asuhan keperawatan pasien dengan penyalahgunaan napza
TRANSCRIPT
Asuhan Keperawatan Pasien dengan Penyalahgunaan NAPZA : Inhalan
KONSEP DASAR TEORI GANGGUAN NAPZA : INHALAN
A. Pengertian
Inhalen merupakan produk yang mudah didapat dipasaran seperti bensin, pernis,
aseton untuk pembersih warna kuku, lem, pengencer cat, tip-ex, semprotan, freon dan
menghasilkan uap dari pelarut organik yang sangat mudah menguap yang bila
disalahgunakan misalnya dengan menghirup uap dan gasnya dapat menyebabkan kerusakan
serius dan bahkan kematian.
Empat kategori umum inhalansi yaitu : pelarut yang mudah menguap, aerosol, gas,
dan nitrit. Berdasarkan bentuknya, banyak ditemukan dalam rumah tangga, industri, dan
produk medis. Berikut berbagai jenis inhalan :
1. Pelarut yang mudah menguap adalah cairan yang menguap pada suhu kamar. Pelarut ini
banyak ditemukan dan murah, biasanya digunakan untuk rumah tangga dan keperluan
industri. Ini termasuk pengencer cat dan removers, binatu cairan, minyak pelumas, bensin,
lem, cairan koreksi, dan felt-tip spidol.
2. Aerosol adalah semprotan yang mengandung propelan dan pelarut. Termasuk di dalamnya
cat semprot, deodoran dan semprotan rambut, vegetable oil sprays for cooking, dan fabric
protector sprays.
3. Gas yang termasuk anestesi medis serta gas yang digunakan dalam rumah tangga atau produk
komersial. Anestesi medis termasuk eter, kloroform, halotan, dan dinitrogen oksida
(umumnya disebut "laughing gasses"). Nitrous oxide adalah gas yang paling banyak
disalahgunakan, gas ini dapat ditemukan di dispenser whipped cream dan produk yang
meningkatkan kadar oktan di mobil balap. Pada rumah tangga atau produk komersial yang
mengandung gas butana termasuk korek api, tangki propana, dan refrigeran.
4. Nitrit sering dianggap sebagai inhalansia. Tidak seperti kebanyakan inhalansia lainnya, yang
bekerja langsung pada sistem saraf pusat (SSP), nitrit bertindak terutama untuk melebarkan
pembuluh darah dan mengendurkan otot. Sementara inhalansia lain digunakan untuk
mengubah suasana hati, nitrit digunakan terutama sebagai peningkat seksual. Nitrit termasuk
nitrit sikloheksil, isoamyl (amil) nitrit, dan isobutil (butil) nitrit dan biasanya dikenal sebagai
"popper" atau "kakap". Amil nitrit dulu digunakan dalam prosedur pengobatan pasien
dengan penyakit jantung. Nitrit sekarang dilarang oleh Komisi Keamanan Produk Konsumen
namun masih dapat ditemukan, dijual dalam botol kecil berlabel sebagai "video head
cleaner", "room odorizer", "leather cleaner" atau " liquid aroma”.
Efek yang dihasilkan oleh inhalansia bervariasi, dan beberapa pengguna cenderung
memilih sendiri inhalansia favorit mereka. Sebagai contoh, di salah satu nagara bagian,
merek "Texas penyemir sepatu", adalah semprot sepatu terkenal yang berisi toluena kimia,
jenis ini paling banyak disalahgunakan di Texas.
Inhalen mengandung bahan-bahan kimia yang berfungsi sebagai depresan. Depresan
memperlambat sistem syaraf pusat, mempengaruhi koordinasi gerakan anggota badan dan
konsentrasi pikiran. Inhalen mempengaruhi otak dengan kecepatan dan kekuatan yang jauh
lebih besar dari zat lain, hal ini dapat mengakibatkan kerusakan fisik dan mental yang tidak
dapat disembuhkan. Mati lemas dan mati secara tiba-tiba dapat terjadi, walau "ngelem" baru
dilakukan pertama kali.
B. Prevalensi Penggunaan Inhalasi
Menurut Survei 2008 National Survey on Drug Use and Health (NSDUH), ada
729.000 orang berusia 12 tahun atau lebih yang telah menggunakan inhalansia untuk pertama
kalinya dalam 12 bulan terakhir, 70 persen berusia di bawah 18 tahun. Bahkan, inhalansia
(terutama pelarut yang mudah menguap, gas, dan aerosol) sering menjadi pilihan di kalangan
anak-anak muda yang menggunakan narkoba. Menurut data yang dikumpulkan oleh National
Capital Poison Center, prevalensi kasus inhalansia dilaporkan ke pusat pengendalian racun
AS menurun 33 persen pada tahun 1993-2008. Prevalensi tertinggi pada anak usia 12 sampai
17 dan paling tinggi pada usia 14 tahunan.
Survei MTF menunjukkan bahwa pada tahun 2008, 11 persen perempuan yang duduk
di kelas 8 (SMP), dilaporkan menggunakan inhalansia dalam satu tahun terakhir, sedangkan 7
persen laki-laki. Sedangkan untuk siswa yang duduk di kelas 12 (SMA), 3,2 persen
perempuan dan 4,4 persen laki-laki dilaporkan menggunakan inhalansia dalam satu tahun
terakhir. Dari segi etnis, pemuda keturunan Afrika-Amerika secara konsisten menunjukkan
tingkat yang lebih rendah dibandingkan keturunan kulit putih atau Hispanik dalam
penyalahgunaan inhalan pada survei MTF.
Berdasarkan hasil survei dan pemetaan sosial anak jalanan pada tahun 1999 yang
dilakukan oleh Unika Atmajaya Jakarta dan Departemen Sosial dengan dukungan Asia
Development Bank, jumlah anak jalanan adalah 39.861 orang, yang tersebar di 12 kota besar.
Pada tahun 2004, menurut Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial Departemen Sosial,
jumlah anak jalanan sebesar 98.113 orang, yang tersebar di 30 provinsi. Khusus di wilayah
Bandung kurang lebih berjumlah 5.500 anak jalanan (Data Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat,
2006) ; di wilayah Bogor 3.023 orang (Data Dinas Sosial Pemda Bogor, 2006) ; dan di
Daerah Khusus Ibukota Jakarta kurang lebih berjumlah 8.000 orang (Data Dinas Sosial DKI
Jakarta, 2006).
Selanjutnya, ada beberapa faktor yang mendukung kejadian penyalahgunaan inhalan
seperti kondisi sosial ekonomi yang rendah, riwayat penyalahgunaan masa lalu, nilai buruk
yang dianut (budaya), dan putus sekolah.
C. Gambaran Klinis
Dalam dosis awal yang kecil inhalan dapat menginhibisi dan menyebabkan perasaan
euphoria, kegembiraan, dan sensasi mengambang yng menyenangan; obat kemungkinan
digunakan untuk mendpatkan efek tersebut. Gejala psikologis lain pada dosis tinggi dapat
termasuk rasa ketakutan, ilusi sensorik, hlusinasi auditoris dan visual, dan distorsi ukuran
tubuh. Gejala neurologis dapat termasuk bicara, dan ataksia. Penggunaan dalam periode
lama dapat disertai dengan iritabilitas, labilitas emosi, dan gangguan ingatan.
Toleransi terhadap inhalan dapat berkembang; walaupun tidak dikenali oleh DSM-
IV , sindroma putus inhalan dapat menyertai penghentian pemakaian inhalan. Sindroma putus
inhalan tidak sering terjadi; jika terjadi keadaan ini ditandai oleh gangguan tidur, iritabilitas,
kegugupan, berkeringat, mual, muntah, takikardi, dan kadang-kadang waham dan halusnasi.
D. Cara Penggunaan Inhalan
Inhalan dapat diisap melalui hidung atau mulut dengan berbagai cara :
1. Dihirup (sniffing) atau snorting dari uap/asap inhalan tersebut
2. Menyemprotkan langsung kehidung atau mulut, efeknya lebih kuat
3. Bagging, menghirup atau menghisap uap/asap dari zat yang telah disemprotkan atau
ditampung kedalam kantung plastik atau kantung kertas
4. Huffing, menghisap melalui bahan kain yang telah direndam kedalam zat inhalan
5. Menghisap dari balon yang telah diisi oksida nitrit.
Bahan kimia yang dihirup diserap dengan cepat ke dalam aliran darah melalui paru-
paru dan dengan cepat didistribusikan ke otak dan organ lainnya. Dalam hitungan detik,
pengguna mengalami keracunan bersama dengan efek lain yang serupa dengan yang
dihasilkan oleh alkohol. Seperti efek cadel, ketidakmampuan untuk mengkoordinasikan
gerakan, euforia, dan pusing. Selain itu, pengguna dapat mengalami gejala ringan, halusinasi,
dan delusi.
Karena keracunan hanya berlangsung beberapa menit, pelaku sering berusaha untuk
menghirup berulang kali selama beberapa jam, yang merupakan praktek yang sangat
berbahaya. Dengan penghirupan berturut-turut, pelaku dapat mengalami kehilangan
kesadaran dan bahkan mungkin kematian. Setelah penggunaan berat inhalansia, pelaku
mungkin merasa mengantuk selama beberapa jam dan mengalami sakit kepala berlama-lama.
E. Pengaruh Langsung pemakainan inhalen
Identifikasi dini dan intervensi adalah cara terbaik untuk menghentikan
penyalahgunaan inhalan sebelum menyebabkan masalah kesehatan yang serius. Orang tua,
pendidik, dokter, dan tenaga kesehatan lainnya harus waspada terhadap tanda-tanda berikut:
1. Dengan cepat kepala diserang dengan rasa pusing.
2. Sedikit stimulasi.
3. Nafas berbau.
4. Sakit kepala.
5. Kurangnya koordinasi gerakan anggota badan.
6. Mati rasa pada tangan dan kaki.
7. Mual dan muntah-muntah.
Hampir semua inhalansia disalahgunakan (selain nitrit) dan menghasilkan efek yang
menyenangkan dengan cara kerja menekan SSP. Nitrit sebaliknya, melebarkan dan
merelaksasi pembuluh darah.
Berdasarkan penelitian indikasi toluene menunjukkan bahwa jumlah pelarut yang
mudah menguap sering disalahgunakan dan gas anestesi memiliki efek neurobehavioral dan
mekanisme aksi. Hal ini sama dengan cara kerja depresan SSP, termasuk alkohol dan obat-
obatan seperti obat penenang dan obat bius.
F. Bahaya Penggunaan Jangka Panjang
Pemakaian inhalen jangka lama dapat menyebabkan iritabilitas, labilitas emosi, dan
gangguan ingatan, kejang pada anggota badan, kerusakan sumsum tulang dan kerusakan hati
dan ginjal. Sindroma putus inhalen tidak sering terjadi, kalaupun ada muncul dalam bentuk
susah tidur, iritabilitas, kegugupan, berkeringat, mual, muntah, takikardia, dan kadang kadang
disertai halusinasi.
G. Toleransi
Ketika pemakaian inhalen berlanjut selama beberapa waktu, si pemakai akan
mengalami reaksi toleransi terhadap inhalen. Hal ini berarti, si pemakai akan membutuhkan
pemakaian inhalen yang semakin sering dan dengan jumlah yang lebih besar untuk mencapai
efek yang diinginkan, seperti :
1. Mata merah, berkaca-kaca atau berair.
2. Pengucapan kata-kata yang lambat, bergumam kental dan tidak jelas.
3. Terdapat noda cat pada tangan atau sekitar mulut.
4. Terlihat seperti orang mabuk.
5. Bau bahan kimia di dalam ruangan.
6. Bau mulut yang tidak biasa.
H. Efek Merugikan
Innhalan dapat disertai dengan banyak kemungkinan efek merugikan yang serius.
Efek merugikan yang paling serius adalah kematian, yang dapat disebabkan oleh depresi
pernafasan, aritmia jantung, asfiksia, aspirasi muntah atau kecelakaan atau cedera (sebagai
contohnya, terintoksikasi inhalan saat mengendarai kendaraan). Peristiwa merugikan serius
lainnya yang berhubungan dengan penggunaan inhalan jangka panjang adalah kerusakan hati
dan ginjal yang ireversibel dan kerusakan otot permanen yang disertai dengan rabdomiolisis.
Kombinasi pelarut organic dan konsentrasi tembaga, seng, dan logam berat yang tinggi telah
disertai perkembangan atrofi otak, epilepsy lobus temporal, penurunan nilai intelegensia
(intelligence quotience : IQ) dan berbagai perubahan elektroensefalografik (EEG).
Beberapa penelitian terhadap pengecat rumah dan pekerja pabrik yang telah terpapar
dengan zat pelarut selama periode yang lama telah menemukan bukti-bukti atrofi otak pada
pemeriksaan tomografi computer (CT Scan) dan penurunan darah otak. Efek merugikan
tambahan adalah gejala kardiovaskuler dan pulmonal (sebagai contohnya, nyeri dada dan
bronkospasme), gejala gastrointestinal (nyeri, mual, muntah dan hematemesis), dan tanda
serta gejala neurologis lainnya (neuritiss perifer, nyeri kepala, parastesia, tanda cerebral dan
enselopati limbal). Terdapat laporan atrofi otak, asidosis tubular ginjal, dan gangguan motoric
jangka panjang pada penggunaan toluene. Sejumlah laporan memprihatinkan efek merugikan
yang serius pada perkembangna janin jika seorang ibu yang mengandung menggunakan atau
terpapar dengan zat inhalan.
I. Pengobatan
Biasanya, penggunaan inhalan adalah relative singkat dalam kehidupan seseorang.
Orang tersebut menghentikan aktivitas menggunakan zat atau pindahan ke zat lain.
Identifikasi penggunaan inhalan pada sorang remaja adalah suatu indikasi bahwa remaja
tersebut harus mendapatkan konseling dan pendidikan tentang masalah umum penggunaan
zat. Adanya diagnosis penyerta gangguan konduksi atau gangguan kepribadian antisosial
harus mengalahkan dokter untuk menilai situasi dengan mendalam karena adanya
peningkatan kemungkinan bahwa remaja tersebut akan menjadi semakin terlibat dalam
penggunaan zat. Tetapi, pada sebagian besar orang dengan penyalahgunaan inhalan atau
ketergantungan inhalan adalah orang lanjut usia dan cacat yang memerlukan intervensi social
yang nyata sebagai bagian dari pendekatan pengobatan.
KASUS
An. A seorang pengamen jalanan masuk panti rehabilitasi pada tanggal 19 Juni 2012
pukul 13:00 WIB setelah dirazia oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Sat Pol PP) di Sekitaran
Stasiun Jati Negara, Bekasi karena kedapatan sedang “ngelem” bersama teman-teman
ngamennya. Kemudian klien dilakukan wawancara dan pemeriksaan lebih lanjut oleh petugas
panti rehabilitasi. Setelah dilakukan wawancara, didapatkan data sebagai berikut :
Klien berusia 12 tahun berasal dari keluarga kurang mampu dan tinggal di lingkungan
kumuh di dekat TPS. Sehari-hari klien bekerja sebagai pengamen jalanan bersama anak-anak
sebayanya yang juga berasal dari keluarga kurang mampu. Klien mengaku dulu pernah
sekolah sampai kelas 2 SD kemudian tidak melanjutkan karena tidak ada biaya. Orang tuanya
kemudian menuntut klien untuk membantu mencari nafkah di jalanan.
An. A dan teman-temannya biasa melakukan kegiatan yang tidak biasa/menyimpang
dari anak normal seusianya, disela-sela waktu istirahat ngamen, klien sering “ngelem” di
pingggir jalan bersama dengan teman-temanya. Awalnya hanya karena ikut-ikutan anak
jalanan lain dan mulai penasaran dengan efek yang ditimbulkan. Kemudian klien mulai
“ngelem” bersama teman-teman pengamennya dan lam-kelamaan kebiasaan tersebut menjadi
rutinitas klien dan teman-temannya setiap hari, bahkan terkadang dengan “ngelem” tersebut
mereka merasa tidak pernah lelah untuk mencari uang dijalanan. Kebiasaan “ngelem” ini
merupakan kebiasaan yang biasa mereka gunakan untuk mengalihkan segala masalah yang
mereka hadapi, termasuk melupakan rasa lapar karena berhari-hari tidak makan. Mereka juga
mengungkapkan dengan “ngelem” mereka akan menjadi lebih bersemangat, percaya diri,
berenergi. Suatu hari klien tidak ngelem selama sehari karena ia merasa tidak enak badan,
kemudian klien merasa sangat tersiksa dan merasa badan berkeringat dingin, pusing,
gemetaran, dan merasa bahwa hidupnya berat sekali.
Masalah :
Dari hasil wawancara dengan An. A terbukti bahwa klien melakukan penyalahgunaan
zat termasuk inhalasi. Pasien menggunakan lem sebagai zat yang kemudian dihirup dan
kemudian menikmati sensasi yang dihasilkan dari “ngelem” tersebut. Dengan kebiasaan itu,
pasien bisa melupakan sejenak rasa capai dan beban hidupnya.
Berdasarkan data wawancara dengan klien, maka perlu adanya pengkajian lebih lanjut
untuk menegakkan diagnosa dan membuat rencana keperawatan pada pasien dengan
gangguan napza : inhalasi.
A. Pengkajian
1. Pola aktivitas atau istirahat
Pasien mengatakan :
“susah tidur, sering begadang dan kalau tidur suka mimpi buruk”
“suka tiba-tiba cemas”
“kalau kerja semangat, malah susah untuk diam”
“kalau lagi ngelem ya rasanya melayang, kadang-kadang jalan sempoyongan kayak orang
mabok”
2. Sirkulasi
Berdasarkan pemeriksaan fisik :
Tekanan Darah : 130/90 mmHg
Nadi : 97 x/menit, takhikardi
3. Integritas Ego
Pasien mengatakan :
“kalau lagi “ngelem” sambil kumpul ma’ anak-anak, rasanya seneng banget, kayak kagak ada
beban pikiran gitu, jadi lupa aja ma’ masalah dan capek. Malah jadi makin PD dan keren”
“gua gak pernah merasa kalau itu (“ngelem”-red) salah, orang gua juga gak nyuri lem orang
kok! Hahaha........”
“dengan ngelem gini, gua ngerasa bisa lepas dari masalah, kalau ngak gini hidup gua bakal
ancur. Gua ‘dah ketergantungan banget”
4. Makan atau minum
Pasien mengatakan :
”gak ada napsu makan, dengan “ngelem” aja udah kenyang rasanya”
“rasanya gua makin kurus juga, dulu gak sampai kerempeng gini, mungkin gara-gara gak
inget makan juga”
5. Neurosensorik
Pasien tampak :
Emosi psikologis : Gembira, banyak bicara, waspada berlebihan.
Dilatasi pupil
Pasien mengatakan :
“kalau ngeliat gitu, mata agak kabur”
“suka gemeteran juga lama-lama apalagi kalau lagi pengen (“ngelem”-red)”
“cemas juga kadang-kadang, takut kalau ngak “ngelem” jadi uring-uringan”
6. Nyeri
(pasien tidak mengeluh nyeri)
7. Pernapasan
Pasien mengatakan :
“Sering sesak napas seperti tercekik”
8. Keamanan
Pasien mengatakan :
“kalau ngak “ngelem” badan berasa panas dingin gak jelas, kayak mau meriang rasanya”
“suka mau marah juga sih, apalagi kalau lagi pengen terus gak dapet, tapi belum pernah
sampai mukulin apalagi bunuh orang”
9. Seksualitas
(pasien tidak mengeluh ada gangguan di organ genetalia atau masalah kesehatan reproduksi)
10. Interaksi sosial
“gua turun ke jalanan gini jadi gepeng juga karena ortu yang ‘gak punya kerjaan, gua mesti
nyari duit buat bertahan hidup”
“kalau sekolah mungkin gua udah SMP, tapi karena harus kerja begini, gua dah ngelupain
jaman sekolah”
B. Diagnosa Keperawatan
DSM-IV menuliskan sejumlah gangguan berhubungan dengan inhalan tetapi
mengandung kriteria diagnostic spesifik hanya untuk intoksikasi inhalan dalam bagian
gangguan berhubungan dengan inhalan. Gangguan berhubungan dengan inhalan lain
mempunyai kriteria diagnostiknya yang dijelaskan dalam bagian DSM-IV yang secara
spesifik membicarakan gejala utama, sebagai contohnya gangguan psikotik akibat inhalan.
Gangguan berhubungan dengan inhalan:
1. Gangguan penggunaan inhalan
a. Ketergantungan inhalan
b. Penyalahgunaan inhalan
2. Gangguan akibat inhalan
a. Intoksikasi inhalan
b. Delirium intoksikasi inhalan
c. Demensia menetap akibat inhalan
d. Gangguan psikotik akibat inhalan, dengan waham
Sebutkan jika: dengan onset selama intoksikasi
e. Gangguan psikotik akibat inhalan, dengan halusinasi
Sebutkan jika: dengan onset selama intoksikasi
f. Gangguan mood akibat inhalan
Sebutkan jika: dengan onset selama intoksikasi
g. Gangguan kecemasan akibat inhalan
Sebutkan jika: dengan onset selama intoksikasi
h. Gangguan berhubungan inhalan yang tidak ditentukan
Kriteria diagnostic untuk Intoksikasi inhalan :
1. Pemakaian inhalan volatin yang disengaja dan belum lama atau pemaparan dengan inhalan
volatile jangka pendek dan dosis tinggi ( termasuk gas anastetik dan vasodilator kerja
singkat).
2. Perilaku maladaptive atau perubahan psikologis yang bermakna secara klinis ( misalnya,
kenakalan, penyerangan, apati, gangguan pertimbangan, gangguan fungsi social atau
pekerjaan) yang berkembang selama, atau segera setelah, atau pemakaian atau pemaparan
dengan inhalan volatile.
3. Dua atau lebih tanda berikut, yang berkembang selama, atau segera setelah, pemakaian atau
pemaparan dengan inhalan.
a. Pusing
b. Nistagmus
c. Inkoordinasi
d. Bicara cadel
e. Gaya berjalan tidak mantap
f. Letargi
g. Depresi reflek
h. Retardasi psikomotor
i. Tremor
j. Kelelahan otot umum
k. Pandangan kabur atau diplopia
l. Stupor atau koma
m. Euphoria
4. Gejala bukan karena kondisi medis umum dan tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan
mental lain.
Beberapa masalah keperawatan yang dapat ditemukan :
1. Ketergantungan inhalan dan penyalahgunaan inhalan :
Sebagian besar orang kemungkinan menggunakan inhalan untuk waktu yang singkat dan
tidak mengembangkan pola penggunaan jangka panjang yang menyebabkan ketergantungan
dan penyalahgunaan. Namun demikian, ketergantungan dan penyalahgunaan inhalan terjadi
dan didiagnosis menurut standar kriteria DSM-IV untuk sindroma tersebut.
2. Intoksikasi inhalan :
Kriteria diagnostic DSM-IV untuk intoksikasi inhalan menetukan adanya perubahan
perilaku maladaptive dan sekurangnya dua gejala fisik. Keadaan intoksikasi sering kali
ditandai oleh apati, penurunan fungsi social, dan pekerjaan , gangguan pertimbangan, dan
perilaku impulsive atau agresif. Orang kemungkinan selanjutnya menjadi amnestic tentang
periode intoksikasi. Intoksikasi sering kali disertai dengan mual, anoreksia, nistagmus,
penurunan reflex dan diplopia. Status neurologis pemakai dapat berkembang menjadi stupor
dan tidak sadar pada dosis tinggi dan pemaparan yang lama. Dokter sering kali dapat
mengindentifikasi pemakai inhalan yang baru oleh adanya bercak kemerahan di sekitar dubur
dan mulut pasien, bau nafas yang tidak biasa, residu zat inhalan pada wajah, tangan , atau
pakaian pasien, dan iritasi pada mata, tenggorok, paru-paru dan hidung pasien.
3. Delirium intoksikasi inhalan :
DSM-IV memberikan suatu kategori diagnostic untuk delirium intoksikasi inhalan.
Delirium dapat disebabkan oleh efek inhalan itu sendiri oleh interaksi farmakodinamik
dengan zat lain, dan oleh hipoksia yang mungkin menyertai inhalan atau metode inhalasinya.
Juka delirium menyebabkan gangguan perilaku yang berat, pengobatan jangka pendek
dengan antagonis, reseptor dopain-sebagai contohnya, haloperidol (hadol) mungkin
diperlukan. Benzodiasepin harus dihindari karena kemungkinan menambah depresi
pernafasan pasien.
4. Demensia menetap akibat inhalan :
Demensia menetap akibat inhalan atau (inhalan-induced persisting dementia) seperti
delirium, mungkin disebabkan oleh efek neurotoksik inhalan sendiri, efek neurotoksik logam
yang sering digunakan dalam inhalan (sebagai contohnya timbal) atau efek periode hipoksia
yang sering dan lama. Demensia yang disebabkan oleh inhalan kemungkinan tidak reversible
sama sekali kecuali pada kasus yang paling ringan.
5. Gangguan psikotik akibat inhalan :
Gangguan psikotik akibat inhalan (inhalant-induced-psychotic disorder) adalah diagnosis
DSM-IV. Klinisi dapat menntukan apakah halusinasi atau waham merupakan gejala yang
menonjol. Keadaan paranoid kemungkinan merupakan sindroma psikotik yang paling sering
selama intoksikasi inhalan.
6. Gangguan mood dan gangguan kecemasan akibat inhalan :
Gangguan mood akibat inhalan (inhalant-induced mood disorder) dan gangguan
kecemasan akibat inhalan ( inhalant-induced anxiety disorder) adalah diagnosis DSM-IV
yang memungkinkan klasifikasi gangguan berhubungan ddengan inhalan yang ditandai
dengan gejala mood dan kecemasan yang menonjol. Depresi merupakan gangguan mood
yang paling sering berhubungan dengan penggunaan inhalan, dan gangguan panic serta
gangguan kecemasan menyeluruh adalah gangguan kecemasan yang paling sering.
Berikut adalah beberapa diagnosa keperawatan pada pasien dengan gangguan
penyalahgunaan napza : inhalan sesuai dengan kasus yang ada.
Berdasarkan Marilynn E. Doenges tahun 2007 dalam buku Rencana Asuhan Keperawatan
Psikiatri.
Diagnosa Keperawatan 1
DIAGNOSIS KEPERAWATAN Gangguan Sensori/Persepsi
Dapat dihubungkan dengan : Gangguan Kimiawi : eksogen (stimulan atau
depresi SSP, obat-obatan yang dapat
mengganggu pikiran)
Gangguan penerimaan, transmisi, dan/atau
integrasi sensorik : gangguan status organ
sensorik
Kemungkinan Ditandai oleh : Pikiran aneh, ansietas/panik
Preokupasi yang disertai dengan/terlihat
sebagai respon terhadap stimulus internal
dari halusinasi yang dialami (missal bersikap
“sedang mendengarkan” sesuatu, tertawa dan
bicara pada diri sendiri, berhenti saat sedang
berbicara dan mendengarkan sesuatu,
membuka pakaian, mencoba “mengusir
kutu”)
Perubahan ketajaman sensorik, penurunan
persepsi nyeri
Hasil yang Diinginkan/Kriteria
Evaluasi-Klien akan :
Membedakan realitas dengan gangguan
persepsi
Menyadari bahwa halusinasi dapat
disebabkan oleh penggunaan obat-obatan.
Diagnosa Keperawatan 2
DIAGNOSIS KEPERAWATAN KETAKUTAN/ANSIETAS
Dapat dihubungkan dengan : Delusi paranoid berhubungan dengan
penggunaan stimulant
Kemungkinan Ditandai dengan : Perasaan/keyakinan bahwa orang lain bekerja
sama untuk melawan atau
menyerang/membunuh klien.
Hasil yang diinginkan/kriteria
Evaluasi-Klien akan :
Mengenal rasa takut sebelum bereaksi
terhadap rasa takut
Mendiskusikan realitas berdasarkan rasa takut
yang dialaminya kepada staff
Melaporkan rasa takut/ansietas yang
berkurang sampai tingkat yang mampu
diatasi.
Menunjukkan tentang perasaan yang tepat
dank lien terlihat rileks.
Diagnosa Keperawatan 3
DIAGNOSIS KEPERAWATAN NUTRISI : perubahan, kurang dari kebutuhan
tubuh
Dapat dihubungkan dengan : Anoreksia (penggunaan stimulant)
Kurangnya/tidak tepatnya penggunaan
sumber dana
Kemungdkinan Ditandai oleh : Adanya laporan/ observasi asupan yang tidak
adekuat
Kurangnya mint pada makanan : penurunan
berat badan
Tonus otot lemah
Adanya tanda/hasil laboratorium yang
menunjukkan defisiensi vitamin
Memperlihatkan peningkatan berat badan
yang sesuai dengan tujuan
Menyatakan pemahaman tentang faktor
penyebab dan kebutuhan nutrisi individu
Mengidentifikasi pilihan makanan yang tepat,
perubahan gaya hidup untuk mencapai
kembali/mempertahankan berat badan yang
diharapkan.
Diagnosa Keperawatan 4
DIAGNOSIS KEPERAWATAN GANGGUAN POLA TIDUR
Faktor resiko meliputi : Perubahan sensori SSP : faktoe eksternal
(penggunaan stimulant), faktor internal
(stress psikologis)
Kemungkinan Ditandai oleh : Perubahan siklus tidur, awalnya ditandai
dengan insomnia kemudian menjadi
hypersomnia
Kewaspadaan yang konstan, memacu pikiran
yang mencegah klien beristirahat.
Menyangkal kebutuhan tidur atau
melaporkan ketidakmampuan untuk tetap
terjaga.
Hal yang diinginkan/Kriteria
Evaluasi-Klien akan :
Tidur pada malam hari selama 6-8 jam
Dalam sehari beristirahat sebentar dengan
cara yang tepat
Menyatakan dapat beristirahat saat terjaga.
C. Rencana Tindakan
Rencana tindakan pada Diagnosa Keperawatan 1
TINDAKAN / INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
Catat preokupasi, respon, sikap dan
kemampuan sosial klien
Bantu klien memeriksa persepsinya
secara verbal, berikan informasi
yang sedang terjadi.
Membantu perawat mengkaji ada atau tidak
halusinasi tanpa stimulasi yang berlebihan
secara verbal pada klien.
Dapat menenangkan klien dan meyakinkan
keselamatannya dan meyakinkan bahwa
formikasi (ilusi adanya serangga merayap di
akui status emosi klien, beritahu
klien bahwa keselamatannya akan
dijaga.
Eksplorasi cara-cara menenangkan
klien.
Anjurkan klien untuk menggunakan
teknik relaksasi (misal nafas dalam,
memfokuskan perhatian pada
perawat).
waspadai gangguan sensasi dan
persepsi yang mungkin dapat
menyebabkan trauma ( misal
kewaspadaan terhadap tindakan
klien yang membakar dirinya dengan
rokok, garukan yang berlebihan pada
serangga yang sedang merayap pada
kulitnya [yang mungkin dirasakan
seperti masuk ke kulit], tanpa
disengaja membahayakan diri
dengan penilaian buruk atau
kesalahan persepsi). (Rujuk ke DK :
membahayakan diri sendiri / orang
lain, risiko.)
tubuhnya) atau kesalahan persepsi lain tidak
terjadi.
Respon empati dapat menurunkan intensitas
takut klien.
Relaksasi akan meningkatkan pandangan
yang positif, mengalihkan dari pandangan
yang negatif dan meningkatkan kejelasan
persepsi. Catatan : teknik visualisasi /
imajinasi terbimbing dan sentuhan mungkin
dapat meningkatkan agitasi / halusinasi dan
biasanya tidak dianjurkan.
Penggunaan amfetamin menyebabkan
gangguan kemampuan untuk menilai
sehingga akan meningkatkan risiko
terjadinya trauma atau membahayakan diri.
Overdosis beberapa stimulant menyebabkan
halusinasi yang menakutkan, seringkali
berupa halusinasi.
Dengan mengetahui penyebab, efek, dan sifat
kesalahan persepsi yang temporer mungkin
dapat mengurangi rasa takut, ansietas dan
perasaan negatif. Hal tersebut dapat
menimbulkan harapan dan dikap yang positif.
Berikan informasi pada klien ( jika
klien sudah cukup tenang) tentang
sifat temporer halusinasi yang terjadi
akibat stimulant yang digunakan.
Rencana Tindakan pada Diagnosa Keperawatan 2
TINDAKAN / INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
Susun penugasan staff tetap dan
tekankan pentingnya sikap dapat
diandalkan, jujur, iklas, bertindak
tepat.
Akui perasaan yang dialami klien
( misal rasa takut, terror, merasa
dibebani, panic, ansietas, konfusi)
Lakukan komunikasi yang jelas dan
konkret.
Kaji kesiapan klien untuk bercanda
dan / atau diberi sentuhan.
Anjurkan klien untuk
mengungkapkan rasa takut/ ansietas
yang dialaminya.
Menciptakan rasa percaya dan hubungan
yang diperlukan untuk mengatasi rasa takut.
Empati dapat membantu klien mentoleransi/
mengatasi perasaannya sendiri.
Rasa takut secara negatif dapat memengaruhi
kemampuan seseorang untuk merasakan dan
mengintepretasikan stimulus. Rasa takut
merupakan hal yang serius bagi orang yang
merasakannya dan harus dihargai
keberadaannya. Canda dan sentuhan dapat
diintepretasikan secara keliru/ dapat
meningkatkan ansietas.
Mengungkapkan perasaan pada staff yang
dipercayai dapat menurunkan intensitas rasa
takut. Hal ini member kesempatan untuk
menjelaskan kesalah pahaman klien dan
memberikan rasa nyaman pada klien.
Klien dapat mengurangi rasa takutnya jika
klien memahami perbedaan antara realitas
dan delusi. Harus digunakan dengan hati-hati
Bantu klien melakukan penilaian
realitas atas rasa takutnya. Gunakan
konfrontasi yang halus.
karean sebagai penilaian realitas delusi
berisiko pada kepercayaan klien.
Rencana Tindakan pada Diagnosa Keperawatan 3
TINDAKAN/ INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
Pastikan pola asupan makanan
selama beberapa minggu terakhir.
Diskusikan kebutuhan/ kesukaan/
ketidaksukaan terhadap makanan.
Antisipasi adanya hiperfagia dan
timbang berat badan klien 2hari
sekali.
Berikan makanan dalam lingkungan
yang rileks dan tidak ada stimulus
bagi klien.
Anjurkan klien untuk makan sedikit
dan sering.
Kolaborasi
Dapatka/ periksa kembali hasil
laboratorium rutin ( misal :
pemeriksaan hitung sel darah [SDM]
; protein, albumin serum, kadar
Stimuli dapat menyebabkan penurunan nadsu
makan dan perubahan penilaian klien
terhadapkebutuhan nutrisi.
Akan lebih mempertahankan asupan
makanan yang diharapkan jika makanan
adalah kesukaan individu.
Makan yang berlebihan mungkin terjadi
akibat putus obat-obatan jrnid dtimulan dan
dapat mengakibatkan prningkatan berat
badan yang tiba-tiba/ tidak tepat.
Pengurangan stimulus membantu relaksasi
dan kemampuan klien berfokus saat makan.
Jumlah makanan yang sedikit dan sering
dapat mencegah/ mengurangi distress saluran
pencernaan.
Pengkajian status nutrisi diperlukan untuk
mengatasi sefesiensi yang sudah terjadi
sebelumnya dan mnengatasi anemia,
dehidrasi, atau ketosis.
Berguna untuk menetapkan nutrisi yang
dibutuhkan/ program diet.
vitamin, analisi urine ).
Konsultasi dengan ahli gizi.
Berikan multivitamin sesuai
indikasi.
Suplemen dapat membantu koreksi terhadap
defisiensi nutrisi.
Rencana Tindakan pada Diagnosa keperawatan 4
TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
Tentukan siklus tidur yang klien
harus tidur pada malam hari, terjaga
pada siang hari dengan istirahat
singkat sesuai kebutuhannya.
Kurangi stimulus dan tingkatkan
relaksasi terutama pada waktu tidur;
anjurkan klien untuk lakukan
rutinitas sebelum tidur (misal mandi
air hangat, minum susu hangat,
meregangkan otot tubuh).
Beri kesempatan klien menghirup
udara segar, melakukan olah raga
ringan nonkafein dan berikan klien
lingkungan yang tenang sesuai
toleransinya
Istirahat dan tidur yang adekuat dapat
meningkatkan status emosi; pemulihan pola
yang regular merupakan prioritas tindakan
untuk para pemakai stimulant yang
mengalami gangguan tidur
Klien mebutuhkan ketenangan agar dapat
beristirahat
Meningkatkan rasa kantuk atau keinginan
tidur
D. Evaluasi
1. Apakah pasien telah mengalami kemajuan yang berarti untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan ?
2. Dapatkah pasien berkomunikasi seperti biasa tanpa perlu membela diri ?
3. Apakah pasien mampu bereaksi dengan tepat, mengatasi tuntutan kehidupan sehari-hari
tanpa menggunakan obat ?
4. Apakah pasien terlibat aktif pada berbagai kegiatan, menggunakan sumber kegiatan sosial
eksternal ?
5. Apakah pasien menggunakan sumber internal secara konsisten agar dapat produktif di tempat
bekerja dan terlibat dalam hubungan interpersonal yang berarti.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan Psikiatri Edisi 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta.
Kaplan, Sadock. 1997. Sinopsis Psikiatri Edisi 7. Penerbit Bina Rupa Aksara : Jakarta.
Stuart, Gail Wiscarz. 1998. Keperawatan Jiwa Edisi III. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta.
http://www.drugabuse.gov/publications/research-reports/inhalant-abuse/what-are-inhalants (diunduh tanggal 26 Juni 2012)http://www.justice.gov/dea/concern/inhalants.html (diunduh tanggal 26 Juni 2012)http://www.pom.go.id/public/siker/desc/produk/inhalen.pdf (diunduh tanggal 26 Juni 2012)