askep fix
DESCRIPTION
askep presentasiTRANSCRIPT
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.S DENGAN DIAGNOSA MEDIS
CERVICAL SPENDOLITIC MYELOPATHY C3-4 DAN C5-6 DI RUANG
CEPLOK KEMBANG RSOP SURAKARTA
DISUSUN OLEH
INDAH AYU NOVITASARI
J230145060
PROGRAM PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014
1
A. Pengertian
Spondilosis servikalis merupakan suatu penyakit yang menyerang
usia pertengahan dan usia lanjut, dimana diskus dan tulang belakang di
leher mengalami kemunduran (degenerasi) ( Korndis, 2007).
Cervical spondylosis merupakan perubahan degenerasi dari
bantalan (disk) tulang belakang leher, hipertrofi hyperplasia tulang
belakang leher dan cedera leher yang menyebabkan hyperplasia tulang
belakang leher atau slipped disk tulang belakang, penebalan ligament,
iritasi atau kompresi saraf tulang belakang leher, saraf leher, pembuluh
darah sehingga menimbulkan berbagai gejala sindrom klinis (Batticaca,
2008).
B. Anatomi Fisiologi
Cervical spine terdiri atas 7 vertebra dan 8 saraf servikal. Fungsi
utama leher adalah menghubungkan kepala dengan tubuh. Stabilitas kepala
tergantung pada 7 buah vertebra servikal. Hubungan antara vertebra
servikal melalui suatu susunan persendian yang cukup rumit. Gerakan
leher dimungkinkan karena adanya berbagai pensendian, facet joint yang
ada di posterior memegang peranan penting.Sepertiga gerakan fleksi dan
ekstensi dan setengah dari gerakan laterofleksi terjadi pada sendi
atlantooccipitalis (dasar tengkorak dengan VC1).Sendi atlantoaxialis
(VC1-VC2) memegang peranan pada 50% gerakan rotational. VC2 hingga
VC7 memegang peranan pada dua per tiga gerakan fleksi dan ekstensi,
50% gerakan rotasi dan 50% gerakan laterofleksi.
2
Delapan saraf servikal berasal dari medulla spinalis segmen
servikal, 7 saraf servikal keluar dari medula spinalis di atas vertebra yang
bersangkutan, namun saraf servikal ke 8 keluar dari medulla spinalis di
bawah VC7 dan di atas VTh1 serta costa pertama. Saraf-saraf ini
memberikan layanan saraf sensorik pada tubuh bagian atas dan ekstremitas
superior berdasarkan pola dermatom. Sedangkan layanan motoris dan
refleks dapat dilihat pada table di bawah ini
Tabel 1. Layanan innervasi motorik dan refleks dari akar saraf servikal
Saraf Innervasi motorik Refleks
VC 3-5 Diafragma
VC5 otot deltoid, biceps
VC6 ekstensor wrist, abduktor dan
ekstensor thumb
VC 5-6 biceps, brachioradialis
VC7 triceps, fleksor wrist, ekstensor jari
VC 6-7 Tricpes
VC8 fleksor jari
VTh1 otot-otot intrinsik tangan
( Korndis, 2007)
C. Etiologi
Menurut Batticaca (2008),Struktur ini bila terkena proses penyakit
dapat menimbulkan rasa nyeri termasuk di antaranya adalah otot,
ligamentum, facet joint, periosteum, jaringan fibrous, discus
intervertebralis, osteofit. Penyakit yang mendasarinya (underlying disease)
antara lain : rheumatoid arthritis, spondyloarthritis, polymyalgia
3
rheumatica, metastasis tumor ke tulang, diffuse idiopahtic skeletal
hyperostosis, ankylosing spondylitis, reactive cervical strain, osteoporosis,
diabetes mellitus, alergi. infeksi oleh virus atau bakteri, stress psikologis,
kebiasaan tidur yang jelek. Selain itu dapat pula berhubungan dengan salah
sikap : hiperekstensi pada usia lanjut, trauma akut : whiplash injury akibat
tabrakan mobil, olahraga kontak badan. trauma menahun : tukang cat
plafon, overuse / penyalahgunaan : menoleh terlalu lama.
Myelopathy spondylotik servikal terjadi akibat dari beberapa faktor
patofisiologi penting. Ini merupakan statis-mekanis, dinamis-mekanis,
iskemia saraf tulang belakang. Pada osteofit, saraf servikal menjadi
menyempit yang cenderung untuk mengembangkan terjadinya myelopathy
spondylotic servikal.
D. Patofisiologi
Spondilosis servikal merupakan hasil dari degenerasi diskus
intervertebralis. Umur diskus, fragmen dan fraktur. Awalnya terjadi dalam
nucleus pulposus yang menyebabkan lamella annular pusat tekuk kedalam
sedangkan band luar konsentris tonjolan luar annulus fibrosis. Hal ini
menyebabkan peningkatan stress mekanik pada kartilago vertebral.
Pembentukan tulang subperiosteal terjadi berikutnya, membentuk
bar osteofit yang memperpanjang aspek ventral dari kanal tulang belakang
kadang dapat juga melewati batas jaringan saraf. Ini kemungkinan besar
untuk menstabilkan vertebra yang berdekatan, yang pergerakkannya
berlebihan sebagai hasil dari hilangnya material diskus. Selain itu
hipertropi dari proses uncinate terjadi, sering melewati dibagian
ventrolateral dari foramina intervertebralis. Iritasi saraf dapat juga terjadi
sebagai proteoglikan diskus intervertebralis yang terdegradasi.
Lesi primer mungkin kolapsnya diskus dengan protrusi anuler
sekitar kelilingnya. Ligamen terdorong dari perlekatannya pada tepi
badan ruas tulang belakang, terbentuk osteofit reaktif, dan ligamennya
sendiri menebal. Bersamaan dengan protrusi anuler, osteofit dan ligament
4
megurangi diameter anteroposterior kanal spinal. Perubahan osteoartritik
pada sendi neuro-sentral, yang berdekatan dengan foramina C3 hingga C7,
menyebabkan proliferasi tulang selanjutnya, yang mempersempit
foramina intervertebral yang sudah sempit oleh protrusi diskus dan
osteofit. Mobilitas tulang belakang sendiri juga terganggu, terbatas
karena perubahan diskus memberat dan meluas pada tingkat yang tidak
terkena diatas dan dibawahnya. Beberapa faktor berperan pada
terbentuknya tanda dan gejala. Kord spinal, terletak terikat pada kanal
spinal yang menyempit, terancam akan tambahan kompresi bahkan saat
gerak leher normal. Misalnya pada ekstensi, ligamen flava melipat dan
dapat menjadi penyebab kompresi posterior. Karena gerakan ekstrem
yang mencapai kord merupakan bahaya yang besar, gejala mendadak bisa
terjadi setelah fleksi atau ekstensi berlebihan akibat kecelakaan atau
endoskopi dengan anesthesia
Myelopathy spondylotik servikal terjadi akibat dari beberapa faktor
patofisiologi penting. Ini merupakan statis-mekanis, dinamis-mekanis,
iskemia saraf tulang belakang. Pada osteofit, saraf servikal menjadi
menyempit yang cenderung untuk mengembangkan terjadinya myelopathy
spondylotic servikal.
(Muttaqin, 2008)
E. Pathway
5
Umur Diskus, Fragmen, Fraktur
Lamela anullar pusat tekuk ke dalam
Peningkatan stress mekanik di kartilago vertebral
Lesi Primer
Ligament terdorong
Spasme otot Kerusakan pada
Paravertebralis korteks epifisis diskus
vertebralis
Iritasi serabut saraf
Eksudat
Operasi
Risiko Infeksi Immobilisasi
( Muttaqin, 2008)
6
Nyeri Akut
F. Tanda dan Gejala
Menurut (Muttaqin, 2008) Gejalanya bisa menggambarkan suatu
penekanan medula spinalis maupun kerusakan akar sarafnya. Jika terjadi
penekanan medula spinalis, maka pertanda awalnya biasanya adalah
1. perubahan pada cara berjalan.
2. Gerakan kaki menjadi kaku dan penderita berjalan dengan goyah.
3. Leher terasa nyeri, teutama jika akar sarafnya terkena.
4. Abnormalitas reflex
5. Mati rasa dan kelemahan pada lengan, tangan, dan kaki
6. Kehilangan kontrol kandung kemih atau usus atau retensi urin
Kelemahan dan penciutan otot pada salah satu atau kedua lengan
bisa terjadi sebelum maupun sesudah timbulnya gejala penekanan medula
spinalis. Pasien biasanya berumur 40 tahun, mengeluh nyeri leher dan
kekakuan. Gejala timbul perlahan – lahan dan sering semakin buruk pada
saat bangun tidur. Nyeri dapat menjalar luas kebelakang kepala, otot
scapula dan turun kesalah satu atau kedua lengan. Parestesia, kelemahan
dan kekakuan kadang- kadang timbul. Secara khas terjadi eksaserbasi
gangguan yang semakin berat, dan terdapat periode reda yang relatif lama.
Penampilan pasien adalah normal. Nyeri tekan terasa pada otot leher
posterior dan daerah scapula, semua gerakan terbatas dan nyeri. Pada salah
satu atau kedua lengan kadang-kadang dapat ditemukan baal atau
kelemahan dan salah satu refleknya dapat tertekan.
G. Pemeriksaan Diagnostik
Poto polos tulang belakang leher yang paling sering dilakukan untuk
mendiagnosa adanya spondilosis servikal namun pencitraan pilihan tetap
MRI karena MRI membantu menunjukkan lokasi penyempitan kanalis
spinalis, beratnya penekanan dan penyebaran akar saraf yang terlibat.
1. Foto polos dapat membantu menilai kontribusi aligment tulang
belakang dan spondylolisthesis degeneratif stenosis kanal.
7
2. MRI adalah prosedur non – invasive dan bebas radiasi yang
menyediakan pencitraan yang sangat baik dari sumsum tulang
belakang dan ruang subarachnoid dan merupakan metode yang sangat
sensitive untuk menentukan keterlibatan patologi extradural.
(Muttaqin,2008)
H. Komplikasi
Spondilosis servikal merupakan penyebab paling umum dari disfungsi
saraf tulang belakang pada orang dewasa yang lebih tua. Pada sejumlah
kecil kasus, spondilosis servikal dapat memampatkan satu atau lebih saraf
tulang belakang - sebuah kondisi yang disebut radikulopati servikal. Taji
tulang dan penyimpangan lain yang disebabkan oleh spondilosis servikal
juga dapat mengurangi diameter kanal yang saraf tulang belakang. Ketika
saluran spinalis menyempit ke titik yang menyebabkan cedera tulang
belakang, kondisi yang dihasilkan disebut sebagai myelopathy serviks.
Kedua radikulopati servikalis dan myelopathy serviks dapat
mengakibatkan cacat permanen.
1. Radikulopati Spondilotik Servikal
Nyeri merupakan keluhan utama,tumpul dan sakit pada leher dan
bahu dengan nyeri menjalar dari lengan kesiku atau pergelangan. Walau
hanya satu akar terkena, nyeri menyebar kesekitar distribusi dermatom,
mungkin karena nyeri juga terjadi didalam otot yang dicatu akar
bersangkutan. Nyeri mungkin juga timbul dari diskus sendiri,
menyebabkan nyeri pada leher, daerah trapezius dan skapuler. Spasme
dan nyeri otot menambah penyebaran nyeri sekunder, terutama kedaerah
oksipital, yang dikeluhkan sebagai nyeri kepal. Parestesia sering dialami
pada lengan dan ujung jempol (akar C6 akibat lesi C5/6) atau pada jari
tengah(C7 akibat lesi C6/7). Gangguan sensori, kelemahan, pengecilan
otot dan perubahan refleks biasanya ringan.Keluhan mungkin tampil
relatif mendadak, terkadang dipresipitasi oleh trauma, atau dapat terjadi
perlahan- lahan; serangan berulang nyeri akut terjadi pada beberapa
pasien. Terkadang nyeri berhubungan dengan pergerakan dan posisi.
8
Keadaan ini harus dibedakan dari neuritis brakhial postviral, kompresi
pintu torasik terhadap pleksus brakhial, dan jeratan perifer saraf median
atau ulnar. Yang terakhir ini terkadang tampak bersamaan dengan
spondilosis, sindroma 'double crush'.
2. Mielopati Spondilotik Servikal
Timbulnya spastisitas tungkai secara perlahan adalah bentuk onset
yang paling sering, diketahui pertama-tama bisa berupa kelambatan atau
kekakuan dalam berjalan. Kelemahan kurang parah bila dibanding
peninggian tonus dan peninggian refleks dalam. Lebih dari duapertiga
mengalami gangguan sensori, namun kecuali mielopati memburuk, jarang
mencapai tingkat yang jelas, dan sering terjadi pada torasik sebelah atas
dari pada servikal; defisit lain adalah jenis radikuler, dan terkadang
dijumpai kelainan yang menyerupai siringo- mielia. Banyak yang
mengeluh nyeri dan kaku leher, dengan kekakuan tangan serta parestesia
pada osteofit C3/4. Perburukan mendadak mielopati servikal, atau bahkan
tampilnya sindroma kord spinal mendadak untuk pertama kalinya,
mungkin timbul setelah trauma. Cedera hiperekstensi yang tidak cukup
untuk menyebabkan fraktura atau dislokasi adalah yang paling
bertanggung jawab untuk mempresipitasi lesi spinal transversa pada
pasien dengan spondilosis servikal, bahkan walau tetap asimtomatis.
Tergelincir atau jatuh pada kepala (dengan akibat abrasi frontal) adalah
mekanisme yang umum, tapi juga hiperekstensi pada saat tindakan
bedah seperti tonsilektomi, bronkhoskopi dan esofagoskopi; bahkan
manipulasi untuk memasang pipa endotrakheal oleh ahli anestesi dapat
membahayakan kord, terutama ketika semua spasme otot protektif
dihilangkan oleh obat relaksan. Sindroma kord sentral yang terjadi
menimbulkan lesi neuron motor bawah pada tangan serta spastisitas
tungkai. Setelah berjalan 18 bulan, sekitar 50 % membaik.
9
I. Penatalaksanaan Medis
Tanpa pengobatan, tanda-tanda dan gejala spondilosis servikalis
biasanya menurun atau stabil. Kadang –kadang ada yang memburuk.
Tujuan pengobatan adalah untuk mengurangi nyeri, membantu untuk
mempertahankan kegiatan yang biasa dilakukan dan mencegah ke sumsum
tulang belakang dan saraf.
Ada 3 jenis penanganan :
- Ringan
- Serius
- Operasi
1.Penanganan kasus – kasus ringan
a. Memakai penjepit leher ( collar neck) untuk membantu membatasi
gerakan leher dan mengurangi iritasi saraf.
b. Minum obat penghilang rasa sakit seperti aspirin, ibuprofen, (advil,
Motrin) atau asetaminofen.
c. Melakukan latihan yang diintruksi oleh ahli terapi fisik untuk
merengangkan leher dan bahu. Latihan oerobik juga dapat dilakukan
seperti berjalan dll.
2. Pengobatan kasus yang lebih serius
Untuk kasus yang lebih berat, perawatan nonsurgical mungkin
termasuk:
a. Traksi pada leher untuk satu atauu dua minggu untuk mengurangi
tekanan pada saraf tulang belakang.
b. Modifikasi latihan dengan istirahat berselang. Orang- orang yang
tetap aktif dianjurkan tetap istirahat dalam posisi yang nyaman agar
tidak memperburuk rasa sakit dan pulih lebih cepat.
c. Mengambil relaksan otot, saraf atau pil penghilang rasa sakit
(methocarbaamol/ robaxin atau cyslobenzaprine terutama jika
terjadi kekejangan otot leher.
d. Penyuntikan obat kortikosteroid di sekitar diskus dan saraf antara
tulang belakang. Injeksi kortikosteroid mengkombinasikan obat
10
dengan obat bius local untuk mengurangi rasa sakit dan
perandangan. Obat- obat ini dapat membantu mencegah kebutuhan
operasi.
e. Rawat inap untuk mengontrol rasa nyeri intravena mungkin
diperlukan dalam kasus-kasus yang jarang terjadi ketika perawatan
nonsurgigal lain gagal.
Operasi
Jika pengobatan konservatif gagal atau jika tanda-tanda dan gejala
neurologis ada seperti kelemahan di lengan atau kaki yang semakin
memburuk, perlu pembedahan. Prosedur bedah akan tergantung pada
kondisi yang mendasari seperti tulang menonjol atau stenosis tulang
belakang. Pilihan bedah yang paling umum mencakup:
a. Pendekatan frontal (anterior).
Dokter bedah akan membuat sebuah irisan di bagian depan leher dan
bergerak kesamping tenggorokan (trakea) dan kerongkongan untuk
mengekpos tulang belakang leher. Ini dilakukan agar dapat mencabut
diskus hernia atau tonjolan tulang, tergantung masalah yang
mendasarinya.
b. Pendekatan posterior
Dokter bedah dapat melakukan pembedahan dari belakang, terutama
jika beberapa bagian sarat telah menyepit. Operasi ini disebut
laminectomy, untuk mrnghilangkan bagian tulang belakang diatas
kanal tulang belakang melalui insisi belakang leher.
Risiko operasi
Resiko dari prosedur ini termasuk infeksi, pendarahan, gumpalan
darah di vena kaki dan kerusakan saraf. Selain itu, operasi tidak
mungkin menghilangkan semua masalah yang terkait dengan kondisi,
karena beberapa saraf pada medulla spinalis mengalami kerusakan yang
menetap.
11
J. Asuhan Keperawatan
Menurut Doengoes ( 2000), ada beberapa asuhan keperawatan yang
dilakukan pada diagnosis medis cervical spendolitic myelopathy antara
lain :
1. Pengkajian
a. Identitas klien, meliputi nama, usia (kebanyakan terjadi pada. usia
muda), jenis kelamin (kebanyakan laki-laki karena sering
mengebut saat mengendarai motor tanpa pengaman helm),
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
masuk rumah sakit (MRS), nomor register, dan diagnosis medis.
b. Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien meminta
pertolongan kesehatan adalah nyeri, kelemahan dan kelumpuhan
ekstremitas, inkontinensia urine dan inkontinensia alvi, nyeri
tekan otot, hiperestesia tepat di atas daerah trauma, dan deformitas
pada daerah trauma.
c. Riwayat penyakit sekarang. Kaji adanya riwayat trauma tulang
belakang akibat kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahraga,
kecelakaan industri, jatuh dari pohon atau bangunan, luka tusuk,
luka tembak, trauma karena tali pengaman (fraktur chance), dan
kejatuhan benda keras. Pengkajian yang didapat meliputi
hilangnya sensibilitas, paralisis (dimulai dari paralisis layu
disertai hilangnya sensibilitas secara total dan
melemah/menghilangnya refleks alat dalam) ileus paralitik, retensi
urine, dan hilangnya refleks-refleks.
d. Riwayat kesehatan dahulu. Merupakan data yang diperlukan
untuk mengetahui kondisi kesehatan klien sebelum menderita
penyakit sekarang , berupa riwayat trauma medula spinalis.
Biasanya ada trauma/ kecelakaan.
e. Riwayat kesehatan keluarga. Untuk mengetahui ada penyebab
herediter atau tidak
f. Pemeriksaan fisik.
12
Pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data
pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan per sistem
(B1-B6) dengan fokus pemeriksaan B3 (Brain) dan B6 (Bone) yang
terarah dan dihubungkan dengan keluhan klien.
a) Pernapasan.
Perubahan sistem pernapasan bergantung pada gradasi blok
saraf parasimpatis (klien mengalami kelumpuhan otot otot
pernapasan) dan perubahan karena adanya kerusakan jalur
simpatik desenden akibat trauma pada tulang belakang sehingga
jaringan saraf di medula spinalis terputus. Dalam beberapa
keadaan trauma sumsum tulang belakang pada daerah servikal
dan toraks diperoleh hasil pemeriksaan fisik sebagai berikut.
Inspeksi. Didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas,
peningkatan frekuensi pemapasan, retraksi interkostal, dan
pengembangan paru tidak simetris. Respirasi paradoks (retraksi
abdomen saat inspirasi). Pola napas ini dapat terjadi jika otot-otot
interkostal tidak mampu mcnggerakkan dinding dada akibat adanya
blok saraf parasimpatis.
Palpasi. Fremitus yang menurun dibandingkan dengan sisi
yang lain akan didapatkan apabila trauma terjadi pada rongga
toraks.
Perkusi. Didapatkan adanya suara redup sampai pekak
apabila trauma terjadi pada toraks/hematoraks.
Auskultasi. Suara napas tambahan, seperti napas
berbunyi, stridor, ronchi pada klien dengan peningkatan produksi
sekret, dan kemampuan batuk menurun sering didapatkan pada klien
cedera tulang belakang yang mengalami penurunan tingkat
kesadaran (koma).
b) Kardiovaskular
13
Pengkajian sistem kardiovaskular pada klien cedera tulang
belakang didapatkan renjatan (syok hipovolemik) dengan intensitas
sedang dan berat. Hasil pemeriksaan kardiovaskular klien cedera
tulang belakang pada beberapa keadaan adalah tekanan darah
menurun, bradikardia, berdebar-debar, pusing saat melakukan
perubahan posisi, dan ekstremitas dingin atau pucat.
c) Persyarafan
Tingkat kesadaran. Tingkat keterjagaan dan respons
terhadap Iingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi
sistem persarafan. Pemeriksaan fungsi serebral. Pemeriksaan
dilakukan dengan mengobservasi penampilan, tingkah laku, gaya
bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Klien yang
telah lama mengalami cedera tulang belakang biasanya
mengalami perubahan status mental.
Pemeriksaan Saraf kranial:
1) Saraf I. Biasanya tidak ada kelainan pada klien cedera
tulang belakang dan tidak ada kelainan fungsi penciuman.
2) Saraf II. Setelah dilakukan tes, ketajaman penglihatan
dalam kondisi normal.
3) Saraf III, IV, dan VI. Biasanya tidak ada gangguan
mengangkat kelopak mata dan pupil isokor.
4) Saraf V. Klien cedera tulang belakang umumnya tidak
mengalami paralisis pada otot wajah dan refleks kornea biasanya
tidak ada kelainan
5) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal dan
wajah simetris.
6) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
7) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius. Ada usaha klien untuk melakukan fleksi leher dan
kaku kuduk
14
8) Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi
dan tidak ada fasikulasi, Indra pengecapan normal.
d) Pemeriksaan refleks:
1) Pemeriksaan refleks dalam. Refleks Achilles menghilang
dan refleks patela biasanya melemah karena kelemahan pada
otot hamstring.
2) Pemeriksaan refleks patologis. Pada fase akut refleks
fisiologis akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks
fisiologis akan muncul kembali yang didahului dengan refleks
patologis.
3) Refleks Bullbo Cavemosus positif
4) Pemeriksaan sensorik. Apabila klien mengalami trauma
pada kaudaekuina, mengalami hilangnya sensibilitas secara
me-netap pada kedua bokong, perineum, dan anus.
Pemeriksaan sensorik superfisial dapat memberikan petunjuk
mengenai lokasi cedera akibat trauma di daerah tulang
belakang
e) Perkemihan
Kaji keadaan urine yang meliputi warna, jumlah, dan
karakteristik urine, termasuk berat jenis urine. Penurunan jumlah
urine dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi akibat
menurunnya perfusi pada ginjal.
f) Pencernaan.
Pada keadaan syok spinal dan neuropraksia, sering dida-
patkan adanya ileus paralitik. Data klinis menunjukkan hilangnya
bising usus serta kembung dan defekasi tidak ada. Hal ini
merupakan gejala awal dari syok spinal yang akan berlangsung
beberapa hari sampai beberapa minggu. Pemenuhan nutrisi
berkurang karena adanya mual dan kurangnya asupan nutrisi.
g) Muskuloskletal.
15
Paralisis motor dan paralisis alat-alat dalam bergantung
pada ketinggian terjadinya trauma. Gejala gangguan motorik
sesuai dengan distribusi segmental dari saraf yang terkena
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada Cervical spondilisis
myelopathy adalah sebagai berikut:
a) Ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan
kelemahan otot-otot pernapasan atau kelumpuhan otot
diafragma.
b) Ketidakefektifan pembersihan jalan napas yang berhubungan
dengan penumpukan sputum, peningkatan sekresi sekret, dan
penurunan kemampuan batuk (ketidakmampuan batuk/batuk
efektif).
c) Penurunan perfusi jaringan perifer yang berhubungan dengan
penurunan curah jantung akibat hambatan mobilitas fisik.
d) Nyeri berhubungan dengan kompresi saraf, cedera neuro-
muskular, dan refleks spasme otot sekunder.
e) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan kemampuan mencerna makanan dan
peningkatan kebutuhan metabolism.
f) Risiko tinggi trauma yang berhubungan dengan penurunan
kesadaran dan hambatan mobilitas fisik.
g) Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan
neuromuskular.
h) Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan
fisik ekstremitas bawah.
i) Ansietas yang berhubungan dengan krisis situasional, ancaman
terhadap konsep diit, dan perubahan status kesehatan/status
ekonomi/ fungsi peran.
16
3. Intervensi Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan kelemahan
otot-otot pernapasan atau kelumpuhan otot diafragma.
Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam tidak terjadi
ketidakefektifan pola nafas
Kriteria hasil :
RR dalam batas normal (12-20 x/menit)
Tidak ada tanda-tanda sianosis
AGD dalam batas normal
Pemeriksaan kapasitas paru-paru normal
Intervensi Rasional
Observasi fungsi pernapasan, catat
frekuensi pernapasan, dispnea, atau
perubahan tanda-tanda vital
Distress pernapasan dan perubahan
pada tanda vital dapat terjadi akibat
stress fisiologis yang menunjukkan
terjadinya shock. Trauma pada C1-C2
menyebabkan hilangnya fungsi
pernapasan secara parsial karena otot
pernapasan mengalami kelumpuhan
Pertahankan perilaku tenang, bantu
klien untuk kontrol diri dengan
menggunakan pernapasan lebih lambat
dan dalam
Membantu klien menangani efek
fisiologis hipoksia, yang dapat
dimanifestasikan sebagai
ketakutan/ansietas
Pertahankan jalan napas, posisi kepala
tanpa gerak
Klien dengan cidera servikalis akan
membutuhkan bantuan untuk mencegah
aspirasi/mempertahankan jalan nafas
Observasi warna kulit Menggambarkan adanya kegagalan
pernapasan yang memerlukan tindakan
segera
Kaji distensi perut dan spasme otot Kelainan penuh pada perut disebabkan
karena kelumpuhan diafragma
17
Lakukan pengukuran kapasitas vital,
volume tidal, dan kekuatan pernapasan
Menentukan fungsi otot-otot
pernapasan. Pengkajian terus menerus
untuk mendeteksi adanya kegagalan
pernapasan
Pantau analisa gas darah Untuk mengetahui adanya kelainan
fungsi pertukaran gas sebgai contoh
hiperventilasi PaCO2 rendah dan PaCO2
meningkat
b. Nyeri berhubungan dengan kompresi saraf, cedera neuromuskular, dan
refleks spasme otot sekunder
Tujuan : Dalam waktu 1x24 jam nyeri berkurang/hilang atau
teradaptasi
Kriteria hasil :
Secara subjectif melaporkan nyeri berkurang atau dapat
diadaptasi
Skala nyeri 0-1
Dapat mengidentifikasi kegiatan yang meningkatkan atau
menurunkan nyeri
Klien tidak gelisah
Intervensi Rasional
Jelaskan dan bantu klien dengan
tindakan pereda nyeri nonfarmakologi
dan noninvasive
Pendekatan dengan nmenggunakan
relaksasi dan nonfarmakologi lainnya
telah menunjukkan keefektifan dalam
mengurangi nyeri
Lakukan manajemen penangan nyeri
1. Istirahatkan leher, atur posisi fisiologis,
dan pasang ban leher
Posisi fisiologis akan menurunkan
kompresi saraf leher. Pemasangan
filsasi kolar servikal dapat menjaga
18
kestabilan dalam melakukan mobilisasi
leher
2. Lakukan masase pada otot leher Masase ringan dapat mningkatkan
aliran darah dan membantu suplai darah
dan oksigen ke arah nyeroi leher akibat
spasme otot
3. Ajarkan teknik relaksasi napas dalam
saat nyeri muncul
Meningkatkan asupan oksigen sehingga
akan menurunkan nyeri sekunder dari
iskemia
4. Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri Distraksi dapat menurunkan stimulus
internal dengan mekanisme
peningkatan produksi endorfin dan
enkefalin yang dapat memblok reseptor
nyeri untuk tidak dikirimkan ke korteks
serebri sehingga menurunkan persepsi
nyeri
Tingkatkan pengetahuan tentang
penyebab nyeri dan menghubungkan
berapa lama nyeri akan berlangsung
Pengetahuan yang diberikan akan
membantu mengurangi nyerinya dan
dapat membantu mengembangkan
kapatuhan klien terhadap rencana
terapeutik
19
DAFTAR PUSTAKA
Batticaca ,B. Fransisca.2008.Asuhan Keperawatan dengan Gangguan
Sistem Persaraan. Jakarta: Salemba Medika
Doengoes E Marylinn., et.al. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.
Jakarta : EGC
Korndis.2007.Managing Pain Evaluation and treatment Recommendations,
Medical Progres.Vol 34 No.4
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Auhan Keperawatan dengan Gangguan
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika
20
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.S DENGAN DIAGNOSA MEDIS
CERVICAL SPENDOLITIC MYELOPATHY C3-4 DAN C5-6 DI RUANG
CEPLOK KEMBANG RSOP SURAKARTA
PENGKAJIAN
A. IDENTITAS DIRI
1. KLIEN
a. Nama : Tn. S
b. Umur : 47 Tahun
c. Jenis kelamin : Laki - Laki
d. Agama : Islam
e. Pendidikan : SD
f. Pekerjaan : Petani
g. Suku : Jawa
h. Diagnosa medis : Cervical Spendolitic MyelopathyC3-4,C5-6
i. Sumber informasi : Klien, keluarga, medical record
j. Tanggal pengkajian : 22 Desember 2014, Jam 09.00 WIB
k. Tanggal masuk RS : 21 Desember 2014, Jam 14.30 WIB
l. No CM : 2654xx
2. Penanggung jawab
a. Nama : Ny.G
b. Umur : 40 Tahun
c. Alamat : Kediri
d. Hub dengan klien : Istri
21
B. RIWAYAT PENYAKIT
1. Keluhan utama
a. Keluhan utama saat masuk rumah sakit
Jalan sempoyongan.
b. Keluhan utama saat pengkajian
Kaki dan tangan kesemutan.
2. Riwayat penyakit sekarang
Sejak 2 Bulan yang lalu klien sudah mendaftarkan diri untuk menjalani
pengobatan di RSOP Surakarta. Pada tanggal 21 Desember 2014
datang ke IGD RSOP Surakarta 2014 pukul 14.30 WIB. TTV saat di
IGD adalah TD:130/90mmHG, N: 84 x/menit, RR: 22 x/menit, T:
360C. GCS: E4M6V5. Keluhan saat datang, klien mengatakan jalan
sempoyongan, pada tangan dan kaki kesemutan, pada jari – jari tangan
tidak mampu menggenggam, dan nyeri pada leher.
3. Riwayat penyakit dahulu
Klien sudah 5 bulan yang lalu menjalani pengobatan rawat jalan di
Rumah Sakit Kediri dan pernah sekali dirawat dirumah sakit. Selama 5
bulan klien tidak mampu berjalan, belum diketahui diagnosa medis
penyakitnya saat menjalani pengobatan di Kediri. Tetapi selama ini
klien belum pernah menjalani operasi.
4. Riwayat penyakit keluarga
Klien mengatakan keluarganya tidak ada yang mengalami peyakit
seperti klien dan keluarganya tidak ada yang mempunyai penyakit
yang diturunkan seperti diabetes mellitus, hipertensi, dll.
22
5. Genogram
Keterangan :
Laki-laki :
Perempuan :
Garis keturunan :
Garis Perkawinan :
Garis serumah :
Meninggal :
Pasien :
6. Riwayat kasus kelolaan
Tanggal Diagnosa Medis Pemeriksaan
penunjang
Terapi /tindakan yang
dilakukan
21/12/2014 Cervikal
spendolitic
myelopathy C3-
4,C5-6
Laboratorium
Hematologi rutin
Hemostasis
Kimia klinik
Imunoserologi
Rontgen Cervikal
1. RL 20tpm
2. Ketorolac 30mg/ 8
jam IV
3. Cefazolin
1gr/8jam IV
23
Tn. S
47th
22/12/2014 Cervikal
spendolitic
myelopathy C3-
C4, C5-C6
Operasi Anterior
Cervical
Discectomy and
Fusion C3-C4, C5-
C6
1. RL 20tpm
2. Nacl 0,9% 20tpm
3. Ketorolac
30mg/8jm IV
4. Cefazolin 2mg IV
5. Persiapan operasi
dari menggantikan
baju dan
memastikan klien
sudah puasa.
Operasi ACDF
dilakukan pada
jam 14.30
23/12/2014 Post op ACDF
Cervikal
spendolitic
myelopathy C3-
C4, C5-C6
Rontgen Cervical 1. RL 20tpm
2. Nacl 0,9% 20tpm
3. Ketorolac
30mg/8jm IV
4. Cefazolin
1mg/8jam IV
24/12/2014 Post op Cervikal
spendolitic
myelopathy C3-
C4, C5-C6
Medikasi
Lepas Drain.
1. RL 20tpm
2. Ketorolac
30mg/8jm IV
3. Cefazolin
1mg/8jam IV
C. PENGKAJIAN SAAT INI
24
1. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Keluarga pasien mengatakan bahwa kesehatan itu penting, dan
mengatakan jika sakit pasien memeriksakan ke dokter umum di dekat
rumahnya.
2. Pola nutrisi/metabolik
a. Intake makanan sebelum masuk rs : klien mengatakan saat di
rumah makan 3 x sehari dengan komposisi nasi, sayur dan lauk
pauk seperti tempe dan daging, klien menyukai makanan yang
masih hangat.
b. Intake makanan selama di RS : selama di rawat di bangsal , klien
makan 3 x sehari dengan komposisi nasi, sayur, lauk pauk, klien
makan habis 1/2 porsi.klien makan di atas tempat tidur
Antropometri : TB :155 cm
BB : 52 kg
LILA : 27 cm
IMT : 21,64
Biokomia : Glukosa darah sewaktu : 80mg/dl
HB : 16.29g/dl
Clinical : Warna rambut hitam, rambut kuat tidak mudah
dicabut, konjungtiva tidak anemis, Turgor kulit baik, kulit lembab.
Diit : nasi, lauk pauk dan sayur. Habis 1/2 porsi.
c. Intake minum sebelum masuk RS : klien mengatakan saat di rumah
minum dalam sehari + 7 gelas air putih, terkadang klien minum teh
hangat.
d. Intake minum selama di RS : klien mangatakan selama di RS
minum air putih + 5 gelas klien juga minum teh hangat yang
disediakan RS habis 1 gelas.
3. Pola eliminasi
25
a. BAB : klien mengatakan sebelum sakit BAB 1 x dalam sehari, saat
pagi hari, dengan konsistensi lembek, warna kuning ,tidak ada
darah dengan bau khas. BAB di toilet di bantu istri maupun
anaknya. Selama dirumah sakit klien BAB sekali setiap pagi hari,
dengan konsistensi lembek warna kuning ,tidak ada darah dengan
bau khas, saat ke toilet dibantu oleh adiknya.
b. BAK : sebelum sakit klien mengatakan BAK dalam 1 hari 5-6 kali
dengan warna kuning jernih, rasa lega setelah BAK, tidak ada nyeri
saat BAK, saat ke toilet dibantu oleh istri. Saat di RS klien tidak
terpasang kateter, klien BAK 5-6 kali per hari warna kuning jernih,
rasa lega setelah BAK, tidak ada nyeri saat BAK. Saat BAK
ditoliet dibantu oleh adiknya.
4. Pola aktivitas dan latihan
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan/ minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Mobilitas di tempat tidur √
Berpindah √
Ambulasi / ROM √
Keterangan : 0 : mandiri
1 : dibantu alat
2 : dibantu orang lain
3 : dibantu alat dan orang lain
4 : tergantung total
Oksigenasi : klien tidak mengalami sesak nafas, RR : 22 x/ menit,
tidak memakai nasal kanul O2.
5. Pola tidur dan istirahat
26
Klien mengatakan sebelum sakit saat dirumah tidur + 8 jam perhari.
Dan jarang tidur siang karena tidak terbiasa
Klien mengatakan saat di RS tidak mengalami gangguan istirahat dan
tidur, saat malam hari + 8 jam dan mulai tidur + jam 21.00 wib
sampai jam 05.00 wib. Saat siang hari klien tidur + 2 jam
6. Pola perseptual
a. Penglihatan: klien dapat melihat dengan jelas dan klien dapat
mengatakan jumlah jari yang ditunjukan perawat dengan benar
pada jarak 1 m.
b. Pendengaran: klien dapat mendengar dengan jelas suara gesekan
kertas yang dilakukan oleh perawat pada telinga kiri dan telinga
kanan.
c. Penciuman: klien dapat membedakan bau seperti minyak kayu
putih, balsam, dan kopi.
d. Sensasi : klien dapat mengatakan nyeri pada leher
P : Kompresi cervical
Q : Tertusuk – tusuk
R : Leher
S : 4
T : Hilang timbul
e. Pengecapan: klien dapat membedakan rasa asin, manis, pahit.
7. Pola persepsi diri
Klien mengatakan sudah menerima sakitnya. Klien mengatakan sering
merasa kasihan pada keluarga karena merepotkan saat sakit. Klien
dirumah tidak bisa beraktivitas sendiri karena tidak bisa berjalan
kesemutan pada ekstremitas.
8. Pola seksualitas
Klien mempunyai anak 2, klien seorang suami.
9. Pola peran hubungan
27
Perannya sebagai Ayah tidak bisa dilaksanakan dengan baik sejak
sakit, namun hubungan dengan anaknya dan saudara sangat baik
terlihat dari klien selalu ada yang mendampingi.
10. Pola manajemen Koping-stres
Klien mengatakan merasa ada tekanan karena saat jatuh sakit
bersamaan anak yang pertama meninggal. Sekarang klien sudah 5
bulan menjalani pengobatan belum mendapatkan kesembuhan. Tetapi
klien mengatakan masih semangat menjalani pengobatan karena
saudara terutama istri dan anaknya selalu mendukung kesembuhan
klien.
11. Sistem nilai dan keyakinan
Klien beragama islam, klien selalu menjalankan solat termasuk saat
sakit dengan cara bertayamum dan beribadah di tempat tidur.
D. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum
Sedang
Ekspresi wajah klien menahan nyeri
2. Kesadaran
Composmentis
E4M6V5
3. Tanda vital
TTV saat pengkajian TD: 120/90mmHG, N: 96 x/menit, RR: 20
x/menit, T: 36, 50C.
4. Kepala
a. Kepala
Bentuk mesoshepal, rambut pendek berwarna hitam, tidak rontok.
b. Mata
1) Ukuran pupil : 3mm
2) Reaksi cahaya : Mengecil
28
3) Bentuk : Simetris
4) Konjungtiva : Tidak Anemis ( warna pink)
5) Sklera : Tidak ikterik
c. Hidung
Bersih, tidak ada polip, tidak ada secret, tidak ada reaksi alergi
Tidak terpasang nasal kanul O2.
d. Telinga
Tidak ada secret, bersih, simetris kiri dan kanan.
e. Mulut
Bersih, tidak ada luka, ada karies gigi, lidah berwarna merah muda,
tidak sariawan, mukosa lembab.
Tidak ada kesulitan bicara dan tidak ada kesulitan menelan.
5. Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada kaku kuduk, terdapat
rasa nyeri pada leher.
6. Thorak
a. Paru
I : Tidak ada luka, dada kanan kiri simetris, tidak ada retraksi
dan tidak ada penggunaan otot bantu nafas.
P : Vremitus vocal sama kanan dan kiri
P : Sonor
A : suara vesikuler, tidak ada suara whezzing dan ronchi.
b. Jantung:
I : Ictus Cordis tidak tampak
P : Ictus cordis teraba di ICS 5.
P : Redup, tidak ada kardiomegali
A : BJ 1: Lup
BJ II: dup
BJ III: tidak terdengar
BJ jantung tambahan tidak terdengar.
29
7. Abdomen
I : Bentuk abdomen datar saat supine, Umbilikus tidak
mengalami hernia, simetris ka//ki
A : peristaltik 9 kali per menit
P : Thympani
P :
1) Kuadran kanan atas : tidak teraba hepar
(hepatomegali), tidak ada nyeri tekan maupun lepas.
2) Kuadran kiri atas : tidak terdapat nyeri tekan pada
daerah gaster dam limpa.
3) Kuadran kanan bawah : Tidak terdapat nyeri tekan
maupun lepas, teraba keras.
4) Kuadran kiri bawah : Tidak terdapat nyeri tekan
maupun lepas.
8. Genetalia dan perianal
Klien belum terpasang kateter, klien dibantu keluarga saat
membersihkan mengganti pakaian dalam. Bersih dan tidak ada iritasi.
9. Ekstremitas
a. Kekuatan otot
ki ka
ki ka
Keterangan:
0= tidak ada gerakan
1= kontraksi otot minimal terasa tanpa menimbulkan gerak
2= otot dapat bergerak bila gaya berat dihilangkan
3= gerakan otot dapat melawan gaya berat tapi tidak bisa melawan
tahanan pemeriksa
4= gerakan otot dengan tahanan ringan pemeriksa dan dapat
melawan gaya berat
30
2
3 3
2
5= gerakan otot dengan tahanan maksimal pemeriksa.
b. Ekstremitas atas : Sejak tanggal 21 Desember 2014 terpasang
infuse dibagian sinistra, kedua tangan kesemutan, dan jari – jari
tangan tidak bisa menggenggam.
c. Ekstremitas bawah : Pada kedua kaki kesemutan, tetapi bisa
digerakkan. Hanya tidak mampu menopang badan sehingga saat
jalan sempoyongan.
d. Look : Warna kulit sawo matang, konjungtiva tidak anemis.
Feel : Kapilarry refill kembali kurang dari 2 detik, akral pada
ekstremitas atas dan bawah teraba hangat.
Move : Pergerakan pada ekstremitas atas dan bawah aktif, mampu
digerakkan.
10. Pengkajian syaraf
31
Keterangan : Pada Cevikal 3-4, Cervikal 5-6 berwarna biru
disebabkan terjadi kompresi mempengaruhi terhadap ekstremitas
atas. Saat diberikan rangsangan nyeri pada kedua ekstremitas atas
teraba tebal dan klien agak tidak terasa.
E. Program Terapi
Infus Ringer laktat/RL 20tpm
Infus Nacl 0,9% 20 tpm
Ketorolac 30mg
Cefazolin 1gr
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
Tanggal Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi
21/12/2014
Jam 12.27
Hematologi rutin
Hemoglobin
Hematokrit
Lekosit
Eritrosit
Trombosit
Golongan darah
Hemostasis
Prothrombim (PT)
INR
APTT
Imunoserologi
HBsAg
Kimia Klinik
Glukosa darah
sewaktu
16.29 g/dl
46%
5900/uL
5.0 Juta/uL
239000/uL
B
13.0 detik
1.04
28.8 detik
Negatif
80 mg/dL
13 – 17 g/dl
40 – 54%
4.000–10.000/uL
4.5 – 6.5 Juta/uL
150.000-450.000/uL
10 - 14 detik
16 – 36 detik
Negatif
< 120 mg/dL
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
32
Ureum
Kreatinin
AST (SGOT)
ALT (SGPT)
16 mg/dL
1.00 mg/dL
27 u/L
44 u/L
13 – 43 mg/dL
0.6 – 1.1 mg/dL
< 37 u/l
< 42 u/L
Normal
Normal
Normal
Normal
2. EKG
Tanggal = 21/12/2014
HR = 89bpm QT/QTC= 0.352/0.419
R-R = 0.708 sec AXIS QRS = 31 deg
P-R = 0.138 sec R + S = 2.54 mV
QRS = 0.082 sec
Within Normal Limits
3. Rontgen
Pre Operasi
33
Post Operasi
4. MRI Cervicothoracal
Tanggal = 7 Agustus 2014
MRI Cervicothoracal irisan axial T1FSE, T2FRFSE, irisan sagital
T1FSE, T2FRSE, T2 Fat Sat dilanjutkan MR myelography tanpa
kontras :
Alignment baik. Tak tampak spondylolisthesis
Kurve cervicothoracal normal
Bone marrow intensity tidak mengarah ke proses infeksi aktif ataupun
malignancy.
Anterior osteophyte C4,5,6
34
Tak tampak massa intradural maupun intramyelum pada region
cervical dan thoracal. Posisi tonsilla cerebella normal. Conus
medullaris berakhir pada level 11
C2-3 : Normal
C3-4: Central-Right paracentral disk protrusion, annular tear (+)
dengan kompresi adjacent cervical cord. Spondylosis uncocervical
kanan dengan moderate stenosis foramina kanan.
C4-5 : Normal
C5-6 : Central disk extrusion dengan ossifikasi posterior longitudinal
ligament (OPLL), menyebabkan kompresi berat adjacent cervical cord.
Tak tampak hyperintensity intramyelum, spondylosis uncocervical
bilateral dengan moderate stenosis foramina bilateral.
C6-7 : Bulging disk dengan kompresi ringan adjacent cervical cord
C7-T1,T1-2 : Normal
Tak tampak posterior disk herniation pada region thoracal. HNP (-)
overall, tak tampak significant central canal maupun foramina stenosis
pada region thoracal
Kesan
1. Degenerative cervical spine, dengan :
C3-4: Central-Right paracentral disk protrusion, annular tear
(+) dengan kompresi adjacent cervical cord. Spondylosis
uncocervical kanan dengan moderate stenosis foramina kanan.
C4-5 : Normal
C5-6 : Central disk extrusion dengan ossifikasi posterior
longitudinal ligament (OPLL), menyebabkan kompresi berat
adjacent cervical cord. Tak tampak hyperintensity
intramyelum, spondylosis uncocervical bilateral dengan
moderate stenosis foramina bilateral.
C6-7 : Bulging disk dengan kompresi ringan adjacent cervical
cord
2. Tak tampak massa intradural maupun intramyelum
35
3. Tak tampak significant central canal maupun foramina
stenosis pada region thoracal.
36
G. ANALISA DATA PRE OPERASI
No Data Problem Etiologi
1 Ds: Klien mengatakan tangan
kesemutan, Jari – jari kaku tidak
mampu menggenggam.
Klien mengatakan jalan sempoyongan
Do: C3-4 annular tear (+) dengan
kompresi adjacent cervical cord, C5-6
kompresi berat adjacent cervical cord.
C6-7 Bulging disk dengan kompresi
ringan adjacent cervical cord.
Saat diberikan rangsangan pada
ektremitas atas agak tidak terasa dan
teraba tebal.
Ketidakefektifan
perfusi jaringan
Gangguan aliran
darah arteri dan
vena
2 Ds: Klien mengatakan nyeri leher.
P : Kompresi
Q : Tertusuk – tusuk
R : Leher
S : 4
T : Hilang timbul
Do:Keadaan umum sedang, CM
E4V5M6,
TD:130/100mmHg,N:96x/menit,
RR: 20 x/menit, T: 36, 50C.
Ekspresi wajah klien menahan nyeri
Nyeri Akut Agen injury fisik
(Kompresi
cervical)
37
3. Ds : Klien mengatakan jalan
sempoyongan setiap kekamar mandi
harus dibantu keluarga.
Klien mengatakan makan dibantu
oleh keluarga.
Do : Kekuatan otot
Ki 3 3 Ka
Ki 2 2 Ka
Pada gambar pengkajian saraf di
Cevikal 3-4, Cervikal 5-6 berwarna
biru disebabkan terjadi kompresi
mempengaruhi terhadap ekstremitas
atas.
Defisit
perawatan diri
Gangguan
neuromuscular
H. Prioritas diagnose keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan aliran darah
arteri dan vena
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik (Kompresi cervical)
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuscular.
I. Intervensi Keperawatan
No No Dx Tujuan dan KH (NOC) Intervention (NIC)
1 I Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1X24 jam
diharapkan perfusi jaringan
lebih efektif dengan KH:
a. Kesemutan pada
ekstremitas atas dan
bawah berkurang.
a. Monitor Vital Sign.
R/ perubahan TTV menjadi tanda
kasar keadaan klien
b. Tentukan faktor penyebab penurunan
perfusi
R/menentukan tindakan yang tepat
38
untuk klien
c. Pertahankan posisi tirah baring atau
head up to 30°.
R/ Meningkatakan tekanan arteri dan
sirkulasi atau perfusi jaringan per
d. Pertahankan lingkungan yang nyaman
dan aman (membatasi pengunjung,
mengatur pencahayaan, memasang
side rail).
R/memberikan ketenangan dengan
lingkungan yang aman dan nyaman
e. Anjurkan pada klien untuk
menggerakan kaki maupu tangan
R/ mencegah statis vena
f. Kolaborasi dengan tim kesehatan.
Pemberian terapi
R/ terapi farmakologis untuk klien
2 II Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 1x24 jam
diharapkan nyeri berkurang
dengan KH :
- Ekspresi wajah rileks
lebih bisa menahan
nyeri
a. Observasi TTV
R/Menentukan tindakan selanjutnya
b. Observasi intensitas nyeri
R/Mengetahui kualitas nyeri dan skala
nyeri
c. Pertahankan lingkungan yang nyaman
dan aman (membatasi pengunjung,
mengatur pencahayaan, memasang
side rail).
R/memberikan ketenangan dengan
lingkungan yang aman dan nyaman
d. Ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam
R/Mengurangi nyeri
e. Kolaborasi Medis
39
R/Pemberian analgetik sesuai indikasi
3. III Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 1x24jam
diharapakan klien saat
perawatan diri tidak
ketergantungan dengan KH:
a. Mampu makan
sendiri
b. Mampu berpakaian
sendiri
a. Kaji kemampuan dan kekuatan otot
R/Untuk menentukan alat bantu klien
b. Bantu klien menggunakan baju
R/membantu pemenuhan kebutuhan
klien
c. Ajarkan perawatan hygiene saat dibad
R/Menambah pengetahuan klien
d. Kolaborasi Medis
R/Menentukan tindakan medis sesuai
indikasi
J. Implementasi Keperawatan
Hari/Tgl/
Jam
No.Dx Implementasi Respon TTD
Senin,
22/12/2014
08.00I Mengkaji TTV S : Klien mengatakan tangan
tidak mampu menggenggamO : CM, E4V5M6 TD:120/90mmHg,N:96x/menit, RR: 20 x/menit, T: 36, 50C
Indah
09.00 II Memberikan injeksi
Ketorolac 30mg/8jam
S : Klien mengatakan bersedia
diberikan injeksi
O : injeksi masuk lancar secara
IV dengan via infus
Indah
09.45 I Menganjurkan klien untuk
menggerakan kaki dan
tangan
S : Klien mengatakan pada kaki
dan tangan bisa digerakkan tetapi
masih kesemutan
O : Klien bisa menggerakkan
tangan dan kaki, tetapi tidak bisa
Indah
40
menggenggam tangan
09.50 II Mengkaji Tingkat nyeri S : Klien mengatakan nyeri pada
leher
P : Kompresi cervical
Q : Tertusuk – tusuk
R : Leher
S : 4
T : Hilang timbul
O : Ekspresi wajah menahan
nyeri
Indah
09.55 II Mengajarkan nafas dalam S : Klien mengatakan saat nyeri
nanti akan nafas dalam
O : klien mengerti apa yang
dianjurkan oleh petugas
Indah
13.00 III Membantu klien berganti
pakaian operasi
S : Klien mengatakan kesulitan
saat berpakaian mandiri karena
jari tangan tidak mampu
menggenggam
O : Klien sudah dipakaikan baju
operasi
Indah
13.30 III Menganjurkan keluarga
untuk membantu
kebutuhan Klien
S : Keluarga klien mengatakan
membantu klien karena klien
tidak mampu untuk ke toilet dan
makan minum secara mandiri
O:Keluarga mendampingi
disamping bad klien
Indah
41
K. Evaluasi Keperawatan
Hari/Tgl/Jam No.Dx Evaluasi TTD
Senin,
22/12/2014
Jam 13.30
I S : Klien mengatakan jari tangan belum mampu
menggenggan, tangan dan kaki kesemutan
O : Pada ekstremitas atas dan bawah masih kesemutan
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
- Kaji TTV
- Persiapan Op nanti jam 14.30
Indah
II S : Klien mengatakan nyeri pada leher
P : Kompresi cervical
Q : Tertusuk – tusuk
R : Leher
S : 4
T : Hilang timbul
O: Ekspresi wajah menahan nyeri, CM , E4V5M6
TD:120/90mmHg,N:96x/menit, RR: 20 x/menit, T: 36,
50C
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
- Kaji TTV dan Nyeri
- Nafas dalam
- Pemberian analgetik
Indah
III S : Klien mengatakanbelum bisa kekamar mandi sendiri.
O : Kekuatan otot
Ki 3 3 Ka
Ki 2 2 Ka
A : Masalah teratasi sebagian
Indah
42
P : lanjutkan intervensi
- Anjurkan keluarga membantu kebutuhan klien
L. Laporan Operasi
Anestesi menggunakan jenis general
Jalannya operasi : Pertama diposisikan supine hiperekstensi, dilakukan
droping dan desifektan, Insisi / cartilage cricord, disensi tumpul sampai
dengan C5-C6, Konfirmasi C-am, Disection C5-C6 sampai dengan dura
exposed, lesi iliae, memasang anterior flate 4 fole cancles 3inci. Dipasang
irigasi drain. Selesai
M. DATA FOKUS POST OPERASI
DS : Klien mengatakan nyeri pada leher post operasi
Klien mengatakan nyeri saat menelan
P : Post Operasi
Q : Terusuk – tusuk
R : Leher
S : 6
T : Hilang timbul
Klien mengatakan masih terasa kesemutan pada tangan dan kaki. jari
tangan sudah mulai bisa digenggamkan.
DO : Kesadaran compos mentis, TD : 110/80mmHg, N: 88x/menit, T:
36,2°C, RR: 20x/menit. Terpasang irigasi drain pada leher lateral sinistra,
terpasang kateter. Terdapat luka post operasi di leher. Ekpresi wajah
menahan nyeri dan tegang. Akral teraba hangat. Ekstremitas atas dan
bawah bisa digerakkan.
43
Analisa Data
No Data Fokus Problem Etiologi
1. Ds : Klien mengatakan pada tangan
dan kaki masih kesemutan, jari
tangan sudah mulai bisa
digenggamkan.
Do : Klien mulai bisa
digenggamkan. Ekstremitas atas
dan bawah masih kesemutan, tetapi
bisa digerakkan. TD :
110/80mmHg, N: 88x/menit, T:
36,2°C, RR: 20x/menit. Cappilary
refill kembali kurang dari 2 detik
Ketidakefektifan
perfusi jaringan
perifer
Gangguan
aliran darah
arteri dan vena
2. Ds : Klien mengatakan nyeri pada
leher post operasi
P : Post Operasi
Q : Terusuk – tusuk
R : Leher
S : 6
T : Hilang timbul
Do : Ekspresi wajah menahan nyeri
dan tegang.
Nyeri Akut Agen Injury
Fisik ( Post op
ACDF Di
leher)
3. Ds : Klien mengatakan pada leher
terpasang selang mengalirkan
darah
Do : Terpasang drain irigasi
dileher, drain mengalir darah
berwarna merah encer. Balutan
tidak ada rembesan darah.
Risiko Infeksi Prosedur
Invasif
44
Prioritas Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan Gangguan
aliran darah arteri dan vena
2. Nyeri akut berhubungan dengan Agen Injury Fisik ( Post op ACDF Di
leher)
3. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive
Intervensi Keperawatan
No No Dx Tujuan dan KH (NOC) Intervention (NIC)
1 I Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2X24 jam
diharapkan perfusi jaringan
lebih efektif dengan KH:
a. Kesemutan pada
ekstremitas atas dan
bawah berkurang.
a. Monitor Vital Sign.
R/ perubahan TTV menjadi tanda
kasar keadaan klien
b. Tentukan faktor penyebab penurunan
perfusi
R/menentukan tindakan yang tepat
untuk klien
c. Pertahankan posisi tirah baring atau
head up to 30°.
R/ Meningkatakan tekanan arteri dan
sirkulasi atau perfusi jaringan per
d. Pertahankan lingkungan yang nyaman
dan aman (membatasi pengunjung,
mengatur pencahayaan, memasang
side rail).
R/memberikan ketenangan dengan
lingkungan yang aman dan nyaman
45
e. Anjurkan pada klien untuk
menggerakan kaki maupu tangan
R/ mencegah statis vena
f. Kolaborasi dengan tim kesehatan.
Pemberian terapi
R/ terapi farmakologis untuk klien
2 II Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 2x24 jam
diharapkan nyeri berkurang
dengan KH :
- Ekspresi wajah rileks
lebih bisa menahan
nyeri
a. Observasi TTV
R/Menentukan tindakan selanjutnya
b. Observasi intensitas nyeri
R/Mengetahui kualitas nyeri dan skala
nyeri
c. Pertahankan lingkungan yang nyaman
dan aman (membatasi pengunjung,
mengatur pencahayaan, memasang
side rail).
R/memberikan ketenangan dengan
lingkungan yang aman dan nyaman
d. Ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam
R/Mengurangi nyeri
e. Kolaborasi Medis
R/Pemberian analgetik sesuai indikasi
3. III Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 2x24 jam
diharapkan tidak terjadi infeksi
dengan KH :
- Aliran drain semakin
bening dan tidak ada
darah yang mengental
- Tidak ada perdarahan
pada luka
a. Kaji balutan luka dan aliran drain
R/mengetahui tanda dan gejala infeksi
b. Bersihkan dang anti balutan pada luka
R/ mencegah infeksi dan mempercepat
penyembuhan luka
c. Anjurkan pada keluarga untuk
personal hygiene dengan membasuh
badan klien dengan waslap
R/ Meningkatkan hygiene personal
46
pada klien
d. Kolaborasi medis
R/Dalam pemberian antibiotik
Implementasi Keperawatan
Hari,Tgl
/jam
No.Dx Implementasi Respon TTD
Selasa,
23/12/14
Jam
07.30
II Mengkaji TTV S : Klien mengatakan
masih kesemutan pada
tangan dan kaki tetapi
pada jari tangan bisa
mulai menggenggam
O : CM,TD:
120/70mmHg, N :
80x/menit,RR:
20x/menit,T: 36,5 °C
Indah
09.00 III Memberikan injeksi
Cefazolin 1mg
S : Klien mengatakan
bersedia diinjeksi
O : Obat masuk lancar
secara IV dengan via
infuse
Indah
09.02 II Memberikan injeksi
Ketorolac 30mg
S : Klien mengatakan
bersedia diinjeksi
O : Obat masuk lancar
secara IV dengan via
infuse
Indah
10.00 I Menganjurkan untuk
menggerakkan tangan dan
Kaki
S : Klien mengatakan
sambil istirahat akan
menggerakkan tangan
dan kaki
Indah
47
O : Kaki dan tangan
digerakkan klien dengan
perlahan
11.30 III Mengkaji drain dan balutan S : Klien mengatakan
pada balutan terasa
kering
O : Balutan tidak ada
rembesan darah, drain
masih mengalir darah
encer.
Indah
12.30 I Mempertahankan posisi
tiring baring 30°
S : Klien mengatakan
jika tidak memaki bantal
nyeri pada leher
O : Klien dalam posisi
tiring baring.
Indah
13.15 III Menganjurkan keluarga nanti
sore untuk menyibin klien
dengan handuk dibasahi air
hangat
S : Adik klien
mengatakan nanti sore
mau meyibin klien.
O : Adik klien bersedia
menyibin klien.
Indah
Rabu,24
/12/2014
Jam
08.00
I Mengkaji TTV S : Klien mengatakan
masih kesemutan tetapi
sudah bisa menggenggam
pada jari tangan.
O : CM, TD :
130/90mmHg,
RR:20x/menit,
RR:20x/menit,
N:86x/menit.
Indah
Jam
09.00
III Memberikan injeksi
cefotaxim 1gr
S : klien mengatakan
bersedia untuk diinjeksi
Indah
48
O : Obat masuk lancar
secara IV dengan via
infus
Jam
09.00
I Memberikan injeksi
ketorolac 30mg
S : klien mengatakan
bersedia untuk diinjeksi
O : Obat masuk lancar
secara IV dengan via
infuse
Indah
Jam
09.30
III Mengganti balutan dan
melepas drain
S : Klien mengatakan
setelah dilepas lebih lega
O : selang Drain sudah
tidak mengalirkan darah,
drain aff, tidak ada
perdarahan atau rembas
pada balutan
Indah
Jam
10.00
II Mengobservasi nyeri S : Klien mengatakan
nyeri sudah tidak terlalu
terasa
P : Post OP ACDF
Q : Tertusuk – tusuk
R : Leher
S : 3
T : Hilang timbul
O : Ekspresi wajah
tenang bisa mengontrol
nyeri, tidak terlalu
tegang.
Indah
Jam
11.30
I Menganjurkan untuk
menggerakkan tangan dan
kaki
S : Klien mengatakan
sesaat juga melakukan
gerakan pada tangan dan
kaki
Indah
49
O : Klien sudah mengerti
dan akan melakukan
gerakan pada tangan dan
kaki
Jam
13.30
III Menganjurkan keluarga
untuk nanti sore membantu
klien membasuh badan
dengan handuk hangat
S : Keluarga klien
mengatakan setiap pagi
dan sore menyibin klien
O : Keluarga sudah
mengerti, akan
membantu
membersihkan badan
klien
Indah
Evaluasi Keperawatan
Hari/Tgl,
Jam
No.Dx Evaluasi TTD
Selasa,
24/12/201
4
Jam 13.45
I S : Klien mengatakan pada kesemutan masih terasa
pada kaki dan tangan, tetapi sudah mulai bisa
menggenggam
O : Klien sudah bisa menggenggam, pada ekstremitas
atas dan bawah bisa digerakkan
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
- Anjurkan untuk menggerakkan pada
ekstremitas
Indah
II S : Klien mengatakan nyeri pada post op dileher
P : post op
Q : Tertusuk – tusuk
R : leher
S : 6
Indah
50
T : Terus Menerus
O : Ekspresi wajah menahan nyeri dan tegang
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
- Kaji nyeri
- Ajarkan nafas dalam
- Pemberian analgetik
III S : Klien mengatakan pada balutan terasa kering
O : Balutan tidak ada rembesan darah, drain masih
mengalir darah encer.
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan Intervensi
- Observasi balutan dan drain
- Ganti dan bersihkan pada luka
- Anjurkan keluarga untuk tingkatkan personal
hygiene
Indah
Rabu,
24/12/201
4
Jam 13.45
I S : Klien mengatakan pada kaki dan tangan sudah
dilatih gerak, pada jari tangan sudan bisa menggengam
tetapi masih terasa kesemutan pada kaki dan tangan
O : Pada esktremitas atas dan bawah bawah bisa
digerakkan, pada jari tangan sudah bisa menggenggam.
Tetapi klien masih terasa kesemutan pada kaki dan
tangan
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
- Anjurkan untuk menggerakkan pada
ekstremitas
Indah
II S : Klien mengatakan nyeri sudah tidak terlalu terasa
P : Post OP ACDF
Q : Tertusuk – tusuk
R : Leher
Indah
51
S : 3
T : Hilang timbul
O : Ekspresi wajah tenang bisa mengontrol nyeri, tidak
terlalu tegang.
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
- Kaji nyeri
- Ajarkan nafas dalam
- Pemberian analgetik
III S : Klien mengatakan setelah dilepas drain lebih lega
O : selang Drain sudah tidak mengalirkan darah, drain
aff, tidak ada perdarahan atau rembas pada balutan,
balutan kering
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
- Observasi balutan
- Ganti dan bersihkan pada luka
- Anjurkan keluarga untuk tingkatkan personal
hygiene
Indah
52