arsip, lembaga kearsipan dan aspek hukumnya di indonesia

41
1 Arsip, Lembaga Kearsipan dan Aspek Hukumnya di Indonesia 1 Oleh : Dr. H. Nandang Alamsah Deliarnoor, S.H., M.Hum 2 Pendahuluan Memahami arsip, lembaga kearsipan dan aspek hukumnya di Indonesia akan sangat bermanfaat bukan hanya untuk profesi kita masing-masing tetapi bermanfaat untuk kehidupan kita yang sesungguhnya. Kiranya penulis tidak berlebihan bilamana mengartikan arsip sebagai bukti pertanggungjawaban dalam hidup dan mati. Sebagai bukti pertanggungjawaban dalam hidup mudah menjelaskannya, namun menjelaskan bukti pertanggungjawaban dalam mati harus dengan keyakinan bahwa akan ada kehidupan lagi setelah kematian. Dan ini tentu akan ada hubungannya dengan agama serta keyakinan masing-masing manusia. Berdasarkan keyakinan penulis yang beragama Islam dan sesuai dengan yang diberitakan dalam kitab suci Al Qu’ran surat Al Muddatstsir ayat 38 : “Tiap-tiap diri bertanggungjawab atas apa yang telah diperbuatnya”, maka apa saja yang kita perbuat beserta berkas-berkas kehidupannya ternyata akan menjadi pertanggungjawaban kita nanti setelah kematian. Selanjutnya dalam surat Al Qiyaamah ayat 13 dinyatakan pula bahwa : “Pada hari itu diberitakan kepada manusia apa yang telah dikerjakannya dan apa yang dilalaikannya”. Demikian pula pada surat Az Zalzalah ayat 7 dan 8 : “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula”. Berdasarkan dalil-dalil agama yang diyakini penulis tersebut di atas yang melahirkan batasan arsip sebagai bukti pertanggungjawaban dalam hidup dan mati tersebut di atas. Oleh 1 Disampaikan dalam rangka Seminar Nasional “Arsip Sebagai Memori Kolektif Perguruan Tinggi dan Sumber Penelitian”, diselenggarakan oleh Arsip Universitas Gadjah Mada, 10 Desember 2011, sedikit di up date tanggal 13 Juni 2015 untuk keperluan situs UPT Kearsipan Universitas Padjadjaran. 2 Lektor Kepala IV/c pada Prodi Ilmu Pemerintahan FISIP Unpad, Koordinator Prodi Ilmu Pemerintahan FISIP Unpad dan sejak tanggal 10 Juni 2015 diangkat sebagai Kepala UPT Kearsipan Universitas Padjadjaran.

Upload: others

Post on 23-Oct-2021

18 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Arsip, Lembaga Kearsipan dan Aspek Hukumnya di Indonesia

1

Arsip, Lembaga Kearsipan dan Aspek Hukumnya di Indonesia1

Oleh :

Dr. H. Nandang Alamsah Deliarnoor, S.H., M.Hum2

Pendahuluan

Memahami arsip, lembaga kearsipan dan aspek hukumnya di Indonesia akan sangat

bermanfaat bukan hanya untuk profesi kita masing-masing tetapi bermanfaat untuk kehidupan

kita yang sesungguhnya.

Kiranya penulis tidak berlebihan bilamana mengartikan arsip sebagai bukti

pertanggungjawaban dalam hidup dan mati. Sebagai bukti pertanggungjawaban dalam hidup

mudah menjelaskannya, namun menjelaskan bukti pertanggungjawaban dalam mati harus

dengan keyakinan bahwa akan ada kehidupan lagi setelah kematian. Dan ini tentu akan ada

hubungannya dengan agama serta keyakinan masing-masing manusia. Berdasarkan keyakinan

penulis yang beragama Islam dan sesuai dengan yang diberitakan dalam kitab suci Al Qu’ran

surat Al Muddatstsir ayat 38 : “Tiap-tiap diri bertanggungjawab atas apa yang telah

diperbuatnya”, maka apa saja yang kita perbuat beserta berkas-berkas kehidupannya ternyata

akan menjadi pertanggungjawaban kita nanti setelah kematian. Selanjutnya dalam surat Al

Qiyaamah ayat 13 dinyatakan pula bahwa : “Pada hari itu diberitakan kepada manusia apa yang

telah dikerjakannya dan apa yang dilalaikannya”. Demikian pula pada surat Az Zalzalah ayat 7

dan 8 : “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat

(balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun, niscaya dia

akan melihat (balasan)nya pula”.

Berdasarkan dalil-dalil agama yang diyakini penulis tersebut di atas yang melahirkan

batasan arsip sebagai bukti pertanggungjawaban dalam hidup dan mati tersebut di atas. Oleh

1 Disampaikan dalam rangka Seminar Nasional “Arsip Sebagai Memori Kolektif Perguruan Tinggi dan

Sumber Penelitian”, diselenggarakan oleh Arsip Universitas Gadjah Mada, 10 Desember 2011, sedikit di up date tanggal 13 Juni 2015 untuk keperluan situs UPT Kearsipan Universitas Padjadjaran.

2 Lektor Kepala IV/c pada Prodi Ilmu Pemerintahan FISIP Unpad, Koordinator Prodi Ilmu Pemerintahan FISIP Unpad dan sejak tanggal 10 Juni 2015 diangkat sebagai Kepala UPT Kearsipan Universitas Padjadjaran.

Page 2: Arsip, Lembaga Kearsipan dan Aspek Hukumnya di Indonesia

2

karena itu bilamana dalam hidup maupun setelah kematian ingin mendapatkan kesuksesan maka

harus memelihara arsip yang baik-baik bukan hanya memelihara arsip dengan baik. Maksudnya

arsip yang ada pada diri kita berhiaskan amalan-amalan yang baik-baik saja tidak ternoda oleh

arsip yang tidak baik.

Namun, dalam kesempatan ini penulis harus menyampaikan pendapat tentang arsip,

lembaga kearsipan dan aspek hukumnya di Indonesia yang harus terlepas dari arsip sebagai bukti

pertanggungjawaban dalam mati. Jadi penulis batasi pembicaraannya sebatas masalah arsip

sebagai bukti pertanggungjawaban dalam hidup.

Arsip dan Lembaga Kearsipan di Perguruan Tinggi

Arsip adalah rekaman kegiatan atau peristiwa dalam berbagai bentuk dan media sesuai

dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang dibuat dan diterima oleh

lembaga negara, pemerintahan daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik,

organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan dalam pelaksanaan kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara, demikian bunyi Pasal 1 Angka 2 UU No. 43 Tahun 2009 Tentang

Kearsipan.

Tanpa peran lembaga dalam pelestarian arsip nampaknya akan sulit, hal ini pula yang

mendorong lahirnya lembaga kearsipan di perguruan tinggi. Lahirnya UU No. 43 Tahun 2009

membawa perubahan besar dalam perkembangan lembaga kearsipan yaitu dengan munculnya

lembaga kearsipan di perguruan tinggi. UU No. 43 Tahun 2009 Tentang Kearsipan, yang

menggantikan UU No. 7 Tahun 1971 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kearsipan

(selanjutnya penulis singkat UUBK atau Undang-undang Baru Kearsipan), meneguhkan

berdirinya lembaga baru yang bertugas melaksanakan penyelenggaraan kearsipan yaitu Arsip

Perguruan Tinggi (APT) di samping Arsip Nasional dan Arsip Daerah. Menurut UUBK, APT

adalah lembaga kearsipan berbentuk satuan organisasi perguruan tinggi, baik negeri maupun

swasta yang melaksanakan fungsi dan tugas penyelenggaraan kearsipan di lingkungan perguruan

tinggi.

Eksistensi dan urgensi Lembaga APT ini lahir disaat yang tepat ketika Perguruan-

Perguruan Tinggi berlomba untuk menjadi World Class University (WCU). Sebab, salah satu

Page 3: Arsip, Lembaga Kearsipan dan Aspek Hukumnya di Indonesia

3

instrumen yang terlupakan untuk menuju WCU adalah University Heritage. University Heritage

pertama kali dirintis di Florida state University tahun 1947 oleh Mary Lou Norwod. Tiga elemen

penting dalam University Heritage adalah Perpustakaan, Arsip Universitas/Perguruan Tinggi,

dan Museum (Machmoed Effendhie, 2009).

Maher dalam bukunya “The Management of College and University Archives”

mengatakan bahwa university archives pada dasarnya merupakan program terpadu yang terdiri

dari kebijakan, sumber daya manusia, kegiatan dan fasilitas yang tersedia untuk merawat dan

memelihara arsip dan membuat arsip yang merupakan warisan kegiatan universitas dapat diakses

dan disajikan untuk kepentingan pengguna secara mudah. Dengan demikian university archives

sebagai suatu lembaga yang mengorganisir kegiatan kearsipan baik untuk pembinaan arsip

dinamis maupun sebagai wadah untuk menyimpan arsip statis agar dapat disajikan untuk users.

Sehingga dengan melihat fungsi seperti tersebut di atas maka khasanah arsip statis dapat

dimanfaatkan secara optimal, sementara arsip dinamis yang disimpan pada masing-masing unit

kerja baik pada fakultas ataupun jurusan atau program studi dapat dikelola dengan baik.3

UUBK menyatakan bahwa penyelenggaraan kearsipan secara nasional menjadi tanggung

jawab ANRI sebagai penyelenggara kearsipan nasional. Penyelenggaraan kearsipan provinsi

menjadi tanggung jawab pemerintahan daerah provinsi dan dilaksanakan oleh lembaga kearsipan

provinsi. Penyelenggaraan kearsipan kabupaten/kota menjadi tanggung jawab pemerintahan

daerah kabupaten/kota dan dilaksanakan oleh lembaga kearsipan kabupaten/kota.

Penyelenggaraan kearsipan perguruan tinggi menjadi tanggung jawab perguruan tinggi dan

dilaksanakan oleh lembaga kearsipan perguruan tinggi.

Pembinaan kearsipan nasional dilaksanakan oleh lembaga kearsipan nasional terhadap

pencipta arsip tingkat pusat dan daerah, lembaga kearsipan daerah provinsi, lembaga kearsipan

daerah kabupaten/kota, dan lembaga kearsipan perguruan tinggi. Pembinaan kearsipan provinsi

dilaksanakan oleh lembaga kearsipan provinsi terhadap pencipta arsip di lingkungan daerah

provinsi dan lembaga kearsipan daerah kabupaten/kota. Pembinaan kearsipan kabupaten/kota

dilaksanakan oleh lembaga kearsipan kabupaten/kota terhadap pencipta arsip di lingkungan

daerah kabupaten/kota. Pembinaan kearsipan perguruan tinggi dilaksanakan oleh lembaga

3 Sumrahyadi, University Archives : suatu Kajian Awal, ANRI Jurnal Kearsipan, ISSN 1978-130X, hlm.

72.

Page 4: Arsip, Lembaga Kearsipan dan Aspek Hukumnya di Indonesia

4

kearsipan perguruan tinggi terhadap satuan kerja dan civitas akademika di lingkungan perguruan

tinggi.

Organisasi kearsipan terdiri atas unit kearsipan pada pencipta arsip dan lembaga

kearsipan. Unit kearsipan wajib dibentuk oleh setiap lembaga negara, pemerintahan daerah,

perguruan tinggi negeri, badan usaha milik negara (BUMN), dan badan usaha milik daerah

(BUMD). Lembaga kearsipan terdiri atas: a. ANRI; b. Arsip Daerah Provinsi; c. Arsip Daerah

Kabupaten/Kota; dan d. Arsip Perguruan Tinggi. Arsip daerah provinsi wajib dibentuk oleh

pemerintahan daerah provinsi, arsip daerah kabupaten/kota wajib dibentuk oleh pemerintahan

daerah kabupaten/kota, dan arsip perguruan tinggi wajib dibentuk oleh perguruan tinggi

negeri.

Perguruan tinggi negeri wajib membentuk arsip perguruan tinggi. Pembentukan arsip

perguruan tinggi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Arsip

perguruan tinggi wajib melaksanakan pengelolaan arsip statis yang diterima dari: a. satuan kerja

di lingkungan perguruan tinggi; dan b. civitas akademika di lingkungan perguruan tinggi. Selain

itu APT memiliki tugas melaksanakan: a. pengelolaan arsip inaktif yang memiliki retensi

sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun yang berasal dari satuan kerja dan civitas akademika di

lingkungan perguruan tinggi; dan b. pembinaan kearsipan di lingkungan perguruan tinggi yang

bersangkutan.

Pendanaan dalam rangka penyelenggaraan kearsipan yang diselenggarakan oleh

lembaga kearsipan nasional, lembaga negara, perguruan tinggi negeri, dan kegiatan kearsipan

tertentu oleh pemerintahan daerah dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja

Negara (APBN).

UUBK menyatakan bahwa pengelolaan arsip dinamis dilaksanakan untuk menjamin

ketersediaan arsip dalam penyelenggaraan kegiatan sebagai bahan akuntabilitas kinerja dan alat

bukti yang sah berdasarkan suatu sistem yang memenuhi persyaratan: a. andal; b. sistematis; c.

utuh; d. menyeluruh; dan e. sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria. Pengelolaan

arsip dinamis meliputi: a. penciptaan arsip; b. penggunaan dan pemeliharaan arsip; dan c.

penyusutan arsip. (3) Pengelolaan arsip dinamis pada lembaga negara, pemerintahan daerah,

perguruan tinggi negeri, serta BUMN dan/atau BUMD dilaksanakan dalam suatu sistem

kearsipan nasional. Untuk mendukung pengelolaan arsip dinamis yang efektif dan efisien

pencipta arsip membuat tata naskah dinas, klasifikasi arsip, jadwal retensi arsip, serta

Page 5: Arsip, Lembaga Kearsipan dan Aspek Hukumnya di Indonesia

5

sistem klasifikasi keamanan dan akses arsip. Pejabat atau orang yang bertanggung jawab

dalam pengelolaan arsip dinamis wajib menjaga keautentikan, keutuhan, keamanan, dan

keselamatan arsip yang dikelolanya.

Pencipta arsip wajib menyediakan arsip dinamis bagi kepentingan pengguna arsip yang

berhak. Pencipta arsip pada lembaga negara, pemerintahan daerah, perguruan tinggi negeri, dan

BUMN dan/atau BUMD membuat daftar arsip dinamis berdasarkan 2 (dua) kategori, yaitu

arsip terjaga dan arsip umum. Pencipta arsip wajib menjaga keutuhan, keamanan, dan

keselamatan arsip dinamis yang masuk dalam kategori arsip terjaga.

Lembaga negara, pemerintahan daerah, perguruan tinggi negeri, serta BUMN dan/atau

BUMD wajib memiliki Jadwal Retensi Arsip (JRA). JRA ditetapkan oleh pimpinan lembaga

negara, pemerintahan daerah, perguruan tinggi negeri, serta BUMN dan/atau BUMD.

Lembaga negara tingkat pusat wajib menyerahkan arsip statis kepada ANRI. Lembaga

negara di daerah wajib menyerahkan arsip statis kepada ANRI sepanjang instansi induknya tidak

menentukan lain. Satuan kerja perangkat daerah dan penyelenggara pemerintahan daerah

provinsi wajib menyerahkan arsip statis kepada arsip daerah provinsi. Satuan kerja perangkat

daerah dan penyelenggara pemerintahan daerah kabupaten/kota wajib menyerahkan arsip statis

kepada arsip daerah kabupaten/kota. Satuan kerja di lingkungan perguruan tinggi negeri wajib

menyerahkan arsip statis kepada APT di lingkungannya. Perusahaan wajib menyerahkan arsip

statis kepada lembaga kearsipan berdasarkan tingkatannya sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan. Arsip statis adalah arsip yang: a. memiliki nilai guna kesejarahan; dan b.

telah habis retensinya dan berketerangan dipermanenkan sesuai dengan JRA. Selain arsip statis

yang tidak dikenali penciptanya atau karena tidak adanya JRA dan dinyatakan dalam Daftar

Penemuan Arsip (DPA) oleh lembaga kearsipan dinyatakan sebagai arsip statis.

Lembaga negara, pemerintahan daerah, perguruan tinggi negeri, serta BUMN dan/atau

BUMD wajib membuat program arsip vital. Program arsip vital dilaksanakan melalui

kegiatan: a. identifikasi; b. perlindungan dan pengamanan; dan c. penyelamatan dan pemulihan.

UUBK juga menyatakan bahwa pencipta arsip yang terkena kewajiban pengelolaan arsip

dinamis berlaku bagi: a. lembaga negara; b. pemerintahan daerah; c. perguruan tinggi negeri; dan

d. BUMN dan/atau BUMD. Kewajiban pengelolaan arsip dinamis berlaku pula bagi perusahaan

dan perguruan tinggi swasta terhadap arsip yang tercipta dari kegiatan yang dibiayai dengan

anggaran negara dan/atau bantuan luar negeri.

Page 6: Arsip, Lembaga Kearsipan dan Aspek Hukumnya di Indonesia

6

Lembaga negara, pemerintahan daerah, perguruan tinggi negeri, serta BUMN dan/atau

BUMD wajib mengelola arsip yang diciptakan oleh pihak ketiga yang diberi pekerjaan

berdasarkan perjanjian kerja. Pengelolaan arsip dilaksanakan setelah pihak ketiga

mempertanggungjawabkan kegiatannya kepada pemberi kerja dan lembaga lain yang terkait.

Pihak ketiga yang menerima pekerjaan dari lembaga negara, pemerintahan daerah, perguruan

tinggi negeri, serta BUMN dan/atau BUMD berdasarkan perjanjian kerja wajib menyerahkan

arsip yang tercipta dari kegiatan yang dibiayai dengan anggaran negara kepada pemberi kerja.

Sanksi administratif suatu hal yang baru dalam UUBK yang tidak diatur oleh UU No. 7

Tahun 1971. Dari praktek di lapangan sanski administratif kadangkala lebih efektif dari pada

sanksi pidana yang merupakan ultimum remedium. Pejabat, pimpinan instansi dan/atau pelaksana

yang melanggar kewajiban-kewajiban seperti dijelaskan di atas dikenai sanksi administratif

berupa teguran tertulis. Apabila selama 6 (enam) bulan tidak melakukan perbaikan, pejabat

dan/atau pelaksana dikenai sanksi administratif berupa penundaaan kenaikan gaji berkala untuk

paling lama 1 (satu) tahun. Apabila selama 6 (enam) bulan berikutnya tidak melakukan

perbaikan, pejabat dan/atau pelaksana dikenai sanksi administratif berupa penundaan kenaikan

pangkat untuk paling lama 1 (satu) tahun. Demikian seterusnya sampai yang tertinggi adalah

dikenai sanksi administratif berupa pembebasan dari jabatan.

Sanksi pidana yang berhubungan erat dengan eksistensi dan urgensi APT hanya dua dari

delapan pasal yang mengatur sanksi pidana, yaitu bagi Pejabat yang dengan sengaja tidak

melaksanakan pemberkasan dan pelaporan dipidana dengan pidana penjara paling lama 10

(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Demikian

pula pejabat yang tidak mempunyai Jadwal Retensi Arsip di instansinya in casu perguruan

tinggi, sehingga sengaja memusnahkan arsip di luar prosedur yang benar dipidana dengan pidana

penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus

juta rupiah) juga.

Menjadi pertanyaan mengapa demikian penting perguruan tinggi menjadi lembaga

kearsipan dewasa ini. Menurut Machmoed Effendhie (2009), APT akan membantu institusi

perguruan tinggi dalam mempertahankan dan menumbuh-kembangkan misi edukasi yang

dilakukan oleh perguruan tinggi yang dilandasi oleh Tri Dharma Perguruan Tinggi (pendidikan

dan pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat), serta mengelola dan menyelamatkan

Page 7: Arsip, Lembaga Kearsipan dan Aspek Hukumnya di Indonesia

7

arsip yang berkaitan dengan Pendidikan dan pengajaran, Penelitian dan Pengabdian Kepada

Masyarakat. Selain itu APT akan :

1. Mendukung dan memfasilitasi administrasi PT dan pengembangannya;

2. Menentukan dan menjamin bahwa institusi menciptakan bukti kegiatan dan transaksi, dan

menyediakan akses terhadap bukti tersebut bagi pengguna (internal dan eksternal);

3. Memelihara bukti kegiatan dan transaksi institusi;

4. Mendukung pendidikan dan mempertinggi mutu pengajaran;

5. Mendukung penelitian fakultas, lembaga penelitian, pusat studi, civitas akademika,

alumni, publik melalui akses informasi kearsipan;

6. Memperkenalkan penemuan dan diseminasi pengetahuan melalui public servicing.

(Machmoed Effendhie : 2009).

Menurut Drs. Mustari Irawan MPA., salah seorang Direktur di ANRI waktu itu (saat

dimuat tulisan ini sudah menjadi Kepala ANRI) dan anggota Tim RUU Kearsipan Baru (UU No.

43 Tahun 2009), universitas sebagai sebuah institusi dituntut untuk menjalankan

penyelenggaraan kearsipan sebagai penerapan prinsip Good and Clean Government yang

transparan dan akuntabel. Selanjutnya Mustari menjelaskan saat uji publi RUU Kearsipan ini

bahwa penyusunan RUU ini dilatarbelakangi oleh pengelolaan arsip yang belum terwujud

dengan baik di lembaga negara dan pemerintahan (in casu Perguruan Tinggi, pen). Pengelolaan

arsip ini perlu diatur dalam undang-undang agar dapat menciptakan masyarakat yang sejahtera,

penyelamatan kedaulatan negara dan perlindungan hak asasi dan hak keperdataan masyarakat.

RUU ini memberi ruang gerak yang lebih luas bagi masyarakat untuk lebih berperan dalam

pengelolaan arsip.4

Demikian pula dengan kekayaan jenis arsip yang berada di Perguruan Tinggi merupakan

salah satu alasan yang menurut penulis mengharuskan APT lahir dan eksis. Menurut penulis

universitas memiliki peran yang sangat penting berkaitan dengan kearsipan ini. Antara lain,

mengelola arsip universitas, khususnya yang berkaitan dengan karya intelektual, menyiapkan

4 Berita Unpad.ac.id, 4/08, Arsip Universitas, Elemen Penting Menjadi Universitas Kelas Dunia,

04 Agustus 2009 dilaporkan oleh Marlia.

Page 8: Arsip, Lembaga Kearsipan dan Aspek Hukumnya di Indonesia

8

sumber daya manusia di bidang kearsipan, membuat kebijakan yang berkaitan dengan arsip

karena sering diminta untuk membuat naskah akademik5.

Arsip yang layak untuk disimpan pada university archives adalah sebagai berikut6 :

1. Arsip tentang pendirian perguruan tinggi, status, visi dan misi, sejarah pendirian fakultas,

jurusan dan lainnya;

2. Arsip tentang hasil rapat dan notulen dari kegiatan universitas atau fakultas;

3. Arsip korespondensi dari rector, dekan atau pengambil keputusan lainnya termasuk laporan

tahunan;

4. Arsip akademis mahasiswa;

5. Hasil penelitian ilmiah dan kegiatan pengabdian masyarakat;

6. Ringkasan anggaran dan laporan keuangan;

7. Publikasi perguruan tinggi seperti brosur, leaflet, jadwal pengajaran, kurikulum, dan

persyaratan kelulusan;

8. Direktori berupa nama dan alamat serta keterangan lainnya dari fakultas, staf, mahasiswa

dan alumni;

9. Newsletter, jurnal ilmiah dan terbitan intern lainnya;

10. Arsip Pribadi (manuskrip) tentang sejarah dan tokoh dari perguruan tinggi yang

bersangkutan. Untuk jenis ini secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi beberapa

kategori yaitu koleksi perorangan yang masih berhubungan dengan universitas seperti dari

anggota fakultas, staf, mahasiswa atau alumni. Jenis lain adalah koleksi perorangan yang

tidak berhubungan secara langsung dengan universitas tetapi pernah melakukan kerjasama

dengan universitas. Atau dapat juga koleksi perorangan yang berasal dari luar universitas

tetapi karena pertimbangan tertentu sehingga dapat dikelompokkan sebagai arsip pribadi

universitas.

Machmoed Effendhie7 (Kepala Arsip Universitas Gadjah Mada, 2009) menguraikan

jenis-jenis arsip perguruan tinggi khususnya di Universitas Gadjah Mada yang dapat

diklasifikasikan ke dalam :

5 Nandang Alamsah Deliarnoor, Peran Perguruan Tinggi Dalam Penyelamatan Arsip Karya

Intelektual, di sampaikan di Bale Rumawat Unpad, 4 Agustus 2009. 6 Sumrahyadi, Ibid, hlm. 73. 7 Ibid.

Page 9: Arsip, Lembaga Kearsipan dan Aspek Hukumnya di Indonesia

9

1. Official archives, yaitu: keputusan-keputusan yang bersifat mengatur, perjanjian-

perjanjian kerja sama, laporan tahunan, Arsip Staff , Arsip Mahasiswa, Arsip

Scholarship, arsip Research Grant, Dokumen-dokumen resmi, Arsip committee dan

Board Papers (Majelis Wali Amanah, Senat Akademik, Majelis Guru Besar, Dewan

Penyantun, dll), Kebijakan dan Prosedur, Arsip Vital (yang menyangkut aset

universitas), dll.

2. Personal papers: research documents, speeches (naskah- naskah pidato), pidato,

makalah akademik, laporan penelitian, skripsi, tesis, disertasi, dll.

3. Reference Collection: kalender akademik, buku-buku panduan akademik, buku-buku

statistik, dll.

4. Aniversary archives: arsip-arsip Dies Natalis, Wisuda, dll.

5. Club/societies archives: dosen dan karyawan (olahraga, kesenian, sosial, dll);

Mahasiswa (organisasi kemahasiswaan, olah raga, kesenian, pramuka, Menwa,

Kopma, dll).

6. Publication archives: majalah, jurnal, poster yang dikeluarkan oleh mahasiswa,

dosen, maupun institusi, kliping.

7. Academic Archives: kemahasiswaan (student affairs), minute, silabi, fakultas vitae,

soal ujian; mengundurkan diri mahasiswa, berhenti, meninggal, diklat, registrasi,

jadwal kuliah, arsip non-current mahasiswa, arsip pendadaran, dan arsip lainnya

yang dikeluarkan secara akademis.

8. Oral Historical Project: Program ini diarahkan untuk melengkapi koleksi Arsip

Universitas melalui wawancara Oral History. Arsip yang tersimpan dalam kelompok

ini berupa kaset rekaman (sound recording) dan transkripsinya. Adapun jenisnya bisa

berupa biografi atau tematik, sedangkan naratornya bisa mantan rektor, mantan

dekan, mantan kepala pusat studi, atau tokoh-tokoh perguruan tinggi lainnya, dll.

9. Archives in Special Format: Arsip foto, gambar teknik, kartografi, kearsitekturan,

film, video, sound recording, Art Works, ephemera, dll. (Kalau Perguruan Tinggi atau

Universitas belum memiliki museum sendiri, informasi yang terekam dalam bentuk

korporil atau benda-benda lain yang bernilai sejarah dapat dimasukkan kedala

kelompok ini sepanjang koleksinya masih sedikit. Namun kalau koleksinya sudah

Page 10: Arsip, Lembaga Kearsipan dan Aspek Hukumnya di Indonesia

10

banyak perlu dibentuk Divisi Museum sendiri dibawah Arsip Universitas, atau unit

museum sendiri yang langsung di bawah Rektor).

10. Special Collection: Arsip koleksi khusus ini dapat berupa koleksi perorangan, koleksi

institusi (misalnya Koleksi Khusus Pusat Studi Wanita), atau koleksi khusus

organisasi profesi, dll, misalnya tersimpan karya-karya akademik seseorang, termasuk

notulen rapatnya, catatan perjalanan seseorang, dll.

Sepanjang pengamatan penulis waktu itu baru Universitas Gadjah Mada yang sudah

mempunyai APT dengan Kepalanya Drs. Machmoed Effendhie, M.Hum. Di Unpad sendiri

belum dibentuk, walaupun Unpad merupakan salah satu perguruan tinggi yang memiliki

Program Diploma III tentang Kearsipan dan telah memiliki kurang lebih 20 arsiparis lulusan

Program Diploma III kearsipan FISIP Unpad, namun sampai saat tulisan ini dibuat belum

memiliki APT. Dalam praktek keperluan akan unit kearsipan datang dari kebutuhan karena

adanya “sebab” seperti karena adanya temuan Badan Pemeriksa Keuangan atau untuk kebutuhan

akreditasi.

Penulis sendiri telah diminta oleh Fakultas Psikologi Unpad untuk memberikan

keterampilan menata kearsipan bagi tenaga kependidikan di Fakultas tersebut. Dalam

kesempatan itu sekalian penulis sarankan untuk membentuk unit kearsipan. Di Tingkat

Universitas juga baru rencana untuk membenahi arsip yang berkaitan dengan pengadaan barang

dan jasa. Tentu saja penulis juga akan menyarankan untuk juga membentuk unit kearsipan.

Demikian pula di FISIP Unpad penulis sudah mendapat izin untuk membentuk unit kearsipan

FISIP Unpad yang sangat mendesak karena untuk keperluan akreditasi program studi yang nota

bene perlu di dukung arsip atau dokumen.

Mudah-mudahan bila sudah banyak unit-unit kearsipan yang terbentuk di setiap unit kerja

di Unpad ini maka APT yang diamanatkan UU No. 43 Tahun 2009 itu akan segera terbentuk.

Mungkin akan seperti ungkapan Mao Ze Dong tentang “kampung mengepung kota” dalam

pengertian dimulai dulu dengan membentuk unit kearsipan baru disusul dengan membentuk

APT.

Page 11: Arsip, Lembaga Kearsipan dan Aspek Hukumnya di Indonesia

11

Aspek Hukum Dalam Kearsipan8

Berbicara tentang aspek-aspek hukum dalam kearsipan, maka tidak kurang (minimal)

akan menemukan 10 (sepuluh) pokok bahasan sebagai berikut :

1. Sumber hukum kearsipan ;

2. Penilaian arsip yang beraspek hukum ;

3. Arsip sebagai alat bukti dan aspek yuridis perkembangan arsip elektronik ;

4. Penyusutan arsip ;

5. Otentikasi dan legalisasi arsip ;

6. Aspek yuridis dalam pengalihan dokumen ;

7. Daluwarsa arsip ;

8. Keterbukaan dan ketertutupan arsip ;

9. Menelaah arsip sebelum pengambilan keputusan dan PTUN ;

10. Sanksi dalam kearsipan.

Kesepuluh pokok bahasan di atas, sebenarnya saling kait mengkait yang sulit dipisahkan

pemahamannya. Jika salah satu aspek saja diabaikan maka akan berpengaruh terhadap aspek

yang lain. Barangkali hal ini seperti makna yang terkandung dalam kata-kata ”efek domino”.

Misalnya jika tidak mengetahui sumber hukum kearsipan maka tidak akan tahu nilai arsip itu

dari sudut hukum, demikian pula seterusnya mungkin akan berlanjut dengan tidak menangnya

perkara di pengadilan karena tidak mempunyai bukti yang otentik dan akhirnya terkena sanksi.

ANRI sendiri (tahun 2003) berpendapat bahwa apabila dipertemukan dua permasalahan

antar arsip di satu sisi dengan hukum di sisi lain, maka membahas aspek hukum kearsipan

kurang lebih adalah membahas suatu norma yang mengatur segala hal ihwal tentang arsip. Ruang

lingkup pembahasannya meliputi ”dalam diri” arsip itu sendiri dengan berbagai sifat dan

8 Pernah disampaikan dalam Pelatihan Kearsipan di lingkungan Kopertis Wilayah IV Jawa Barat dan

Banten di Pusdiklat Kopertis Wilayah IV Jatinangor, pada hari Kamis, tanggal 22 Maret 2007 atas surat permohonan Koordinator Kopertis Wilayah IV Nomor 0309/004/TU/2007 tanggal 1 Maret 2007 dengan berbagai penyempurnaan karena lahirnya UUBK.

Page 12: Arsip, Lembaga Kearsipan dan Aspek Hukumnya di Indonesia

12

konsekuensi yang melingkupinya, serta norma-norma pengaturan apa yang terkait dengan cara-

cara memperlakukan arsip sebagai sesuatu yang bernilai.9

Terhadap arsip itu sendiri, tinjauan dari aspek hukum yang perlu dibahas antara lain

adalah 10:

a. Sifat informasi yang terkandung dalam arsip, sering mengemuka sebagai permasalahan

kerahasiaan arsip, yang antara lain meliputi : arsip yang diklasifikasikan rahasia, tingkat

kerahasiaannya, cara mengakses, pengelola arsip yang dirahasiakan, serta sanksi hukum

terhadap pelanggaran yang ada.

b. Kekuatan arsip sebagai alat bukti, membahas tentang pemanfaatan arsip sebagai alat

untuk membuktikan adanya suatu kegiatan secara benar.

c. Alih media, meliputi : pemilihan arsip yang dialihmediakan, bagaimana proses alih media

(secara yuridis) dan bagaimana status arsip yang dialihmediakan.

d. Pemusnahan dan penyerahan arsip.

Pemahaman aspek hukum kearsipan di atas disempurnakan kembali oleh ANRI (tahun

2004) yang menyatakan bahwa pembahasan masalah kearsipan yang terkait dengan aspek hukum

dilakukan terhadap hal-hal menyangkut arsipnya itu sendiri maupun sumber daya pendukung

kearsipan. Untuk itu hukum kearsipan dapat disebutkan sebagai norma-norma yang mengatur

segala hal ihwal yang berkaitan dengan arsip.11

Adapun aspek-aspek yang perlu mendapat perhatian adalah sebagai berikut 12:

1. Menyangkut arsipnya, mencakup hal-hal :

a. Keabsahan :

1) Otentisitas dan reliabilitas arsip, baik bermedia kertas, media baru, elektronik, dll.

2) Legalitas terhadap arsip kertas, foto, pita, film, cd,elektronik, dll.

b. Arsip sebagai alat bukti (di pengadilan) : terhadap arsip kertas, foto, pita, film, cd,

elektronik, dll.

9 ANRI, Modul Kearsipan dan Hukum, Edisi Pertama, Diterbitkan oleh Arsip Nasional Republik Indonesia,

,Jakarta, 2003, hlm. 5. 10 Ibid, hlm. 6 11 ANRI, Modul Aspek Hukum Pengelolaan Arsip Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi,

Diterbitkan oleh Arsip Nasional Republik Indonesia, Bogor, 2004, hlm. 6. 12 Ibid, hlm. 7.

Page 13: Arsip, Lembaga Kearsipan dan Aspek Hukumnya di Indonesia

13

c. Akses informasinya : kerahasiaannya, ketertutupan.

d. Fungsi sebagai bahan pertanggungjawaban : terhadap arsip dinamis, arsip statis, oleh

lembaga dan dalam rangka kegiatan pemerintah maupun swasta.

e. Hak atas kekayaan intelektualnya.

2. Sumber daya pendukung kearsipan, mencakup : sumber daya manusia, sarana prasarana,

lembaga, terutama yang berpengaruh secara langsung terhadap arsip, sebagaimana

disebutkan pada angka 1.

Menurut penulis sendiri hukum kearsipan itu adalah seperangkat asas-asas dan kaidah-

kaidah termasuk institusi dan proses untuk mewujudkannya dalam kenyataan, segala hal yang

bersangkutpaut dengan arsip yang dihasilkan instansi Pemerintah, Swasta maupun Perorangan.

Dengan demikian karena pentingnya aspek-aspek hukum dalam kearsipan ini merupakan

salah satu muatan penting kurikulum Program pendidikan kearsipan, baik setara Diploma III

maupun IV. Di Universitas Padjadjaran sendiri sudah diajarkan dari sejak tahun 1995 pasca

pertemuan 5 (lima) Perguruan Tinggi Negeri yang menyelenggarakan pendidikan kearsipan di

Indonesia yaitu UI, UGM, UNDIP, UNHAS dan UNPAD di Hotel Safari Garden Cisarua Bogor,

tepatnya dua tahun sejak pendiriannya Program Diploma III Kearsipan FISIP UNPAD yang

merupakan kerjasama dengan Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Barat. Kelima perguruan tinggi

tersebut sepakat untuk memunculkan mata kuliah yang membahas kaitan antara hukum dan

arsip. Penulis kebetulan ditugasi untuk menjadi ”pengampu” mata kuliah ini dengan nomenklatur

”Hukum Kearsipan”. Jadi sudah lebih dari 16 (enambelas) tahun penulis mendalami aspek-

aspek hukum dalam kearsipan ini. Hasil pengkajian penulis itu sebagian ada yang sudah

diterbitkan oleh Universitas Terbuka tahun 2001 (6 BAB) dengan judul ”Aspek Hukum Dalam

Kearsipan”. Sedangkan untuk keperluan pengajaran di UNPAD penulis juga sudah menerbitkan

buku dengan judul ”Hukum Kearsipan” yang terbit pertama tahun 2001 (6 BAB) dan cetakan

kedua Februari 2006 ini (14 BAB).

Dengan latar belakang pendidikan penulis dalam bidang hukum ketatanegaraan, penulis

mengidentifikasi hukum kearsipan ini sebagai bagian dari hukum administrasi negara. Lembaga

Page 14: Arsip, Lembaga Kearsipan dan Aspek Hukumnya di Indonesia

14

Administrasi Negara memberikan ruang lingkup hukum administrasi negara itu sebagai berikut 13:

a. Ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur tentang sistem dan proses administrasi negara,

baik dalam keadaan diam maupun dalam keadaan bergerak, yang mencakup bidang-bidang

hukum mengenai :

1. Kelembagaan Negara, mencakup dimensi-dimensi hukum dari pengaturan atau penataan

kelembagaan negara dalam suatu sistem administrasi negara, meliputi pengaturan

hukum mengenai kedudukan, kewenangan, fungsi dan hubungan intra maupun antar

tiga kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif.

2. Pengelolaan Pemerintahan Negara, mencakup pengaturan proses pengelolaan

(manajemen) pemerintahan negara atau “rumah tangga negara”, mengenai negara dalam

keadaan bergerak, baik dalam hubungan internal seperti administrasi kepegawaian

negara, administrasi keuangan, manajemen materiil, manajemen informasi dan

sebagainya, maupun eksternal seperti manajemen kebijakan publik, manajemen

pelayanan publik, manajemen perekonomian negara, manajemen pembangunan dan

sebagainya.

3. Tata Usaha Negara, mencakup pengaturan atau penataan kegiatan ketatausahaan yang

dilakukan secara rutin dalam mendukung kegiatan pengelolaan pemerintahan negara,

seperti administrasi kesekretariatan, administrasi perkantoran, sistem dokumentasi dan

sebagainya.

b. Ketentuan-ketentuan administrasi negara sebagai sistem kerjasama rasional dan manusiawi

dalam mewujudkan tujuan bersama dalam bernegara atau sebagai sistem penyelenggaraan

negara yang pada dasarnya adalah keseluruhan kegiatan memformulasikan substansi

kebijakan publik dalam peraturan perundang-undangan, meliputi normatifikasi, legalisasi

hingga tahapan implementasi dan pengawasannya. Produk-produk hukum tersebut berisikan

materi-materi yang mencakup pengaturan mengenai kebijakan publik, perencanaan,

pembiayaan, yang pada dasarnya merupakan pengaturan mengenai sistem dan proses

manajemen pemerintahan.

13 KUHAN Buku 1 Pokok-Pokok (Prinsip-Prinsip) Hukum Administrasi Negara, LAN 2010, hlm.11-12.

Page 15: Arsip, Lembaga Kearsipan dan Aspek Hukumnya di Indonesia

15

Berdasarkan ruang lingkup di atas maka hukum kearsipan inherent dalam pengaturan

sistem dan proses administrasi negara khususnya dalam tata usaha negara yang mencakup

pengaturan atau penataan kegiatan ketatausahaan yang dilakukan secara rutin dalam mendukung

kegiatan pengelolaan pemerintahan negara, seperti administrasi kesekretariatan, administrasi

perkantoran dan sistem dokumentasi.

Sumber Hukum Kearsipan

Sumber hukum adalah faktor-faktor yang dapat menimbulkan atau merupakan dasar dari

berlakunya suatu hukum positif. Faktor-faktor tersebut macam-macam, dapat berupa kesejarahan

(historis), filosofis, sosiologis, materil dan formal. Salah satu bentuk sumber hukum formal

adalah peraturan perundang-undangan. Adapun peraturan perundang-undangan di bidang

kearsipan yang perlu mendapat perhatian adalah :14

1. UU No. 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan.

2. UU No. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan.

3. Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 1979 tentang Penyusutan Arsip.

4. Peraturan Pemerintah No. 87 Tahun 1999 tentang Tata Cara Penyerahan Dan

Pemusnahan Dokumen Perusahaan.

5. Peraturan Pemerintah No. 88 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pengalihan Dokumen

Perusahaan Ke Dalam Mikrofilm Atau Media Lainnya Dan Legalisasi.

6. Keputusan Presiden No. 26 Tahun 1974 tentang Arsip Nasional Republik Indonesia.

7. Surat Edaran No. SE/01/1981 tentang Penanganan Arsip Inaktif Sebagai Pelaksanaan

Ketentuan Peralihan Peraturan Pemerintah Tentang Penyusutan Arsip.

8. Surat Edaran No. SE/02/1983 tentang Pedoman Umum untuk Menentukan Nilaiguna

Arsip.

Di luar ketentuan di atas sebenarnya masih banyak peraturan yang ada sangkut pautnya

dengan kearsipan seperti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (WvS), Kitab Undang-undang

Hukum Perdata (BW), Kitab Undang-undang Hukum Dagang (WvK), Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana (UU No. 8 Tahun 1981), Herziene Inlands Reglement (HIR), UU No. 5

14 Nandang Alamsah Deliarnoor, Hukum Kearsipan, Bandung : P4H, 2006, hlm. 21-25.

Page 16: Arsip, Lembaga Kearsipan dan Aspek Hukumnya di Indonesia

16

Tahun 1986 tentang PTUN Jo. UU No. 9 Tahun 2004 tentang Perubahan UU No. 5 Tahun 1986,

UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, UU No. 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik, UU No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi

Publik, UU No. 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, dan lain-lain.

Penilaian Arsip yang Beraspek Hukum

Tidak semua berkas/dokumen adalah arsip. Justru permasalahan pokok dibidang

kearsipan ialah menemukan atau memilih secara cermat dan tepat, dari setumpuk

berkas/dokumen yang dibuat atau diterima, kemudian disortir berkas/dokumen mana saja yang

dapat digolongkan sebagai arsip dan mana yang non arsip.

Dengan pernyataan ini, tanpa sadar bahwa bidang kearsipan sekaligus dihadapkan pada

dunia nilai. Berkas/dokumen yang bernilai guna akan disimpan, sedangkan yang tidak bernilai

guna akan dimusnahkan. Oleh karena itu kearsipan adalah merupakan rangkaian mekanisme

yang berkesinambungan sejak dalam bentuk verbal tataberkas/file, arsip semistatis sampai

menjadi arsip statis yang harus diserahkan kepada Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI).

Menurut Moeftie Wiriadihardja,15 Penilaian arsip ini adalah tugas yang paling sulit

dalam ilmu pengetahuan kearsipan. Penulis lain yaitu Morris Rieger menyatakan bahwa:

“menentukan nilai arsip adalah suatu tindak mengadili dan oleh karena itu sedikit banyak

tentunya mengandung sifat subyektif”.

Menurut Petunjuk Penyusunan Jadwal Retensi Arsip Dari ANRI Tanggal 10 Nopember

1977, kesukaran melakukan penilaian arsip ini disebabkan oleh:

1. Arsip-arsip/berkas arsip yang akan dinilai mempunyai sifat yang beraneka ragam. Ada

beberapa arsip yang bersifat tunggal dalam arti bahwa arsip yang bersangkutan

mempunyai nilai kegunaan terlepas daripada kaitannya dengan arsip-arsip/berkas lainnya.

Di samping itu ada beberapa arsip yang baru bernilai jika terhimpun dalam satu berkas

dengan arsip-arsip lainya yang masalahnya sama.

15 Moeftie Wiriadihardja, Beberapa Masalah Kearsipan Di Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1987, hlm. 8.

Page 17: Arsip, Lembaga Kearsipan dan Aspek Hukumnya di Indonesia

17

2. Di samping itu suatu arsip/sekelompok arsip mempunyai bermacam-macam nilai

kegunaan baik bagi kepentingan organisasi pencipta arsip (nilai primer) maupun nilai

kegunaan bagi kepentingan lainnya (nilai sekunder).

Sedangkan menurut Moeftie Wiriadihardja,16 kesulitan menilai arsip ini disebabkan

oleh karena pertama ukuran kepentingan bagi Unit Organisasi yang satu dengan yang lain,

sangat berbeda. Keduanya, masalah nilai adalah masalah ideal yang harus dihayati, karenanya

bersifat tergantung pada pengetahuan dan pengalaman masing-masing penilai secara individu.

Berdasarkan Surat Edaran Kepala ANRI No. SE/02/1983 Tentang Pedoman Umum

Untuk Menentukan Nilai Guna Arsip, yang dimaksud Nilaiguna arsip ialah nilai arsip yang

didasarkan pada kegunaannya bagi kepentingan pengguna arsip. Ditinjau dari kepentingan

pengguna arsip, nilaiguna arsip dapat dibedakan menjadi nilaiguna primer dan nilaiguna

sekunder. Nilaiguna primer adalah nilai arsip yang didasarkan pada kegunaan arsip bagi

kepentingan lembaga/instansi pencipta arsip. Nilaiguna primer meliputi:

a. Nilaiguna administrasi,

b. Nilaiguna hukum,

c. Nilaiguna keuangan,

d. Nilaiguna ilmiah dan teknologi.

Menurut Wursanto,17 arsip mempunyai nilaiguna hukum apabila berisikan bukti-bukti

yang mempunyai kekuatan hukum atas hak dan kewajiban warganegara dan pemerintah. Arsip-

arsip yang bernilaiguna hukum, antara lain adalah arsip-arsip yang berisikan

Keputusan/Ketetapan, perjanjian, bahan-bahan bukti Peradilan dan lain sebagainya. Nilai

kegunaan hukum mengandung pengertian arsip-arsip yang memberikan informasi yang dapat

digunakan sebagai bahan pembuktian di bidang hukum; atau arsip-arsip yang mengandung hak-

hak baik jangka pendek maupun jangka panjang dari pemerintah atau swasta yang diperkuat oleh

pengadilan. Misalnya arsip-arsip yang menyangkut hak patent, kontrak, sewa beli dan masih

banyak lainya. Kegunaaannya akan berakhir apabila urusannya telah selesai, telah daluwarsa

atau oleh karena sesuatu ketentuan dalam peraturan perundangan. Selain itu arsip-arsip masalah

mengenai hukum, terutama yang menyangkut memoranda hukum, pendapat-pendapat dan

16 Ibid. 17 Ig. Wursanto, Himpunan Peraturan Perundangan Tentang Kearsipan, Kanisius, Jakarta, 1991, hlm. 70.

Page 18: Arsip, Lembaga Kearsipan dan Aspek Hukumnya di Indonesia

18

interprestasinya, arsip-arsip mengenai pendelegasian wewenang, dan arsip-arsip lainnya yang

memberikan keterangan mengenai latar belakang keputusan-keputusan hukum, merupakan salah

satu contoh arsip yang bernilai permanen.

Menurut penulis sendiri, arsip bernilai guna hukum apabila arsip tersebut merupakan

perwujudan/hasil dari adanya peristiwa hubungan hukum antara subyek hukum tertentu

yang menyangkut obyek hukum tertentu. Hubungan hukum artinya hubungan-hubungan yang

diatur oleh hukum dan mempunyai akibat hukum. Contoh hubungan hukum adalah jual beli,

sewa menyewa, tender, perjanjian, keputusan pengangkatan pegawai dan lain-lain. Subyek

hukum adalah pendukung hak dan kewajiban in casu manusia atau badan hukum. Obyek hukum

adalah sesuatu yang berguna bagi subyek hukum seperti benda, barang-barang immateril dan

prestasi.18

Arsip sebagai Alat Bukti dan Aspek Yuridis Perkembangan Arsip Elektronik

Dalam perkara perdata, perkara pidana, perkara tata usaha negara, maupun perkara di

Mahkamah Konstitusi bukti surat (in casu arsip) diakui sebagai alat bukti. Kekuatan alat bukti

surat ini menurut hukum yang berlaku adalah tidak sama, karena ada perbedaan antara kekuatan

pembuktian yang berupa surat biasa dan surat yang dikategorikan dengan “akta”. Akta juga ada

yang otentik dan ada juga akta di bawah tangan. Oleh karena itu sebelum menunjukkan dasar

hukum bahwa arsip itu sebagai alat bukti terlebih dahulu akan dijelaskan mengenai pengertian

akta itu sendiri.

Akta ialah surat yang berisi pernyataan/janji/peristiwa yang ditandatangani oleh yang

menyatakan/berjanji/menyaksikan, yang dibuat untuk alat bukti dalam proses hukum. Dua hal

penting mengenai akta ialah:

1. Ditandatangani

2. Dibuat untuk alat bukti.19

18 Prestasi artinya menyerahkan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu. 19 Effendi Perangin dan Nandang Alamsah D., Ketrampilan Membuat Akta Perjanjian & Dokumen

Lainnya, CLTC, Jakarta, 1991, hlm. 3-7.

Page 19: Arsip, Lembaga Kearsipan dan Aspek Hukumnya di Indonesia

19

Menurut Pasal 1868 BW, suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang

ditentukan dalam undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berkuasa

untuk itu di tempat di mana akta itu dibuat. Singkatnya, akta otentik:

1. Dibuat oleh pejabat umum;

2. Dalam bentuk yang ditentukan UU;

3. Di tempat di mana pejabat itu berwenang membuat akta itu.

Siapa pejabat umum itu? Pejabat umum itu antara lain:20

1. Notaris

2. Hakim

3. Panitera Pengadilan Negeri

4. Juru Sita di Pengadilan Negeri

5. Pegawai Kantor Catatan Sipil

6. Juru Lelang

7. Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Bentuk akta masing-masing pejabat itu ditentukan oleh UU atau peratutran perundang-

undangan yang lain.

Tempat akta otentik itu dibuat harus dalam wilayah kekuasaan pejabat itu. Notaris yang

diangkat untuk wilayah Jakarta, tidak boleh membuat akta di Surabaya. Juru Sita di Pengadilan

Negeri Medan tidak boleh membuat Berita Acara Sita Jaminan di Bogor.

Kekuatan pembuktian akta otentik adalah sempurna (Pasal 165 HIR dan Pasal 1870

BW). Sempurna bagi siapa?

1. Para Pihak.

2. Ahli waris para pihak.

3. Orang yang mendapat hak dari masing-masing pihak.

Terhadap orang lain (pihak ketiga), kekuatan pembuktian akta otentik: bebas. Kekuatan

pembuktian sempurna, berarti : jika kepada hakim diberikan akta itu sebagai bukti, maka

hakim harus menerimanya sebagai bukti yang cukup: tidak perlu bukti lainnya. Kekuatan

20 Ibid., hlm. 4.

Page 20: Arsip, Lembaga Kearsipan dan Aspek Hukumnya di Indonesia

20

pembuktian bebas, berarti: jika kepada hakim diberikan akta sebagai bukti, maka hakim

boleh menerimanya atau menolaknya sebagai bukti yang cukup.

Sedangkan yang dimaksud dengan akta bawah tangan adalah akta yang boleh dibuat oleh

siapa saja, bentuknya bebas dan di mana saja. Kekuatan pembuktian akta bawah tangan adalah

sempurna kalau diakui para pihak (ps 1, b staatsblad 1967 No. 29 dan ps.1875 BW). Supaya

memperoleh kekuatan pembuktian yang sempurna, akta bawah tangan harus diakui para pihak.

Akta otentik tidak perlu pengakuan para pihak; dengan sendirinya mempunyai kekuatan

pembuktian sempurna.

Kekuatan pembuktian sempurna, tidak berati tidak dapat dibantah. Jika ada bukti

sebaliknya yang kuat, yang dapat diterima hakim, maka kekuatan pembuktian itu dapat

dihancurkan. Contoh: Dalam surat kuasa notariil disebut bahwa A hadir didepan notaris dan

memberi kuasa memasang hak tanggungan kepada BRI. Ternyata A tidak pernah hadir di depan

notaris pada tanggal yang disebut dalam surat kuasa itu. Jika A berhasil membuktikan bahwa

pada tanggal itu ia berada di New York misalnya, maka kekuatan pembuktian akta notaris itu

hancur.

Perbedaan antara akta otentik dengan akta di bawah tangan:

No. Akta otentik Akta di Bawah Tangan

1. Bentuknya ditentukan UU Bentuknya bebas

2. Dibuat oleh pejabat umum Dibuat oleh siapa saja asal berwenang

3. Mempunyai pembuktian sempurna, artinya jika akte dijadikan bukti maka akte itu dianggap benar isinya, tanggalnya, dan tanda tangannya. Jika ada bantahan maka orang yang membantah itu yang harus membuktikannya sendiri.

Baru mempunyai pembuktian sempurna jika diakui oleh pihak lawan. Jika ditolak atau diingkari maka yang harus membuktikan adalah orang yang membuat akte di bawah tangan itu.

Page 21: Arsip, Lembaga Kearsipan dan Aspek Hukumnya di Indonesia

21

Selanjutnya dasar-dasar hukum yang menunjukkan bahwa arsip itu sebagai alat bukti,

dalam perkara perdata diatur dalam Pasal 164 HIR, Pasal 284 R.Bg dan Pasal 1866 BW, sebagai

berikut:21

1. Bukti Surat.

2. Bukti Saksi.

3. Persangkaan-persangkaan.

4. Pengakuan.

5. Sumpah.

Sedangkan alat-alat bukti dalam perkara pidana diatur menurut Pasal 184 KUHAP

sebagai berikut :

1. Keterangan saksi;

2. Keterangan ahli;

3. Surat;

4. Petunjuk;

5. Keterangan terdakwa.

Dalam Peradilan TUN alat-alat bukti diatur dalam Pasal 100 UU No. 5 Tahun 1986

tentang PTUN. Pasal 100 Undang-undang ini merinci alat-alat bukti secara limitatif sebagai

berikut :22

(1) Alat bukti ialah :

a. surat atau tulisan;

b. keterangan ahli;

c. keterangan saksi;

d. pengakuan para pihak;

e. pengetahuan hakim.

(2) Keadaan yang telah diketahui oleh umum tidak perlu dibuktikan.

21 Supomo, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, Pradnya Paramita, Jakarta, 1986, hlm.65. 22 Indroharto, Usaha Memahami Undang-undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara Buku II Beracara

Di Pengadilan Tata Usaha Negara, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1996, hlm. 199-200.

Page 22: Arsip, Lembaga Kearsipan dan Aspek Hukumnya di Indonesia

22

Perkembangan terakhir adalah adanya Undang-undang No. 24 Tahun 2003 Tentang

Mahkamah Konstitusi. Dalam Pasal 36 ayat (1) Undang-undang ini menyebutkan:

(1) Alat bukti ialah:

a. Surat atau tulisan;

b. Keterangan saksi;

c. Keterangan ahli;

d. Keterangan para pihak;

e. Petunjuk; dan

f. Alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan

secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.

Dengan demikian jika dirinci peraturan tentang pembuktian yuridis itu dapat kita

dapatkan dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW), HIR atau R.Bg, Kitab Undang-

undang Hukum Acara Pidana atau Undang-undang No. 8 Tahun 1981,Undang-undang No. 5

Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dan Undang-undang No. 24 Tahun 2003

Tentang Mahkamah Konstitusi.

Di samping peraturan perundang-undangan di atas, ternyata khusus untuk arsip

elektronik ada pengaturan tambahan yang disinyalir sebagai antisipasi terhadap perkembangan

Zaman, yaitu Undang-undang No. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan atau disingkat

UUDP. Selanjutnya diperjelas lagi dengan keluarnya Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan

dari UUDP itu yaitu PP No. 88 tahun 1999 tentang Tata Cara Pengalihan Dokumen Perusahaan

Ke Dalam Mikrofilm atau Media Lainnya Dan Legalisasi.

Perkembangan arsip elektronik menjadi alat bukti yang sah ini dimulai dari adanya Pasal

41 Keputusan Menteri Keuangan No. 245/KM.1/1979 nilai salinan photo-copy, microfilm dan

sebagainya, diakui dalam komunikasi administrasi, hanya sebagai petunjuk tentang adanya

arsip/dokumen aslinya dan tidak mempunyai nilai pembuktian atau tidak secara langsung dapat

mengakibatkan pengeluaran uang.

Kemudian pada tanggal 14 Januari 1988 keluar pendapat resmi Mahkamah Agung

Republik Indonesia bahwa microfilm atau microfiche dapat digunakan sebagai alat bukti yang

Page 23: Arsip, Lembaga Kearsipan dan Aspek Hukumnya di Indonesia

23

sah dalam perkara pidana di Pengadilan menggantikan alat bukti surat sebagaimana tercantum

dalam Pasal 184 ayat (1) sub c KUHAP, dengan catatan bahwa baik microfilm maupun

microfiche itu sebelumnya dijamin otentikasinya yang dapat ditelusuri kembali dari registrasi

maupun berita acaranya. Terhadap perkara perdata berlaku pula pendapat yang sama.

Keluarnya Undang-undang No. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan yang

berdasarkan Pasal 28 Ayat (3)nya menyebutkan bahwa eksistensi Undang-undang tersebut dapat

juga berlaku bagi Lembaga atau Instansi Pemerintah disamping Perusahaan. Oleh karena itu

Undang-undang tersebut dapat dipakai sebagai rujukan oleh semua pihak untuk menyikapi

persoalan status arsip modern sebagai alat bukti yang sah di Pengadilan.

Berdasarkan Pasal 15 ayat (1) Undang-undang No. 8 Tahun 1997 di atas, disebutkan

bahwa Dokumen perusahaan yang telah dimuat dalam mikrofilm atau media lainnya

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dan atau hasil cetaknya merupakan alat bukti

yang sah.

Kemudian dalam Pasal 5 Undang-undang ITE telah menjawab secara tegas bahwa

informasi maupun dokumen elektronik merupakan bukti hukum yang sah. Pasal 5 ayat (1)

menyatakan bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya

merupakan alat bukti hukum yang sah. Ayat (2)nya menyatakan bahwa Informasi Elektronik

dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di

Indonesia. Selanjutnya ayat (3) menyatakan bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen

Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan

yang diatur dalam Undang-Undang ini. Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau

Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk:

a. surat yang menurut Undang‐Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan

b. surat beserta dokumennya yang menurut Undang‐Undang harus dibuat da lam bentuk

akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.

Demikian pula dalam Pasal 24 UU No. 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik

ditegaskan kembali bahwa dokumen, akta, dan sejenisnya yang berupa produk elektronik atau

nonelektronik dalam penyelenggaraan pelayanan publik dinyatakan sah sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

Page 24: Arsip, Lembaga Kearsipan dan Aspek Hukumnya di Indonesia

24

Bahkan dalam Rancangan Undang-undang Administrasi Pemerintahan pengiriman

Keputusan Pemerintahan oleh Badan atau Pejabat Pemerintahan melalui media elektronis

diperbolehkan jika anggota masyarakat dan Badan Hukum memiliki akses untuk menerima dan

membuka secara elektronis keputusan tersebut. Bentuk cetak tertulis sebuah Keputusan

Pemerintahan dapat diganti dengan bentuk elektronis, jika tidak ada ketentuan perundang-

undangan yang melarangnya atau mengatur lain. Keputusan Pemerintahan yang berbentuk

elektronis berkekuatan hukum sama dengan Keputusan Pemerintahan yang tertulis dan berlaku

sejak diterimanya keputusan tersebut oleh pihak yang bersangkutan. Keputusan Pemerintahan

dalam bentuk elektronis diikuti dengan pengiriman keputusan asli baik dari Badan atau Pejabat

Pemerintahan selambatlambatnya 15 (limabelas) hari sejak tanggal pengiriman melalui media

elektronik.

Penyusutan Arsip

Menurut Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 1979 tentang Penyusutan Arsip,

Penyusutan arsip itu adalah kegiatan pengurangan arsip dengan cara :

1. Memindahkan arsip inaktif dari Unit Pengolah ke Unit Kearsipan dalam lingkungan

Lembaga-Lembaga Negara atau Badan-badan Pemerintahan masing-masing.

2. Memusnahkan arsip sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku,

3. Menyerahkan arsip statis oleh Unit Kearsipan kepada Arsip Nasional.

Sebelum lahirnya UUDP hanya cara kedua yang diatur oleh PP 34 di atas yang masih

mengandung permasalahan yuridis. Hal ini berdasarkan pendapat bahwa suatu larangan yang

dicantumkan dalam Undang-undang hanya dapat ditiadakan oleh Undang-undang lagi yang

tingkatannya sederajat. Jelasnya pasal-pasal Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan

Undang-undang Ketentuan-ketentuan Pokok Kearsipan yang mewajibkan penyelamatan arsip,

bahwa dapat dibenarkan penyimpangannya bilamana dalam Undang-undang itu sendiri diatur

klausula penyimpangannya. Sedangkan dalam Undang-undang klausula seperti itu tidak ada dan

peraturan-peraturan yang menjadi dasar pemusnahan arsip tersebut di atas, tingkatannya di

bawah Undang-undang yaitu PP 34 tersebut.

Page 25: Arsip, Lembaga Kearsipan dan Aspek Hukumnya di Indonesia

25

Tetapi sejak keluarnya Undang-undang No. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan

maka semua permasalahan di atas menjadi tidak berarti lagi, sebab Undang-undang baru ini

mengatur jelas tentang pemusnahan arsip ini dalam Pasal 17, 18, 19, 20, 21, dan Pasal 22.

Dengan demikian ada semacam lex posteriore derogat legi priori. Menurut Undang-undang baru

ini ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyerahan dan pemusnahan dokumen perusahaan

diatur dengan Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintahnya adalah Peraturan Pemerintah No.

87 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Penyerahan dan Pemusnahan Dokumen Perusahaan.

Selain itu menurut penulis pasca lahirnya UUDP cara penyusutan arsip ini bertambah

satu yaitu dengan cara mengalihkan arsip tekstual/dokumen ke dalam media arsip modern.

Aspek yuridis pengalihannya akan di uraikan di bawah ini. Tetapi sebelumnya harus mengetahui

dulu pengertian otentikasi dan legalisasi.

Otentikasi dan Legalisasi Arsip

Otentikasi adalah berkas/dokumen yang dianggap memberi nilai pembuktian yang

sempurna dalam komunikasi administrasi kedinasan karena cara pembuatannya menurut dan

oleh Pejabat yang ditentukan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Contoh: Surat

Keputusan Ganti Rugi, ditentukan otentikasinya harus dibuat oleh Pejabat sekurang-kurangnya

eselon II dan harus ditandatangani sendiri (eigenhandig getekend).23

Pemahanan otentikasi ini tidak bisa dipisahkan dengan pemahaman tentang jenis-jenis

akta dan kekuatan pembuktiannya. Setelah suatu arsip atau dokumen diotentikasi maka akan

menjadi akta otentik dan pembuktiannya sempurna. Hati-hati dengan pengertian keotentikan

yang diartikan hanya sebatas ”keasliannya”. Dari segi pemaknaan hal ini berbeda dengan kata

”otentik” dalam ilmu akta.

Legalisasi adalah pengukuhan naskah/dokumen bahwa naskah/dokumen tersebut benar-

benar dibuat oleh orang yang bersangkutan dan dikenal oleh Pejabat tang mengukuhkan. Contoh

: menurut Pasal 187 ayat (b) KUHAP, surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-

undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana

23 H. Moeftie Wiriadihardja, Op. Cit., hlm. 30.

Page 26: Arsip, Lembaga Kearsipan dan Aspek Hukumnya di Indonesia

26

yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau

sesuatu keadaan.24

Dari segi kearsipan, salinan yang memperoleh legalisasi bernilai lebih tinggi dari salinan

biasa yang tidak memperoleh legalisasi. Ungkapan yang mendahului legalisasi antara lain :

Salinan sesuai dengan aslinya, salinan dari salinan, petikan dari salinan dan seterusnya.

Bisakah legalisasi sekaligus otentikasi? Jawabannya bisa jika yang mengukuhkan

arsip/dokumen itu adalah para pejabat umum yang telah penulis uraikan di atas. Jadi ada

peristiwa hukum yang berbarengan yaitu legalisasi sekaligus otentikasi.

Bagaimana dengan pengertian autentikasi yang diatur UU No. 43 Tahun 2009 atau

UUBK? Dalam Pasal 68 UUBK menyatakan :

(1) Pencipta arsip dan/atau lembaga kearsipan dapat membuat arsip dalam berbagai bentuk

dan/atau melakukan alih media meliputi media elektronik dan/atau media lain.

(2) Autentikasi arsip statis terhadap arsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan

oleh lembaga kearsipan.

(3) Ketentuan mengenai autentisitas arsip statis yang tercipta secara elektronik dan/atau hasil

alih media sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dapat dibuktikan dengan persyaratan

yang diatur dengan peraturan pemerintah.

Selanjutnya Pasal 69 UUBK menyatakan lagi :

(1) Lembaga kearsipan berwenang melakukan autentikasi arsip statis dengan dukungan

pembuktian.

(2) Untuk mendukung kapabilitas, kompetensi, serta kemandirian dan integritasnya dalam

melakukan fungsi dan tugas penetapan autentisitas suatu arsip statis, lembaga kearsipan

harus didukung peralatan dan teknologi yang memadai.

(3) Dalam menetapkan autentisitas suatu arsip statis, lembaga kearsipan dapat berkoordinasi

dengan instansi yang mempunyai kemampuan dan kompetensi.

24 Ibid., hlm. 30-31.

Page 27: Arsip, Lembaga Kearsipan dan Aspek Hukumnya di Indonesia

27

Penulis melihat yang dimaksud autentikasi dalam UUBK adalah keaslian dan bukan

pengertian otektikasi dalam ilmu peraktaan. Bahkan redaksional dalam Pasal 69 cendrung ke

arah pengertian legalisasi.

Aspek Yuridis dalam Pengalihan Dokumen

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 88 Tahun 1999 Tentang Tata cara Pengalihan

Dokumen Perusahaan Ke Dalam Mikrofilm Atau Media Lainnya Dan Legalisasi, setiap

perusahaan dapat mengalihkan dokumen perusahaan yang dibuat atau diterima baik di atas kertas

maupun dalam sarana lainnya ke dalam mikrofilm atau media lainnya. Pengalihan dokumen

perusahaan ini dapat dilakukan sejak dokumen dibuat atau diterima oleh perusahaan

bersangkutan.

Dalam pengalihan dokumen perusahaan, pimpinan perusahaan wajib mempertimbangkan

kegunaan naskah asli dokumen yang perlu disimpan karena mengandung nilai tertentu demi

kepentingan nasional atau kepentingan perusahaan. Pimpinan perusahaan wajib tetap menyimpan

naskah asli dokumen perusahaan yang telah dialihkan ke dalam mikrofilm atau media lainnya,

dalam hal dokumen tersebut masih : a. mempunyai kekuatan pembuktian otentik; b. mengandung

kepentingan hukum tertentu.

Dalam pengalihan dokumen perusahaan, pimpinan perusahaan atau pejabat yang ditunjuk

wajib menjamin keamanan proses pengalihan agar:

1. Dokumen perusahaan hasil pengalihan, yang disimpan di dalam mikrofilm atau media

lainnya tersebut, merupakan dokumen pengganti yang sepenuhnya sama dengan naskah

aslinya;

2. Mikrofilm atau media lainnya tetap dalam keadaan baik untuk dapat disimpan dalam

jangka waktu sekurang-kurangnya sesuai dengan ketentuan mengenai daluawarsa suatu

tuntutan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan

3. Dokumen hasil pengalihan dapat dibaca atau dicetak kembali di atas kertas.

Perusahaan dapat menunjuk perusahaan lain untuk melaksanakan pengalihan dokumen

perusahaan ke dalam mikrofilm atau media lainnya. Perusahaan yang ditunjuk melaksanakan

Page 28: Arsip, Lembaga Kearsipan dan Aspek Hukumnya di Indonesia

28

pengalihan dokumen ini wajib memenuhi syarat sebagai berikut: a. berbadan hukum; dan b.

memperoleh izin usaha.

Setiap pengalihan dokumen perusahaan ke adalam mikrofilm atau media lainnya wajib

dilegalisasi oleh pimpinan perusahaan atau pejabat yang ditunjuk di lingkungan perusahaan yang

bersangkutan dengan dibuatkan berita acara. Berita acara ini sekurang-kurangnya memuat:

1. Keterangan tempat, hari, tanggal, bulan, dan tahun dilakukannya legalisasi;

2. Keterangan mengenai jenis dokumen yang dialihkan;

3. Keterangan bahwa pengalihan dokumen perusahaan yang dibuat di atas kertas atau sarana

lainnya ke dalam mikrofilm atau media lainnya telah dilakukan sesuai dengan naskah

aslinya;

4. Tanda tangan dan nama jelas pejabat yang bersangkutan.

Berita acara dibuat dalam rangkap 3 (tiga) dan dilampiri dengan daftar pertelaan atas

dokumen perusahaan yang dialihkan ke dalam mikrofilm atau media lainnya, dengan ketentuan:

1. Lembar pertama untuk pimpinan perusahaan;

2. Lembar kedua untuk unit pengolah;

3. Lembar ketiga untuk unit kearsipan.

Berita acara dan daftar pertelaan di atas merupakan bagian yang tak terpisahkan dari

dokumen perusahaan yang dialihkan ke dalam mikrofilm atau media lainnya. Dalam hal

pengalihan dokumen perusahaan dilakukan oleh perusahaan lain maka pembuatan berita acara

menjadi tanggung jawab pimpinan perusahaan yang bersangkutan.

Dalam satu mikrofilm atau media lainnya dapat memuat beberapa proses pengalihan

dokumen perusahaan yang masing-masing dibuatkan berita acaranya. Pembuatan berita acara

pengalihan dokumen perusahaan, yang sejak semula dibuat atau diterima dalam sarana lainnya,

dapat dilakukan secara elektronis.

Dokumen yang telah dialihkan ke dalam mikrofilm atau media lainnya atau hasil

cetaknya merupakan alat bukti yang sah. Hasil cetak dokumen yang telah dialihkan ke dalam

mikrofilm dapat dilegalisasi untuk keperluan proses peradilan dan kepentingan hukum lainnya.

Daluwarsa Arsip

Page 29: Arsip, Lembaga Kearsipan dan Aspek Hukumnya di Indonesia

29

Nama lain untuk daluwarsa adalah lewat waktu, bahasa Belandanya verjaring. Daluwarsa

menurut Pasal 1946 Kitab Undang-undang Hukum Perdata ( BW) adalah suatu alat untuk

memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu

waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh Undang-undang. Menurut

Subekti,25 daluwarsa itu ada dua macam, yaitu daluwarsa sebagai cara untuk memperoleh hak

milik atas suatu benda atau disebut acquisitieve verjaring. Satu lagi adalah suatu akibat dari

lewatnya waktu seseorang dapat dibebaskan dari suatu penagihan atau tuntutan hukum atau

disebut dengan extinctieve verjaring.

Antara Daluwarsa Arsip dan Jadwal Retensi Arsip terdapat saling hubungan sekaligus

terdapat perbedaan. Hubungannya terutama dalam masalah penentuan arsip yang sudah tidak

berguna dari segi hukum yang akan dijadikan sebagai alat pembuktian di Pengadilan. Artinya

bisa saja daluwarsa arsip ini ditentukan atau bersandarkan kepada jadwal retensi arsip. Arsip

yang sudah melewati jangka waktu yang telah tertentu dalam Jadwal Retensi Arsip dapat berarti

sudah daluwarsa, tetapi dapat juga tidak jika secara tegas ada peraturan yang mengatur lain

mengenai jangka waktu daluwarsanya. Sebab Jadwal Retensi Arsip ini tidak hanya menentukan

arsip yang harus dimusnahkan saja tetapi juga menentukan arsip yang harus disimpan permanen

walaupun menurut Peraturan Perundang-undangan sudah daluwarsa.

Dengan demikian perbedaannya adalah adanya daluwarsa arsip menjadikan arsip tidak

berfungsi sebagai alat bukti di Pengadilan walaupun menurut Jadwal Retensi Arsip, “arsip” yang

bersangkutan termasuk kategori permanen sehingga harus disimpan selamanya (umpamanya di

ANRI), tetapi dari segi hukum pembuktian sudah tidak ada gunanya lagi karena sudah lewat

waktu atau daluwarsa umpamanya sudah 30 tahun.

Undang-undang No. 8 tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan (UUDP) kalau dicermati

hanya merespon KUHD Pasal 6, walaupun tidak juga memecahkan persoalan. Mengapa

demikian? Sebab, apakah UUDP ini mengatur daluwarsa atau jadwal retensi arsip perubahan dari

30 tahun ke-10 tahun itu, sebab ada ganjalan di Pasal 11 ayat (5) dan penjelasan pasal 11 ayat (5)

UUDP.

25 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 1989, hlm. 186-188.

Page 30: Arsip, Lembaga Kearsipan dan Aspek Hukumnya di Indonesia

30

Pasal 11 ayat (5) UUDP menyebutkan “Kewajiban penyimpanan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) tidak menghilangkan fungsi dokumen yang bersangkutan

sebagai alat bukti sesuai dengan kebutuhan sebagaimana ditentukan dalam ketentuan mengenai

daluwarsa suatu tuntutan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, atau

untuk kepentingan hukum lainnya. Kemudian menurut penjelasannya disebutkan bahwa

sekalipun suatu dokumen telah melewati masa wajib simpan (dalam hal ini 10 tahun), tetapi

dokumen tersebut tetap dapat dipergunakan sebagai alat bukti sesuai dengan ketentuan mengenai

daluwarsa suatu tuntutan. Jadi UUDP ini tidak menegasikan aturan daluwarsa yang diatur dalam

BW yaitu 30 tahun. Sehingga menurut pendapat penulis perusahaan atau instansi tetap akan

“was-was” atau ada kekhawatiran ada tuntutan sehingga akan tetap menyimpan dokumen atau

arsip selama 30 tahun.

Padahal sebenarnya UUDP dapat menegasikan aturan daluwarsa dalam BW, sebab

keduanya sederajat, sehingga berlaku lex posteriore derogat legi priori atau aturan yang terbaru

mengalahkan aturan yang telah lama. Jika hal ini terjadi, yaitu aturan daluwarsa itu hanya 10

tahun maka tentu akan mempunyai dampak ekonomis sebagaimana dikehendaki oleh

konsiderans huruf d UUDP yaitu meringankan beban ekonomis dan administratif perusahaan.26

Berdasarkan Pasal 66 UU No. 43 Tahun 2009, (1) Terhadap arsip statis yang dinyatakan

tertutup berdasarkan persyaratan akses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (3) atau

karena sebab lain, kepala ANRI atau kepala lembaga kearsipan sesuai dengan lingkup

kewenangannya dapat menyatakan arsip statis menjadi terbuka setelah melewati masa

penyimpanan selama 25 (duapuluhlima) tahun.

Pernyataan Pasal 66 UUBK di atas telah secara resmi menegasikan aturan daluwarsa

selama 30 tahun yang selama ini diatur oleh BW yang tidak sempat dinegasikan oleh UUDP.

Keterbukaan dan Ketertutupan Arsip

Keterbukaan dan ketertutupan arsip digunakan untuk mengistilahkan boleh tidaknya

suatu arsip diperlihatkan kepada semua orang. Jika arsip itu boleh dilihat, dipelajari atau bahkan

26 Lihat tulisan penulis, Wacana Amandemen Undang-undang No. 7 Tahun 1971 Tentang Ketentuan-

Ketentuan Pokok Kearsipan, Majalah GEMA ARSIP No. 13 Tahun VIII/2001.

Page 31: Arsip, Lembaga Kearsipan dan Aspek Hukumnya di Indonesia

31

dipinjam oleh semua orang maka istilahnya arsip tersebut “terbuka”. Sedangkan jika arsip itu

tidak boleh diperlihatkan, dipelajari, dipinjam dan sebagainya oleh semua orang kecuali orang

yang berhak karena ditunjuk oleh peraturan saja maka istilahnya adalah arsip yang “tertutup”.

Selintas antara ketetutupan dan kerahasiaan seperti sama, tetapi menurut Moeftie

Wiriadihardja terdapat perbedaan antara kerahasiaan dan ketertutupan sesuatu arsip dinamis.27

“Kerahasiaan” sesuatu naskah/dokumen dinyatakan secara tegas dan nyata dengan

membubuhkan kode tingkat kerahasiaan tertentu pada dokumen tersebut. Menurut Penjelasan

Undang-undang No. 8 Tahun 1974 Jo. Keputusan Menteri Keuangan No. 505/KM.1/1979

kualifikasi kerahasiaan secara berurutan dari tingkat tertinggi adalah :

1. Sangat Rahasia- kode SR, top secret;

2. Rahasia - kode R, secret;

3. Terbatas/konfidensial - kode K, confidential.

Pelanggaran terhadap kerahasiaan dokumen dapat dikenakan ancaman hukuman 20

tahun penjara bahkan seumur hidup ( Pasal 11 ayat (2) UU No. 7 Tahun 1971) dan Pasal 554 dan

Pasal 417 KUHP.

Sedangkan “ketertutupan” sesuatu naskah/arsip dinamis berarti sekalipun naskah itu tidak

dibubuhi kode kerahasiaan namun isi, nomor, disposisi dan tentang adanya dokumen tersebut

tetap tidak boleh diketahui dan atau diberitahukan/diperlihatkan kepada siapapun yang tidak

berhak, meski dia sesama Pegawai Negeri sekalipun. Surat-surat dinas hanya terbuka untuk

kepentingan dinas.

Tetapi menurut Moeftie jika dihubungkan dengan yang tersirat di Penjelasan Umum UU

No. 7 Tahun 1971 “Ketertutupan dan Kerahasiaan” intinya sama adalah dirahasiakan. Hanya

yang satu memakai “kode” yang lain tidak. Kedua-duanya sama, merupakan proses pemilihan

berguna atau tidak?, bernilai atau tidak? Pada akhirnya untuk menentukan dipilih untuk

“dimusnahkan” atau “disimpan”.

Mengidentifikasi apakah di Indonesia itu menganut keterbukaan atau ketertutupan arsip

menjadi cukup sulit. Karena perkembangan politik hukum dalam peraturan perundang-undangan

yang mengatur hal ini berganti-ganti kebijakannya. Ketertutupan asrip dinamis dasarnya terdapat

27 Moeftie Wiriadihardja, Op. Cit., hlm. 53-54.

Page 32: Arsip, Lembaga Kearsipan dan Aspek Hukumnya di Indonesia

32

dalam Pasal 1 Stb 1854 No.18 yang berbunyi: ….tidak seorangpun diperkenankan dalam

pangkat atau kedudukan apapun, tanpa kuasa secara tegas dari pemerintah, : (a) memperlihatkan

kepada yang tidak berhak, memberikan salinan atau kutipan arsip Pemerintah.

Dasar hukum keterbukaan dapat dibaca dari Pasal Archiefwet 1918 yang berbunyi :

“Arsip yang ditangani dan dipindahkan ke berbagai tempat yang ditunjuk secara terpisah

dimaksud dalam undang-undang ini, kecuali pembatasan yang boleh dipersyaratkan pada saat

pemindahan, adalah terbuka.

Kemudian menjadi tertutup lagi setelah adanya UU No. 7 Tahun 1971 berdasar pada

bunyi Pasal 11 ayat (2) : “…dengan sengaja memberitahukan hal-hal tentang isi naskah itu

kepada pihak ketiga yang tidak berhak mengetahuinya sedang ia diwajibkan merahasiakannya

hal-hal tersebut…”.

Kemudian mucul juga Penjelasan Pasal 15 Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 1979

menyebutkan : Sifat arsip dinamis pada dasarnya tertutup, oleh karena itu pengelolaan dan

perlakuannya berlaku ketentuan tentang kerahasiaan surat-surat. Sifat arsip statis pada dasarnya

terbuka, namun bilamana Lembaga Negara atau Badan Pemerintahan menganggap harus tetap

dipegang kerahasiaannya, dapat tetap diperlakukan ketentuan tentang kerahasiaan

surat/dokumen.28

Tetapi pasca amandemen UUD 1945 yang Kedua muncul Pasal 28 F suatu penegasan

sebagai berikut:

“Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”.

Pasal di atas seperti menjadi jaminan bagi adanya suatu ”keterbukaan arsip” lagi. Tetapi

menurut penulis prinsip kebebasan di atas mesti dibarengi dengan rasa tanggung jawab dari

semua pihak seperti yang telah diatur juga pasca amandemen kedua UUD 1945 dalam Pasal 28 J

yang berbunyi sebagai berikut:

28 Lihat Ig. Wursanto, Op. Cit., hlm. 46.

Page 33: Arsip, Lembaga Kearsipan dan Aspek Hukumnya di Indonesia

33

“Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan suatu penghormatan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis”.

Keterbukaan dan ketertutupan arsip dalam UUBK sekarang diatur dalam Pasal 44 dan

Pasal 65 ayat (1), yang menyatakan bahwa arsip statis pada dasarnya terbuka untuk umum.

Namun pencipta arsip dapat menutup akses atas arsip dengan alasan apabila arsip dibuka untuk

umum dapat:

a. menghambat proses penegakan hukum;

b. mengganggu kepentingan pelindungan hak atas kekayaan intelektual dan pelindungan

dari persaingan usaha tidak sehat;

c. membahayakan pertahanan dan keamanan negara;

d. mengungkapkan kekayaan alam Indonesia yang masuk dalam kategori dilindungi

kerahasiaannya;

e. merugikan ketahanan ekonomi nasional;

f. merugikan kepentingan politik luar negeri dan hubungan luar negeri;

g. mengungkapkan mengungkapkan isi akta autentik yang bersifat pribadi dan kemauan

terakhir ataupun wasiat seseorang kecuali kepada yang berhak secara hukum;

h. mengungkapkan rahasia atau data pribadi; dan

i. mengungkap memorandum atau suratsurat yang menurut sifatnya perlu dirahasiakan.

Pencipta arsip wajib menjaga kerahasiaan arsip tertutup. Pencipta arsip wajib

menentukan prosedur berdasarkan standar pelayanan minimal serta menyediakan fasilitas

untuk kepentingan pengguna arsip.

Menelaah Arsip Sebelum Pengambilan Keputusan dan PTUN

Page 34: Arsip, Lembaga Kearsipan dan Aspek Hukumnya di Indonesia

34

Menurut Moeftie Wiriadihardja,29 hal yang masih memprihatinkan kita didalam

praktek administrasi dan erat kaitannya dengan kearsipan, ialah masih sering terjadinya

“pengambilan keputusan” oleh para pejabat yang kurang atau tidak memperhatikan pengalaman

sebelumnya, berdasarkan arsip yang ada. Akibatnya sering terjadi doublures atau keputusan yang

kontroversial satu sama lain. Dibeberapa negara maju, menelaah arsip sebelum “mengambil

keputusan” adalah merupakan suatu kewajiban berdasarkan peraturan umum.

Frank E. Cooper menyatakan “adalah sangat penting bahwa arsip aktif dari kasus yang

dipermasalahkan dilengkapi, dan adalah sama wajibnya bahwa setiap keputusan harus secara

ekslusip berdasarkan pada hal-hal yang tertera dalam dokumen arsip aktip” ( it is important that

the record of a contested case be complete, and it is equally imperative that the decision

bebased exclusively on matters that appear in the record).302

Pengungkapan arsip pada pengambilan keputusan didalam praktek administrasi di negara

kita, hanya timbul dari kesadaran atau pengalaman individual berdasarkan ilmu pengetahuan saja

belum merupakan kewajiban berdasarkan sesuatu peraturan yang bersifat mengikat.

Sekarang dalam Undang-undang tentang Pemilihan Umum, KPU diwajibkan untuk

memeriksa berkas (arsip) calon sebelum meloloskan calon tersebut. Ini suatu perkembangan

yang baik dalam bidang kearsipan.

Seorang Pejabat atau Badan Hukum Tata Usaha Negara (TUN) yang tidak hati-hati

dalam suatu pengambilan keputusan bisa merugikan pihak lain. Pihak lain yang dirugikan ini

berdasarkan Undang-undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara jo.

Undang-undang No. 9 Tahun 2004 tentang Perubahan UU No. 5 Tahun 1986, dapat

menggugatnya di Pengadilan Tata Usaha Negara. Sehingga jika Keputusan dari Pejabat atau

Badan Hukum TUN ini jelas-jelas bertentangan dengan Undang-undang dan/atau asas-asas

umum pemerintahan yang baik maka keputusan tersebut akan dibatalkan oleh Hakim PTUN,

bahkan bisa saja disertai kewajiban bagi si Pejabat atau Badan Hukum TUN tadi untuk

memberikan ganti rugi kepada pihak yang menggugat.

29 Moeftie Wiriadihardja, Op. Cit., hlm. 68. 30 Frank E. Cooper, “State Administrative Law” Volume I, The Bobbs Merrill Company, Inc., hlm. 430.

Page 35: Arsip, Lembaga Kearsipan dan Aspek Hukumnya di Indonesia

35

Oleh karena itu menelaah arsip sebelum pengambilan keputusan oleh Pejabat atau Badan

hukum TUN itu sangat penting yaitu untuk memperoleh informasi yang sebanyak-banyaknya.

Hal ini senada dengan pendapat Eha Djulaeha Kusumahbrata bahwa hubungan arsip dengan

PTUN adalah arsip dapat dijadikan sebagai bahan informasi untuk penyusunan kebijakan

pengambilan keputusan Pejabat TUN dan sebagai alat bukti dalam proses sidang PTUN.31

Sekarang dalam RUU Administrasi Pemerintahan diatur kewajiban Badan atau Pejabat

dalam membuat keputusan harus diberi alasan pertimbangan yuridis, sosiologis dan filosofis

yang menjadi dasar pengambilan keputusan. Tentu saja pertimbangan-pertimbangan ini akan

memerlukan arsip. Ini satu perkembangan yang baik untuk menegaskan pentingnya arsip dalam

setiap pengambilan keputusan bidang pemerintahan.

Sanksi dalam Kearsipan.

Sanksi artinya adalah ancaman yang akan diberlakukan bila suatu pihak melanggar atau

tidak mematuhi ketetapan, ketentuan atau aturan.32 Menurut Bagir Manan dan Kuntana

Magnar perwujudan sanksi itu tidak hanya berupa penjara kurungan, denda atau mati (pidana),

tetapi dapat pula merupakan sanksi sosial, sanksi administratif bahkan sanksi politik.33

Sanksi pidana diatur berdasarkan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana

(KUHP), yang terdiri dari pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana pokok terdiri dari:34

1. Pidana mati;

2. Pidana penjara;

3. Kurungan;

4. Denda.

Sedangkan pidana tambahan terdiri dari:

31 E. Djulaeha Kusumahbrata dalam Majalah GEMA ARSIP No. 1 Tahun 1 Desember 1994. 32 Badudu-Zein, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1996, hlm. 1221. 33 Bagir Manan dan Kuntana Magnar, Peranan Peraturan Perundang-undangan Dalam Pembinaan Hukum

Nasional, ARMICO, Bandung, 1987, hlm. 20. 34 Moeljatno, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta, 1985, hlm.6.

Page 36: Arsip, Lembaga Kearsipan dan Aspek Hukumnya di Indonesia

36

1. Pencabutan hak-hak tertentu;

2. Perampasan barang-barang tertentu;

3. Pengumuman putusan hakim.

Adapun sanksi yang biasanya diterapkan dalam perkara perdata adalah ganti rugi.

Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata bahwa tiap

perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang

yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti rugi.35

Selanjutnya berdasarkan Undang-undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata

Usaha Negara sanksi yang bisa diterapkan adalah sanksi pernyataan batal atau tidak sahnya suatu

keputusan (Pasal 53) disertai ganti rugi (Pasal 120) dan rehabilitasi (Pasal 121).36

Dalam hukum dikenal adagium “lex specialis derogat legi generalis”, artinya peraturan

khusus mengalahkan peraturan yang lebih umum. Jika aturan khusus sudah mengatur sanksi

pidana maka sanksi yang terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana tidak akan

diterapkan.

Oleh karena dalam masalah arsip sudah ada Undang-undang No. 43 Tahun 2009 tentang

Kearsipan dimana dalam Undang-undang itu sudah ada sanksi pidananya maka KUHP menjadi

“lex generalis”. Jadi walaupun sanksi terhadap kejahatan yang berhubungan dengan arsip diatur

oleh KUHP diantaranya Pasal 415 dan 417 tapi dalam praktek peradilan Hakim akan merujuk

terlebih dahulu kepada sanksi yang diatur dalam Undang-undang No. 43 Tahun 2009 dahulu

sebagai “lex specialis”.

Berdasarkan Pasal 415 KUHP : Seorang pejabat atau orang lain yang ditugasi

menjalankan suatu jabatan umum terus-menerus atau untuk sementara waktu, yang dengan

sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau

membiarkan uang atau surat berharga itu diambil atau digelapkan orang lain, atau menolong

sebagai pembantu dalam melakukan perbuatan tersebut, diancam dengan pidana penjara paling

lama tujuh tahun.

35 R. Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata Edisi Revisi, Pradnya Paramita,

Jakarta, 1995, hlm. 346. 36 Indroharto, Usaha Memahami Undang-undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara Buku I Beberapa

Pengertian Dasar Hukum Tata Usaha Negara, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1996, hlm. 321-346.

Page 37: Arsip, Lembaga Kearsipan dan Aspek Hukumnya di Indonesia

37

Kemudian menurut Pasal 417 KUHP : Seorang pejabat atau orang lain yang ditugasi

menjalankan suatu jabatan umum terus menerus atau untuk sementara waktu, yang sengaja

menggelapkan, menghancurkan, merusakkan atau membikin tak dapat dipakai barang-barang

yang diperuntukkan guna meyakinkan atau membuktikan di muka penguasa yang wenang, akta-

akta, surat-surat atau daftar-daftar yang dikuasainya karena jabatannya; atau membiarkan orang

lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan atau membikin tak dapat dipakai barang-

barang itu; atau menolong sebagai pembantu dalam melakukan perbuatan itu, diancam dengan

pidana penjara paling lama lima tahun.

Kedua sanksi yang terdapat dalam Pasal 415 dan Pasal 417 KUHP di atas jika

dibandingkan dengan sanksi yang terdapat dalam Undang-undang No. 7 Tahun 1971 ternyata

jauh lebih ringan. Menurut Pasal 11 ayat (1) Undang-undang No. 7 Tahun 1971 : Barangsiapa

dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki arsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal

1 huruf a Undang-undang ini dapat dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 10

(sepuluh) tahun.

Kemudian menurut Pasal 11 ayat (2) Undang-undang No. 7 Tahun 1971 : Barangsiapa

yang menyimpan arsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a Undang-undang ini, yang

dengan sengaja memberitahukan hal-hal tentang isi naskah itu kepada pihak ketiga yang tidak

berhak mengetahuinya sedang ia diwajibkan merahasiakan hal-hal tersebut dapat dipidana

dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama-lamanya 20 ( duapuluh)

tahun.

Pasal 11 ayat (2) Undang-undang No. 7 Tahun 1971 di atas secara substansil sama

dengan Pasal 415 dan Pasal 417 KUHP. Tetapi dari segi kualitas sanksi lebih berat sanksi yang

terdapat dalam Undang-undang No. 7 Tahun 1971. Bahkan berdasarkan Undang-undang No. 7

Tahun 1971 seseorang yang dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki arsip ( artinya

dia sebenarnya tidak berhak) akan juga kena sanksi selama-lamanya 10 (sepuluh) tahun.

Selanjunya ketentuan pidana dalam UU No. 43 Tahun 2009 diatur sebagai berikut :

Page 38: Arsip, Lembaga Kearsipan dan Aspek Hukumnya di Indonesia

38

Setiap orang yang dengan sengaja menguasai dan/atau memiliki arsip negara

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3337 untuk kepentingan sendiri atau orang lain yang tidak

berhak dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp

250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).

Setiap orang yang dengan sengaja menyediakan arsip dinamis kepada pengguna arsip

yang tidak berhak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1)38 dipidana dengan pidana

penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp125.000.000,00 (seratus dua

puluh lima juta rupiah).

Setiap orang yang dengan sengaja tidak menjaga keutuhan, keamanan dan keselamatan

arsip Negara yang terjaga untuk kepentingan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat

(3)39 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp

25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).

Pejabat yang dengan sengaja tidak melaksanakan pemberkasan dan pelaporan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1)40 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10

(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus jutarupiah).

Setiap orang yang dengan sengaja tidak menjaga kerahasiaan arsip tertutup sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2)41 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun

atau denda paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).

Setiap orang yang dengan sengaja memusnahkan arsip di luar prosedur yang benar

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2)42 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10

(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Setiap orang yang memperjualbelikan atau menyerahkan arsip yang memiliki nilai guna

kesejarahan kepada pihak lain di luar yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

37 Arsip yang tercipta dari kegiatan lembaga negara dan kegiatan yang menggunakan sumber dana

negaradinyatakan sebagai arsip milik negara. 38 Pencipta arsip wajib menyediakan arsip dinamis bagi kepentingan pengguna arsip yang berhak. 39 Pencipta arsip sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib menjaga keutuhan, keamanan, dan

keselamatan arsip dinamis yang masuk dalam kategori arsip terjaga. 40 Pejabat yang bertanggung jawab dalam kegiatan kependudukan, kewilayahan, kepulauan, perbatasan,

perjanjian internasional, kontrak karya, dan masalah pemerintahan yang strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) wajib memberkaskan dan melaporkan arsipnya kepada ANRI.

41 Pencipta arsip wajib menjaga kerahasiaan arsip tertutup sebagaimana dimaksud pada ayat (1). 42 Pemusnahan arsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang

benar.

Page 39: Arsip, Lembaga Kearsipan dan Aspek Hukumnya di Indonesia

39

5343 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp

500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pihak ketiga yang tidak menyerahkan arsip yang tercipta dari kegiatan yang dibiayai

dengan anggaran negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (3)44 dipidana dengan

pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua

ratus lima puluh juta rupiah).

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

ANRI, Modul Kearsipan dan Hukum, Edisi Pertama, Diterbitkan oleh Arsip Nasional Republik Indonesia, Jakarta, 2003.

--------, Modul Aspek Hukum Pengelolaan Arsip Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi, Diterbitkan oleh Arsip Nasional Republik Indonesia, Bogor, 2004.

Bagir Manan dan Kuntana Magnar, Peranan Peraturan Perundang-undangan Dalam Pembinaan Hukum Nasional, ARMICO, Bandung, 1987.

Frank E. Cooper, “State Administrative Law” Volume I, The Bobbs Merrill Company, Inc.

Effendi Perangin dan Nandang Alamsah D., Ketrampilan Membuat Akta Perjanjian & Dokumen Lainnya, CLTC, Jakarta, 1991.

Ig. Wursanto, Himpunan Peraturan Perundangan Tentang Kearsipan, Kanisius, Jakarta, 1991.

Indroharto, Usaha Memahami Undang-undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara Buku I Beberapa Pengertian Dasar Hukum Tata Usaha Negara, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1996.

43 Lembaga negara tingkat pusat wajib menyerahkan arsip statis kepada ANRI. Lembaga negara di daerah

wajib menyerahkan arsip statis kepada ANRI sepanjang instansi induknya tidak menentukan lain. 44 Pihak ketiga yang menerima pekerjaan dari lembaga negara, pemerintahan daerah, perguruan tinggi

negeri, serta BUMN dan/atau BUMD berdasarkan perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyerahkan arsip yang tercipta dari kegiatan yang dibiayai dengan anggaran negara kepada pemberi kerja.

Page 40: Arsip, Lembaga Kearsipan dan Aspek Hukumnya di Indonesia

40

------------, Usaha Memahami Undang-undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara Buku II Beracara Di Pengadilan Tata Usaha Negara, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1996

Moeftie Wiriadihardja, Beberapa Masalah Kearsipan Di Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1987.

Moeljatno, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta, 1985.

Nandang Alamsah Deliarnoor, Hukum Kearsipan, Bandung : P4H, 2006.

Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 1989.

-------- dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 1995.

Supomo, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, Pradnya Paramita,Jakarta, 1986.

B. SUMBER LAIN

Badudu-Zein, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta,1996.

Eha Djulaeha Kusumahbrata, Majalah GEMA ARSIP No. 1 Tahun 1 Desember 1994.

Machmoed Effendhie, Konsepsi Dan Pembentukan Arsip Universitas/Perguruan Tinggi (College And University Archives), 2009

Nandang Alamsah Deliarnoor, Pentingnya Aspek Hukum Kearsipan Pada Kurikulum Program D III Kearsipan, GEMA ARSIP No. 3 Tahun III/1996.

________________________, Reformasi Undang-undang Kearsipan, Majalah GEMA ARSIP No. 8 Tahun V/1998.

________________________, Perkembangan Pengakuan Arsip Modern Sebagai Alat Bukti Sah Di Pengadilan, Majalah GEMA ARSIP No. 9 Tahun VI/1999.

________________________, Daluwarsa Arsip & Jadwal Retensi Arsip, Majalah GEMA ARSIP No. 10 Tahun VI/1999.

________________________, Sanksi Dalam Kearsipan, Majalah GEMA ARSIP No.11 Tahun VII/2000.

_________________________, Wacana Amandemen Undang-undang No. 7 Tahun 1971 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kearsipan, Majalah GEMA ARSIP No. 13 Tahun VIII/2001.

Page 41: Arsip, Lembaga Kearsipan dan Aspek Hukumnya di Indonesia

41

_________________________, Kerahasiaan Negara Versus Kebebasan Informasi, Majalah GEMA ARSIP No. 15 Tahun VIII/2002.

_________________________, Peran Perguruan Tinggi Dalam Penyelamatan Arsip Karya Intelektual, di sampaikan di Bale Rumawat Unpad, 4 Agustus 2009.

Sumrahyadi, University Archives : suatu Kajian Awal, ANRI Jurnal Kearsipan, ISSN 1978-130X,