asuhan keperawatan gerontik pada ny.”h” dengan hypertensi di wisma bougenvil (b ) panti sosial...

60
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny.”H” DENGAN CEPHALGIA DI WISMA BOUGENVIL (B ) PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA YOGYAKARTA UNIT BUDI LUHUR Asuhan Keperawatan Gerontik ini disusun untuk memenuhi tugas individu praktek klinik Keperawatan Gerontik Disusun Oleh : FITRIA DAMASTUTY 2220111953 III B AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO YOGYAKARTA 2014

Upload: phitriya-dhamb-dhimb-dhumb

Post on 19-Jan-2016

168 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

ASKEP ini berisi tentang Asuhan Keperawatan pada lansia yang menderita hypertensi

TRANSCRIPT

Page 1: ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny.”H” DENGAN HYPERTENSI  DI WISMA BOUGENVIL (B ) PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA YOGYAKARTA UNIT BUDI LUHUR

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny.”H” DENGAN CEPHALGIA

DI WISMA BOUGENVIL (B ) PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA

YOGYAKARTA UNIT BUDI LUHUR

Asuhan Keperawatan Gerontik ini disusun untuk memenuhi tugas individu praktek klinik

Keperawatan Gerontik

Disusun Oleh :

FITRIA DAMASTUTY

2220111953

III B

AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO

YOGYAKARTA

2014

Page 2: ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny.”H” DENGAN HYPERTENSI  DI WISMA BOUGENVIL (B ) PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA YOGYAKARTA UNIT BUDI LUHUR

Lembar Pengesahan

Asuhan Keperawatan Gerontik pada Ny. HM dengan Hipertensi telah dibuat dan

dilaksanakan dari tanggal 12-17 Mei 2014 di Wisma Himawari PSTW Yogyakarta Unit

Budi Luhur. Asuhan Keperawatan ini disusun guna melengkapi tugas mahasiswa praktek

klinik Keperawatan Gerontik

Laporan ini disetujui dan disahkan pada :

Hari :

Tanggal :

Tempat :

Praktikan

( FITRIA DAMASTUTY )

Pembimbing Lahan Pembimbing Akademik

( ) (Endang Sumirih., Bsc, Spd.Mkes)

Page 3: ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny.”H” DENGAN HYPERTENSI  DI WISMA BOUGENVIL (B ) PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA YOGYAKARTA UNIT BUDI LUHUR

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Proses menua atau aging merupakan suatu perubahan progresif pada

organisme yang telah mencapai kematangan intrinsik dan bersifat irreversibel serta

menunjukkan adanya kemunduran sejalan dengan waktu.

Proses alami yang disertai dengan adanya penurunan kondisi fisik. Psikologis

maupun sosial akan saling berinterksi satu sama lain. Proses menua yang terjadi pada

lansia secara linier dapat digambarkan melalui 4 tahap yaitu kelemahan (impairment),

keterbatasan fungsional (functional limitations), ketidakmampuan (disability), dan

keterlambatan (handicap) yang akan dialami bersamaan dengan proses kemunduran.

Di Indonesia pertumbuhan kaum lanjut usia (lansia) mulai menunjukkan

peningkatan, sehingga harus ada upaya untuk menjaga tetap produktif, mandiri dan

sehat, sehingga mengurangi beban pemerintah dan keluarga. Pertambahan jumlah

lansia di Indonesia dalam kurun waktu tahun 1990 – 2025 tergolong tercepat di dunia.

Pada tahun 2002, jumlah lansia di Indonesia berjumlah 16 juta dan diproyeksikan akan

bertambah menjadi 25,5 juta pada tahun 2020 atau 11,37 % penduduk dan ini

merupakan peringkat ke 4 dunia dibawah Cina, India dan Amerika Serikat.

Umur harapan hidup berdasarkan sensus BPS tahun 1998 masing- masing

untuk pria 63 tahun dan perempuan 67 tahun. Angka tersebut berbeda dengan kajian

WHO, dimana usia harapan hidup orang Indonesia rata – rata adalah 59,7 tahun dan

menempati urutan 103 dunia.

Menurut Ketua Pokja Peningkatan Intelegensia Lansia Kota Yogyakarta Tri

Kirana Muslidatun untuk umur harapan hidup lansia di Yogyakarta mencapai 75 tahun

untuk perempuan dan 71 tahun untuk laki-laki. Kebanyakan lansia mengalami

kesulitan ekonomi dan pada umumnya mereka masih bekerja sebagai buruh tani,

bangunan, pekerja sektor formal pengusaha kecil atau pekerja swasta mandiri. Untuk

memenuhi kebutuhan hidup mereka, sebagian besar penduduk lansia harus terus

bekerja walau dengan upah yang rendah dan harus bersaing dengan mereka yang

muda-muda yang baru masuk ke pasar kerja. Karena program jaminan sosial masih

terbatas, maka bantuan dari keluarga lain yang masih produktif akan terus diperlukan.

Dari populasi lansia 16 juta jiwa, sekitar 3 juta jiwa (20 %) diantanya adalah lansia

terlantar.

Page 4: ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny.”H” DENGAN HYPERTENSI  DI WISMA BOUGENVIL (B ) PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA YOGYAKARTA UNIT BUDI LUHUR

Jumlah lansia terlantar yang mendapat pelayanan kesejahteraan sosial pada

tahun 2005 adalah sebanyak 15.920 jiwa, sedangkan pada tahun 2006 bantuan

kesejahteraan sosial kepada lansia meningkat menjadi 15.930 jiwa. Untuk propinsi

DIY dengan tingkat populasi lansia yang mencapai 10 % dari jumlah penduduk,

membutuhkan banyak lokasi penampungan lansia agar mereka dapat hidup layak dan

salah satu tempat yang layak bagi lansia adalah Panti Sosial Tresna Werdha Budi

Luhur yang berlokasi di Kasongan Bantul Yogyakarta dan dalam hal ini sangat

diperlukan peran serta peran perawat dalam upaya menjaga agar lansia tetap produktif,

mandiri dan sehat sehingga mengurangi beban pemerintah dan keluarga.

Sebagai seorang perawat profesional dalam memberikan bantuan kepada

lanjut usia melalui pendekatan proses keperawatan perlu memperhatikan aspek

pendekatan fisik, psikis, sosial dan spiritual. Dalam hal ini memberikan bantuan,

bimbingan, pengawasan dan perlindungan pertolongan untuk lanjut usia secara

individu maupun kelompok seperti di rumah/lingkungan seluarga, panti, maupun

puskesmas yang diberikan oleh perawat. Berkaitan denga kondisi diatas saya

mahasiswa Akademi Keperawatan Notokusumo Yogyakarta dalam program Diploma

III Keperawatan ingin menerapkan konsep asuhan keperawatan tentang lansia secara

langsung di Wisma B Panti Sosial Tresna Werdha Yogyakarta Unit Budi Luhur.

Page 5: ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny.”H” DENGAN HYPERTENSI  DI WISMA BOUGENVIL (B ) PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA YOGYAKARTA UNIT BUDI LUHUR

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang maka rumusan masalahnya adalah ”Bagaimana

melakukan asuhan keperawatan gerontik di Wisma B Panti Sosial Tresna Werdha

Yogyakarta Unit Budi Luhur”.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Dapat melaksanakan asuhan keperawatan menggunakan pendekatan proses

keperawatan secara komprehensif pada kelompok lanjut usia dalam kehidupan

panti secara profesional dan meningkatkan kemampuan dalam penyusunan dan

penyajian laporan studi kasus dari pengalaman nyata di lapangan.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu melaksanakan pengkajian pada kelompok lanjut usia di Wisma B

Panti Sosial Tresna Werdha Yogyakarta Unit Budi Luhur.

b. Mampu menentukan diagnosa keperawatan pada kelompok lanjut usia di

Wisma B Panti Sosial Tresna Werdha Yogyakarta Unit Budi Luhur.

c. Mampu membuat perencanaan pada kelompok lanjut usia di Wisma B Panti

Sosial Tresna Werdha Yogyakarta Unit Budi Luhur.

d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada kelompok lanjut usia di

Wisma B Panti Sosial Tresna Werdha Yogyakarta Unit Budi Luhur.

e. Mampu membuat evaluasi keperawatan pada kelompok lanjut usia di Wisma

B Panti Sosial Tresna Werdha Yogyakarta Unit Budi Luhur.

f. Mampu mendokumentasikan Asuhan Keperawatan Gerontik di Wisma B

Panti Sosial Tresna Werdha Yogyakarta Unit Budi Luhur.

Page 6: ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny.”H” DENGAN HYPERTENSI  DI WISMA BOUGENVIL (B ) PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA YOGYAKARTA UNIT BUDI LUHUR

D. Metode Pengumpulan Data

1. Pemeriksaan Fisik

2. Wawancara

3. Observasi

4. Studi Dokumnetasi

E. Manfaat

1. Bagi mahasiswa

Dapat menerapkan konsep teori tentang asuhan keperawatan kelompok gerontik

yang tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha Yogyakarta Unit Budi Luhur.

2. Bagi lansia

a. Lansia mendapat pelayanan keperawatan secara komprehensif

b. Lansia dapat mengenal masalah kesehatan

c. Lansia mendapat penjelasan tentang kesehatan secara sederhana

3. Bagi pelayanan Panti Sosial Tresna Werdha

a. Mengembangkan model asuhan keperawatan pada lansia

b. Mendapat masukan tentang masalah kesehatan pada lansia alternatif

pemecahannya

4. Bagi institusi pendidikan

Tercapainya tujuan pembelajaaran asuhan keperawatan gerontik pada lansia di

lingkungan panti.

F. Ruang Lingkup

1. Lingkup waktu

Waktu pelaksanaan Asuhan Keperawatan Gerontik di Wisma B Panti Sosial Tresna

Werdha Yogyakarta Unit Budi Luhur adalah 6 hari dimulai pada 12 Mei – 17 Mei

sampai 2014.

Page 7: ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny.”H” DENGAN HYPERTENSI  DI WISMA BOUGENVIL (B ) PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA YOGYAKARTA UNIT BUDI LUHUR

2. Lingkup keperawatan

Dalam laporan kelompok ini penulis hanya akan mengulas tentang Asuhan

Keperawatan Gerontik di Wisma B Panti Sosial Tresna Werdha Yogyakarta Unit

Budi Luhur dan bukan membahas masalah medisnya.

3. Lingkup mata kuliah

Asuhan Keperawatan Gerontik di Wisma B Panti Sosial Tresna Werdha

Yogyakarta Unit Budi Luhur merupakan bagian dari mata ajar keperawtan

gerontik.

4. Lingkup kasus

Banyak lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Yogyakarta Unit Budi Luhur yang

terbagi dalam beberapa wisma namun dalam laporan kelompok ini penulis hanya

mengambil kelompok lansia di Wisma B Panti Sosial Tresna Werdha Yogyakarta

Unit Budi Luhur.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini terdiri dari 4 bab yang disusun sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan, metode pengumpulan data,

manfaat, ruang lingkup, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Berisi tinjauan teori tentang keperawatan gerontik dan proses penuaan.

BAB III TINJAUAN KASUS

Terdiri dari pengkajian, analisa data, proritas diagnosa, perencanaan,

pelaksanaan, dan evaluasi

BAB IV PENUTUP

Terdiri dari kesimpulan dan saran.

Page 8: ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny.”H” DENGAN HYPERTENSI  DI WISMA BOUGENVIL (B ) PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA YOGYAKARTA UNIT BUDI LUHUR

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Tentang Proses Penuaan

1. Pengertian

Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan - lahan

kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan

fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan dari infeksi dan memperbaiki

kerusakan yang diderita. (Nugroho, 2000).

Batas – batas lanjut usia :

1. Batasan usia menurut WHO

Lanjut usia meliputi :

a. Usia pertengahan (middle age)

Ialah kelompok usia 45 – 59 tahun.

b. Lanjut usia

Ialah kelompok usia antara 60 – 70 tahun

c. Lanjut usia tua

Ialah kelompok usia antara 75 – 90 tahun

d. Usia sangat tua

Ialah kelompok usia diatas 90 tahun

2. Menurut UU No. 4 tahun 1965 pasal 1 dinyatakan sebagai berikut :

” Seseorang dapat dinyatakan sebagai seorang jompo atau lanjut usia setelah

yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak

berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari – hari dan

mencari nafkah orang lain.

Page 9: ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny.”H” DENGAN HYPERTENSI  DI WISMA BOUGENVIL (B ) PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA YOGYAKARTA UNIT BUDI LUHUR

Perubahan – perubahan yang terjadi pada lanjut usia

a. Perubahan – perubahan fisik

1) Sel

a) Lebih sedikit jumlahnya

b) Lebih besar ukurannya

c) Berkurangnya jumlah cairan tubuh dan cairan intraseluler

d) Menurunnya proporsi protein di otak, ginjal, darah dan hati

e) Jumlah sel otak menurun

f) Terganggunya mekanisme perbaikan sel

g) Otak menjadi atrofi, beratnya berkurang 5 – 10 %

2) Sistem persarafan

a) Berat otak menurun 10 – 20 %

b) Cepatnya menurun hubungan persarafan

c) Lambatnya dalam respon

d) Mengecilnya saraf panca indra berkurangnya penglihatan, hilangnya

pendengaran, mengecilnya saraf penciuman dan perasa, lebih sensitive

terhadap perubahan suhu dengan ketahanan terhadap dingin

e) Kurangnya sensitive terhadap sentuhan

3) Sistem pendengaran

a) Presbiaskusis (gangguan dalam pendenganran), hilangnya kemampuan

pendengaran pada telinga dalam terutama terhadap bunyi suara atau

nada – nada tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata – kata, 50

% terjadi pada usia diatas 60 tahun

b) Otostilerosis akibat atrofi membran tympani

c) Terjadi pengumpulan serumen, dapat mengeras karena meningkatnya

keratin.

d) Pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia yang mengalami

ketegangan jiwa atau stress.

4) Sistem penglihatan

a) Timbul sklelosis dan hilangnya respon terhadap sinar

b) Fungsi kornea menurun sehingga sulit membedakan biru dan hijau

c) Hilangnya daya akomodasi

5) System kardiovaskular

Page 10: ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny.”H” DENGAN HYPERTENSI  DI WISMA BOUGENVIL (B ) PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA YOGYAKARTA UNIT BUDI LUHUR

a) Hilangnya elastisitas pembuluh darah

b) Tekanan darah meningkat

6) System respirasi

a) Otot pernafasan menurun

b) Kemampuan untuk batuk berkurang

7) System gastrointestinal dan reproduksi

a) Indra pengecap menurun

b) Penurunan produksi sperma

c) Dorongan sex meningkat

8) System genitavrinaria

a) Berat jenis urine menurun

b) BUN meningkat

c) Fungsi tubulus berkurang

9) System endokrin

a) Produksi hormon menurun

b) BMR menurun

c) Sekresi hormon kelamin menurun

10) System kulit

a) Kulit mengering dan mengeriput

b) Permukaan kulit kasar dan bersisik

c) Proteksi kulit menurun

d) Kulit kepala dan rambut menipis

Page 11: ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny.”H” DENGAN HYPERTENSI  DI WISMA BOUGENVIL (B ) PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA YOGYAKARTA UNIT BUDI LUHUR

11) System musculoskeletal

a) Persendian membesar dan kaku

b) Tendon mengerut

c) Atropi serabut otot

d) Kifosis ( membungkuk )

b. Perubahan mental

1) Faktor – faktor yang mempengaruhi perubahan mental

2) Pertama – tama perubahan fisik, khususnya organ perasa

3) Kesehatan umum

4) Tingkat pendidikan

5) Keturunan

6) Lingkungan

7) Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian

8) Gangguankonsep diri akibat kehilangan jabatan

9) Rangkaian dari kehilangan yaitu kehilangan hubungan dengan teman

dan family

10) Hilang kekuatn dan ketegapan fidik, perubahan terhadap gambaran diri,

perubahan konsap diri

c. Perubahan spiritual

Agama atau keprcayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya (Maslow)

lansia makin matur dalam keagamaannya, hal ini terlihat dalam berfikir dan

bertindak dalam sehari – hari ( Murray dan Zentner).

2. Masalah yang Terjadi Pada Lansia

Akibat perkembangan usia, lanjut usia mengalami perubahan – perubahan

yang menurut dirinya untuk menyesuaikan diri secara terus menrus. Apabila proses

penyesuaian diri dengan lingkungannya kurang berhasil maka timbullah berbagai

masalah ( Hurclock). Seperti dikutip oleh Munandar Ashar Sunyato menyebutkan

masalah – masalah yang menyertai lansia yaitu :

1. Ketidak berdayaan fisik yang menyebabkan ketergantungan pada orang lain.

2. Ketidakpastian ekonomi sehingga memerlukan perubahan total dalam pola

hidupnya.

3. Membuat teman baru untuk mendapatkan ganti mereka yang telah meninggal

atau pindah.

Page 12: ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny.”H” DENGAN HYPERTENSI  DI WISMA BOUGENVIL (B ) PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA YOGYAKARTA UNIT BUDI LUHUR

4. Mengembangkan aktufitas baru untuk mengisi waktu luang yang bertanbah

banyak.

5. Belajar memperlakukan anak – anak yang telah tumbuh dewasa, berkaitan

dengan perubahan fisik, Hurcolck mengemukakan bahwa perubahan fisik

yang mendasar adalah perubahan gerak.

Berbagai masalah yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan

lanjut usia, antaralain : ( Setiabudi,T)

a. Permasalahan umum

1). Makin besar jumlah lansia yang berada dibawah garis kemiskinan.

2). Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang

berusia lanjut kurang diperhatikan, dihargai dan dihormati.

3). Lahirnya kelompok masyarakat industri.

4). Masih rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga profesional pelayanan lanjut

usia.

5). Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan

lansia.

b. Permasalahan khusus

1). Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah baik fisik,

mental, maupun sosial.

2). Berkurangnya integrasi social lanjut usia.

3). Rendahnya produktifitas kerja lansia.

4). Banyaknya lansia yang miskin, terlantar dan cacat.

5). Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah padatatanan masyarakat

individualistik.

6). Adanya dampak negatif dari proses penmbangunan yang dapatmengganggu

kesehatan fisik lansia.

3. Penyakit yang Sering Dijumpai Pada Lansia

Menurut Stieglitz dikemukakan adanya 4 penyakit yang sangat erat

hubungannya dengan proses menua yakni :

1). Gangguan sirkulasi darah, seperti : hipertensi, kelainan pembulih darah,

gangguan pembuluh darah di otak ( coroner dan ginjal )

2). Gangguan metabolisme hormonal, seperti : diabetes mellitus

3). Gangguan pada persendian, seperti : osteo arthritis

Page 13: ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny.”H” DENGAN HYPERTENSI  DI WISMA BOUGENVIL (B ) PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA YOGYAKARTA UNIT BUDI LUHUR

4). Berbagai neoplasma

Menurut “ The National All People’s Welfare Council “ di Inggris

mengemukakan bahwa penyakit atau gangguan umum pada lanjut usia ada 12

macam :

1). Depresi mental

2). Gangguan pendengaran

3). Bronchitis kronis

4). Gangguan pada tungkai / sikap berjalan

5). Gangguan pada koksa / sendi panggul

6). Anemia

7). Dimensia

8). Gangguan penglihatan

9). Ansietas / kecemasan

10). Decompensasi kordis

11). Diabetes militus

12). Gangguan pada defekasi

Penyakit lanjut usia di Indonesia meliputi :

1). Penyakit - penyakit sistem pernafasan

2). Penyakit - penyakit kardiovaskuler dan pembuluh darah

3). Penyakit pencernaan

4). Penyakit syistem urogenital

5). Penyakit gangguan metabolic / endokrin

6). Penyakit pada persendian / tulang

7). Penyakit - penyakit yang disebabkan oleh karena proses keganasan

B. Teori Tentang Komunikasi Teraupetik

1. Peran Perawat dalam Perawatan Lansia

a. Tugas perawat dalam teori biologi

Perawatan yang memperhatikan kesehatan objektif, kebutuhan, kejadian

– kejadian yang dialami klien lansia semasa hidupnya, perubahan fisik pada

Page 14: ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny.”H” DENGAN HYPERTENSI  DI WISMA BOUGENVIL (B ) PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA YOGYAKARTA UNIT BUDI LUHUR

organ tubuh, tingkat kesehatan masih bisa dicpai dikembangkan, penyakit yang

dapat dicegah atau ditekan progresifitasnya. Perawatan fisik secara umum bagi

klien lansia dapat dibagi atas 2 bagian :

1) Klien lansia yang masih aktif, dimana keadaan fisiknya masih mampu

bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga untuk kebutuhannya sehari –

hari masih mampu melakukan sendiri.

2) Klien lansia yang pasif atau tidak dapat bangun, dimana keadaan fisiknya

mengalami kelumpuhan atau sakit.

Perawat harus mengetahui dasar perawatan klien lansia ini terutamam

hal – hal yang berhubungan dengan kebersihan perorangan untuk

mempertahankan kesehatannya. Kebersihan perorangan sangat penting dalam

usaha mencegah timbulnya penyakit/peradangan mengingat sumber infeksi

dapat timbul bila kebersihan kurang mendapat perhatian. Disamaping itu

kemunduran kondisi fisik akibat proses menua dapat mempengaruhi ketahanan

tubuh terhadap gangguan atau serangan infeksi dari luar. Untuk klien lansia

yang aktif dapat diberikan bimbingan mengenai kebersihan mulut, gigi,

kebersihan kulit dan badan, kebersihan kuku dan rambut, kebersihan tempat

tidur dan posisinya, hal makan, cara memakan obat dan lain – lain.

b. Tugas perawat dalam teori sosial

Perawat sebaiknya memfasilitasi sosialisasi antar lansia dengan

mengadakan diskusi dan tukar pikiran serta bercerita sebagai salah satu upaya

pendekatan sosial. Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama berarti

menciptakan sosialisasi antar manusia, yang menjadi pegangan bagi perawat

bahwa orang yang dihadapinya adalah makhluk sosial yang membutuhkan

bantuan orang lain. Hubungan yang tercipta adalah hubungan sosial antara

lansia dengan lansia maupun lansia dengan perawat sendiri.

Perawat memberikan kesempatan yang seluas – luasnya kepada pada

lansia untuk mengadakan komunikasi, melakukan rekreasi seperti jalan pagi,

menonton film atau hiburan – hiburan lainnya karena mereka perlu dirangsang

untuk mengetahui dunia luar. Dapat disadari bahwa pendekatan komunikasi

dalam perawatan tidak kalah pentingnya dengan upaya pengobatan medis dalam

proses penyembuhan ketenangan para klien lansia.

Tidak jarang terjadi pertengkaran dan perkelahian diantara mereka, hal

ini dapat diatasi dengan berbagai usaha, antara lain selalu mengadakan kontak

Page 15: ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny.”H” DENGAN HYPERTENSI  DI WISMA BOUGENVIL (B ) PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA YOGYAKARTA UNIT BUDI LUHUR

sesama mereka, makan dan duduk bersama, menanamkan rasa kesatuan dan

persatuan, senasib sepenanggungan. Dengan demikian perawat tetap

mempunyai hubungan komunikasi baik sesama mereka maupun terhadap

petugas yang secara langsung berkaitan dengan pelayanan klien lansia di panti

werda.

c. Tugas perawat dalam teori psikologi

Perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan

edukatif pada klien lansia, perawat dapat berperan sebagai suporter, interpreter

terhadap segala sesuatu yang asing sebagai penampung rahasia yang pribadi dan

sebagai sahabat yang akrab. Perawat hendaknya memiliki kesabaran dan

ketelitian dalam memberikan kesempatan dan waktu yang cukup banyak untuk

menerima berbagai bentuk keluhan agar mereka merasa puas. Pada dasarnya

klien lansia membutuhkan rasa aman dan cinta kasih dari lingkungannya

termasuk perawat yang memberikan perawatan. Untuk itu perawat harus

menciptakan suasana yang aman, tidak gaduh, membiarkan mereka melakukan

kegiatan dalam batas kemampuan dan hobby yang dimilikinya.

Perawat harus dapat membangkitkan semangat dan kreasi klien lansia

dalam memecahkan dan mengurangi rasa putus asa, rasa rendah diri, rasa

keterbatasan, sebagai akibat dari ketidakmampuan fisik dan kelainan yang

dideritanya, hak ini perlu dilakukan karena : perubahan psikologi terjadi

bersama dengan makin lanjutnya usia. Perubahan – perubahan ini meliputi

gejala – gejala seperti menurunnya daya ingat untuk peristiwa yang baru saja

terjadi, berkurangnya kegairahan atau keinginan, perubahan pola tidur dengan

suatu kecenderungan untuk tiduran di waktu siang dan pergeseran libido

Perawat harus sabar mendengarkan cerita – cerita yang membosankan, jangan

menertawakan atau memarahi bila klien lansia lupa atau bila melakukan

kesalahan.

Bila perawat ingin mengubah tingkah laku dan pandangan mereka

terhadap kesehatan, perawat bisa melakukannya secara perlahan – lahan dan

bertahap, perawat harus dapat mendukung mental mereka kearah pemuasan

pribadi sehingga pengalaman yang dilaluinya tidak menambah beban, bila perlu

diusakan agar dimasa lansia mereka tetap merasa puas dan bahagia.

Page 16: ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny.”H” DENGAN HYPERTENSI  DI WISMA BOUGENVIL (B ) PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA YOGYAKARTA UNIT BUDI LUHUR

2. Komunikasi Teraupetik

a. Pengertian Komunikasi

Proses pertukaran informasi /proses yang menimbulkan dan meneruskan

makna atau arti ( Tylor)

Proses penyampaian ,makana dan pemahaman dari pengirim pesan dan

penerima pesan ( Burgerss)

Kegiatan mengajukan pengertian yang diinginkan dari pengirim informasi

kepada penerima informasi yang diinginkan dari penerima informasi

( Yuwono)

Dalam melakukan komunikasi diperlukan proses komunikasi yaitu;

adanya proses saling tukar menukar informasi dan proses menghasilkan serta

menyampaikan makna .

Komunikasi merupakan suatu proses karena melalui komunikasi

seseorang menyampaikan dan mendapatkan respon. Komunikasi dalam hal ini

mempunyai dua tujuan, yaitu : mempengaruhi orang lain dan untuk

mendapatkan informasi. Akan tetapi, komunikasi dapat digambarkan sebagai

komunikasi yang memiliki kegunaan atau berguna ( berbagai informaasi,

pemikiran, perasan ) dan komunikasi yang tidak memiliki kegunaan atau tidak

berguna ( menghambat / blok penyampaian informasi atau perasaan ).

Keterampilan berkomunikasi merupakan keterampilan yang dimiliki oleh

seseorang untuk membangun suatu hubungan, baik itu hubungan yang

kompleks maupun hubungan yang sederhana melalui sapaan atau hanya

sekedar senyuman. Pesan verbal dan non verbal yang dimiliki oleh seseorang

menggambarkan secara utuh dirinya, perasaannya dan apa yang ia sukai dan

tidak sukai. Melalui komunikasi seorang individu dapat bertahan hidup,

membangun hubungan dan merasakan kebahagiaan.

Keterampilan berkomunikasi merupakan tricital skill yang harus

dimiliki oleh perawat, karena komunikasi merupakan proses yang dinamis yang

di gunakan untuk mengumpulkan data pengkajian, memberikan pendidikan

atau informasi kesehatan-mempengaruhi klien untuk mengaplikasikannya

dalam hidup, menunjukan caring, memberikan rasa nyaman, manumbukan rasa

percaya diri dan menghargai nilai-nilai klien. Sehingga dapat juga disimpulkan

bahwa dalam keperawatan, komunikasi merupakan bagian integral dari asuhan

keperawatan. Seorang perawat yang berkomukasi secara efektif akan lebih

Page 17: ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny.”H” DENGAN HYPERTENSI  DI WISMA BOUGENVIL (B ) PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA YOGYAKARTA UNIT BUDI LUHUR

mampu dalam mengumpulkan data, melakukan tindakan keperawatan

( intervensi ), mengevaluasi pelaksanaan dari intervasi yang telah dilakukan,

melakuksn perubahan untuk meningkatkan kesehatan dan mencapai terjadinya

masalah-masalah legal yang berkaitan dengan proses keparawatan.

Tingkatan Komunikasi

1. Komunikasi Intrapersonal

a. Komunikasi dengan diri sendiri

b. Dialog internal

c. Tujuan “ Kasadaran diri “ di pengaruhi oleh konsep diri dan

perasan berharga.

2. Komunikasi Interpersonal

a. Interaksi antara dua orang atau kelompok kecil ( 3-4 ) orang

b. Ada kontak mata

c. Komunikasi efektif dapat membantu memcahkan masalah

3. Komunikasi Publik

a. Interaksi kelompok besar ( lebih dari 10 orang)

b. Pengarahan

c. Perlu rasa percaya diri dari pembicara

d. Perlu memahami latar belakang pendengar

Beberapa Komponen Dalam Proses Komunikasi

a. Sumber/encoder : menyiapkan dan mengirim pesan yang bisa

ditafsirkan dengan cepat oleh penerima.

b. Pesan/message : produk fisik nyata dari sumber

c. Saluran/relationship : media yang dipilih untuk menyampaikan

pesan, targetnya adalah indera penerima

d. Penerima/decoder : menerima, menafsirkan & membuat

keputusan dari pesan yang diterima

Jenis Komunikasi

1. Komunikasi verbal :

a. Biasanya tatap muka

b. Menggunakan simbol kata-kata

c. Lebih menguntung-kan(masing-masing individu yang terlibat

bisa langsung berespons)

Page 18: ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny.”H” DENGAN HYPERTENSI  DI WISMA BOUGENVIL (B ) PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA YOGYAKARTA UNIT BUDI LUHUR

Komunikasi Verbal Efektif

a. Jelas dan ringkas

b. Perbendaharaan bahasa baik

c. Arti denotatif : pengertian sama dengan kata dan arti konotatif :

pikiran, ide, perasaan yang terkan-dung dalam suatu kata

d. Selaan - kecepatan bicara

e. Waktu - relevansi

f. Humor

2. Komunikasi non verbal :

a. Kontak mata, Sikap tubuh

b. Ekspresi muka, Cara berjalan

c. Postur tubuh , sentuhan

d. Penampilan fisik/umum

e. Cara berpakaian dan kerapihan Pemindahan pesan tanpa kata-kata

Faktor – faktor Yang mempengaruhi komunikasi (Poeter - Perry)

a. Perkembangan

b. Persepsi

c. Nilai

d. Latar belakang sosial budaya

e. Emosi

f. Pengetahuan

g. Peran

h. Tatanan interaksi

Komunikasi yang Efektif (Burgess)

a. Cari kejelasan ide

b. Kaji kejelasan tujuan

c. Pertimbangkan kemampuan fisik

d. Pikirkan isi pesan saat bicara

e. Pesan jelas

f. Ikuti jalannya komunikasi

g. Cari kejelasan ide

h. Kaji kejelasan tujuan

i. Pertimbangkan kemampuan fisik

Page 19: ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny.”H” DENGAN HYPERTENSI  DI WISMA BOUGENVIL (B ) PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA YOGYAKARTA UNIT BUDI LUHUR

j. Pikirkan isi pesan saat bicara

k. Pesan jelas

l. Ikuti jalannya komunikasi

Ciri Dasar Komunikasi

a. Perlu lebih dari 1 orang -------membina hubungan

b. Berlanjut ------------ timbal balik

c. Orang yang berkomunikasi menerima dan mengirim pesan -------

verbal dan nonverbal

d. Komunikasi verbal dan nonverbal terjadi bersamaan

e. Orang yang berkomunikasi -------- berespon terhadap pesan yang

diterima

f. Makna pesan ------ dikirim dan diterima tidak selalu sesuai

g. Pertukaran pesan perlu pengetahuan

h. Pengalaman ------ mempengaruhi pesan yang dikirim dan penafsiran

pesan

i. Dipengaruhi perasaan sesorang tentang dirinya, isi pesan dan

penerima

j. Posisi seseorang dalam sistem sosial dan kultur

b. Pengertian komunikasi terapeutik

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi ang memiliki makna terapeutik bagi

klien dan dilakukan oleh perawat ( helper ) untuk membantu klien mencapai

kembali kondisi yang adaptif dan positif.

Terapuetik merupakan kata sifat yang di hubungkan dengan seni dan

penyembuhan dapat diartikan bahwa terapeutik adalah sesuatu yang

memfasilitasi proses penyembuhan ( As.Hornyby cit Intansari 2000)

Tujuan dari Hubungan terapeutik ( Stuart & Sundeen)

a. Kesadaran diri ,penerimaan diri dan meningkatknya kehormatan diri.

b. Identitias pribadi yang jelas dan meningkatnya integritas pribadi.

c. Kemampuan untuk membentuk suatu keintiman, saling ketergantungan

hubungan interpersonal,dengan kapasitas memberi dan menerima cinta

d. Mendorong fungsi & meningkatkan kemampuan terhadap kebutuhan yang

memmuaskan & mencapai tujuan pribadi yang realistik

Page 20: ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny.”H” DENGAN HYPERTENSI  DI WISMA BOUGENVIL (B ) PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA YOGYAKARTA UNIT BUDI LUHUR

Fase Hubungan Terapeutik Perawat – Klien

a. Karakteristik vital dari hubungan perawat klien adalah membagi tingkah

laku , pikiran dan perasaan

b. Keintiman dalam menggunakan proses keperawatan untuk mendukung

klien yaitu pada saat mereka mengeksplorasi kebutuhannya , penyelesaian

masalah & bagaimana memperoleh kemampuan koping baru.

Empat Fase Dari Proses Hubungan Terapeutik

a. Fase Pre Interaksi

b. Fase Introductory / Orentasi

c. Fase Kerja

d. Fase Terminasi

1). Fase Pre Interaksi

a) Mengumpulkan data tentang klien

b) Mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan diri

c) Membuat rencana pertemuan dengan klien

2). Fase Introductory / Orentasi

a) Memberikan salam dan tersenyum pada klien

b) Melakukan validasi

c) Memperkenalkan nama perawat*

d) Menayakan nam panggilan kesukaan klien *

e) Menjelaskan tanggung jawab perawat & klien*

f) Menjelaskan peran perawat & klien*

g) Menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan

h) Menjelaskan tujuan

i) Menjelaskan waktu

j) Menjelaskan Kerahasiaan

3). Fase Kerja

a) Memberi kesempatan pada klien untuk bertanya

b) Menanyakan keluhan utama

c) Memulai kegiatan dengan cara yang baik

d) Melakukan kegiatan sesuai dengan rencana

Page 21: ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny.”H” DENGAN HYPERTENSI  DI WISMA BOUGENVIL (B ) PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA YOGYAKARTA UNIT BUDI LUHUR

4). Fase Terminasi

a) Menyimpulkan hasil wawancara :evaluasi proses dan hasil

b) Memberikan Reinforcemen positif

c) Merencanakan tindak lanjut dengan klien

d) Melakukan kontrak ( waktu, tempat, topik)

e) Mengahiri wawancara dengan cara yang baik

3. Hal hal yang perlu diperhatikan dalam berkomunikasi dengan lansia antara lain :

1) Perubahan fisik lansia

a. Penurunan pendengaran

Tuli konduksi : karena serumen dan tulang pendengaran tidak

berfungsi.

Tuli sensori : penurunan saraf pendengaran. Ini paling banyak

terjadi pada lansia karena adanya penurunan sensori atau

prebikusis membuat lansia enggan untuk berkomunikasi dengan

orang lain.

Solusinya adalah :

Dengan menggunakan alat bantu dengar.

Bicara langsung dengan keras dan jelas tapi pelan diarahkan

kepada telinga yang mengalami gangguan pendengaran.

b. Penurunan penglihatan

Dapat mengganggu proses komunikasi karena gesture, ekspresi

wajah, gerak bibir (kompensasi lansia dengan gangguan

penglihatan) tidak dapat ditangkap secara maksimal.

Solusinya adalah :

dengan menggunakan gesture dan raut wajah yang jelas.

Berhadapan langsung ketika berkomunikasi

Memakai alat bantu penglihatan

Pencahayaan yang cukup.

2) Normal agging process

Page 22: ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny.”H” DENGAN HYPERTENSI  DI WISMA BOUGENVIL (B ) PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA YOGYAKARTA UNIT BUDI LUHUR

Adanya penurunan sensori dan penurunan memori adalah hal yang wajar

terjadi pada lansia. Penurunan memori biasanya hanya dapat mengingat

peristiwa yang lampau, dan pemrosesannya lambat.

3) Perubahan sosial

Timbul akibat adanya perubahan fisik dan normal agging process, solusinya

adalah dengan memberi pemahaman dan diajak bersosialisasi

4) Pengalaman hidup dan latar belakang budaya

Apa yang diyakini orang tua dengan orang yang masih muda misalnya

sangat bertentangan.

C. HIPERTENSI

1. Pengertian Hipertensi

Hypertensi  adalah  meningkatnya tekanan darah  baik tekanan  sistolik 

dan  diastolic  serta  merupakan  suatu  factor  terjadinya  kompilikasi

penyakitt  kardiovaskuler   (Soekarsohardi) 

Hipertensi  adalah  peningkatan   tekanan  darah  sistolik  dan  diastolic 

diatas standar  dihubungkan dengan  usia  (Gede Yasmin).

Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana

tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada

populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg

dan tekanan diastolik 90 mmHg. (Smeltzer,2001). Menurut WHO, tekanan

darah sama dengan atau diatas 160/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi

Dari  definisi – definisi  diatas dapat  disimpulkan  bahwa Hipertensi 

adalah  peningkatan  tekanan  darah  baik  sistolik maupun  diastolic  diatas 

normal  sesuai   umur  dan  merupakan salah  satu  factor  resiko  terjadinya 

kompilkasi  penyakit kardiovaskuler.  

Page 23: ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny.”H” DENGAN HYPERTENSI  DI WISMA BOUGENVIL (B ) PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA YOGYAKARTA UNIT BUDI LUHUR

2. Klasifikasi

Secara klinis derajat hipertensi dapat dikelompokkan sesuai dengan

rekomendasi dari “The Sixth Report of The Join National Committee, Prevention,

Detection and Treatment of High Blood Pressure “ (JNC – VI,) sebagai berikut :

KlasifikasiTekanan

Darah

TDS*mmHg

TDD*mmH

g

Modifikasi

Gaya Hidup

Obat Awal

TanpaIndikasi

Dengan Indikasi

Normal < 120 < 80 Anjuran Tidak Perlu menggunakan obat antihipertensi

Gunakan obat yang spesifik dengan indikasi (resiko). ²

Pre-Hipertensi

120-139

80-89 Ya

HipertensiPrimer

140-159

90-99 Ya Untuk semua kasus gunakan diuretik jenis thiazide, pertimbangkan ACEi, ARB, BB, CCB, atau kombinasikan

Gunakan obat yang spesifik dengan indikasi (resiko). ²Kemudian tambahkan obat antihipertensi (diretik, ACEi, ARB, BB, CCB) seperti yang dibutuhkan

Hipertensi

Sekunder

>160 >100 Ya Gunakan

kombinasi 2 obat

(biasanya diuretik

jenis thiazide dan

ACEi/ARB/BB/C

CB

Keterangan:

TDS, Tekanan Darah Sistolik; TDD, Tekanan Darah Diastolik

Page 24: ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny.”H” DENGAN HYPERTENSI  DI WISMA BOUGENVIL (B ) PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA YOGYAKARTA UNIT BUDI LUHUR

Kepanjangan Obat: ACEi, Angiotensin Converting Enzim Inhibitor; ARB, Angiotensin

Reseptor Bloker; BB, Beta Bloker; CCB, Calcium Chanel Bloker

*  Pengobatan berdasarkan pada kategori hipertensi

¹Penggunaan obat kombinasi sebagai terapi awal harus digunakan secara hati-hati oleh

karena hipotensi ortostatik. ²Penanganan pasien hipertensi dengan gagal ginjal atau diabetes harus

mencapai nilai target tekanan darah sebesar <130/80 mmHg.

Kalsifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2

golongan besar yaitu :

a. Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak diketahui

penyebabnya

b. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit lain.

3. Etiologi

Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan

– perubahan pada :

a. Elastisitas dinding aorta menurun

b. Katub jantung menebal dan menjadi kaku

c. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah

berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan

menurunnya kontraksi dan volumenya.

d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena kurangnya

efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi

e. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer

Hipertensi Primer

Hipertensi primer adalah suatu kondisi dimana terjadinya tekanan darah

tinggi sebagai akibat dampak dari gaya hidup seseorang dan faktor lingkungan.

Seseorang yang pola makannya tidak terkontrol dan mengakibatkan kelebihan

berat badan atau bahkan obesitas, merupakan pencetus awal untuk terkena

penyakit tekanan darah tinggi. Begitu pula sesorang yang berada dalam

lingkungan atau kondisi stressor tinggi sangat mungkin terkena penyakit

tekanan darah tinggi, termasuk orang-orang yang kurang olahraga pun bisa

mengalami tekanan darah tinggi.

Page 25: ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny.”H” DENGAN HYPERTENSI  DI WISMA BOUGENVIL (B ) PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA YOGYAKARTA UNIT BUDI LUHUR

Data-data penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering

menyebabkan terjadinya hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai berikut :

a. Faktor keturunan

Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan

lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah

penderita hipertensi

b. Ciri perseorangan

Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah:

Umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat )

Jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan )

Ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih )

c. Kebiasaan hidup

Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah :

Konsumsi garam yang tinggi ( melebihi dari 30 gr )

Kegemukan atau makan berlebihan

Stress

Merokok

Minum alkohol

Minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin )

Hipertensi Sekunder

Hipertensi sekunder adalah suatu kondisi dimana terjadinya peningkatan

tekanan darah tinggi sebagai akibat seseorang mengalami/menderita penyakit

lainnya seperti gagal jantung, gagal ginjal, atau kerusakan sistem hormon tubuh.

Sedangkan pada Ibu hamil, tekanan darah secara umum meningkat saat

kehamilan berusia 20 minggu. Terutama pada wanita yang berat badannya di

atas normal atau gemuk (gendut).

Pregnancy-induced hypertension (PIH), ini adalah sebutan dalam istilah

kesehatan (medis) bagi wanita hamil yang menderita hipertensi. Kondisi

Page 26: ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny.”H” DENGAN HYPERTENSI  DI WISMA BOUGENVIL (B ) PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA YOGYAKARTA UNIT BUDI LUHUR

Hipertensi pada ibu hamil bisa sedang ataupun tergolong parah/berbahaya,

Seorang ibu hamil dengan tekanan darah tinggi bisa mengalami Pre eklampsia

dimasa kehamilannya tersebut.

4. Patofisiologi

Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah

terletak dipusat vasomotor. Pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini

bermula dari saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke konda spinalis dan

keluar dari kolumna medula spinalis ganglia spinalis di toraks dan abdomen.

Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak

ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini,

neuron preganglion melepaskan asetilkolin yang akan merangsang serabut saraf

pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin

mengakibatkan kontriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan

dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang

vasokontriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin.

Meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.

Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang

pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga

terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal

mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokontraksi. Korteks adrenal

mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons

vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan

penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang

pembentukan anglotensin I yang kemudian diubah menjadi anglotensin II.

Suatu vasokonstriktor kuat yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron

oleh korteks adrenal. Hormone ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh

tubulus ginjal menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor ini

cenderung mencetuskan keadaan hipertensi. (Brunner & Suddarth, 2002).

5. Tanda Dan Gejala

Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :

Page 27: ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny.”H” DENGAN HYPERTENSI  DI WISMA BOUGENVIL (B ) PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA YOGYAKARTA UNIT BUDI LUHUR

a. Tidak ada gejala

Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan

tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa.

Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan

arteri tidak terukur.

b. Gejala yang lazim

Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi

nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala

terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan

medis.

Menurut Rokhaeni ( 2001 ), manifestasi klinis beberapa pasien yang

menderita hipertensi yaitu :

a. Mengeluh sakit kepala, pusing

b. Lemas, kelelahan

c. Sesak nafas

d. Gelisah

e. Mual

f. Muntah

g. Epistaksis

h. Kesadaran menurun

6. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Laborat

Hb/Ht

Untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume

cairan(viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti :

hipokoagulabilitas, anemia.

BUN / kreatinin

Memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.

Glucosa

Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapatdiakibatkan

oleh pengeluaran kadar ketokolamin.

Page 28: ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny.”H” DENGAN HYPERTENSI  DI WISMA BOUGENVIL (B ) PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA YOGYAKARTA UNIT BUDI LUHUR

Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal

dan ada DM.

b. CT Scan Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati

c. EKG Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian

gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.

d. IUP Mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu

ginjal,perbaikan ginjal.

e. Photo dada Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area

katup,pembesaran jantung.

7. Komplikasi

a. Stroke

Dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat embolus

yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajang tekanan tinggi. Stroke

dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri – arteri yang

memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan menebal, sehingga aliran

darah ke daerah – daerah diperdarahnya berkurang. Arteri – arteri otak yang

mengalami arterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan

kemungkinan terbentuknya aneurisma.

b. Infark Miokardium

Dapat terjadi infark miokardium apabila arteri koroner yang aterosklerotik

tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk

thrombus yang dapat menghambat aliran darah melalui pembuluh tersebut.

Karena hipertensi kronik dan hipertrofi ventrikel,maka kebutuhan oksigen

miokardium tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang

menyebabkan infark. Demikian juga, hipertrofi ventrikel dapat

menimbulakn perubahan – perubahan waktu hantaran listrik melintasi

ventrikel sehingga terjadi disritmia,hipoksia jantung, dan peningkatan

reksiko pembentukan bekuan.

c. Gagal Ginjal

Dapat terjadi gagal ginjal karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi

pada kapiler – kapiler, glomerulus. Dengan rusaknya glomerulus, darah

akan mengalir ke unit – unit fungsional ginjal,nefron akan terganggu dan

Page 29: ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny.”H” DENGAN HYPERTENSI  DI WISMA BOUGENVIL (B ) PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA YOGYAKARTA UNIT BUDI LUHUR

dapat berlanjut menjadi hipoksik dan kematian. Dengan rusaknya

membrane glomerulus,protein akan keluar melalui urin sehingga tekanan

osmotic koloid plasma berkurang, menyebabkan edema yang sering

dijumpai pada hipertensi kronik.

d. Ensefalopati

Ensefalopati ( kerusakan otak ) dapat terjadi , terutama pada hipertensi pada

maligna.

e. Hipertensi Yang Meningkat Cepat

Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan

tekanan kapiler dan mendorong cairan ke dalam ruang intertisium di

seluruh susunan saraf pusat. Neuron – neuron di sekitarnya kolaps dan

terjadi koma serta kematian

f. Wanita dengan PIH

Wanita dengan PIH dapat mengalami kejang.  Bayi yang lahir mungkin

memiliki berat lahir rendah akibat perfusi  plasenta yang tidak adekuat, dan

dapat mengalami hipoksia dan asidosis apabila ibu mengalami kejang

selama atau sebelum proses persalinan.

7. Penatalaksanaan

Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan

mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan

pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.

Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :

a. Terapi tanpa Obat

Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan

dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat.

Page 30: ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny.”H” DENGAN HYPERTENSI  DI WISMA BOUGENVIL (B ) PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA YOGYAKARTA UNIT BUDI LUHUR

Terapi tanpa obat ini meliputi :

1. Diet

Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :

a) Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr

b) Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh

c) Penurunan berat badan

d) Penurunan asupan etanol

e) Menghentikan merokok

2. Latihan Fisik

Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan

untuk penderita hipertensi adalah olah raga yang mempunyai empat

prinsip yaitu :

a) Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging,

bersepeda, berenang dan lain-lain

b) Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas

aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal yang disebut zona

latihan.

c) Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25 menit berada dalam zona

latihan

d) Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x

perminggu

3. Edukasi Psikologis

Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi :

a) Tehnik Biofeedback

Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk menunjukkan pada

subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh yang secara sadar oleh

subyek dianggap tidak normal.

Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi gangguan

somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga untuk gangguan

psikologis seperti kecemasan dan ketegangan.

Page 31: ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny.”H” DENGAN HYPERTENSI  DI WISMA BOUGENVIL (B ) PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA YOGYAKARTA UNIT BUDI LUHUR

b) Tehnik relaksasi

Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk

mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih penderita

untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh menjadi rileks

4. Pendidikan Kesehatan ( Penyuluhan )

Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan pasien

tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat

mempertahankan hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.

b. Terapi dengan Obat

Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah

saja tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi

agar penderita dapat bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu

dilakukan seumur hidup penderita.

Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli

Hipertensi ( Joint National Committee On Detection, Evaluation And

Treatment Of High Blood Pressure, Usa) menyimpulkan bahwa obat

diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium, atau penghambat ACE dapat

digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan memperhatikan keadaan

penderita dan penyakit lain yang ada pada penderita. Melihat pentingnya

kepatuhan pasien dalam pengobatan maka sangat diperlukan sekali

pengetahuan dan sikap pasien tentang pemahaman dan pelaksanaan

pengobatan hipertensi.

8. Diagnosa Keperawatan

a. Ketidaktahuan mengenal masalah nutrisi sebagai salah satu penyebab

terjadinya hipertensi adalah berhubungan dengan kurangnya pengetahuan

cara pengaturaan diet yang benar.

Page 32: ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny.”H” DENGAN HYPERTENSI  DI WISMA BOUGENVIL (B ) PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA YOGYAKARTA UNIT BUDI LUHUR

b. Ketidaksanggupan keluarga memilih tindakan yang tepat dalam pengaturan

diet bagi penderita hipertensi berhubungan dengan kurangnya pengetahuan

tentang cara pengaturan diet yang benar.

c. Ketidakmampuan untuk penyediaan diet khusus bagi klien hipertensi

berhubungan dengan kurangnya pengetahuan keluarga tentang cara

pengolahan makanan dalam jumlah yang tepat.

d. Ketidakmampuan meenyediakan makanan rendah garam bagi penderita

hipertensi berhubungan dengan kurangnya pengetahuan dan kebiasaan

sehari-hari yang mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung garam.

e. Ketidaktahuan menggunakan manfaat tanaman obat keluarga berhubungan

dengan kurangnya pengetahan tentang manfaat tanaman obat tersebut.

9. Perencanaan

Rencana keperawatan keluarga adalah sekumpulan tindakan keperawatan yang

ditentukan oleh perawat untuk dilaksanakan dalam memecahkan masalah

kesehatan dan keperawatan yang telah diidentifikasi (Nasrul Effendi)

Rencana tindakan dari masing –masing diagnosa keperawatan khusus diet pada

klien hipertensi adalah :

1) Ketidakmampuan mengenal masalah nutrisi sebagai salah satu penyebab

terjadinya hipertensi berhubungan dengan  kurangnya pengetahuan tentang

cara pengaturan diet yang benar.

a) Tujuan

Keluarga mampu mengenal cara pengaturan diet bagi anggota

keluarga yang menderita penyakit hipertensi.

b) Kriteria hasil

i. Keluarga mampu menyebutkan secara sederhana batas

pengaturan diet bagi anggota kelurga yang menderita

hipertensi.

ii. Keluarga dapat memahami danmampu mengambil tindakan

sesuai anjuran.

c) Rencana tindakan

i. Beri penjelasan kepada keluarga cara pengaturan diet yang

benar bagi penderita hipertensi.

Page 33: ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny.”H” DENGAN HYPERTENSI  DI WISMA BOUGENVIL (B ) PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA YOGYAKARTA UNIT BUDI LUHUR

ii. Beri penjelasan kepada klien dan keluarga ,bagaiman

caranya menyediakan makan-makanan rendah garam bagi

penderita hipertensi .

d) Rasional

i. Dengan diberikan penjelasan diharapkan keluarga

menimbulkan peresepsi yang negatip sehingga dapat

dijadikan motivasi untuk mengenal masalah khususnya

nutrisi untuk klieh hiperetensi

ii. Dengan diberikan penjelasan keluarga mampu menyajikan

makanan yang rendah garam.

2) Ketidak mampuan dalam mengambil keputusan untuk mengatur diet

terhadap anggota keluarga yang menderita hipertensi berhubungan dengan

kurangnya pengetahuan keluarga tentang manfaat dari pengaturan diet

a) Tujuan

Keluarga dapat memahami tentang manfaat pengaturan diet untuk

klien hipertensi

b) Kriteria hasil

i. Keluarga mampu menjelaskan tentang manfaat pengaturan

diet bagi klien hipertensi

ii. Keluarga dapat menyediakan makanan khusus untuk klien

hipertensi

c) Rencana tindakan

i. Beri penjelasan kepada keluarga tentang manfaat pengaturan

diet untuk klien hipertensi.

ii. Beri penjelasan kepada keluarga jenis untuk klien hipertensi.

d) Rasional

i. Dengan diberi penjelasan diharapkan keluarga mampu

melaksanakan cara pengaturan diet untuk klien hipertensi

ii. Keluarga diharapkan mengetahui jenis makanan untuk

penderita hipertensi.

Page 34: ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny.”H” DENGAN HYPERTENSI  DI WISMA BOUGENVIL (B ) PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA YOGYAKARTA UNIT BUDI LUHUR

3) Ketidakmampuan keluarga untuk menyediakan diet khusus bagi penderita

hipertensi berhubungan kurangnya pengetahuan tentang cara pengolahan

makanan dalam jumlah yang benar .

a) Tujuan

Keluarga mampu menyediakan diet khusus untuk penderita

hipertensi.

b) Kriteria hasil

i. Kilen dan keluarga mampu menyediakan diet khusus untuk

penderita hipertensi.

ii. Keluarga mampu menyajikan makanan dalam jumlah yang

tepat bagi klien hipertensi.

c) Rencana tindakan

i. Beriakan penjelasan kepada klien dan keluarga cara

pengolahan makanan untuki klien hipertensi.

ii. Beri penjelasan kepada klien dan keluarga jumlah makanan

yang dikonsumsi oleh klien hipertensi.

iii. Beri contoh sederhana kepada klien dan keluarga untuk

memnbuat makanan dengan jumlah yang tepat.

d) Rasional

i. Dengan diberikan penjelasan diharapkanklien dan keluarga

dapat cara pengolahan makanan untuk klien hipertensi.

ii. Diharapkan klien dapat mengkonsumsi makanan sesuai yang

dianjurkan.

iii. Dengan diberikan contoh sederhana caara membuat makanan

dalam jumlah yang tepat kilen dan keluarga mampu

menjalankan /melaksanakaannya sendiri.

4) Ketidakmampuan menyediakan makanan rendah garam bagi penderita

hipertensi berhubungan dengan kurang pengetahuan dan kebiasaan sehari-

hari yang mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung garam.

a) Tujuan

Page 35: ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny.”H” DENGAN HYPERTENSI  DI WISMA BOUGENVIL (B ) PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA YOGYAKARTA UNIT BUDI LUHUR

Seluruh anggota keluarga membiasakan diri setiap hari

mengkonsumsi makanan yang rendah garam.

b) Kriteria hasil

i. Klien dan keluarga dapat menjelaskan manfaat makanan yang

rendah garam

ii. Klien dan keluarga dapat menjelaskan jenis makanan yang

banyak mengandung garam.

iii. Klien dan keluarga mau berubah kebiasaan dari mengkonsumsi

makanan yang banyak mengandung garam.

c) Rencana tindakan.

i. Beri penjelasan kepada klien dan keluarga tentang pengaruh

garan terhadap klien hipertensi.

ii. Beri penjelasan kepada klien dan keluarga jenis makana yang

banyak mengandung garam.

iii. Beri motivasi kepada klien dan keluarga bahwamereka mampu

untuk merubah kebiasaan yang kurang baik tersebut yang

didasari padea niat dan keinginan untuk merubah.

d) Rasional

i. Diharapkan klien dan keluarga memahami dan mengerti

tentang pengaruh garam terhadap klien hipertensi

ii. Diharapkan klien dan keluarga dapat menghindari makanan

yang banyak mengandung garam.

iii. Dengan diberi motivasi diharapkan klien dan kelarga mau

merubah sikapnya dari yang tidak sehat menjadi sehat

5) Ketidakmampuan menggunakan sumber pemanfaatan tanaman obat 

keluarga berhubungan dengan kurang pengetahuan  guna dari tanaman obat

keluarga.

a) Tujuan

Diharapkan klien dan keluarga mampu memanfaatkan sumber

tanaman obat keluarga.

b) Kriteria hasil

Klien dan keluarga dapat menyebutkan tanaman obat yang dapat

membantu untuk pengobatan hipertensi

Page 36: ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny.”H” DENGAN HYPERTENSI  DI WISMA BOUGENVIL (B ) PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA YOGYAKARTA UNIT BUDI LUHUR

c) Rencana tindakan

i. Beri penjelasan kepada klien dan keluarga manfaat Toga.

ii. Beri penjelasan kepada klien keluarga macam dan jenis

tumbuhan /tanaman yang dapat membantu menurunkan

tekanan darah 

iii. kepada kepada klien dan keluarga agar berusaha memiliki

tanaman obat keluarga .

d) Rasional

i. Agar klien dan keluarga dapat memahami manfaat Toga.

ii. Klien dan keluarga dapat mengetahui jenis tanaman yang dapat

menurunkan tekanan darah..

iii. Dengan memiliki Toga sendiri klien dapat mengkonsumsi

tanaman obat tersebut kapan saja diperlukan.  

Page 37: ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny.”H” DENGAN HYPERTENSI  DI WISMA BOUGENVIL (B ) PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA YOGYAKARTA UNIT BUDI LUHUR

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Setelah melakukan asuhan keperawatan selama 3 x 7 jam kepada Ny. “M”

dengan Hipertensi di Wisma Himawari Panti Sosial Tresna Werdha Yogyakarta

Unit Budi Luhur didapatkan hasil dari setiap diagnosa:

1. Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan Kelemahan muskuloskeletal,

penurunan motivasi. Diagnosa ini teratasi 50 % dibuktikan dengan :

a. Klien mengatakan badannya segar, sudah termotivasi untuk mandi.

b. Badan tampak segar

c. Baju sudah ganti

d. Kuku sudah pendek-pendek dan bersih

e. Kamar sudah tidak begitu bau

f. Dan baju sudah tertata dengan rapi

2. Gangguan Pola Tidur berhubungan dengan psikologis (usia tua). Diagnosa ini

teratasi 60 % dibuktikan dengan :

a. Klien mengatakan mampu tidur siang selama 2 jam

b. Mata tidak terlihat sayu

c. Tidur malam klien dalam batas normal (8jam)

d. Tidak ada gangguan tidur

3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif (usia tua).

Diagnosa ini teratasi 40 % dibuktikan dengan :

a. Klien mengatakan belum begitu paham tentang makanan apa yang harus

dihindari dan di konsumsi

b. Klien terlihat belum dapat mengulangi dan membedakan makanan yang di

contohkan.

B. SARAN

1. Memotivasi klien agar tetap beraktivitas memenuhi kebutuhan sehari – harinya

sesuai dengan kemampuanya dengan tetap mempehatikan istirahat dan

kemampuan tubuhnya.

Page 38: ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny.”H” DENGAN HYPERTENSI  DI WISMA BOUGENVIL (B ) PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA YOGYAKARTA UNIT BUDI LUHUR

2. Menganjurkan klien untuk mengatur aktivitas kesehariannya dengan tetap

memperhatikan kemampuan tubuhnya.

3. Menganjurkan klien untuk makan secara teratur agar kesehatan tubuhnya tetap

terjaga.

4. Tetap beri motivasi klien dalam kebersihan diri baik tubuh secara fisik maupun

lingkungan sekitarnya.

5. Motivasai klien untuk tetap istirahat cukup sesuai kebutuhan

6. Seharusnya dalam pemebrian diit di Panti disesuaikan dengan kondisi dan status

penyakit klien apakah klien tersebut mempunyai makanan yang harus dipantau

atau tidak, sehingga akan tetap memperbaiki kesehatannya dan bisa dilakukan

dengan berkolaborasi dengan ahli gizi.