antropologi. sanie

12
PSIKOLOGI PERKEMBANGAN Psikologi perkembangan adalah bidang psikologi yang menaruh perhatian pada perubahan dalam perilaku seiring berjalannya waktu. Tugas ahli psikologi perkembanhan adalah untuk mendefinisikan dan menjelaskan jalannya perubahan developmental. Banyak perubahan developmental yang terjadi karena interaksi antara pertumbuhan biologis dengan lingkungan tempat tinggal seorang individu. Psikologi perkembangan mencakup berbagai macam topic: perkembangan pra-natal dan neo-natal; perkembangan motorik; perkembangan motorik; perkembangan tempramen, kelekatan (attachment), dan kepribadian; perkembangan agresi atau altruism; perkembangan kognitif dan sosio-emosional; struktur keluarga dan gaya pengasuhan orang tua; penalaran moral; dan seterusnya. BEBERAPA PERSOALAN UMUM TENTANG PENGETAHUAN KITA DALAM PSIKOLOGI PERKEMBANGAN Baru-baru ini Michael Lamb (1992), saat mendiskusikan beberapa penelitian lintas-budayanya, melontarkan komentar bahwa salah satu keterbatasan dalam beberapa penelitian perkembangan yang di review untuk dianalisis ulang adalah bahwa sampell-sampel yang dipakai sangat terdistorsi karena kebanyakan subjeknya adalah anak-anak dari para professional perguruan tinggi. Masa anak-anak adalah periode yang penuh perubahan dan fluktuasi. Masa anak-anak adalah periode yang barangkali lebih banyak mendapat pengaruh cultural dan lingkungan disbanding periode-periode lain dalam rentang hidup manusia. Karena itu, para peneliti dan konsumen hasil penelitian –mahasiswa – perlu lebih memperhatikan sifat sampel yang dipakai untuk menghasilkan pengetahuan tentang perkembangananak. Tiap kebudayaan memiliki pengetahuan tentang kompetensikompetensi dewasa apa saja yang dibutuhkan agar bias berfungsi secara memadai (Ogbu, 1981). Kompetensi-kompetensi ini berbeda-beda antarbudaya dan lingkungan, dan anak-anak tersosialisasi dalam ekologi-ekologi yang mendorong berkembangnya kompetensi tertentu (Harrison, Wilson, Pine, Chan, & Buriel, 1990).

Upload: wahyu-syahputra

Post on 23-Jun-2015

176 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANTROPOLOGI. sanie

PSIKOLOGI PERKEMBANGAN

Psikologi perkembangan adalah bidang psikologi yang menaruh perhatian pada perubahan dalam perilaku seiring berjalannya waktu. Tugas ahli psikologi perkembanhan adalah untuk mendefinisikan dan menjelaskan jalannya perubahan developmental. Banyak perubahan developmental yang terjadi karena interaksi antara pertumbuhan biologis dengan lingkungan tempat tinggal seorang individu. Psikologi perkembangan mencakup berbagai macam topic: perkembangan pra-natal dan neo-natal; perkembangan motorik; perkembangan motorik; perkembangan tempramen, kelekatan (attachment), dan kepribadian; perkembangan agresi atau altruism; perkembangan kognitif dan sosio-emosional; struktur keluarga dan gaya pengasuhan orang tua; penalaran moral; dan seterusnya.

BEBERAPA PERSOALAN UMUM TENTANG PENGETAHUAN KITA DALAM PSIKOLOGI PERKEMBANGAN

Baru-baru ini Michael Lamb (1992), saat mendiskusikan beberapa penelitian lintas-budayanya, melontarkan komentar bahwa salah satu keterbatasan dalam beberapa penelitian perkembangan yang di review untuk dianalisis ulang adalah bahwa sampell-sampel yang dipakai sangat terdistorsi karena kebanyakan subjeknya adalah anak-anak dari para professional perguruan tinggi.

Masa anak-anak adalah periode yang penuh perubahan dan fluktuasi. Masa anak-anak adalah periode yang barangkali lebih banyak mendapat pengaruh cultural dan lingkungan disbanding periode-periode lain dalam rentang hidup manusia. Karena itu, para peneliti dan konsumen hasil penelitian –mahasiswa – perlu lebih memperhatikan sifat sampel yang dipakai untuk menghasilkan pengetahuan tentang perkembangananak.

Tiap kebudayaan memiliki pengetahuan tentang kompetensikompetensi dewasa apa saja yang dibutuhkan agar bias berfungsi secara memadai (Ogbu, 1981). Kompetensi-kompetensi ini berbeda-beda antarbudaya dan lingkungan, dan anak-anak tersosialisasi dalam ekologi-ekologi yang mendorong berkembangnya kompetensi tertentu (Harrison, Wilson, Pine, Chan, & Buriel, 1990).

Intinya adalah bahwa kita tidak bias berasumsi bahwa penelitian yang dilakukan di ekologi-ekologi yang terbatas dan homogeny akan punya relevansi yang sama untuk budaya-budaya lain. Hal ini tidak hanya berlaku untuk psikologi perkembangan, tapi juga bidang-bidang psikologi lainnya.

TEMPRAMEN

Pengetahuan Tradisional

Tiap orang tua tahu bahwa tidak ada bayi yang persis sama. Tiap bayi bukan hanya memiliki penampilan fisik yang khas, tapi sejak semula juga sudah memiliki apa yang disebut

Page 2: ANTROPOLOGI. sanie

sebagai tempramen yang berbeda-beda. Thomas dan Chess (1977) menggambarkan bahwa ada tiga kategori utama

Interaksi antara tempeamen anak dengan tempramen orang tua tampaknya merupakan salah satu kunci perkembangan kepribadian. Konsep ini disebut “tingkat kecocokan” atau “goodness of fit.” Reaksi-reaksi orang tua pada tempramen anak-anak mereka bias memacu kestabilan atau ketidakstabilan dalam respon-respon temperamental anak-anak itu terhadap lingkungan. Interaksi antara respon orang tua pada tempramen anak-anak mereka juga akan berdampak pada kelekatan (attachment) setelah itu.

Penelitian Lintas-Budaya tentang Temperament

Chisholm (1983) berpendapat bahwa ada hubungan yang kuat antara kondisi ibu saat hamil (khususnya tekanan darah tinggi) dengan iritabilitas (sifat mudah marah) bayi. Hubungan antara tekanan darah ibu dan sifat pada bayi-bayi Malaysia, Cina, Aborigin, orang kulit putih Australia, serta Navaho (Garcia Coll, 1990). Garcia Coll, Sepkoski, dan Lester (1981) menemukan bahwa perbedaab kesehatan ibu-ibu di Puerto Rico selama masa kehamilan juga terkait dengan perbedaan dalam tempramen bayi mereka bila dibandingkan dengan bayi Kaukasia-Amerika atau Afrika-Amerika. Dengan demikian, perbedaan tempramen yang khas untuk suatu kelompok budaya mungkin mencerminkan perbedaan-perbedaan genetika dan sejarah reproduksi.

Tipe-tipe perbedaan yang muncul sejak lahir ini turut berperan dalam perbedaan kepribadian orang dewasaa dibuudaya yang berbeda. Penting sekali untuk menyadari kekuatan pengaruhnya sebagai bahan-bahan penyusun perkembangan anggota-anggota dewasa dibudaya-budaya diseluruh dunia.

KELEKATAN

Pengetahuan Tradisional

Kelekatan atau attachment adalah ikatan khusus yang berkembang antara bayi dan pengasuhnya. Banyak ahli psikologi yang merasa bahwa kualitas kelekatan ini punya efek seumur hidup terhadap hubungan seorang individu dengan orang-orang yang dicintainya. Kelekatan member keamanan emosional pada seorang anak. Setelah kelekatan tercipta, bayi akan menjadi tertekan oleh perpisahan dengan ibunya (ini disebut kecemasan atau distress perpisahan).

Bowlby (1969) menyimpulkan bahwa bayi memiliki dasar biologis yang sudah terprogram sebelumnya untuk menjadi lekat pada pengaruhnya. Program ini mencakup perilaku-perilaku seperti tersenyum dan tertawa yang nantinya memicu perilaku –pperilaku yang mendorong terbentuknya kelekatan dari pihak ibu. Ainsworth, Blehar, Waters dan Wall (1978) membedakan tiga gaya kelekatan: aman(secure), menghindar (avoidant) dan ambivalen.

Ericson (1963) menggambarkan formasi kepercayaan dasar sebagai langkah penting pertama dalam proses perkembangan psikososial yang berlangsung seumur hidup. Kelekatan yang buruk adalah komponen dari kketidak percayaan (mistrust) – kegagalan menyelesaikan

Page 3: ANTROPOLOGI. sanie

kebutuhan-kebutuhan tahap perkembangan bayi. Erikson menggambarkan bahwa tahap-tahap perkembangan dalam masa anak-anak mencakup tugas-tugas memapankan atau membentuk otonomi, inisiatif, dan kompetensi. Semua ini adalah bagian dari diri yang sedang berkembang dan dipengaruhi oleh bagaimana ibu dan orang-orang penting lain merespon terhadap anak tersebut.

Penelitian Lintas-Budaya tentang Kelekatan

Salah satu asumsi orang Amerika tentang sifat kelekatan adalah bahwa kelekatan ideal adalah kelekatan aman. Bahkan, istilah yang dipilih Ainsworth untuk menyebut kelekatan tipe ini, serta istilah-istilah negative yang dipakai untuk menggambarkan tipe kelekatan lainnya, sudah mencerminkan bias yang ada dibalik pandangan ini. Tapi kenyataannya masing-masing budaya punya konsep tentang kelekatan “ideal” yang berbeda.

Beberapa penelitian lintas-budaya juga menantang pemahaman bahwa kedekatan dengan ibu merupakan syarat untuk terbentuknya kelekatan yang aman dan sehat. Pemahaman seperti ini memang dipegang kuat dalam teori-teori tradisional tentang kelekatan yang didasarkan pada penelitian-penelitian yang melibatkan sebuah suku perambah hutan di Afrika yang dikenal sebagai orang Efe (yang sering kali secara keliru disebut sebagai kaum Pigmy-nama yang mereka tidak senangi) menunjukkan sebuah situasi yang amat berbeda dengan apa yang diterima para ahli psikologi sebagai bagian dari kelekatan yang sehat (Tronick, Morelli, & Ivey, 1992). Bayi-bayi Efe menghabiskan banyak waktu tidak berada dekat ibu mereka dan diasuh oleh beberapa orang yang berbeda.

Beberapa penelitian lintas-budaya juga menantang pemahaman bahwa kedekatan dengan ibu merupakan syarat untuk terbentuknya kelekatan yang aman dan sehat. Pamahaman ini didukung oleh teori-teori tradisisonal tentang kelekatan yang didasarkan pada penelitian di Amerika Serikat yang melibatkan sebuah suku perambah hutan di Afrika yang dikenal sebagai orang Efe, bayi-bayi Efe menghabiskan banyak waktu tidak berada dekat ibu mereka dan diasuh oleh beberapa orang yang berbeda. Para peneliti menemukan bahwa anak-anak ini sehat secara emosi meski memiliki banyak pengasuh.

Masih banyak yang harus dikerjakan untuk memahami pola0pola kelekatan di budaya-budaya lain. Meski demikian, penelitian-penelitian yang ada sekarang jelas menyatakan bahwa kita tidak bisa menyatakan bahwa kita tidak bisa berasumsi bahwa apa yang biasanya ada di kebudayaan Anglo-Amerika adalah yang terbaik, atau yang paling menggambarkan, budaya-budaya lain. Pemahaman-pemahaman tentang kualitas kelekatan, dan proses-proses yang memunculkannya, adalah penilaian kualitatif yang dibuat dari perspektif suatu budaya, yang memiliki nilai-nilai yang berbeda, dan tidak mesti lebih baik dari, budaya lain.

PENGASUHAN ORANG TUA, KELUARGA, DAN SOSIALISASI

Pengetahuan Tradisional

Baumrind (1971) mengidentifikasi tiga pola utama pengasuhan orang tua. Orang tua yang otoriter mengharapkan kepatuhan mutlak, anak butuh dikontrol. Sebaliknya, orang tua yang permisif membolehkan anak untuk mengatur hidup mereka sendiri dan menyediakan

Page 4: ANTROPOLOGI. sanie

hanya sedikit panduan baku. Orang tua yang otoritatif bersifat tegas, adil, dan logis. Gaya pengasuhan yang membuat anak-anak yang secara psikologi sehat, kompeten , mandiri, yang bersifat kooperatif dan nyaman menghadapi situasi-situasi social.

Penelitian Lintas-Budaya tentang Pengasuhan Orang tua, Keluarga, dan Sosialisasi

Levine (1977) mengajukan teori bahwa lingkungan pengasuhan merupakan cerminan dari seperangkat tujuan yang tersusun berdasarkan urutan nilai pentingnya. Yang pertama adalah kesehatan fisik dan pertahanan hidup (survival); yang berikutnya adalah didukungnya perilaku-perilaku yang akan mengarah pada pemenuhan –diri; dan terakhir adalah perilaku-perilaku yang mendukung nilai-nilai cultural lain seperti moralitas dan prestise. Pengasuhan anak dan peran sebagai orang tua adalah sebuah proses yang menyiapkan anak untuk hidup dalam konteks kebudayaan mereka. Sebagaimana konteks –konteks cultural juga sangat berbeda bagi orang dewasa, praktik-praktik orang tua dan pengasuhan anak yang mereka alami ketika masih kecil juga sangat berbeda.

Tiga tahap umum penalaran moral menurut Kholberg adalah sebagai berikut:

1. moralitas konvensional, dengan penekanan terhadap aturan untuk menghindari hukuman dan mendapat hadiah.

2. moralitas konvensional, dengan penekanan pada konformitas pada aturan yang ditentukan oleh persetujuan orang lain atau aturan-aturan masyarakat.

3. Moralitas pascakonvensional, dengan penekanan pada penelaran moral menurut prinsip-prinip dan hati nurani individual.

Menurut Giligan, penalaran moral lelaki dikaitkan dengan keadilan, sedangkan penalaran moral perempuan dikaitkan dengan tugas dan tanggung jawab.

Penelitian Lintas-Budaya tentang Penalaran Moral

Di bidang psikologi, ada sejumlah penelitian lintas-budaya tentang penalaran moral yang mempertanyakan daya generalisasi universal gagasan-gagasan Kohlberg. Salah satu asumsi yang mendasar teori Kholberg adalah bahwa penalaran moral menurut prinsip dan nurani individual, terlepas dari hokum-hukum social atau kebiasaan-kebiasaan budaya, merupakan tingkat penalaran moral yang tertinggi. Filosofi ini amat terkait dengan budaya dimana Kholberg mengembangkan teorinya, yang berakar pada penelitian-penelitian terhadap laki-laki Amerika bagian Barat tengah di tahun 1950 dan 1960an. Meski konsep-konsep demokratis seperti individualisme dan nurani personal yang unik mungkin tepat untuk menggambarkan sample penelitiannya di waktu dan tempat itu, tidak jelas apakah konsep-konsep yang sama juga mewakili prinsip-prinsip moral universal yang bisa diterapkan pada semua orang dari semua budaya.

Snarey (1985) mengulas penelitian-penelitian penalaran moral yang melibatkan subjek dari 27 negara. Snarey menyimpulkan bahwa penalaran moral jauh lebih khas-budaya daripada

Page 5: ANTROPOLOGI. sanie

yang diajukan oleh Kholberg. Teori Kholberg, serta metodologipenyekoran tahapan moral berdasarkan penalaran verbal, mungkin tidak dapat melihat adanya tingkat-tingkat moralitas yang lebih tinggi di budaya-budaya lain.

Kesimpulan

Psikologi perkembangan adalah bidang yang menarik dimana penelitian lintas-budaya dapat memberi sumbangan yang berarti. Penelitian lintas-budaya tentang perkembangan membuat kita menyadari berbagai akar perbedaan cultural yang ada dalam kehidupan orang dewasa.

Tahun 1987 dan 1989, 64,85% dari penelitian yang terpublikasi dalam Child Development (sebuah jurnal penelitian utama dibidang psikologi perkembangan) tidak melaporkan komposisi etnik sample mereka (Slugther-Defoe dkk., 1990) kurang diperhatikannya pertimbangan-pertimbangan lintas-budaya ini jelas merupakan sesuatu kekurangan. Banyak yang melihat masa anak-anak sebagai fondasi yang tak tergantikan bagi perkembangan masa dewasa.

EMOSI

Pentingnya emosi dalam kehidupan dan perilaku anusia diakui secara luas dalam psikologi. Emosi memberi warna pada hidup, menjadikannya penuh makna.

Teori dan Pandangan Tradisional tentang Emosi

Ada dua hal yang biasanya terlintas bila berbicara tentang emosi. Yang pertama adalah pengalam emosi – yakni, kondisi subjektif, perasaan dalam diri kita. Yang kedua adalah ekspresi kita atas emosi melalui suara, wajah, bahasa atau sikap tubuh (gesture).

Ada beberapa teori utama tentang pengalaman emosional yang sebagian besar ada dalam buku pengantar psikologi. Teori James/ Lange. Teori ini menyatakan bahwa pengalaman akan emosi merupakan hasil dari persepsi seseorang terhadap arousal fisiologis (pada system saraf otonomik) serta terhadap perilaku tampaknya (overt behavior-nya) sendiri.

Teori emosi Cannon/ Bard beranggapan bahwa arousal otonomik terlampau lamban sehingga tak bisa dipakai untuk menjelaskan terjadinya perubahan dalam pengalaman emosional. Sebaliknya, pengalaman emosional yang sadar dihasilkan oleh stimulasi langsung atas pusat-pusat otak di korteks.

Teori emosi Schachter/ Singer umumnya ditampilkan sebagai teori yang terfokus pada peran interpretasi kognitif. Teori ini melihat bahwa pengalaman-pengalamn emosional tergantung hanya pada interpretasi seseorang terhadap lingkungan dimana ia mengalami arousal. Penelitian Ekman (1972) dan Izard menunjukkan bahwa setidaknya terdapat enam ekspresi wajah emosi yang universal – marah, jijik, takut, sedih, dan terkejut.

Page 6: ANTROPOLOGI. sanie

Pemahaman tentang emosi ini mungkin saja merupakan cara pemahaman yang khas Barat – atau bahkan lebih spesifik lagi, khas amerika. Tidak semua budaya memandang emosi dengan cara yang sama.

Perbedaan-Perbedaan Kultural dalam Mendefinisikan dan Memahami Emosi

Russell (1991) menelaah berbagai literature lintas-budaya dan antropologis tentang konsep-konsep emosi dan menyimpulkan bahwa ada perbedaan antar budaya, yang kadang mencolok, dalam bagaimana definisi dan pemahaman emosi.

Konsep dan definisi Emosi

Tidak semua budaya yang ada di dunia memiliki konsep emosi. Levy (1973, 1983) misalnya, mengatakan bahwa orang Tahiti tidak punya kata untuk emosi. Lutz (1980, sebagaimana dilaporkan dalam Russell, 1991, dan Lutz, 1983) juga menyatakan bahwa orang Ifaluk dari kepulauan Mikronesia tidak memiliki kata untuk emosi. Dengan demikian, barangkali kata, dan konsep, emosi adalah sesuatu yang khas untuk budaya-budaya tertentu saja.

Bahkan diantara budaya-budaya yang memiliki kata untuk emosi, kata tersebut bisa saja tidak memiliki makna yang sama. Tak semua budaya di dunia memiliki kata yang merepresentasikan konsep emosi, dan bahkan pada budaya yang memiliki kata semacam itu, konsep emosi yang ditunjuk olehnya pun tidak setara.

Katagorisasi atau pelabelan Emosi

Orang dari budaya yang berbeda juga berbeda dalam mengkatagorikan atau melebeli emosi. Perbedaan bahasa lintas-budaya ini menunjukkan bahwa masing-masing budaya memilah dunia emosi dengan cara yang berbeda-beda. Dengan demikian, selain konsep emosi itu sendiri tidak bebas budaya alias khas budaya (culture-bound), demikian pula dengan cara tiap keduyaan memberi kerangka dan melabeli dunia emosi.

Lokasi Emosi

Komponen terpenting emosi dalam psikologi Amerika adalah pengalaman subjektif atas emosi, pengalaman batin emosi di dalam diri. Namun penekanan pada pentingnya perasaan batin dan introkpeksi (melihat kedalam diri) ini mungkin saja tak bebas-budaya, alias khas psikologi Amerika. Kebudayaan lain bias, dan memang, punya pandangan lain tentang tempat dan asal usul emosi.

Perbadaan Makna Emosi Bagi Orang dan Dalam perilaku Lintas Budaya

Menurut psikologi Amerika, emosi mengandung makna personal yang amat kental, barang kali karena psikologi amerika memandang perasaan batin (inner feeling) yang subjektif sebagai karakteristik utama yang mendifinisikan emosi.

Penelitian Psikologis Lintas-Budaya tentang Emosi

Page 7: ANTROPOLOGI. sanie

Ada beberapa perbedaan penting antara penelitian psikologis tentang emosi lintas-budaya dengan kajian antropologis dan etnografis. Satu perbedaan pentingnya adalah bahwa ahli psikologi biasanya mendefinisikan terlebih dahulu apa tercakup sebagai suatu emosi dan aspek mana dari definisi tersebut yang akan dikaji.

Perbedaan-perbedaan cultural dalam konsep dan definisi emosi, sebagaimana telah kita diskusikan sebelumnya, menjadi hambatan bagi model penyelidikan ini.

Ekspresi Emosi

Penelitian lintas-budaya tentang ekspresi emosi pada umumnya terfokus pada ekspresi wajah-dan bukan tanpa alasan . Ekspresi wajah dari emosi merupakan aspek ekspresi emosi yang paling banyak dikaji, dan penelitian lintas-budaya mengenai ekspresi wajah inilah yang menjadi pendorong utama kajian-kajian emosi di psikologi amerika.

Persepsi Emosi

Karena ekspresi dari beberapa emosi bersifat universal, maka pengenalan(recognition) dari emosi-emosi tersebut seharusnya universal pula. Inilah yang ditemukan oleh Ekman dan Izard,

Persepsi emosi

Budaya juga mempengaruhi pelabelan emosi, meski biasanya ada kesepakatan antara budaya dalam hal emosi apa yang ditampilkan oleh suatu ekspresi wajah, namun tetap ada variasi dalam tingkat kesepakatan tersebut. Sebagai contoh, meskipun sebagian besar subjek dari indonasia, jepang, perancis, brazil dan amerika sepakat bahwa suatu ekspresi wajah menunjukan emosi tertentu (emosi takut), tetap ada perbedaan di setiap budaya. Jenis cultural dalam pelabelan emosi inilah yang ditemukan dalam dua penelitian yang baru.

Beberapa ahli psikologi percaya bahwa budaya memiliki aturan yang mengatur persepsi emosi, seperti hanya aturan pengungkapan yang mengatur ekspresinya. Aturan tentang interpretasi dan persepsi ini disebut aturan decode. Aturan ini adalah aturan cultural, sesuatu yang dipelajari, yang membentuk bagaimana orang di suatu budaya memandang dan menginterpretasi ekspresi-ekspresi emosi kepada orang lain. Seperti aturan pengungkapan, aturan decode dipelajari pada masa-masa awal kehidupan, aturan decode adalah seperti saringan budaya yang mempengaruhi bagaimana kita menangkap ekspresi emosi orang lain.

Pengalaman emosi

Dalam beberapa tahun terakhir beberapa program penelitian mulai mempelajari bagaimana orang-orang dari berbagai budaya mengalami emosi secara berbeda-beda. Temuan dari penelitian-penelitian menunjukan bahwa kebudayaan memiliki pengaruh yang lebih besar pada bagaimana orang mengalami emosi. Orang jepang melaporkan bahwa mereka mengalami semua emosi termasuk senang, sedih, takut dan marah lebih sering ketimbang orang amerika atau eropa. Orang amerika melaporkan lebih sering mengalami senang dan marah

Page 8: ANTROPOLOGI. sanie

dibandingkan orang eropa. Sedangkan orang amerika merasakan emosi mereka lebih lama dan pada intensitas yang lebih tinggi ketimbang orang eropa maupun jepang.

Anteseden emosi

Anteseden emosi adalah hal-hal yang memicu atau terjadi mendahului suatu emosi bervariasi dari satu budaya ke budaya lain. Temuan penelitian menunjukan bahwa adanya perbedaan kulturan dalam bagaimana orang dari budaya yang berbeda mengevaluasi situasi-situasi yang membangkitkan emosi.

Misalnya, ditemukan adanya perbedaan cultural dalam harga diri menyusul kejadian-kejadian yang membangkitkan emosi; emosi punya dampak yang lebih positif pada harga diri dan kepercayaan diri bagi orang amerika dari pada orang jepang. Orang amerika cenderung mengatribusikan penyebab dari emosi-emosi ini pada faktor kebetulan atau nasib. Dibandingkan orang amerika, orang jepang lebih percaya bahwa tidak ada tindakan atau perilaku yang harus dilakukan menyusul munculnya suatu emosi.

Fisiologi emosi

Jepang melaporkan bahwa mereka labih sedikit member reaksi terhadap emosi dalam bentuk gesture (gerak tubuh) lengan dan tangan, gerak tubuh keseluruhan dan reaksi vocal dan wajah dibanding orang eropa atau amerika. Orang amerika melaporkan bahwa mereka memiliki ekspresifitas paling tinggi, baik dalam reaksi wajah maupun vocal. Orang amerika dan eropa juga melaporkan bahwa mereka lebih banyak mengalami sensasi yang murni fisiologis disbanding orang jepang.

Diantara sensasi-sensasi ini adalah perubahan temperature tubuh (wajah menjadi merah, panas dan seterusnya), perubahan-perubahan kardiovaskular ( jantung berdebar, perubahan denyut nadi), dan gangguan gastric (masalah perut).

Menuju teori emosi lintas budaya

Kebudayaan mempunyai peran sangat penting dalam membentuk emosi manusia. Bukti-buktinya berasal dari berbagai kajian antropologis dan etnografis lintas budaya yang berbeda. Salah satu hal penting bagi teori emosi lintas budaya adalah petunjuk bahwa ekspresi-ekspresi emosional bervariasi lebih menurut fungsi atau lebih berdasarkan dimensi individualism, ketimbang berdasarkan apakah seseorang berkulit hitam, bangsa jepang, atau bangsa mesir. Orang yang individualistic misalnya cendrung lebih gampang mengekspresikan emosi-emosi negative (marah, jijik) pada teman dan keluarga mereka dari pada orang yang kolektifistik yang labih mudah mengekspresikan emosi positif kepada teman dan keluarga mereka dan emosi negative kepada orang yang tidak mereka kenal.

Perlu mempertimbangkan pengaruh kebudayaan pada emosi dalam teori-teori kita tentang emosi.

Page 9: ANTROPOLOGI. sanie