memecahkannya.
5. Bimbingan/konseling dimulai dengan identifikasi kebutuhan yang dirasakan
oleh individu (siswa) yang akan dibimbing/dikonseling.
6. Bimbingan harus luwes dan fleksibel, sesuai dengan kebutuhan individu dan
masyarakat.
7. Program bimbingan di lingkungan di lembaga pendidikan tertentu harus sesuai
dengan program pendidikan pada lembaga yang bersangkutan.
8. Pelaksanaan program bimbingan dan konseling hendaknya dikelola oleh orang
yang memiliki keahlian dalam bidang bimbingan, dapat bekerjasama dan
29
menggunakan sumber-sumber yang relevan di dalam maupun di luar lembaga
penyelenggaraan pendidikan.
9. Pelaksanaan program bimbingan dan konseling hendaknya dievaluasi untuk
mengetahui hasil dan pelaksanaan program.
E. Bidang Pelayanan Bimbingan dan Konseling
Secara umum bimbingan dan konseling merupakan suatu perangkat
sistem perlakuan ditujukan untuk membantu setiap peserta didik agar dapat
berkembang secara optimal sesuai dengan potensi dan keunikan yang
dimilikinya. Dalam konteks bimbingan dan konseling di Indonesia sebagaimana
terdapat dalam Panduan Pengembangan Diri Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP), terdapat empat bidang perkembangan yang dijadikan
sebagai sasaran khusus dari pelayanan bimbingan dan konseling, yakni:
akademik, karir, pribadi, dan sosial. Berikut adalah deskripsi dari empat bidang
tersebut.
1. Bimbingan akademik
Dalam panduan model pengembangan diri yang dikeluarkan oleh Pusat
Kurikulum Balitbang Depdiknas (2007) dikemukakan bahwa bimbingan
akademik – disebut sebagai pengmbangan kemampuan belajar - merupakan
salah satu bidang pelayanan bimbingan yang ditujukan untuk membantu peserta
didik mengembangkan kemampuan belajar dalam rangka mengikuti pendidikan
dan belajar secara mandiri. Menurut Nurihsan (2002), bimbingan akademik
merupakan pelayanan bimbingan yang diarahkan untuk membantu setiap peserta
didik memecahkan berbagai permasalahan akademik. Dalam bentuknya yang
konkrit, bimbingan akademik diberikan untuk membantu peserta didik membuat
30
penyesuaian yang efektif dengan aspek-aspek dan tugas-tugas akademik seperti
mengenal dan menyesuaikan diri dengan kurikulum, memilih cara-cara yang
efektif untuk belajar dan menyelesaikan tugas-tugas belajar, memilih kegiatan
ekstrakurikuler yang sesuai, memilih jurusan yang sesuai, mencari dan
menggunakan sumber-sumber belajar, menangani kemalasan belajar, dsb.
Winkel & Hastuti (2004) juga menyatakan bahwa bimbingan akademik adalah
bimbingan untuk membantu peserta didik menemukan cara belajar yang tepat,
memilih program studi yang sesuai, dan mengatasi berbagai kesulitan yang
timbul berkaitan dengan tuntutan-tuntutan belajar.
Bimbingan akademik khususnya untuk membantu siswa agar dapat
mencapai prestasi yang tinggi di sekolah menjadi sangat penting, sebab banyak
bukti penelitian yang telah menegaskan adanya hubungan yang positif antara
keberhasilan hidup di kemudian hari dengan prestasi akademik, khususnya
prestasi yang dicapai pada masa remaja (Steinberg, 2002). Pentingnya peserta
didik perlu memiliki prestasi akademik yang tinggi juga dapat dikaitkan dengan
tuntutan masyarakat maju sekarang ini yang lebih menekankan pada kompetisi
dan keberhasilan. Capaian prestasi akademik juga memiliki dampak psikologis
dan sosial. Peserta didik yang dapat mencapai porestasi akademik tinggi
cenderung lebih percaya diri dan disenangi oleh orang-orang disekelilingnya dan
dengan demikian lebioh mungkin terhindar dari berbagai gangguan psikosiosial.
Meskipun demikian, hendaklah dipahami bahwa capaian prestasi akademik
hanyalah salah satu faktor dari sjumlah faktor yang mempengaruhi keberhasilan
hidup individu di kemudian hari.
31
2. Bimbingan karir
Bimbingan karir merupakan kegiatan bimbingan yang secara khusus
ditujukan untuk membantu peserta didik agar dapat membuat pilihan dan
keputusan karir secara tepat. Dalam panduan model pengembangan diri yang
dikeluarkan oleh Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas (2007) dikemukakan
bahwa bimbingan karir – disebut pengembangan karir – merupakan suatu bidang
pelayanan yang ditujukan untuk membantu peserta didik dalam memahami dan
menilai informasi, serta memilih dan membuat keputusan karir. Menurut
Nurihsan (2002), bimbingan karir merupakan pelayanan bimbingan untuk
membantu peserta didik mengenal dan memahami dirinya, mengenal dunia
kerja, dan mengembangkan masa depannya sesuai dengan macam kehidupan
yang diharapkannya sehingga pada kahirnya individu dapat mewujudkan dirinya
secara bermakna. Menurut Winkel & Hastuti (2004), bimbingan karir adalah
bimbingan yang ditujukan untuk membantu peserta didik dalam rangka
mempersiapkan dirinya menghadapi dunia pekerjaan, memilih pekerjaan atau
profesi tertentu serta membekali diri supaya siap memangku pekerjaan yang
dipilih, dan menyesuaikan diri dengan berbagai tuntutan dari pekerjaan yang
dipilih.
Bimbingan karir untuk para peserta didik tentunya belum berkenaan
dengan penyesuaian diri dengan tuntutan pekerjaan yang dipangku atau dipilih
karena mereka itu belum melaksanakan suatu pekerjaan. Bimbingan karir di
sekolah khususnya di sekolah dasar tentu saja lebih banyak berkenaan dengan
upaya membantu siswa mengenali diri dalam arti potensi dan karakteristik
32
pribadi dan berbagai macam pekerjaan yang ada di masyarakat pada saat ini
beserta dengan kecakapan yang dipersyaratkan untuk dapat melaksanakan jenis-
jenis pekerjaan tersebut dengan berhasil. Menurut teori perkembangan karir dari
Donald Super (1997), tugas perkembangan karir anak dan remaja adalah
melakukan eksplorasi karir. Pada akhir masa remaja, yakni ketika akan
meninggalkan bangku sekolah menengah atas, setiap individu seharusnya telah
membuat pilihan atau keputusan karir. Dengan demikian bimbingan karir di
sekolah dasar diberikan untuk membantu peserta didik melakukan ekplorasi
karir. Ekplorasi ini dilaksanakan dengan berbagai kegiatan pencarian informasi
dan orientasi. Dalam teori Super tersebut juga ditegaskan bahwa karir meliputi
banyak aspek kehidupan dan pemilihan suatu pekerjaan hanyalah salah satunya.
Juga ditegaskan bahwa perkembangan karir berhubungan dengan perkembangan
konsep diri. Oleh karena itu, membantu peserta didik mengembangkan konsep
diri positip dapat merupakan bagian dari bimbingan karir di sekolah.
3. Bimbingan pribadi
Bimbingan pribadi merupakan komponen pelayanan bimbingan yang
secara khusus dirancang untuk membantu individu menangani atau memecahkan
masalah-masalah pribadi. Yang tergolong masalah pribadi antara lain adalah
merasa kurang percaya diri, merasa cemas, merasa depresi, merasa frustrasi,
merasa tertekan, memiliki rasa malu yang berlebihan, memiliki dorongan agresif
yang kuat, kurang bisa konsentrasi, merasa malas dan tak bergairah untuk belajar
dan beraktivitas, mengalami gangguan tidur, tidak bisa menemukan aktivitas
untuk menyalurkan bakat, minat, hobi. Dalam panduan model pengembangan
33
diri yang dikeluarkan oleh Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas (2007)
dikemukakan bahwa bimbingan pribadi – disebut pengembangan kehidupan
pribadi – merupakan bidang pelayanan bimbingan yang dirancang untuk
membantu peserta didik dalam memahami, menilai, dan mengembangkan
potensi dan kecakapan, bakat dan minat, serta kondisi sesuai dengan
karakteristik kepribadian dan kebutuhan dirinay secara realistik.
Berbagai permasalahan pribadi yang umum diperlihatkan oleh anak usia
sekolah dasar antara lain adalah perasaan takut atau cemas, perasaan tidak
mampu, perasaan minder, kelelahan dan kurang bergairah untuk belajar (malas).
Bahkan menurut beberapa hasil penelitian di beberapa negara Barat, ditemukan
banyak anak usia sekolah dasar yang mengalami gangguan depresi. Suatu
penelitian yang dilakukan terhadap para peserta didik di sekolah dasar di
Surabaya juga menemukan sejumlah peserta didik kelas empat dan lima sekolah
dasar yang mengalami gangguan depresi (Trilaksono, 2004).
4. Bimbingan sosial
Bimbingan sosial adalah suatu bentuk pelayanan bimbingan yang
diarahkan untuk membantu peserta didik menangani berbagai permasalahan
sosial atau masalah yang muncul dalam hubungannya dengan orang lain.
Berbagai bentuk permasalahan sosial antara lain adalah menarik diri, terkucil
atau tak punya teman, sering cekcok dengan teman atau orang lain, tidak bisa
berteman atau bergaul dengan baik dengan orang lain, sering terlibat dalam
perkelahian, tidak bisa menerima hak-hak orang lain, dsb. Dalam panduan model
pengembangan diri yang dikeluarkan oleh Pusat Kurikulum Balitbang
34
Depdiknas (2007) dikemukakan bahwa bimbingan sosial – disebuat kemampuan
pengembangan sosial merupakan bidang pelayanan bimbingan yang diarahkan
untuk membantu peserta didik memahami, menilai, dan mengembangkan
kemampuan hubungan sosial yang sehat dan efektif dengan teman sebaya,
anggota keluarga, dan warga lingkungan sosial yang lebih luas.
Berbagai bentuk masalah sosial yang biasanya diperlihatkan oleh peserta
didik di sekolah dasar umumnya diperlihatkan dalam bentuk perilaku agresi anti
sosial seperti perkelahian dengan teman dan berbagai bentuk perilaku
menyerang yang lain, pengucilan, pencurian, pencemaran lingkungan,
menentang, tidak patuh. Sekarang ini banyak ditemukan seju,lah anak usia
sekolah dasar yang memperlihatkan berbagai bentuk perilaku tidak normatif dan
melecehkan teman maupun orang tua. Tidak jelas apakah ini berkaitan dengan
kurang ketatnya pendidikan dalam keluarga dan internalisasi nilai-nilai oleh
orang tua pada anak atau karena maraknya model-model perilaku agresif yang
diperlihatkan oleh media, atau karena sekolah kurang memberikan perhatian
yang memadai terhadap pendidikan budi pekerti anak. Berkaitan dengan ini,
pendidikan budi pekerti dapat menjadi bagian dari program bimbingan sosial
anak.
F. Asas Bimbingan dan Konseling
Dalam menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling di sekolah
hendaknya selalu mengacu pada asas-asas bimbingan. Asas-asas bimbingan ini
dapat dianggap sebagai suatu rambu-rambu dalam pelaksanaan bimbingan dan
konseling. Beberapa asas yang perlu diperhatikan adalah:
1. Asas kerahasiaan
35
Secara khusus layanan bimbingan adalah melayani individu yang bermasalah.
Masalah yang dihadapi oleh siswa tidak akan diberitahukan kepada orang lain
yang tidak berkepentingan. Segala sesuatu yang disampaikan oleh siswa
kepada konselor harus dijaga kerahasiaannya. Demikian juga hal-hal tertentu
yang dialami siswa tidak akan menjadi bahan gunjingan. Asas kerahasiaan
merupakan asas kunci dalam upaya bimbingan dan konseling. Jika asas ini
benar-benar dijalankan maka para penyelenggara bimbingan dan konseling di
sekolah akan mendapat kepercayaan dari para siswa dan layanan BK akan
dimanfaatkan secara baik oleh siswa.
2. Asas kesukarelaan
Pembimbing wajib mengembangkan sikap suka rela pada diri klirn itu
sehingga klien tersebut mampu menghilangkan rasa keterpaksaannya kepada
pembimbing. Kesukarelaan tidak hanya dituntut pada diri klien saja, tetapi
juga hendaknya berkembang pada diri konselor.
3. Asas keterbukaan
Bimbingan dan Konseling yang efisien hanya berlangsung dalam suasana
keterbukaan, baik yang dibimbing maupun si pembimbing bersikap terbuka.
Dengan keterbukaan ini penelaahan masalah serta pengkajian berbagai
kekuatan dan kelemahan klien menjadi lebih diperhatikan.
4. Asas kekinian
Masalah klien yang berlangsung ditanggulangi melalui upaya Bimbingan dan
Konseling ialah masalah-masalah yang sedang dirasakan kini (sekarang). Bila
ada hal-hal tertentu yang menyangkut masa lampau dan masa yang akan
datang yang perlu dibahas hanya merupakan latar belakang atau latar depan
dari masalah yang sedang dihadapi sekarang.
5. Asas kemandirian
Dalam memberikan layanan, para petugas Bimbingan dan Konseling
hendaklah selaluberusaha menghidupkan kemandirian pada diri orang yang
dibimbingnya itu, jangan sampai menjadi tergantung pada orang lain,
khususnya pada pembimbing.
6. Asas kegiatan
36
Usaha layanan Bimbingan dan Konseling hendaknya menimbulkan suasana
sehingga individu yang sedang dibimbing itu mampu menyelenggarakan
kegiatan yang dimaksud untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
7. Asas kedinamisan
Upaya layanan Bimbingan dan Konseling menghendaki terjadinya perubahan
pada diri individu yang dibimbing, yaitu perubahan tingkah laku ke arah yang
lebih baik.
8. Asas keterpaduan
Layanan Bimbingan dan Konseling berusaha memadukan berbagai aspek dari
individu yang dibimbing. Disamping keterpaduan pada diri individu yang
dibimbing, juga diperhatikan keterpaduan isi dan proses layanan yang
diberikan, hendaknya jangan bertentangan dengan aspek layanan yang lain.
9. Asas kenormatifan
Sebagaimana dikemukakan terdahulu, usaha layanan Bimbingan dan
Konseling tidak boleh bertentangan dengan norma-norma yang berlaku.
10. Asas keahlian
Usaha Bimbingan dan Konseling perlu dilakukan secara teratur, sistematik dan
dengan menggunakan teknik-teknik dan alat-alat yang memadai.
11. Asas alih tangan
Petugas Bimbingan dan Konseling hanya menangani masalah-masalah klien sesuai
dengan kewenangan petugas yang bersangkutan.
12. Asas tut wuri handayani
Layanan Bimbingan dan Konseling tidak hanya dirasakan adanya pada waktu
siswa mengalami masalah dan menghadap pembimbing saja, namun di luar
hubungan kerja ke-Bimbingan dan Konselinga-an pun hendaknya dirasakan
keberadaan dan manfaatnya.
G. Peran Dan Fungsi Konselor, Guru, Dan Kepala Sekolah Dalam Pengelolaan Bimbingan Dan Konseling di Sekolah Dasar
Pada hakikatnya, pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah
menjadi tanggung jawab bersama antara konselor dan personil sekolah, yaitu
37
kepala sekolah, guru, wali kelas dan petugas lainnya. Ideal sekali bila di suatu
sekolah terdapat konselor yang diperlengkapi oleh staf lainnya seperti dokter,
psikolog dan pekerja sosial.
Dalam hubungannya dengan program bimbingan konseling di sekolah,
setiap petugas mempunyai tugas-tugas sendiri. Walupun memiliki tugas yang
berbeda namun semua petugas akan bekerja sama dan bersinergi dalam
pelaksanaan Bimbingan dan konseling di sekolah. Di bawah ini akan di bahas
peran dan fungsi kepala sekolah, konselor, wali kelas dan guru terkait dengan
bimbingan dan konseling.
1. Peran dan Fungsi Kepala Sekolah
Gibson & Mitchell (1995) menyebutkan tiga peran kepala/pimpinan
sekolah di sekolah-sekolah Amerika, yakni: sebagai pemimpin dan penyokong
program, sebagai konsultan dan pemberi nasehat, dan sebagai penyedia sumber-
sumber bantuan. Berikut adalah deskripsi singkat dari peran tersebut.
a. Sebagai pemimpin dan penyokong. Pimpinan sekolah menjadi penentu utama
bagi keberhasilan program-program bimbingan. Karena pimpinan sekolah
mewakili pemimpin pendidikan baik di sekolah maupun di masyarakat, mreka
memiliki tanggung jawab untuk memberikan dukungan yang jelas, terbuka,
dan legal terhadap program-program sekolah termasuk di dalamnya program
bimbingan. Termasuk dalam hal ini adalah tanggung jawab untuk
mengkomuniksikan program, keberhasilan, dan kebutuhan-kebutuhan sekolah
kepada masyarakat luas pembayar pajak (di Amerika pendidikan di biayai
melalui pajak yang dibayar oleh masyarakat, sehingga sekolah perlu
mempertanggung jawabkan program-programnya pada msyarakat).
b. Sebagai konsultan atau pemberi nasehat. Pimpinan sekolah memiliki
gambaran yang detil tentang semua perencanaan da kegiatan di institusinya.
Posisi ini memungkinkan kepla sekolah untuk konstribuis yang berharga pada
program-program bimbingan dan konseling sekolah dengan cara berti ndak
sebagai penasehat dan konsultan berkenaan dengan kebutuhan-kebutuhan
sekolah yang dapat da perlu dilayani melalui program bimbingan dan
38
konseling., kebijakan-kebijakan sekolah yang mempengaruhi fungsi dan
program bimbingan dan konseling, pemecahan masalah-masalah yang dalam
implementasi program-program bimbingan, da n prosedur-prosedur atau
oerientasi bagi kemajuan da pengembangan program. Untuk itu, kepala
sekolah seharusnya memiliki pengetahuan yang mencukupi tentang
bimbingan dan konseling. Masalah akan timbul jika kepala sekolah tidak
paham tentang konsep-konsep bimbingan dan konseling.
c. Sebagai penyedia sumber. Pimpinan sekolah seharusnya memiliki tanggung
jawab yang besar tentang anggaran sekolah, baik sumber maupun
penggunaanya. Daam peran ini, kepala sekolah memberikan saran dan arahan
tentang semua program sekolah berkenan dengan permintaan anggaran,
personalia, fasilitas, dan perlengkapan. Kepala sekolah juga perlu memiliki
pengetahuan tentang kemungkinan sumber-sumber eksternal yang dapat
diterima oleh sekolah.
Menurut Depdikbud dalam kurikulum 1975 tugas kepala sekolah terkait
dengan pelaksanaan bimbingan dan konseling adalah:
a. Membuat rencana / program sekolah secara menyeluruh
b. Mendelegasikan tanggung jawab tertentu dalam pelaksanaan bimbingan dan
konseling
c. Mengawasi pelaksanaan program
d. Melengkapi dan menyediakan kebutuhan fasilitas bimbingan dan konseling
e. Mengadakan hubungan dengan berbagai lembaga di luar sekolah dalam
rangka kerjasama pelaksanaan bimbingan konseling
f. Mengkoordinasikan kegiatan bimbingan dengan kegiatan-kegiatan lainnya.
2. Peran dan Fungsi Konselor
Asosiasi Konselor Sekolah di Amerika pada tahun 1974 mengeluarkan
suatu aturan yang tidak membatasi peran konselor sekolah dasar. Namun aturan
tersebut juga menekankan fungsi utama konselor di sekolah dasar yang meliputi
membrikan layanan konseling individual dan konseling kelompok pada siswa;
memberikan layanan konsultsi pada guru, staf sekolah yang lain, dan orang tua;
39
dan menilai keefektifan konselor dan program-program bimbingan. Pada tahun
1977 dikeluarkan aturan baru yang menyatakan bahwa fungsi utama konselor di
sekolah dasar adalah memberikan layanan konseling, konsultasi, dan koordinasi
(Shertzer & Stone, 1981).
Terdapat perdebatan yang seru berkenan dengan apakah konseling dan
konsultasi merupakan fungsi penting bagi kerja konselor di sekolah dasar.
Meskipun demikian, selama tahun 1970-an konsultasi menjadi fungsi penting di
sekolah dasar. Ini disebabkan karena konsultasi dapat merambah semua siswa dan
membantu guru dan staf sekolah lain untuk mengembangkan suatu iklim
pembelajaran dan hubungan guru-siswa yang efektif. Dalam memberikan layanan
konsultasi, konselor tidak mengritik guru tetapi berkolaborasi dengan guru.
Suatu survei yang dilakukan pada tahun 1989 oleh Asosiasi Konseling
Amerika ditemukan sejumlah kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling di
sekolah dasar dengan ranking dan persentase seperti digambarkan pada tabel 1 di
bawah.
Tabel 1. Ranking kegiatan layanan konselor di sekolah dasar yang dihimpun
dari 996 sampel konselor sekolah dasar
Ranking
Kegiatan Layanan Persentase
1 Konseling individual 982 Bimbingan dan konseling kelompok 813 Konsultasi dengan orang tua 794 Konsultasi dengan guru 785 Bimbingan di kelas 656.5 Asesemen individual 396.5 Koordinasi, alih tangn, dan konsultasi dengan agen-
agen masyarakat39
Sumber: Gibson & Mitchell, 1995: 53.
Karakteristik siswa sekolah dasar dan sekolahnya (sekolah dasar) telah
membawa impliksi langsung bagi pemikiran tentang elemen-elemen tertentu
dalam organisasi program yang membedakannya dengan program bimbingan di
40
jenjang pendidikan lainnya. Perbedaan itu mengarah pada peran dan fungsi
konselor dan bukan pada apa yang dilakukan oleh konselor sekolah dasar tetapi
berkenaan dengan bagaimana mereka melakukannya. Sebagai contoh, konselor
dan staf sekolah lainnya (spesialis) harus bekerja sama dengan para guru kelas,
demikian pula berbagai aktivitas bimbingan juga harus berorientasi pada kelas
(lihat tabel 1). Konteks ini tampaknya mengarahkan pada fungsi konsultasi dan
koordinasi. Meskipun demikian, ada tugas tambahan bagi para konselor di sekolah
dasar di samping memberikan konseling, konsultasi dan koordinasi, yakni
melaksanakan asesmen, orientasi siswa, dan memberikan layanan untuk
memenuhi kebutuhan perkembangan karir setiap peserta didik.
Gibson & Mitchell (1995) mengemukakan beberapa peran utama konselor
di sekolah dasar, yakni sebagai konselor, konsultan, sebagai koordinator, sebagai
agen perubahan, sebagai asesor, sebagai pengembang karir, dan agen pencegahan.
Berikut adalah deskrisi singkat dari masing-masing peran tersebut.
a. Memberikan layanan konseling. Peran utama konselior sekolah, sebagaimana
halnya konselor di jenjang pendidikan di atasnya, adalah memberikan
konseling (mengkonseling), individual maupun kelompok. Meskipun
kebutuhan dan praktek konseling di sekolah dasar mungkin tidak sebanyak di
jenjanmg pendidikan lainnya (SLTP dan SMA) bahkan cenderung jarang
dilakukan, bagaimanapun konselor tetap harus selalu mempersiapkan dirinya
sebaik-baiknya jika sewaktu-waktu menemukan siswa atau menerima siswa
yg dirujuk oleh guru, orang tua, atau yang diidentifikasi oleh konselor sendiri
atyau oleh profresional lain yang mungkin membutuhkan konseling. Di USA
para konselor sekolah dasar juga diminta untuk berpartisipasi aktif dalam
pemecahan maalah-masalah kesehatan mental, seperti anak-anak yang
menjadsi korban kekerasan, anak-anak yang terlibat dalam penyalahgunaan
narkoba, dan anak-anak yang mengalami gangguan depresi dan
memperlihatkan kecenderungan untuk bunuh diri. Ini memperlihatkan bahwa
kebutuhan perkembangan dari para siswa tampaknya dipandang nomor dua
oleh kepala sekolah dan oleh orang tua. Prioritas baru ini membawa implikasi
41
langsung pada pengembangan program pendidikan prajabatan dan dalam
jabatan konselor dengan memasukkan kurikulum yang berkaitan dengan
masalah-masalah sosial.
b. Konsultan. Peran penting lainnya di samping memberikan konseling bagi para
konselor sekolah dasar adalah sebagai konsultan pendidikan. Konselor dsapat
berkolaborasi dengan guru, orang tua, kepala sekolah, dan profesional lain
untuk membantu pihak ketiga (siswa). Jadi, dalam peran ini konselor
membantu pihak lain untuk membantu peserta didik menangani secara efektif
kebutuhan-kebutuhan perkembangan dan penyesuaian.
c. Koordinator. Di sekolah dasar, para konselor juga memiliki peran sebagai
koordinator. Para konselor sekolah dasar memiliki tanggung jawab untuk
mengkoordinasikan berbagai macam kegiatan bimbingan dengan kegiatan-
kegiatan sekolah lainnya. Para konselor sekolah di Sekolah dasar juga
diperlukan untuk mengkoordinasikan kontribusi dari para profesional lain
yang terlibat dalam pengelolaan pendidikan seperti psikologi, pekerja sosial,
dsb.
d. Agen orientasi. Para konselor sekolah dasar juga memiliki peran sebagai agen
orientasi. Sebagai fasilitator perkembangan manusia, para konselor di sekolah
dasar perlu mengakui pentingnya orientasi anak didik tentang (terhadap)
tujuan sekolah dasar dan lingkungan sekolahnya. Adalah penting bahwa
pengalaman pendidikan awal anak merupakan (menjadi) suatu pengalaman
yang positif bagi anak. Berkenaan dengan ini para konselor sekolah dasar
dapart merencanakan suatu kegiatan berkonsultasi dengan para guru untuk
belajar dan mempraktekkan berbagai keterampilan interpersonal dan
interaksional di sekolah.
e. Asesor. Para konselor sekolah dasar juga memiliki peran sebagai asesor, yakni
melakukan asesmen kepada peserta didik berdasarkan data hasil tes maupun
non tes. Data hasil pengukuran tersebut perlu untuk diinterpreastikan dalam
rangka memperoleh pemahaman yang akurat tentang siswa beserta dengan
42
potensi-potensinya , dampak budaya pada perkembangan siswa, dan pengaruh
faktior-faktor lingkungan lain pada perilaku siswa.
f. Pengembang karir. Peran lainnnya yang tak kalah pentingnya bagai para
konselor disekolah dasar adalah sebagai pengembang karir. Pentingnya
pendidikan di sekolah dasar sebagai landasan bagi pengambilan keputusan di
kemudian hari oleh anak menegaskan (menggarisbawahi) pentingnya
memberikan perhatian pada perkembangan karir anak. Konselor dapat
membuat kontribusi penting sebagai koordinator dan konsultan dalam
mengembangkan program pendidikan karir yang terintegrasi,
berkesinambunghan, dan terus-menerus.
g. Agen pencegahan. Di sekolah dasar merupakan tanda-tanda peringatan awal
bagi masalah-masalah anak di kemudian hari: kesulitan belajar, gangguan
mood umum (ketidakbahagiaan, gelisah, depresi), dan berbagai bentuk
perilaku kenakalan (berkelahi, pertengkaran, mengganggu, impulsif, dan
membangkang/ bandel/keras kepala). Conyne (1983) dan Dodge (1983) serta
para penulis lain telah menyebutkan sejumlah besar bukti untuk menyatakan
bahwa anak-anak yang tak dapat menyesuiakan diri selama mengikuti
pendidikan di sekolah dasar memiliki resiko tinggi untuk mengalami berbagai
macam problem perilaku di kemudian hari. Demikian pula penyalahgunaan
narkoba, kekerasan di dalam kelompok teman sebaya, vandalisme, dan
berbagai bentuk perilaku menyimpang lain oleh anak-anak sekolah dasar
grafiknya cenderung terus meningkat.
Menurut Depdikbud dalam kurikulum 1975 tugas konselor sekolah terkait
dengan pelaksanaan bimbingan dan konseling adalah:
a. Menyusun program bimbingan konseling bersama kepala sekolah
b. Bertanggung jawab terhadap jalannya program
c. Mengkoordinasikan laporan kegiatan pelaksanaan program sehari-hari
d. Memberikan laporan kegiatan kepada kepala sekolah
e. Menyelenggarakan pertemuan dengan staf bimbingan
43
f. Melaksanakan bimbingan kelompok, konseling kelompok dan konseling
individual
g. Memberikan layanan oreantasi dan informasi bagi siswa
h. Bekerjasama dengan wali kelas mengadakan kunjungan rumah (home visit)
i. Menyelenggarakan pembicaraan kasus (case confrencet)
j. Menyelenggarakan program latihan bagi para petugas BK
k. Mengadakan wawancara dengan siswa
l. Memberi konsultasi kepada guru dan wali kelas dalam pemecahan masalah
siswa
m. Melakukan referal( alih tangan kasus) kepada ahli yang berwenang.
3. Peran Guru dalam Program Bimbingan Konseling
Hubungan timbal balik antara bimbingan dan pengajaran di dalam proses
pendidikan menekankan peranan guru sebagai pembimbing dan pengajar. Guru
sebagai pendidik mempunyai tangung jawab menciptakan iklim pendidikan di
sekolah, agar setiap siswa dapat mengembangkan dirinya. Kehidupan guru di
sekolah maupun di luar sekolah sangat mempengaruhi perkembangan dan
kehidupan pribadi siswa.
Jones (dalam Gunawan, 2001) menyatakan: jika guru dapat memahami
siswanya sebagaimana adanya, dengan segala kemampuan dan kelemahannya,
dan ingin membantu siswa untu menyempurnakan apa yang perlu, guru tersebut
akan mempunyai banyak kesempatan untuk menolong siswanya memahami dan
menerima dirinya serta menolong mereka untuk menetapkan tujuan hidup yang
sesuai dengan diri sendiri. Guru dapat pula mempengaruhi sikap dan perasaan
siswa untuk membuat suatu pilihan yang mudah maupun yang sukar secara bebas.
Sebagai pengajar, guru harus mampu memahami kehidupan anak secara
individual maupun kelompok. Dengan memperhatikan perbedaan individu dan
mengembangkan proses kelompok yang dinamis guna memberikan kesempatan
belajar berkembang kepada setiap muris di dalam kelasnya.
Pelaksanaan program bimbingan sangat membutuhkan data pribadi anak.
Data tersebut dapat diperoleh melalui alat pengumpul data, misalnya tes,
44
wawancara, observasi dan sebagainya. Di samping alat-alat tersebut, keterangan
langsung dari guru mengenai perkembangan pribadi anak didiknya jauh lebih
berharga karena setiap hari guru bergaul dengan anak didiknya dan bersama-sama
mengalami pengalaman social, emosional, dan akademis yang selalu berubah-
ubah. Pengalaman ini sangat berharga untuk pelaksanaan program bimbingan.
Seorang guru yang baik, dapat memasukkan unsur-unsur bimbingan dalam
mata pelajaran sekolah. Disamping fungsinya sebagai pembimbing siswa sebagai
individu, guru dapat pula berfungsi sebagai pembimbing kelompok, misalnya
mengendalikan proses interaksi kelompok sehingga ketegangan-ketegangan atau
tekanan dalam kelompok dapat diredakan atau dikurangi.
Menurut Depdikbud dalam kurikulum 1975 tugas guru mata pelajaran
terkait dengan pelaksanaan bimbingan dan konseling adalah:
a. Turut serta aktif dalam membantu melaksanakan kegiatan program BK.
b. Memberikan informasi tentang siswa kepada staf bimbingan dan konseling.
c. Memberikan pelayanan intruksional
d. Berpartisipasi dalam studi kasus
e. Memberikan informasi kepada siswa terkait dengan mata pelajaran yang
diampunya, misalnya cara belajar bahasa inggris, matematika dsb.
f. Meneliti kesulitan dan kemajuan siswa
g. Menilai kenajuan belajar siswa
h. Mengadakan hubungan dengan orang tua siswa.
5. Peran dan Fungsi Guru Kelas/ Wali Kelas
Idealnya, bimbingan dan konseling di berbagai jenjang pendidikan sekolah
teramsuk di dalamnya di sekolah dasar (sekolah dasar) dilaksanakan oleh orang
yang berkompeten dan berwenang, yakni konselor. Namun karena keterbatasan-
keterbatasan yang ada, misalnya belum adanya petugas khusus bimbingan atau
konselor yang diangkat oleh pemerintah atau oleh pihak yayasan untuk mengelola
bimbingan dan konseling di sekolah dasar, maka guru kelas dapat diserahi tugas
untuk menggantikannya sesuai dengan batas kemampuan dan kewenangannya.
45
Seperti diketahui, meskipun berbagai peraturan pemerintah dan produk inovsi
kurikulum, seperti PP Nomor 28 /1990 tentang Pendidikan Dasar, Kurikukulm
1993, dan terakhir Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang mulai
dilaksanakan pada tahun 2006 telah mengatur pelaksanaan bimbingan dan
konseling di sekolah dasar, serta pengakuan bahwa pekerjaan bimbingan dan
konseling merupakan suatu profesi, pemerintah belum mengangkat petugas
khusus yang berkompeten untuk melaksanakan tugs-tugas bimbingan.
Dalam PP Nomor 28/190 pada Bab X pasal 25 ayat 2 ditegaskan bahwa
bimbingan diberikan oleh guru pembimbing. Yang dimaksud dengan guru
pembimbing di sini adalah petugas khusus yang berkelayakan yang diangkat
secara khusus untuk menyelenggarakan tugas-tugas bimbingan. Di Indonesia
petugas tersebut dikenal dengan sebutan guru pembimbing, tetapi belakangan ini,
tepatnya tahun 2006, Asosisi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN)
membuat edaran untuk menggunakan predikat “konselor” guna menyebut guru
pembimbing.
Tidak adanya petugas khusus bimbingan untuk mengelola tugas-tugas
bimbingan dan konseling di sekolah dasar tentunya menimbulkan beberapa
kesulitan atau kendala. Beberapa kondisi umum yang mungkin dapat diamati yang
mengindikasikan adanya kendala dalam pelaksnaan bimbingan antra lain adalah:
bimbingan tidak berjalan seperti yang diharapkan karena tidak adanya tenaga
yang berkompeten untuk melaksnakanannya; tenaga yang ditunjuk untuk
melakasankan tugas-tugas bimbingan memperlihatkan kinerja yang tidak
profesional bahkan malpraktek, banyak siswa tidak akan memanfaatkan layanan
bimbingan; dan orang tua tidak percaya pada bimbingan di sekolah. Namun
beberapa kendala tersebut akan dapat diperkecil apabila guru yang diserahi tugas
melaksanakan bimbingan mau melaksanakannya dengan sepenuh hati, mau terus
belajar dan mengembangkan diri dengan cara mempelajari ilmu-ilmu bimbingan
baik secara formal maupun nonformal. Jelasnya, meskipun tampak sedikit
menyalahi profesi konseling, sekolah tetpi memiliki peluang untuk
menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling dengan cara mendelegsikan
46
tugas bimbingan dan konseling kepada guru-guru yang berkelayakan. Agar
memiliki kelayakan, maka guru-guru yang diserahi tugas bimbingan perlu dikirim
untuk mengikuti program pendidikan khusus bimbingan baik program gelar
maupun nongelar (kursus).
a. Peran guru kelas dalam pengelolaan program bimbingan dan konseling
menurut literatur asing
Beberapa literatur bimbingan dan konseling asing telah banyak
mengemukakan peran guru dalam program bimbingan dan konseling.
Terdapat keragaman di antra para penulis berkenan dengan peran guru dalam
program bimbingan dan konseling dan tergantung pada wawasan dan sudut
pandang mereka. Beberapa penulis memberikan Berikut ini adalah peran guru
alam program bimbingan dan konseling dari Gibson & Mithell (1995) sebagai
contoh. dipilihkan satu literatur sebagai contoh.
Menurut Gibson & Mitchell (1995), sebagaimana telah dikemukakan, para
konselor di sekolah dasar atau guru klas yang diberi tugas melaksanakan tugas
sebagai konselor/pembimbing memiliki beberapa fungsi berikut: sebagai
konselor, sebagai konsultan, sebagai koordinator, sebagai agen orientasi,
sebagai asesor tau analisis perbedaan individual, sebagai pengembang karir,
dan sebagai agen pencegahan. Bagaimana dengan peran guru kels yang tidak
diserahi tugas sebagai pembimbing sekolah. Meskipun par guru tidak diserahi
tugas untuk melaksanakan bimbingan, mereka tetap menjadi anggota tim
bimbingan yang memiliki peran berikut:
Sebagai pendengar dan pemberi advis. Guru kelas adalah personil
sekolah yang paling banyak memiliki waktu untuk bertemu dengan para
siswa dibandingkan dengan personil sekolah lainnya. Oleh karena itu,
guru seharusnya memiliki pengetahuan paling luas dan mendalam tentang
siswa-siswanya, berkomuniksi dengan mereka setiap hari, dan dapat
menjalin hubungan yang kondusif untuk mendorong perkembangan yang
optimal setiap siswa. Dapat dikatakan guru menjadi jembatan antara
47
siswa dan pembimbing/konselor guna mengimplementasikan program-
program bimbingan.
Sebagai agen penerima dan perujuk siswa. Guru kelas, tak dapat
dihindarkan, menjadi sumber utama bagi program-program alih
tangan/rujukan dari dan pada konselor sekolah. Banyak program-program
bimbingan dan konseling yang tergantung pada informasi guru tentang
kondisi dan kebutuhan siswa, serta rujukan guru berkenaan dengan siswa-
siswa yang membutuhkan bantuan/bimbingan. Para konselor sekolah
dengan demikian perlu mendorong para guru untuk secara aktif
menemukan siswa-siswanya yang membutuhkan bantuan dan kemudian
merujuknya pada konseling selor. Demikian pula, setelah siswa-siswa
selesai diberikan bantuan, siswa tersebut perlu dirujuk kembali kepada
guru untuk dilakukan pengamatan berkenaan dengan perkembanga
perilaku selanjutnya. Tentu saja para guru tidak hany merujuk siswa
kepada konselor, tetapi juga perlu mendorong siswa-siswanya untuk
meminta bantuan pada konselor sewaktu-waktu mereka merasa memiliki
kesulitan dan tak mampu untuk memecahkannya sendiri.
Sebagai penelusur/pengungkap potensi siswa. Berkaitan dengan usaha
mendorong terjadinya perkembangan yang optimal bagi setiap siswa,
maka para guru diharapkan untuk tidak hanya memusatkan perhatian pada
membelajarkan materi pelajarannya saja, tetapi juga melakukan
pengamatan sehari-hari untuk menemukan potensi siswa, khususnya
keunggulannya. Meskipun banyak guru meungkin kurang memiliki
pengalaman, latihan, dan kepandaian yang mencukupi untuk bakat-bakat
atau talenta khusus dari mayorits siswa-siswanya, guru perlu terlibat
dalam upaya mengungkap bakat dan talenta para siswa. Untuk itu guru
dapat mengikuti atau diikutkan dalam program-program khusus tentang
penelusuran bakat siswa. Peran guru sebagai pengungkap potensi siswa
tidak hanya berkaitan dengan misi dari program-program bimbingan dan
48
konseling sekolah tetapi juga untuk memenuhi tanggung jawab
pendidikan bagi individu dan masyarakat.
Sebagai pendidik karir. Berkaitan erat dengan peran-peran yang telah
disebutkan, dalah peran sentral guru dalam program pendidikan karir.
Karena pendidikan karir diakui sebagai bagia dari pendidikan siswa
secara keseluruhan, adalah penting juga untuk mengakui tanggung jawab
guru kelas untuk mengintegrasikan pendidikan ke dalam mata pelajaran
(di Indonesia barangkali ini berkaitan dengan pendekatan kontekstual
yang belakangan ini banyak dianjurkan). Pendidikan karir tak akan
berhasil tanpa bimbingan karir dan sebaliknya. Keberhasilan dari
program-program bimbingan karir oleh karena itu terikat dengan
keberhasilan dalam progra pendidikan karir, suatu program yang
berkaitan dengan peran guru kelas. Para guru kelas dapat memenuhi
tanggung jawabnya sebagai pendidik karir dengan cara mengembangkan
respek dan sikap positif terhadap semua jenis pekerjaan, mendorong
siswa mengembangkan sikap positif terhadap penidikan dan hubungannya
dengan persiapan karir dn pengambilan keputusan. Guru juga dapat
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menguji konsep,
keterampilan, dan peran serta mengembangkan nilai-nilai yang relevan
dengan karir masa depan. Guru juga dapat merancang kelas menjadi suatu
lingkungan belajar yang dapat merangsang wawssan dan eksplorasi karir.
Sebagai fasilitatot hubungan siswa. Keberhasilan dari berbagai program
bimbingan dan konseling dipengaruhi oleh iklim sekolah. Sekolah
seharusnya menjadi lingkungan yang kondusif untuk memfasilitasi
pengembangan dan pelaksanaan hubungan antar manusia yang positif.
Dalam hal ini, guru memiliki peran yang domi an untuk menciptakan
iklim semacam itu. Seorang ahli pendidikan, Benyamin Bloom, melalui
Bukunya yang berjudul Human Characteristics and School Learning
(1976) telah mengemukakan peran lingkungan atau iklim kelas sebagai
faktor yang mempemngaruhi kinerja dan hasil belajar siswa. Menurutya,
49
iklim lingkungn kelas yang kondusif dapat memungkinkan 95% siswa
menguasai semua mata pelajaran. Hasil-hasil penelitian juga telah
membuktikan hal itu. Hasil penelitian Bloom sendiri membuktikan
bahwa banyak siswa akan memperlihatkan kesamaan baik dalm derajad
belajar maupun motivasi untuk belajar jika merewka diberikan suatu
kondisi lingkungan yang kondusif untuk blajar. Di sisi lain, beberapa
hasil penelitian juga menyatakan bahwa jika lingkungan di kelas tiak
kondusif, akan terjadi perbedaan dalam kinerja dan capaian prestasi
belajar dan ini akan memperluas gap (jarak) antara siswa berprestasi
tinggi dan siswa berprestasi rendah. Dalam melaksanakan peran sebagai
fasilitator hubungan ini, guru kelas memiliki peluang untuk menjadi
model bagi bentuk relasi antara manusia yang positif. Ini dapat menjadi
suatu prosedur rutin di dalam kelas, khususnya ketika guru mengarahkan
interaksi kelompok agar setiap siswa dapat mengalami secara langsung
hubungan antar manusia yang positif.
Sebagai pendukung program-program bimbingan dan konseling. Sebagai
anggota tim dalam pengelolaan bimbingan dan maupun dalam mendorong
perkembangan yang optimal bagi setiap peserta didik, guru memiliki
peran penting untuk mendorong atau memberikan dukungan pada
pelaksanaan program-program bimbingan dan konseling sekolah.
Dukungan ini dapat diberikan antara lain dengan cara memberikan
informasi kepada siswa tentang program-program bimbingan dan
konseling sekolah dan bagaimana mereka dapat memanfaatkan program-
program tersebut. Bertindak sebagai agen referal seperti telah
dikemukakan di atas, tentu saja juga merupakan bagian dari dukungan
yang dapat diberikan oleh guru kepada konselor. Guru juga dapat
mendukung konselor dalam memfasilitasi program-program penilaian
individual atau pengumpulan dan inventarisasi data siswa. Meskipun
scara teoretik diakui bahwa guru kelas memainkan peran penting dalam
mengefektifkan program-program bimbingan dan konseling di berbagai
jenjang pendidikan, tapi faktanya para guru kelas masih secara insidental
50
terlibat dalam program-program bimbingan dan konseling. Banyak guru
kelas mungkin merasa tidak yakin tentang tujuan bimbingan dan kurang
menjalin komunkais dengn konselor. Dalam situsi seperti ini siswa tentu
aja menjadi pihak yang sangat dirugikan da para konseor dan guru harus
brbagai rasa bersalah untuk itu. Mungkin juga guru beranggapan bahwa
program bimbingan menjadi tanggung jawab konselor sekolah dan
konselor sekolah harus secara aktif melakukan komunikasi dengan para
guru untuk melaksanakan program-program bimbingan. Blum (1986)
menyatakan bahwa para konselor perlu memiliki kesadaran bahwa
meskipun banyak guru bersedia menerima peran mereka dalam
pengelolaan program bimbingan dan konseling sekolah, banyak di antara
guru yang kurang memiliki pemahaman yang tepat tentang apa peran dan
fungsi mereka sebenarnya.
Menurut Depdikbud dalam kurikulum 1975 tugas guru kelas/ wali kelas terkait
dengan pelaksanaan bimbingan dan konseling adalah:
1) Mengumpulkan data tentang siswa
2) Meneliti kemajuan dan perkembangan siswa ( akademis, sosial, fisik,
pribadi)
3) Mengawasi kegiatan siswa sehari-hari
4) Bekerjasama dengan konselor menyalurkan dan menempatkan siswa
5) Bekerja sama dengan konselor dalam membuat sisiogram
6) Bekerjasama dengan konselor sekolah dalam mengadakan pemeriksaan
psikologis dan kesehatan oleh tim ahli
7) Mengidentifikasi siswa yang memerlukan bantuan
8) Membantu memecahkan masalah siswa asuhnya
9) Ikut serta dalam pertemuan kasus
51