askep gangguan persepsi sensori

23
ASKEP GANGGUAN PERSEPSI SENSORI undefined undefined A. SENSORI NORMAL Sensori adalah stimulus atau rangsangan yang datang dari dalam maupun luar tubuh. Stimulus tersebut masuk ke dalam tubuh melalui organ sensori ( panca indera). Stimulus yang sempurna memungkinkan seseorang untuk belajar berfungsi secara sehat dan berkembang dengan normal. Secara fisiologis, sistem saraf secara terus menerus menerima ribuan informasi dari organ saraf sensori, menyalurkan informasi melalui saluran yang sesuai, dan mengintegrasikan informasi menjadi respon yang bermakna. Stimulus sensori mencapai organ sensori dan menghasilkan reaksi yang segera atau informasi tersebut saat itu disimpan ke otak untuk digunakan dimasa depan. Sistem saraf harus utuh agar stimulus sensori mencapai pusat otak yang sesuai dan agar individu menerima sensai.Setelah menginterpretasi makna sensasi, maka orang dapat bereaksi terhadap stimulus tersebut. Empat komponen penting pada sensori, yaitu: 1. Stimulus (rangsangan) 2. Reseptor 3. Konduksi 4. Persepsi Proses sensorik adalah kemampuan untuk memproses atau mengorganisasikan input sensorik yang diterima. Biasanya proses ini terjadi secara otomatis, misalnya ketika mendengar suara kicauan burung, otak langsung menterjemahkan sebagai bahasa atau suara binatang

Upload: operator-warnet-vast-raha

Post on 27-May-2015

1.656 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Askep gangguan persepsi sensori

ASKEP GANGGUAN PERSEPSI SENSORI

undefined undefined

A.    SENSORI NORMAL

Sensori adalah stimulus atau rangsangan yang datang dari dalam maupun luar tubuh.

Stimulus tersebut masuk ke dalam tubuh melalui organ sensori ( panca indera). Stimulus yang

sempurna memungkinkan seseorang untuk belajar berfungsi secara sehat dan berkembang

dengan normal.

Secara fisiologis, sistem saraf secara terus menerus menerima ribuan informasi dari organ

saraf sensori, menyalurkan informasi melalui saluran yang sesuai, dan mengintegrasikan

informasi menjadi respon yang bermakna.

Stimulus sensori mencapai organ sensori dan menghasilkan reaksi yang segera atau

informasi tersebut saat itu disimpan ke otak untuk digunakan dimasa depan. Sistem saraf

harus utuh agar stimulus sensori mencapai pusat otak yang sesuai dan agar individu

menerima sensai.Setelah menginterpretasi makna sensasi, maka orang dapat bereaksi

terhadap stimulus tersebut.

Empat komponen penting pada sensori, yaitu:

1.      Stimulus (rangsangan)

2.      Reseptor

3.      Konduksi

4.      Persepsi

Proses sensorik adalah kemampuan untuk memproses atau mengorganisasikan input

sensorik yang diterima. Biasanya proses ini terjadi secara otomatis, misalnya ketika

mendengar suara kicauan burung, otak langsung menterjemahkan sebagai bahasa atau suara

binatang

Proses sensorik diawali dengan penerimaan input (registration), yaitu individu menyadari

akan adanya input. Proses selanjutnya adalah orientation, yaitu tahap dimana individu

memperhatikan input yang masuk. Tahap berikutnya, kita mulai mengartikan input tersebut

(interpretation). Selanjutnya adalah tahap organization, yaitu tahap dimana otak memutuskan

untuk memperhatikan atau mengabaikan input ini. Tahap terakhir adalah execution, yaitu

tindakan nyata yang dilakukan terhadap input sensorik tadi (Williamson dan Anzalone, 1996)

Page 2: Askep gangguan persepsi sensori

Sensori Integrasi adalah Proses neurologis individu dalam mengorganisasikan sensasi

dari dalam diri dan dari lingkungan sekitar dan dapat digunakan secara efektif dalam

lingkungannya.

Melalui panca indra, manusia memperoleh informasi tentang kondisi fisik dan lingkungan

yang berada di sekitarnya. Informasi sensorik yang diterima akan masuk ke otak tidak hanya

melalui mata, telinga, dan hidung,akan tetapi masuk melalui seluruh anggota tubuh lainnya

seperti :

- Mata (Visual)

Disebut juga indera penglihatan. Terletak pada retina.Fungsinya menyampaikan

semua informasi visual tentang benda dan menusia.

- Telinga (Auditory)

Disebut juga indera pendengaran, terletak di telinga bagian dalam. Fungsinya

meneruskan informasi suara. Dan terdapat hubungan antara sistem auditor ydengan

perkembangan bahasa. Apabila sistem auditory mengalami gangguan, maka perkembangan

bahasanya juga akan terganggu.

- Hidung (Olfactory)

Disebut juga indera pembau, terletak pada selaput lendir hidung, fungsinya

meneruskan informasi mengenai bau-bauan (bunga, parfum, bau makanan).

- Lidah (Gustatory)

Disebut juga indera perasa, terletak pada lidah, fungsinya meneruskan informasi

tentang rasa (manis, asam, pahit,dan lain-lain) dan tektur di mulut (kasar, halus, dan lain-

lain).

- Kulit (Tactile)

Taktil adalah indera peraba. Terletak pada kulit dan sebagian dari selaput lendir. Bayi

yang baru lahir, menerima informasi untuk pertama kalinya melalui indera peraba ini.

- Otot dan persendian (Proprioceptive)

Proprioseptif merupakan sensasi yang berasal dari dalam tubuh manusia, yaitu

terdapat pada sendi, otot, ligamen dan reseptor yang berhubungan dengan tulang. Input

proprioseptif ini menyampaikan informasi ke otak tentang kapan dan bagaimana otot

Page 3: Askep gangguan persepsi sensori

berkontraksi (contracting) atau meregang (stretching), serta bagaimana sendi dibengkokkan

(bending), diperpanjang (extending), ditarik (being pull) atau ditekan (compressed). Melalui

informasi ini, individu dapat mengetahui dan mengenal bagian tubuhnya dan bagaimana

bagian tubuh tersebut bergerak.

- Keseimbangan / balance (Vestibular)

Sistem vestibular  disebut juga  “business center”, karena semua sistem sensorik

berkaitan dengan sistem ini. Sistem vestibular ini terletak pada labyrinth di dalam telinga

bagian tengah. Fungsinya meneruskan informasi mengenai gerakan dan gravitasi. Sistem ini

sangat mempengaruhi gerakan kepala dalam hubungannya dengan gravitasi dan gerakan

cepat atau lambat, gerakan bola mata (okulomotor), tingkat kewaspadaan dan emosi.

B.     PERUBAHAN SENSORI

Banyak faktor mengubah kapasitas untuk menerima atau mempersepsi sensasi,

kemudian menyebabkn perubahan sensori. Jenis-jenis perubahan sensori umum yang terlihat

perawat adalah defisit sensori, deprivasi sensori, dan beban sensor yang berlebihan. Jika

seseorang klien menderita lebih dari satu perubahan sensori maka secara serius akan

mengganggu kemampuan untuk berfungsi dan berhubungan secara efektif didalam

lingkungan.

1. Defisit Sensori.

Adalah suatu kerusakan dalam fungsi normal penerimaan dan persepsi sensori.

Individu tidak mampu menerima stimulus tertentu ( misalnya kebutaan atau tuli ), atau

stimulus menjadi distorsi ( misalnya penglihatan kabur karena katarak ). Kehilangan sensori

secara tiba-tiba dapat menyebabkan ketakutan, marah, dan perasaan tidak berdaya. Apabila

indera rusak maka perasaan terhadap diri juga rusak . Pada awalnya individu bersikap

menarik diri dengan menghindari komunikasi atau sosialisasi dengan orang lain dalam suatu

usaha untuk mengatasi kehilangan sensori.

Klien yang mengalami deficit sensori dapat mengubah perilaku dalam cara-cara yang

adaptif atau maladaptif. Sebagai contoh, seorang klien yang mengalami kerusakan

pendengaran dapat memutar telinga yang tidak terganggu kearah pembicara untuk mendengar

dengan lebih baik, sementara klien lain mungkin menghidar dari orang lain untuk menghidari

malu karena tidak mampu memahami pembicaraan mereka.

Page 4: Askep gangguan persepsi sensori

Contoh defisit sensori umum :

a.       Visual : presbiopi, katarak, glaukoma

b.      Pendengaran : presbikusis, otitis eksternal

c.       Neurologis : stroke, neuropati perifer.

2. Deprivasi Sensori.

Sistem pengaktivasi reticular dalam batang otak menyebabkan semua stimulus sensori

ke korteks serebral, sehingga meskipun saat tidur yang nyenyak, klien mampu menerima

stimulus. Stimulasi sensori harus cukup kualitas dan kuantitasnya untuk mempertahankan

kesadaran sesorang. Deprivasi sensori yang paling bermakna dialami klien yang melaporkan

kurangnya sentuhan manusiawi.

Jika seseorang mengalami suatu stimulasi yang tidak adekuat kualitas dan

kuantitasnya seperti stimulus yang monoton atau tidak bermakna maka akan terjadi deprivasi

sensori.

Tiga jenis deprivasi sensori adalah :

a.        kurangnya input sensori ( karena kehilangan penglihatan dan pendengaran )

b.      Eliminasi perintah atau makna dari input ( misal terpapar pada lingkungan asing )

c.       Restriksi dari lingkungan ( misalnya tirah baring atau berkuranya variasi lingkungan ) yang

menyebabkan monoton dan kebosanan ( Ebersole dan Hess, 1994 )

Individu yang beresiko terjadi deprivasi sensori umumnya tinggal di ruang terbatas

pada perawatan dirumah. Meskipun panti keperawatn berkualitas menawarkan stimulasii

yang bermakna melalui aktivitas kelompok, mengatur lingkungan, dan berkumpul saat waktu

makan, terdapat pengecualian. Lansia yang terbatas dikursi roda, menderita dari pendengaran

atau penglihatan yang buruk, mengalami penurunan tenaga, dan menghindari kontak dengan

orang lain berada pada resiko yang bermakna untuk depivasi sensori.

            Efek dari deprivasi sensori adalah :

1.      Kognitif

Penurunan kapasitas belajar, ketidakmampuan berpikir atau menyelesaikan masalah,

penampilan tugas buruk, disorientasi, berpikir aneh, regresi,

Page 5: Askep gangguan persepsi sensori

2.      Afektif.

Kebosanan, kelelahan, peningkatan kecemasan, kelabilan emosi, dan peningkatan kebutuhan

untuk stimulasi fisik.

3.      Persepsi.

Disorganisasi persepsi terjadi pada koordinasi visual, motorik, persepsi warna, pergerakan

nyata, keakuratan taktil, kemampuan untuk mempersepsikan ukiran dan bentuk, penilaian

mengenai ruang dan waktu ( Ebersole dan Hess, 1994 ).

Tanda klinis deprivasi sensori :

a.       Mengunyah dalam tidur

b.      Perhatian menurun, sulit konsentrasi, penurunan dalam penyelesaian masalah

c.       Kerusakan memori

d.      Periode disorientasi, kebingungan yang tiba-tiba atau menetap

e.       Palpitasi

a.       Halusinasi atau delusi

b.      Menangis, depresi, sensitif

c.       Apatis, emosi labil.

3.      Beban Sensori yang berlebihan.

Adalah suatu kondisi dimana individu menerima banyak stimulus sensori dan tidak dapat

secara perceptual tidak menghiraukan beberapa stimulus. Pada kondisi ini stimulus sensori

yang berlebihan  dapat mencegah otak untuk berespon secara tepat atau mengabaikan

stimulus tertentu. Kerena banyak stimulus mengarah pada kelebihan sensori sehingga

individu tidak lagi mempersepsikan lingkungan secara rasional. Kelebihan sensori mencegah

respon yang bermakna oleh otak, menyebabkan pikiran seseorang berpacu, perhatian

bergerak pada banyak arah dan menjadi lelah. Akibatnya, beban sensori yang berlebihan

menyebabkan suatu keadaan yang mirip dengan deprivasi sensori. Akan tetapi kebalikan dari

deprivasi , kelebihan sensori adalah individual. Jumlah stimulus yang dibutuhkan untuk

berfungsi sehat bervariasi setiap individu. Toleransi seseorang pada beban sensori yang

berlebihan dapat bervariasi oleh tingkat kelelahan, sikap, dan kesehatan emosional dan fisik.

Page 6: Askep gangguan persepsi sensori

Perubahan perilaku yang berhubungan dengan beban sensori yang berlebihan dapat

dengan mudah menjadi bingung atau disorientasi sederhana. Perawat harus mencari gejala

seperti pikiran yang terpacu, perhatian yang terkotak-kotak, lelah dan cemas. Kien perawatan

intensif kadang-kadang berusaha memainkan selang dan balutan secara konstan. Reorientasi

yang konstan dan kontrol stimulus yang berlebihan menjadi suatu bagian yang penting dari

perawatan klien.

Beban sensori berlebihan terjadi karena tiga faktor :

a.       Peningkatan kualitas atau kuntitas stimulus internal, Contoh : nyeri, dyspnea, cemas

b.      Peningkatan kualitas atau kuantitas stimulus eksternal, Contoh : ruangan yang ribut terlalu

ramai pengunjung

c.       Stimulus terabaikan secara selektif akibat kerusakan sistem saraf.

Tanda klinis beban sensori yang berlebihan

a.       Mengeluh lelah dan kurang tidur

b.      Mudah tersinggung dan kurang istirahat

c.       Disorientasi

d.      Kemampuan pemecahan masalah dan penampilan tugas berkurang

e.       Ketegangan otot meningkat

f.       Perhatian berubah

C.     Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fungsi Sensori

a.       Usia

Ø  Bayi tidak mampu membedakan stimulus sensori. Jalur sarafnya masih belum matang.

Ø  Pengelihatan berubah selama usia dewasa mencakup presbiopia (ketidak mampuan

memfokuskan pada objek dekat) dan kebutuhan kaca mata baca (biasanya terjadi dari usia

40-50)

Ø  Pendengaran berubah, yang dimulai pada usia 30, yang termasuk penurunan ketajaman

pendengaran, kejelasan bicara, perbedaan pola tinggi suara, dan ambang pendengaran. Tinitus

sering kali menyertai hilangnya pendengaran sebagai efek samping obat. Lansia mendengar

Page 7: Askep gangguan persepsi sensori

suara pola rendah dengan baik tetapi mempunyai kesulitan mendengar percakapan dengan

latar belakang yg berisik.

Ø  Lansia memiliki kesulitan membedakan konsonal (F,S,TH, CH). Suara bicara bergetar, dan

terdapat perpanjangan persepsi dan reaksi bicra.

Ø  Perubahan gustatori dan olfaktori mencakup penurunan dalam jumlah ujung saraf pengecap

dalam tahun terakhir dan penurunan serabut saraf olfaktori pd usia 50. Penurunan

diskriminasi rasa dan sensifitas terhadapbau adalah umum.

Ø  Proprioseptif berubah setelah usia 60 termasuk kesulitan dengan keseimbangan, orientasi

mengenal tempat, dan koordinasi

Ø  Lansia mengalami perubahan laktil, termasuk perubahan sensitivitas terhadapnyeri, tekanan,

dan suhu

b.      Medikasi

Ø  Beberapa anti biotika (misalnya : streptomosin dan gentamisin) adalah ototoksik dan secara

permanen dapat merusak saraf pendengaran ;  kloramfenikol dapat mengiritasi saraf optik.

Obat-obat analgesic narkotik, sedative, dan anti depresan dapat mengubah persepsi stimulus.

c.       Lingkungan

Ø  Stimulus lingkungan yang berlebihan (misalnya : peralatan yang bisik dan percakapan staf

didalam unit perawatan intensif ) dapat menghasilkan beban sensori yanga berlebihan,

ditandai dengan kebingungan, disorientasi, dan ketidak mampuan membuat keputusan.

Stimulus lingkungan yang terbatas (misalnya : dengan isolasi) dapat mengarah kepada

deprivasi sensori. Kualitas lingkungan yang buruk (misalnya penerangan yang buruk, lorong

yang sempit, latar belakang yang bising ) dapat memperburuk kerusakan sensori.

d.      Tingkat Kenyamanan

Ø  Nyeri dan kelelahan mengubah cara seseorang berpersepsi dan bereaksi terhadap stimulus.

e.       Penyakit yang Ada Sebelumnya

Ø  Penyakit vascular perifer dapat menyebabkan penurunan sensasi pada ektremitas dan

kerusakan kognisi. Diabetes kronik dapat mengarah pada penurunan pengelihatan, kebutaan

atau neuropati perifer. Stroke sering menimbulkan kehilangan kemampuan bicara. Beberapa

kerusakn neurologi dapat merusak fungsi motorik dan penerimaan sensori.

Page 8: Askep gangguan persepsi sensori

f.       Merokok

Ø  Pengunaan tembakau yang kronik dapat menyebabkan atropi ujung-ujung saraf pengecap,

mengurang persepsi rasa. 

g.      Tingkat  kebisingan

Ø  pemaparan yang konstan pada tingkat kebisinagn yang tinggi (misalnya pada lokasi pekerjaan

konstruksi) dapat menyebabkan kehilangan pendengaran.

h.      Intubasi endotrakea

Ø  Kehilangan kemampuan bicara sementara akibat pemasukan selang endotrakea melalui mulut

atau hidung kedalam trakea.

(Perry&Potter, 2005)

D.    CARA BERKOMUNIKASI DENGAN KLIEN GANGGUAN SENSORIS.

Cara berkomunikasi dengan klien gangguan sensoris adalah dengan dasar – dasar

komunikasi terapeutik secara umum.    

A.    Pada klien dengan gangguan sensoris pendengaran :

Pada klien dengan gangguan pendengaran, media komunikasi yang paling sering

digunakan ialah media visual. Klien menangkap pesan bukan dari suara yang dikeluarkan

orang lain, tetapi dengan mempelajari gerak bibir lawan bicaranya. Kondisi visual menjadi

sangat penting bagi klien ini sehingga dalam melakukan komunikasi, upayakan supaya sikap

dan gerakan anda dapat ditangkap oleh indra visualnya.

Berikut adalah tehnik-tehnik komunikasi yang dapat digunakan klien dengan gangguan

pendengaran :

1.      Orientasikan kehadiran anda dengan cara menyentuh klien atau memposisikan diri di depan

klien

2.      Gunakan bahasa yang sederhana dan bicaralah dengan perlahan untuk memudahkan klien

membaca gerak bibir anda.

3.      Usahakan berbicara dengan posisi tepat didepan klien dan pertahankan sikap tubuh dan

mimik wajah yang lazim

4.      Jangan melakukan pembicaraan ketika anda sedang mengunyah sesuatu (permen karet)

5.      Bila mungkin gunakan bahasa pantomim dengan gerakan sederhana dan wajar

Page 9: Askep gangguan persepsi sensori

6.      Gunakan bahasa isyarat atau bahasa jari bila anda bisa dan diperlukan

7.      Apabila ada sesuatu yang sulit untuk dikomunikasikan, cobalah sampaikan pesan dalam

bentuk tulisan atau gambar (simbol).

B.      Klien dengan gangguan penglihatan

Gangguan penglihatan dapat terjadi baik karena kerusakan organ, misal., kornea, lensa

mata, kekeruhan humor viterius, maupun kerusakan kornea, serta kerusakan saraf penghantar

impuls menuju otak. Kerusakan di tingkat persepsi antara lain dialami klien dengan

kerusakan otak. Semua ini mengakibatkan penurunan visusu hingga dapat menyebabkan

kebutaan, baik parsial maupun total. Akibat kerusakan visual, kemampuan menagkap

rangsang ketika berkomunikasi sangat bergantung pada pendengaran dan sentuhan. Oleh

karena itu, komunikasi yang dilakukan harus mengoptimalkan fungsi pendengaran dan

sentuhan karena fungsi penglihatan sedapat mungkin harus digantikan oleh informasi yang

dapat ditransfer melalui indra yang lain.

Berikut adalah tehnik-tehnik yang diperhatikan selama berkomunikasi dengan klien yang

mengalami gangguan penglihatan :

1.      Sedapat mungkin ambil posisi yang dapat dilihat klien bila ia mengalami kebutaan parsial

atau sampaikan secara verbal keberadaan / kehadiran perawat ketika anda berada didekatnya.

2.      Identifikasi diri anda dengan menyebutkan nama (dan peran) anda.

3.      Berbicara menggunakan nada suara normal karena kondisi klien tidak memungkinkanya

menerima pesan verbal secara visual. Nada suara anda memegang peranan besar dan

bermakna bagi klien.

4.      Terangkan alasan anda menyentuh atau mengucapkan kata – kata sebelum melakukan

sentuhan pada klien.

5.       Informasikan kepada klien ketika anda akan meninggalkanya / memutus komunikasi.

6.      Orientasikan klien dengan suara – suara yang terdengar disekitarnya.

7.      Orientasikan klien pada lingkunganya bila klien dipindah ke lingkungan / ruangan yang

baru.

C.      Klien dengan gangguan wicara

Berkomunikasi dengan klien dengan gangguan wicara memerlukan kesabaran supaya

pesan dapat dikirim dan ditangkap dengan benar. Klien yang mengalami gangguan wicara

umumnya telah belajar berkomunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat atau

menggunakan tulisan dan gambar.

Page 10: Askep gangguan persepsi sensori

Pada saat berkomunikasi dengan klien dengan gangguan wicara, hal-hal berikut perlu

diperhatikan :

1.      Perhatikan mimik dan gerak bibir klien

2.      Memperjelas kata – kata yang diucapkan kien dengan mengulang kembali.

3.      Batasi topik pembicaraan.

4.      Suasana rilek dan pelan.

5.      Bila perlu gunakan bahasa tulisan / Simbol.

D.    Klien gangguan kematangan kognitif

Berbagai kondisi dapat mengakibatkan gangguan kematangan kognitif, antara lain akibat

penyakit : retardasi mental, sindrom down ataupun situasi sosial, misal., pendidikan yang

rendah, kebudayaan primitif, dan sebagainya.

Dalam berkomunikasi dengan klien yang mengalami gangguan kematangan, sebaiknya

anda memperhatikan prinsip komunikasi bahwa komunikasi dilakukan dengan pendekatan

komunikasi efektif, yaitu mengikuti kaidah sesuai kemampuan audiens ( capability of

audience ) sehingga komunikasi dapat berlangsung lebih efektif.

Tehnik-tehnik komunikasi dengan klien yang mengalami gangguan kognitif :

1.      Bicara dengan tema yang jelas dan terbatas

2.      Hindari penggunaan istilah, Gunakan kata pengganti yang mudah dimengerti, Gambar,

Simbol.

3.      Nada bicara yang relatif datar dan pelan

4.      Bia perlu lakukan pengulangan, tanyakan kembali pesan untuk memastikan maksud pesan

sudah diterima.

5.      Hati – hati dalam komunikasi non verbal, dapat menimbulkan interpretasi yang beda pada

klien.

E.     Klien tidak sadar

Ketidaksadaran mengakibatkan fungsi sensorik dan motorik klien mengalami penurunan

sehingga sering kali stimulus dari luar tidak dapat diterima klien dan klien tidak dapat

merespons kembali stimulus tersebut.

Keadaan tidak sadar dapat terjadi akibat gangguan organik pada otak, trauma otak yang

berat, syok, pingsan, kondisi tidur dan narkose, ataupun gangguan berat yang terkait dengan

penyakit tertentu. Sering kali timbul pernyataan tentang perlu tidaknya perawat

berkomunikasi dengan klien yang mengalami gangguan kesadaran diri ini. Bagaimanapun,

Page 11: Askep gangguan persepsi sensori

secara etika penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan mengharuskan penerapan

komunikasi pada klien dengan gangguan kesadaran.

Pada saat berkomunikasi dengan klien dengan gangguan kesadaran, hal-hal berikut perlu

diperhatikan :

1.      Berhati –hati ketika menggunakan pembicaraan verbal dekat kien,ada pendapat bahwa

organ pendengaran adalah organ terakhir yang mengalami penurunan penerimaan rangsang

individu yang tidak sadar. Klien dapat mendengar suara dari lingkunganya walaupun ia tidak

bisa meresponya.

2.      Ucapkan kalimat dengan nada normal dan memperhatikan materi ucapan yang kita

sampaikan didekat klien.

3.      Ucapkan kata- kata sebelum menyentuh klien, Sentuhan merupakan komunikasi yang

efektif pada klien gangguan kesadaran.

F.      Klien Hallusinasi

Klien yang mengalami halusinasi sukar untuk mengontrol diri dan sukar untuk

berhubungan dengan orang lain. Untuk itu perawat harus mempunyai kesadran yang tinggi

agar dapat mengenal, menerima, dan mengevaluasi perasaan sendiri sehingga dapat

menggunakan dirinya secara teraupetik. Dalam berkomunikasi dengan klien yang mengalami

halusinasi perawat harus bersikap jujur, empati, terbuka dan selalu memberi penghargaan

namun tidak boleh tenggelam juga menyangkal halusinasi yang klien alami.

Berikut tehnik komunikasi dengan klien yang mengalami gangguan halusinasi :

1.      Salam, Sapa klien dengan ramah, panggil nama klien, jujur / tepat janji, empati dan

menghargai. ( BHSP).

2.      Diskusikan hasil observasi klien, tanpa menyangkal, menyokong hallusinasinya (Validasi

persepsi sensoris klien)

3.      Hadirkan realita, kontak yang singkat dan sering, topik yang singkat (Menghadirkan

realitas)

4.      Terima hallusinasi kien dengan “Saya percaya anda mendengar suara itu, saya sendiri tidak

mendengar“, Dorong untuk mengungkapkan perasaan dengan tenang, perawat hangat, empati

dan

kalem.(Menurunkan anxietas klien)

5.      Hati – hati, Space ( melindungi klien dan orang lain dari bahaya.

Page 12: Askep gangguan persepsi sensori

E.     ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI

1)      Pengkajian

Jika mengkaji pasien dengan atau yang beresiko perubahan sensori maka perawat

mempertimbangkan semua factor yang mempengaruhi  fungsi sensori khususnya factor usia.

Perawat mengumpulkan riwayat  yang juga mengkaji status sensori klien saat ini dan tingkat

dengan defisit sensori mempengaruhi gaya hidup klien, penyesuaian psikososial, kemampuan

perawatan diri, dan keamanan. Pengkajian harus juga berfokus pada kualitas dan kuantitas

stimulus lingkungan.

Hal-hal penting selama pengkajian dalam sistem sensori -persepsi:

1.      Biodata

2.      Kebiasaan promosi kesehatan, misal: kebiasaan membersihkan mata/telinga, aktivitas

rekreasi, kebiasaan dalam bekerja misalnya orang yang bekerja dalam suatu keadaan yang

terdapat kemungkinan terjadi cedera mata, misalnya terpapar zat kimia, pengelasan,

penggosokan gelas atau batuan.

3.      Orang yang berisiko: lansia, jenis pekerjaan, gangguan jiwa.

4.      Kemampuan untuk melakukan perawatan diri. Perawat mengkaji kemampuan fungsional

klien di lingkungan rumah mereka maupun dalam pelayanan kesehatan. Meliputi aktivitas

makan, berpakaian, perawatan diri dan berdandan.

5.      Lingkungan, terkait dengan kondisi bahaya, mis: tangga, kran air panas/dingin yang tidak

bertanda, lantai yang licin, benda tajam

6.      Tingkat sosialisasi klien dan metode komunikasi.

7.      Status mental, meliputi:

·         penampilan dan perilaku fisik

-          aktifitas motorik

-          postur

-          ekspresi wajah

-          kebersihan

·         kemampuan kognitif

-          tingkat kesadaran

-          alasan abstrak

-          kalkulasi

-          perhatian

-          penilaian

-          kemampuan untuk melakukan percakapan

Page 13: Askep gangguan persepsi sensori

-          kemampuan untuk membaca, menulis, dan mengkopi gambar

-          memori yang baru dan mengingat memori

·         stabilitas emosional

-          agitasi, euforia, iritabilitas, tidak ada harapan atau suasana hati yang melebar

-          halusinasi, auditori, visual, dan taktil

-          ilusi

-          delusi

8.      Pemeriksaan fisik pada panca indera

Untuk mengidentifikasi deficit sensosri, perawat mengkaji penglihatan, pendengaran, olfaksi,

rasa dan kemampuan untu membedakan cahaya, sentuhan, temperature, nyeri dan posisi.

a.       Penglihatan

-          Minta pasien untuk membaca koran atau majalah.

-          Ukur ketajaman visual dengan grafik snellen chart

-          Kaji ukuran pupil dan akomodasi terhadap sinar

-          Minta pasien mengidentifikasi warna pada grafik berwarna atau crayon.

b.      Pendengaran

-          Lakukan tes suara bisik atau garpu tala

-          Kaji persepsi klien gangguanakan kemampuan  pendengaran dan riwayat tinnitus.

-          Observasi pasien yang berbincang-bincang dengan orang lain

-          Inspeksi adanya serumen yang keras pada saluran pendengaran

c.       Sentuhan

-          Kaji kesensitifan klien terhadap sentuhan cahaya atau temperature

-          Periksa kemampuan klien untuk membedakan antara stimulus tajam dengan stimulus

penuh

-          Kaji apakah klien dapat membedakan objek ditangan dengan mata tertutup

-          Tanya apakah klien merasakan sensasi yang tidak seperti biasanya

d.      Penciuman

-          Minta klien untuk menutup matanya dan identifikasi beberapa bau yang tidak mengiritasi

seperti kopi, vanilla,dll.

e.       Rasa

-          Minta klien untuk  mencotohkan dan membedakan rasa yang berbeda misalnya lemon,

gula, garam.

-          Tanya klien jika terjadi perubahan berat badan akhir-akhir ini

Page 14: Askep gangguan persepsi sensori

f.       Indra posisi

-          Lakukan tes konvensional untuk keseimbangan dan indra posisi

2)      Diagnosa Keperawatan

1.      Perubahan sensori/perseptual ( penglihatan ) berhubungan dengan efek dari penuaan; efek

dari tambalan operasi mata sementara.

2.      Perubahan sensori/perseptual ( auditori ) berhubungan dengan efek samping obat;

lingkungan ICU yang asing dan berisik

3.      Perubahan sensori/perseptual ( kinestetik ) berhubungan dengan efek tirah baring

4.      Perubahan sensori/perseptual ( gustatori ) berhubungan dengan efek dari penuaan; efek

samping kemoterapi

5.      Defisit perawatan diri mandi/higienis, berpakaian/berdandan berhubungan dengan

kehilangan penglihatan; pengurangan sensai taktil

6.      Gangguan harga diri berhubungan dengan kehilangan pendengaran

7.      Isolasi sosial berhubungan dengan afasia ekspresif

8.      Perubahan proses pikir berhubungan dengan beban sensori yang berlebihan.

9.      Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan perubahan keseimbangan

10.  Resiko cedera berhubungan dengan penurunan persepsi yang dalam, penurunan indra

penciuman, pembentukan katarak

3)      Intervensi dan Implementasi

1.      Rencana perawatan bergantung pada penilaian perawat tentang persepsi dan penerimaan

klien tentang perubahan yang terjadi dalam dirinya.

2.      Prioritas perawatan harus diatur dengan mempertimbangkan mengenai luasnya perubahan

sensori yang terjadi

3.      Tujuan perawatan klien yang mengalami perubahan sensori-persepsi:

a.       Klien memelihara fungsi indera yang ada saat ini

b.      Menyediakan stimulus yang bermakna di lingkungan

c.       Menyediakan lingkungan yang aman

d.      Mampu melakukan perawatan diri

e.       Klien dapat terlibat aktif dalam kegiatan sosial

f.       Tidak terjadi perubahan sensori yang semakin buruk

4.      Perawatan klien harus melibatkan peran aktif keluarga

Page 15: Askep gangguan persepsi sensori

4)      Evaluasi

Ketika merawat klien yang mengalami perubahan sensori, perawat mengevaluasi apakah

tindakan perawatan meningkatkan atau paling tidak mempertahankan kemampuan klien

untuk berinteraksi dan berfungsi dalam lingkungan. Sifat dasar perubahan sensori klien

mempengaruhi cara perawat mengevaluasi perawatan. Perawat mengadaptasikan hasil

evaluasi pada klien yang defisit sensori untuk menentukan apakah hasil actual sama dengan

hasil yang diharapkan. Misalnya, perawat menggunakan teknik komunikasi  yang sesuai

untuk mengevaluasi apakah klien yang mengalami defisit pendengaran mencapai kemampuan

mendengar dengan lebih efektif.

Demikian pula perawat menggunakan material yang dicetak besar untuk menguji kemampuan pengihatan klien yang rusak untuk membaca resep. Jika hasil yang diharapkan tidak tercapai maka mungkin ada kebutuhan untuk mengubah lingkungan klien. Anggota keluarga diperlukan untuk lebih terlibat dalam mendukung klien.