asesmen nyeri 2

25
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Nyeri menurut International Association for the study of Pain adalah pengalaman sensorik dan motorik yang tidka menyenangkan sehubungan dengan kerusakan jaringan baik actual maupun potensial. Nyeri tidaklah selalu berhubungna dengan derajat kerusakan jaringan yang dijumpai. Namun nyeri bersifat individual yang dipengaruhi oleh genetikm latar belakang cultural, umur, dan jenis kelamin. Kegagalan dalam menilai factor kompleks nyeri dan bergantung pada pemeriksaan fisik sepenuhnya, terutama pada pasien-pasien dengan resiko tinggi seperti orangtua, anak-anak, dan apsien dengan gangguan komunikasi. Atas dasar tersebut, maka sebagai pemberi terapi medis harus dapat melakukan pengkajian dan tindakan secara objektif, maka untuk itu RS UGM menyusun asesmen nyeri. B. TUJUAN Sebagai acuan bagi seluruh staf medic, keperawatan, dan professional kesehatan lain dalam melakukan pengkajian nyeri terhadap pasien di RS UGM. C. DEFINISI 1. Nyeri adalaha pengalaman sensorik dan emosional yang diakibatkan adanya kerusakan jaringan yang sedang atau akan terjadi, atau pengalaman sensorik dan emosional yang merasakan seolah-olah terjadi kerusakan jaringan (International Association for the Study of Pain).

Upload: vivid

Post on 11-Feb-2016

27 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

panduan tentang nyeri

TRANSCRIPT

Page 1: Asesmen Nyeri 2

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANGNyeri menurut International Association for the study of Pain adalah pengalaman

sensorik dan motorik yang tidka menyenangkan sehubungan dengan kerusakan jaringan baik actual maupun potensial. Nyeri tidaklah selalu berhubungna dengan derajat kerusakan jaringan yang dijumpai. Namun nyeri bersifat individual yang dipengaruhi oleh genetikm latar belakang cultural, umur, dan jenis kelamin. Kegagalan dalam menilai factor kompleks nyeri dan bergantung pada pemeriksaan fisik sepenuhnya, terutama pada pasien-pasien dengan resiko tinggi seperti orangtua, anak-anak, dan apsien dengan gangguan komunikasi.Atas dasar tersebut, maka sebagai pemberi terapi medis harus dapat melakukan pengkajian dan tindakan secara objektif, maka untuk itu RS UGM menyusun asesmen nyeri.

B. TUJUANSebagai acuan bagi seluruh staf medic, keperawatan, dan professional kesehatan

lain dalam melakukan pengkajian nyeri terhadap pasien di RS UGM.

C. DEFINISI1. Nyeri adalaha pengalaman sensorik dan emosional yang diakibatkan adanya

kerusakan jaringan yang sedang atau akan terjadi, atau pengalaman sensorik dan emosional yang merasakan seolah-olah terjadi kerusakan jaringan (International Association for the Study of Pain).

2. Nyeri akut adalah nyeri dengan onset segera dan durasi yang terbatas, memiliki hubungan temporal dan kausal dengan adanya cedera atau penyakit.

3. Nyeri kronik adalah nyeri yang bertahan untuk periode waktu yang lama. Nyeri kronik yang terus menerus ada meskipun telah terjadi proses penyembuhan dan sering sekali tidak diketahui penyebabnya yang pasti.

D. RUANG LINGKUPRuang lingkup pelayanan nyeri meliputi pelayanan bagi apsien-pasien di Instalasi

Gawat Darurat, Unit Rawat Jalan, Unit Rawat Inap, dan Unit Kmara Operasi RS UGM.

Page 2: Asesmen Nyeri 2

BAB IITATALAKSANA

A. ASESMEN NYERI1. Anamnesis

a. Riwayat Penyakit Sekarang1) Onset nyeri kaut atau kronik, traumatic atau non-traumatik.2) Karakter dan derajat keparahan nyeri, nyeri tumpul, nyeri tajam, rasa terbakar,

tidak nyaman, kesemutan, neuralgia.3) Pola penjalaran atau penyebaran nyeri,4) Durasi dan lokasi nyeri5) Gejala lain yang menyertai misalnya kelemahan, baal, kesemutan, mual atau

muntah, atau gangguan keseimbangan maupun control motorik.6) Faktor yang memperhambat dan memperingan7) Kronisitas8) Hasil pemeriksaan dan penanganan nyeri sebelumnya, termasuk respon terapi9) Gangguan atau kehilangan fungsi akbita nyeri maupun luka10) Penggunanaan alat bantu11) Perubahan fungsi mobilitas, kognitif, irama tidur, dan aktivitas hidup dasar

(activity of daily living).12) Singkirkan kemungkinan potensi emergensi pembedahan, seperti fraktur yang

tidak stabil, gejala neurologis progresif cepat yang berhubungan dengan sindorm kauda ekuina.

b. Riwayat Penyakit Dahulu atau Riwayat pembedahanc. Riwayat Psiko-Sosial

1) Riwayat konsumsi alcohol, merokok, atau narkotika.2) Identifikasi pengasuh/perawat utama (primer) pasien.3) Identifiaksi kondisi tempat tinggal pasien yang berpotensi menimbulkan

eksaserbasi nyeri.4) Pembatasan/restriksi partisipasi pasien dalam aktivitas social yang berpotensi

menimbulkan pengaruh negative terhadap motivasi dan kooperasi pasien dengan program penanganan/ manajemen nyeri ke depannya. Pada pasien dengan masalah psikiatri, diperlukan dukungan psikoterapi/ psikofarmaka.

5) Tidak dapat bekerjanya pasien akibat nyeri dapat menimbulkan stress bagi pasien atau keluarga pasien.

d. Riwayat PekerjaanPekerjaan yang melibatkan gerakan berulang dan rutin, seperti mengangkat benda berat, membungkuku atau memutar merupakan pekerjaan tersering yang berhubungan dengan nyeri punggung.

e. Obat-obat dan Alergi

Page 3: Asesmen Nyeri 2

1) Daftar obat-obatan yang dikonsumsi pasien utnuk mengurangi nyeri.2) Cantumkan juga mengenai dosis, tujuan minum obat, efektifitas, dan efek

samping.3) Direkomendasikan untuk mengurangi atau memberhentikan obat-obatan

dengan efek samping kognitif dan fisik.f. Riwayat Keluarga

Evaluasi riwayat medis terutama penyakit genetic.g. Asesmen system organ yang komprehensif

1) Evaluasi gejala kardiovaskular psikiatri pulmonary, gastrointestinal, neurolgi, reumatologi, genitourinaria, endokrin, dan musculoskeletal.

2) Gejala konstitusional penurunan berat badan, nyeri malam hari, keringat malam, dan sebagainya.

2. Asesmen Nyeria. Asesmen nyeri menggunakan Numeric Rating Scale

1) Indikasi digunakan pada pasien dewasa dan anak berusia > 3tahun yang dapat menggunakan angka untuk melambangkan intensitas nyeri yang dirasakan.

2) Instruksi pasien akan ditanyakan mengenai intensitas nyeri yang dirasakan dan dilambangkan angaka antara 0-10

0 = tidak nyeri 1-3 = nyeri ringan ( secara obyektif pasien dapat berkomunikasi

dengan baik ) 4-6 = nyeri sedang ( secara obyektif pasien menyeringai, dapat

menunjukkan lokasi nyeri, atau mendeskripsikan, dapat mengikuti perintah dengan baik )

7-9 = byeri berat ( secara obyektif pasien terkadang tidak mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan dan menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendiskirpsikan dan tidak dapat diatasi dengan alih posisi, nafas, distraksi )

10 = nyeri yang sangat berat ( pasien sudah tidak dapat mendiskripsikan lokasi nyeri, tidak dapat berkomunikasi, memukul )

b. Asesmen Nyeri menggunakan Wong Baker FACES pain scale1) Indikasi : pada pasien dewasa dan anak usia >3 tahun yang tidak dapat

menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka.2) Instruksi : pasien diminta untuk menunjuk/memilih gambar mana yang paling

sesuai dengan yang ia rasakan. Tanyakan juga lokasi dan durasi nyeri. 0 = tidak merasa nyeri 1 = sedikit rasa nyeri 2 = nyeri ringan 3 = nyeri sedang

Page 4: Asesmen Nyeri 2

4 = nyeri berat 5 = nyeri sangan berat

Gambar 1. Wong Baker Faces Pain Rating Scale

c. Asesmen Nyeri menggunakan COMFORT Scale1) Indikasi : pasien bayi, anak atau dewasa di ruang kamar operasi atau ruang

rawat inap yang tidak dapat menggunakan Numeric Rating Scale atau Wong-Baker FACES Scale.

2) Instruksi : terdapat 9 kategori dengan setiap kategori memiliki 1-5 dengan skor total antara 9-45.

Kewaspadaan Ketenangan Distress pernapasan Menangis Pergerakan Tonus otot Tegangan wajah Tekanan darah basal Denyut jantung basal

Kategori Skor Tanggal Waktukewaspadaan

1. Tidur pulas / nyenyak2. Tidur kurang nyenyak3. Gelisah 4. Sadar sepenuhnya dan

waspada5. Hiper alert

Ketenangan 1. Tenang2. Agak cemas3. Cemas 4. Sangat cemas5. Panic

Distress pernapasan

1. Tidak ada respirasi dan tidak ada batuk

2. Respirasi spontan dengan sedikit / tidak ada respon terhadap ventilasi

3. Kadang-kadang batuk

Page 5: Asesmen Nyeri 2

atau terdapat tahanan terhadap ventilasi

4. Sering batuk, terdapat tahanan / perlawanan terhadap ventilator

5. Melawan secara aktif terhadap ventilator, batuk terus-menerus / tersedak

Menangis 1. Bernafas dengan tenang, tidak menangis

2. Terisak-isak3. Meraung4. Menangis5. Berteriak

Pergerakan 1. Tidak ada pergerakan2. Kadang-kadang

bergerak perlahan3. Sering bergerak

perlahan4. Pergerakan aktif /

gelisah5. Pergerakan aktif

termasuk badan dan kepala

Tonus otot 1. Otot relaks sepenuhnya tidak ada tonus otot

2. Penurunan tonus otot3. Tonus otot normal4. Peningkatan tonus otot

dan rileks jari tangan dan kaki

5. Kekakuan otot ekstrim dan rileks jari tangan dan kaki

Tegangan wajah

1. Otot wajah relaks sepenuhnya

2. Tonus otot wajah yang nyata

3. Tegangan beberapa otot wajah terlihat nyata

4. Tegangan hamper di seluruh otot wajah

5. Seluruh otot wajah tegang meringis

Tekanan 1. Tekanan darah dibawah

Page 6: Asesmen Nyeri 2

darah basal batas normal2. Tekanan darah berada

dibatas normal secara konsisten

3. Peningkatan tekanan sesekali > 15%di atas batas normal ( >3 kali dalam observasi selama 2 menit )

4. Seringnya peningkatan tekanan darah >15% diatas batas normal ( >3kali dalam observasi selama 2 menit )

5. Peningkatan tekanan darah terus-menerus >15%

Denyut jantung basal

1. Denyut jantung di bawah batas normal

2. Denyut jantung berasa di batas normal secara konsisten

3. Peningkatan denyut jantung sesekali >15% di atas batas normal ( 1-3 kali dalam observasi selama 2 menit )

4. Seringnya peningkatan denyut jantung >15% di atas normal ( > 3kali dalam observasi selama 2 menit )

5. Peningkatan denyut jantung terus-menerus >15%

Skor Total

d. Pada pasien pengaruh obat anastesiAsesmen dan penanganan nyeri dilakukan dengan cara pasien menunjukkan respon berbagai ekspresi tubuh atau verbal akan rasa nyeri.

e. Asesmen ulangAsesmen ulang nyeri dilakukan pada pasien di rawat lebih dari beberapa jam dan menunjukkan adanya rasa nyeri, sebagai berikut :1) Lakukan asesmen nyeri yang komprehensif setiap kali melakukan

pemeriksaan fisik pada pasien

Page 7: Asesmen Nyeri 2

2) Dilakukan pada pasien yang mengeluh nyeri 1 jam setelak tatalaksana nyeri, setiap empat jam ( pada pasien yang sadar/bangun), pasien yang menjalani prosedur kedokteran yang menyakitkan, sebelum transfer pasien dan sebelum pasien pulang dari rumah sakit.

3) Pasa pasien yang mengalami nyeri kardiak (jantung), lakukan asesmen ulang setiap 8menit setelah pemberian nitrat atau obat-obatan intravena.

4) Pada nyeri akut/kronik, lakukan asesmen ulang setiap 30-60menit setelah pemberian obat nyeri.

f. Derajat nyeriYang meningkatkan hebat secara tiba-tiba, terutama bila sampai menimbulkan perubahan tanda vital, merupana tanda adanya diagnosis medis atau bedah yang baru ( misalnya komplikasi pasca-pembedahan, nyeri neuropatik)

3. Pemeriksaan Fisika. Pemeriksaan Umum

1) Tanda vital tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu tubuh2) Ukuran berat badan dan tinggi badan pasien3) Periksa apakah terdapat luka dikulit seperti jaringan parut akibat oeprasi,

ulserasi, tanda bekas jarum suntik4) Perhatikan juga adanya ketidaksegarisan tulang (malalignment) atrofi otot,

fasikualsi, dislokasi dan edema.b. Status mental

1) Nilai orientasi pasien2) Nilai kemampuan mengingat jangka panjang, pendek, dan segera3) Nilai kemampuan kognitif4) Nilai kondisi emosional pasien, termasuk gejala-gejala depresi, tidak ada

harapan, atau cemas.c. Pemeriksaan Sendi

1) Selalu periksa kedua sisi untuk menilai kesimterisan2) Nilai dan catat pergerakan aktif semua sendi, perhatikan adanya keterbatasan

gerak, diskinesis, raut wajah meringis, atau asimetris.3) Nilai dan catat pergerakan pasien dari sendir yang terlibat abnormal /

dikeluhkan oleh pasien ( saat menilai pergerakan aktif ). Perhatikan adanya limitasi gerak, raut wajah, meringis atau asimetris.

4) Palpasi setiap sendi untuk menilai adanya neyri5) Pemeriksaan stabilitas sendir untuk mengidentifikasi adanya cedera ligamen

d. Pemeriksaan motorikNilai dan catat kekuatan motoric pasien dengan kriteria dibawah ini : Table 1. Derajat Kekuatan Motorik

Derajat Definisi

Page 8: Asesmen Nyeri 2

5 Tidak terdapat keterbatasan gerak, mampu melawan tahanan kuat4 Mampu melawan tahanan ringan3 Mampu bergerak melawan gravitasi2 Mampu bergerak/bergeser ke kiri dan kanan tetapi tidak mampu

melawan gravitasi1 Terdapat kontraksi otot (inspeksi/palpasi), tidak menghasilkan

pergerakan0 Tidak terdapat kontraksi otot

e. Pemeriksaan SensorikLakukan pemeriksaan : sentuhan ringan, nyeri ( tusukan ajrum, pin pick ), gerakan dan suhu.

f. Pemeriksaan Neurologis lainnya1) Evaluasi nervus kranial I-XII, terutama jika pasien mengeluh nyeri wajah atau

servical dan sakit kepala2) Pemeriksaan reflek otot, nilai adanya asimetris dan klonus. Untuk

mencetuskan klonus membutuhkan kontraksi otot > 4 otot.3) Nilai adanya reflek Babinskin dan Hoflimen (hasil positif menunjukkan lesi

upper motor neuron )4) Nilai gaya berjalan apsien dan identifikasi deficit serebelum dengan

melakukan tes dismetrik ( tes pergerkana jari ke hidung, pergerakan tumit ke tibia), tes disdiadokokinesia, tes keseimbangan (Romberg dan Romberg modifikasi).Table 2. Pemeriksaan Refleks

Reflex Segmen SpinalBiseps C5Brakioradialis C6 Triseps C7 Tendon patella L4Hamstring medial L5 Achiles S1

g. Pemeriksaan Khusus1) Terdapat 5 tanda non-organik pada pasien dengan gejala nyeri tetapi tidak

ditemukan etiologi secara anatomi. Pada beberapa pasien dengan 5 tanda ini ditemukan mengalami hipokondriasis, hysteria, dan depresi.

2) Kelima tanda ini, adalah : Distribusi nyeri superfisial atau non-anatomik Gangguan sensorik atau motoric non anatomic Verbalisasai berlebihan akan nyeri (over-reaktif) Reaksi nyeri yang berlebihan saat menjalani tes pemeriksaan nyeri

Page 9: Asesmen Nyeri 2

Keluhan akan nyeri yang tidak konsisten ( berpindah-pindah) saat gerakan yang sama dilakukan pada posisi yang distraksi.

4. Pemeriksaan Elektromiografi (EMG)a. Membantu mencari penyebab nyeri akut/kronikb. Mengidentifikasi area persarafan / cedera otot fokal atau difus yang terkenac. Mengidentifikasi atau menyingkirkan kemungkinan berhubungan dengan

rehabilitasi, injeksi, pembedahan atau obat.d. Membantu menegakkan diagnosise. Pemeriksaan serial membantu pemantauan pemulihan pasien dan respon terhadap

terapi.f. Indikasi kecurigaan saraf terjepit, mono/poli neuropati, radikulopati.

5. Pemeriksaan Sensorik Kuantitatifa. Pemeriksaan sensorik mekanik (tidak nyeri): getaranb. Pemeriksaan sensorik mekanik (nyeri) : tusukan jarum, tekanan c. Pemeriksaan sensasi suhu : dingin, hangat, panasd. Pemeriksaan sensasi persepsi

6. Pemeriksaan Radiologia. Indikasi

1) Pasien nyeri dengan riwayat trauma curiga fraktur, kecurigaan penyakit degenerative tulang.

2) Pasien dengan kecurigaan adanya neoplasma, infeksi tulang, penyakit inflamatorik dan penyakit vascular.

3) Pasien dengan defisit neurologis motoric, kolon, kandung kemih, atau ereksi.4) Pasien dengan riwayat pembedahan tulang 5) Gejala nyeri yang menetap > 4minggu

b. Pemilihan pemeriksaan radiologi : bergantung pada lokasi dan karakteristik nyeri.1) Foto polos : untuk skrining fraktur, ketidaksegarisan vertebra, spondylosis-

spondilasis,neoplasma, hidrosefalus.2) CT-Scan : indikasi bila ada kecurigaan gangguan structural organ seperti otak,

perdarahan, neoplasma dan lain-lain.

7. Asesmen Psikologia. Nilai mood pasien, adakah ketakutan, depresi.b. Nilai adanya gangguan tidur, masalah terkait pekerjaanc. Nilai adanya dukungan social, interaksi sosial.

B. FARMAKOLOGI OBAT ANALGESIK1. Lidokain temple (Lidocaine patch) 5%

Page 10: Asesmen Nyeri 2

a. Berisi lidocaine 5% (700mg)b. Mekanisme kerja memblok aktivitas abnormal di kanal natrium neuronalc. Memberikan efek analgesic yang cukup baik ke jaringan lokalm tanpa adanya efek

anestesi (baal), bekerja secara perifer sehingga tidak ada efek samping sistemikd. Indikasi : sangat baik untuk nyeri neuropatik (missal: neuropati diabetic, neuralgia

pasca-pembedahan), nyeri punggung bawah, nyeri miofasiale. Efak samping iritasi kulit ringan pada tempat menempelkan lidocainef. Dosis dan cara penggunaan : dapat menekan hingga 3 patches di lokasi yang paling

nyeri (kulit harus bersih tidak boleh ada luka terbuka dan dipakai selama < 12 jam dalam periode 24 jam.

2. Eutectic Mixture of Local Anesthesiaa. Mengandung lidocaine 2,5% dan prokain HCL 2,5%b. Indikasi : anestesi mukosa topical yang diaplikasikan pada kulit yang intak pada

membrane mukosa genital untuk pembedahan minor dan sebagai pre-medikasi untuk anestesi umum

c. Mekanime kerja : efek anestesi (baal) dengan memblok total kanal natrium saraf sensorik

d. Onset kerjanya bergantung pada jumlah krim yang diberikan. Efek anestesi lokal pada kulit bertahan selama 2 – 3 jam dengan ditutupi kassa oklusif dan menetap selama 1 – 2 jam setelah kassa dilepas

e. Kontraindikasi : methemoglobinemia idiopatik atau kongenitalf. Dosis dan cara penggunaan : oleskan krim EMLA dengan tebal pada kulit dan

tutuplah dengan kassa oklusif.

3. Parasetamola. Egek analgesic untuk nyeri ringan – sedang dan antipiretik. Dapat dikombinasikan

dengan OPIOID untuk memperoleh efek analgesik yang lebih besarb. Dosis : 10mg/kgBB/kali dengan pemberian 3 – 4 kali sehari. Untuk dewasa dapat

diberikan dosis 3 – 4 kali 500mg perhari.

4. Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid (OAINS)a. Efek analgesic pada nyeri akut dan kronik dengan intensitas ringan-sedang, anti-

piretikb. Kontraindikasi : pasien dengan Triad Franklin (polip hidung, angioedema, dan

urtikaria) karena sering terjadi reaksi anafilaktoidc. Efek samping : gastrointestinal (erosi/ulkus gaster), disfungsi venal, peningkatan

enzim hatid. Ketorolak :

1) Merupakan satu-satunya OAINS yang tersedia untuk parenteral. Efektif untuk nyeri sedang – berat

Page 11: Asesmen Nyeri 2

2) Bermanfaat jika terdapat kontraindikasi opioid atau dikombinasikan dengan opioid untuk mendapatkan efek sinergistik dan meminimalisasi efek samping opioid (depresi pernapasan, sedasi, statis gastrointestinal). Sangat baik untuk terapi multi-analgesik.

5. Efek analgesic pada antidepresana. Mekanisme kerja : memblok pengambilan kembali norepinefrin dan serotonin

sehingga meninggalkan efek neurotransmitter tersebut dan meningkatkan aktivitas neuron inhibisi nosiseptif

b. Indikasi : nyeri neuropatik (neuropati diabetic, neuralgia pasca-herpetik, cedera saraf perifer, nyeri central)

c. Contoh obat yang sering dipakai : amitriptilin, imipramine, despiramin. Dosisi 50 – 300mg sekali sehari.

6. Anti – konvulsan a. Carbamazepine efektif untuk nyeri neuropatik. Efek samping somnolen, gangguan

berjalan, pusing. Dosis : 400 – 1800mg/hari (2 – 3 kali perhari). Mulai dengan dosis kecil (2 x 100 mg), ditingkatkan per minggu hingga dosis efektif.

b. Gabapentin : merupakan obat pilihan utama dalam mengobati nyeri neuropatik. Efek samping minimal dan ditoleransi dengan baik. Dosis : 100 – 4800mg/hari (3 – 4 kali sehari).

7. Antagonis kanal natriuma. Indikasi : nyeri neuropatik dan pasca-operasib. Lidokain : dosis 2mg/kgBB selama 20 menit, lalu dilanjutkan dengan 1 –

3mg/kgBB/jam titrasic. Prokain : 4 – 6,5mg/kgBB/hari.

8. Antagonis kanal kalsiuma. Ziconotide : merupakan antagonis kanal kalsium yang paling efektif sebagai

analgesic. Dosis 1 – 3 ug/hari. Efek samping : pusing, mual, nistagmus, ketidakseimbangan berjalan, konstipasi. Efek samping ini bergantung dosis dan reversible jika dosis dikurangi atau obat dihentikan.

b. Nimodipin, Verapamil : mengobati migraine dan sakit kepala kronik. Menurunkan kebutuhan morfin pada pasien kanker yang menggunakan eskalasi dosis morfin.

9. Tramadol a. Merupakan analgesic yang lebih poten daripada OAINS oral, dengan efek samping

yang lebih sedikit / ringan. Bersifat sinergistik dengan medikasi OAINS.

Page 12: Asesmen Nyeri 2

b. Indikasi : efektif untuk nyeri akut dan kronik intensitas sedang (nyeri) kanker, osteoarthritis, nyeri punggung bawah, neuropati diabetic, fibromyalgia, neuralgia pasca-herpetik, nyeri pasca-operasi.

c. Efek samping : pusing, mual, muntah, letargi, konstipasid. Jalu pemberian : intravena, epidural, rectal, dan per orale. Dosis tramadol oral : 3 – 4 kali 50 – 100mg (perhari). Dosis maksimal : 400mg dalam

24 jam.f. Titrasi terbukti meningkatkan toleransi pasien terhadap medikasi terutama digunakan

pada pasien nyeri kronik dengan riwayat toleransi yang buruk terhadap pengobatan atau memiliki risiko jatuh yang tinggi.Jadwal titrasi tramadol

Protokol Titrasi

Dosis inisial Jadwal Titrasi Direkomendasikan untuk

Titrasi 10 hari

4 x 50mg selama 3 hari

2 x 50mg selama 3 hari Naikkan menjadi 3 x

50mg selama 3 hari Lanjutkan dengan 4 x

50mg Dapat dinaikkan sampai

mencapai analgesic yang di inginkan

Lanjut usia Risiko jatuh Sensitivitas

medikasi

Titrasi 16 hari

4 x 25mg selama 3 hari

2 x 25mg selama 3 hari Naikkan menjadi 3 x 25

mg selama 3 hari Naikkan menjadi 4 x

25mg selama 3 hari Naikkan menjadi 2 x

50mg dan 2 x 25mg selama 3 hari

Naikkan menjadi 4 x 50mg

Dapat dinaikkan sampai tercapai efek analgesic yang di inginkan.

Lanjut usia Risiko jatuh Sensitivitas

medikasi

10. Opioida. Merupakan analgesik pasien (tergantung dosis) dan efeknya dapat ditiadakan oleh

nalokson.b. Dontoh opioid yang sering digunakan : morfin, sufetanil, meperidin.c. Dosis opioid disesuaikan pada setiap individu, gunakanlah titrasid. Adiksi terhadap opioid sangat jarang terjadi bila digunakan untuk penatalaksanaan

nyeri akut.e. Efek samping

Page 13: Asesmen Nyeri 2

1) Depresi pernapasan, dapat terjadi pada : Overdosis : pemberian dosis besar, akumulasi akibat pemberian secara infuse Pemberian sedasi bersamaan (benzodiazepine, anti-histamin, anti-asmatik

tertentu) Adanya kondisi tertentu : gangguan eletrolit, hipovolemia, uremia, gangguan

respirasi dan peningkatan tekanan intramustial. Obstructive sleep apnoes datau obstruksi jalan napas intermiten

2) Sedasi : adalah indikator yang baik untuk dan dipantau dengan menggunakan skor sedasi, yaitu : 0 = sadar penuh 1 = sedasi ringan, kadang mengantuk, mudah dibangunkan 2 = sedasi sedang, sering secara konstan mengantuk, mudah dibangunkan 3 = sedasi berat, somnolen, sukar dibangunkan S = tidur normal

3) System Saraf Pusat : Euphoria, halusinasi, miosis, kekakuan otot Pemakaian MAOI : pemberian petidin dapat menimbulkan koma

4) Toksisitas metabolit Petidin (norpetidin) menimbulkan tremo, mioklonus, multifocal, kejang Petidin tidak boleh digunakan lebih dari 72 jam untuk penatalaksanaan nyeri

pasca-bedah Pemberian morfin kronik : menimbulkan gangguan fungsi ginjal terutama

pada pasien usia > 70 tahun

5) Efek kardiovaskular Tergantung jenis, dosis, dan cara pemberian : status volume intravascular,s

erta level aktivitas simpatetik Morfin menimbulkan vasodilatasi Petidin menimbulkan takikardi

6) Terapi untuk mual muntah dan pantau tekanan darah dengan adekuat, hindari pergerakan berlebihan pasca-bedah, atasi kecemasan pasien, obat antiemetic.

f. Pemberian oral1) Status efektifnya dengan pemberian parenteral pada dosis yang sesuai2) Digunakan segera setelah pasien dapat mentoleransi medikasi oral

g. Injeksi intravascular1) Merupakan rute parenteral standar yang sering digunakan2) Injeksi menimbulkan nyeir dan efektivitas penyerapannya tidak dapat diandalkan3) Hindari pemberian via intravascular sebisa mungkin

h. Injeksi subkutani. Injeksi intravena

Page 14: Asesmen Nyeri 2

1) Pilihan parenteral utama setelah pembedahan major2) Dapat digunakan sebagai bolus atau pemberian terus-menerus (melalui infuse)3) Terdapat risiko depresi pernapasan pada pemberian yang tidak sesuai dosis

j. Mikro injeksi1) Lokasi mikro injeksi terbaik : mesencephalic periaqueductal2) Mekanisme kerja : memblok respons nosiseptif di otak3) Opioid intraserebroventrikular digunakan sebagai pereda nyeri pada pasien kanker

k. Injeksi spinal (epidural, intratekal)1) Secara efektif keluarnya neurotransmitter di neuron kornu dorsalis spinal2) Sangat efektif sebagai analgesic3) Harus dipantau dengan ketat

l. Injeksi perifer1) Pemberian opioid secara langsung ke saraf perifer menimbulkan efek anastesi

local (pada konsentrasi tinggi)2) Sering digunakan pada : sendi lutu yang mengalami inflamasi

C. MANAJEMEN NYERI AKUT1. Nyeri akut merupakan nyeri yang terjadi <6minggu2. Lakukan asesmen nyeri : mulai dari anamnesis hingga pemeriksaan penunjang3. Tentukan mekanisme nyeri :

a. Nyeri somatic1) Diakibatkan adanya kerusakan jaringan yang menyebabkan pelepasan zat

kimia dari sel yang cedera dan memediasi inflamasi da nyeri melalui nosispetor kulit.

2) Karakter onset cepat, terlokalisasi dengan baik, dan nyeri bersifat tajam, menusuk atau seperti tertikam.

3) Contoh : nyeri akibat laserasi, sprain, fraktur, dislokasi.b. Nyeri visceral

1) Nosiseptor visceral lebih sedikit dibandingkan somatic sehinggal jika terstimulasi akan menimbulkan nyeri yang kurang bisa dilokalisasi.

2) Penyebab : iskemik / nekrosis, inflamasi, peregangan ligament, spasm otot polos, distensi organ berongga / lumen.

3) Biasanya disertai dengan gejala ototnom, seperti mual, muntah, hipotensi, bradikardia, berkeringat.

c. Nyeri neuropatik1) Berasal dari cedera jaringan saraf.2) Sifat nyeri : rasa terbakar, nyeri menjalar, kesemutan, nyeri saat disentuh,

hiperalgesia.3) Gejala nyeri biasanya dialami pada bagian distal pada bagian cedera

( sementara pada nyeri nosiseptif, nyeri dialami pada tempat cederanya).

Page 15: Asesmen Nyeri 2

4) Biasanya diderita oleh pasien dengan diabetes, multiple selerosis, herniasi diskus, AIDS, Pasien yang menjalani kemoterapi / radioterapi.

4. Tatalaksana sesuai dengan nyerinyaa. Farmakologi

1) OAINS efektif untuk nyeri ringan – sedang, opioid efektid untuk nyeri sedang – berat

2) Mulailah dengan pemberian OAINS / opioid lemah (langkah 1 dan 2) dengan pemberian intermitten (pro renata) opioid disesuaikan dengan kebutuhan pasien

3) Jika langkah 1 dan 2 kurang efektif / nyeri menjadi sedang – berat, dapat ditingkatkan menjadi 3 (ganti dengan opioid kuat dan analgesic dalam kurun waktu 24 jam setelah langkah 1)

4) Penggunaan opioid harus dititrasi. Opioid stabdar yang sering digunakan adalah morfin dan kodien

5) Jika pasien memiliki kontraindikasi absolute OAINS, dapat diberikan opioid ringan

6) Jika fase akut pasien telah terlewat, lakukan pengurangan dosis secara bertahap Intravena : antikonvulsan, ketamine, OAINS, opioid Oral : antikonvulsan, antidepresi, antihistamin, anxiolytie, kortikosteroid,

anestesi local, OAINS, opioid, tramadol Rectal (supositoria) : parasetamol, aspirin, opioid, fenotiazin Topical : lidokain patch, EMLA Subkutan : opioid, anestesi local

b. Pembedahan : injeksi epidural, supraspinal, infiltrasi anestesi loklai di tempat nyeri

c. Non-farmakologi :1) Olahraga2) Imobilisasi3) Pijat4) Relaksasi5) Stimulasi saraf transkutan elektrik

5. Follow-up (asesmen ulang)a. Asesmen ulang sebaiknya dilakukan dengan interval yang teratur.b. Panduan umum :

1) Pemberian parenteral : 30menit2) Pemberian oral : 60menit3) Intervensi non-farmakologi : 30-60 menit.

Page 16: Asesmen Nyeri 2

6. Pencegahana. Edukasi pasien

1) Berikan informasi mengenai kondisi dan penyakit pasien, serta tatalaksananya.

2) Diskusikan tujuan manajemen nyeri dan manfaatnya untuk apsien.3) Beritahukan bahwa pasien dapat menghubungi tim medis jika memiliki

pertanyaan / ingin berkonsultasi mengenai kondisinya.4) Pasien dan keluarga ikut dilibatkan dalam menyusun manajemen nyeri

( termasuk penjadwalan medikasi, pemilihan analgesic, dan jadwal control ).b. Kepatuhan pasien dalam menjalani manajemen nyeri dengan baik.

7. Mediaksi saat pasien pulanga. Pasien dipulangkan sedera setelah nyeri dapat teratasi dan dapat beraktivitas

seperti biasa / normal.b. Pemilihan medikasi analgesic bergantung pada pasien.

Algoritme asesmen nyeri akut

Pasien mengeluh nyeri

Anamnesis dan Pemeriksaan fisik

Page 17: Asesmen Nyeri 2

Ya

Tidak

Ya

Tidak

http://www.slideshare.net/adinugrohomelyana/panduan-manajemen-nyeri

Asesmen nyeri

Apakah etiologi nyeri bersifat reversiblePrioritas utama : identifikasi dan atasi

etiologi nyeri

Apakah nyeri berlangsung >6minggu? Lihat manajemen nyeri kronik Pertimbangkan untuk menunjuka ke

spesialis yang sesuai

Tentukan mekanisme nyeri ( pasien dapat mengalami >1 jenis nyeri

Nyeri neuropati

Nyeri bersifat seperti rasa terbakar, kesemutan, tidak spesifik.

Nyeri visceral

Nyeri bersifat difus, seperti ditekan benda berat, nyeri tumpul

Nyeri somatic

Nyeri bersifat menusuk