ars 99270206

8
DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR VOL. 27, NO. 2, DESEMBER 1999: 40 - 47 Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra http://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/ 40 ARSITEKTUR “GUNA DAN CITRA” SANG ROMO MANGUN IN MEMORIAM : YUSUF BILYARTA MANGUNWIJAYA 6 MEI 1929 –10 FEBRUARI 1999 Freddy H. Istanto Staf Pengajar Fakultas Teknik, Jurusan Arsitektur – Universitas Kristen Petra ABSTRAK Yusuf Bilyarta Mangunwijaya tidak saja dikenal sebagai seorang Pastor, tetapi dia juga seorang budayawan, sastrawan, bahkan arsitek. Karya arsitekturnya menyentuh bahkan sampai ke mereka-mereka yang dipinggirkan (kaum marjinal). Karya arsitekturnya tidak saja sebuah sosok bangunan, tetapi sekaligus karya total dengan pembangunan manusianya, "Guna" dan "Citra". Arsitektur dunia tidak dapat melepaskan diri dari Trilogi Vitruvius: Firmitas, utilitas dan venustas . Dalam karya tulisnya yang luarbiasa, Romo Mangunwijaya menyingkatnya hanya dwilogi saja, Guna dan Citra. Tulisan ini akan membahas bagaimana perasan trilogi itu menjadi dwilogi saja. Kata kunci: Mangunwijaya, Vitruvius , guna, citra. ABSTRACT Yusuf Bilyarta Mangunwijaya is not only recognized as a pastor but also as a cultural observer, writer and architect. The architectural works he produced even touch the marginal people. The work does not only result in the physical building but also the total work of human development, "use" and "image". World Architecture never escapes from Vitruvius trilogy saying : Firmitas, Utilitas and Venustas. In his amazing writing, Mangunwijaya offered a distillation of trilogy (three categories) into two categories, ‘use’ and ‘image’. This writing is going to impart how the distillation of three categories becomes a ‘two-categories. Keywords: Mangunwijaya, Vitruvius, use, image. PENDAHULUAN Setahun yang lalu, pada bulan Februari 1999, seorang panutan telah meninggalkan kita semua, Romo Yusuf Bilyarta Mangunwijaya. Romo Mangun memang sosok yang luarbiasa, dia bukan saja seorang rohaniwan tetapi perhatiannya yang besar pada banyak hal telah membuat kita harus membungkuk salut pada keteladanannya. Seorang Romo Mangun tidak hanya mengurusi masalah teologi saja, tetapi seorang Mangun peduli dengan masalah-masalah arsitektur, masalah-masalah susastera, pen- didikan, sosial-budaya bahkan politik. Dalam buku yang diterbitkan bertepatan dengan hari ulang tahunnya yang ke enam puluh lima lalu (tahun 1994), Romo Mangun berpesan bahwa agar kita jangan berumah diatas angin atau bertahan di kemah keahlian kita masing-masing. Pada buku yang berjudul “Mendidik Manusia Merdeka” itu Romo Mangun berpesan pula bahwa seorang yang membatasi perhatian dan cara pandang hidupnya sama dengan meng- hukum dirinya dalam suatu kerangkeng yang dirancangnya sendiri. Hidup adalah pengabdian yang seluas-luasnya, begitu katanya. Kali ini kita kehilangan satu lagi mutiara bangsa, kehilangan yang sangat berat buat rekan- rekan karibnya yang tinggal di pinggiran kali Code, Yogyakarta. Mereka, kaum marjinal yang tinggal ditempat-tempat kumuh, kini mereka kehilangan rekan bercandanya. Mereka kehilangan pandu dan abdi bagi perjalanan hidup mereka. Kerja keras Romo Mangun telah menunjukan hasilnya di Kali Code, Kedung Ombo bahkan di Grigak Gunung Kidul. Berarsitektur baginya bukan saja berkarya untuk bangunan megah berteknologi tinggi, tetapi berarsitektur adalah (seharusnya) kembali ke alam, berkarya rancang bangun yang bersandar pada tradisi-tradisi lokal. Berarsitektur tidak harus berkarya untuk sang kaum berada,

Upload: agrie-pratama-harwinanto

Post on 29-Dec-2015

23 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

R

TRANSCRIPT

Page 1: Ars 99270206

DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR VOL. 27, NO. 2, DESEMBER 1999: 40 - 47

Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petrahttp://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/

40

ARSITEKTUR “GUNA DAN CITRA” SANG ROMO MANGUN

IN MEMORIAM : YUSUF BILYARTA MANGUNWIJAYA6 MEI 1929 –10 FEBRUARI 1999

Freddy H. IstantoStaf Pengajar Fakultas Teknik, Jurusan Arsitektur – Universitas Kristen Petra

ABSTRAK

Yusuf Bilyarta Mangunwijaya tidak saja dikenal sebagai seorang Pastor, tetapi dia juga seorangbudayawan, sastrawan, bahkan arsitek. Karya arsitekturnya menyentuh bahkan sampai ke mereka-mereka yangdipinggirkan (kaum marjinal). Karya arsitekturnya tidak saja sebuah sosok bangunan, tetapi sekaligus karya totaldengan pembangunan manusianya, "Guna" dan "Citra". Arsitektur dunia tidak dapat melepaskan diri dari TrilogiVitruvius: Firmitas, utilitas dan venustas. Dalam karya tulisnya yang luarbiasa, Romo Mangunwijayamenyingkatnya hanya dwilogi saja, Guna dan Citra. Tulisan ini akan membahas bagaimana perasan trilogi itumenjadi dwilogi saja.

Kata kunci: Mangunwijaya, Vitruvius, guna, citra.

ABSTRACT

Yusuf Bilyarta Mangunwijaya is not only recognized as a pastor but also as a cultural observer, writer andarchitect. The architectural works he produced even touch the marginal people. The work does not only resultin the physical building but also the total work of human development, "use" and "image". World Architecturenever escapes from Vitruvius trilogy saying : Firmitas, Utilitas and Venustas. In his amazing writing,Mangunwijaya offered a distillation of trilogy (three categories) into two categories, ‘use’ and ‘image’. Thiswriting is going to impart how the distillation of three categories becomes a ‘two-categories.

Keywords: Mangunwijaya, Vitruvius, use, image.

PENDAHULUAN

Setahun yang lalu, pada bulan Februari1999, seorang panutan telah meninggalkan kitasemua, Romo Yusuf Bilyarta Mangunwijaya.Romo Mangun memang sosok yang luarbiasa,dia bukan saja seorang rohaniwan tetapiperhatiannya yang besar pada banyak hal telahmembuat kita harus membungkuk salut padaketeladanannya. Seorang Romo Mangun tidakhanya mengurusi masalah teologi saja, tetapiseorang Mangun peduli dengan masalah-masalaharsitektur, masalah-masalah susastera, pen-didikan, sosial-budaya bahkan politik. Dalambuku yang diterbitkan bertepatan dengan hariulang tahunnya yang ke enam puluh lima lalu(tahun 1994), Romo Mangun berpesan bahwaagar kita jangan berumah diatas angin ataubertahan di kemah keahlian kita masing-masing.Pada buku yang berjudul “Mendidik ManusiaMerdeka” itu Romo Mangun berpesan pula

bahwa seorang yang membatasi perhatian dancara pandang hidupnya sama dengan meng-hukum dirinya dalam suatu kerangkeng yangdirancangnya sendiri. Hidup adalah pengabdianyang seluas-luasnya, begitu katanya.

Kali ini kita kehilangan satu lagi mutiarabangsa, kehilangan yang sangat berat buat rekan-rekan karibnya yang tinggal di pinggiran kaliCode, Yogyakarta. Mereka, kaum marjinal yangtinggal ditempat-tempat kumuh, kini merekakehilangan rekan bercandanya. Merekakehilangan pandu dan abdi bagi perjalanan hidupmereka. Kerja keras Romo Mangun telahmenunjukan hasilnya di Kali Code, KedungOmbo bahkan di Grigak Gunung Kidul.

Berarsitektur baginya bukan saja berkaryauntuk bangunan megah berteknologi tinggi,tetapi berarsitektur adalah (seharusnya) kembalike alam, berkarya rancang bangun yangbersandar pada tradisi-tradisi lokal. Berarsitekturtidak harus berkarya untuk sang kaum berada,

Page 2: Ars 99270206

ARSITEKTUR “GUNA DAN CITRA” SANG ROMO MANGUN ( Freddy H. Istanto)

Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petrahttp://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/

41

tetapi memang berkarya itu lebih berharga padasaat kita mengabdinya buat sang papa. RomoMangun telah menghadirkannya buat bangsaIndonesia. Lewat karya rancang bangunnya dikali Code, Romo Mangun memperolehpenghargaan Aga Khan Award for Architecturein the Moslem World 1992.

Berarsitektur buat seorang Mangunbukanlah sekedar masalah bentuk dan ruang saja,kepeduliannya pada masalah-masalah sosial-budaya mengantar sebuah karya-rancangbangunnya adalah sebuah wahana untukkehidupan yang berkesinambungan. KetikaRomo Mangun mengajukan ijin untuk tinggal dibantaran kali Code, Kardinal Darmojuwonomengkritiknya sebagai usaha Romo Mangununtuk berpiknik. Namun akhirnya keinginan kuatuntuk tinggal di kawasan kumuh itu dikabulkanatas desakan kuat Romo Mangun untuk inginbernafas bersama dengan kaum papa di tempatdimana dianggap sebagai titik hitam kotaYogyakarta (Pramudya 1995:15). Tekadnyauntuk membangun (bukan fisik saja) kawasankumuh di Kali Code ini membuktikan ucapannyabahwa untuk berkarya dibutuhkan tekad yangkonsisten. Apabila berarsitektur, berarsitekturlahsecara total, ojo mung waton (jangan asal-asalan). Maka arsitektur Kali Code karyanyamemang bukan karya rancang bangun yangbiasa. Apalagi kalau dikaitkan pula denganpemberdayaan masyarakat yang menghuninya.Suatu totalitas dari seorang Mangunwijaya, dikawasan inilah Ia mengabdikan kerasulannya,kemanusiaannya, kependidikannya, kearsitek-turannya dan kebesarannya !. Melalui religiolitasRomo Mangun “berkarya” bukan hanya“berkata”. Lewat pengabdian yang tinggi padaketuhanan, pandangan yang luar biasa padakemanusiaan serta kecintaannya pada alammengantar totalitas-nya menjadi karya agungbuat arsitektur Indonesia. Lewat kepakarannyadalam bersusastra dan berarsitektur, RomoMangun mempersembahkan karya adiluhungnyabagi dunia rancang bangun di Indonesia, berupabuku yang bertajuk : “Wastu Citra : Pengantar keIlmu Budaya Bentuk Arsitektur, Sendi-sendiFilsafatnya Beserta Contoh-contoh Praktis”tahun 1995.

ARSITEKTUR, KETIKA SENI DANTEKNOLOGI BERPADU

Ruang yang ekspresif, demikian RomoMangun menyatakan bahwa perjumpaan manusia

dengan arsitektur, berupa penghayatan ruangbeserta pembatas dan pelengkap-nya, yaknigatra-gatra atau volume-volume secara manusiaberbudaya. “Namun”, demikian Merleau-Ponty,“tubuh kita tidak hanya suatu ruang ekspresifdiantara yang lain-lain. Tubuh seyogyanyajangan dibandingkan dengan benda fisik, tetapiia lebih-lebih sebuah karya seni............ sepertiini juga; percakapan tidak hanya ditandai olehkata-katanya, tetapi juga oleh aksennya, warnanadanya, gerak ulah dan sikap badan ........demikian juga puisi. Yang dimaksud : puisi yangberwarta dan bermakna. Puisi pada hakikatnyaadalah suatu bentuk ada-diri (de l’existence)kita”. Apakah arti itu semua bagi arsitektur ?.Dalam segenap karya pembangunan kita dapatmembangun asal saja berdiri dan dapat dipakai.Tetapi binatang sekalipun tidak begitu. Sayapkupu-kupu, tanduk rusa raja, bulu-buluCendrawasih, sisik ikan, bahkan sikap perangaidan kelakukan lumba-lumba atau anjing-puntidak cuma berbiologi belaka, menjalankankelangsungan diri dan mempertahankan diri fisikbelaka. Ada unsur-unsur yang “lebih dari asal-berguna” (Mangunwijaya 1995:5,6).

Arsitektur, menurut ensiklopedia didefinisi-kan sebagai Seni atau Ilmu bangunan. Ada pulayang mengkaitkannya dengan seni atau ilmumerancang bangunan. Pernyataan ini menyirat-kan bahwa ada pandangan yang mengantardalam konteks “seni” namun ada juga yangmenyeretnya dalam konteks “teknologi”.Keduanya memang tidak dapat dipisahkan,bahwa arsitektur selalu menghadirkan sisi senidan teknologi sekaligus dalam dirinya. Dalambukunya yang bertajuk Towards a NewArchitecture, Le Corbusier (1963) menitikberatkan seni dalam arsitektur denganmenyatakan bahwa :

Architecture goes beyond utilitarian needs.......... Architecture is the art above allothers which achieves a state of platonicgrandeur, mathematical order, speculation,the perception of the harmony which lies inemotional relationships. This is the aim ofarchitecture ................ architecture is a verynoble art....... architecture only exist whenthere is a poetic emotion.1

Banyak pula yang membela bahwa seniberperan besar dalam arsitektur, bahkan ada yang

1 Le Corbusier (1963) dalam Winand Klassen(1990),Architecture and Philosophy , Cebu City, Philippines,University of San Carlos.

Page 3: Ars 99270206

DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR VOL. 27, NO. 2, DESEMBER 1999: 40 - 47

Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petrahttp://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/

42

menyebutnya sebagai “mother of art”.2 Namundisatu sisi kehadiran arsitektur tidak mungkintanpa kehadiran dan sumbangan luarbiasa dariilmu dan teknologi. Peran keteknikan dalamarsitektur bersifat langsung dan nyata ketika paraperancang karya arsitektur dihadapkan padamasalah-masalah mekanikal, ahli rekayasastruktur, elektrikal dan perpipaan, sistimpenghawaan, sistim suara atau akustik, sistimpencahayaan, sistim telekomunikasi-komunikasidan sebagainya. Winand Klassen (1990:154)mengutip pendapat yang memperkuat pernyataanberkaitan dengan ilmu dan teknologi dengankutipan Peter Fuller dibawah ini :

The Modern Movement.... wrote NikolausPevsner, In order to be fully expressive ofthe 20th century, had no possess.... the faithin science and technology, in social scienceand rational planning, and the romanticfaith in speed and the roar of machines. ThisModern Movement (“anti-gothic” accordingto Pevsner, in that it eschewed all “other-worldly speculation) was expressive of thisworld in which we live and work and whichwe want to master, a world of science andtechnology, of speed and danger, of hardstruggles and no personal security.

Dengan ilmu dan teknologi bangunandidirikan, dengan perancangan yang rasionalbangunan menjawab “fungsi”nya bagi umatmanusia. Namun tidak dapat dipungkiri bahwatidak semua bangunan dapat dikualifikasikansebagai arsitektur. Kemudian muncul suatupertanyaan dimana perbedaan antara bangunandengan arsitektur?. Aspek “Bentuk” yangmembuat bangunan (arsitektur) berbeda denganbangunan lainnya. Apabila orang melihat serta“merasakan” kehadiran bangunan tersebut danmampu ber-“komunikasi” dengan manusia itulaharsitektur, Klassen (1990:14,15) menyatakannyasebagai : “............We could say that the building‘says’ something to us”.

Bangunan yang hanya didirikan untukmewadahi kegiatan manusia saja, tidak dapatdikatakan sebagai arsitektur. Mewujudkan suatubangunan berkaitan dengan ihwal ketrampilanmembangun; sedang menciptakan arsitekturmerupakan suatu pekerjaan artistik. DemetriPhorphyrios menulis :

2 Listiowati, 1995, Nilai Desain Arsitektur, Upaya menggaliNilai Kegiatan Desain Arsitektur, Iklas, Jurnal Arsitektur1995, Edisi I/1995 September 1995. Jurusan ArsitekturFakultas Teknik Universitas Indonesia.

“Building (batisse, oikothomike) refers tothe craft of constructing shelter. It refers tothe material techniques of construction,services, structure and functional dispositi-on. Building comprises the knowledge andexperience that man accumulates in dealingwith the contingencies of providing shelter.Architecture on the other hand, in theeveryday use of the word, refers to the art ofbuilding (l’art de batir). Architectureappears to be the product of an artisticintention, not, like building, of necessity.Nevertheless, we feel that architecture is notonly an addition, a mere supplement tobuilding. We feel that building andarchitecture are interrelated experiences,one focusing on the experience of craft, theother on the experience of art. 3

Dalam pandangannya ketika berarsitektur,Romo Mangunwijaya menyatukan keduanya --seni dan teknologi-- dengan analogi bersatunyajasmani dan rohani; “Jadi bukan dualisme :jasmani dan rohani, melainkan kesatuan tunggalhakiki; jasmani-rohani, itulah manusia(Mangunwijaya 1995:4). Kesatuan antara kedua-nya merebakkan sejumlah contoh kebesaranalam ciptaan yang kuasa. Bulu-bulu cendrawasihdan bentuk-bentuk rumah binatang koral maupunpenampilan rupa ikan-ikan di Laut Banda “tidakharus” seindah itu. Tanduk rusa bahkan dari segiefisiensi pertahanan diri tidak praktis; danmengapa ikan lumba-lumba dan anjing terkenalsetiawan serta mampu berdialog dengan manusia?. Para ahli biologi, menurut Romo Mangun, saatini yakin : ada sesuatu yang “lebih” daripadacuma soal efisiensi-teknis dan fungsionalbertahan diri secara fisik belaka. Ada dimensi“budaya”nya, bahkan ada unsur-unsur yangmerupakan bayangan semacam “nurani” dalamdiri masing-masing. Penghayatan yang dalamdan konsisten lewat kebesaran dan keagungankarya-karya Yang Maha Kuasa, RomoMangunwijaya menunjuk bahwa apabila kitaberarsitektur, lewat bahasa gatra dan ruang,dengan garis dan bidang, dengan bahan materialdan suasana tempat, sudah sewajarnyalah kitaberarsitektur secara budayawan; dengan nuranidan tanggung jawab, penggunaan bahasaarsitektural yang baik.

3 Demetri Porphyrios (1984), “Building and Architecture”dalam Andreas Papadakis, Dr. (editor) (1984) “Building andRational Architecture”, Architectural Design Profilevolume 53, London, Garden House Press,h.7.

Page 4: Ars 99270206

ARSITEKTUR “GUNA DAN CITRA” SANG ROMO MANGUN ( Freddy H. Istanto)

Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petrahttp://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/

43

Tidak cukup bahasa arsitektural yang baik sajauntuk sebuah arsitektur, namun RomoMangunwijaya bahkan menyarankan untuk ber-“puisi”. Berarsitektur adalah berbahasa manusiadalam arti Merleau-Ponty : dengan Citra unsur-unsurnya, baik dengan bahan material maupundengan bentuk serta komposisinya. Dalam karyaarsitekturnya yang luar biasa Romo Mangunmenerapkan kaidah-kaidah tadi di pinggiran kaliCode. Romo Mangun tidak saja merancang,namun tidak mengambil jarak dan meleburdengan penghuni-penghuni arsitekturnya. Bapaknan Tua ini coreng-moreng oleh lumpur dan airKali Code, bergelut bersama masyarakatsetempat untuk membangun suatu kawasan bagimanusia yang hakekatnya sebagai manusiaIndonesia dihargai. Lewat karya rancang bangun-nya Romo Mangun menghadirkan arsitekturyang bersetubuh dengan alamnya. ArsitekturRomo Mangun menghadirkan suasana alamsekitarnya bercumbu dengan bangunannya.Kesatuan (unity ) yang luarbiasa. Bentuk-bentukbangunannya yang segitiga mengingatkan kitapada pemikirannya yang tuntas tentang arsitektursebagai bagian yang terpisahkan dari kegunaandan keindahan. Menarik bagi para arsitek adalahketerlibatan secara total para penghuni untukbersama-sama berarsitektur-ria bersama-samadia. Disinilah suatu jam-session pagelaran musikJazz dihadirkan. Masing-masing penghunimenampilkan kebolehannya mendemontrasikanperannya, tetapi secara keseluruhan “nikmat” itumasih ada. Warna-warni bangunan di Code inimengundang decak pula. Di pinggiran kali yangkumuh itu, warna-warna seolah menarikanpelangi pagi hari yang mewarnai latarnya.Demikian pula kepiawaian Romo Mangun dalambersikap terhadap bahan bangunan menunjukankeintimannya terhadap alam sekitar. Penggunaanbahan bangunan alam yang disediakan alamsekeliling, tidak sekedar menyiratkan peng-hargaan terhadap sang alam tetapi sekaligusmemberi pendidikan kepada para penghunibahwa bahan bangunan yang terserak disekitarmerupakan sumber yang dapat dikembangkanbaik bagi perawatan bangunan itu sendiri,maupun bagi pengembangan dari pola-pola yangsudah ada dikemudian hari. Keceriaan warna dikawasan Code ini seolah citra kerianganpenghuninya, mereka yang dihargai, merekayang diangkat harkat dan martabatnya olehlingkungan yang dulunya kumuh menjadikawasan yang menyenangkan. Sebagai seorangarsitek Romo Mangun telah memberi contohkonkrit bahwa seorang arsitek berkewajiban

untuk melayani kaum tersisih, bahkan dikatakanoleh Andi Siswanto (1995) sebagai empoweringthe urban poor; memperkokoh hak-hakdemokrasi masyarakat bawah dalam prosestumbuh kembang pembangunan kota.

Dalam satu cuplikan di bukunya RomoMangunwijaya (1995:2) menulis : Manusia ber-satu-alam dan ber-satu-hukum dengan duniasemesta fisik disekelilingnya, tetapi sekaligusmengatasi flora, fauna dan alam materi belaka.Hakekat dan tugas budaya arsitektural pundisitulah : bagaimana ber-satu-hukum denganalam semesta, sekaligus mengatasinya : artinyaberbudaya, bermakna.

ARSITEKTUR, SEBUAH PERSETUBUHANANTARA “GUNA DAN CITRA”

Berfirmanlah Allah: “Baiklah Kita men-jadikan manusia menurut gambar dan rupaKita..............………………………………..

(Kitab Kejadian 1:26)

Ketika itulah Tuhan Allah membentukmanusia itu dari debu dan tanah danmenghembuskan nafas hidup ke dalamhidungnya; demikianlah manusia itumenjadi mahluk yang hidup. (Kitab Kejadian 2:7)

Sesungguhnya arsitektur, seperti pendapatJosef Prijotomo (1988), bukanlah sekumpulanbahan bangunan yang didirikan diatas sebidangtanah saja, tetapi sebuah arsitektur memangmembawa sejumlah isu-isu kompleks sepertiaspek-aspek sosial, budaya dan teknologi. 4

Romo Mangunwijaya (1995) bahkan mem-berinya “jiwa” pada bangunan yang disebutrumah. Bangunan, biar benda mati namun tidakberarti tak “berjiwa”.5 Rumah yang kita bangunialah rumah manusia. Oleh karena itu merupakansesuatu yang sebenarnya selalu dinafasi olehkehidupan manusia, oleh watak dan kecen-derungan-kecenderungan, oleh nafsu-nafsu dancita-citanya. Rumah selalu adalah “citra” sangmanusia pembangunnya. Maka dalam mem-bangun rumah atau bangunan lain, ada dualingkungan masalah yang perlu diperhatikan,

4 Prijotomo, Josef (1988), Ideas and Forms of JavaneseArchitecture, Yogyakarta, Gajah Mada University Press, h.15 banyak rumah tradisional di persada Nusantara ini yangmenganggap rumah memiliki “Jiwa”. Bangunan tradisionalBali, umpamanya !. Bahkan menghias, merupakan bagiandari berbakti dan memuja kebesaran Tuhan.

Page 5: Ars 99270206

DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR VOL. 27, NO. 2, DESEMBER 1999: 40 - 47

Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petrahttp://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/

44

Romo Mangunwijaya menulis sebagai:Lingkungan masalah “Guna” dan lingkunganmasalah “Citra”

Bahasan panjang-lebar Romo Mangun-wijaya tentang “Guna” dan “Citra” tergelar rincidalam buku Wastu Citra-nya. Arsitekturdiringkasnya dalam dua kategori saja yakni“Guna” dan Citra” saja, yang berbeda denganbanyak pandangan tentang arsitektur, terutamaarsitektur dari sudut pandang Barat.

“Guna” oleh Yusuf Bilyarta Mangunwijayadidefinisikannya sebagai keuntungan, “peman-faatan” yang diperoleh. “Pelayanan” yang dapatkita dapat darinya. Guna dalam arti kata aslinyatidak hanya berarti bermanfaat, untung materielbelaka, tetapi lebih dari itu punya “daya” yangmenyebabkan kita bisa hidup lebih meningkat.Sedang elemen “Citra” dipaparkan oleh RomoMangunwijaya sebagai suatu “gambaran”(image), suatu kesan penghayatan yangmenangkap ”arti” bagi seseorang. Citra tidakjauh sekali dari guna, tetapi lebih bertingkatspirituil, lebih menyangkut derajat dan martabatmanusia yang menghuni bangunannya. Lebihlanjut Romo Mangun menulis bahwa : “Citramenunjuk pada tingkat kebudayaan sedangkanGuna lebih menuding pada segi ketrampilan/kemampuan. Citra adalah “lambang yangmembahasakan” segala yang manusiawi, indahdan agung dari dia yang membangunnya.

ARSITEKTUR, SEBUAH PERGUMULANFIRMITAS, UTILITAS DAN VENUSTAS

Setiap pertimbangan pada kategori-kategoriarsitektur selalu tidak terelakan dan selalumeliputi tiga kategori Vitruvius, yang oleh SirHenry Wotton dikatakan: “Well building haththree conditions: Firmness, Commoditie andDelight.6 David S. Capon (1983) mengatakanbahwa sejak jaman kekaisaran Roma, tigakategori ini secara mengejutkan hanyamengalami sedikit perubahan/modifikasi saja.Sejak Vitruvius membaginya dalam Firmitas,Utilitas dan Venustas, seorang mantan tentaraJaman Augustan yang banyak mengamatitulisan-tulisan Yunani ini, tidak jauh pulaperbedaannya yang dibuat Plato dalam kategoridalam seni :

6 Wotton, Henry (1624), The Elements of Architecture,Folger Shakespeare Library, University Press of Virginiadalam Capon David S. (1983), Categories in ArchitecturalTheory and Design : Derivation and Precedent,

One which makes, one which uses and one whichimitates.

Ulasan-ulasan tentang arsitektur oleh parapenulis atau kritikus arsitektur (terutama penulis-penulis arsitektur Barat) selalu berkiblat padasosok agung Marcus Pollio Vitruvius, yangbertugas aktif pada 46-30 tahun sebelum Masehiini. Winand Klassen menyamakan fenomena inidengan bagaimana para penulis Barat di bidangfilsafat yang selalu berkaca pada Plato. SedangCapon (1983) secara rinci membagi beberapapemikiran tentang arsitektur dalam bagan sepertidibawah ini,

kategori satuFORM

Kategori duaFUNCTION

Kategori tigaMEANING

A Kant Disjunction Causality InherenceB Hume Contiguity Cause & Effect ResemblanceC Comte Coexistence Succession ResemblanceD Augustine Being Willing KnowingE Eleatic Unity Motion LikenessF Plato to Make to Use To ImitateG Aristotle /

KantQuantity-Aesthetic

Practical Quality

H Morris Syntax Pragmatics TheoriticalI Peirce Perception Activity SemanticsJ Canter Physical

attributesActivity Properties

K Hillier &Leaman

Topological Kinetic Concept

L Scruton Space /proportion

Functionalism Historicism

M Vitruvius/Wotton

Firmness/firmitas

Commoditie/utilitas

Delight/venustas

Pakar arsitektur paska-modern, Charles Jencks(1970:23). Jencks juga menggunakan pendekatantrilogi tersebut dalam komposisi Technic-Function-Form.

Trilogi Vitruvius firmitas-utilitas danvenustas tetap mempunyai pengaruh besar padalangkah para arsitek, kutipan Vitruvius tersebutadalah :

All these must be built with due reference todurability (firmitas), convenience (utilitas)and beauty (venustas). Durability will beassured when foundation are carried downto the solid ground and materials wisely andliberally selected; convennience, when teharrangement of the appartment is faultlessand presents no hindrance to use, and wheneach class of building is assigned to itssuitable and appropriate exposure; andbeauty, when the appearance of the work ispleasing and in good taste, and when itsmembers are in due proportion according tocorrect principles of symmetry.

Meskipun arsitektur mengalami perkem-bangan yang luarbiasa, namun tidak ada

Page 6: Ars 99270206

ARSITEKTUR “GUNA DAN CITRA” SANG ROMO MANGUN ( Freddy H. Istanto)

Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petrahttp://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/

45

seorangpun yang akan berdebat tentang pemikir-an bahwa sebuah bangunan harus didirikandengan perhitungan yang benar agar tidakambruk (kekuatannya tidak diragukan). Demikianpula dengan kualitas bahan bangunan yangdigunakan haruslah prima. Kekasaran dankelembutan bahan bangunan merupakanprasyarat pula agar bangunan tersebut nyamandigunakan, hubungan inilah yang menunjukaneratnya firmitas dan utilitas. Bahan bangunan danbentuk struktur yang ada menghadirkan suatukeindahan (venustas) bagi bangunan itu sendiri

TRILOGI VITRUVIUS VS. DWILOGIMANGUNWIJAYA, SEBUAH DISKUSI

Mengamati arsitektur bagi seorang RomoMangun bukanlah sekedar benda fisiki belaka.Kekayaan ciptaan Tuhan menjadi modalpemikiran-pemikiran berarsitekturnya. Pandang-an Romo Mangunwijaya tentang bangunan samadengan pandangan Louis Sullivan. RomoMangun memanusiakan bangunan dalampernyataannya :

Bangunan, biar benda mati namun tidakberarti tak “berjiwa”. Rumah yang kitabangun ialah rumah manusia. Oleh karenaitu merupakan sesuatu yang sebenarnyaselalu dinafasi oleh kehidupan manusia, olehwatak dan kecenderungan-kecenderungan,oleh nafsu-nafsu dan cita-citanya.

Maka Louis Sullivan menyatakan, sepertiyang dikutip Klassen :

For Sullivan the materials of the buildingare crude and harsh; the form, on the otherhand, is gracious and of a higherlevel................ Such architecture comesabout, when soul is imparted into the body,when a non-material, spiritual form uniteswith the matter of the architectural reality.

Klassen dan Romo Mangun,7 menempatkanmanusia ciptaan Tuhan sebagai mahluk yang“menafasi” sebuah arsitektur, sehingga sebuaharsitektur adalah “suatu kehidupan”; Klassenmenyitir Kitab Kejadian :

God did that first when he made man.Combining the first and second account ofthe creation story we read :

7 Baik Winand Klassen dan YB Mangunwijaya adalahhamba/pelayan Allah; keduanya adalah Biarawan Katolik.

God said, Let us make man in our ownimage, in the likeness of ourselves...............

Gen 1:26God fashioned man of the dust from the soil.Then he breathed into his nostrils a breathof life, and thus man became a living being. Gen 2:7

Pada tubuh manusia ciptaan Tuhan inilahterlihat Romo Mangun dan beberapa pemikirBarat menganalogikan arsitektur denganmanusia; sehingga jiwa dan raga identik dengan“Guna” dan “Citra”. Analogi Romo Manguntersebut antara lain tertulis: “Tubuh adalahkendaraan kehadiran kita di dunia. Untukmakhluk yang hidup, memiliki tubuh berartibergumul di dalam suatu lingkungan tertentu,berhadapan dengan hal-hal tertentu danmelibatkan diri dengannya tiada henti.

Tubuh dalam arti yang mulia adalah “ruangyang mengungkapkan diri”. “Ruang yangekspresif”, nah disinilah perjumpaan kita denganpenghayatan arsitektural, penghayatan ruang,beserta pembatas dan pelengkap ruang-ruang,yakni gatra-gatra atau volume-volume, secaramanusia berbudaya. Artinya, bermakna spiritual.Namun, demikian menurut Merleau-Ponty,“Tubuh jangan dibandingkan dengan benda fisik,tetapi ia terlebih karya seni.

Guna dan Citra dalam arsitektur sekaligusmeletakan analogi itu dalam komposisi Jiwa danRaga manusia. Maka didalam raga tidak lagi dapatdipisahkan antara firmitas dan utilitas, demikianarsitektur akan menjadi hidup ketika citra atauvenustas menafasi firmitas dan utilitas.

Pandangan-pandangan pemikir-pemikir arsi-tektur Barat tentang firmitas, utilitas danvenustas lebih didasarkan pada arsitektur sebagainilai kebendaan saja, bukan pendekatanmanusiawi seperti yang dilakukan oleh paraarsitek dunia Timur, bahkan di Nusantara ini.Padahal dalam beberapa pandangan seperti jugaanalisa yang dilakukan oleh Winand Klassenmenunjukan kemungkinan penggabungan antarafirmitas dan utilitas disatu pihak (Guna) danvenustas (Citra) di sisi yang lain. Demikian puladari pembacaan tabel yang dibuat David S.Capon diatas, banyak terlihat kemungkinan-kemungkinan penggabungan form+function danmeaning. Dalam deretan trilogi Vitruvius,perletakan venustas dibelakang bukan berartimenempatkan aspek menjadi tidak penting.Kehadirannya dideretan belakang justru me-nempatkan venustas menjadi sangat penting.Bentuk arsitektur adalah sebuah realitas arsitekturyang menghadirkan “makna” atau content.

Page 7: Ars 99270206

DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR VOL. 27, NO. 2, DESEMBER 1999: 40 - 47

Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petrahttp://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/

46

Klassen (1990:28) mengusulkan bahwafirmitas dan utilitas sebenarnya harus diletakkandalam satu level tersendiri, sedang venustasdiletakkan justru pada level yang lebih tinggi.Pandangan Klassen ini memungkinkan adanyakesamaan sudut pandang dengan RomoMangunwijaya. “Guna” (mewadahi firmitas danutilitas) didahulukan dan pentingnya “Citra”justru tampil belakangan. Kemudian diketahuibahwa Amos Rapoport dalam bukunya HouseForm and Culture melakukan pendekatan yangsama :

My basic hypothesis, then, is that house formis not simply the result of physical forces orany single causal factor, but is theconsequence of a whole range of social-cultural factors seen. In their broadestterms, form is in turn modified by climaticconditions (the physical environment whichmakes some things impossible andencourage others) and by method ofconstruction, materials available, and thetechnology (the tools for achieving thedesired environment). I will call the socio-cultural forces primary, and the otherssecondary or modifying.

Pernyataan ini dapat diinterpretasikansebagai pengaruh sosial-budaya menempatkanbentuk (venustas) dalam aras utama, sedang arasberikutnya adalah firmitas dan utilitas. Dua yangdisebut terakhir ini berpengaruh hanya untukkepentingan modifikasi bentuk, tetapi pengaruhutama sangat mempengaruhi hadirnya bentuk.Robert Ventury mempublikasikan suatukonfigurasi antara Vitruvius dengan WalterGropius. Apabila Vitruvius meletakkan secarasejajar posisi antara firmitas, utilitas dan venustasuntuk mennghadirkan suatu arsitektur yang baik,maka yang dilakukan Walter Gropius adalahseperti demikian firmitas + utilitas = venustas.Venustas “hanya” hasil dari firmitas dan utilitas.

SIMPULAN DAN PENUTUP

Dalam karya tulis yang gagah Wastu-Citra,Romo Mangun berbicara secara jujur tentangarsitektur. Apabila arsitek dunia mengenal trilogitentang arsitektur yakni : Firmitas, Utilitas danVenustas maka Sang Mangun memastikan hanyadwilogi : “Guna dan Citra”. Selain dimensi Guna,manusia barulah manusiawi yang berkebudayaanbila dimensi Citra yang lebih tinggi danbersumber pada jatidirinya yang lebih dalam,

benar-benar berkualitas juga. Kemampuannyabersusastra tidak saja membuat buku ini menariknamun sekaligus menghadirkan kepiawaiannyaberarsitektur dengan kata-kata. Dalam buku iniRomo Mangun sekaligus mendemonstrasikanbahwa arsitektur memang sungguh-sungguhsuatu dialektika yang hangat antara guna dancitra. Arsitektur selalu sekaligus menghadirkanwadah dan makna , antara seni dan teknologi.

Masih banyak karya-karya besar RomoMangun baik dalam karya rancang bangun,karya-karya sastra, karya-karya kemanusiaan,pendidikan, sosial-budaya dan politik yang kinimenjadi warisan bagi kita untuk mengem-bangkannya. Sang Mangun bak petani lugu yangmenebarkan benih-benihnya dipersemaian subur,kewajiban kitalah untuk merawatnya, meme-liharanya, mengembangkannya di kehijauanpangkuan Ibu Pertiwi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Capons, David S., “Categories inArchitectural Theory and Design:Derivation and Precedent”, Design Studies,Oktober 1983.

2. Istanto, Freddy H., Arsitektur ‘Guna’ dan‘Citra’ sang Romo Mangun, Surabaya Pos12 February 1999.

3. Johnson, Paul-Alan, “The Theory ofArchitecture: Concepts, Themes andPractices”, Van Nostrand Reinhold, NewYork, 1994.

4. Klassen, Winand, “Architecture andPhilosophy”, Clavano Printers, Cebu City.1990.

5. Mangunwijaya,Y. B., “Wastu Citra”, PTGramedia Pustaka Utama, Jakarta. 1995.

6. Papadakis, Andreas (ed) dan KennethPowell, “Popular Architecture”, “Architec-tural Design”, volume 62 no.3/4.

7. Prijotomo, Josef, “Ideas & Forms ofJavanese Architecture”, Gajah MadaUniversity Press. 1988.

8. Piliang, Yasraf Amir, “Wawasan Semiotikadan bahasa Estetika Post-Modern”, JurnalSeni Rupa , Volume I/1995.

Page 8: Ars 99270206

ARSITEKTUR “GUNA DAN CITRA” SANG ROMO MANGUN ( Freddy H. Istanto)

Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petrahttp://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/

47

9. Porphyrios, Demetry, “Building andRational Architecture”, Great Britain,Architectural Design Profile 53. AndreasPapadakis (ed). 1984.

10. Safdie, Moshe., Form and Purpose,Houghton Mifflin Company, Boston.. 1982.

11. Scruton, Roger, “The Aesthetics ofArchitecture”, Meuthen & Co, London..1979.

12. Smith, Peter F., “Architecture and ThePrinciple of Harmony”, RIBA PublicationsLimited, London. 1987.

13. Snyder, James C. dan Anthony J.Catanese,ed., “Pengantar Arsitektur”, terjemahanHendro Sasongko, Penerbit Erlangga,Jakarta. 1986.

14. Stevens, MaryAnne, “Popular Architec-ture”, ‘Architectural Design’ vol.62 no.3/4,Andreas Papadakis ed., 1992.

15. Sutedjo, Suwondo B., Peran, Kesan danPesan Bentuk-Bentuk Arsitektur PenerbitJambatan, Jakarta, 1980.

16. Tanudjaja, F.Christian J. Sinar, “WujudArsitektur Sebagai Ungkapan Makna SosialBudaya Manusia”, Penerbitan UniversitasAtma Jaya, Yogyakarta. 1992.

17. Wiryomartono, Bagoes P., DekonstruksiDalam Arsitektur, Jurnal KebudayaanKALAM , edisi 5, 1995