asuhan keperawatan limfoma maligna

36
TINJAUAN TEORI 2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Limfatik 2.1.1 Anatomi Sistem Limfatik Sistem limfatik adalah suatu sistem sirkulasi sekunder yang berfungsi mengalirkan limfa atau getah bening di dalam tubuh. Selain sistem peredaran darah, manusia juga mempunyai sistem peredaran getah bening (limfa) yang keduanya berperan dalam sistem transportasi. Sistem limfatik berkaitan erat dengan sistem peredaran darah. Sistem limfatik terdiri dari organ-organ limfatik, yaitu sumsum tulang, tonsil, thymus, limpa (spleen), dan nodus limfa yang dihubungkan oleh pembuluh limfa. Dalam organ dan pembuluh limfa tersebut terdapat cairan limfa (getah bening). Dalam cairan limfa terdapat sel-sel imun seperti sel darah putih dan limfosit yang melawan patogen dan sel kanker (Azlina, 2004). (1) Pembuluh limfatik Struktur pembuluh limfa serupa dengan vena kecil, tetapi memiliki lebih banyak katup sehingga pembuluh limfa tampaknya seperti rangkaian petasan atau tasbih. Pembuluh limfa yang terkecil atau kapiler limfa lebih besar dari kapiler darah dan terdiri atas selapis endotelium. Pembuluh limfa bermula sebagai jalinan halus kapiler yang sangat kecil atau sebagai rongga-rongga limfa di dalam

Upload: choirul-anwar

Post on 01-Feb-2016

216 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

Limfoma maligna merupakan penyakit keganasan primer dari jaringan limfoid yang bersifat padat (solid), meskipun dapat menyebar secara sistemik (Handayani & Haribowo, 2008).

TRANSCRIPT

Page 1: Asuhan Keperawatan Limfoma Maligna

TINJAUAN TEORI

2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Limfatik

2.1.1 Anatomi Sistem Limfatik

Sistem limfatik adalah suatu sistem sirkulasi sekunder yang berfungsi

mengalirkan limfa atau getah bening di dalam tubuh. Selain sistem peredaran

darah, manusia juga mempunyai sistem peredaran getah bening (limfa) yang

keduanya berperan dalam sistem transportasi. Sistem limfatik berkaitan erat

dengan sistem peredaran darah. Sistem limfatik terdiri dari organ-organ

limfatik, yaitu sumsum tulang, tonsil, thymus, limpa (spleen), dan nodus limfa

yang dihubungkan oleh pembuluh limfa. Dalam organ dan pembuluh limfa

tersebut terdapat cairan limfa (getah bening). Dalam cairan limfa terdapat sel-

sel imun seperti sel darah putih dan limfosit yang melawan patogen dan sel

kanker (Azlina, 2004).

(1) Pembuluh limfatik

Struktur pembuluh limfa serupa dengan vena kecil, tetapi memiliki

lebih banyak katup sehingga pembuluh limfa tampaknya seperti rangkaian

petasan atau tasbih. Pembuluh limfa yang terkecil atau kapiler limfa lebih

besar dari kapiler darah dan terdiri atas selapis endotelium. Pembuluh

limfa bermula sebagai jalinan halus kapiler yang sangat kecil atau sebagai

rongga-rongga limfa di dalam jaringan berbagai organ. Pembuluh limfa

khusus di vili usus halus yang berfungsi sebagai absorpsi lemak

(kilomikron) disebut lacteal villi (Yanwirasti, 2010).

Pembuluh limfa berfungsi untuk mengangkut cairan untuk kembali

ke peredaran darah. Limfa sebenarnya merupakan cairan plasma darah

yang merembes keluar dari pembuluh kapiler di sistem peredaran darah

dan kemudian menjadi cairan intersisial ruang antarsel pada jaringan.

Pembuluh limfa dibedakan menjadi dua (Pearce, 2000), yaitu:

a. Pembuluh limfa kanan (duktus limfatikus dekster)

Pembuluh limfa kanan terbentuk dari cairan limfa yang berasal dari

daerah kepala dan leher bagian kanan, dada kanan, lengan kanan,

jantung, dan paru-paru yang terkumpul dalam pembuluh limfa.

Page 2: Asuhan Keperawatan Limfoma Maligna

Pembuluh limfa kanan bermuara di pembuluh balik (vena) di bawah

selangka kanan.

b. Pembuluh limfa kiri (duktus limfatikus toraksikus)

Pembuluh limfa kiri disebut juga pembuluh dada. Pembuluh limfa kiri

terbentuk dari cairan limfa yang berasal dari kepala dan leher bagian

kiri dan dada kiri, lengan kiri, dan tubuh bagian bawah. Pembuluh

limfa ini bermuara di vena bagian bawah selangka kiri.

Gambar 2.1 Pembuluh limfa

Peredaran limfa merupakan peredaran yang terbuka. Peredaran ini

dimulai dari jaringan tubuh dalam bentuk cairan jaringan. Cairan jaringan

ini selanjutnya akan masuk ke dalam kapiler limfa. Kemudian kapiler

limfa akan bergabung dengan kapiler limfa yang membentuk pembuluh

limfa yang lebih besar dan akhirnya bergabung menjadi pembuluh limfa

besar yaitu pembuluh limfa kanan dan kiri. Kurang lebih 100 ml cairan

limfa akan dialirkan oleh pembuluh limfa menuju vena dan dikembalikan

ke dalam darah.

(2) Organ limfatik

Organ limfatik dibedakan menjadi dua, yaitu organ limfatik primer

dan sekunder.

a. Organ limfatik primer

Page 3: Asuhan Keperawatan Limfoma Maligna

a) Sumsum tulang merah

Sumsum tulang merah merupakan jaringan penghasil limfosit. Sel-

sel limfosit yang dihasilkan tersebut akan mengalami

perkembangan. Limfosit yang berkembang di dalam sumsum

tulang akan menjadi limfosit B. Sedangkan limfosit yang

berkembang di dalam kelenjar timus akan menjadi limfosit T.

Limfosit-limfosit ini berperan penting untuk melawan penyakit.

b) Kelenjar thymus

Kelenjar thymus memiliki fungsi spesifik, yaitu tempat

perkembangan limfosit yang dihasilkan dari sumsum merah untuk

menjadi limfosit T. Timus tidak berperan dalam memerangi

antigen secara langsung seperti pada organ-organ limfoid yang

lain. Untuk memberikan kekebalan pada limfosit T ini, maka timus

mensekresikan hormon tipopoietin.

b. Organ limfatik sekunder

a) Nodus limfa

Berbentuk kecil lonjong atau seperti kacang dan terdapat di

sepanjang pembuluh limfa. Nodus limfa terbagi menjadi ruangan

yang lebih kecil yang disebut nodulus. Nodulus terbagi menjadi

ruangan yang lebih kecil lagi yang disebut sinus. Di dalam sinus

terdapat limfosit dan makrofag. Fungsi nodus limfa adalah untuk

menyaring mikroorganisme yang ada di dalam limfa. Kelompok-

kelompok utama terdapat di dalam leher, axial, thorax, abdomen,

dan lipatan paha.

b) Limpa

Limpa merupakan organ limfoid yang paling besar. Kelenjar yang

dihasilkan dari limpa berwarna ungu tua. Limpa terletak di

belakang lambung. Fungsi limpa antara lain membunuh kuman

penyakit, membentuk sel darah putih (leukosit) dan antibodi, serta

menghancurkan sel darah merah yang sudah tua.

c) Nodulus Limfatikus

Page 4: Asuhan Keperawatan Limfoma Maligna

Sekumpulan jaringan limfatik yang tersebar di sepanjang jaringan

ikat yang terdapat pada membran mukus yang membatasi dinding

saluran pencernaan, saluran reproduksi, saluran urin, dan saluran

respirasi. Beberapa bentuk nodulus limfatikus yaitu tonsil dan

folikel limfatik. Tonsil terdapat di tenggorokan. Folikel limfatik

terdapat di permukaan dinding usus halus. Letak nodulus

limfatikus sangat strategis untuk berperan dalam respon imun

melawan zat asing yang masuk dalam tubuh melalui pencernaan

atau pernafasan.

Gambar 2.2 Lokasi dan penyebaran pembuluh limfatik dan organ limfatik

dalam tubuh

2.1.2 Fisiologi Sistem Limfatik

Secara garis besar, sistem limfatik mempunyai fungsi (Gibson, 2008):

1. Aliran cairan interstisial

Cairan interestial yang menggenangi jaringan secara terus menerus yang

diambil oleh kapiler kapiler limfatik disebut dengan Limfa. Limfa mengalir

melalui sistempembuluh yang akhirnya kembali ke sistem sirkulasi. Ini dimulai

pada ekstremitas dari sistem kapiler limfatik yang dirancang untuk menyerap

cairan dalam jaringan yang kemudian dibawa melalui sistem limfatik yang

bergerak dari kapiler ke limfatik (pembuluh getah bening) dan kemudian ke

Page 5: Asuhan Keperawatan Limfoma Maligna

kelenjar getah bening. Getah bening ini disaring melalui benjolan dan keluar dari

limfatik eferen. Dari sana getah bening melewati batang limfatik dan akhirnya ke

dalam saluran limfatik. Pada titik ini getah bening dilewatkan kembali ke dalam

aliran darah dimana perjalanan ini dimulai lagi.

2. Produksi limfosit

Limfosit diproduksi dalam limfonodi dan mengalir sepanjang pembuluh

limfe ke dalam ductus thoracicus ke dalam darah.

3. Mencegah Infeksi

Sementara kapiler getah bening mengumpulkan cairan interstisial mereka

juga mengambil sesuatu hal lain seperti virus dan bakteri, ini terbawa dalam getah

bening sampai mereka mencapai kelenjar getah bening yang mana dirancang

untuk menghancurkan virus dan bakteri dengan menggunakan berbagai metode.

Pertama sel makrofag menelan bakteri, ini dikenal sebagai fagositosis. Kedua sel

limfosit menghasilkan antibodi, ini dikenal sebagai respon kekebalan tubuh.

Proses ini diharapkan akan berhubungan dengan semua infeksi yang berjalan

melalui getah bening tetapi sistem limfatik tidak meninggalkan ini di sana.

Beberapa sel Limfosit akan meninggalkan node dengan perjalanan di getah bening

dan memasuki darah ketika getah bening bergabung kembali, ini memungkinkan

untuk menangani infeksi pada jaringan lain.

Ini bukan satu-satunya daerah dimana perlawanan berlangsung, limpa juga

menyaring darah dengan cara yang sama seperti sebuah nodus yang menyaring

getah bening, sel B dan sel T yang bermigrasi dari sumsum tulang merah dan

Thymus yang telah matang pada limpa (Ada 3 jenis sel T yang menakjubkan, itu

adalah memori T sel yang dapat mengenali patogen yang telah memasuki tubuh

sebelumnya. Dan dapat menangani mereka dengan lebih cepat, sel T lainnya

disebut helper dan sitotoksik) yang melaksanakan fungsi kekebalan, sedangkan sel

makrofag limpa menghancurkan sel-sel darah patogen yang dilakukan oleh

fagositosis. Ada nodul limfatik seperti amandel yang menjaga terhadap infeksi

bakteri yang mana ini menggunakan sel limfosit. Kelenjar timus mematangkan sel

yang diproduksi di sumsum tulang merah. Setelah sel-sel ini matang, sel – sel ini

kemudian bermigrasi ke jaringan limfatik seperti amandel yang mana kemudian

berkumpul pada suatu wilayah dan mulai melawan infeksi. Sumsum tulang Merah

Page 6: Asuhan Keperawatan Limfoma Maligna

memproduksi sel B dan sel T yang bermigrasi ke daerah lain dari sistem getah

bening untuk membantu dalam respon kekebalan.

4. Pengangkutan Lipid

Jaringan kapiler dan pembuluh juga mengangkut lipid dan vitamin yang

larut lemak A, D, E dan K ke dalam darah, yang menyebabkan getah bening

berubah warna menjadi krem. Lipid dan vitamin yang diserap dalam saluran

pencernaan dari makanan dan kemudian dikumpulkan oleh getah bening pada saat

ini dikirimkan ke darah. Tanpa sistem limfatik kita akan berada dalam kesulitan,

memiliki masalah dengan banyak penyakit. Jaringan tubuh akan menjadi macet

dengan cairan dan sisa -sisa yang membuat kita menjadi bengkak. Kita juga akan

kehilangan vitamin yang diperlukan.

2.2 Definisi

Limfoma adalah neoplasma padat yang mengandung sel-sel asal

limforetiklar. Tumor-tumor ini mencakup tumor sistem imun, karena prinsip

komponen selulernya adalah limfosit. Organ limfofortikuler mencakup

limfonodus, limpa, sumsum tulang, hati dan submukosa saluran gastrointestinal

dan saluran pernapasan (Tambayong, 2010).

Limfoma Maligna merupakan beragam kelompok kanker klinis maupun

patologis dengan pembesaran yang tidak diketahui penyebabnya dan ditandai

dengan peningkatan limfosit, histosit, prekusornya (Daniels & Nicoll, 2012;

Mead, 2003). Perjalanan penyakit bermula dari nodus limfa namun dapat

mengenai jaringan limfoid di splen, saluran pencernaan, hati atau sumsum tulang.

Penyakit ini digolongkan berdasarkan derajat diferensiasi sel dan asal sel maligna

predominannya (Smeltzer et al, 2010).

Limfoma maligna merupakan penyakit keganasan primer dari jaringan

limfoid yang bersifat padat (solid), meskipun dapat menyebar secara sistemik

(Handayani & Haribowo, 2008).

Ada dua jenis Limfona Maligna, yakni HodgKin’s Disease (HD) dan Non

Hodgkin’s Lymphoma (NHL). HD dapat diketahui dari limfosit B yang

mengalami pembesaran abnormal, dan setelah dibiopsi terdapat sel Reed-Stenberg

(sel Hodgkin) (White, Duncan & Baumle, 2013). Sedangkan NHL termasuk dari

Page 7: Asuhan Keperawatan Limfoma Maligna

semua limfoma maligna yang tidak memiliki sel Reed-Stenberg, dan memiliki

lebih dari 12 subtipe (Winkleman, Workman, & Hausman, 2010).

2.3 Etiologi dan Faktor Risiko

Etiologi pasti dari kedua jenis limfoma tidak diketahui secara pasti

(Winkleman, Workman, & Hausman, 2010). Menurut Tambayong (2000)

etiologi dari limfoma maligna mencakup hereditas, pemajanan terhadap

karsinogen lingkungan, imunosupresi, dan pemajanan virus dan onkogenik.

Faktor resiko dari HD di antaranya penurunan imunitas tubuh dan infeksi dengan

implikasi dari penyakit yang disebabkan virus tertentu, yang paling banyak

adalah infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) (Daniels & Nicoll, 2012; Mehta &

Hoffbrand, 2005). Sedangkan faktor resiko LNH adalah infeksi virus (EBV,

Burkitt’s Limfoma/BL, Human T-cell leukimia virus (HTLV-1), infeksi bakteri

(contoh: Helicobacterpylori), radiasi, obat tertentu (contoh: Phenytoin) atau terapi

immunosuppresant yang diberikan dalam jangka waktu yang lama, penyakit

autoimun (Sjorgen’s Syndrome, Rheumatioid Arthritis), dan penekan imun

(AIDS, post-transplantasi) (Daniels & Nicoll, 2012; Mehta & Hoffbrand, 2005).

2.4 Patofisiologi

2.3.1 Hodgkin’s disease (HD)

HD tumbuh pada satu nodus limfa atau sebuah rantai nodus yang

kemudian menyebar melalui sistem limfatik. Nodus limfa yang terinfeksi

mengandung sel Reed-Stenberg, yang mana dikelilingi oleh sel inflamasi asal.

Invasi HD tidak hanya pada nodus limfa, namun juga pada jaringan limfatik

ditubuh seperti liver, spleen, dan sumsum tulang. Invasi jaringan ini menentukan

prognosis dari penyakit. Pengkategorian derajat penyakit (staging) menggunakan

Ann Arbor Staging System ) (Daniels & Nicoll, 2012; White, Duncan & Baumle,

2013).

Keberadaan sel Reed-Stenberg merupakan penanda patologis dari

penyakit. Namun empat subtipe histologis dari Hodgkin’s disease (HD) telah

dikenal, yakni: lymphocyte predominanee, nodular selerosis, mixed cellularity,

dan lymphocyte depletion. Lymphocyte predominanee dan nodular selerosis

Page 8: Asuhan Keperawatan Limfoma Maligna

memiliki prognosis yang terbaik. Sedangkan lymphocyte depletion adalah yang

terburuk. Nodular selerosis adalah yang paling banyak muncul dengan lokasi

ditemukan paling umum di nodus supraclavicular dan cervical (White, Duncan &

Baumle, 2013).

Asal dari sel Reed-Stenberg masih tidak jelas, namun dimungkinkan sel ini

berasal dari limfosit sel B atau makrofag. Staging yang akurat sangat krusial

untuk menentukan regimen pengobatan yang akan digunakan, karena nya

prognosis paling penting ditentukan oleh ketepatan penentuan stage penyakit pada

saat diagnosis (White, Duncan & Baumle, 2013).

2.3.2 Non-Hodgkin’s Lymphoma (NHL)

Menyebar melalui pembuluh darah. NHL diklasifikasikan agresif atau

indolent. NHL yang agresif sangat cepet bertumbuh, sehingga pasien terlihat sakit

saat diagnosis. Karena penyakit biasanya terungkap pada stage awal, penanganan

lebih sesuai harapan. NHL yang agresif dibagi menjadi dua: tingkat intermediate

dan tingkat tinggi. Meskipun penanganannya berbeda, keduanya dapat diobati.

NHL yang indolent bertumbuh secara lambat, sehingga biasanya terlanjur

menyebar secara luas sebelum terdiagnosa. Bahkan setelah penanganan,

kebanyakan pasien dengan NHL indolent mengalami relaps (Daniels & Nicoll,

2012). Identifikasi yang akurat dari patologi histologi sangat krusial untuk

menentukan rencana tindakan. Satu klasifikasi memecah NHL menjadi limfositik,

histiositik, dan tipe sel campuran yang masing-masing dapat muncul secara

nodular atau berdisfusi pada pemeriksaan mikroskopis. Dibagi menjadi subdivisi

“favorable” dan “unfavorable” histology. Secara umum pola nodular dari

struktur sel lebih favorable prognosisnya daripada yang difusi. Sitologi limfositik

lebih favorable daripada histiositik, dan sel campuran berada ditengah-tengah

prognosisnya (White, Duncan & Baumle, 2013).

2.3.3 Staging Limfoma Malignant

Sistem staging menggunakan Ann Arbor Staging System. Ada yang

menyebutkan sistem ini hanya untuk tipe Hodgkin’s disease, namun ada juga yang

berpendapat dapat juga digunakan untuk yang Non-Hodgkin’s Limfoma.

Klasifikasinya antara lain (Mead, 2013):

Stage I : Area limfoid tunggal atau lokasi ekstra nodal tunggal

Page 9: Asuhan Keperawatan Limfoma Maligna

Stage II : Dua area limfoid atau lokasi ekstra nodal pada sisi diafragma

yang sama

Stage III : Area limfoid termasuk spleen pada dua sisi diafragma

Stage IV : Berdifusi melibatkan organ ekstranodal seperti : Liver dan

sumsum tulang

Tanda penyerta :

A : tanpa gejala

B : demam, berkeringat malam hari, BB turun 10% dalam 6 bulan

X : penyakit Bulky >1/3 lebar mediastinum

E : penyakit ekstra limfoid (paru-paru, kulit)

(Smeltzer et al, 2010)

2.5 Manifestasi Klinis

2.4.1 Hodgkin’s Disease (HD)

Pasien dengan Hodgkin’s Disease (HD) memiliki satu atau lebih

pembesaran nodus limfe tanpa nyeri dari obstruksi dan tekanan yang disebut

Lymphomadenopathy. Area yang paling umum ditemukan gejala ini adalah

servical dan subclavikula. Pembesaran nodus biasanya cukup tegas untuk dapat

dipalpasi dan pasien mungkin akan mengetahui kemunculan nodus tersebut bpada

salah satu sisi leher.

Nodus tidak akan nyeri ketika ditekan dan tegas namun tidak keras, selain

dua lokasi yang telah disebutkan diatas, juga terdapat lokasi lain seperti nodus

mediastinal. Pembesaran pada lokasi ini terkadang menekan trakea sehingga

menyebabkan dispnea (Daniels & Nicoll, 2012 ; Smeltzer et. Al, 2010).

Manifestasi sistemik dari Hodgkin’s Disease (HD) diantaranya : demam,

penurunan berat badan, berkeringat pada malam hari, pruritus, dan malaise.

Herpes zoster terkadang terlihat. Nyeri terkadang muncul, namun penyebabnya

tidak diketahui. Seluruh organ tubuh rentan terkena Hodgkin’s Disease (HD),

dengan manifestasunya masing-masing akibat penekanan tumor, misalnya :

a) Batuk dan efusi pulmuner akibatinfiltrasi ke paru-paru

b) Nyeri setelah minum alkohol

Page 10: Asuhan Keperawatan Limfoma Maligna

c) Jaundice akibat infiltrasi ke hepar dan obstruksi duktus empedu

d) Nyeri abdomen dari pembesaran spleen dan retroperitonial

adenopathy

e) Nyeri tulang dari infiltrasi ke tulang

f) Anemia ringan

g) Jumlah white blood cell (WBC) naik atau turun

h) Sakit kepala, perubahan mental dan penurunan aktivitas karena

infiltrasi ke sistem saraf pusat (Smeltzer et.al, 2010 ; Daniels &

Nicoll, 2012).

2.4.2 Non Hodgkin’s Lymphoma (NHL)

Pasien dengan Non Hodgkin’s Lymphoma (NHL) memiliki gejala yang

sangat bervariasi, sesuai dengan penyebab yang berbeda dari penyakitnya. Pada

umumnya di fase awal penyakit perjalanannya berlangsung lambat, tanpa gejala

atau sangat sedikit yang muncul, dan penyakit tidak terdiagnosis hingga fase

lanjut, ketika pasien mulai merasakan gejalanya. Pada tahap III dan IV,

lymphadenopathy dapat dikenali, disertai gejala “B” yaitu : demam, berkeringat

pada malam hari, dan penurunan berat badan 10% atau lebih.

Gejala yang muncul pada Non Hodgkin’s Lymphoma (NHL) gampir sama

dengan Hodgkin’s Disease (HD), dengan perbedaan pada lokal atau sistemik

pembesaran rantai nodus limfa di servical, aksila, inguinal, dan femoral. Selain itu

lebih banyak lokasi nodul perifer dengan lebih sering melokalisir kelompok

nnodus aksial tunggal. Beberapa orang juga memiliki lokasi ekstranodul untuk

infiltrasi seperti nasofaring, sistem pencernaan, tulang, tiroid, testis, dan jaringan

lunak, serta ada yang tumbuh dan retroperitonial dan abdominal (Smeltzer et.al,

2010 ; Daniels & Nicoll, 2012).

2.6 Pemeriksaan Diagnostik

Diagnosa pada Hodgkin’s Disease (HD) menggunakan biopsi dengan

eksisi pada nodus limfa untuk menemukan cel Read-Sternberg. Setelah diagnosa

terkonfirmasi dan jenis histologi telah diketahui diperlukan pemeriksaan lanjut

untuk menentukan tahap penyakit. Pemeriksaan X-Ray dada dan CT scan dada,

abdomen, dan pelvis sangat krusial untuk mengidentifikasi lymphadenopathy

Page 11: Asuhan Keperawatan Limfoma Maligna

pada area tersebut. Pemeriksaan laboratorium sepeti CBC test, jumlah platelet,

ESR, serta fungsi hepar dan renaldapat dilakukan untuk melihat efek dari

pembesaran dari pembesaran nodus limfa tersebut . tes CBC mengkaji sumsum

tulang untuk mengetahui tahap penyakit (Smeltzer et.al, 2010; Daniels & Nicoll,

2012).

Diagnosa Non Hodgkin’s Lymphoma masuk ke dalam kategori klasifikasi

kompleks tingkat tinggi berdasarkan histopatologi, immunofenotip, dan analisis

sitogenetik dari sel maligna. Pemeriksaan Non Hodgkin’s Lymphoma (NHL)

hampir sama dengan Hodgkin’s Disease (HD) dengan pengecualian tidak

ditemukan sel red sternberg pada biopsi nodus limfa , namun menunjukkan

infiltrasi dari sel B atau T yang malignan pada sistem limfa, dan untuk biopsi

sumsum tulang tulang ditemukan tipe sel folikular. Diagnosa Non Hodgkin’s

Lymphoma (NHL) terkadang juga membutuhkan analisis cairan cerebrospinal

(Smeltzer et.al, 2010 ; Daniels & Nicoll, 2012 ; Dibulio & Jacson, 2007).

2.7 Penatalaksanaan

2.6.1 Terapi Radiasi dan Kemoterapi

Penatalaksanaan Hodgkin’s Disease (HD) tergantung pada tahap penyakit.

Hodgkin’s Disease (HD) yang terlokalisir, tahap I dan tahap II, ditangani dengan

terapi radiasi. Paisen yang mengalami mediastinal masif dan yang mengalami

relaps setelah terapi radiasi secara terpisah dapat ditangani dengan terapi

kombinasi terapi radiasi dan kemoterapi. Pasien yang memiliki gejala “B”

memerlukan penanganan yang lebih intens. Selama terapi radiasi pasien mungkin

mengalami penurunan berat badan, nausea, dan vomiting, reaksi kulit, esofagitis,

fatigue, dan supresi susmsum tulang. Oleh karenanya diperlukan monitoring

komponen darah. Jika WBC rendah, pasien bisa infeksi, jika RBC dan platelet

turun, maka pasien bisa mengalami perdarahan.

2.6.2 Farmakologi

Penanganan farmakologis pada Hodgkin’s Disease difokuskan untuk

mencegah efek samping dari tatalaksana utama. Ondansentron HCl (zofran)

digunakan untuk mengurangi nausea dan vomiting. Analgetik digunakan untuk

ketidaknyamanan karena esofagitis. Kombinasi zofran, granisetron (kytril) dan

Page 12: Asuhan Keperawatan Limfoma Maligna

ranitidine (zatrax) diberikan sebelum dan setelah kemoterapi untuk mencegah

nausea. Allopurinol (zyloprim) diberikan untuk mencegah batu asam urat dan

renal karena pembedahan sel yang sangat cepat selama terapi (White, Duncan, &

Baumle, 2013).

2.6.3 Manajemen Nutrisi

Diet untuk Hodgkin’s Disease (HD) adalaah makanan tinggi kalori tinggi

protein dan mendorong pasien untuk minum minimal 2500 ml air per hari untuk

mencegah pembentukan batu renal. Istirahat yang cukup diperlukan untuk

menangani kelemahan terapi (White, Duncan, & Baumle, 2013).

Penanganan Non Hodgkin’s Lymphoma menggunakan penatalaksanaan

yang sama dengan Hodgkin’s Disease (HD) dengan jenis kemoterapi yang

berbeda. Jika penyakit tidak agresif dapat menggunakan terapi radiasi. Namun

jika pada tahap awal penyakit sudah agresif dapat menggunakan terapi kombinasi

kemoterapi. Bentuk yang lebih menengah bmenggunakan kombinasi kemoterapi,

dan radioterapi untuk tahap I dan II (Smeltzer et al, 2010).

2.8 Komplikasi

Komplikasi yang dialami pasien dengan limfoma maligna dihubungkan

dengan penanganan dan berulangnya penyakit. Efek-efek umum yang merugikan

berkaitan dengan kemoterapi meliputi : alopesia, mual, muntah, supresi sumsum

tulang, stomatitis dan gangguan gastrointestinal. Infeksi adalah komplikasi

potensial yang paling serius yang mungkin dapat menyebabkan syok sepsis. Efek

jangka panjang dari kemoterapi meliputi kemandulan, kardiotoksik, dan fibrosis

pulmonal.

Efek samping terapi radiasi dihubungkan dengan area yang diobati. Bila

pengobatan pada nodus limfa servikal atau tenggorok maka akan terjadi hal-hal

sebagai berikut : mulut kering, disfagia, mual, muntah, rambut rontok, dan

penurunan produksi saliva. Bila dilakukan pengobatan pada nodus limfa

abdomen, efek yang mungkin terjadi adalah muntah, diare, keletihan, dan

anoreksia.

Page 13: Asuhan Keperawatan Limfoma Maligna

Komplikasi dapat terjadi pada LNH yang sudah mencapai stadium IV,

penyebaran limfoma selain pada kelenjar getah bening setidaknya pada satu organ

lain juga seperti sumsum tulang, hati, paru-paru atau otak.

2.9 Prognosis

LNH dapat dibagi kedalam 2 kelompok prognostik yaitu Indolent

Limfoma dan Agresif Limfoma. LNH memiliki prognosis yang relatif baik, dengan

median survival 10 tahun, tetapi biasanya tidak dapat disembuhkan pada stadium

lanjut. Sebagian besar tipe Indolen adalah noduler atau folikuler. Tipe limfoma

agresif memiliki perjalanan alamiah yang lebih pendek, namun lebih dapat

disembuhkan secara signifikan dengan kemoterapi kombinasi intensif. Resiko

kambuh lebih tinggi pada pasien dengan gambaran histologik “divergen” baik

pada kelompok Indolen maupun Agresif.

1. Derajat keganasan rendah: tidak dapat sembuh namun dapat hidup lama.

2. Derajat keganasan menengah: sebagian dapat disembuhkan

3. Derajat keganasan tinggi: dapat disembuhkan, cepat meninggal apabila

tidak diobati.

Page 14: Asuhan Keperawatan Limfoma Maligna

2.10 Asuhan Keperawatan Umum

2.11.1 Pengkajian

A. Pengumpulan data

a. Identitas

Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku/kebangsaan, pendidikan, pekerjaan,

alamat, dana, nomor register, tanggal Masuk Rumah Sakit , diagnosa medis.

b. Keluhan Utama

Keluhan yang paling dirasakan adalah nyeri telan.

c. Riwayat penyakit sekarang

1. Alasan MRS

Menjelaskan riwayat penyakit yang dialami adalah pasien mengeluh nyeri

telan dan sebelum MRS mengalami kesulitan bernafas, penurunan berat

badan, keringat dimalam hari yang terlalu banyak, nafsu makan menurun

nyeri telan pada daerah lymphoma.

2. Keluhan waktu didata

Dilakukan pada waktu melakukan pengkajian yaitu keluhan kesulitan

bernafas, dan cemas atas penyakit yang dideritanya.

d. Riwayat kesehatan Dahulu

Riwayat Hipertensi dan Diabetes mielitus perlu dikaji dan riwayat pernah

masuk RS dan penyakit yang pernah diderita oleh pasien.

e. Riwayat kesehatan keluarga

Terdapat riwayat pada keluarga dengan penyakit vaskuler: HT, penyakit

metabolik: DM atau penyakit lain yang pernah diderita oleh keluarga pasien.

f. ADL

1. Nutrisi

Perlu dikaji keadaan makan dan minum pasien meliputi : porsi yang

dihabiskan susunan menu, keluhan mual dan muntah, sebelum atau pada

waktu MRS, dan yang terpenting adalah perubahan pola makan setelah

sakit, terutama menyangkut dengan keluhan utama pasien yaitu kesulitan

menelan.

2. Istirahat tidur

Dikaji kebiasaan tidur siang dan malam, berapa jam sehari dan apakan ada

kesulitan waktu tidur dan bagaimana perubahannya setelah sakit klien

dengan LNH.

Page 15: Asuhan Keperawatan Limfoma Maligna

3. Aktifitas

Aktifitas dirumah atau dirumah sakit apakah ada kesenjangan yang berarti

misalnya pembatasan aktifitas, pada klien ini biasanya terjadi perubahan

aktifitas karena adanya limfoma dan penuruna aktifitas sosial karena

perubahan konsep diri.

4. Eliminasi

Mengkaji kebiasaan eliminasi alvi dan urin meliputi jumlah, warna,

apakah ada gangguan.

5. Personal Hygiene

Mengkaji kebersihan personal Hygiene meliputi mandi, kebersihan badan,

gigi dan mulut, rambut, kuku dan pakaian dan kemampuan serta

kemandirian dalam melakukan kebersihan diri.

6. Data Psikologi

Perlu dikaji konsep diri apakah ada gangguan dan bagaimana persepsi

klien akan penyakitnya terhadap konsep dirinya. Perlu dikaji karena

pasien sering mengalami kecemasan terhadfap penyakit dan prosedur

perawatan.

7. Data Sosial

Bagaimana hubungan klien dengan keluarga dan bagaimana peran klien

dirumah dan dirumah sakit. Pada klien dengan LNH mungkin terjadi

gangguan interaksi sosial karena perubahan body image sehingga pasien

mungkin menarik diri.

8. Data Spiritual

Bagaimana persepsi klien terhadap penyakit dan hubungan dengan agama

yang dianut.

B. Pemeriksaan Fisik

1. B1 (Breath)

Dispnea, takipnea, batuk non produktif, tanda-tanda distress pernapasan

(frekuensi dan kedalaman pernapasan meningkat, penggunaan otot bantu

pernapasan, stridor, sianosis) dan Parau (paralisis paringeal akibat tekanan

pembesaran kelenjar limfe terhadap saraf laringeal)

2. B2 (Blood)

Takikardia, disritmia, sianosis wajah akibat obstruksi drainase vena karena

pembesaran kelenjar limfe (jarang terjadi), ikterus sclera/umum akibat

Page 16: Asuhan Keperawatan Limfoma Maligna

kerusakan hati dan obstruksi duktus empedu (tanda lanjut), pucat (anemia),

diaphoresis, dan keringat malam.

3. B3 (Brain)

Nyeri saraf (neuralgia) yang menunjukkan terjadinya kompresi akar

saraf oleh pembesaran kelenjar limfe pada brakial, lumbal dan pleksus sacral

dan kelemahan otot, parastesi.

4. B4 (Bladder)

Nyeri tekan kuadran kanan atas, hepatomegali, nyeri tekan kuadran kiri atas,

splenomegaly, penurunan keluaran urin, warna lebih gelap/pekat, anuria

(obstruksi uretral, gagal ginjal), disfungsi usus dan kandung kemih (kompresi

spinal cord pada gejala lanjut).

5. B5 (Bowel)

Pembengkakan pada wajah, leher, rahang, atau ekstremitas atas (kompresi

vena cavasuperior) dan edema ekstremitas bawah, asites (kompresi vena cava

inferior oleh pembesaran kelenjar limfe intradominal).

6. B6 (Bone)

Integritas kulit: kemerahan, pruritus umum, vitiligo (hipopigmentasi).

C. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang

a) Biopsi:

1. Biopsi KGB dilakukan cukup pada 1 kelenjar yang paling representatif,

superfisial, dan perifer. Jika terdapat kelenjar superfisial/perifer yang

paling representatif, maka tidak perlu biopsi intraabdominal atau

intratorakal. Spesimen kelenjar diperiksa:

a. Rutin:

Histopatologi: sesuai kriteria REAL-WHO

b. Khusus

Imunohistokimia

2. Diagnosis harus ditegakkan berdasarkan histopatologi dan tidak cukup

hanya dengan sitologi. Pada kondisi tertentu dimana KGB sulit dibiopsi,

maka kombinasi core biopsy FNAB bersama-sama dengan teknik lain

(IHK, Flowcytometri dan lain-lain) mungkin mencukupi untuk diagnosis.

3. Tidak diperlukan penentuan stadium dengan laparotomy

Page 17: Asuhan Keperawatan Limfoma Maligna

b) Laboratorium:

1. Rutin

Hematologi:

a. Darah Perifer Lengkap (DPL) : Hb, Ht, leukosit, trombosit, LED,

hitung jenis

b. Gambaran Darah Tepi (GDT) : morfologi sel darah

Analisis urin: urin lengkap

Kimia klinik:

a. SGOT, SGPT, Bilirubin (total/direk/indirek), LDH, protein total,

albumin-globulin

b. Alkali fosfatase, asam urat, ureum, kreatinin

c. Gula Darah Sewaktu

d. Elektrolit: Na, K, Cl, Ca, P

e. HIV, TBC, Hepatitis C (anti HCV, HBsAg)

2. Khusus

a. Gamma GT

b. Serum Protein Elektroforesis (SPE)

c. Imunoelektroforesa (IEP)

d. Tes Coomb

e. B2 mikroglobulin

c) Aspirasi Sumsum Tulang (BMP) dan biopsi sumsum tulang dari 2 sisi spina

illiaca dengan hasil spesimen 1-2 cm.

d) Radiologi

Untuk pemeriksaan rutin/standard dilakukan pemeriksaan CT Scan

thorak/abdomen. Bila hal ini tidak memungkinkan, evaluasi sekurang-

kurangnya dapat dilakukan dengan : Toraks foto PA dan Lateral dan USG

seluruh abdomen.

e) Konsultasi THT

Bila Cincin Waldeyer terkena dilakukan laringoskopi.

f) Cairan tubuh lain (Cairan pleura, cairan asites, cairan liquor serebrospinal)

Jika dilakukan pungsi/aspirasi diperiksa sitologi dengan cara cytospin,

disamping pemeriksaan rutin lainnya.

g) Imunofenotyping

Page 18: Asuhan Keperawatan Limfoma Maligna

Minimal dilakukan pemeriksaan imunohitstokimia (IHK) untuk CD20 dan

akan lebih ideal bila ditambahkan dengan pemeriksaan CD45, CD3 dan CD56

dengan format pelaporan sesuai dengan kriteria WHO (kuantitatif).

h) Konsultasi jantung

Menggunakan echogardiogram untuk melihat fungsi jantung.

2.11.2 Diagnosa Keperawatan

1) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan deformitas dinding dada akibat

penekanan trakea

2) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis penekanan abdomen

3) Nausea berhubungan dengan tatalaksana radioterapi

4) Hipertermi berhubungan dengan penyakit Non Hodgkin’s Lymphoma

5) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya pruritus

2.11.3 Intervensi Keperawatan

1) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan deformitas dinding dada akibat

penekanan trakea

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 1x24 jam status

respirasi adekuat

KH:

RR terukur 4-5

Irama nafas terukur 4-5

Kedalaman nafas terukur 4-5

Auskultasi suara nafas terkukur 4-5

Keterangan

1: Deviasi ringan dari rentang normal

2: Deviasi substansial dari rentang normal

3: Deviasi sedang dari rentang normal

4: Deviasi ringan dari rentang normal

Page 19: Asuhan Keperawatan Limfoma Maligna

5: tidak ada deviasi dari rentang normal

2) Nyeri

akut

berhubungan dengan agen cedera biologis penekanan abdomen

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 1x24 jam skala

nyeri berkurang

KH:

Skala nyeri dalam rentang 4-5

Reaksi non verbal klien dalam rentang 4-5

Keterangan

1: Deviasi ringan dari rentang normal

2: Deviasi substansial dari rentang normal

3: Deviasi sedang dari rentang normal

4: Deviasi ringan dari rentang normal

5: tidak ada deviasi dari rentang normal

3)

Nausea

Intervensi RasionalManajemen jalan nafas:1. Posisikan pasien untuk dapat

melakukan ventilasi secara maksimal

2. Dorong untuk nafas pelan dan dalam

3. Monitoring status respirasi dan oksigen

4. Kolaborasi pemberian oksigen

5. Monitor kecepatan, ritme, kedalaman dan usaha nafas

6. Monitoring pola nafas pasien

7. Auskultasi suara nafas.

1. Untuk memaksimalkan ekspansi paru pasien

2. Untuk memaksimalkan ekspansi paru pasien

3. Untuk memantau oksigenasi klien

4. Untuk membantu memperbaiki pola nafas klien

5. Untuk mengetahui keadekuatan pernapasan

6. Untuk mengetahui respirasi dan keadekuatan oksigen

7. Untuk memantau kepatenan jalan napas

Intervensi RasionalManajemen nyeri:1. Lakukan pengkajian nyeri secara

menyeluruh meliputi lokasi, durasi, kualitas, keparahan nyeri dan faktor pencetus nyeri

2. Observasi ketidaknyaman non verbal

3. Ajarkan untuk teknik non farmakologi misal relaksasi, terapi musik, distraksi

4. Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan misal suhu, lingkungan, cahaya, kegaduhan

5. Kolaborasi: pemberian Analgetik sesuai indikasi

1. Untuk mengetahui tingkat nyeri klien

2. Untuk mengetahui tingkat ketidaknyamanan dirasakan oleh klien

3. Agar nyeri yang dirasakan klien tidak bertambah.

4. Pemberian “health education” dapat mengurangi tingkat kecemasan dan membantu klien dalam membentuk mekanisme koping terhadap rasa nyeri

5. Pemberian analgetik dapat mengurangi rasa nyeri klien

Page 20: Asuhan Keperawatan Limfoma Maligna

berhubungan dengan tatalaksana radioterapi

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 1x24 jam tidak

terjadi adanya mual dan muntah

KH:

Pasien mengatakan tidak mual dari rentang 4-5

Pasien mengatakan tidak muntah dari rentang 4-5

Tidak ada peningkatan sekresi saliva dari rentang 4-5

Keterangan

1: Deviasi ringan dari rentang normal

2: Deviasi substansial dari rentang normal

3: Deviasi sedang dari rentang normal

4: Deviasi ringan dari rentang normal

5: tidak ada deviasi dari rentang normal

4)

Hipertermi

berhubungan dengan penyakit Non Hodgkin’s Lymphoma

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 1x24 jam suhu

tubuh dalam batas normal

Intervensi RasionalManajemen nausea:1. Lakukan pengkajian lengkap rasa

mual termasuk frekuensi, durasi, tingkat mual, dan faktor yang menyebabkan pasien mual.

2. Evaluasi efek mual terhadap nafsu makan klien, aktivitas sehari-hari, dan pola tidur klien

3. Anjurkan makan sedikit tapi sering dan dalam keadaan hangat

4. Anjurkan klien mengurangi jumlah makanan yang bisa menimbulkan mual.

5. Berikan istirahat dan tidur yang adekuat untuk mengurangi mual

6. Lakukan akupresure point P6 3 jari dibawah pergelangan tangan pasien.

7. Lakukan selama 2-3 menit setiap 2 jam selama kemoterapi.

8. Kolaborasi pemberian antiemetik: ondansentron 4 mg IV jika mual

1. Mengidentifikasi keefektifan intervensi yang diberikan

2. Mengidentifikasi pengaruh mual terhadap kualitas hidup klien.

3. Memenuhi kebutuhan nutrisi klien dan menegah mual

4. Untuk menghindari terjadinya mual

5. Untuk menghindari efek mual

6. Membantu mengurangi efek mual dan menegah muntah

7. Menurangi mual dengan aksi sentralnya pada hipotalamus

8. Mengurangi mual

Page 21: Asuhan Keperawatan Limfoma Maligna

KH:

Suhu tubuh dalam rentang 4-5

Keterangan

1: Deviasi ringan dari rentang normal

2: Deviasi substansial dari rentang normal

3: Deviasi sedang dari rentang normal

4: Deviasi ringan dari rentang normal

5: tidak ada deviasi dari rentang normal

5)

Gangguan

integritas kulit berhubungan dengan adanya pruritus

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam integritas kulit

klien tidak memburuk.

KH:

Lesi kulit pada skor 4-5

Eritema pada skor 4-5

Keterangan:

1: Berat

2: Substansial

3: Sedang

4: Ringan

5: Normal

Intervensi RasionalFever Treatment:1. Monitor temperature dan TTV

lainnya2. Kolaborasi pemberian antipiretik3. Anjurkan untuk bedrest dan

menggunakan baju dengan bahan yang menyerap keringat

4. Kompres di lipatan tubuh5. Anjurkan untuk minum banyak

sesuai dengan kebutuhan cairan pasien

1. Untuk mengetahui keadaan umum pasien2. Untuk membantu menurunkan panas3. Untuk memberikan kenyamanan dan

membantu menurunkan panas

4. Untuk meurunkan suhu tubuh5. Untuk mencegah dehidrasi akibat

peningkatan suhu tubuh

Intervensi RasionalManajemen pruritus:1. Kaji penyebab dari pruritus

2. Ganti dressing secara rutin3. Berikan krim atau lotion pada luka4. Observasi keadaan luka

1. Untuk mengetahui penyebab dari pruritus

2. Untuk mencegah perburukan luka3. Untuk memperbaiki luka

4. Untuk mengetahui perkembangan fase penyembuhan luka

Page 22: Asuhan Keperawatan Limfoma Maligna
Page 23: Asuhan Keperawatan Limfoma Maligna

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang kami dapat dari diskusi di atas adalah bahwa Limfoma Maligna

merupakan tumor yang muncul di nodus limfa dan dapat menyebar secara sistemik ke seluruh

jaringan limfatik, serta dapat pula mengenai organ-organ lain. Terdapat dua jenis limfoma

yakni Penyakit Hodgkin dan Limfoma Non-Hodgkin, di mana penyebab dari keduanya tidak

diketahui secara pasti. SNamun ada beberapa faktor risiko yang dapat memunculkan

limfoma, yakni paparan virus, obat-obatan, imunosupresan, bakteri, dan autoimun. Limfoma

maligna diberi tatalaksana sesuai dengan derajat penyakitnya, yang dihitung berdasarkan Ann

Arbor Staging System (AASS).

Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien Ny. M dengan Limfoma Malgina

Non-Hodgkin adalah: 1) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan dyspnea akibat

penekanan tumor pada paru-paru; 2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan faktor biologis mual dan muntah; 3) Kerusakan integritas kulit

berhubungan dengan penurunan imunologis. 4) Resiko infeksi berhubungan dengan luka post

operasi.

Setelah melalui perbandingan antara teori dan kasus, ada banyak teori yang muncul

pada kasus, terutama dalam kaitannya dengan gejala penyerta dari Limfoma Maligna seperti

lymphadenopathy atau pembersaran nodus limfa tanpa nyeri, Herpes Zoster, dan berkeringat

pada malam hari. Namun, ada juga beberapa gejala yang tidak muncul seperti demam dan

penurunan berat badan (karena tidak dapat dikaji). Keluhan utama pada kasus adalah muntah

yang tidak muncul di teori, karena pada kasus ada kemungkinan penyebaran

lymphadenopathy sehingga menimbulkan penekanan pada beberapa organ yang

menyebabkan keluhan utama berbeda dengan gejala yang muncul pada teori.

4.2 Saran

1. Bagi mahasiswa supaya memberikan asuhan keperawatan yang tepat kepada pasien

dengan penyakit Limfoma Maligna sesuai dengan perkembangan ilmu.

2. Bagi institusi agar dapat mengembangkan konsep asuhan keperawatan pada pasien

dengan penyakit Limfoma Maligna

3. Bagi tenaga kesehatan agar menerapkan asuhan keperawatan yang tepat kepada

pasien dengan penyakit Limfoma Maligna sesuai dengan perkembangan ilmu.

Page 24: Asuhan Keperawatan Limfoma Maligna

DAFTAR PUSTAKA

Azlina, N 2004, Sistem Limfa, Majelis Amanah Rakyat, Kuala Lumpur.

Daniels, R & Nicoll, LN 2012, Contemporary Medical-Surgical Nursing, Delmar, USA

DiGulio, M & Jackson, D 2007, Medical-Surgical Nursing Demystified, The McGraw Hill, New York

Gibson, John 2008, Fisiologi dan Anatomi Modern Untuk Perawat, EGC, Jakarta

Mead, GM 2003, ABC of Clinical Haematology, BMJ Books, London

Mehta, AB & Hoffbrand, AV 2005, Haematology at a glance, Blackwell Publishing, Victoria

Monahan, FD et.al 2007, Phipp’s Medical Surgical NursingL Health and Illness Perspectives 8th ed, Mosby, Missouri

Pearce EC 2000, Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, PT Gramedia, Jakarta.

Smeltzer, SC, Bare, BG & Hinkle, JL & Cheever, KH 2010, Brunner and Suddarth’s Textbook of Medical Sugical Nursing 12th ed, Lippincot Williams & Wilkins, Philadelphia

Yanwirasti 2010, Sistem Limfatik, FK Universitas Andalas, Padang.

White L, Duncan, O & Baumle, W 2013, Medical Surgical Nursing: An Integrated Approach, Delmar, Australia

Winkelman, C, Workman, ML & Hausman, KA 2010, Medical Surgical Nursing, Saunders, USA