askep sh

30
ASKEP dan HE pada Klien dengan CVA Hemoragik Oleh : SGD 1 1. Koma ng Tr i Budi Utami 10 0210500 1 2. I Pu tu Dwij a Ar na th a 10 021 0500 3 3. Ni Ka de k atna !awitri 10 02 105005 ". A# u Ng ur ah Dw i a ha#u 10 02 10 50 1" 5. Ni Ka de k De $# Kri% ti anti Utami 1002105015 &. Ni 'ade a i a wit i 10 021 0503 0 (. Ni 'ade Indah )erma# oni 100210503* +. I Dewa A#u Deni 'ahadewi 10021050"* *. Ni Putu Ar # I% wari 10021050&" 10. I 'ade !omeita 10021050(( 11. Komang Ar# a ,kta- iantar a 100 210 50( *

Upload: indah-hermayoni

Post on 18-Oct-2015

32 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PASIEN STROKE

PAGE

ASKEP dan HE pada Klien dengan CVA Hemoragik

Oleh :

SGD 1

1. Komang Tri Budi Utami

1002105001

2. I Putu Dwija Arnatha

1002105003

3. Ni Kadek Ratna Sawitri

1002105005

4. Ayu Ngurah Dwi Rahayu

1002105014

5. Ni Kadek Deby Kristianti Utami

1002105015

6. Ni Made Rai Rawiti

1002105030

7. Ni Made Indah Hermayoni

1002105039

8. I Dewa Ayu Deni Mahadewi

1002105049

9. Ni Putu Ary Iswari

1002105064

10. I Made Someita

1002105077

11. Komang Arya Oktaviantara

1002105079UNIVERSITAS UDAYANA

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

2011ISTILAH YANG BERHUBUNGAN DENGAN STROKE1. Agnosia : suatu keadaan dimana pasien kehilangan daya ingat atau kemampuan untuk mengenal benda-benda walaupun semua pancra indranya baik.

2. Aneurysm (kelainan pembuluh darah) : suatu keadaan dimana ada daerah yang lemah dan menonjol pada pembuluh darah. Penonjolan ini hanya terjadi dibagian dalam dinding pembuluh darah atau bisa juga membuat pembuluh darah itu menjadi setipis balon. Inilah keadaan yang membahayakan, karena sewaktu-waktu aneurysm ini dapat pecah.

3. Aphasia : suatu keadaan dimana si penderita kehilangan daya untuk mengubah sesuatu paham menjadi kata-kata (lisan/tertulis), atau kehilangan daya untuk mengubah kata-kata (lisan tertulis) menjadi suatu paham.

4. Apraxsia : Tidak mampu mengikuti gerakan. suatu keadaan dimana pasien kehilangan daya atau kemampuan untuk melakukan gerakan-gerakan yang tangkas, walaupun :

Tidak terdapat kelumpuhan

Tidak terdapat gangguan sensibilitas

Tidak terdapat gangguan koordinasi

Tidak terdapat gangguan ekstra-piramidal

5. Ataxsia : suatu keadaan dimana seorang penderita yang tidak menunjukkan tanda-tanda kelumpuhan (tidak menunjukkan tanda-tanda paresis), tidak terdapat melakukan gerakan-gerakan tertentu dengan tangkas dan tepat

6. Dysarthria : gangguan pada artikulasi, bahwa terjadi gangguan pada ppengucapan kata-kata tetapi suaranya sendiri tidak parau.

7. Expressive aphasia : salah satu bagian dari sebuah keluarga besar gangguan yang dikenal secara kolektif sebagai aphasia. Hal ini ditandai dengan hilangnya kemampuan untuk menghasilkan bahasa. Aphasia ekspresif berbeda dari dysarthria, yang dicirikan oleh ketidakmampuan pasien untuk benar menggerakkan otot-otot lidah dan mulut untuk menghasilkan suara.

8. Hemianopsia : Kebutaan setengah lapang pandang pada satu atau kedua mata.9. Hemiplegia/hemiparesis : terjadinya kelumpuhan total dari lengan, kaki, dan bagian sisi yang sama dari tubuh. Hemiplegia lebih parah dari pada hemiparesis dimana satu setengah tubuh memiliki kelemahan kurang ditandai.

10. Infarction : adanya kematian jaringan (nekrosis) yang disebabkan oleh kurangnya oksigen local karena obstruksi dari jaringan yang suplai darah.

11. Korsakoffs syndrome : gangguan neurologis yang disebabkan oleh kekurangan vitamin (B1) di otak yang terkait dengan penyalahgunaan, alcohol kronis atau gizi buruk.

12. Penumbra Region : Lapisan sekitar ischemic core. CBF rendah tapi lebih tinggi dari IC -- pucat . Functional paralysis :PO2 rendah, PCO2 tinggi, Asam laktat meningkat , Kerusakan neuron berbagai tingkat, edema jaringan. Bersifat reversible 13. Perseveration : pasien mampu melakukan pengulangan respon tertentu, seperti kata frase, atau gerakan, meskipun ketiadaan atau penghentian stimulus, biasanya disebabkan oleh cedera otak atau gangguan organic lainnya.

14. Receptive aphasia : pasien dapat berbicara normal, sintaks kata bahasa, tingkat intonasi, dan stress, tapi konten bahasa mereka tidak benar. Mereka mungkin menggunakan kata-kata yang salah.

ASUHAN KEPERAWATAN INTENSIF PADA PASIEN DENGAN

STROKE HEMORAGIK

1. Definisi Pengertian

a. Stroke adalah disfungsi neurologis yang umum dan timbul secara mendadak sebagai akibat dari adanya gangguan suplai darah ke otak dengan tanda dan gejala sesuai dengan daerah otak yang terganggu (WHO, 1989).

b. Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak. Stroke dapat terjadi akibat pembentukan trombus disuatu arteri serebrum akibat embolus yang mengalir keotak dan tempat lain ditubuh atau akibat perdarahan otak (Elizabeth J. Corwin, 2001).

c. Stroke adalah disfungsi neurology yang mempunyai awitan yang mendadak dan berlangsung 24 jam sehari sebagai akibat dari cedera cerebrovaskuler (Huddak and Gallo, 1996).

d. Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh terhentinya supplay darah kebagian otak (Brunner and Suddarth, 2001).

e. Stroke atau penyakit serebrovaskular mengacu pada setiap gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui system suplai arteri otak. ( Sylvia A. Price, 2006 )f. Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler. (Djoenaidi Widjaja et. al, 1994)

g. Stroke hemoragik yaitu suatu kerusakan pembuluh darah otak, sehingga menyebabkan perdarahan pada area tersebut. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi saraf (Haryono, 2002)

h. Stroke hemoragik terjadi karena salah satu pembuluh darah di otak (aneurisma, mikroaneurisma, kelainan pembuluh darah congenital) pecah atau robek. Keadan penderita stroke hemoragik umumnya lebih parah. Kesadaran umumnya menurun.Mereka berada dalam keadaan somnolen, osmnolen, spoor, atau koma pada fase akut.

(www.cerminduniakedokteran.co.id)

2. Epidemiologi/ Insiden Kasus

Stroke adalah penyebab kematian yang ketiga setelah penyakit jantung dan keganasan. Stroke diderita oleh 200 orang per 100.000 penduduk per tahunnya. Stroke merupakan penyebab utama cacat menahun. Pengklasifikasiannya adalah 65-85% merupakan stroke non hemoragik ( 53% adalah stroke trombotik, dan 31% adalah stroke embolik) dengan angka kematian stroke trombotik 37%, dan stroke embolik 60%. Presentase stroke non hemoragik hanya sebanyak 15-35%. 10-20% disebabkan oleh perdarahan atau hematom intraserebral, dan 5-15% perdarahan subarachnoid. Angka kematian stroke hemoragik pada jaman sebelum ditemukannya CT scan mencapai 70-95%, setelah ditemukannya CT scan mencapai 20-30%.

Prevalensi stroke di USA adalah 200 per 1000 orang pada rentang usia 45-54 tahun, 60 per 1000 pada rentang usia 65-74 tahun, dan 95 per 1000 orang pada rentang usia 75-84 tahun. Dengan presentase kematian mencapai 40-60%3. Penyebab / Faktor Predisposisia. Perdarahan serebri

Perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab kasus gangguan pembuluh darah otak dan merupakan persepuluh dari semua kasus penyakit ini. Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh ruptura arteria serebri.

b. Pecahnya aneurisma

Biasanya perdarahan serebri terjadi akibat aneurisme yang pecah maka penderita biasanya masih muda dan 20% mempunyai lebih dari satu aneurisme. Dan salah satu dari ciri khas aneurisme adalah kecendrungan mengalami perdarahan ulang (Sylvia A. Price, 1995)

c. Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan).

Trombosis sinus dura

Diseksi arteri karotis atau vertebralis

Vaskulitis sistem saraf pusat

Penyakit moya-moya (oklusi arteri besar intrakranial yang progresif)

Kondisi hyperkoagulasi

Penyalahgunaan obat (kokain dan amfetamin)

Kelainan hematologis (anemia sel sabit, polisitemia atau leukemia)

Miksoma atrium.

Selain itu juga terdapat beberapa faktor resiko yang menyebabkan terjadinya stroke secara umum diantaranya :

faktor usia

Menurunnya elastisitas pembuluh darah dan atherosclerosis biasanya sering menyerang usia ini

Faktor resiko medis Hipertensi

Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif, fibrilasi atrium, penyakit jantung kongestif)

Kolesterol tinggi

Obesitas

Peningkatan hematokrit ( resiko infark serebral)

Diabetes Melitus (berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi)

Kontrasepasi oral( khususnya dengan disertai hipertensi, merkok, dan kadar estrogen tinggi)

Penyalahgunaan obat ( kokain)

Konsumsi alkohol (Smeltzer C. Suzanne, 2002;2131).

Prilaku hidup tidak sehat

antara lain : merokok baik aktif maupun pasif, makan makanan cepat saji, mengkonsumsi alcohol, kurang olahraga, narkoba dan obesitas.4. PatofisiologiStroke merupakan penyakit peredarah darah otak yang diakibatkan oleh tersumbatnya aliran darah ke otak atau pecahnya pembuluh darah di otak, sehingga supplay darah ke otak berkurang (Smletzer & Bare, 2005). Secara umum gangguan pembuluh darah otak atau stroke merupakan gangguan sirkulasi serebral. Merupakan gangguan neurologik fokal yang dapat timbul sekunder dari suatu proses patologi pada pembuluh darah serebral. Stroke bukan merupakan penyakit tunggal tetapi merupakan kumpulan tanda dan gejala dari beberapa penyakit diantaranya ; hipertensi, penyakit jantung, peningkatan lemak dalam darah, diabetes mellitus, dan penyakit vaskuler perifer (Markus, 2001)

Penyebab utama stroke berdasarkan urutan adalah aterosklerosis (trombosis), embolisme, hipertensi yang dapat menimbulkan perdarahan intraserebral dan rupture aneurisme sakuler (Price & Wilson, 2002). Trombosis serebral (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher), aterosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral merupakan penyebab utama terjadinya thrombosis. Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang di bawa ke otak dari bagian tubuh yang lain), abnormalitas patologik pada jantung kiri seperti endokarditis, jantung reumatik, serta infeksi pulmonal adalah tempat berasalnya emboli. Hemoragik serebral (pecahnya pembuluh darah serebral sehingga terjadi perdarahan ke dalam jaringan otak atau area sekitar), hemoragik dapat terjadi di epidural, subdural, dan intraserebral. (Hudak & Gallo, 2005; Ranakusuma, 2002).

Stroke hemoragik terjadi perdarahan yang berasal dari pecahnya arteri penetrans yang merupakan cabang dari pembuluh darah superfisial dan berjalan tegak lurus menuju parenkim otak yang di bagian distalnya berupa anyaman kapiler. Aterosklerosis dapat terjadi dengan bertambahnya umur dan adanya hipertensi kronik, sehingga sepanjang arteri penetrans terjadi aneurisma kecil-kecil dengan diameter 1 mm. Peningkatan tekanan darah yang terus menerus akan mengakibatkan pecahnya aneurisme ini, sehingga dapat terjadi perdarahan dalam parenkim otak yang bisa mendorong struktur otak dan merembas kesekitarnya bahkan dapat masuk kedalam ventrikel atau ke ruang intrakranial. Perdarahan intracranial biasanya disebabkan oleh karena ruptur arteri serebri. Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan atau subaraknoid, sehingga jaringan yang ada disekitarnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak, sehingga dapat mengakibatkan vasospasme pada arteri di sekitar perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisfer otak dan sirkulus willis. Bekuan darah yang semula lunak akhirnya akan larut dan mengecil. Daerah otak disekitar bekuan darah dapat membengkak dan mengalami nekrosis, karena kerja enzim-enzim maka bekuan darah akan mencair, sehingga terbentuk suatu rongga. Sesudah beberapa bulan semua jaringan nekrotik akan diganti oleh astrosit dan kapiler-kapiler baru sehingga terbentuk jalinan desekitar rongga tadi. Akhirnya rongga-rongga tersebut terisi oleh astroglia yang mengalami proliferasi (Price & Willson, 2002).

Perdarahan subaraknoid sering dikaitkan dengan pecahnya aneurisma. Kebanyakan aneurisma mengenai sirkulus wilisi. Hipertensi atau gangguan perdarahan mempermudah kemungkinan terjadinya ruptur, dan sering terdapat lebih dari satu aneurisma. Gangguan neurologis tergantung letak dan beratnya perdarahan. Pembuluh yang mengalami gangguan biasanya arteri yang menembus otak seperti cabangcabang lentikulostriata dari arteri serebri media yang memperdarahi sebagian dari ganglia basalis dan sebagian besar kapsula interna. Timbulnya penyakit ini mendadak dan evolusinya dapat cepat dan konstan, berlangsung beberapa menit, beberapa jam, bahkan beberapa hari.

5. Manifestasi klinis: Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti meledak, dramatis, berlangsung dalam

1 2 detik sampai 1 menit.

Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil, mudah terangsang, gelisah dan kejang.

Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar dalam beberapa menit sampai beberapa jam.

Dijumpai gejala-gejala rangsang meningen

Perdarahan retina berupa perdarahan subhialid merupakan gejala karakteristik perdarahan subarakhnoid.

Gangguan fungsi otonom berupa bradikardi atau takikardi, hipotensi atau hipertensi, banyak keringat, suhu badan meningkat, atau gangguan pernafasan

Manifestasi klinis yang sering terjadi pada stroke hemoragik antara lain : sakit kepala berat, leher bagian belakang kaku, muntah, penurunan kesadaran, dan kejang. Sembilan puluh persen menunjukkan adanya darah dalam cairan serebrospinal (bila perdarahan besar dan atau letak dekat ventrikel), dari semua pasien ini 70-75% akan meninggal dalam waktu 1-30 hari, biasanya diakibatkan karena meluasnya perdarahan sampai ke sistem ventrikel, herniasi lobus temporalis, dan penekanan mesensefalon, atau mungkin disebabkan karena perembasan darah ke pusat-pusat yang vital (Hieckey, 1997; Smletzer & Bare, 2005). Penimbunan darah yang cukup banyak (100 ml) di bagian hemisfer serebri masih dapat ditoleransi tanpa memperlihatkan gejala-gejala klinis yang nyata. Sedangkan adanya bekuan darah dalam batang otak sebanyak 5 ml saja sudah dapat mengakibatkan kematian. Bila perdarahan serebri akibat aneurisma yang pecah biasanya pasien masih muda, dan 20 % mempunyai lebih dari satu aneurisma (Black & Hawk, 2005).Manifestasi klinisnya defisit neurologik stroke :

No.Defisit neurologiManifestasi

1.Defisit lapang penglihatan

a) Homonimus Hemlanopsia

b) Kehilangan penglihatan perifer.

c) Diplopia

a) Tidak menyadari orang atau objek, mengabaikan salah satu sisi tubuh, kesulitan menilai jarak

b) Kesulitan melihat pada malam hari, tidak menyadari objek atau batas objek.

c) Penglihatan ganda

2. Defisit Motorik

a) Hemiparesis

b) Hemiplegia

c) Ataksia

d) Disatria

e) Disfagia

a) Kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang sama.

b) Paralisis wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang sama.

c) Berjalan tidak mantap, tidak mampu menyatukan kaki.

d) Kesulitan dalam membentuk kata

e) Kesulitan dalam menelan.

3. Defisit sensori :

ParastesiaKesemutan

4. Defisit verbal

a) Fasia ekspresif

b) Fasia reseptif

c) Afasia global

a) Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami

b) Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan, mampu berbicara tapi tidak masuk akal

c) Kombinasi afasia reseptif dan ekspresif

5. Defisit kognitif Kehilangan memori jangka pendek dan panjang, penurunan lapang perhatian, tidak mampu berkonsentrasi, dan

perubahan penilaian.

6.Defisit EmosionalKehilangan kontrol diri, labilitas emosional, depresi, menarik diri, takut, bermusuhan, dan perasaan isolasi.

Gambar 2. Gejala-gejala dari stroke

6.Pemeriksaan Fisik

Setelah melakukan anmnesis ytang mengarah pada keluhan-keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis, pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara persistem (B1 B6) dengan focus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan keluhan dari klien.

A.PEMERIKSAAN FISIKa. Keadaan umum

Kesadaran: umumnya mengalami penurunan kesadaran

Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara.

Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi.

b. Pemeriksaan integument

Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke harus bed rest 2-3 minggu

Kuku: perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis

Rambut: umumnya tidak ada kelainan.

c. Pemeriksaan kepala dan leher

Kepala: bentuk normocephalik

Muka: umumnya tidak simetris yaitu miring ke salah satu sisi

Leher: kaku kuduk jarang terjadi.

d. Pemeriksaan dada

Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan.

e. Pemeriksaan abdomen

Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat kembung.

f. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus

Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine.

g. Pemeriksaan ekstremitas

Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.

g. Pemeriksaan neurologi:

Pemeriksaan nervus cranialis

Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.

Pemeriksaan motorik

Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh.

Pemeriksaan sensorik

Dapat terjadi hemihipestesi.

Pemeriksaan reflex

Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahului dengan refleks patologis tulang tengkorak.

B1 (Breathing)

Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas dan peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronki pada klien dengan peningkatan produksi secret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien strok dengan penurunan tingkat kesadaran Koma.

Pada klien dengan tingkat kesadaran komposmentis, pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi torak didapatkan taktil vremitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.

B2 (Blood)

Pengkajian pada system kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien strok. Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi massif (tekanan darah >200mmHg)

B3 (Brain)

Disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggungjawab untuk menghasikan bicara). Atraksia (ketidakmampuan dalam melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.

Lobus frontal : kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didpatkan Stroke menyebabkan berbagai deficit neurologis, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan aliran darah kolateral (sekunder dan aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Peningkatan B3 (Brain) merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada system lainnya

Pengkajian tingkat kesadaran :

Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan respon terhadap lingkungan adalah indicator yang paling sensitive untuk disfungsi system persarafan. Beberapa system digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.

Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien strok biasanya berkisar pada tingkat latergi, stupor dan semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.

Pengkajian fungsi serebral : Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa, lobus frontal dan hemisfer

Ekspresi Status mental : observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara. ekspresi wajah dan aktivitas motorik klien. Pada klien strok tahap lanjut biasanya ststus mental klien mengalami perubahan.

Fungsi intelektual : didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage yang kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata

Kemapuan bahasa : penurunan kemampuan bahasa tergantung pada daerah lesi yang mempengaruhi fungsi serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian porterior dari girus temporallis superior ( area wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan dan bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior (area Broka) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar. Disatria (kesulitan berbicara, ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang jika kerusakan telah terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa dan kurang motivasi yang menyebabkan klien ini menghadapi masalah prustasi dalam program rehabilitasi mereka. Depresi umum terjadi danmungkin diperberat oleh respon alamiah klien terhadap penyakit katastrofik ini. Masala psikologis lain juga umum terjadi dan dimanifestasikan oleh emosi yang labil, permusuhan, prustasi, dendam dan kurang kerjasama.

Hemisfer : strok hemisfer kanan didapatkan hemiparase sebelah kiri tubuh, penilaian buruk dan mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral sehingga kemungkinan terjatuh ke sisi berlawanan tersebut. Pada strok hemisfer kiri, mengalami hemiparese kanan, perilaku lambat dan sangat hati hati, kelainan bidang pandang sebelah kanan, disfagia global, afasia dan mudah frustasi.

Pengkajian saraf cranial : Pemeriksaan ini meliputi pemerikasaan saraf cranial I XII

Saraf I (Oftaktorius) : biasanya pada klien stroke tidak ada kalinan pada fungsi penciuman

Saraf II (Optikus) : disfungsi persepsi fisual karena gangguan jara sensori primer diantara mata dan kortek fisual. Gangguan hubungan fisual- spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada klien denga hemiplegia kiri . klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan dalam menyocokkan pakaian ke bagian tubuh

Saraf III (Okulomotori), IV (troklearis) dan VI (Abdusen) : jika akibat stroke mengakibatkan paralilsis, pada satu sisi otot otot okularis didpatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral disisi yang sakit

Saraf V (Trigeminus) : pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigeminus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan eksternus

Saraf VII (fasialis) : tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi

Saraf IX (Glosofaringeal) dan X (vagus) : kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut

Saraf XI (asesorius) : tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius

Saraf XII (hipoglosus) : lidah simetris, terdapat defiasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta indra pengecapan normal.Pengkajian sistem motorik : Stroke adalah penyakit saraf motorik atas atau UMM dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunteer terhadap gerakan motorik . oleh karena UMM bersilangan, gangguan control motor volunteer dapat menunjukkan kerusakan pada UMM di sisi yang berlawanan dari otak.

Inspeksi umum didpatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.

Fasikulasi didapatkan pada oot otot ekstremitas

Tonus otot didapatkan meningkat

Kekuatan otot pada penilaian dengan menggunakan tingkat kekuatan otot pada sisi sakit didapatkan tingkat nol

Keseimbangan dan koordinasi didapatkan mengalami gangguan karena hemiparese dan hemiplegia.

Pengkajian reflek :

Pemerikasaan reflek terdiri atas pemerikasaan reflek profunda dan pemeriksaan reflek patologis. Pemeriksaan reflek profunda : pengetukan pada tendon, ligamnetum atau periosteum derajat reflek pada respon normal. Pemeriksaan reflek patologis : pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang setelah beberapa hari reflek fisiologis akan muncul kembali didahului dengan reflek patologis. Gerakan involunter tidak ditemukan adanya tremor, TIC dan distonia. Pada keadaan tertentu klien biasanya mengalami kejang umum terutama pada anak dengan stroke disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang berhubungan sekunder apabila areal fokal kortika yang peka.Pengkajian sistem sensori ;

Dapat terjadi hemihipestesi. Pada pasien terdapat ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepesi fisual karena gangguan jara sensori primer diantara mata dan kortek fisual.Gangguan hubungan fisual spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dengan area spasial ) sering terlihat pada klien hemiplagia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karene ketidakmampuan mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.Kehilangan sensori stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangn propriosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh serta kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli fisuan, taktil dan audiotorius). B4 (Bladder)

Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang control sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini dilakukan katerisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.

B5 (Bowel)

Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltic usus. Adanya inkontinensia alvi Yng berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.

B6 (Bone)

Stroke merupakan penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan control volunteer terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor volunteer pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik.

Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/hemiplegic, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.

B.Pemeriksaan Penunjanga) Pemeriksaan laboratorium :

pemeriksaan pungsi lumbal : menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada trombosis, emboli cerebral, dan TIA. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunukkan adanya hemoragic subarachnoid atau perdarahan intrakranial. Kadar protein total meninggkat pada kasus trombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi

pemeriksaan darah rutin pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali

pemeriksaan darah lengkap untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri

b) Pemeriksaan radiology :

Angiografi cerebral : membantu menentukan penyebab srtoke secara spesifik, seperti perdarahan atau obstruksi arteri, adanya titik oklusi atau ruptur

CT Scan : Menunjukkan secara spesifik letak dari edema hematoma, iskemia dan adanya infark.

MRI (Magnetic Imaging Resonance) : menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragic, mal formasi arteriovena (MAV) atau menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak.

Ultrasonografi Dopler : mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri karotis, arteriosklerotik)

EEG : mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik

Sinar-X tengkorak : menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, klasifikasi karotis interna terdapat pada trombisis serebral, klasifikasi partial dinding aneurisma pada perdarahan subarachnoid.

7. Medical Management Terapy Farmakologi

Anti koagulasi dapat diberikan pada stroke nonhemoragic, meskipun heparinisasi pada pasien dengan stroke iskemik akut mempunyai potensi untuk menyebabkan komplikasi hemoragic. Heparinoid dengan berat molekul rendah (HBMR) menawarkan alternatif pada penggunaan heparin dan dapat menurunkan kecendrungan perdarahan pada penggunaannya. HBMR ini masi dalam tahap percobaan, tetapi uji klinik sangat baik dan cukup memberi harapan. Heparinoids harus diberikan dalam 24 jam sejak awitan gejala-gejala dan diberikan secara intravena, seperti halnya pemberian heparin. Obat ini memberikan efek anti trombotik, namun menyebabkan perubahan yang tidak signifikan dalam masa protrombin pasien serta masa tromboplastin parsial. Intervensi Pembedahan

Episode iskemik transien sering dipandang sebagai peringatan bahaya stroke karena oklusi pembuluh darah. Sebagian pasien dengan panyakit aterosklerosis pembuluh ekatrakranial atau intrakranial dapat menjadi calon yang akan mengalami pembedahan. Endarterektomi dapat memberikan keuntungan pada pasien dengan penyempitan pembuluh.

Pembedahan bypass kranial mencakup pembentukan anastomosis arteri ekstrakranial yang memperdarahi kulit kepala ke arteri intrakranial distal ke tempat yang tersumbat. Prosedur ini sering dilakukan bila keterlibatan intrakranial adalah anastomosis arteri temporalis superior ke arteri serebral mediana (STA-MCA). Sehungga terbentuk kolateral ke area otak yang diperdarahi oleh arteri serebra mediana. Banyak tindakan anastomosis STA-MCA dilakukan dengan harapan dapat mencegah stroke dimasa mendatang pada orang-orang dengan iskemia serebral fokal umilateral yang menunjukkan TIA. Tindakan medis terhadap pasien stroke meliputi diuretic untuk menurunkan edema serebral, yang mencapai tingkat maksimum 3 sampai 5 hari setelah infark serebral.8.Pencegahan Stroke Hemoragik

Dalam manusia tanpa faktor risiko stroke dengan umur di bawah 65 tahun, risiko terjadinya serangan stroke dalam 1 tahun berkisar pada angka 1%. Setelah terjadinya serangan stroke ringan atau TIA, penggunaan senyawa anti-koagulan seperti warfarin, salah satu obat yang digunakan untuk penderita fibrilasi atrial, akan menurunkan risiko serangan stroke dari 12% menjadi 4% dalam satu tahun. Sedangkan penggunaan senyawa anti-keping darah seperti aspirin, umumnya pada dosis harian sekitar 30 mg atau lebih, hanya akan memberikan perlindungan dengan penurunan risiko menjadi 10,4%. Kombinasi aspirin dengan dipyridamole memberikan perlindungan lebih jauh dengan penurunan risiko tahunan menjadi 9,3%.Cara yang terbaik untuk mencegah terjadinya stroke adalah dengan mengidentifikasi orang-orang yang berisiko tinggi dan mengendalikan faktor risiko stroke sebanyak mungkin, seperti kebiasaan merokok, hipertensi, dan stenosis di pembuluh karotid, mengatur pola makan yang sehat dan menghindari makanan yang mengandung kolesterol jahat (LDL), serta olaraga secara teratur. Stenosis merupakan efek vasodilasi endotelium yang umumnya disebabkan oleh turunnya sekresi NO oleh sel endotelial, dapat diredam asam askorbat yang meningkatkan sekresi NO oleh sel endotelial melalui lintasan NO sintase atau siklase guanilat, mereduksi nitrita menjadi NO dan menghambat oksidasi LDL di lintasan aterosklerosis.Beberapa institusi kesehatan seperti American Heart Association atau American Stroke Association Council, Council on Cardiovascular Radiology and Intervention memberikan panduan pencegahan yang dimulai dengan penanganan seksama berbagai penyakit yang dapat ditimbulkan oleh aterosklerosis, penggunaan senyawa anti-trombotik untuk kardioembolisme dan senyawa anti-keping darah bagi kasus non-kardioembolisme, diikuti dengan pengendalian faktor risiko seperti arterial dissection, patent foramen ovale, hiperhomosisteinemia, hypercoagulable states, sickle cell disease; cerebral venous sinus thrombosis; stroke saat kehamilan, stroke akibat penggunaan hormon pasca menopause, penggunaan senyawa anti-koagulan setelah terjadinya cerebral hemorrhage; hipertensi, kebiasaan merokok, diabetes, fibrilasi atrial, dislipidemia, stenosis karotid, obesitas, sindrom metabolisme, konsumsi alkohol berlebihan, konsumsi obat-obatan berlebihan, konsumsi obat kontrasepsi, mendengkur, migrain, peningkatan lipoprotein dan fosfolipase.9.Komplikasi Stroke Hemoragik

Hipokia serebral : diminimalkan dengan member okigenasi darah adekuat ke otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobin serta hematokrit pada tingkat dapat diterima akan membantu dalam mempertahankanhemoglobin serta hematokrit pada tingkat dapat diterima akan membantu dalam mempertahankan oksigenasi jaringan.

Aliran darah serebral : bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan integrits pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intravena) harus menjamin penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi atau hipotensi ekstrem perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi meluasnya area cedera.

Embolisme serebral : dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium atau dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya menurunkan aliran darah serebral. Disritmia curah jantung tidak konsisten dan penghentian thrombus local. Selain itu, disritmia dapat menyebabkan embolus serebral dan harus diperbaiki.

10.ASUHAN KEPERAWATAN1. Pengkajian

a. Sirkulasi

Data Subyektif:

Riwayat penyakit jantung ( penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung , endokarditis bacterial ), polisitemia.

Data obyektif:

Hipertensi arterial

Disritmia, perubahan EKG

Pulsasi : kemungkinan bervariasi

Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal

b. Respirasi

Data Subyektif:

Perokok ( factor resiko )

Tanda:

Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas

Timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur

Suara nafas terdengar ronchi /aspirasic. Sensori neural

Data Subyektif:

Pusing / syncope ( sebelum CVA / sementara selama TIA )

nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid.

Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti lumpuh/mati

Penglihatan berkurang

Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan pada muka ipsilateral ( sisi yang sama )

Gangguan rasa pengecapan dan penciuman

Data obyektif:

Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan , gangguan tingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi kognitif

Ekstremitas : kelemahan / paraliysis ( kontralateral pada semua jenis stroke, genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek tendon dalam ( kontralateral )

Wajah: paralisis / parese ( ipsilateral )

Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif/ kesulitan berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata komprehensif, global / kombinasi dari keduanya.

Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli taktil

Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik

Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi ipsi lateral

d. Aktivitas dan istirahat

Data Subyektif:

kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis.

mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri atau kejang otot )

Data obyektif:

Perubahan tingkat kesadaran

Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis ( hemiplegia ) , kelemahan umum.

gangguan penglihatan

e. Integritas ego

Data Subyektif:

Perasaan tidak berdaya, hilang harapan

Data obyektif:

Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan , kegembiraan

kesulitan berekspresi diri

f. Eliminasi

Data Subyektif:

Inkontinensia, anuria

distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh ), tidak adanya suara usus( ileus paralitik )

g. Makan/ minum

Data Subyektif:

Nafsu makan hilang

Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK

Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia

Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah

Data obyektif:

Problem dalam mengunyah ( menurunnya reflek palatum dan faring )

Obesitas ( factor resiko )

h. Nyeri / kenyamanan

Data Subyektif:

Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya

Data obyektif:

Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial

i. Keamanan

Data obyektif:

Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan

Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang kewasadaan terhadap bagian tubuh yang sakit

Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali

Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh

Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, berkurang kesadaran diri

j. Interaksi social

Data obyektif:

Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi

k. Pengajaran / pembelajaran

Subjektif Data:

Riwayat hipertensi keluarga, stroke

penggunaan kontrasepsi oral

(DoengesE, Marilynn,2000 hal 292)

DIAGNOSA

1. Perubahan perfusi jaringan otak berhubungan dengan perdarahan intra serebral, oklusi otak, vasospasme dan edema otak.

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia, kelemahan neuromuskuler pada ekstremitas.

3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari kerusakan pada area bicara di hemisfer otak, kehilangan kontrol tonus otot facial/oral.

4. Gangguan persepsi sensori (penglihatan) berhubungan dengan penurunan sensori, penurunan penglihatan.

5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama.

6. Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan.

Dx.1. Perubahan perfusi jaringan otak berhubungan dengan perdarahan intra serebral, oklusi otak, vasospasme dan edema otak

Tujuan :

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam diharapkan perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal

Kriteria hasil :

Klien tidak gelisah

Tidak ada keluhan nyeri kepala

Tanda-tanda vital normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C, pernafasan 16-20 kali permenit)

Rencana tindakan

a) Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab gangguan perfusi jaringan otak dan akibatnya

Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan

b) Anjurkan kepada klien untuk bed rest total

Untuk mencegah perdarahan ulang

c) Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan intrakranial tiap dua jam

Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan untuk penetapan tindakan yang tepat

d) Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung (beri bantal tipis)

Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan draimage vena dan memperbaiki sirkulasi serebral

e) Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan

Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan potensial terjadi perdarahan ulang

f) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung

Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat total dan ketenangan mungkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke hemoragik / perdarahan lainnya

g) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor

Memperbaiki sel yang masih viabel

Dx.2 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia, kelemahan neuromuskuler pada ekstremitas

Tujuan :

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ...x 24 jam diharapkan klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya.

Kriteria hasil

Tidak terjadi kontraktur sendi

Bertambahnya kekuatan otot

Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas

Rencana tindakan

a) Ubah posisi klien tiap 2 jam

Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekanb) Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang tidak sakit

Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan

c) Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit

Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan

d) Berikan papan kaki pada ekstrimitas dalam posisi fungsionalnya

Mencegah pembengkakan

e) Tinggikan kepala dan tangan

f) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien

Dx.3 Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari kerusakan pada area bicara di hemisfer otak, kehilangan kontrol tonus otot facial/oral.

Tujuan

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam diharapkan proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal.

Kriteria hasil

Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi

Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun isarat

Rencana tindakan

a) Berikan metode alternatif komunikasi, misal dengan bahasa isarat

Memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan kemampuan klien

b) Antisipasi setiap kebutuhan klien saat berkomunikasi

Mencegah rasa putus asa dan ketergantungan pada orang lain

c) Bicaralah dengan klien secara pelan dan gunakan pertanyaan yang jawabannya ya atau tidak

Mengurangi kecemasan dan kebingungan pada saat komunikasi

d) Anjurkan kepada keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan klien

Mengurangi isolasi sosial dan meningkatkan komunikasi yang efektif

e) Hargai kemampuan klien dalam berkomunikasi

Memberi semangat pada klien agar lebih sering melakukan komunikasi

f) Kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan wicara

Melatih klien belajar bicara secara mandiri dengan baik dan benar

Dx:4 Kerusakan Integritas Kulit b.d Tirah Baring Lama ditandai dengan Turgor Kulit Buruk.

Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan x 24 jam diharapkan integritas kulit pasien membaik.

Kriteria Hasil Integritas kulit yang baik dapat dipertahankan(sensasi, elstistas, temperature, hidrasi, pigmentasi). Tidak ada luka / lesi pada kulit Perfusi jaringan membaik.

Rencana Tindakan

a) Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian longgar.b) Hindari kerutan pada tempat tidur.c) Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan lembab.d) Mobilisasi pasien setiap 2 jam sekali.e) Inspeksi kulit, kaji turgor kulit pasien.f) Oleskan lotion, untuk menjaga kulit lembab terutama pada daerah yang tertekan.

PAGE