aplikasi konseptual madeline leininger

43
APLIKASI KONSEPTUAL MADELINE LEININGER PADA ASUHAN KEPERAWATAN AN R DENGAN KASUS KEP BERAT TIPE MARASMIK KWASHIORKOR di Ruang Anak RSD dr. Soebandi jember OLEH Yunita Rengganis 07.1101.119 PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER 2009 1

Upload: kingarejuna

Post on 15-Feb-2015

240 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: Aplikasi Konseptual Madeline Leininger

APLIKASI KONSEPTUAL MADELINE LEININGER

PADA ASUHAN KEPERAWATAN AN R DENGAN KASUS

KEP BERAT TIPE MARASMIK KWASHIORKOR

di Ruang Anak RSD dr. Soebandi jember

OLEH

Yunita Rengganis

07.1101.119

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER

2009

1

Page 2: Aplikasi Konseptual Madeline Leininger

LEMBAR PERSETUJUAN

Jember, 26 Juni 2009

CE Ruang Anak Pembimbing Akademik

Inganah, Amd. Kep Ners. Nikmatur R.

Kepala Ruang Anak RSD dr. Soebandi Jember

a/n

Tinuk Tri lestari, Amd. kep

2

Page 3: Aplikasi Konseptual Madeline Leininger

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Krisis ekonomi yang melanda Indonesia berdampak juga pada semua sektor di

negeri ini. Hal yang paling nyata dalam dunia kesehatan adalah peningkatan jumlah

anak balita yang menderita kekurangan energi protein (KEP) sebagai akibat

kemiskinan, utamanya anak usia di bawah lima tahun (balita) yang merupakan

golongan rentan terhadap masalah kesehatan dan gizi. Berbagai upaya yang

dilakukan pemerintah sepertinya kurang berhasil, karena masih banyaknya kasus

gizi buruk di beberapa daerah yaitu mencapai 5,4 % total populasi anak-anak

(http://news.okezone.com).

Keberhasilan penanganan permasalahan gizi buruk sesungguhnya dipengaruhi

beberapa faktor karena masalah gizi buruk tidak hanya disebabkan karena tidak

tersedianya pangan, tetapi juga disebabkan karena ketidakmampuan mengakses

makanan dan ketidaktahuan terhadap ilmu pangan. Dan sesuai apa yang

diungkapkan oleh Menkes, masalah gizi kurang & gizi buruk yang terjadi pada anak

Balita di tanah air, bukanlah peristiwa yang terjadi seketika karena umumnya anak

gizi buruk sudah bermasalah dari dalam kandungan ibunya

(http://www.kapanlagi.com). Berbicara tentang gizi pada ibu hamil tidak lepas dari

kultur budaya, karena beberapa suku yang ada memiliki budaya pantang makan

makanan tertentu pada ibu hamil yang justru makanan tersebut bernilai gizi tinggi

yang dibutuhkan bagi ibu maupun janin. Hal ini artinya bahwa dimensi budaya

seperti yang diungkapkan oleh Madeliene Leininger yang terkenal dengan teori

Transkultural matahari terbit menjadi penentu baik sebagai penyebab masalah

maupun sebagai kunci keberhasilan penanganan masalah KEP ini.

RSD dr. Soebandi jember melayani klien dari segala lapisan masyarakat, di salah

salah satu ruangannya yaitu bangsal anak, dari seluruh pasien yang dirawat 90%

menyatakan dirinya tidak mampu, baik dengan cara menggunakan fasilitas

Jamkesmas maupun dengan menggunakan SKM (surat keterangan miskin). Dari

catatan rekam medik yang ada di ruangan tersebut, prevalensi jumlah pasien yang

3

Page 4: Aplikasi Konseptual Madeline Leininger

dirawat dengan KEP berat meningkat yaitu dari jumlah 45 orang anak pada tahun

2007 menjadi 68 orang anak pada tahun 2008. Ada suatu fenomena yang menarik

dalam masalah ini yaitu mereka yang mengatakan dirinya miskin, memiliki anak

dirawat dengan gizi buruk justru tidak jarang berpenampilan sebaliknya. Apakah era

globalisasi berpengaruh pada pergeseran nilai-nilai budaya sehingga mereka lebih

mengutamakan penampilan ? Untuk mencari jawaban itulah penulis tertarik untuk

meneliti lebih jauh dengan menggunakan pendekatan transkultural Madeliene

Leininger.

Melihat permasalahan yang ada dalam mengatasi masalah gizi buruk pada anak ini,

yang paling penting adalah upaya antisipasi masalah, sehingga perhatian kita tidak

ditujukan hanya pada saat anak sudah mengalami masalah, tetapi perhatian mulai

diberikan saat ibu dinyatakan hamil. Peran perawat dalam hal ini sangat dibutuhkan

utamanya dalam hal memahami budaya klien baik sebagai individu, keluarga,

kelompok, maupun masyarakat, karena dengan cara ini ada jalan bagi perawat untuk

dapat merekontruksi adanya pandangan hidup/budaya yang salah di masyarakat atau

memberikan support terhadap budaya masyarakat yang sudah benar sehingga

potensi yang ada di masyarakat dapat dioptimalisasikan menuju kondisi kesehatan

dan pola hidup ke arah yang lebih baik.

B. PERNYATAAN MASALAH

Upaya pemerintah untuk menurunkan angka penderita KEP (kekurangan energi

protein) dengan program mengentas kemiskinan, seperti BLT (bantuan langsung

tunai) tidak menunjukkan hasil yang menggembirakan karena kenyataannya setiap

tahun angka masyarakat miskin yang terdata dan angka penderita KEP berat pada

anak balita yang merupakan golongan usia rentan terhadap masalah kesehatan dan

gizi semakin bertambah. Hal ini disebabkan karena KEP yang ada bukan saja

disebabkan oleh adanya kemiskinan tetapi juga oleh faktor-faktor yang lain

diantaranya dimensi budaya/transkultural masyarakat terhadap kesehatan.

C. TUJUAN

1. Tujuan Umum

4

Page 5: Aplikasi Konseptual Madeline Leininger

Mempelajari dan untuk mengetahui aplikasi Model Konsep Keperawatan

Transkultural Leinenger terhadap kasus KEP berat pada an. R. di Ruang Anak

RSD dr. Soebandi Jember

2. Tujuan Khusus

a. Menguraikan alasan ketertarikan dalam pengambilan kasus dan model

konsep yang dipilih

b. Melakukan penerapan model konsep keperawatan Transkultural Leininger

pada kasus KEP berat pada an. R

c. Melakukan pengelolaan kasus KEP Berat pada an. R dengan menggunakan

pendekatan model konsep keperawatan

5

Page 6: Aplikasi Konseptual Madeline Leininger

BAB II

LANDASAN TEORI

A. KONSEP DASAR KEP BERAT (KEKURANGAN ENERGI PROTEIN)

1. Pengertian

a. Kurang Energi Protein (KEP)

KEP adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi

energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi

Angka Kecukupan Gizi (AKG).

b. Klasifikasi KEP

1) KEP ringan bila berat badan menurut umur (BB/U) 70-80% baku median

WHO-NCHS dan/atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) 80-

90% baku median WHO-NCHS;

2) KEP sedang bila BB/U 60-70% baku median WHO-NCHS dan/atau

BB/TB 70-80% baku median WHO-NCHS;

3) KEP berat/Gizi buruk bila BB/U <60% baku median WHO-NCHS

dan/atau BB/TB <70% baku median WHO-NCHS.

CATATAN:

KEP berat/Gizi buruk secara klinis terdapat dalam 3 (tiga) tipe yaitu,

Kwashiorkor, Marasmus, dan Marasmik-Kwashiorkor;

Tanpa melihat Berat Badan bila disertai edema yang bukan karena penyakit

lain adalah KEP berat/Gizi buruk tipe Kwashiorkor;

KEP nyata adalah istilah yang digunakan di lapangan, yang meliputi KEP

sedang dan KEP berat/Gizi buruk dan pada KMS berada di bawah garis

merah (tidak ada garis pemisah antara KEP sedang dan KEP berat/Gizi

buruk pada KMS);

KEP total adalah jumlah KEP ringan, KEP sedang, dan KEP berat/Gizi

buruk (BB/U <80% baku median WHO-NCHS).

2. Gejala klinis KEP berat/Gizi buruk yang dapat ditemukan:

6

Page 7: Aplikasi Konseptual Madeline Leininger

a. Kwashiorkor

- Edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki (dorsum

pedis)

- Wajah membulat dan sembab

- Pandangan mata sayu

- Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut

tanpa rasa sakit, rontok

- Perubahan status mental, apatis, dan rewel

- Pembesaran hati

- Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri

atau duduk

- Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah

warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement

dermatosis)

- Sering disertai: - penyakit infeksi, umumnya akut

- anemia

- diare.

b. Marasmus:

- Tampak sangat kurus, hingga tulang terbungkus kulit

- Wajah seperti orang tua

- Cengeng, rewel

- Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada

(pada daerah pantat tampak seperti memakai celana longgar/”baggy

pants”)

- Perut cekung

- Iga gambang

- Sering disertai: - penyakit infeksi (umumnya kronis berulang)

- diare

c. Marasmik-Kwashiorkor:

- Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klnik

Kwashiorkor dan Marasmus, dengan BB/U <60% baku median WHO-

NCHS disertai edema yang tidak mencolok.

3. Defisiensi nutrien mikro yang sering menyertai KEP berat/ Gizi buruk

7

Page 8: Aplikasi Konseptual Madeline Leininger

Pada setiap penderita KEP berat/Gizi buruk, selalu periksa adanya gejala

defisiensi nutrien mikro yang sering menyertai seperti:

- Xerophthalmia (defisiensi vitamin A)

- Anemia (defisiensi Fe, Cu, vitamin B12, asam folat)

- Stomatitis (vitamin B, C).

4. Tata Laksana Rawat Inap KEP Berat/Gizi Buruk

Pada tata laksana rawat inap penderita KEP berat/Gizi buruk di Rumah Sakit

terdapat 5 (lima) aspek penting, yang perlu diperhatikan:

a. Prinsip dasar pengobatan rutin KEP berat/Gizi buruk (10 langkah

utama)

1) Atasi/cegah hipoglikemia

2) Atasi/cegah hipotermia

3) Atasi/cegah dehidrasi

4) Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit

5) Obati/cegah infeksi

6) Mulai pemberian makanan

7) Fasilitasi tumbuh-kejar (“catch up growth”)

8) Koreksi defisiensi nutrien mikro

9) Lakukan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental

10) Siapkan dan rencanakan tindak lanjut setelah sembuh.

Dalam proses pengobatan KEP berat/Gizi buruk terdapat 3 fase yaitu fase

stabilisasi, fase transisi, dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus

trampil memilih langkah mana yang cocok untuk setiap fase. Tata laksana

ini digunakan pada semua penderita KEP Berat/Gizi Buruk (Kwashiorkor,

Marasmus maupun Marasmik-Kwashiorkor)

Bagan dan jadwal pengobatan sebagai berikut:

8

Page 9: Aplikasi Konseptual Madeline Leininger

N

o

FASE STABILISASI TRANSISI REHABILITASI

Hari ke 1-2 Hari ke 2-

7

Minggu ke-2 Minggu ke 3-7

1 Hipoglikemia

2 Hipotermia

3 Dehidrasi

4 Elektrolit

5 Infeksi

6 MulaiPemberian

Makanan

7 Tumbuh

kejar/peningkata

n pemberian

makanan

8 Mikronutrien Tanpa Fe dengan Fe

9 Stimulasi

10 Tindak lanjut

b. Pengobatan penyakit penyerta

Pengobatan ditujukan pada penyakit yang sering menyertai KEP berat,

yaitu:

1) Defisiensi vitamin A

Bila terdapat tanda defisiensi vitamin A pada mata, beri anak vitamin A

secara oral pada hari ke-1, 2 dan 14 atau sebelum pulang dan bila terjadi

perburukan keadaan klinis dengan dosis:

umur > 1 tahun : 200.000 SI/kali

umur 6-12 bulan : 100.000 SI/kali

umur 0-5 bulan : 50.000 SI/kali

Bila ada ulserasi pada mata, beri tambahan perawatan lokal untuk

mencegah prolaps lensa :

9

Page 10: Aplikasi Konseptual Madeline Leininger

beri tetes mata kloramfenikol atau salep mata tetrasiklin, setiap 2-3

jam selama 7-10 hari

teteskan tetes mata atropin, 1 tetes, 3 kali sehari selama 3-5 hari

tutup mata dengan kasa yang dibasahi larutan garam faali.

2) Dermatosis

Dermatosis ditandai adanya :

hipo/hiperpigmentasi

deskwamasi (kulit mengelupas)

lesi ulserasi eksudatif, menyerupai luka bakar, sering disertai infeksi

sekunder, antara lain oleh Candida.

Tata laksana :

kompres bagian kulit yang terkena dengan larutan KmnO4 (K-

permanganat) 1% selama 10 menit

beri salep/krim (Zn dengan minyak kastor)

usahakan agar daerah perineum tetap kering.

Umumnya terdapat defisiensi seng (Zn) : beri preparat Zn peroral

3) Parasit/cacing

Beri Mebendasol 100 mg oral, 2 kali sehari selama 3 hari, atau preparat

anti helmintik lain.

4) Diare Berlanjut

Diare biasa menyertai KEP berat, tetapi akan berkurang dengan

sendirinya pada pemberian makanan secara berhati-hati. Intoleransi

laktosa tidak jarang sebagai penyebab diare. Diobati hanya bila diare

berlanjut dan tidak ada perbaikan keadaan umum. Berikan formula

bebas / rendah laktosa. Sering kerusakan mukosa usus dan Giardiasis

merupakan penyebab lain dari melanjutnya diare. Bila mungkin, lakukan

pemeriksaan tinja mikroskopik.

Beri: Metronidasol 7.5 mg/kgBB setiap 8 jam selama 7 hari.

5) Tuberkulosis

Pada setiap kasus gizi buruk, Lakukan tes tuberkulin/Mantoux

(seringkali alergi) dan Ro-foto toraks. Bila positif atau sangat mungkin

TB, obati sesuai pedoman pengobatan TB.

10

Page 11: Aplikasi Konseptual Madeline Leininger

c. Kegagalan pengobatan

Kegagalan pengobatan tercermin pada angka kematian dan kenaikan berat

badan:

1) Tingginya angka kematian

Bila mortalitas >5%, perhatikan saat terjadi kematian:

dalam 24 jam pertama: kemungkinan hipoglikemia, hipotermia,

sepsis yang terlambat atau tidak terdeteksi, atau proses rehidrasi

kurang tepat.

dalam 72 jam: cek apakah volume formula terlalu banyak atau

pemilihan formula tidak tepat

malam hari: kemungkinan terjadi hipotermia karena selimut kurang

memadai, tidak diberi makan, perubahan konsentrasi formula terlalu

cepat.

2) Kenaikan berat-badan tidak adekwat pada fase rehabilitasi

Penilaian kenaikan BB: - baik : 50 gram/kgBB/minggu

- kurang : <50 gram/kgBB/minggu

Kemungkinan penyebab kenaikan BB <50 gram/kgBB/minggu antara

lain:

pemberian makanan tidak adekwat

defisiensi nutrien tertentu; vitamin, mineral

infeksi yang tidak terdeteksi, sehingga tidak diobati.

masalah psikologik.

d. Penderita pulang sebelum rehabilitasi tuntas

Rehabilitasi dianggap lengkap dan anak siap dipulangkan bila gejala klinis

sudah menghilang, berat badan/umur mencapai minimal 70% atau berat

badan/tinggi badan mencapai minimal 80%.

Anak KEP berat yang pulang sebelum rehabilitasi tuntas, dirumah harus

diberi makanan tinggi energi (150 Kkal/kgBB/hari) dan tinggi protein (4-6

gram/kgBB/hari):

beri anak makanan yang sesuai (energi dan protein) dengan porsi paling

sedikit 5 kali sehari

beri makanan selingan diantara makanan utama

upayakan makanan selalu dihabiskan

beri suplementasi vitamin dan mineral/elektrolit

11

Page 12: Aplikasi Konseptual Madeline Leininger

teruskan ASI.

e. Tindakan pada kegawatan.

1) Syok (renjatan):

Syok karena dehidrasi atau sepsis sering menyertai KEP berat dan sulit

membedakan keduanya secara klinis saja. Syok karena dehidrasi akan

membaik dengan cepat pada pemberian cairan intravena, sedangkan

pada sepsis tanpa dehidrasi tidak. Hati-hati terhadap terjadinya

overhidrasi.

Pedoman pemberian cairan:

Berikan larutan Dekstrosa 5% : NaC1 0.9% (1:1) atau larutan Ringer

dengan kadar dekstrosa 5% sebanyak 15 ml/KgBB dalam 1 jam pertama.

Evaluasi setelah 1 jam :

- Bila ada perbaikan klinis (kesadaran, frekwensi nadi dan pernafasan)

dan status hidrasi syok disebabkan dehidrasi. Ulangi pemberian

cairan seperti diatas untuk 1 jam berikutnya, kemudian lanjutkan

dengan pemberian Resomal/pengganti, per oral/nasogastrik, 10

ml/kgBB/jam selama 10 jam, selanjutnya mulai berikan formula

khusus (F-75/pengganti).

- Bila tidak ada perbaikan klinis anak menderita syok septik. Dalam

hal ini, berikan cairan rumat sebanyak 4 ml/kgBB/jam dan berikan

transfusi darah sebanyak 10 ml/kgBB secara perlahan-lahan (dalam

3 jam). Kemudian mulailah pemberian formula (F-75/pengganti).

2) Anemia berat

Transfusi darah diperlukan bila:

Hb <4 g/dl

Hb 4-6 g/dl disertai distres pernafasan atau tanda gagal jantung.

Transfusi darah:

- berikan darah segar 10 ml/kgBB dalam 3 jam.

Bila ada tanda gagal jantung, gunakan ‘packed red cells’ untuk

transfusi dengan jumlah yang sama.

- beri furosemid 1 mg/kgBB secara i.v. pada saat transfusi dimulai.

Perhatikan adanya reaksi transfusi (demam, gatal, Hb-uria, syok).

12

Page 13: Aplikasi Konseptual Madeline Leininger

Bila pada anak dengan distres nafas setelah transfusi Hb tetap <4

g/dl atau antara 4-6 g/dl, jangan diulangi pemberian darah.

5. Pemberian Diet

Pemberian diet pada KEP berat/gizi buruk harus memenuhi syarat sebagai

berikut:

1. Melalui 3 periode yaitu periode stabilisasi, periode transisi, dan periode

rehabilitasi.

2. Kebutuhan energi mulai dari 80 sampai 200 kalori per kg BB/hari.

3. Kebutuhan protein mulai dari 1 sampai 6 gram per kg BB/hari.

4. Pemberian suplementasi vitamin dan mineral bila ada defisiensi atau

pemberian bahan makanan sumber mineral tertentu, sebagai berikut:

Bahan makanan sumber mineral khusus

Sumber Zn : daging sapi, hati, makanan laut, kacang tanah, telur ayam.

Sumber Cuprum : tiram, daging, hati

Sumber Mangan : beras, kacang tanah, kedelai

Sumber Magnesium : daun seldri, bubuk coklat, kacang-kacangan, bayam,

Sumber Kalium : jus tomat, pisang, kacang-kacangan, kentang, apel,

alpukat, bayam, daging tanpa lemak.

1. Jumlah cairan 130-200 ml per kg BB/hari, bila terdapat edema dikurangi

2. Cara pemberian : per oral atau lewat pipa nasogastrik

3. Porsi makanan kecil dan frekwensi makan sering

4. Makanan fase stabilisasi hipoosmolar/isoosmolar dan rendah laktosa dan

rendah serat, (lihat tabel 1 formula WHO dan modifikasi).

5. Terus memberikan ASI

6. Membedakan jenis makanan berdasarkan berat badan, yaitu:

BB <7 kg diberikan kembali makanan bayi dan BB >7 kg dapat

langsung diberikan makanan anak secara bertahap

Mempertimbangkan hasil anamnesis riwayat gizi

13

Page 14: Aplikasi Konseptual Madeline Leininger

Tabel 1 :

KEBUTUHAN GIZI MENURUT FASE PEMBERIAN MAKAN

ZAT GIZI

FASE

STABILISASI TRANSISI REHABILITASI

Energi 100

Kkal/KgBB/hr

150 Kkal/KgBB/hr 150-200 Kkal/KgBB/hr

Protein 1-1,5 g/KgBB/hr 2-3 g/KgBB/hr 4-6 g/KgBB/hr

Vitamin A Lihat langkah 8 Lihat langkah 8 Lihat langkah 8

Asam Folat Idem Idem Idem

Zink Idem Idem Idem

Cuprum Idem Idem Idem

Fe Idem Idem Idem

Cairan 130 ml/KgBB/hr

atau

100 ml/KgBB/hr

bila ada edema

150 ml/KgBB/hr 150-200 ml/KgBB/hr

Keterangan :

1. Fase stabilisasi diberikan Formula WHO 75 atau modifikasi.

Larutan Formula WHO 75 ini mempunyai osmolaritas tinggi sehingga

kemungkinan tidak dapat diterima oleh semua anak, terutama yang

mengalami diare. Dengan demikian pada kasus diare lebih baik digunakan

modifikasi Formula WHO 75 yang menggunakan tepung

2. Fase transisi diberikan Formula WHO 75 sampai Formula WHO 100 atau

modifikasi

14

Page 15: Aplikasi Konseptual Madeline Leininger

3. Fase rehabilitasi diberikan secara bertahap dimulai dari pemberian Formula

WHO 135 sampai makanan biasa

6. Evaluasi Dan Pemantauan Pemberian Diet

Evaluasi dengan menggunakan formulir pemantauan kasus gizi buruk

1. Timbang berat badan sekali seminggu, bila tidak naik kaji penyebabnya

(asupan gizi tidak adequat, defisiensi zat gizi, infeksi, masalah psikologis).

2. Bila asupan zat gizi kurang, modifikasi diet sesuai selera.

3. Bila ada gangguan saluran cerna (diare, kembung,muntah) menunjukkan

bahwa formula tidak sesuai dengan kondisi anak, maka gunakan formula

rendah atau bebas lactosa dan hipoosmolar, misal: susu rendah laktosa,

formula tempe yang ditambah tepung-tepungan.

4. Kejadian hipoglikemia : beri minum air gula atau makan setiap 2 jam

B. DESKRIPSI KONSEP TRANSCULTURAL NURSING TEORY MADELIENE

LEININGER

Teori Keperawatan Transkultural menekankan pentingnya peran perawat dalam

memahami budaya klien baik individu, keluarga, kelompok, maupun masyarakat.

Karena dengan memahaminya maka dapat mencegah terjadinya culture shock

maupun cultur imposition. Cultur shock terjadi saat pihak luar (perawat) mencoba

mempelajari atau beradaptasi secara efektif dengan kelompok budaya tertentu

(klien), dimana klien merasakan perasaan tidak nyaman, gelisah dan disorientasi

karena perbedaan nilai budaya, keyakinan dan kebiasaan. Sedangkan Cultur

Imposition adalah kecenderungan tenaga kesehatan (perawat), baik secara diam-

diam maupun terang-terangan, memaksakan nilai-nilai budaya, keyakinan dan

kebiasaan/perilaku yang dimilikinya kepada individu, keluarga, atau kelompok dari

budaya lain karena mereka meyakini bahwa budayanya lebih tinggi daripada budaya

dari kelompok lain.

Leininger menggambarkan teori keperawatan transkultural matahari terbit, sehingga

disebut juga sebagai sunrise model. Sunrise model ini melambangkan esensi

keperawatan transkultural yang menjelaskan bahwa sebelum memberikan

keperawatan kepada klien, perawat terlebih dahulu harus mempunyai pengetahuan

mengenai pandangan dunia tentang dimensi budaya serta struktur sosial yang

15

Page 16: Aplikasi Konseptual Madeline Leininger

berkembang di berbagai belahan dunia. Dimensi budaya dan stuktur sosial tersebut

menurut leininger dipengaruhi oleh 7 faktor yaitu: teknologi, agama dan falsafah

hidup, politik dan hukum, ekonomi dan pendidikan. Jika disesuaikan dengan proses

keperawatan, ketujuh faktor tersebut masuk kedalam level pertama yaitu tahap

pengkajian.

Peran perawat pada transcultural nursing teori adalah menjembatani antara sistem

perawatan yang dilakukan masyarakat awam dengan sistem perawatan profesional

melalui asuhan keperawatan. Tindakan keperawatan yang diberikan kepada klien

harus tetap memperhatikan tiga prinsip , yaitu :

1. Cultur Care Preservation/mantenance, yaitu prinsip membantu, memfasilitasi,

atau memperhatikan fenomena budaya guna membantu individu menentukan

tingkat kesehatan dan gaya hidup yang diinginkan

2. Cultur Care accommodation/negotiation, yaitu prinsip membantu,

memfasilitasi, atau memperhatukan fenomena budaya ada, yang merefleksikan

cara-cara beradaptasi, bernegosiasi, atau mempertimbangkan kondisi kesehatan

dan gaya hidup individu atau klien

3. Cultur Care repatterning/restructuring, yaitu prinsip merekontruksi atau

mengubah desain untuk membantu memperbaiki kondisi kesehatan dan pola

hidup klien ke arah yang lebih baik.

Peran Ners :

Memberi intervensi keperawatan berdasarkan praktek asuhan budaya klien

meliputi : mempertahankan, menegosiasi dan merestrukturisasikan asuhan

berbudaya

Memahami bahwa dalam memberikan asuhan keperawatan harus disadari

pentingnya keperawatan transkultural karena budaya setiap individu berbeda

Memberi dukungan pada klien dan keluarga untuk mempertahankan keyakinan

dan tradisi dalam budayanya.

Fokus intervensi dalam Praktek keperawatan transkultural adalah membina

hubungan saling percaya melalui penghargaan terhadap nilai-nilai budaya, agama,

dan sosial serta mengatasi masalah/konflik melalui pendekatan budaya klien.

16

Page 17: Aplikasi Konseptual Madeline Leininger

BAB III

APLIKASI MODEL KONSEP TRANSKULTURAL

MEIDELINE LEININGER PADA STUDI KASUS

A. PENGKAJIAN

1. Riwayat Pasien

a. Identitas

An. R., Reg : 254314, umur 15 bulan, jenis kelamin perempuan, MRS

tanggal : 15 Juni 2009, Alamat dusun Prapah Wonolangu RT 02/RW 03

Kecamatan Panti. Penanggung Jawab Pembiayaan Rumah Sakit: SKM

b. Keluhan Utama

Diare, badan bengkak dan seluruh tubuh lecet-lecet.

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Selama 1 bulan klien diare terus menerus dalam sehari BAB ± 4 x

konsistensi cair, ada ampas, berlendir tapi tidak ada darah. Nafsu makan

tambah turun apalagi setelah timbul selaput putih di mulut. Sudah berobat ke

puskesmas bahkan lebih dari sekali, tetapi keluhan selalu hilang timbul.

BAK lancar, 4 hari SMRS klien batuk pilek, 2 hari ini badan klien

bertambah bengkak diikuti luka berair, sebenarnya badan mulai bengkak

sejak 2 bulan yang lalu tetapi dipikir oleh ibu klien bertambah gemuk karena

minum susu yang diberi oleh Posyandu. Karena luka di kulit klien semakin

banyak, ada demam, tadi pagi klien dibawa ke puskesmas lagi dan

disarankan MRS ke RSD dr. Soebandi Jember.

d. Riwayat Peyakit Dahulu

Sejak umur 2 bulan klien sakit-sakitan, sering diare, nafsu makan kurang

baik. Tapi belum pernah opname.

e. Riwayat Imunisasi

Lengkap, pada lengan kiri juga terlihat scar BCG.

f. Riwayat Tumbuh Kembang

Perkembangan klien awalnya normal, umur 7 bulan sudah dapat duduk, usia

13 bulan anak sudah berjalan, tapi semenjak 2 bulan terakhir ini klien tidak

dapat berjalan lagi.

17

Page 18: Aplikasi Konseptual Madeline Leininger

2. Sunrise teori

a. Faktor pendidikan

Klien dibesarkan oleh orang tua dengan tingkat pendidikan yang rendah.

Ayah klien pendidikan sampai klas 2 SD, sementara ibu klien sampai klas 6

SD. Tetapi walaupun tingkat pendidikan yang dimilikinya tergolong rendah,

keinginan untuk meningkatkan ekonomi keluarga cukup baik, orang tua

klien berusaha hidup sederhana/tidak konsumtif. Saat mendapat bantuan

BBM dari pemerintah oleh orang tua tidak dibelikan Hp maupun tidak

digunakan untuk ngredit sepeda motor seperti tetangga-tetangganya yang

lain, tapi dibelikan kambing tetapi sayangnya 4 ekor kambing yang

dimilikinya mati semua.

b. Faktor ekonomi

Tingkat ekonomi klien tergolong rendah, walaupun rumah yang dihuni

terbuat dari tembok tapi alas rumah sebagian tidak disemen, tidak punya

listrik sendiri hanya numpang milik tetangga dengan membayar Rp.

20.000/bulan untuk 2 mata lampu. Sumber penghasilan suami, dari

pekerjaan yang tidak tetap sulit diambil rata-rata pendapatan per bulan,

soalnya begitu dapat uang langsung habis untuk kebutuhan sehari-hari.

Kadang ayah klien jadi buruh tani, kadang sebagai kuli bangunan. Bila

sedang mendapat pekerjaan sehari ± dapat uang Rp. 20.000, tetapi pada saat

tidak mendapat pekerjaan ayah klien mencari hutangan kadang hutang

bahan-bahan pokok di warung atau hutang uang pada tetangga.

c. Faktor Politik dan Hukum

Kebijakan pemerintah dibidang politik & hukum terhadap orang miskin

dinikmati juga oleh klien. Biaya RS klien ditanggung pemerintah walaupun

klien tidak memiliki Jamkesmas tapi klien menggunakan fasilitas surat SKM

(surat keterangan miskin). Orang tua klien pernah dapat program bantuan

dari pemerintah yaitu BBM tapi sekarang sudah tidak lagi karena

programnya telah habis. Klien juga mendapat bantuan susu dari Posyandu

berupa susu kotak tapi hanya dapat 2 X (2 kotak) setelah itu tidak dapat lagi,

informasi yang diterima jatahnya sudah habis.

d. Nilai Budaya dan gaya Hidup

1) Kebiasaan Keluarga terhadap keyakinan yang berkaitan dengan

Kesehatan

18

Page 19: Aplikasi Konseptual Madeline Leininger

Keyakinan keluarga terhadap kesehatan baik, terbukti klien rutin

datang ke Posyandu setiap bulan dan Imunisasi lengkap. Harapan dan

keyakinan tentang kesembuhan saat dirawatpun baik, orang tua tidak

tampak acuh saat dilakukan anamnesa, dan mematuhi anjuran yang

diberikan.

2) Pola Nutrisi dan Cairan

Nilai budaya tentang kesehatan terutama tentang gizi kurang baik.

Orang tua klien menganut anggapan bahwa makan banyak ikan

menyebabkan cacingan, yang menyebabkan anaknya diare akibat

pemberian susu, ibu klien mengatakan sebelumnya klien

mengkonsumsi susu formula 400 G untuk 2 hari, dengan takaran 1

takar peres untuk 60 cc, tetapi karena klien diare terutama setelah

minum susu sejak umur 2 bulan klien tidak diberikan susu tapi air putih

saja. Saat 2 bulan terakhirpun saat badan klien bengkak dan lecet-lecet

orang tua menganggap alergi akibat diberikannya telur, ikan ayam,

atau ikan laut, sehingga dua bulan terakhir klien tidak pernah

mengkonsumsi ikan kecuali tempe tahu.

3) Pola Eleminasi

BAK lancar sehari ≥ 4 x, tapi sejak badan bengkak jumlah yang keluar

sedikit. BAB memang bermasalah, klien sering diare.

4) Pola istirahat/tidur

Kebutuhan tidur tidak ada masalah, walaupun klien sangat cengeng

tapi cenderung kelihatan tidur terus.

5) Keyakinan terhadap hari-hari tertentu yang berhubungan dengan

Kesehatan

Orang tua menganggap semua hari dalam satu minggu baik, tidak ada

hari buruk

e. Faktor Kekerabatan dan Sosial

Hubungan kekerabatan, jiwa sosial dari orang tua yang mengasuhnya dengan

keluarga maupun tetangga sangat baik. Terbukti klien merupakan anak

angkat yaitu anak bibi dari sang istri, dibantu mengasuh/diambil sebagai

anak angkat karena merasa kasihan kepada bibinya yang memiliki anak

sebanyak 8 orang yang masih kecil-kecil. Sementara orang tua yang

19

Page 20: Aplikasi Konseptual Madeline Leininger

mengasuhnya memiliki anak kandung seorang laki-laki berumur 9 tahun,

klas 2 SD.

f. Faktor Agama dan Falsafah Hidup

Klien dibesarkan oleh keluarga yang memeluk agama islam. Tetapi karena

badan klien bengkak semua, orang tua klien awalnya menganggap bahwa

penyakit yang diderita anaknya karena diteluh orang, tapikarena setelah

berobat ke kyai, dukun prewangan maupun dukun urut badannya tetap

bengkak orang tua mulai berfikir yang lain, tidak mungkin orang

meneluhnya apalagi orang tua merasa tidak pernah bertengkar/mengganggu

orang, dan mereka tergolong orang miskin.

g. Faktor Teknologi

Klien jarang sekali mendapat informasi yang berkaitan dengan kesehatan

maupun pendidikan, karena disamping tidak memiliki TV maupun radio,

jika nonton TV di rumah tetangga yang ditonton juga sinetron. Sementara

jarak rumah klien dengan jalan raya maupun pasar sangat jauh sekali, tetapi

jalannya sudah terbuat dari aspal.

3. Pemeriksaan fisik

a. B1 (Breathing)

Pola nafas eupneu, reguler 40 x/mnt, tarikan dada simetris, tidak terdapat

retraksi inter costal maupun pernafasan cuping hidung. Perkusi sonor,

fremitus raba normal, suara nafas broncho vesikuler, tidak terdapat ronchi

maupun wheezing. Hasil photo thorax tgl 16 juni 2009 : Gambaran KP

b. B2 (Blood)

Akral hangat, kering, merah. Suhu tubuh : 38º C, Nadi : 140 x/mnt, Hasil

laborat 15 Juni 2009 : Hb 8,6 gr % (anemis), Leucosit 24.400, Hitung Jenis

-/-/-/40/57/3, Gol darah B/RH +, PCV 28 %, Trombosit 211.000, Albumin

1,6 gr/dl (Hipo Albumin), Gula darah acak : 140, Imbalance elektrolit : Na

137,9, K 2,87 (hipokalemi), Cl 109, Ca 1,86 (Hipokalsemi), hasil evaluasi

darah tepi : Eritrosit (Hipokrom normositer sebagian makrositer,

anisositosis, sel polikromasia ±) Leukosit (Leukositosis, netrofilia,

limfositosis) Trombosit (kesan jumlah dalam batas normal, anisositosis)

c. B3 (Brain)

20

Page 21: Aplikasi Konseptual Madeline Leininger

Kesadaran compos mentis. Tidak kejang, reflek fisiologis +

d. B4 (Bladder)

BAK spontan, tidak ada keluhan nyeri saat BAK, turgor sulit dievaluasi

(klien bengkak)

e. B5 (Bowel)

Pada mulut terdapat moniliasis, Abdomen flat, hipertimpani, Bising usus >

15 x/mnt, pada palpasi soepel tidak ada nyeri tekan, Berat badan 6 Kg, status

gizi 57 % (KEP berat tipe Marasmic-Kwashiorkor)

f. B6 (Bone & Integument)

Kulit warna pucat, tekstur kasar dan kering, terdapat crazy pavement

dermatosis, dan oedem anasarka, kekuatan otot nomal, aktivitas lemah :

tidak kuat berdiri/digendong ibunya.

4. Program Pengobatan Farmakologi

Infus Dex 5%-NaCl 0,225 % = 25 TPM mikro

Injeksi : - Cefotaxim 2 X 300 mg

- Gentamicine 2 X 15 mg

Vit A (hari pertama, kedua, dan empat belas hari rawat inap)

Diet : sesuai Program Fase (Stabilisasi-Transisi- Rehabilitasi) dan pemberian

mikronutrien

Koreksi elektrolit, cegah hipothermi dan hipoglikemi,

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. PK : Syock Hipovolumik

2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh ybd penurunan masukan oral sekunder

akibat persepsi orang tua yang salah terhadap gizi

3. Resti perluasan infeksi ybd kehilangan pertahanan tubuh sekunder (Crazy

Pavement Dermatosis)

4. Intoleransi aktivitas ybd ketidakadekuatan sumber energi sekunder akibat

malnutrisi

C. RENCANA TINDAKAN

3. PK : Syock Hipovolumik

Tujuan : tidak terjadi syock hipovolumik

Kriteria Hasil :

21

Page 22: Aplikasi Konseptual Madeline Leininger

Tanda vital normal : Nadi (70-120x/mnt) suhu (36,5-37,5 ° C) RR (20-40

x/mnt), BAK spontan dan lancar, Berat badan berkurang, Albumin serum

meningkat minimal 3 gr/dl, BAB konsistensi lembek sehari ≤ 3 x

Intervensi :

a) Informasikan pada ibu sebab- sebab terjadinya syock hipovolumik

b) Berikan kebutuhan cairan 100cc/Kg BB/hari = 25 TPM mikro

c) Lakukan koreksi elektrolit dengan cairan Infus Dex 5%-NaCl 0,225 % drip

KCl 10 cc/fles cairan

d) Monitoring TTV tiap 8 jam atau sesuai kebutuhan

e) Monitoring intake-output

f) Monitoring BB tiap hari dengan timbangan yang sama

g) Monitoring ACCT faeses

h) Kolaborasi dengan dokter : K/p pertahankan status haemodinamik dengan

cairan koloid (albumin)

i) Cek ulang Albumin serum setelah 1 minggu perawatan

2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh ybd penurunan masukan oral sekunder

akibat persepsi orang tua yang salah terhadap gizi

Tujuan : Nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan tubuh ( 2 minggu)

Kriteria Hasil : Nafsu makan meningkat, Berat badan berkurang sampai oedem

hilang selanjutnya meningkat 0,5 kg/minggu, Albumin serum meningkat

minimal 3 gr/dl, BAB konsistensi lembek sehari ≤ 3 x. Hb minimal 10 gr%

Intervensi :

a) Kaji pemasukan nutrisi sebelumnya

b) Restrukturisasi pemahaman ibu terhadap kebutuhan gizi yang benar

c) Berikan diet dengan kalori sesuai fase :

Fase Stabilisasi 80-100 kklal/KgBB/hari dgn protein 1-1,5

gram/KgBB/hari

FaseTransisi 100-150 kklal/KgBB/hari dgn protein 1,5-3

gram/KgBB/hari

Fase Stabilisasi 150-200 kklal/KgBB/hari dgn protein 3-4

gram/KgBB/hari

d) Awali diet dengan jumlah kalori yang sama saat di rumah

e) Berikan porsi kecil tapi sering: 8 x pemberian / hari

22

Page 23: Aplikasi Konseptual Madeline Leininger

f) Jaga oral higiene

g) Observasi intake-Out Put

h) Tingkatkan diet bila k/u memungkinkan

i) Monitor BB tiap hari dengan timbangan yang sama

j) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang bentuk & jumlah kalori yang sesuai

dengan k/u klien

k) Kolaborasi dengan dokter tentang :

Oral obat Candistantine 3 x 1 ml

K/p transfusi dan Albumin, vitamin supplay

3. Resti perluasan infeksi ybd kehilangan pertahanan tubuh sekunder (Crazy

Pavement Dermatosis)

Tujuan : Perluasan infeksi tidak terjadi

Kriteria Hasil : luka kering tak berair, kulit yang sehat tetap intack, tidak

terdapat tanda-tanda infeksi, TTV normal : Nadi (70-120x/mnt) suhu (36,5-37,5

° C) RR (20-40 x/mnt), laborat leukosit dalam batas normal

Intervensi :

a) Informasi kepada keluarga sebab-akibat lecet-lecet di kulit

b) Ajarkan keluarga untuk mengenali tanda awal kerusakan kulit

c) Pengendalian infeksi secara rutin

Cuci tangan

Teknik antiseptik

Batasi pengunjung

d) Kaji terhadap prediktor infeksi : saat pemasangan alat-alat invasive,

pengobatan injeksi

e) Skin Care & Self Care asistant : lindungi permukaan kulit yang sehat dengan

minyak dan massage dengan lembut kulit yang sehat, mandikan anak dengan

sabun yang lembut

f) Monitoring vital sign/ 8 jam atau sesuai kebutuhan

g) Pertahankan suhu dalam batas normal

h) Kolaborasi dengan team medis tentang obat yang sudah diberikan.:

Cefotaxim 2 x 300 mg

Gentamicine 2 x 15 mg

23

Page 24: Aplikasi Konseptual Madeline Leininger

Vit A (Hr I, II, XIV hari rawat)

k/p konsul specialist kulit

4. Intoleransi aktivitas ybd ketidakadekuatan sumber energi sekunder akibat

malnutrisi

Tujuan : toleran terhadap aktivitas (1 minggu)

Kriteria Hasil : sebelum saat dan sesudah aktivitas TTV normal : Nadi (70-

120x/mnt) suhu (36,5-37,5 ° C) RR (20-40 x/mnt), tidak cyanosis,

aktivitas/perkembangan kembali seperti semula.

Intervensi :

a) Kaji respon klien terhadap aktivitas

b) Ajarkan ibu methode penghematan energi : jangan membiarkan anak

menangis terlalu lama

c) Berikan stimulus pemulihan perkembangan klien sesuai dengan kemampuan

d) Tingkatkan aktivitas/stimulus perkembangan secara bertahap

e) Hentikan aktivitas bila klien berespon negatif terhadap TTV maupun

keadaan umum, istirahatkan klien selama 3 menit.

f) Ukur tanda-tanda vital saat istirahat dan k/p 3 menit setelah klien melakukan

aktivitas

D. TINDAKAN YANG TELAH DILAKUKAN

1. Melakukan restrukturisasi tentang pemahaman keluarga yang dsalah terhadap

nutrisi, penyakit kulit yang diderita anaknya.

2. Memenagement pemberian cairan sesuai fase yaitu:

Tgl 15 – 17 juni 2009 fase stabilisasi pemberian cairan terpenuhi 100 %,

pada hari pertama pemenuhan cairan dari infus yaitu 25 TPM mikro, hari

kedua dan ketiga infus stop terpenuhi full dari minum susu 10 x 60cc =

600 cc

Tgl 18 – 22 Juni 2009 Fase transisi kebutuhan cairan ditingkatkan menjadi

150 cc/kgBB/hari. Cairan terpenuhi full dari minum susu formula tgl 18 –

19 Juni 2009 terpenuhi 750 cc = 83,3 %, ditengkatkan pelan-pelan sampai

tagl 22 Juni 2009 terpenuhi kebutuhan 100%

Tgl 23 Juni 2009 diawali fase Rehabilitasi kebutuhan cairan ditingkatan

menjadi 200cc?kgBB/hari tercapai 95,2 %.

24

Page 25: Aplikasi Konseptual Madeline Leininger

3. Melakukan Koreksi elektrolit dengan menambahkan potasium 10 cc tiap fles

cairan Dex 5%-NaCl 0,225 % (hanya hari pertama saja)

4. Melakukan monitoring terhadap perkembangan berat badan, yaitu :

Saat pertama MRS Berat badan 6 Kg, hari ke-2 turun menjadi 5,9 Kg hari 3 –

8 berat badan turun dan bertahan 5,6 Kg, mulai hari ke 9 berat badan turun

pada level terendah berat badan turun menjadi 5,4 kg.

5. Melakukan monitoring terhadap TTV, klien tidak pernah mengalami

hipothermi, hari ke 3 dirawat klien yang semula demam suhu tubuhnya

kembali normal

6. Keluhan BAB cair tidak terbukti, hari ke dua dirawat BAB klien lembek/tidak

pernah diare

7. Melakukan management Nutrisi/Diet :

Tgl 15 – 17 juni 2009 fase stabilisasi pemberian nutrisi/kalori terpenuhi

440 kkal atau 98 %, protein terpenuhi 10 gram atau 100% dengan bentuk

diet LLM 10 x 60 cc (1 takar LLM mengandung 22 kkal dan protein 0,5

gram)

Tgl 18 – 22 Juni 2009 Fase transisi kebutuhan kalori ditingkatkan menjadi

150 kkal/kgBB/hari. Awalnya diberikan extra bubur halus sehingga kalori

terpenuhi 76.9% selanjutnya bertahap ditingkatkan susunya menjadi 10 x

75cc sehingga kalori tercapai 100%

Tgl 23 Juni 2009 diawali fase Rehabilitasi kebutuhan nutrisi ditingkatan

menjadi 200cc/kgBB/hari berupa llm 10 x 80 cc dan buburkasar 1/2 porsi.

Sehingga kalori maupun protein tercapai 100 %

8. Melakukan program pengobatan sesuai jadwal, dari hasil konsul kulit

didapatkan terapi Hidrocortisan 2 % dioles tipis di kulit. Sejak Tgl 17 Juni

2009 klien mendapat pengobatan OAT yaitu : INH 1 x 50 mg, Rifampisine 1 x

75 mg, PZA 1 x 150 mg, vit B6 1x 5 mg. Pada tanggal 18 Juni 2009 dapat

tambahan teraphy Apialist sirup 1 x 1 cth. Program teraphy/advis dokter yang

tidak dilakukan adalah transfusi darah PRC 60 cc pro lasix 6 mg dikarenakan

klien tidak memiliki uang untuk membayar harga darah.

E. EVALUASI

Perkembangan keadaan umum klien semakin hari semakin meningkat, tidak terjadi

syock, nafsu makan klien tampak baik, tidak ada keluhan mual/mentah. nutrisi dan

25

Page 26: Aplikasi Konseptual Madeline Leininger

cairan terpenuhi sesuai program, Kulit klien yang luka berair kering dan kulit yang

sehat tetap intact. Badan klien mulai tampak kuat, belajar jalan dibantu oleh ibunya.

Hasil laboratorium Tgl 16 Juni 2009 : Hb meningkat dengan sendirinya yaitu 9,1%,

Leukosit .900, PCV 29 %, Trombosit 180.000, retikulosit 0,1

26

Page 27: Aplikasi Konseptual Madeline Leininger

BAB IV

PEMBAHASAN

Ada beberapa hal menarik yang ingin penulis sampaikan dari hasil penerapan teori

konseptual Transkultural Madeline Lininger pada kasus yang diamati, utamanya yaitu

saat melakukan anamnesa untuk mendapatkan data yang telah ditulis ternyata tidaklah

mudah. Informasi yang diberikan orang tua selalu berganti-ganti, mungkin karena

adanya kekuatiran dari orang tua kalau berkata jujur akan dimarahi maka mereka

cenderung berkata bohong. Salah satu kalimat yang paling mencolok adalah saat ibu

mengatakan bahwa saat anak usia 2 bln susu SGM 1 kotak 400 gram habis dalam waktu

1 hari. Disini sangat nampak sekali adanya ketidak jujuran data yang diberikan oleh

orang tua, karena sesuai anjuran yang ada dikemasan tidak mungkin susu satu kotak

akan habis dalam waktu Cuma 1 hari. Tentu dalam hal ini dibutuhkan kesabaran,

beberapa kali interaksi agar terbina jalinan hubungan saling percaya.

Pada akhinya dari 3 kali membina hubungan saling percaya penulis mendapatkan juga

data yang benar-benar valid, sehingga data yang diperoleh pada hari pertama disangkal

sendiri oleh ibu pasien. Semula ibu mengatakan bahwa sakit sejak 1 bulan berganti

menjadi 2 bulan. Bengkak awalnya diakui selama 2 hari diralat menjadi 2 bulan, dll.

Persepsi klien terhadap kesehatan cukup baik, terbukti klien selalu rutin datang ke

posyandu. Begitu pula keinginan klien untuk memperbaiki ekonomi maupun kesehatan

cukup baik terbukti klien berusaha mengembangkan penghasilannya dengan cara

membeli kambing untuk bisnis walaupun pada akhirnya gagal.

Potensi dan budaya yang dimiliki klien dalam hal ini perlu mendapat support sehingga

klien dapat mencapai hidup sehat secara maksimal. Salah satu yang perlu di

restrukturisasi adalah pandangan klien yang salah terhadap nutrisi yaitu tentang makan

banyak ikan akan menjadi cacingan dan alergi, susu menyebabkan diare.

Suatu kendala ekonomi yang mengakibatkan advis dokter tidak dapat dilaksanakan

dalam memberikan asuhan keperawatan pada kasus ini adalah pemberian transfusi darah

PRC dan penambahan Albumin. Tetapi disini justru menunjukkan kepada kita bahwa

penanganan gizi yang baik, pengaturan diet dan penghitungan kebutuhan kalori dengan

benar menunjukkan hasil yang menggembirakan, karena tanpa tambahan transfusi darah

27

Page 28: Aplikasi Konseptual Madeline Leininger

maupun penambahan albumin. Hb dan albumin klien meningkat dengan sendirinya

yaitu yang semula Hb 8,6 gr%menjadi 9,1 gr% dan albumin yang semula 1,6 mg/dl

meningkat menjadi 2,8 mg/dl

28

Page 29: Aplikasi Konseptual Madeline Leininger

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Kesehatan disamping banyak diakibatkan

adanya gangguan akibat stress fisik, genetik dari dalam tubuh tetapi penyakit

juga dapat dipengaruhi oleh budaya dan pandangan hidup yang salah

2. Model konseptual Madeline Lininger

sangat sesuai digunakan untuk mengidentifikasi masalah kesehatan utamanya

kasus ini, karena memang problem utama masalah kurang gizi pada an. R erat

hubungannya dengan masalah kultur, kepercayaan dan pengetahuan yang

salah terhadap Gizi.

3. Praktek keperawatan transkultural dapat

diterapkan dan menjadi salah satu hal penting dan relevan dalam

mempertahankan keyakinan nilai-nilai budaya orang lain

B. SARAN

Perawat dalam memberikan Asuhan Keperawatan hendaklah membina hubungan

saling percaya melalui penghargaan terhadap nilai-nilai budaya, agama, dan sosial.

Dan hendaknya dalam mengatasi masalah/konflik dapat dilakukan dengan

pendekatan budaya yang dimiliki klien.

Daftar Pustaka

Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Hasil Penataran Petugas Kesehatan Dalam Rangka

Pelayanan Gizi Buruk di Puskesmas dan Rumah Sakit, BLK Cimacan,

Oktober 1981.

29

Page 30: Aplikasi Konseptual Madeline Leininger

Departemen Kesehatan RI, WHO, Unicef. Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita

Sakit (MTBS) Indonesia, Jakarta 1997

Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Ditjen Binkesmas Depkes. Pedoman Penanggulangan

Kekurangan Energi Protein (KEP) dan Petunjuk Pelaksanaan PMT pada

Balita, Jakarta 1997.

London School of Hygiene and Tropical Medicine. Dietary Management of PEM (Not

Published, 1998)

WHO. Guideline for the Inpatient Treatment of Severely Malnourished Children,

WHO Searo, 1998.

Waterlow JC. Protein Energy Malnutrition, Edward Arnold, London, 1992

Departemen Keseharan RI, Petunjuk Teknis Bagi Bidan Desa Program Jaring

Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPS-BK).

Asmadi, 2002, Konsep Dasar Keperawatan, EGC, Jakarta

Indriyani, 2008, Laporan Aplikasi Model Konsep “ Materi Kuliah Fikes S1 Unmmuh

Jember” tidak dipublikasikan

Anonim, 2005, Konsep Penanganan Gizi Buruk di Indonesia Secara Makro Cukup

Bagus,

http://www.kapanlagi.com

Anonim, 2009, Pemerintah belum Seriau Tangani Gizi Buruk, http://news.okezone.com

30